You are on page 1of 19

PEMBAHASAN DIABETES MELITUS TIPE 2

1. DEFINISI DIABETES MELITUS


Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Sedangkan
menurut WHO 1980, dikatakan bahwa diabetes mellitus dapat dikatakan sebagai suatu
kumpulan kelainan anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah Iactor
dimana terdapat deIisiensi insulin absolute atau relatiI dan gangguan Iungsi insulin.

2. LASIFIASI DIABETES MELITUS
lasiIikasi Diabetes ADA:
O Diabetes Mellitus Tipe 1
4 Autoimun
4 Idiopatik

O Diabetes Mellitus Tipe 2
4 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai deIisiensi
insulin relatiI sampai yang dominan deIek sekresi insulin disertai
resistensi insulin

O Tipe Lain
4 DeIek genetik Iungsi sel beta
4 DeIek genetik kerja insulin
4 Penyakit eksokrin pancreas
4 Endokrinopati
4 arena obat atau zat kimia
4 InIeksi
4 Sebab imunologi yang jarang
4 Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

O Diabetes Mellitus Gestasional

3. EPIDEMIOLOGI DIABETES MELITUS TIPE 2
Diabetes melitus tipe 2 atau sering juga disebut dengan on Insuline Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM) merupakan penyakit diabetes yang disebabkan oleh karena
terjadinya resistensi tubuh terhadap eIek insulin yang diproduksi oleh sel beta pankreas.
eadaan ini akan menyebabkan kadar gula dalam darah menjadi naik tidak terkendali.
Pada diabetes tipe ini, Iaktor genetik memegang peran lebih penitng dibandingkan
dengan pada diabetes tipe 1. Di antara kembar identik, angka concordance (munculnya
siIat bawaan pada kedua pasangan anak kembar) adalah 60 sampai 80. Pada aggota
keluarga dekat dari pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar non identik) risiko menderita
penyakit ini lima hingga sepuluh kali lebih besar daripada subjek (dengan usia dan berat
yang sama) yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya.
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan angka insidens dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia. WHO
memprediksi adanya peningkatan jumlah penderita diabetes yang cukup besar untuk
tahun-tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien
dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.

4. ETIOLOGI DIABETES MELITUS TIPE 2
Ada bukti yang menunjukkan bahwa etiologi diabetes mellitus bermacam-macam.
Meskipun berbagai lesi dengan jenis yang berbeda akhirnya akan mengarah pada
insuIisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada
mayoritas penderita diabetes mellitus.
Pada pasien-pasien dengan diabetes mellitus tipe 2, penyakitnya mempunyai pola
Iamilial yang kuat. Jika orang tua menderita diabetes tipe 2, rasio diabetes dan non-
diabetes pada anak adalah 1:1 dan sekitar 90 pasti membawa (carrier) diabetes tipe 2.
Diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin dan kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. elainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor pada membrane sel yang selnya responsiI terhadap atau akibat
ketidaknormalan reseptor insulin intrinsic.
Sekitar 80 pasien diabetes tipe 2 mengalami obesitas. arena obesitas berkaitan
dengan resistensi insulin, maka dapat timbul kegagalan toleransi glukosa yang akan
menyebabkan diabetes tipe 2.

5. FATOR RISIO DIABETES MELITUS TIPE 2
a. Faktor risiko yang tidak bisa dimodiIikasi :
O Ras dan etnik
O Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)
O Umur. Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. Usia ~ 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.
O Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi ~ 4000 gram atau riwayat pernah
menderita DM gestasional (DMG).
O Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir
dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi
lahir dengan BB normal.

b. Faktor risiko yang bisa dimodiIikasi :
O Berat badan lebih (IMT ~ 23 kg/m ).
O urangnya aktivitas Iisik.
O Hipertensi (~ 140/90 mmHg).
O Dislipidemia (HDL 35 mg/dL dan atau trigliserida ~ 250 mg/dL).
O Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan
meningkatkan risiko menderita prediabetes dan DM tipe 2.

c. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :
O Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang
terkait dengan resistensi insulin.
O Penderita sindrom metabolic.
Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT) sebelumnya.
Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJ (Penyakit Jantung
oroner), PAD (Peripheral Arterial Diseases).

