You are on page 1of 4

KOMPLIKASI IMOBILISASI

Komplikasi pada pasien imobilisasi antara lain (Setiati dan Roosheroe, 2007) :
1. Trombosis
Trombosis vena dalam merupakan salah satu gangguan vaskular periIer yang
penyebabnya multiIaktorial, meliputi Iaktor genetik dan lingkungan. Terdapat tiga Iaktor yang
meningkatkan risiko trombosis vena dalam yaitu karena adanya luka di vena dalam karena
trauma atau pembedahan, sirkulasi darah yang tidak baik pada vena dalam, dan berbagai kondisi
yang meningkatkan resiko pembekuan darah. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
sirkulasi darah tidak baik di vena dalam meliputi gagal jantung kongestiI, imobilisasi lama, dan
adanya gumpalan darah yang telah timbul sebelumnya. Gejala trombosis vena bervariasi, dapat
berupa rasa panas, bengkak, kemerahan, dan rasa nyeri pada tungkai.
2. Emboli Paru
Emboli paru dapat menghambat aliran darah ke paru dan memicu reIleks tertentu yang
dapat menyebabkan panas yang mengakibatkan naIas berhenti secara tiba-tiba. Sebagian besar
emboli paru disebabkan oleh emboli karena trombosis vena dalam. Berkaitan dengan trombosis
vena dalam, emboli paru disebabkan oleh lepasnya trombosis yang biasanya berlokasi pada
tungkai bawah yang pada gilirannya akan mencapai pembuluh darah paru dan menimbulkan
sumbatan yang dapat berakibat Iatal. Emboli paru sebagai akibat trombosis merupakan penyebab
kesakitan dan kematian pada pasien lanjut usia.
3. Kelemahan Otot
Imobilisasi akan menyebabkan atroIi otot dengan penurunan ukuran dan kekuatan otot.
Penurunan kekuatan otot diperkirakan 1-2 sehari. Kelemahan otot pada pasien dengan
imobilisasi seringkali terjadi dan berkaitan dengan penurunan Iungsional, kelemahan, dan jatuh.
4. Kontraktur otot dan sendi
Pasien yang mengalami tirah baring lama berisiko mengalami kontraktur karena sendi-
sendi tidak digerakkan. Akibatnya timbul nyeri yang menyebabkan seseorang semakin tidak mau
menggerakkan sendi yang kontraktur tersebut.
5. Osteoporosis
Osteoporosis timbul sebagai akibat ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan
pembentukan tulang. Imobilisasi meningkatkan resorpsi tulang, meningkatkan kalsium serum
serum, menghambat sekresi PTH, dan produksi vitamin D3 aktiI. Faktor utama yang
menyebabkan kehilangan masa tulang pada imobilisasi adalah meningkatnya resorpsi tulang.
6. Ulkus dekubitus
Luka akibat tekanan merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada pasien usia
lanjut dengan imobilisasi. Jumlah tekanan yang dapat mempengaruhi mikrosirkulasi kulit pada
usia lanjut berkisar antara 25 mmHg. Tekanan lebih dari 25 mmHg secara terus menerus pada
kulit atau jaringan lunak dalam waktu lama akan menyebabkan kompresi pembuluh kapiler.
Kompresi pembuluh dalam waktu lama akan mengakibatkan trombosis intra arteri dan gumpalan
Iibrin yang secara permanen mempertahankan iskemia kulit. RelieI bekas tekanan
mengakibatkan pembuluh darah tidak dapat terbuka dan akhirnya terbentuk luka akibat tekanan.
7. Hipotensi postural
Hipotensi postural adalah penurunan tekanan darah sebanyak 20 mmHg dari posisi
berbaring ke duduk dengan salah satu gejala klinik yang sering timbul adalah iskemia serebral,
khusunya sinkop. Pada posisi berdiri, secara normal 600-800 ml darah dialirkan ke bagian tubuh
inIerior terutama tungkai. Penyebaran cairan tubuh tersebut menyebabkan penurunan curah
jantung sebanyak 20, penurunan volume sekuncup 35 dan akselerasi Irekuensi jantung
sebanyak 30. Pada orang normal sehat, mekanisme kompensasi menyebabkan vasokonstriksi
dan peningkatan denyut jantung yang menyebabkan tekanan darah tidak turun. Pada lansia,
umumnya Iungsi baroreseptor menurun. Tirah baring total selama paling sedikit 3 minggu akan
mengganggu kemampuan seseorang untuk menyesuaikan posisi berdiri dari berbaring pada
orang sehat, hal ini akan lebih terlihat pada lansia.
8. Pneumonia dan inIeksi saluran kemih (ISK)
Akibat imobilisasi retensi sputum dan aspirasi lebih mudah terjadi pada pasien geriatri.
Pada posisi berbaring otot diaIragma dan interkostal tidak berIungsi dengan baik sehingga
gerakan dinding dada juga menjadi terbatas yang
menyebabkan sputum sulit keluar dan pasien mudah terkena pneumonia. Aliran urin juga
terganggu akibat tirah baring yang kemudian menyebabkan inIeksi saluran kemih. Inkontinensia
urin juga sering terjadi pada usia lanjut yang mengalami imobilisasi yang disebabkan
ketidakmampuan ke toilet, berkemih yang tidak sempurna, gangguan status mental, dan
gangguan sensasi kandung kemih.
9. Gangguan nutrisi (hipoalbuminemia)
Imobilisasi akan mempengaruhi sistem metabolik dan endokrin yang akibatnya akan
terjadi perubahan terhadap metabolisme zat gizi. Salah satu yang terjadi adalah perubahan
metabolisme protein. Kadar plasma kortisol lebih tinggi pada usia lanjut yang imobilisasi
sehingga menyebabkan metabolisme menjadi katabolisme. Keadaan tidak beraktiIitas dan
imobilisasi selama 7 hari akan meningkatkan ekskresi nitrogen urin sehingga terjadi
hipoproteinemia.
10. Konstipasi dan skibala
Imobilisasi lama akan menurunkan waktu tinggal Ieses di kolon. Semakin lama Ieses
tinggal di usus besar, absorpsi cairan akan lebih besar sehingga Ieses akan menjadi lebih keras.
Asupan cairan yang kurang, dehidrasi, dan penggunaan obat-obatan juga dapat menyebabkan
konstipasi pada pasien imobilisasi
Prognosis pada pasien imobilisasi tergantung pada penyakit yang mendasari imobilisasi
dan komplikasi yang ditimbulkananya. Perlu dipahami, imobilisasi dapat memperberat penyakit
dasarnya bila tidak ditangani sedini mungkin, bahkan dapat sampai menimbulkan kematian

DAFTAR PUSTAKA
Setiati S dan Roosheroe, A G. 2006. Imobilisasi pada Usia Lanfut. Dalam : Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S. (eds). Buku Afar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III, Edisi IJ. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Hal : 1388-90
http://www.scribd.com/doc/29793694/Imobilisasi-pada-Geriatri-dan-berbagai-komplikasinya
(akses : 2 November 2011)

You might also like