You are on page 1of 8

TUGAS BAHASA INDONESIA MEMBUAT CERPEN

DISUSUN OLEH IDA MARIA ( X6 / 18 ) SMA NEGERI 8 SURABAYA 2010/2011

Senyum Dari Mama

Upacara pemakaman Papa yang tenang (tapi Raka merusaknya) Arika melirik Mama nya yang tidak bisa tersenyum ikhlas karena kepergian Papa. Arika sendiri masih belum percaya kalo Papa nya meninggalkan dia secepat ini. Ternyata.... kanker betul-betul menyerap tenaga Papa dan akhirnya sampai menjadi seperti ini, sampai Arika tidak bisa melihat Papa nya lagi untuk selamanya. Sambil menangis sambil kuelus rambut adikku satu-satunya, Raka. Kulihat tingkahnya, Raka masih nggak tahu apa-apa tentang kepergian Papa, dia masih terlalu kecil untuk mengetahui kalo yang di dalam peti itu adalah Papa. Mbak Alika, Laka mau beli ucing. Ucing yang endut-endut kayak Mbak Alika pinta Raka lumayan keras Buyar semua suasana khidmat yang tadi berjalan dengan tenang gara-gara Raka nyebelin ini. Pake bilang Arika gendut lagi, kan malu banyak orang disini. Terdengar beberapa tawa disana sini yang semakin membuat wajah Arika jadi merah. Untungnya bisa kututup dengan poni panjangku dan kacamata yang kupakai. Karena Raka, akhirnya Mama menoleh ke arah kami dan mengajak pulang karena hari pun mulai sore. Arika pun hanya membalasnya dengan anggukan. Sesampainya di rumah, Mama memintaku untuk membeli makanan di salah satu mall deket rumah. Saat aku ingin keluar rumah, Raka merengek pengen ikut dan menarik-narik jaket yang kukenakan. Kalo nggak kasihan sama Mama, nggak akan tak ajak deh tuyul satu ini. Awas kamu nakal nanti ancam Arika Iya Mbak Alika... kata Raka sambil menguap lebar Adikku lucu sih, rambutnya keriting, pipinya setembem bakpao telo, gendut lagi tapi sayang nakalnya itu loh minta ampun.

Kuingat sekitar dua bulan yang lalu, ketika Dandi main kerumah. Eh Raka datang dan bilang kalo aku ini kentutan, jorok, suka ngorok, suka marah-marah bla bla bla. Bayangin deh gimana raut muka ku di hadapan Dandi waktu itu? Rasanya aku ingin mengaduk-ngaduk muka Raka saat itu juga, tapi aku yakin kalo aku punya rasa kesabaran untuk menghadapi Raka. Kuraih earphoneku dan memakainya, sedangkan Raka tertidur pulas disebelahku. Ketika memasuki area parkir, Raka terbangun dan melihat ke luar jendela sambil mengucek-ucek matanya. Terlihat kalo dia memang mengantuk. Raka ngantuk? Tadi kok mau ikut? Laka mau bali ucing endut kayak Mbak Alika dicini Disini nggak ada kucing, Raka... kataku agak dongkol terus-terusan dibilang gendut sama adikku, tapi kuurungkan niatku untuk memarahinya. Belinya sama Mama aja, mbak jawabnya yang membuatku heran, tumben-tumbenan Raka bersikap begitu, mungkin karna dia lagi mengantuk jadi kadar kenakalannya agak menurun. Aku melepas earphone yang kupakai tapi Raka sudah melompat-lompat di sebelahku dan memanggil-manggil nama Dandi sambil menunjuk sesuatu di luar sana. Aku melihat ke arah yang ditunjuk Raka dan mendapati Dandi disana bersama.... Elina, sahabatku Aku terkejut dan tidak pernah menyangka dengan apa yang baru dilihatnya. Mereka menyakitiku. Pantas tadi mereka tak datang di acara pemakaman Papa, apa mereka tidak peduli denganku? Kurogoh-rogoh dan mengeluarkan isi semua tasku tapi sesuatu yang kucari tidak ada disana D*mn!! Jangan-jangan ketinggalan di kamar. Arrrggghhhh Aku memaki-maki dalam hati dan kenapa hp ku juga tidak kubawa, padahal aku ingin skali menelpon mereka berdua dan bertanya dimana mereka sekarang