6. PATOFISIOLOGI DIABETES MELITUS TIPE 2
Pada intinya diabetes mellitus tipe 2 ini terjadi akibat predisposisi /kecenderungan
genetik (gangguan sekresi insulin pada sel beta dan resistensi insulin) serta perpaduan
dengan Iaktor lingkungan.
1. Gangguan Sekresi Insulin Pada Sel Beta
Pada awal perjalanan diabetes tipe 2, sekresi insulin terlihat normal dan
kadar insulin plasma tidak berkurang. Namun, secara kolektiI, hal ini dan pengamatan
lain mengisyaratkan adanya gangguan sekresi insulin yang ditemukan pada awal
diabetes tipe 2, bukan deIisiensi sintesis insulin. Perjalanan penyakit selanjutnya
terjadi deIisiensi absolut insulin yang ringan sampai sedang. emudian terjadi
kehilangan 20 50 sel beta, tetapi jumlah ini belum dapat menyebabkan
kegagalan dalam sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Namun, yang terjadi
adalah adanya gangguan dalam pengenalan glukosa oleh sel beta.
Hilangnya sinyal pengenalan glukosa oleh sel beta dapat dijelaskan dengan
dua mekanisme:
a. Adanya peningkatan UCP2 (uncoupling protein 2) di sel beta pasien dengan
diabetes mellitus tipe 2 yang dapat menyebabkan hilangnya sinyal glukosa yang
khas pada penyakit.
UCP2 adalah suatu protein mitokondria yang memisahkan respirasi biokimia dari
IosIorilasi oksidatiI (sehingga menghasilkan panas, bukan ATP) yang kemudian
diekspresikan dalam sel beta. adar UCP2 intrasel yang tinggi akan melemahkan
respon insulin sedangkan kadar yang rendah akan memperkuatnya.

b. Adanya pengendapan amiloid di islet
Pada 90 pasien diabetes tipe 2 ditemukan endapan amiloid pada autopsi. Amilin
yang merupakan komponen utama amiloid yang mengendap ini secara normal
dihasilkan oleh sel beta pankreas dan disekresikan dengan insulin sebagai respons
terhadap pemberian glukosa. Namun pada jika kemudian terjadi resistensi insulin
yang menyebabkan hiperinsulinemia, maka akan berdampak pada peningkatan
produksi amiloid di islet. Amilin yang mengelilingi sel beta menyebabkan sel beta
agak reIrakter dalam menerima sinyal glukosa atau dengan kata lain amiloid
bersiIat toksik bagi sel beta sehingga mungkin berperan menyebabkan kerusakan
sel beta.

. -esitas / Kegemukan
Obesitas dapat pula menjadi penyebab terjadinya diabetes mellitus tipe 2 ini
dikarenakan obesitas ini dapat meningkatkan resistansi insulin ke suatu tahap yang
tidak lagi dapat dikompensasi dengan meningkatkan produksi insulin. onsep
resistansi insulin adalah sebagai berikut : pada awalnya tampak terdapat resistensi
dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya
kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler
yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan
diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini
dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsiI insulin
pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek
reseptor insulin dengan system transport glukosa.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa resistensi insulin yang berkaitan erat
dengan obesitas menimbulkan stres berlebihan pada sel beta yang akhirnya
mengalami kegagalan dalam menghadapi peningkatan kebutuhan insulin.

7. GEJALA LINIS DIABETES MELITUS TIPE 2
onsekuensi-konsekuensi diabetes mellitus dapat dikelompokkan berdasarkan
eIek kekurangan insulin pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.














