You are on page 1of 61

No.

46, 1987
International Standard Serial Number: 0125 – 913X

Diterbitkan oleh:
Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma

Daftar Isi :
2. Editorial

Artikel:

3. Pola Penggunaan Antibiotika di Beberapa Puskesmas dan Beberapa


Faktor Yang Berkaitan
7. Tetrasiklin, Perlukah Dipermasalahkan ?
11. Pola Resistensi Kuman Streptokokus dari Abses Dentoalveolar
Terhadap Tiga Antimikroba Golongan Penisilin
14. Gambaran Resistensi Kuman Streptokokus dari Abses
Dentoalveolar Terhadap Tiga Antibiotika di Wilayah DKI Jakarta
Pembiakan bakteri di dalam berbagai media 18. Sensitivitas Kontrimoksazol Terhadap Streptokokus Yang Diisolasi
Karya Sriwidodo dari Pus Penderita Abses Gigi Dibandingkan dengan Sulfadiazin
21. Penggunaan Antibakteri Untuk Kasus Infeksi Saluran Nafas Bagian
Alamat redaksi: Atas di Puskesmas
Majalah CERMIN DUNIA KEDOKTERAN 24. Pola Penulisan Resep Antibiotika di Kota Banjarmasin
P.O. Box 3105 Jakarta 10002 Telp.4892808
Penanggung jawab/Pimpinan umum: 28. Analisa Residu Tetrasiklin dalam Ayam Broiler
Dr. Oen L.H.
Pemimpin redaksi : Dr. Krismartha Gani,
Dr. Budi Riyanto W.
31. Dispepsia Non Ulser
Dewan redaksi : DR. B. Setiawan, Dr. Bam- 33. Beberapa Aspek Hukum Surat Keterangan Sakit Ditinjau dari
bang Suharto, Drs. Oka Wangsaputra, DR. Profesi Kedokteran
Rantiatmodjo, DR. Arini Setiawati, Drs.
Victor Siringoringo. 36. Darah dalam Tinja Neonatus
Redaksi Kehormatan: Prof. DR. Kusumanto 40. Etidpatogenesis Sindrom Defisiensi Imun Yang Didapat
Setyonegoro, Dr. R.P. Sidabutar, Prof. DR. 44. Pengelolaan Program Imunisasi di Daerah Tingkat II (Kabupaten/
B.Chandra, Prof. DR. R. Budhi Darmojo,
Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo, Drg. I. Kota madya) dan Pelaksanaannya di Wilayah Kerja Puskesmas
Sadrach. 49. Uji Endotoksin Bakteri Menggunakan Limulus Amoebocyt Lysate
No. Ijin : 151/SK/Dit Jen PPG/STT/1976,
tgl.3 Juli 1976.
Pencetak : PT. Temprint. 53. Informasi Obat: Ofloxacin: Antibakteri Quinolon Berspektrum
Lebar Generasi Baru
55. Hukum & Etika: Tepatkah Tindakan Saudara ?
Tulisan dalam majalah ini merupakan pandang- 57. Humor Ilmu Kedokteran
an/pendapat masing-masing penulis dan tidak 59. Ruang Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran
selalu merupakan pandangan atau kebijakan
instansi/lembaga/bagian tempat kerja si penulis 60. Abstrak-abstrak
Penyakit infeksi masih merajalela di negara-negara sedang berkembang. Demikian
pula di Indonesia, radang saluran nafas bagian atas dan bawah, diare, infeksi kulit
dan penyakit infeksi lain menempati urutan 10 besar pen yakit di Indonesia. Ini
menurut Survai Kesehatan Rumah Tangga tahun 1982.
Antibiotika merupakan satu alternatif untuk melawan penyakit-penyakit
infeksi tersebut; walaupun di dalam penggunaannya banyak dijumpai kesimpang-
siuran dan salah-kaprah, sehingga problem-problem lain pun muncul, seperti misal-
nya resistensi.
Hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Farmasi, Badan
Penelitian dun Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indo-
nesia, mendukung adanva inasalah resistensi di atas. Dan, dari survei terhadap
pola penggunaan antibiotika di beberapa Puskesmas pun rnenggambarkan peng-
gunaan antibiotika yang kurang rasional. baik menrangkut segi indikasi, pemilihan
jenis antibiotika, maupun dosis rang tidak adekuat.
Masalahnva memang tidak sederhana. Rurnit, dan menyangkut berbagai aspek.
Tapi, kalau tidak mau diperbaiki mulai sekarang, kapan lagi ???

Redaksi

2 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


Pola Penggunaan Antibiotika
di Beberapa Puskesmas dan
Beberapa Faktor Yang Berkaitan*
Ellen Wijaya, Nani Sukasediati, Retno Gitawati, Umi Kadarwati
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN PENDAHULUAN
Penggunaan antibiotika yang semakin meluas oleh ber- Penggunaan antibiotika yang semakin luas oleh berbagai
bagai kalangan, akhir-akhir ini semakin menjadi masalah. kalangan, akhir-akhir ini semakin menjadi masalah. Salah satu
Salah satu masalah yang mendapat perhatian adalah resistensi masalah yang mendapat perhatian adalah resistensi kuman ter-
kuman terhadap antibiotika, akibat penggunaan yang kurang hadap antibiotika akibat penggunaan yang kurang terkontrol.
terkontrol. Perkembangan resistensi kuman terhadap antibiotika
Beberapa survei dilakukan pada 6 puskesmas di Jawa sangat dipengaruhi oleh intensitas pemaparan antibiotika di
untuk mendapatkan pola preskripsi kasus rawat jalan dan 41 suatu wilayah. Tidak terkendalinya faktor-faktor pada peng-
puskesmas lainnya di Jawa dan luar Jawa, untuk mendapatkan gunaan antibiotika, cenderung akan meningkatkan resistensi
pola kebutuhan dan kecukupan obat khususnya anti- kuman yang semula sensitif1.
biotika. Data kasus rawat jalan dan obat diambil dari tahun Preskripsi obat pada umumnya ditentukan oleh diagnosa
1983. penyakit yang ditegakkan. Preskripsi antibiotika diharapkan
Survei ini mendapatkan 1761 kartu medik kasus rawat cukup rasional, meskipun tidak selamanya demikian. Jenis
jalan yang memperoleh 7124 obat, di mana 24,9% di antaranya antibiotika yang tersedia di apotik swasta cukup bervariasi,
adalah antibiotika sistemik. Dari sekian banyak jenis sehingga preskripsi antibiotika dengan mudah dapat dilayani.
antibiotika, 4 jenis di antaranya paling banyak digunakan dan Namun tidak demikian halnya dengan persediaan antibiotika di
dibutuhkan adalah Trisulfa, Tetrasiklin, Kloramfenikol, dan puskesmas, jenis antibiotika yang tersedia sangat terbatas,
Ampisilin. Beberapa penyakit yang diberi antibiotika sistemik khususnya yang tercantum dalam DOE.
antara lain : infeksi usus dan diare (95,1%), penyakit saluran Terbatasnya persediaan obat baik dalam jenis maupun
napas atas (96,7%), influenza (93,1%), infeksi virus lain jumlah di puskesmas masih sering dikeluhkan2. Akibatnya
(100%). Tersedianya antibiotika di puskesmas dinyatakan tidak tenaga kesehatan mungkin memberikan preskripsi antibiotika
cukup oleh 28 puskesmas (68,3%). Untuk mengatasi yang hams ditebus di apotik luar puskesmas, atau memberi obat
kekurangan obat tersebut selain memberi resep untuk ditebus di sesuai dengan persediaan yang ada. Kemungkinan kedua di
apotik luar, sebagian besar puskesmas mengurangi regimen atas menyebabkan tidak terhindarkan preskripsi obat yang tidak
terapi. tepat. Dalam hal pengadaan obat, terutama dalam hal
Dari hasil di atas, diperoleh kesan adanya penggunaan kebutuhan dan kecukupan; perencanaan memegang peranan
antibiotika yang kurang rasional, baik indikasi maupun regimen penting. Tidak adanya tenaga perencanaan yang terlatih,
terapi. Penggunaan antibiotikā yang kurang rasional dapat mengakibatkan perencanaan yang tidak berjalan baik.
menimbulkan resistensi kuman terhadap antibiotika yang Berdasarkan hal-hal di atas telah dilakukan penelitian
bersangkutan. untuk mengetahui gambaran pola penggunaan antibiotika di
Makalah ini disajikan pada Seminar Nasional Antibiotika tanggal 9 – 11 Juni
puskesmas dan mendapatkan pola kebutuhan serta kecukupan-
1987 di ITB (Bandung). nya.
*) Berdasarkan Penelitian Pola Penggunaan Obat di Puskesmas, Rumah
Sakit Kelas C dan D dan Penelitian Pola Penggunaan Obat Esensial di METODOLOGI
Puskesmas yang dilaksanakan oleh Badan Litbang Kesehatan, dibiayai
dengan dana WHO dan USAID 1984/1985.
Penelitian merupakan suatu survei eksploratif, dilaksana-
kan secara retrospektif terhadap :

