You are on page 1of 4

PETI DAN PEMECAHAN MASALAH NYA Oleh : Eri Mardison, S.Si.

MA

Tambang emas rakyat di Kabupaten Sijunjung sebenarnya merupakan salah satu usaha yang sangat tua, dikelola secara mandiri dengan alat-alat sederhana dan di selenggarakan oleh komunitas-komunitas masyarakat mandiri dan telah berkembang jauh sebelum repuplik ini ada. Salah satu bukti hal tersebut adalah adanya pepatah adat berikut: Karimbo Babungo Kayu, ka Sungai Babungo Pasia, Kaladang Babungo Ampiang, Katanah Babungo ameh. Terkandung makna bahwa sumber daya alam akan memberikan kontribusi sesuai dengan potensinya, salah satunya tanah yang akan berkontribusi emas. Interaksi dengan pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus telah melahirkan budaya pertambangan pada masyarakat yang bermata pencaharian pertambangan. Inilah kemudian yang di sebut sebagai cikal bakal Penambang Tanpa Ijin (PETI). Istilah tambang rakyat secara resmi terdapat pada Pasal 2 huruf n, UU No. 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan. Dalam pasal ini disebutkan bahwa Pertambangan Rakyat adalah satu usaha pertambangan bahan-bahan galian dari semua golongan a, b dan c yang dilakukan oleh rakyat setempat secara kecilkecilan atau secara gotong-royong dengan alat-alat sederhana untuk pencaharian sendiri Mempedomani UU Minerba, PETI dikategorikan versi baru dan versi lama (tradisional). Penyandang dana (cukong) dan kadang-kadang oknum aparat sebagai backing, menjadi cirri PETI versi baru. Modus operandi yang sering digunakan seperti memperalat kalangan masyarakat bahwa menjadi korban pembangunan. ini, yang didalamnya terlibat masyarakat pendatang, serta dibawah perlindungan backing ternyata menjadi kekuatan yang dahsyat dalam menumbuhkan PETI versi baru. PETI ini menimbulkan masalah yaitu:

1. Merugikan negara, berupa kehilangan pendapatan negara dari sektor perpajakan, 2. Merusak dan mencemari lingkungan, Merujuk kerusakan pada lingkungan dapat ditunjukkan, pertama pada air sungai. Air sungai menjadi keruh, walaupun penambangan ini tidak menggunakan merkuri akan tetapi keruhnya air sungai membawa dampak negatif. Pada air sungai yang keruh jumlah oksigen lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak keruh. Selanjutnya jumlah mikroorganisme seperi plankton dan kawan kawan menurun. Itu berarti jumlah makanan yang tersedia untuk ikan juga berkurang, populasi ikan berkurang. Ini pun dapat di lihat dari produksi ikan tangkap di IV Nagari, Koto VII. Dampak kedua yang dirasakan adalah perubahan fungsi lahan, di beberapa tempat sawah dijadikan sebagai lokasi penambangan. Walaupun setelah penambangan didatarkan kembali, namun humus yang merupakan bagian penting dari sawah tidak akan dapat di kembalikan dengan segera. 3. Melecehkan hukum. Masalah-masalah ini diikuti dengan masalah lain yaitu, kecelakaan tambang, iklim usaha yang tidak kondusif, praktek percukongan, premanisme dan prostitusi .

Solusi Transisional 1.Perlu ada sebuah kebijakan yang memerintahkan evaluasi pemanfaatan sumberdaya alam terutama pertambangan yang merupakan kekayaan bangsa. Evaluasi ini menyangkut kebijakan-kebijakan yang pernah dibuat dan praktek yang terjadi dilapangan. 2.Sesegera mungkin mendata dan mempersiapkan program pembinaan PETI yang disusun secara partisipatif termasuk masalah pengendalian lingkungan hidup, dimana

solusi dan pendekatan terhadap penambang tradisional (versi lama) harus berbeda dengan PETI versi baru .

Solusi Utama

Setelah solusi-solusi transisional tersebut dapat dilaksanakan untuk jangka waktu tertentu, pada tahap selanjutnya barulah dapat dibangun solusi masalah utama yang akan menyentuh masalah sesungguhnya dalam pengelolaan SDA termasuk tambang. Alternatif solusi tersebut diantaranya : 1.Mengubah paradigma pengelolaan sumberdaya alam (pertambangan) yang semata berparadigma ekonomi dan menurunkannya dalam rencana pengelolaan sumberdaya alam yang komprehensif. 2.Pengakuan normatif terhadap pemilikan masyarakat adat atas sumberdaya alam yang tersebar dalam berbagai peraturan perundangan, khususnya yang mengatur tentang hak ulayat segera diturunkan pada ketentuan yang lebih operasional. Termasuk juga dalam hal ini adalah paying pengelolaan sumberdaya alam. 3.Dalam pembuatan peraturan pertambangan perlu diadopsi prinsip Free, Prior, Informed Consent (FPIC). Prinsip-prinsip FPIC ini menjadi relevan untuk mengurangi konflikkonflik yang akan terjadi. FPIC terkait empat unsur mendasar yakni Free, Prior, Informed dan Consent yang berlaku secara kumulatif. Secara definitif keempat hal dasar ini dapat diartikan sebagai berikut; 1) Free berkaitan dengan keadaan bebas tanpa paksaan. Artinya kesepakatan hanya mungkin dilakukan di atas berbagai pilihan bebas masyakarat, 2) Prior artinya sebelum proyek atau kegiatan tertentu diijinkan pemerintah terlebih dahulu harus mendapat ijin masyarakat, 3) Informed artinya informasi yang terbuka dan seluas-luasnya mengenai proyek yang akan dijalankan baik sebab maupun akibatnya dan 4) Consent artinya persetujuan diberikan oleh masyarakat sendiri .

4. Perlu di pikirkan sebuah jalan keluar terhadap permasalahan eprekonomian kenapa orang lebih senang dan terus mencari peluang untuk menambang. Apakah mata pencaharian selama ini kurang memberikan hasil. Jika memang kurang memberikan hasil, kenapa bias terjadi hal demikian. Khusus untuk daerah kabupaten Sijunjung, mata pencarian sebagian besar masyarakat adlah usaha karet. Terus mungkin perlu dipikirkan agar usaha ini dijadikan sector unggulan.

You might also like