1
2
3
4
S
6
7
8
9
10
11
12
13
14
1S
16
17
18
19




































CAM8A8 71 Ce[ala kllnls ulabeLes MellLus





uLllSlLnSl lnSuLln
LnCLLuA8An
CLukCSA CLLP
PA1l
Ln?L8AAn
CLukCSA CLLP
SLL
Sln1LSlS
18lCLlSL8luA
LlCLlSlS
Ln?L8AAn
ASAM AMlnC
CLLP SLL
LnCu8AlAn
8C1Lln
PlL8CLlkLMlA
CLukCSu8lA
ulu8LSlS
CSMC1lk
CLlu8lA
uLPlu8ASl
uLllSlLnSl
CLukCSA
ln18ASLL
CLllAClA
CLlulSlA
SLL MLnClu1
vCLuML uA8AP
kLCACALAn
Sl8kuLASl
L8llL8
CACAL
Cln!AL
MALlunCSl
SlS1LM SA8Al
Lnu8unAn
ALl8An
uA8AP C1Ak
ASAM
LLMAk
uA8AP
SuM8L8 LnL8Cl
AL1L8nA1ll
kL1CSlS
ASluCSlS
ML1A8CLlk
kCMA
ulA8L1LS
LnlnCkA1An
vLn1lLASl
C1C1
MLnClu1
Lnu8unAn
8L8A1 8AuAn
ASAM
AMlnC
uA8AP
CLukCnLCCLnLSlS
PlL8CLlkLMlA
8L81AM8AP
A8AP
kLMA1lAn
eterangan Gambar:
1. Hiperglikemia
Tanda utama diabetes mellitus, terjadi akibat penurunan penyerapan glukosa oleh sel-
sel, disertai oleh peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati. Pengeluaran glukosa
oleh hati meningkat karena proses-proses yang menghasilkan glukosa, glikogenolisis
dan glukoneogenesis, berlangsung tanpa hambatan karena insulin tidak ada. Sebagian
besar sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa tanpa bantuan insulin sehingga
terjadi kelebihan glukosa ekstrasel dan deIisiensi glukosa intrasel.
2. Glukosuria
etika kadar glukosa darah meninggi ke tingkat pada saat jumlah glukosa yang
diIiltrasi melebihi kapasitas sel-sel tubulus melakukan reabsorpsi, glukosa akan
timbul di urine (glukosuria).
3. Poliuria
Glukosa di urine menimbulkan eIek osmotic yang menarik H
2
O bersamanya,
menimbulkan diuresis osmotic yang ditandai oleh poliuria (sering berkemih).
4. Dehidrasi
Akibat cairan yang keluar berlebihan bersama urine menimbulkan dehidrasi.
5. Penurunan volume darah
Cairan yang keluar berlebihan tersebut dapat juga menyebabkan kegagalan sirkulasi
periIer karena volume darah turun mencolok.
6. Penurunan aliran darah ke otak
Apabila kegagalan sirkulasi periIer tidak diperbaiki, dapat menyebabkan kematian
karena aliran darah ke otak turun.
7. Gagal ginjal sekunder
egagalan sirkulasi periIer yang tidak diperbaiki juga dapat menyebabkan gagal
ginjal sekunder akibat tekanan Iiltrasi yang tidak adekuat.
8. Sel menciut
Sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibar perpindahan osmotic
air dari dalam sel ke cairan ekstrasel yang hipertonik.
9. MalIungsi sistem saraI
Sel-sel otak sangat peka terhadap penciutan, sehingga timbul gangguan Iungsi pada
sistem saraI.
10.Polidipsia
Dehidrasi menyebabkan tubuh mengkompensasi dengan rasa haus yang berlebihan
(polidipsia) untuk meningkatkan intake cairan.
11.PoliIagia
Akibat deIisiensi glukosa intrasel, naIsu makan meningkat sehingga terjadi
peningkatan intake makanan (poliIagia) sebagai kompensasi.
12.Peningkatan asam lemak darah
Sintesis trigliserida menurun saat lipolisis meningkat sehingga terjadi mobilisasi
besar-besaran asam lemak dari simpanan trigliserida. Peningkatan asam lemak dalam
darah sebagian besar digunakan oleh sel sebagai sumber energi alternatiI.
13.etosis
Peningkatan penggunaan lemak oleh hati menyebabkan pengeluaran berlebihan badan
keton ke dalam darah dan menimbulkan ketosis.
14.Asidosis Metabolik
etosis dapat menyebabkan asidosis metabolic progresiI akibat penguraian tidak
sempurna lemak oleh hati yang menghasilkan produk-produk seperti asam
asetoasetat.
15.oma Diabetes
Asidosis metabolic progresiI tersebut dapat menyebabkan penekanan pada Iungsi otak
yang dapat berujung pada koma.
16.Peningkatan ventilasi
Tindakan kompensasi untuk asidosis metabolic adalah peningkatan ventilasi untuk
meningkatkan pengeluaran CO
2
pembentuk asam.
Exhalasi salah satu badan keton, yaitu aseton, menyebabkan naIas berbau 'buah,
sehingga sering salah dikira sebagai orang yang pingsan karena kebanyakan minum
minuman beralkohol.
17.Otot menciut
EIek tidak adanya insulin pada metabolism protein menyebabkan pergeseran netto ke
arah katabolisme protein. Penguraian protein-protein otot menyebabkan otot rangka
menciut dan melemahpada anak akan menyebabkan gangguan pada
pertumbuhannya. Hal ini menyebabkan penurunan berat badan pada penderita
diabetes mellitus kronis.
18.Peningkatan asam amino dalam darah
Akibat peningkatan dari penguraian protein.
19.Hiperglikemia parah
Peningktan kadar asam amino dalam darah dapat digunakan untuk glukoneogenesis,
sehingga dapat memperparah hiperglikemia.

