You are on page 1of 4

IJTIHAD SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM

BAB I Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Secara sosiologis diakui bahwa masyarakat senantiasa mengalami perubahan. Perubahan suatu masyarakat dapat mempengaruhi pola pikir dan tata nilai yang ada pada masyarakat itu. Semakin maju cara berpikir suatu masyarakat, maka akan semakin terbuka untuk menerima kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bagi umat beragama, dalam hal ini umat islam, kenyataan ini dapat menimbulkan masalah, terutama apabila kegiatan itu di hubungkan dengan norma.-norma agama. Akibatnya, pemecahan atas masalah tersebut diperlukan, sehingga syari'at islam dapat dibuktikan tidak bertentangan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Lebih dari itu dapat diyakini bahwa syari'at islam sesuai untuk setiap masyarakat di mana dan kapanpun mereka berada. Gambaran tentang kemampuan syari'at islam menjawab segala persoalan modern dapat dilakukan dengan mengemukakan beberapa prinsip syari'at islam mengenai tatanan hidup secara vertikal antara manusia dengan Tuhannya dan secara horizontal antara sesama manusia. Sedangkan pembaruan tergantung kepada ijtihad sebagai salah satu sumber jurisprudensi islam (mashdiru-t tasyr` al-islm). Kita semua tahu sumber otoritas ijtihad ini dari hadits yang begitu popular, ketika rasul mengutus mu`adz bin jabal ke yaman. Maka dalil di atas menunjukkan bahwa ijtihad merupakan dasar dari sumber hukum dalam islam.

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ijtihad Menurut Ensiklopedi Islam, ijtihad adalah mengerahkan segala tenaga dan pikiran untuk menyelediki dan mengeluarkan (meng-istinbat-kan) hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Quran dengan syarat-syarat tertentu. Ijtihad (secara bahasa), berasal dari akar kata bahasa Arab al-jahd yang berarti jerih payah. Secara bahasa ijtihad berarti pencurahan segenap kemampuan untuk mendapatkan sesuatu. Yaitu penggunaan akal sekuat mungkin untuk menemukan sesuatu keputusan hukum tertentu yang tidak ditetapkan secara eksplisit dalam al-Quran dan as-Sunnah. Rasulullah saw pernah bersabda kepada Abdullah bin Mas'ud sebagai berikut : " Berhukumlah engkau dengan al-Qur'an dan as-Sunnah, apabila sesuatu persoalan itu engkau temukan pada dua sumber tersebut. Tapi apabila engkau tidak menemukannya pada dua sumber itu, maka ijtihadlah ". Kepada Ali bin Abi Thalib beliau pernah menyatakan : " Apabila engkau berijtihad dan ijtihadmu betul, maka engkau mendapatkan dua pahala. Tetapi apabila ijtihadmu salah, maka engkau hanya mendapatkan satu pahala ". Muhammad Iqbal menamakan ijtihad itu sebagai the principle of movement. Mahmud Syaltut berpendapat, bahwa ijtihad atau yang biasa disebut arro'yu mencakup dua pengertian : a. Penggunaan pikiran untuk menentukan sesuatu hukum yang tidak ditentukan secara eksplisit oleh al-Qur'an dan as-Sunnah. b. Penggunaan fikiran dalam mengartikan, menafsirkan dan mengambil kesimpulan dari sesuatu ayat atau hadits. Adapun dasar dari keharusan berijtihad ialah antara lain terdapat pada al-Qur'an surat an-Nisa ayat 59. 2.2 Kedudukan Ijtihad
Posisi ijtihad bukan sebagai sumber hukum melainkan sebagai metode penetapan hukum.

Berbeda dengan al-Qur'an dan as-Sunnah, ijtihad terikat dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : a. Pada dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang mutlak absolut. Sebab ijtihad merupakan aktifitas akal pikiran manusia yang relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang relatif maka keputusan daripada suatu ijtihad pun adalah relatif.

b. Sesuatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad, mungkin berlaku bagi seseorang tapi tidak berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa / tempat tapi tidak berlaku pada masa / tempat yang lain. c. Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan ibadah mahdhah. Sebab urusan ibadah mahdhah hanya diatur oleh Allah dan Rasulullah. d. Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur'an dan as-Sunnah. e. Dalam proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan faktor-faktor motifasi, akibat, kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi ciri dan jiwa daripada ajaran Islam.