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 3


• kartu catatan medik yang berisi pola preskripsi obat dan dengan penisilin.
pola penyakit pada tahun 1983. Diambil dari 6 puskesmas
di 3 propinsi di Jawa. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Preskripsi Antibiotika Generik Sistemik di
puskesmas.
• data kecukupan dan kebutuhan antibiotika pada tahun 1983.
Diambil dari 41 puskesmas lain di 14 propinsi di dan luar Jenis Antibiotika N %
Jawa.
1. Trisulfa 464 26,1
Jumlah sampel (kartu catatan medik) adalah ± 1800 kasus. 2. Tetrasiklin 385 21,7
Pengambilan sampel secara acak sistematik sampai mencapai 3. Oksitetrasiklin 325 18,3
jumlah yang ditentukan. 4. Ampisilin 247 13,9
Data yang dikumpulkan berupa : data penyakit, data 5. Kloramfenikol 210 11,8
6. Prokaon-penisilin 64 3,6
preskripsi dan data kecukupan-kebutuhan obat (antibiotika). 7. Sulfaguanidin 52 2,9
Obat disalin ke dalam fonnulir isian yang dirancang untuk 8. Penisilin–G 11 0,6
keperluan tersebut. 9. Kotrimoksazol 10 0,6
Pengolahan data dilakukan secara manual dan elektronik 10. Lain-lain 8 0,5
dengan komputer. Hasil pengolahan data berupa tabel-tabel Jumlah 1776 100,0
frekuensi dan tabel hubungan.
Dari penelitian diperoleh, jumlah kasus yang mendapatkan
HASIL DAN DISKUSI antibiotika adalah 71,4% (1257 kasus) dad seluruh kasus
• Pola Penggunaan Antibiotika di Puskesmas puskesmas; hal ini menunjukkan tingginya penggunaan anti-
Dari 6 puskesmas yang diteliti, diperoleh 1761 kasus biotika di puskesmas. Ella dilihat dari jenis penyakit berdasar-
dengan 7124 preskripsi obat; 24,9% (1776 preskripsi) dari kan diagnosa yang ditegakkan, memang terlihat adanya pe-
padanya merupakan golongan antibiotika. Jadi tiap kasus rata- nyakit infeksi yang cukup prevalen, seperti penyakit infeksi
rata,mendapat 1,4 preskripsi antibiotika. Hasil penelitian itti usus. Walaupun demikian, penyakit-penyakit saluran napas
.juga menunjukkan bahwa preskripsi antibiotika merupakan bagian atas dan influenza ditemukan sebagai jenis penyakit
preskripsi paling tinggi dibandingkan dengan obat lainnya, hal yang paling tinggi frekuensinya dan tidak seluruhnya merupa-
ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini. kan infeksi bakterial (tabel 3).
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Preskripsi Obat*) Untuk Pelayanan 1761 Tabel 3. Pola Penyakit*) (Diagnosa Utama) di Puskesmas.
Kasus di Puskesmas.
Jumlah
Jenis Obat*) Preskripsi Obat Pola Penyakit %
Kasus
N % 1. Influenza 318 18,1
1. Antibiotika sistemik 1776 24,9 2. Penyakit saluran napas bagian atas 227 12,9
2. Vitamin, mineral, obat gizi lain 1581 22,2 3. Penyakit saluran napas lain/bagian
3. Analgetik–an tipiretika 1223 17,2 bawah dan the paru 211 12,0
4. Antialergi/antihistamin 957 13,4 4. Penyakit kulit dan jaringan bawah 180 10,2
5. Liin-lain 1587 22,3 kulit
Jumlah 7124 100,00 5. Penyakit infeksi usus dan diare 163 9,3
6. Gejala/tanda kesakitan 168 9,5
*) dinyatakan dalam klasifikasi farmakologidan terapi. 7. Luka terbuka, cedera, kecelakaan 64 3,6
8. Kelainan/penyakit pada mata dan ad-
Jenis antibiotika yang cukup dorninan digunakan di neksa 50 2,8
9. Penyakit rongga mulut, kelenjar liur 34 1,9
Indonesia adalah turunan tetrasiklin, penisilin, koramfenikol, dan gigi
eritromisin dan streptomisin. Pola penggunaan antibiotika 10. Kelainan/penyakit pada telinga dan 30 1,7
tersebut telah mencapai tingkat yang berlebihan, dan di mastoid
antaranya masih digunakan secara tidak tepat1. Pada tabel 11. Penyakit organ kelamin wanita 19 1,1
12. Penyakit virus 13 0,7
berikut terlihat, jenis antibiotika yang paling sering dipreskripsi 13. Pasca bedah 12 0,7
adalah trisulfa (26,1%), dan tetrasiklin (21,7%). Di sampling 14. Penyakit infeksi parasit 11 0,6
karena harganya yang relatif murah, hal ini mungkin 15. Penyakit kelamin 4 0,2
disebnbkan juga karena hampir semua puskesmas menerima 16. Penyakit lain-lain 238 13,5
17. Tidak ada keterangan. 19 1,1
kedua jenis antibiotika tersebut cukup banyak dibandingkan
Jumlah 1761 100,0
jenis lainnya. Sedangkan antibiotika suntikan, yang banyak
diberikan adalah oksitetrasiklin, 18,3%. Injeksi prokain- *) Pola Penyakit (diagnosa utama) menurut I.C.D.-IX.
penisilin dan penisilin–G relatif jarang diberikan; masing-
masing 3,6% dan 0,6% saja. Relatif seringnya pemberian Tabel 4 menunjukkan, 93,1% kasus influenza diberi
suntikan oksitetrasiklin mungkin didasarkan pada pertimbang- antibiotika. Dibanding dengan hasil survei ASKES 1976
an, tetrasiklin memiliki spektrum antibakteri lebih lebar dan (Vincent dkk.)4, didapatkan 87,5% kasus influenza dari
lebih jarang menimbulkan reaksi anafilaktik dibandingkan praktek dokter swasta mendapat antibiotika, maka dengan

