Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980, dikatakan bahwa diabetes mellitus dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan kelainan anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah Iactor dimana terdapat deIisiensi insulin absolute atau relatiI dan gangguan Iungsi insulin.
2. LASIFIASI DIABETES MELITUS lasiIikasi Diabetes ADA: O Diabetes Mellitus Tipe 1 4 Autoimun 4 Idiopatik
O Diabetes Mellitus Tipe 2 4 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai deIisiensi insulin relatiI sampai yang dominan deIek sekresi insulin disertai resistensi insulin
O Tipe Lain 4 DeIek genetik Iungsi sel beta 4 DeIek genetik kerja insulin 4 Penyakit eksokrin pancreas 4 Endokrinopati 4 arena obat atau zat kimia 4 InIeksi 4 Sebab imunologi yang jarang 4 Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
O Diabetes Mellitus Gestasional
3. EPIDEMIOLOGI DIABETES MELITUS TIPE 2 Diabetes melitus tipe 2 atau sering juga disebut dengan on Insuline Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) merupakan penyakit diabetes yang disebabkan oleh karena terjadinya resistensi tubuh terhadap eIek insulin yang diproduksi oleh sel beta pankreas. eadaan ini akan menyebabkan kadar gula dalam darah menjadi naik tidak terkendali. Pada diabetes tipe ini, Iaktor genetik memegang peran lebih penitng dibandingkan dengan pada diabetes tipe 1. Di antara kembar identik, angka concordance (munculnya siIat bawaan pada kedua pasangan anak kembar) adalah 60 sampai 80. Pada aggota keluarga dekat dari pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar non identik) risiko menderita penyakit ini lima hingga sepuluh kali lebih besar daripada subjek (dengan usia dan berat yang sama) yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya. Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penderita diabetes yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.
4. ETIOLOGI DIABETES MELITUS TIPE 2 Ada bukti yang menunjukkan bahwa etiologi diabetes mellitus bermacam-macam. Meskipun berbagai lesi dengan jenis yang berbeda akhirnya akan mengarah pada insuIisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas penderita diabetes mellitus. Pada pasien-pasien dengan diabetes mellitus tipe 2, penyakitnya mempunyai pola Iamilial yang kuat. Jika orang tua menderita diabetes tipe 2, rasio diabetes dan non- diabetes pada anak adalah 1:1 dan sekitar 90 pasti membawa (carrier) diabetes tipe 2. Diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin dan kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. elainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membrane sel yang selnya responsiI terhadap atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin intrinsic. Sekitar 80 pasien diabetes tipe 2 mengalami obesitas. arena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka dapat timbul kegagalan toleransi glukosa yang akan menyebabkan diabetes tipe 2.
5. FATOR RISIO DIABETES MELITUS TIPE 2 a. Faktor risiko yang tidak bisa dimodiIikasi : O Ras dan etnik O Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes) O Umur. Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Usia ~ 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM. O Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi ~ 4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG). O Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal.
b. Faktor risiko yang bisa dimodiIikasi : O Berat badan lebih (IMT ~ 23 kg/m ). O urangnya aktivitas Iisik. O Hipertensi (~ 140/90 mmHg). O Dislipidemia (HDL 35 mg/dL dan atau trigliserida ~ 250 mg/dL). O Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes dan DM tipe 2.
c. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes : O Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin. O Penderita sindrom metabolic. Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya. Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJ (Penyakit Jantung oroner), PAD (Peripheral Arterial Diseases).
6. PATOFISIOLOGI DIABETES MELITUS TIPE 2 Pada intinya diabetes mellitus tipe 2 ini terjadi akibat predisposisi /kecenderungan genetik (gangguan sekresi insulin pada sel beta dan resistensi insulin) serta perpaduan dengan Iaktor lingkungan. 1. Gangguan Sekresi Insulin Pada Sel Beta Pada awal perjalanan diabetes tipe 2, sekresi insulin terlihat normal dan kadar insulin plasma tidak berkurang. Namun, secara kolektiI, hal ini dan pengamatan lain mengisyaratkan adanya gangguan sekresi insulin yang ditemukan pada awal diabetes tipe 2, bukan deIisiensi sintesis insulin. Perjalanan penyakit selanjutnya terjadi deIisiensi absolut insulin yang ringan sampai sedang. emudian terjadi kehilangan 20 50 sel beta, tetapi jumlah ini belum dapat menyebabkan kegagalan dalam sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Namun, yang terjadi adalah adanya gangguan dalam pengenalan glukosa oleh sel beta. Hilangnya sinyal pengenalan glukosa oleh sel beta dapat dijelaskan dengan dua mekanisme: a. Adanya peningkatan UCP2 (uncoupling protein 2) di sel beta pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 yang dapat menyebabkan hilangnya sinyal glukosa yang khas pada penyakit. UCP2 adalah suatu protein mitokondria yang memisahkan respirasi biokimia dari IosIorilasi oksidatiI (sehingga menghasilkan panas, bukan ATP) yang kemudian diekspresikan dalam sel beta. adar UCP2 intrasel yang tinggi akan melemahkan respon insulin sedangkan kadar yang rendah akan memperkuatnya.