8. DIAGNOSIS DIABETES MELITUS TIPE 2
a. ANAMNESIS
i. ELUHAN UTAMA
O eluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, poliIagia, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
O eluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur
dan disIungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

ii. RIWAYAT PENYAIT SEARANG
O Pola makan, status nutrisi, riwayat perubahan berat badan.
O Riwayat tumbuh kembang untuk pasien anak dan remaja.
O Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan,
perencanan makan, dan program latihan jasmani.
O Faktor-Iaktor risiko untuk diabetes mellitus, seperti hipertensi, merokok,
obesitas, dll.
O Riwayat komplikasi dan pengobatannya.

iii. RIWAYAT PENYAIT DAHULU
O Riwayat inIeksi sebelumnya, terutama inIeksi kulit, gigi, dan traktus
urogenitalis.
O Pengobatan penyakit lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa
darah.

iv. RIWAYAT PENYAIT ELUARGA
O Riwayat diabetes mellitus dalam keluarga dan riwayat penyakit endokrin
lain.

v. RIWAYAT SOSIAL
O Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.

-. PEMERISAAN FISI
O pengukuran tinggi dan berat badan
O pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi
berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik
O pemeriksaan Iunduskopi
O pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
O pemeriksaan jantung
O evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
O pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
O pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin)
dan pemeriksaan neurologis
O tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain

.. PEMERISAAN PENUNJANG
O glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
O proIil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida)
O kreatinin serum
O albuminuria
O keton, sedimen dan protein dalam urin
O elektrokardiogram
O Ioto sinar-x dada
riteria diagnosis Diabetes Melitus:
1. Gejala klasik DM glukosa plasma sewaktu _ 200 mg/dl (glukosa plasma sewaktu
merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu
makan terakhir), atau
2. Gejala klasik DM glukosa plasma puasa _ 126 mg/dl (puasa berarti pasien tidak
mendapatkan asupan kalori tambahan sedikitnya 8 jam), atau
3. adar glukosa plasma 2 jam pada TTGO _ 200 mg/dl.
TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 gr glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):
O 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari
(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani
seperti biasa.
O berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum
air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
O diperiksa kadar glukosa darah puasa.
O diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-
anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit.
O berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam
setelah minum larutan glukosa selesai.
O diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa.
O selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.



GAMBAR 8.1 Langkah-langkah Diagnostik DM

9. PENATALASANAAN DIABETES MELITUS TIPE 2
Tujuan Penatalaksanaan:
O Jangka pendek: hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman
dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
O Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati, dan neuropati.
O Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

a. PROMOTIF
Promosi prilaku sehat.
Promosi perilaku sehat merupakan Iaktor penting pada kegiatan pelayanan
kesehatan. Untuk mendapatkan hasil pengelolaan diabetes yang optimal dibutuhkan
perubahan perilaku. Perlu dilakukan edukasi bagi pasien dan keluarga untuk
pengetahuan dan peningkatan motivasi.
i. Perilaku sehat -agi penyandang dia-etes
Tujuan perubahan perilaku adalah agar penyandang diabetes dapat
menjalani pola hidup sehat.
Perilaku yang diharapkan adalah:
4 Mengikuti pola makan sehat
4 Meningkatkan kegiatan jasmani
4 Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara
aman, teratur
4 Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan
memanIaatkan data yang ada
4 Melakukan perawatan kaki secara berkala
4 Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut
dengan tepat
4 Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau
bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak
keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang diabetes.
4 Mampu memanIaatkan Iasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