2.3 Fungsi Ijtihad Posisi ijtihad bukan sebagai sumber hukum melainkan sebagai metode penetapan hukum, sedangkan fungsi ijtihad adalah sebagai metode untuk merumuskan ketetapan-ketetapan hukum yang belum terumuskan dalam Al-Quran dan Al-Sunnah. Arti "ijtihad" menurut bahasa adalah mengeluarkan tenaga atau kemampuan. Ijtihad adalah mengeluarkan segala tenaga dan kemampuan untuk mendapatkan kesimpulan hukum dari Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. 2.4 Contoh Kasus Seputar Ijtihad Dasar sumber-sumber ijtihad adalah Al-Quran, Sunnah, Akal dan Ijma'. Namun demikian, dari keempat sumber ini, bukan berarti tidak terbuka kemungkinan untuk tidak ditemukannya ketentuan hukum dari keempatnya. Atau, didapatkan hasil kesimpulan yang tidak kokoh. Atau, dalil-dalil yang ada tidak cukup untuk mendukung kasus yang ada. Karena itu, terhentinya atau tidak dibenarkannya ber-ijtihad dapat memastikan bahwa fiqih dan pembahasan pun akan terhenti. Maka masalah yang timbul di masa kini tidak akan teratasi. Satu hal lain yang mendasar bahwa muslimin akan terhenti dalam ruang lingkup kehidupan yang tradisional (lampau), serta tidak memiliki kesempatan mengembangkan akal pikiran manusia. Dengannya orientasi hidup hanya kembali ke alam kehidupan dahulu dan tidak akan membentuk opini kehidupan yang mendatang, konsekuensinya adalah hukum Islam menjadi hukum yang menindas kemanusiaan. Padahal yang dikenal bahwa muslim yang mengenal Islam itu membela dan membangun kehidupan kemanusiaan. Kasus yang terjadi sekarang adalah dengan tertutupnya ijtihad, maka setiap muslim telah menjadi mujtahid pada posisinya. Karena, sebagai tuntutan hidup yang nyata, seorang muslim harus hidup dalam hukum, padahal banyak persoalan kehidupan yang dijalani dan harus dipecahkannya tidak terdapat di buku para mujtahid terdahulu.

Tanpa disadari, mereka menyimpulkan hukum dari sumber-sumber hukum yang ada (berijtihad). Maka jadilah muslim yang awam tersebut sebagai mujtahid, walaupun terbatas hanya untuk dirinya. Fenomena ini tidak terhindar karena kenyataan adanya tuntutan Islam dan perjalanan masa/waktu, yang memojokkan manusia untuk meletakkan dirinya pada hukum. Meskipun pada dasarnya hukum yang dijadikan sandaran tersebut tidak diketahui keabsahan dan kebenarannya.

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan Dari makalah yang kami susun, kami dapat menyimpulkan bahwa Ijtihad juga merupakan sumber hukum Islam yang merupakan pencurahan segenap kemampuan untuk mendapatkan sesuatu. Dan Ijtihad juga bisa dipakai untuk sumber hukum islam. Karena Ijtihad dipakai setelah Nabi wafat karena permasalahan selalu berkembang. Sejak abad ke II dan ke III Hijriyah permasalahan hukum Islam telah mulai perumusan hukum, diantaranya hasil dari AlMadzahibulArbaah baik dalam ibadah maupun muamalah. Dan telah diletakkan pula qaidahqaidah Ushul Fiqih yang mampu memecahkan segala permasalahan yang timbul. Barangkali, periode saat ini adalah periode pengamalan dalam agama, bukan periode ijtihad. Walaupun, jika berijtihad itu hanya akan menghasilkan barang yang sudah berhasil. Contohnya, dalam berwudlu, bila ada ijtihad, maka tidak akan keluar dari pendapat madzab empat atau almadzhibul arbaah.

You might also like