b. Adanya pengendapan amiloid di islet Pada 90 pasien diabetes tipe 2 ditemukan endapan amiloid pada autopsi. Amilin yang merupakan komponen utama amiloid yang mengendap ini secara normal dihasilkan oleh sel beta pankreas dan disekresikan dengan insulin sebagai respons terhadap pemberian glukosa. Namun pada jika kemudian terjadi resistensi insulin yang menyebabkan hiperinsulinemia, maka akan berdampak pada peningkatan produksi amiloid di islet. Amilin yang mengelilingi sel beta menyebabkan sel beta agak reIrakter dalam menerima sinyal glukosa atau dengan kata lain amiloid bersiIat toksik bagi sel beta sehingga mungkin berperan menyebabkan kerusakan sel beta.
. -esitas / Kegemukan Obesitas dapat pula menjadi penyebab terjadinya diabetes mellitus tipe 2 ini dikarenakan obesitas ini dapat meningkatkan resistansi insulin ke suatu tahap yang tidak lagi dapat dikompensasi dengan meningkatkan produksi insulin. onsep resistansi insulin adalah sebagai berikut : pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsiI insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa resistensi insulin yang berkaitan erat dengan obesitas menimbulkan stres berlebihan pada sel beta yang akhirnya mengalami kegagalan dalam menghadapi peningkatan kebutuhan insulin.
7. GEJALA LINIS DIABETES MELITUS TIPE 2 onsekuensi-konsekuensi diabetes mellitus dapat dikelompokkan berdasarkan eIek kekurangan insulin pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.
1 2 3 4 S 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1S 16 17 18 19
CAM8A8 71 Ce[ala kllnls ulabeLes MellLus
uLllSlLnSl lnSuLln LnCLLuA8An CLukCSA CLLP PA1l Ln?L8AAn CLukCSA CLLP SLL Sln1LSlS 18lCLlSL8luA LlCLlSlS Ln?L8AAn ASAM AMlnC CLLP SLL LnCu8AlAn 8C1Lln PlL8CLlkLMlA CLukCSu8lA ulu8LSlS CSMC1lk CLlu8lA uLPlu8ASl uLllSlLnSl CLukCSA ln18ASLL CLllAClA CLlulSlA SLL MLnClu1 vCLuML uA8AP kLCACALAn Sl8kuLASl L8llL8 CACAL Cln!AL MALlunCSl SlS1LM SA8Al Lnu8unAn ALl8An uA8AP C1Ak ASAM LLMAk uA8AP SuM8L8 LnL8Cl AL1L8nA1ll kL1CSlS ASluCSlS ML1A8CLlk kCMA ulA8L1LS LnlnCkA1An vLn1lLASl C1C1 MLnClu1 Lnu8unAn 8L8A1 8AuAn ASAM AMlnC uA8AP CLukCnLCCLnLSlS PlL8CLlkLMlA 8L81AM8AP A8AP kLMA1lAn eterangan Gambar: 1. Hiperglikemia Tanda utama diabetes mellitus, terjadi akibat penurunan penyerapan glukosa oleh sel- sel, disertai oleh peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati. Pengeluaran glukosa oleh hati meningkat karena proses-proses yang menghasilkan glukosa, glikogenolisis dan glukoneogenesis, berlangsung tanpa hambatan karena insulin tidak ada. Sebagian besar sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa tanpa bantuan insulin sehingga terjadi kelebihan glukosa ekstrasel dan deIisiensi glukosa intrasel. 2. Glukosuria etika kadar glukosa darah meninggi ke tingkat pada saat jumlah glukosa yang diIiltrasi melebihi kapasitas sel-sel tubulus melakukan reabsorpsi, glukosa akan timbul di urine (glukosuria). 3. Poliuria Glukosa di urine menimbulkan eIek osmotic yang menarik H 2 O bersamanya, menimbulkan diuresis osmotic yang ditandai oleh poliuria (sering berkemih). 4. Dehidrasi Akibat cairan yang keluar berlebihan bersama urine menimbulkan dehidrasi. 5. Penurunan volume darah Cairan yang keluar berlebihan tersebut dapat juga menyebabkan kegagalan sirkulasi periIer karena volume darah turun mencolok. 6. Penurunan aliran darah ke otak Apabila kegagalan sirkulasi periIer tidak diperbaiki, dapat menyebabkan kematian karena aliran darah ke otak turun. 