4 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


demikian kasus influenza di puskesmas yang mendapat an- walaupun dalam penggunaannya nampak ada beberapa yang
tibiotika cukup tinggi. Diagnosa influenza tidak tepat sebagai kurang tepat (tabel 2 & 4).
dasar pemberian antibiotika5,6. Salah satu alasan yang paling Dilihat dari persediaan antibiotika di puskesmas, hasil
sering dikemukakan dalam banyak diskusi yang tidak resmi penelitian menunjukkan : 28 puskesmas (68,3%) menyatakan
adalah untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder,-dan hal ini persediaan tidak cukup. Pada tabel berikut dapat dilihat lebih
dikerjakan berdasarkan perkiraan bahwa daya tahan tubuh jelas kecukupan antibiotika berdasarkan lama penggunaan
penderita influenza tersebut rendah. Jelas bahwa kebiasaan ini (tabel 6).
tidak dapat diterima begitu saja. Kecenderungan "peningkatan" Tabel 6. Jumlah Puskesmas dan Lama Penggunaan Beberapa Antibiotika
penggunaan antibiotika sistemik untuk kasus influenza perlu di Beberapa Puskesmas
mendapat perhatian, dan suatu penelitian khusus diperlukan
untuk mendapat jawatan atas masalah tersebut. Selain pada Jenis Antibiotika Jumlah Puskesmas
kasus influenza, juga diberikan kepada 91,2% kasus penyakit 1 – 3 bln. 4 – 6 bln. 7 – 9 bln. >9 bln. JUMLAH
mulut dan gigi. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa kasus 1. ampisilin 5 5 7 5 22
penyakit mulut dan gigi yang terbanyak adalah gangguan 2. eritromisin 5 3 3 1 12
pulpa, di mana antibiotika sistemik biasa diberikan untuk stearat
3. kloramfenikol 1 3 4 0 8
mengobati infeksi akibat gangrena pulpa tersebut7,8. 4. tetrasiklin 0 2 6 6 14
Ditemukan pula 13 kasus penyakit infeksi viral yang 5. trisulfa 2 3 5 4 14
seluruhnya (100,0 %) diberi antibiotika sistemik, dengan rata-
rata setiap kasus mendapat 1,9 antibiotika. Yang termasuk Secara umum nampaknya persediaan antibiotika tidak
infeksi viral lain diantaranya adalah penyakit cacar air mencukupi kebutuhan, rata-rata lama penggunaan kurang
(varicella), herpes zooster, 'campak, gondong dan lain-lain. Di dari satu tahun atau kurang dari waktu yang diperkirakan.
samping itu, terdapat 37,5% kasus dengan gejala dan rasa Seperti ampisilin, dari 41 puskesmas hanya separuhnya yang
sakit/nyeri (misal : demam, yang umum menyertai infeksi menyatakan persediaan cukūp untuk satu tahun. Dalam hal
viral) yang diberi antibiotika sistemik, walaupun belum jelas ini ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan ketidak-
diagnosa dan etiologi penyakitnya. Pengobatan gejala sakit cukupan tersebut. Diantaranya : harga ampisilin relatif mahal
dengan antibiotika jelas tidak tepat5, dan merupakan sehingga penerimaan jenis antibiotika tersebut relatif lebih
penggunaan salah antibiotika yang dapat mencetuskan ma- sedikit. Lima buah puskesmas menyatakan hanya cukup untuk
salah. persediaan 1–3 bulan saja. Lain halnya dengan kloramfenikol,
Pada tabel di atas juga diperlihatkan lebih jelas, preskripsi tetrasiklin dan trisulfa; kebanyakan puskesmas menyatakan
antibiotika sistemik paling banyak diberikan untuk penyakit cukup, dalam hal ini kemungkinan kar8na ke 3 jenis antibiotika
influenza, yaitu 20,5%. Di samping itu penggunaannya untuk tersebut relatif harganya murah sehingga penerimaan lebih
penyakit saluran napas bagian atas juga cukup banyak (17,4%), banyak. Khusus untuk eritromisin, walaupun hanya 12
penyakit infeksi usus (14,1%), penyakit tbc paru dan saluran puskesmas saja yang menyatakan kekurangan namun bukan
napas lain (12,4%), penyakit kulit dan jaringan bawah kulit berarti puskesmas lainnya menyatakan cukup, sebab ada
(10,8%) dan luka/cedera/kecelakaan (3,2%). beberapa puskesmas menyatakan tidak pernah menerima
antibiotika tersebut.
• Pola Kecukupan dan Kebutuhan Antibiotika di Puskesmas
Dalam penelitian terdahulu, kekurangan jenis dan jumlah KESIMPULAN :
obat terutama antibiotika telah sering dikeluhkan oleh pus- Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan :
kesmas2. Hasil penelitian ini. juga mengungkapkan hal yang • Pola preskripsi antibiotika di puskesmas mengungkapkan
sama, beberapa jenis antibiotika sistemik masih sangat di- bahwa antibiotika merupakan obat yang terbanyak dipreskrip-
butuhkan oleh hampir semua puskesmas yang diteliti (tabel 5). si.
Tabel 5. Kebutuhan Beberapa Jenis Antibiotika di Beberapa Puskesmas • Jenis antibiotika yang paling sering dipreskripsi adalah tri-
sulfa dan tetrasiklin. Kemungkinan disebabkan oleh harga yang
Jumlah puskesmas yang
Jenis Antibiotika Oral
Membutuhkan
% relatif murah atau penerimaan relatif lebih banyak
dibandingkan jenis lainnya.
1. Kapsul ampisilin 41 100,0
2. Kapsul kloramfenikol 41 100,0 • Pada penggunaan antibiotika, masih ada yang dapat di-
3. Kapsul tetrasiklin 39 95,1 golongkan irasional, misalnya penggunaan yang cukup banyak
4. Tablet trisulfa 41 100,0 untuk kasus influenza, gejala sakit yang belum jelas etiologinya
5. Xapsul eritromisin stearat 32 78,0
6. Tablet trimetoprim 20 48,8
dan kasus lain di mana adanya infeksi bakterial masih belum
jelas.
Ampisilin, kloramfenikol dan trisulfa ternyata dibutuhkan oleh • Beberapa jenis antibiotika ternyata sangat dibutuhkan oleh
semua puskesmas yang diteliti, demikian juga dengan hampir semua puskesmas seperti : ampisilin, kloramfenikol,
tetrasiklin 95,1% puskesmas menyatakan membutuhkannya. trisulfa dan tetrasiklin. Hal ini sesuai dengan pola penggunaan
Bila dihubungkan dengan pola penggunaan ke 4 jenis antibioti- di mama antibiotika tersebut memang inerupakan yang ter-
ka tersebut memang merupakan yang terbanyak dipreskripsi, banyak dipreskripsi.

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 5


• Persediaan ampisilin tidak cukup untuk kebutuhan pus- gunaan Obat Inpres di Kabupaten/Kotamadya, Rumah Sakit dan
Puskesmas. Laporan 1981/1982. Puslit Farmasi, BPPK–Depkes RI.
kesmas, hal ini diungkapkan oleh separuh puskesmas yang 3) International Classification of Diseases, IX Revision, 1975, vol 2,
diteliti. Kemungkinan disebabkan oleh relatif mahalnya an- WHO Geneva 1978.
tibiotika tersebut, sehingga jumlah penerimaan relatif lebih 4) Gan V, Gan S. Pola Penggunaan Antimikroba oleh Dokter Praktek
sedikit Swasta dalam Lingkungan Asuransi Kesehatan. Maj Kes Mas.
5) Goodman & Gillman. The Pharmacological Basis of Therapeutics, VI th
ed. London: The Macmilan Co, 1980.
KEPUSTAKAAN 6) Ball AP et al. Antibacterial Drugs Today. New York: AIDS Press,
1977.
1) Umi K dkk. Pola Resistensi Kuman Kokus terhadap Enam Janis 7) Burket LW. Oral Medicone Diagnosis and Treatment. Editor: Burket
Antibiotika di Wilayah Jakarta Timur, Kongres Nasional XII dan LW, 1971; pp 550–556.
Korngres Ilmiah VI ISFI – 1986, Yogyakarta. 8) Archer. Antibiotic Therapy. In: Oral and Maxillo Facial Surgery,
2) Abdul Chalid G dkk. Penelitian Perencanaan, Pengadaan dan Peng- vol 1, ed 5. eds. Archer. Philadelphia: WB Saunders Co, pp 410 – 418.