Mbak Alika, bangun bangun teriaknya tepat di telingaku Tanpa kuhiraukan suara itu dan kulanjutkan lagi mimpi indahku. Tak lama terdengar langkah kaki lagi dan sepertinya iti Mama. Aku memaksakan tubuhku untuk bangun dan berjalan ke kamar mandi. Mama membuka pintu kamrku dan tahu kalo aku baru melangkah untuk mandi. Ketika keluar dari kamar mandi, aku terkejut kalo Mama masih ada disana, di kamarku. Aku tak tahu apa yang sedang dilakukannya disana. Mama melihatku, melihat rambut panjangku yang tampak meneteskan air. Aku nggak melepas sepatah kata pun, merbiarkan Mama terus memandangiku. Sedang aku hanya merasa kasihan pada diriku sendiri mengingat apa yang kulihat di mall kemarin bersama Raka. Arika... Aku berbalik dan menatap lurus mata Mama yang sembab. Aku mengangguk dan melipat kedua tanganku. Kali ini kudapati Mama sedang tersenyum, senyuman pahit lebih tepatnya. Hatiku terasa runtuh bersama senyuman itu. Air mata Mama jatuh satu per satu dan aku, aku tak sadar kalo aku juga ikut menangis bersamanya. Kuusap air mata Mama tapi sayang usapanku tidak bisa memberhentikan tangisannya. Kurasakan mataku mulai panas, aku tak tega melihat Mama menjadi seperti ini. Mbak Alika... panggil Raka sambil membawa boneka kucing di tangan kirinya. Tak ada yang menghiraukan Raka, bahkan juga Mama. Hati Arika bergetar keras, tapi rasanya hati Mama lebih bergetar hebat lagi. Mama menoleh ke arah Raka, dan sebuah senyum simpul terlihat disana. Mama sama Mbak kenapa? kata Raka dengan melempar bonekanya yang mengenai beker kesayanganku Raka, nanti kalo beker mbak rusak gimana gerutu Arika sambil memasang muka jutek Mama, Papa mana? Kok nggak ada? tanya Raka tanpa menggubris pertanyaan Arika.

Air mata Mama semakin deras setelah mendengar ucapan Raka. Arika pun nggak bisa berbuat apa-apa. Papa pergi jauh skali sayang akhirnya Mama menjawab dan menahan air matanya yang kesekian kalinya Papa pelgi jauh buat beli ucing buat Laka ya Ma ujar Raka sambil bersorak kegirangan. Iya sayang kata Mama lagi Aku hanya kasihan sama Mama. Mama belum bisa menerima kepergian Papa. Aku janji, aku harus bisa membuat Mama jadi tersenyum bahagia kembali dan aku akan menuruti apa yang diinginkan Mama. Raka meninggalkan kami berdua. Hening. Aku tak berniat membuka obrolan kali ini. Bibirku berat untuk menghibur Mama karna aku sendiri bingung mau bicara apa, tapi aku ingin sekali menghibur Mama. Tinggalkan Dandi, Arika katanya lalu pergi meninggalkanku sendiri. Sedangkan aku bingung. Apa maksud Mama bicara seperti itu. Apa Mama tahu sesuatu tentang Dandi dan aku nggak tahu? Aku memang sayang sama Dandi. Tapi rasa sayangku sama Mama jauh lebih besar daripada rasa sayangku sama Dandi. Seperti kebiasaanku stiap habis jogging pagi, aku lebih memilih membaca komik Doraemon yang edisi baru sambil kuletakkan keripik singkong kesukaanku di dekatku. Ini ku lakukan stiap hari setelah UJIAN NASIONAL berakhir. Lebih terasa nyaman karena aku berada di dalam taman mini dalam rumah. Aku merasa plong, meski bayangan Dandi dan Elina masih sering menghampiriku. Beberapa hari setelah kepergian Papa dan sampai sekarang, nggak ada satu sms atau telpon pun dari Dandi atau Elina. Aku juga sangat malas untuk menghubungi mereka dulu, rasanya hatiku masih belum mampu untuk untuk berhubungan dengan mereka kembali setelah aku malihat kejadian tempo hari di mall. Arika nggak mau terlalu mikirin tentang Dandi lagi. Dandi sudah terlalu sering membuat sakit hati Arika. Kulihat