7. Gagal ginjal sekunder egagalan sirkulasi periIer yang tidak diperbaiki juga dapat menyebabkan gagal ginjal sekunder akibat tekanan Iiltrasi yang tidak adekuat. 8. Sel menciut Sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibar perpindahan osmotic air dari dalam sel ke cairan ekstrasel yang hipertonik. 9. MalIungsi sistem saraI Sel-sel otak sangat peka terhadap penciutan, sehingga timbul gangguan Iungsi pada sistem saraI. 10.Polidipsia Dehidrasi menyebabkan tubuh mengkompensasi dengan rasa haus yang berlebihan (polidipsia) untuk meningkatkan intake cairan. 11.PoliIagia Akibat deIisiensi glukosa intrasel, naIsu makan meningkat sehingga terjadi peningkatan intake makanan (poliIagia) sebagai kompensasi. 12.Peningkatan asam lemak darah Sintesis trigliserida menurun saat lipolisis meningkat sehingga terjadi mobilisasi besar-besaran asam lemak dari simpanan trigliserida. Peningkatan asam lemak dalam darah sebagian besar digunakan oleh sel sebagai sumber energi alternatiI. 13.etosis Peningkatan penggunaan lemak oleh hati menyebabkan pengeluaran berlebihan badan keton ke dalam darah dan menimbulkan ketosis. 14.Asidosis Metabolik etosis dapat menyebabkan asidosis metabolic progresiI akibat penguraian tidak sempurna lemak oleh hati yang menghasilkan produk-produk seperti asam asetoasetat. 15.oma Diabetes Asidosis metabolic progresiI tersebut dapat menyebabkan penekanan pada Iungsi otak yang dapat berujung pada koma. 16.Peningkatan ventilasi Tindakan kompensasi untuk asidosis metabolic adalah peningkatan ventilasi untuk meningkatkan pengeluaran CO 2 pembentuk asam. Exhalasi salah satu badan keton, yaitu aseton, menyebabkan naIas berbau 'buah, sehingga sering salah dikira sebagai orang yang pingsan karena kebanyakan minum minuman beralkohol. 17.Otot menciut EIek tidak adanya insulin pada metabolism protein menyebabkan pergeseran netto ke arah katabolisme protein. Penguraian protein-protein otot menyebabkan otot rangka menciut dan melemahpada anak akan menyebabkan gangguan pada pertumbuhannya. Hal ini menyebabkan penurunan berat badan pada penderita diabetes mellitus kronis. 18.Peningkatan asam amino dalam darah Akibat peningkatan dari penguraian protein. 19.Hiperglikemia parah Peningktan kadar asam amino dalam darah dapat digunakan untuk glukoneogenesis, sehingga dapat memperparah hiperglikemia.
8. DIAGNOSIS DIABETES MELITUS TIPE 2 a. ANAMNESIS i. ELUHAN UTAMA O eluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, poliIagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. O eluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disIungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
ii. RIWAYAT PENYAIT SEARANG O Pola makan, status nutrisi, riwayat perubahan berat badan. O Riwayat tumbuh kembang untuk pasien anak dan remaja. O Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanan makan, dan program latihan jasmani. O Faktor-Iaktor risiko untuk diabetes mellitus, seperti hipertensi, merokok, obesitas, dll. O Riwayat komplikasi dan pengobatannya.
iii. RIWAYAT PENYAIT DAHULU O Riwayat inIeksi sebelumnya, terutama inIeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis. O Pengobatan penyakit lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah.
iv. RIWAYAT PENYAIT ELUARGA O Riwayat diabetes mellitus dalam keluarga dan riwayat penyakit endokrin lain.
v. RIWAYAT SOSIAL O Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.