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


Tetrasiklin, Perlukah Dipermasalahkan?
Umi Kadarwati, Nani Sukasediati dan Ellen Wijaya
Pusat Penelitian dah Pengembangan Pharmasi,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan/
Departemen Kesehatan Rl, Jakarta

PENDAHULUAN Berdasarkan pemantauan beberapa peneliti telah dilaporkan


Sejak beberapa waktu lamanya telah dilaporkan adanya be. adanya gejala peningkatan resistensi kuman terhadap tetra-
berapa jenis kuman yang resisten terhadap tetrasiklin, terutama siklin, bahkan untuk kuman golongan kokus telah menunjuk-
kuman dari golongan kokus (40-80%). Ini menunjukkan, kan tingkat resistensi yang sangat tinggi, yaitu 40–80%4–7. Hal
penggunaan tetrasiklin sebagai antibiotika berspektrum luas ini sebenarnya menunjukkan bahwa penggunaan tetrasiklin
perlu dipertimbangkan dengan lebih teliti. sebagai antibiotika berspektrum luas perlu dipertimbangkan
Penggunaan tetrasiklin terlihat masih cukup tinggi di unit- lebih diteliti lagi.
unit pelayanan kesehatan masyarakat seperti Puskesmas dan Paparan tetrasiklin di masyarakat dapat dilihat dari
Rumah Sakit (20–40% dari seluruh antibiotika yang ada). banyaknya sediaan tetrasiklin yang diproduksi oleh pabrik
Paparan tetrasiklin di masyarakat dapat pula dilihat dari obat baik untuk keperluan manusia, hewan/ternak, maupun
banyaknya produsen yang memproduksi sediaan golongan tanaman.
tetrasiklin. Terdapat 155 llama dagang, di antaranya 61,9% Penggunaan antibiotika yang tidak mengenai sasaran, tidak
digunakan untuk manusia, 37,5% digunakan untuk hewan/ rasionil, di samping tidak menyembuhkan penyakit juga
ternak, dan 0,6% digunakan untuk anti hama. pada tanaman membawa dampak bagi lingkungannya, yaitu berupa pe-
jeruk. ningkatan junilah kuman resisten,. terjadinya resistensi silang
. Mengingat bahwa tetrasiklin masih dapat dimanfaatkan di antara kuman yang tidak sejenis dan bahkan dapat mengarah
untuk kasus-kasus tertentu', dan juga berdasarkan pertimbangan pada terjadinya super infeksi yang sulit diobati. Penggunaan
harga yang relatif cukup murah, mungkin sudah saatnya untuk antibiotika yang tidak rasional dapat diakibatkan oleh berbagai
dikaji lebih lanjut manfaat dan resiko penggunaannya pada saat sebab, yaitu dari pemakai (dokter, dokter hewan, peternak,
ini. pembasmi hama, kemungkinan juga orang awam) dan juga
faktor dari penyedia obat (keterbatasan dana, pabrik).
PENDAHULUAN Walaupun demikian, dalam beberapa hal atau keadaan
Tetrasiklin yang telah dikenal sejak tahun 1952 sampai seringkali pertimbangan aspek ekonomi mendapatkan prioritas
saat ini masih sering digunakan baik bagi manusia maupun melebihi yang lainnya.
untuk pengobatan hewan/ternak, bahkan akhir-akhir ini Salah satu sarana penunjang yang diharapkan dapat
banyak digunakan untuk membasmi hama tanaman jeruk membantu terciptanya terapi yang tepat dan rasional adalah
(CVPD)1,2. Sebagai antibiotika berspektrum luas, pada informasi yang lengkap dan benar. Namun nampaknya tidak
mulanya sangat efektif untuk menanggulangi berbagai infeksi demikian halnya keadaan sekarang. Indikasi yang diberikan
lkuman, antara lain kuman gram positif dan kuman gram nega- untuk tetrasiklin sangat bervariasi dan kadang-kadang bahkan
tif. Demikian halnya dengan kuman lain seperti rickettsia, tidak memberikan penjelasan yang diharapkan. Oleh karena
myco plasma, chlamydia, beberapa mycobacteria atypical, itu makalah ini khusus akan menyorot masalah-masalah
amuba dan sedikit terhadap fungi' ,3. Dengan telah lamanya infonnasi yang disampaikan oleh pabrik-pabrik obat yang
masa peredaran, tetrasiklin saat ini dapat digolongkan ke memproduksi berbagai macam sediaan tetrasiklin, yaitu de-
dalam kategori "obat tua" yang mau tidak mau dengan ber- ngan menggunakan buku-buku acuari ISO (1987), IIMS
jalannya waktu telah mengalami penurunan efektifitasnya. (1987), dan IOHI (1985) yang īnasih berlaku sampai seka-
rang9,10, sebagai sumber data.
Makalah ini disampaikan pada Seminar Nasional Antibiotika tanggal 9–11 Makalah ini diajukan dalam rangka uji coba penilaian
Juni 1987 di 1TB, Bandung.