keripik singkong di depanku, kukunyah satu per satu hingga halaman per halaman komik Doraemon yang kubaca sampai selesai satu edisi, lalu kubaca edisi selanjutnya. Membaca komik membuatku tidak mengingat-ingat lagi semua keluh kesahku dan kepergian Papa sehingga hatiku merasa tenang. Selang beberapa jam, Raka menghampiriku. Mbak, dibawah ada Mas Dandi Oh... Mama mana? kataku tetap melihat komik yang kubaca Mama lagi beli cayul jawabnya dengan khas suara anak kecil yang belum bisa mengeja huruf R dengan benar Bilang, sebentar lagi mbak turun kataku sambil berjalan menuju kamar untuk berganti baju Arika memandang Dandi dengan jengkel Kok kesini sama Elina, Ndi? tanya Arika mengerutkan kening Iya, tadi aku lihat Elina mau naik taksi dan kebetulan aku lewat. Ya sudah, tak ajak kesini sekalian sama aku alasan Dandi sambil melihat ke arah Elina Emang kamu mau kemana, Lin? tanya Arika curiga Hmm aku tadi mau ke apotik, Rik. Mau beli obat jawabnya tanpa melihat ke arah Arika Suasana hening. Tidak ada yang berani membuka mulut untuk mencairkan suasana. Arika pun bertahan agar air matanya tidak jatuh, dan bertahan untuk menahan hatinya yang hancur melihat Dandi jadi sedekat itu dengan Elina sampai-sampai mereka berdua tidak memperdulikannya. Akhirnya Raka datang dan memecah keheningan itu Mas Dandi waktu itu habis dari mall deket sini ya sama Mbak Elina kata Raka langsung tepat sasaran Eng...enggak kok bantah Dandi Aku liat pake mata kepalaku sendiri, Ndi kata Arika menatap dalam kepada Dandi dan Elina bergantian. Mereka berdua dalam diam. Mataku nggak bisa menahan air mataku jatuh menghiasi pipiku. Aku merasa, aku cewek

paling bodoh yang mau dibohongi pacar dan sahabatnya sendiri. Elina menghampiriku dan mencoba menghiburku. Jangan sentuh aku, Elina sentakku sambil kutepis tangannnya yang ingin merangkulku. Raka mendekatiku dan duduk disampingkku Mbak Alika ngapain nangis? Mas Dandi jelek aja ditangisin, gantengan juga Laka, Mbak Kuraih tisu dan menghapus air mataku. Kucoba tersenyum kepada Raka. Dandi, lupakan aku kataku Elina, pilih aku atu Dandi lanjutku Elina diam, sedang menimbang-nimbang sesuatu dan Dandi, dia seperti penasaran menunggu keputusan yang dipilih oleh Elina lalu berharap Elina akan memilihnya daripada Arika. Pergi, Ndi. Kamu perusak persahabatanku dengan Arika jawab Elina kemudian yang membuat Dandi kaget setengah mati. Silahkan pergi dari rumahku kata Arika kepada Dandi kemudian menoleh Elina sambil tersenyum lega. Tanpa ba bi bu Dandi pergi dan membanting pintu keraskeras. Arika, maafin aku. Aku nggak tahu Dandi telah membuatmu jadi seperti ini Aku maafin kok, Lin. Aku jadi kayak gini juga bukan karena Dandi, tapi karena aku sendiri Akhirnya mereka berpelukan senang. Arika pun puas, dia dapat meninggalkan Dandi seperti keinginan Mama Malam harinya di ruang tamu, kuceritakan semuanya pada Mama atas kedatangan Dandi bersama Elina kerumah. Mama hanya menjawab jawaban yang tak kuduga sebelumnya. Sebenarnya Mama sudah tahu itu Hah? Mama kok nggak bilang Arika sih? Mama kan sudah bilang, tinggalkan Dandi

Arika berpikir, mungkin Mama ingin Arika mencari tahu sendiri apa yang sebenarnya terjadi. Tapi oke, dia senang sekarang. Arika senang dengan kehidupannya saat ini meskipun tanpa sosok Papa tetapi Elina masih ada disampingnya. Arika merasakan hatinya tenang tanpa beban apapun dan Mama, kulihat Mama juga tersenyum senang. Arika nggak tahu apa yang membuat Mamanya jadi seperti ini. Mama... panggil Arika Iya sayang? Mama sudah nggak sedih lagi setelah kepergian Papa? Mama diam dan senyum indahnya hilang begitu saja. Sampai Raka yang baru pulang bermain dirumah sebelah datang dan duduk di pangkuan Mama. Mama yakin, Papa nggak mau melihat Mama berlarut-larut dalam kesedihan. Mama juga yakin, Mama bisa menjalani hari-hari Mama tanpa Papa dengan ikhlas dan Papa pasti sedang tersenyum disana, di surga jawab Mama tulus lalu melihat kearahku kemudian Raka. Oh, jadi Papa di surga ya, Ma. Nanti Laka juga mau ke surga deh sama Papa kata Raka. Mama hanya membalas dengan senyuman, senyuman indah yang dari hati untuk Raka kemudian menatap langit dan melihat satu bintang yang paling terang disana. Mama akhirnya memeluk kami berdua dan Arika, Arika berhasil membuat Mama menjadi senyum bahagia seperti saat ini. SELESAI

You might also like