-. PEMERISAAN FISI O pengukuran tinggi dan berat badan O pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik O pemeriksaan Iunduskopi O pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid O pemeriksaan jantung O evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop O pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari O pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan pemeriksaan neurologis O tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain
.. PEMERISAAN PENUNJANG O glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial O proIil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida) O kreatinin serum O albuminuria O keton, sedimen dan protein dalam urin O elektrokardiogram O Ioto sinar-x dada riteria diagnosis Diabetes Melitus: 1. Gejala klasik DM glukosa plasma sewaktu _ 200 mg/dl (glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir), atau 2. Gejala klasik DM glukosa plasma puasa _ 126 mg/dl (puasa berarti pasien tidak mendapatkan asupan kalori tambahan sedikitnya 8 jam), atau 3. adar glukosa plasma 2 jam pada TTGO _ 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gr glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994): O 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa. O berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan. O diperiksa kadar glukosa darah puasa. O diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak- anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit. O berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai. O diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa. O selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
GAMBAR 8.1 Langkah-langkah Diagnostik DM
9. PENATALASANAAN DIABETES MELITUS TIPE 2 Tujuan Penatalaksanaan: O Jangka pendek: hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah. O Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. O Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
a. PROMOTIF Promosi prilaku sehat. Promosi perilaku sehat merupakan Iaktor penting pada kegiatan pelayanan kesehatan. Untuk mendapatkan hasil pengelolaan diabetes yang optimal dibutuhkan perubahan perilaku. Perlu dilakukan edukasi bagi pasien dan keluarga untuk pengetahuan dan peningkatan motivasi. i. Perilaku sehat -agi penyandang dia-etes Tujuan perubahan perilaku adalah agar penyandang diabetes dapat menjalani pola hidup sehat. Perilaku yang diharapkan adalah: 4 Mengikuti pola makan sehat 4 Meningkatkan kegiatan jasmani 4 Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman, teratur 4 Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanIaatkan data yang ada 4 Melakukan perawatan kaki secara berkala 4 Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut dengan tepat 4 Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang diabetes. 4 Mampu memanIaatkan Iasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
ii. dukasi peru-ahan perilaku Materi edukasi pada tingkat awal adalah: 4 Perjalanan penyakit DM 4 Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM 4 Penyulit DM dan risikonya 4 Intervensi Iarmakologis dan non-Iarmakologis serta target perawatan 4 Interaksi antara asupan makanan, aktivitas isik, dan obat hipoglikemik oral atau insulin serta obat-obatan lain 4 Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia) 4 Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia 4 Pentingnya latihan jasmani yang teratur 4 Masalah khusus yang dihadapi (contoh: hiperglikemia pada kehamilan) 4 Pentingnya perawatan kaki 4 Cara mempergunakan Iasilitas perawatan kesehatan.
Materi edukasi pada tingkat lanjut adalah : 4 Mengenal dan mencegah penyulit akut DM 4 Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM 4 Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain 4 Makan di luar rumah 4 Rencana untuk kegiatan khusus 4 Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang DM 4 Pemeliharaan/Perawatan kaki
-. PREVENTIF i. Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki Iaktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat DM, dan kelompok intoleransi glukosa. Penyuluhan Penyuluhan ditujukan kepada: elompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan intoleransi glukosa Materi penyuluhan meliputi antara lain: O Program penurunan berat badan. Pada seseorang yang mempunyai risiko diabetes dan mempunyai berat badan lebih, penurunan berat badan merupakan cara utama untuk menurunkan risiko terkena DM tipe-2 atau intoleransi glukosa. Beberapa penelitian menunjukkan penurunan berat badan 5-10 dapat mencegah atau memperlambat munculnya DM tipe 2. O Diet sehat 4 Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai risiko. 4 Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal. 4 arbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak (peak) glukosa darah yang tinggi setelah makan. 4 Mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat larut. O Latihan jasmani. 4 Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah, mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan kadar kolesterol-HDL. 4 Latihan jasmani yang dianjurkan: dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70 denyut jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobik berat (mencapai denyut jantung ~70 maksimal). Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 x aktivitas/minggu. O Menghentikan merokok. Merokok merupakan salah satu risiko timbulnya gangguan kardiovaskular. Meski merokok tidak berkaitan langsung dengan timbulnya intoleransi glukosa, tetapi merokok dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM tipe 2.