ii. dukasi peru-ahan perilaku
Materi edukasi pada tingkat awal adalah:
4 Perjalanan penyakit DM
4 Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
4 Penyulit DM dan risikonya
4 Intervensi Iarmakologis dan non-Iarmakologis serta target perawatan
4 Interaksi antara asupan makanan, aktivitas isik, dan obat hipoglikemik oral
atau insulin serta obat-obatan lain
4 Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau
urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)
4 Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau
hipoglikemia
4 Pentingnya latihan jasmani yang teratur
4 Masalah khusus yang dihadapi (contoh: hiperglikemia pada kehamilan)
4 Pentingnya perawatan kaki
4 Cara mempergunakan Iasilitas perawatan kesehatan.

Materi edukasi pada tingkat lanjut adalah :
4 Mengenal dan mencegah penyulit akut DM
4 Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM
4 Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain
4 Makan di luar rumah
4 Rencana untuk kegiatan khusus
4 Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir
tentang DM
4 Pemeliharaan/Perawatan kaki

-. PREVENTIF
i. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki Iaktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk
mendapat DM, dan kelompok intoleransi glukosa.
Penyuluhan
Penyuluhan ditujukan kepada:
elompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan intoleransi
glukosa
Materi penyuluhan meliputi antara lain:
O Program penurunan berat badan. Pada seseorang yang mempunyai
risiko diabetes dan mempunyai berat badan lebih, penurunan berat
badan merupakan cara utama untuk menurunkan risiko terkena DM
tipe-2 atau intoleransi glukosa. Beberapa penelitian menunjukkan
penurunan berat badan 5-10 dapat mencegah atau memperlambat
munculnya DM tipe 2.
O Diet sehat
4 Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai risiko.
4 Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan
ideal.
4 arbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara
terbagi dan seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak (peak)
glukosa darah yang tinggi setelah makan.
4 Mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat larut.
O Latihan jasmani.
4 Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah,
mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta dapat
meningkatkan kadar kolesterol-HDL.
4 Latihan jasmani yang dianjurkan: dikerjakan sedikitnya selama 150
menit/minggu dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70
denyut jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan
aerobik berat (mencapai denyut jantung ~70 maksimal). Latihan
jasmani dibagi menjadi 3-4 x aktivitas/minggu.
O Menghentikan merokok. Merokok merupakan salah satu risiko
timbulnya gangguan kardiovaskular. Meski merokok tidak berkaitan
langsung dengan timbulnya intoleransi glukosa, tetapi merokok dapat
memperberat komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan
DM tipe 2.