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 7


kembali terhadap salah satu "obat. tua" yang mungkin sudah Tabel 2. Frekwensi distribusi bahan aktif pada sediaan tetrasiklin
(persentase).
tidak mendapatkan banyak simpati lagi karena perkembangan
teknologi yang sudah maju, namun pada kenyataannya masih Kelompok n(%) T(%) OT(%) KT(%) L(%)
banyak beredar di masyarakat.
SEDIAAN TETRASIKLIN DAN INFORMASI YANG DI- Obat manusia 61,9 42,6 11,6 – 7,7
Obathewan/ternak 37,5 8,4 18,1 9,0 2,0
SAMPAIKAN Obat tanaman 0,6 – 0,6 – –
Pola tersedianya obat untuk menunjang kesehatan masya-
rakat pada urnumnya selalu dikaitkan dengan program peme- Jumlah 100,0 51,0 30,3 9,0 9,9
rintah dalam menjangkau pelayanan kesehatan bagi masyarakat
luas, berdasarkan pola penyakit yang dominan di masyarakat Keterangan :
n = Jumlah merek dagang
dan demikian pula faktor-faktor ekonomis yang seringkali T = Tetrasiklin
bahkan menjadi faktor penentu. OT = Oksitetrasiklin
Persediaan tetrasiklin natnpaknya masih akan tetap tinggi KT = Klortetrasiklin
sampai dengan tahun 1990, walaupun ada kecenderungan L = Lain-lain
(Doksisiklin, Demeklosiklin, Minosiklin)
menurun jika dibandingkan dengan keadaan tahun 1980.
Satnpai saat ini tetrasiklin masih merupakan antibiotika
yang terbanyak yang tersedia di unit-unit pelayanan kesehatan Tabel 3. Frekwensi distribusi indikasi yang diberikan oleh produsen
seperti Pukesmas dan Rumah Sakit. Penggunaan tetrasiklin tetrasiklin (persentase).
pada unit-unit tersebut masih cukup tinggi, yaitu 20–40% dari
seluruh antibiotika yang tersedia pada unit-unit tersebut. Kelompok ISO(%) HMS(%) IOHI(%) N(%)
Penggunaan tetrasiklin yang tinggi juga terlihat dari paparan
Jumlah obat yang
tetrasiklin di masyarakat. Sediaan tetrasiklin saat ini disuplai diinformasikan: 63(31,6) 78(39,2) 58(29,2) 199(100)
oleh 63 pabrik untuk keperluan manusia, 19 pabrik untuk
keperluan hewan/ternak, dan I pabrik untuk tanaman jeruk – dengan petunjuk
jelas 44(22,1) 54(27,1) 22(11,1) 120(60,3)
(tabel 1)11. – dengan petunjuk
Dari berbagai pabrik tersebut dihasilkan 155 merek da- terbatas 11(5,5) 23 (11,6) 36(18,1) 70(35,2)
gang di pasaran, terdiri dari 61,9% (96) berupa obat untuk – tidak ada petunjuk 8(4,0) 1( 0,5) – 9(4,5)
manusia, 37,5% (58) untuk hewan/ternak, dan 0,6% (1) untuk
Keterangan :
tanaman. ISO = Informasi Spesialite Obat Indonesia
Tabel 1. Distribusi sediaan tetrasiklin dan turunannya berdasarkan IIMS = Indonesia Index of Medical Specialite
pabrik yang memproduksi dan merek dagang yang dipasarkan. IOHI = Index Obat Heenan Indonesia
N = Jumlah
Kelompok NI N2 (%)
Obat Manusia 63 96 (61,9) dengan indikasi yang jelas, 35,2% dengan indikasi terbatas.
Obat hewan/ternak 19 58 (37,5)
Obat,tanaman 1 1 ( 0,6)
Yang dimaksud dengan indikasi yang jelas adalah, walaupun
sudah terdapat petunjuk yang jelas namun bobotnya tidaklah
Jumlah 83 155 (100)
sama. Sehingga untuk mengetahui kebenaran indikasi tersebut
Keterangan : masih diperlukan pengkajian lebih lanjut. Sedangkan untuk
N1 = Jumlah pabrik yang memproduksi tetrasiklin.
indikasi yang terbatas adalah indikasi dengan ungkapan-
N2 = Jumlah merek dagang sediaan tetrasiklin.
ungkapan pendek seperti : infeksi jasad renik yang peka ter-
Dari tabel 1 juga terlihat, jumlah merek dagang sediaan tetra- hadap tetrasiklin, antibiotika berspektrum luas, untuk berbagai
siklin jauh lebih besar daripada jumlah pabrik yang mempro- infeksi, bahkan sebagian besar indikasi pada obat hewan/
duksinya. Berarti, satu pabrik memproduksi lebih dari satu ternak hanya menyatakan antibiotika untuk unggas/anak sapi/
sediaan tetrasiklin, terutama terlihat pada kelompok obat hewan kerbau/kelinci dan sebagainya atau kadang-kadang hanya ter-
/ternak. Apabila dilihat dari bahan aktif masing-masing tulis antibiotika saja.
sediaan, tetrasiklin banyak digunakan untuk obat manusia, Bervariasinya indikasi jelas untuk sediaan tetrasiklin
sedangkan untuk obat hewan banyak menggunakan oksitetra- dalam bentuk yang sarna seharusnya sejak lama perlu diper-
siklirl, demikian pula satu-satunya obat tanaman menggunakan tanyakan, terlebih lagi tampilnya indikasi terbatas dan bahkan
oksitetrasiklin (tabel 2). tanpa indikasi mina sekali. Ataukah karena sudah mempercayai
Dari tabel 2 terlihat pula, klortetrasiklin hanya digunakan pemakai obat yang dianggap selalu lebih mengetahui/
untuk ternak/hewan saja. Bahan aktif lain yang berupa doksi- berpengalaman dalam penggunaannya? (risk-benefit?).
siklin, demeklosiklin, dan minosiklin juga digunakan untuk
manusia, sedangkan untuk hewan/ternak baru menggunakan PEMBAHASAN
doksisiklin. Banyaknya merek dagang yang terdapat di pasaran me-
Dari seluruh sediaan tetrasiklin yang diinformasikan me- nunjukkan, tetrasiklin masih banyak digunakan/diperlukan
lalui ISO – IIMS – IOHI (199), 60,3% di antaranya disertai terutama untuk keperluan manusia dan hewan/ternak. Walau-