ii. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbul penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Dalam upaya pencegahan sekunder program penyuluhan memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani program pengobatan dan dalam menuju perilaku sehat. Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama pada pasien baru. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada setiap kesempatan pertemuan berikutnya. Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular, yang merupakan penyebab utama kematian pada penyandang diabetes. Selain pengobatan terhadap tingginya kadar glukosa darah, pengendalian berat badan, tekanan darah, proil lipid dalam darah serta pemberian antiplatelet dapat menurunkan risiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang diabetes. a. Dislipidemia pada Diabetes 4 Dislipidemia pada penyandang diabetes lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit kardiovaskular. 4 Perlu pemeriksaan proil lipid pada saat diagnosis diabetes ditegakkan. Pada pasien dewasa pemeriksaan proil lipid sedikitnya dilakukan setahun sekali dan bila dianggap perlu dapat dilakukan lebih sering. Sedangkan pada pasien yang pemeriksaan proil lipid menunjukkan hasil yang baik (LDL100mg/dL; HDL~50 mg/dL (laki-laki ~40 mg/dL, wanita ~50 mg/dL); trigliserid 150 mg/dL), pemeriksaan proil lipid dapat dilakukan 2 tahun sekali. 4 Gambaran dislipidemia yang sering didapatkan pada penyandang diabetes adalah peningkatan kadar trigliserida, dan penurunan kadar kolesterol HDL, sedangkan kadar kolesterol LDL normal atau sedikit meningkat. 4 Perubahan perilaku yang tertuju pada pengurangan asupan kolesterol dan penggunaan lemak jenuh serta peningkatan aktivitas isik terbukti dapat memperbaiki proil lemak dalam darah. 4 Dipertimbangkan untuk memberikan terapi Iarmakologis sedini mungkin bagi penyandang diabetes yang disertai dislipidemia. 4 Target terapi: 1. Pada pasien DM, target utamanya adalah penurunan LDL O Pada penyandang diabetes tanpa disertai penyakit kardiovaskular: 4 LDL 100 mg/dL (2,6 mmol/L) 4 Pasien dengan usia ~40 tahun, dianjurkan diberi terapi statin untuk menurunkan LDL sebesar 30-40 dari kadar awal. 4 Pasien dengan usia 40 tahun dengan risiko penyakit kardiovaskular yang gagal dengan perubahan gaya hidup, dapat diberikan terapi Iarmakologis. 4 Pada pasien DM dengan penyakit Acute Coronary Syndrome (ACS): LDL 70 mg/dL (1,8 mmol/L) semua pasien diberikan terapi statin untuk menurunkan LDL sebesar 30-40. 2. trigliserida 150 mg/dL (1,7 mmol/L) 3. HDL ~ 40 mg/dL (1,15 mmol/L) untuk pria dan ~50 mg/dL untuk wanita 4. Setelah target LDL terpenuhi, jika trigliserida 150 mg/dL (1,7 mmol/L) atau HDL 40 mg/dL (1,15 mmol/L) dapat diberikan niasin atau ibrat 5. Apabila trigliserida 400 mg/dL (4,51 mmol/L) perlu segera diturunkan dengan terapi Iarmakologis untuk mencegah timbulnya pankreatitis. 6. Terapi kombinasi statin dengan obat pengendali lemak yang lain mungkin diperlukan untuk mencapai target terapi, dengan memperhatikan peningkatan risiko timbulnya eIek samping 7. Niasin merupakan obat yang eIektiI untuk meningkatkan HDL, namun pada dosis besar dapat meningkatkan kadar glukosa darah 8. Pada wanita hamil penggunaan statin merupakan kontra indikasi
b. Hipertensi pada Diabetes 4 Indikasi pengobatan : Bila TD sistolik ~130 mmHg dan/atau TD diastolik ~80 mmHg. 4 Sasaran (target penurunan) tekanan darah: Tekanan darah 130/80 mmHg Bila disertai proteinuria 1g/24 jam : 125/75 mmHg 4 Pengelolaan: Non-Iarmakologis: ModiIikasi gaya hidup, antara lain: menurunkan berat badan, meningkatkan aktivitas Iisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta mengurangi konsumsi garam Farmakologis: Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat anti-hipertensi (OAH): O Pengaruh OAH terhadap proil lipid O Pengaruh OAH terhadap metabolisme glukosa O Pengaruh OAH terhadap resistensi insulin O Pengaruh OAH terhadap hipoglikemia terselubung
Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan: O Penghambat ACE O Penyekat reseptor angiotensin II O Penyekat reseptor beta selektiI, dosis rendah O Diuretik dosis rendah O Penghambat reseptor alIa O Antagonis kalsium 4 Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau tekanan diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup sampai 3 bulan. Bila gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi Iarmakologis 4 Pasien dengan tekanan darah sistolik ~140 atau tekanan diastolik ~90 mmHg, dapat diberikan terapi Iarmakologis secara langsung 4 Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan monoterapi.