ii. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbul
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian
pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan
penyakit DM. Dalam upaya pencegahan sekunder program penyuluhan
memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani
program pengobatan dan dalam menuju perilaku sehat.
Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama pada pasien
baru. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang
pada setiap kesempatan pertemuan berikutnya.
Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit
kardiovaskular, yang merupakan penyebab utama kematian pada penyandang
diabetes. Selain pengobatan terhadap tingginya kadar glukosa darah,
pengendalian berat badan, tekanan darah, proil lipid dalam darah serta
pemberian antiplatelet dapat menurunkan risiko timbulnya kelainan
kardiovaskular pada penyandang diabetes.
a. Dislipidemia pada Diabetes
4 Dislipidemia pada penyandang diabetes lebih meningkatkan risiko
timbulnya penyakit kardiovaskular.
4 Perlu pemeriksaan proil lipid pada saat diagnosis diabetes ditegakkan.
Pada pasien dewasa pemeriksaan proil lipid sedikitnya dilakukan setahun
sekali dan bila dianggap perlu dapat dilakukan lebih sering. Sedangkan
pada pasien yang pemeriksaan proil lipid menunjukkan hasil yang baik
(LDL100mg/dL; HDL~50 mg/dL (laki-laki ~40 mg/dL, wanita ~50
mg/dL); trigliserid 150 mg/dL), pemeriksaan proil lipid dapat dilakukan
2 tahun sekali.
4 Gambaran dislipidemia yang sering didapatkan pada penyandang
diabetes adalah peningkatan kadar trigliserida, dan penurunan kadar
kolesterol HDL, sedangkan kadar kolesterol LDL normal atau sedikit
meningkat.
4 Perubahan perilaku yang tertuju pada pengurangan asupan kolesterol dan
penggunaan lemak jenuh serta peningkatan aktivitas isik terbukti dapat
memperbaiki proil lemak dalam darah.
4 Dipertimbangkan untuk memberikan terapi Iarmakologis sedini mungkin
bagi penyandang diabetes yang disertai dislipidemia.
4 Target terapi:
1. Pada pasien DM, target utamanya adalah penurunan LDL
O Pada penyandang diabetes tanpa disertai penyakit
kardiovaskular:
4 LDL 100 mg/dL (2,6 mmol/L)
4 Pasien dengan usia ~40 tahun, dianjurkan diberi terapi statin
untuk menurunkan LDL sebesar 30-40 dari kadar awal.
4 Pasien dengan usia 40 tahun dengan risiko penyakit
kardiovaskular yang gagal dengan perubahan gaya
hidup, dapat diberikan terapi Iarmakologis.
4 Pada pasien DM dengan penyakit Acute Coronary
Syndrome (ACS):
LDL 70 mg/dL (1,8 mmol/L)
semua pasien diberikan terapi statin untuk menurunkan
LDL sebesar 30-40.
2. trigliserida 150 mg/dL (1,7 mmol/L)
3. HDL ~ 40 mg/dL (1,15 mmol/L) untuk pria dan ~50 mg/dL untuk
wanita
4. Setelah target LDL terpenuhi, jika trigliserida 150 mg/dL (1,7
mmol/L) atau HDL 40 mg/dL (1,15 mmol/L) dapat diberikan
niasin atau ibrat
5. Apabila trigliserida 400 mg/dL (4,51 mmol/L) perlu segera
diturunkan dengan terapi Iarmakologis untuk mencegah timbulnya
pankreatitis.
6. Terapi kombinasi statin dengan obat pengendali lemak yang lain
mungkin diperlukan untuk mencapai target terapi, dengan
memperhatikan peningkatan risiko timbulnya eIek samping
7. Niasin merupakan obat yang eIektiI untuk meningkatkan HDL,
namun pada dosis besar dapat meningkatkan kadar glukosa darah
8. Pada wanita hamil penggunaan statin merupakan kontra indikasi

b. Hipertensi pada Diabetes
4 Indikasi pengobatan :
Bila TD sistolik ~130 mmHg dan/atau TD diastolik ~80 mmHg.
4 Sasaran (target penurunan) tekanan darah:
Tekanan darah 130/80 mmHg
Bila disertai proteinuria 1g/24 jam : 125/75 mmHg
4 Pengelolaan:
Non-Iarmakologis:
ModiIikasi gaya hidup, antara lain: menurunkan berat badan,
meningkatkan aktivitas Iisik, menghentikan merokok dan alkohol,
serta mengurangi konsumsi garam
Farmakologis:
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat anti-hipertensi
(OAH):
O Pengaruh OAH terhadap proil lipid
O Pengaruh OAH terhadap metabolisme glukosa
O Pengaruh OAH terhadap resistensi insulin
O Pengaruh OAH terhadap hipoglikemia terselubung

Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan:
O Penghambat ACE
O Penyekat reseptor angiotensin II
O Penyekat reseptor beta selektiI, dosis rendah
O Diuretik dosis rendah
O Penghambat reseptor alIa
O Antagonis kalsium
4 Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau
tekanan diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan
gaya hidup sampai 3 bulan. Bila gagal mencapai target dapat
ditambahkan terapi Iarmakologis
4 Pasien dengan tekanan darah sistolik ~140 atau tekanan diastolik ~90
mmHg, dapat diberikan terapi Iarmakologis secara langsung
4 Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai
dengan monoterapi.