8 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


pun untuk keperluan tanaman hanya ada satu merek dagang plasebo masih meragukan nilai dari terapi tersebut. Dalam hal
saja, tetapi karena pemakaiannya untuk keperluan program ini penggunaan tetrasiklin yang menggunakan dosis rendah
nasional, kemungkinan penggunaannya dalam jumlah yang justru dihubungkan dengan lebih sedikitnya efek sampingan
cukup besar. Apabila dipelajari lebih lanjut, nampak perbedaan yang mungkin terjadi 1.
dalam pemilihan bahan aktif yang lebih banyak digunakan. Pendapat lain menyarankan penggunaan tetrasiklin secara
Tctrasiklin lebih banyak digunakan untuk keperluan manusia topikal, dibatasi hanya untuk penyakit mata saja. Salep mata
sedang oksitetrasiklin lebih banyak digunakan untuk hewan yang mengandung tetrasiklin efektif untuk rnengobati trakoma
dan satu-satunya sediaan untuk keperluan hama tanaman. dan infeksi lain pada mata oleh kuman gram positif dan negatif
Walaupun terdapat perbedaan dalam penggunaan bahan yang sensitif. Demikian pula diharapkan salep mata ini masih
aktifnya, namun hal itu tidak akan menghambat peningkatan dapat digunakan pula untuk profilaksis oftalmia neonatorum
resistensi kuman yang sudah resisten terhadap tetrasiklin. pada neonatus1,2.
Bahkan jumlah tersebut cenderung akan meningkat terus baik Di samping efek terapetik, tetrasiklin seperti juga anti-
untuk jenis yang sama maupun yang tidak sejenis sesuai de- biotika lainnya juga memberikan efek non terapi. Pewarnaan
ngan berjalannya waktu dan terjadinya resistensi silang. gigi pada anak telah banyak diketahui, namun di samping itu
W alaupun dari frekuensi distribusi indikasi yang diberikan masih banyak efek lain yang seringkali mengganggu, seperti
pada setiap sediaan tetrasiklin sebagian besar telah memberikan gangguan pada lambung (reaksi toksik dan iritatif), gatal dan
petunjuk yang jelas, namun bobot petunjuk itu tidaklah sama, syok anafilaktik (hipersensitivitas), bersifat toksik terhadap hati
bahkan boleh dikatakan sangat bervariasi. Beberapa petunjuk dan ginjal, serta terjadinya efek samping akibat terjadinya
yang seharusnya tidak sesuai lagi seringkali masih tertulis pada perubahan biologik.
indikasi. Demikian pula dengan petunjuk yang tidak lengkap Seperti antibiotika berspektrum luas lainnya, penggunaan
dan bahkan yang sama sekali tidak memberikan petunjuk tetrasiklin juga dapat menjadi penyebab terjadinya suppr
penggunaan, jelas akan memberikan masalah tersendiri, infeksi yaitu oleh kuman yang telah resisten dan kemungkinan
terutama bagi pemakai jasa informasi tersebut. Tidak semua juga jamur. Salah satu manifestasi super infeksi yaitu diare
pemakai mengetahui kondisi terakhir dari suatu antirbiotika sebagai akibat dari terganggunya flora normal dalam usus pada
melalui media informasi yang lain, demikian pula telah pengobatan dengan tetrasiklin.
diketahui, tidak semua pemakai adalah dokter. Sehingga Dengan demikian penggunaan tetrasiklin haruslah diputus-
apabila kebijakan seluruhnya diserahkan kepada pemakai kan dengan hati-hati (lebih teliti) tidak diberikan pada wanita
sendiri, kemungkinan terjadinya penggunaan yang tidak hamil; tidak diberikan pada anak-anak jika tidak disertai dengan
rasional menjadi lebih besar, yang sclanjutnya akan inem- indikasi kuat, dan tidak diberikan untuk tujuan profilaksis.
pengaruhi perkembangan resistensi yang terjadi. Oleh karena
itu, sudah sewajarnyalah apabila produsen selalu memper- • Sebagai Obat Manusia
siapkan petunjuk yang lengkap dan benar yang selalu di- Penggunaan tetrasiklin untuk pengobatan manusia pada
evaluasi setiap jangka waktu tertentu untuk tetap memper- umumnya diberikan berdasarkan permintaan dokter. Dengan
tahankan informasi yang terbaru setiap saat. semakin dikenalnya tetrasiklin sebagai obat yang diharapkan
Efek terapetik tetrasiklin adalah pada penanggulangan kemanjurannya, tidaklah mengherankan apabila kemudian
penyakit infeksi dan sebagai bahan tambahan pada rnakanan tetrasiklin banyak diproduksi oleh banyak pabrik (63) yang
ternak untuk memacu pertumbuhan. Penyakit yang dapat diobati sampai saat inipun masih nampak demikian. Walaupun telah
dengan tetrasiklin adalah: Infeksi Riketsial, infeksi Chlamydia banyak dilaporkan adanya kuman-kuman yang resisten ter-
(kelompok Psitakosis-Limfogranuloma venereum),infeksi Myco- hadap tetrasiklin, nampaknya tidak terlihat adanya usaha nyata
plasma pneumoniae, infeksi Hasil (Bruselosis, Tularemia, untuk ikut menyampaikan informasi tersebut. Hal ini terlihat
Kolera, Sampar), Infeksi Venerik (Gonore, Sifilis, Ulkus Molle, dari beragamnya indikasi yang diberikan pada kegunaan sedia-
Granuloma Inguinale), Akne Vulgaris dan infeksi lain (Actyno- an tetrasiklin yang dipasarkan, sebagian dari indikasi tersebut
micosis, Frambosia, Gas Gangren, Leptospirosis, Muco- sama sekali tidak memberikan penjelasan, nampaknya lebih
viscidosis, infeksi Saluran Kemih)3,12 . Sebagai antibiotika cenderung menyerahkan kegunaan obat kepada dokter yang
untuk menanggulangi infeksi kokus saat ini sudah dirasakan akan menggunakannya. Sebenarnya keadaan tersebut dapat di-
kurang bermanfaat, karena semakin banyak strain kuman yang mengerti, apalagi bagi golongan antibiotika yang pada umum-
te]ah menjadi resisten. W alaupun demikian, tetrasiklin nya akan mengalami perubahan efektifitas. Namun hal ini
mungkin masih bermanfaat bagi penderita yang tidak tahan sebenarnya dipandang kurang etis. Sebagai produsen ohat,
terhadap penisilin. Tetrasiklin sama sekali tidak dianjurkan dengan sendirinya telah mempunyai kelengkapan sarana
untuk infeksi meningokokal apabila masih ada antibiotika [lain pemberi informasi (apoteker, laboratorium, kepustakaan),
yang masih efektif. Saat ini di luar negeri tetrasiklin tidak `lagi tentunya dapat memberikan sutnbangan yang lebih sempurna.
dianjurkan untuk penyakit yang disebabkan oleh Stafilokokus Hal ini juga mengingat bahwa tidak semua dokter dal= keadaan
dan Strep. pyogenes, walaupun nampaknya Strep. pneumoniae yang selalu siap mengetahui keadaan obat saat ini. Dalam hal
telah menunjukkan penurunan tingkat resistensinya. tetrasiklin, kemungkinan lain adalah karena sifatnya yang
Tetrasiklin banyak dilaporkan sangat efektif untuk berspektrum luas sehingga banyak alternatif lain yang mungkin
terapi akne, yaitu pada dosis yang amat kecil. Diperkirakan masih dapat dijaring.
tetrasiklin tersebut dapat menurunkan kandungan asam lemak Tetrasiklin walaupun masih banyak diproduksi namun
dalam sebum. Walaupun tetrasiklin diakui efektifitasnya ter- nampaknya memang sudah tidak banyak dipreskripsi oleh
hadap akne, namun beberapa studi silang yang menggunakan dokter melalui apotik swasta. Preskripsi tetrasiklin pada
Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 9
umumnya berasal dari dokterkulit, dokter umum dan dokter juga dilaksanakan.
gigi. Menurunnya penggunaan tetrakslin kemungkinan sejalan
dengan makin banyaknya antibiotika baru yang diperkenalkan KESIMPULAN
dengan lebih banyak "kelebihan" masing-masing. Demnikian 1) Walaupun tetrasikin merupakan "obat tua" namun masih
pula dengan telah terbukti adanya efek samping yang meng- tetap dipertahankan kegunaannya di dalam waktu yang cukup
ganggu terutama pada anak-anak dan gangguan-gangguan lain lama, nampaknya memang perlu diperrnasalahkan.
sebagai akibat dari efek toksiknya. 2) Masalah pertama yang perlu diketengahkan adalah masa-
Banyaknya sediaan tetrasiklin digunakan di P sskesmas lah perlunya infonnasi yang lengkap dan benar mengenai status
dan rumah sakit kelas C dan D dapat dimengerti, karena pola terakhir dari obat.
pelayanan obat pada unit-unit pelayanan kesehatan pemerintah 3) Masalah ke dua adalah perlunya pemantauan terhadap
pada dasarnya tidak lepas dari tujuan pemerataan pelayanan buku-buku pegangan/petunjuk pemakaian obat. Dari penelitian
kesehatan yang dapat menjangkau masyarakat luas dan di- yang telah dilakukan, terlihat, 60,3% memberikan petunjuk
sesuaikan pula dengan dana yang tersedia. Tetrasiklin sampai jelas namun belum tentu benar; 35,2% memberikan petunjuk
saat ini masih merupakan jenis antibiotika dengan harga yang terbatas yang berarti belum tentu jelas din benar, bahkan 9%
relatif murah, namun walaupun demikian sangat diharapkan tanpa memberikan penjelasan sama sekali yang berarti seluruh-
bahwa penggunaannya hams tetap diusahakan serasional nya diserahkan kepada kebijakan pemakai masing-masing.
mungkin. Dengan kemungkinan laju resistensi dapat dihambat 4) Masalah ke tiga adalah perlunya selalu diadakan pemantau-
peningkatannya dan bahkan mungkin dapat ditekan selama an terhadap residu tetrasiklin pada hasil olah ternak/hewan dan
tetrasiklin masih dapat dimanfaatkan. tanaman jeruk yang mendapatkan perlakuan tertrasiklin.
5) Masalah ke ernpat adalah perlunya selalu dipantau adanya
• Sebagai Obat Hewan kuman-kuman yang resisten terhadap tetrasiklin, balk yang
Seperti juga kegunaannya bagi manusia, tetrasiklin untuk sudah menunjukkan maupun yang baru mulai resisten.
pengobatan hewan antara lain dimaksudkan untuk: Pasteurel- 6) Masalah ke lima, yang tidak kalah pentingnya adalah
losij, (ternak , domba, babi), Leptospirosis (ternak), Vibriosis masalah efek samping dari penggunaan tetrasiklin, terutama
(domba), Anaplasmosis, Virus pneumoniae (babi); Virus yang mengarah pada kemungkinan terjadinya super infeksi.
Influensa, dan pneumonia (domba)13
Dari penelitian terhadap sediaan tetrasiklin untuk hewan/
ternak, terlihat, untuk pengobatan hewan/ternak mencapai lebih
dari separuh obat untuk manusia. Berarti bahwa paparan KEPUSTAKAAN
tetrasiklin yang berasal dari obat hewan cukup besar. Apabila
1. AMA Drug Evaluations. 5th ed. Chicago, Illinois: American Medical
pengelolaan terhadap tetrasiklin untuk obat hewan tidak Association. 1983; 1265-7.
diperlakukan sama dengan obat manusia, akan memberikan 2. Pedoman Penggunaan Gejala Penyakit CVPD. Direktorat Jendral
darnpak yang jelas tidak menguntungkan. Banyaknya sediaan Pertanian Tanaman Pangan, Jakarta, 1984.
tetrasiklin di Poultry Shop memberikan peluang tetrasiklin 3. Merle A Sande and Gerald L Mendell. Antimicrobial Agents. In:
Alfred Goodman Gilman, Louis S Goodman, Theodore W Rail,
dapat diperoleh orang awam baik untuk keperluan sendiri Ferid Murad (ed). Goodman and Gilman's The Pharmacological
(pengobatan) maupun untuk ternak (pengobatan dan bahan Basis of Therapeutics. New York: Macmillan Publishing Co. 7th
tan.bahan makanan ternak), namun kebenaran hal ini masih ed. 1170-1.
perlu dibuktikan. Mengingat bahwa tetrasiklin selain digunakan 4. R Iswara S dkk. Pola Kepekaan Kuman Patogen terhadap Beberapa Janis
Antimokroba di Medan sejak 1980 hingga Medio 1981. Mikrobiologi di
sebagai obat (kuratif, prefentif) juga sebagai tambahan Indonesia. 1983; 370-2.
makanan ternak untuk pemacu pertumbuhan, maka kemung- 5. Suharno J dkk. Pola Resistensi Kuman Yang Diisolasi dari Dalam
kinan adanya residu tetrasiklin dalam hasil olah hewan/ ternak dan Luar Rumah Sakit. Makalah Simposium Infeksi Nosokomial.
perlu selalu dilakukan pemantauan. Penggunaan tetrasiklin oleh 1980; 8-10.
6. Usman CW dkk. Isolasi Kuman Kokus dari Usapan Tenggorokan
orang wain dikhawatirkan akan menunjang laju resistensi dari Anak-anak Sehat di Jakarta dan Gambaran Tes Resistensi terhadap
kuman-kuman yang semula sensitif. Demikian pula terjadi pada Antibiotika_ Kumpulan Makalah Seminar Mikrobiologi II. 1981;
penggunaan tetrasiklin secara irasional lainnya. Sedangkan 5-7.
untuk rnenanggulangi hal-hal demikian jelas diperlukan 7. Umi Kadarwati dkk. Penelitian Pola Resistensi Kuman terhadap
Enam Janis Antibiotika di Wilayah Jakarta Timur. Badan Penelitian dan
informasi yang lengkap dan benar dan sampai pada pemakai. Pengembangan Departemen Kesehatan. 1984/1985.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa petunjuk yang sangat 8. ISO Indonesia. Edisi Parmako Terapi. Ikatan Sarjana larmasi Indonesia.
terbatas, paling banyak adalah untuk obat hewan. Jakarta. 1987: 9: 53-60.
9. IIMS. IMS Pasific Ltd. Hongkong. 1987;16(1): 149-55.
10. IOHI. Departemen Pertanian, Jakarta 1985; I: 15-50.
Sebagai Obat Hama Tanaman 11. Retno Gitawati dkk. Penelitian Pendahuluan Penggunaan Obat di
Penggunaan tetrasiklin sebagai antihama yaitu dengan Puskesnras, RSU Kelas C dan D. Badan Penelitian dan Pengembangan
jalan penyuntikan batang pohon jelas memungkinkan ter- Departemen Kcsehatan. 1984/1985.
dapatnya residu pada tetrasiklin setiap bagian dari tanaman 12. Setiabudy R. Golongan Tetrasiklin dan Kloramfenikoi. Farmakologi
dan Terapi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI. 1980; 2:
tersebut, terrnasuk bagian yang akan di makan oleh manusia. 527-33.
Oleh karenanya pemantauan terhadap residu tetrasiklin pada 13. Daykin PW. Veterinary Applied Pharmacology and Therapeutics. London:
buah jeruk yang telah mendapatkan perlakuan tersebut, perlu Bailliere, Tindall and Co. 1960; 544-5.