c. Obesitas pada Diabetes 4 Prevalensi obesitas pada DM cukup tinggi, demikian pula kejadian DM dan gangguan toleransi glukosa pada obesitas cukup sering dijumpai 4 Obesitas, terutama obesitas sentral secara bermakna berhubungan dengan sindrom dismetabolik (dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi), yang didasari oleh resistensi insulin 4 Resistensi insulin pada diabetes dengan obesitas membutuhkan pendekatan khusus 4 Obesitas dan diabetes meningkatkan risiko kematian akibat PJ 4 Penurunan 5-10 dari berat badan dapat memperbaiki sindrom dismetabolik dan menurunkan risiko PJ secara bermakna 4 Pengelolaan obesitas terutama ditujukan pada perubahan perilaku pola makan dan peningkatan kegiatan jasmani. Apabila tidak cukup, maka pendekatan Iarmakoterapi (misalnya sibutramine dan orlistat) atau terapi bedah, dapat merupakan pilihan.
iii. Pencegahan Tertier Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. a. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi penyandang diabetes yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati. b. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan
.. URATIF DAN REHABILITATIF 1. Terapi Gizi Medik (TGM) i. omposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari: O arbohidrat 4 arbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65 total asupan energi. 4 Pembatasan karbohidrat total 130 g/hari tidak dianjurkan 4 Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi. 4 Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain. 4 Sukrosa tidak boleh lebih dari 5 total asupan energi. 4 Pemanis alternatiI dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake) 4 Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. alau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. O Lemak O Protein O Natrium O Serat O Pemanis AlternatiI
i. Obat hipoglikemik oral (OHO) Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan: O Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) 4 SulIonilurea Obat golongan ini mempunyai eIek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan Iaal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulIonilurea kerja panjang. 4 Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulIonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin Iase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat Ienilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
O Penambah sensitivitas terhadap insulin 4 Tiazolidindion Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome ProliIerator Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai eIek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di periIer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan Iaal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan Iaal hati secara berkala.
O Penghambat glukoneogenesis 4 MetIormin Obat ini mempunyai eIek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa periIer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. MetIormin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan Iungsi ginjal (serum kreatinin ~ 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). MetIormin dapat memberikan eIek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.
O Penghambat absorpsi glukosa 4 Penghambat glukosidase alIa (Acarbose) Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai eIek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan eIek samping hipoglikemia. EIek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan latulens. Cara Pemberian OHO, terdiri dari: O OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal O SulIonilurea generasi I & II : 15 30 menit sebelum makan O Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan O Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan O MetIormin : sebelum /pada saat / sesudah makan O Penghambat glukosidase a (Acarbose) : bersama makan suapan pertama O Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan
ii. Insulin Insulin diperlukan pada keadaan: O Penurunan berat badan yang cepat O Hiperglikemia berat yang disertai ketosis O etoasidosis diabetik O Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik O Hiperglikemia dengan asidosis laktat O Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal O Stres berat (inIeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke) O ehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan O Gangguan Iungsi ginjal atau hati yang berat O ontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Jenis dan lama kerja insulin Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni: O insulin kerja cepat (rapid acting insulin) O insulin kerja pendek (short acting insulin) O insulin kerja menengah (intermediate acting insulin) O insulin kerja panjang (long acting insulin) O insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin)
EIek samping terapi insulin O EIek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia. O EIek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
iii. Terapi ombinasi Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.