c. Obesitas pada Diabetes
4 Prevalensi obesitas pada DM cukup tinggi, demikian pula kejadian DM
dan gangguan toleransi glukosa pada obesitas cukup sering dijumpai
4 Obesitas, terutama obesitas sentral secara bermakna berhubungan
dengan sindrom dismetabolik (dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi),
yang didasari oleh resistensi insulin
4 Resistensi insulin pada diabetes dengan obesitas membutuhkan
pendekatan khusus
4 Obesitas dan diabetes meningkatkan risiko kematian akibat PJ
4 Penurunan 5-10 dari berat badan dapat memperbaiki sindrom
dismetabolik dan menurunkan risiko PJ secara bermakna
4 Pengelolaan obesitas terutama ditujukan pada perubahan perilaku pola
makan dan peningkatan kegiatan jasmani. Apabila tidak cukup,
maka pendekatan Iarmakoterapi (misalnya sibutramine dan orlistat)
atau terapi bedah, dapat merupakan pilihan.

iii. Pencegahan Tertier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang
telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih
lanjut.
a. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan
menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) dapat
diberikan secara rutin bagi penyandang diabetes yang sudah mempunyai
penyulit makroangiopati.
b. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan

.. URATIF DAN REHABILITATIF
1. Terapi Gizi Medik (TGM)
i. omposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
O arbohidrat
4 arbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65 total asupan
energi.
4 Pembatasan karbohidrat total 130 g/hari tidak dianjurkan
4 Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat
tinggi.
4 Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang
diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain.
4 Sukrosa tidak boleh lebih dari 5 total asupan energi.
4 Pemanis alternatiI dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal
tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily
Intake)
4 Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat
dalam sehari. alau diperlukan dapat diberikan makanan
selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan
kalori sehari.
O Lemak
O Protein
O Natrium
O Serat
O Pemanis AlternatiI

i. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
O Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue)
4 SulIonilurea
Obat golongan ini mempunyai eIek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk
pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh
diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai
keadaaan seperti orang tua, gangguan Iaal ginjal dan hati, kurang nutrisi
serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulIonilurea
kerja panjang.
4 Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulIonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin Iase
pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid
(derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat Ienilalanin). Obat ini
diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi
secara cepat melalui hati.

O Penambah sensitivitas terhadap insulin
4 Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada
Peroxisome ProliIerator Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu
reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai eIek
menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di
periIer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal
jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan
juga pada gangguan Iaal hati. Pada pasien yang menggunakan
tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan Iaal hati secara berkala.

O Penghambat glukoneogenesis
4 MetIormin
Obat ini mempunyai eIek utama mengurangi produksi glukosa
hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa
periIer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. MetIormin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan Iungsi ginjal (serum
kreatinin ~ 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular,
sepsis, renjatan, gagal jantung). MetIormin dapat memberikan eIek
samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan
pada saat atau sesudah makan.

O Penghambat absorpsi glukosa
4 Penghambat glukosidase alIa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus
halus, sehingga mempunyai eIek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan eIek samping
hipoglikemia. EIek samping yang paling sering ditemukan ialah
kembung dan latulens.
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
O OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir
maksimal
O SulIonilurea generasi I & II : 15 30 menit sebelum makan
O Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
O Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan
O MetIormin : sebelum /pada saat / sesudah makan
O Penghambat glukosidase a (Acarbose) : bersama makan suapan pertama
O Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan

ii. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
O Penurunan berat badan yang cepat
O Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
O etoasidosis diabetik
O Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
O Hiperglikemia dengan asidosis laktat
O Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
O Stres berat (inIeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
O ehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
O Gangguan Iungsi ginjal atau hati yang berat
O ontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
O insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
O insulin kerja pendek (short acting insulin)
O insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
O insulin kerja panjang (long acting insulin)
O insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin)

EIek samping terapi insulin
O EIek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
O EIek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang
dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

iii. Terapi ombinasi
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah
kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja
panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan
terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik
dengan dosis insulin yang cukup kecil.
Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari
masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan
insulin saja.

10.OMPLIASI DIABETES MELITUS TIPE 2

You might also like