10 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


Pole Resistensi Kuman Streptokokus
dari Asbes Dentoalveolar Terhadap Tiga
Antimikroba Golongan Penisilin
Nani Sukasediati, Ellen Wijaya, Hertiana Ayati, Martuti B.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN cara cakram. Cakram antibiotika yang digunakan adalah


Golongan penisilin merupakan segolongan antimokroba ampisilin 10 ug, metisilin 10 ug dan penisilin 1,5 IU produksi
yang terhitung tua. Peranannya dalam penanggulangan infeksi Oxoid Limited England. Batas kepekaan ditentukan oleh lebar
sampai saat ini, tidak diragukan. Pada infeksi yang disebabkan zone hambatan pada antibiotika berdasarkan ketentuan dari
oleh kuman gram +, khususnya streptokokus, penisilin-G oxoid sebagai berikut :
merupakan obat terpilih. Meskipun demikian, penisilin-G tidak − resisten : bila lebar zone hambatan 0 – < 2 mm
banyak digunakan untuk infeksi tersebut. Kemungkinan − intermedeiate : bila lebar zone hambatan 2 – 3 mm.
terjadinya syok anafilaktik merupakan salah satu alasan untuk − sensitif : bila lebar zone hambatan > 3 mm.
tidak menggunakan penisilin-G secara parenteral1,2. Sampai
saat ini sensitivitas penisilin-G terhadap streptokokus masih
dianggap paling baik, namun kemungkinan dapat terjadi HASIL
resistensi silang dengan antimikroba segolongan3 . Kuman streptokokus ditemukan dalam 75 sampel yang
Kota-kota besar di mana terdapat banyak pilihan anti- terkumpul. Dengan metoda hemolisa diperoleh 82,6% (62
mikroba lain, frekuensi penggunaan penisilin-G makin sedikit. sampel) adalah Streptokokus viridans (tipe a), 13,3% (10
'ilihan lebih banyak pada antimokroba lain, seperti ampisilin sampel) tipe β dan sebagian kecil streptokokus tipe y, yaitu
meskipun teoretis efektifitasnya lebih rendah. Ampisilin adalah 4,0% (3 sampel). Dari sejumlah tersebut, diperoleh pola
golongan penisilin dengan spektrum lebih luas dari pada resitensi kuman streptokokus terhadap ke 3 jenis antimikroba
penisilin-G1,2. yang dapat dilihat pada tabel berikut :
Frekuensi penggunaan antimikroba yang tinggi, apalagi
untuk indikasi yang kurang tepat, berakibat pada semakin
berkembangnya resistensi. Penelitian ini bermaksud mencari Tabel 1. Frekuensi Distribusi Kepekaan Kuman Streptokokus Terhadap
gambaran resistensi streptokokus terhadap 3 antimikroba Ampisilin, Penisilin-G dan Metisilin.
golongan penisilin dan kemungkinan adanya resistensi silang
antara sesama antimikroba tersebut. Jenis antimikroba Jumlah Jumlah Total
Resisten sensitif
BAHAN DAN CARA KERJA n % n % n %
Sampel diambil dari "pus" penderita abses dentoalveolar ampisilin 25 33,3 50 66,7 75 100
1engan kriteria penderita sebagai berikut : penderita tidak penisilin-G 28 37,3 47 62,7 75 100
minum antibiotika selama 3 bulan terakhir. Sampel adalah
penderita rawat jalan berasal dari 6 rumah sakit di DKI Jakarta metisilin 34 45,3 41 54,7 75 100
selama 3 bulan, yang dikumpulkan secara case finding purposif.
Pada sampel dilakukān pemeriksaan mikrobiologi sebagai Untuk lebih jelas dapat dilihat pada diagram di bawah ini
berikut : "pus" penderita sebagai sampel, sebelum 24 jam (Lihat Diagram I)
dibawa ke Laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan secara
mikrobiologi (isolasi dan identifikasi) kuman streptokokus. Pada tabel 2 dapat dilihat perincian pola resistensi ber-
Kemudian dilanjutkan dengan percobaan resistensi kuman se- dasarkan tipe hemolisanya.

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 11


Tabel 2. Frekuensi Distribusi Resistensi Kuman Streptokokus Me- Diagram I. Grafik Persentase Kepekaan Kuman Streptokokus Ter-hadap
nurut Tipe Hemolisa Terhadap Ampisilin, Penisilin-G dan Ampisilin, Penisilin-G dan Metisilin.
Metisilin

Tipe Kuman Streptokokus Total


Jenis antimikroba
Α Β γ resisten
ampisilin 17 5 2 25
penisilin-G 19 6 2 28
metisilin 24 8 2 34

Selanjutnya pada tabel 3, terlihat resistensi kuman strep-


tokokus terhadap lebih dari satu antimikroba, bahkan di-
antaranya resisten terhadap ketiga antimikroba tersebut.
Tabel 3. Frekuensi Distribusi Resistensi Silang Kuman Streptokokus
Diantara Ampisilin, Penisilin-G dan Metisilin.

Jenis Antimikroba ampisilin penisilin-G metisilin


ampisilin 25 – 24 21
penisilin-G 28 24 – 23
metisilin 34 22 24 –

Disamping itu terdapat 19 sampel resisten terhadap ketiga


antimikroba di atas.

DISKUSI
Penisilin-G merupakan obat terpilih untuk infeksi strepto-
kokus, namun tidak banyak digunakan dalam bidang kedokter-
an gigi. Reaksi anafilaktik yang mungkin terjadi setelah pem-
berian penisilin-G parenteral nampaknya terlalu dianggap
berat. Sediaan penisilin per oral seperti penisilin-V belum po-
puler karena relatif lebih mahal, meskipun penisilin-V meru-
pakan alternatif yang cukup baik untuk infeksi gigi. Setelah
penisilin-V, alternatif berikutnya adalah eritromisin. Namun
karena efek sampingnya yang cukup mengganggu dan harga-
nyji juga relatif maim] maka pemakaiannyapun terbatas4. K
mulut, sehingga strain yang semula sensitif akan mati dan
arena sebab-sebab tersebut maka kebutuhan untuk mengatasi
digantikan oleh strain yang resisten2.
infeksi lebih banyak dipenuhi oleh ampisilin.
Pada tabel 3, ditunjukkan resistensi streptokokus terhadap
Ampisilin dianggap menguntungkan karena dapat di-
lebih dari 1 macam antimikroba tersebut. Secara terbatas dapat
berikan per oral. Pemakaian ampisilin jauh lebih luas dari pada
dikatakan, sebagian kuman yang resisten terhadap I antibiotika
penisilin-G5. Meskipun demikian dari tabel 1 nampaknya tidak
mungkin akan resisten pula terhadap antibiotika lain yang
terdapat perbedaan tingkat resistensi pada ketiga jenis
masih segolongan3.
antimikroba tersebut.
Metisilin lebih tepat digunakan untuk strafilokokus
Hasil penelitian ini meskipun belum menggambarkan
penghasil penisilinase, karena sebagian benar stafilokukus
secara benar, namun telah ada indikasi terjadinya resistensi
menghasilkan /3 laktamase dan resisten terhadap penisilin-G.
terhadap penisilin-G secara mikrobiologik.
namun beberapa strain streptokokus cukup "susceptible"
Streptokokus tipe a, yang biasa disebut Streptokokus
terhadap metisilin' . Dalam ISO 1987, produk metisilin belum
viridans merupakan tipe streptokokus yang paling banyak
tercantum, metisilinpun hanya diberikan secara parenteral,
terdapat dalam rongga mulut6'7. Bila ditinjau persentase kuman
karena itu dapat dikatakan bahwa penggunaannya hampir tidak
yang resisten terhadap keseluruhan, hanya 27,4% streptokokus
ada. Namun dari hasil uji resistensi ini menunjukkan bahwa
a yang resisten terhadap ampisilin, 30,6% yang resisten
streptokokus dari abses gigi tidak cukup peka terhadap
terhadap penisilin-G.
metisilin, karena sensitivitasnya hanya 54,7%.
Semula diduga bahwa penisilin-G lebih sensitif dari pada
Keadaan ini semua telah merupakan petunjuk untuk
ampisilin karena jarang digunakan. Ternyata menurut peneliti-
menggunakan antibiotika hanya pada keadaan yang memang
an ini telah ada indikasi terjadinya resistensi streptokokus
membutuhkan, seperti profilaksis antibiotika pada penderita
terhadap penisilin-G. Hal ini dapat disebabkan karena penisilin
cacat katup jantung pada waktu dilakukan manipulasi gigi
diekskresikan dalam air liur, dengan demikian mudah mem-
Terjadinya resistensi pada pengobatan abses dentoalveolar.
pengaruhi pola resistensi streptokokus a di dalam rongga
tidak hanya disebabkan oleh penggunaan antibiotika pada

12 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


kedokteran gigi saja. Penggunaan antibiotika di luar kedokteran dentoalveolar tidak cukup peka terhadap metisilin.
gigi pun akan dapat menyebabkan kerugian atau kegagalan
pengobatan infeksi gigi. Seperti pada penderita cacat katup
jantun,g yang pernah mendapat pengobatan penisilin, baik
.sebelum ataupun sedang berjalan. Maka profilaksis antibiotika KEPUSTAKAAN
tidak hanya dengan prokain-penisilin saja, sebab streptokokus a 1. AMA Drug Evaluations, 6th. Edition, American Medical Association,
mungkin sudah resisten terhadap penisilin4. Chicago, Illinois, 1986 : 1291-1335.
2. Garrod LP, Lambert HP and O'Grady F. Antibiotic and Chemotherapy,
KESIMPULAN 5th. ed., Edinburgh: Churchill Livingstone, 1981: 298-302.
3. Vincent HS Gan, Antimikroba dalam: Sulistia Gan editor, Farmakologi
• Kuman streptokokus dari abses dentoalveolar. yang dan Terapi, Bagian Farmakologi FKUI, Jakarta, 1980: 443 -461.
sebagian besar adalah streptokokus tipe a, telah menunjukkan 4. Darmansyah I. Pemilihan Antibiotika Untuk Infeksi Gigi dalam:
resistensi terhadap ampisilin, penisilin-G dan metisilin. Honggowidjojo H, Hidayat D, Subandoro S, Liesdianingsih Y, Forum
• Penggunaan ampisilin perlu dibatasi pada keadaan yang Ilmiah II, FKG-Universitas Trisaksi, Jakarta, 1987: 9-12.
5. Wijaya E, Sukasediati N, Gitawati R, Kadarwati U, Penggunaan
memang membutuhkan. Profilaksis dengan penisilin sebelum Antibiotika di Beberapa Puskesmas dan Beberapa Faktor Yang Berkaitan,
manipulasi gigi pada keadaan yang membutuhkan, perlu di- Seminar Nasional Antibiotika, ITB, 1987.
perhatikan karena telah ada indikasi resistensi streptokokus 6. Schuster GS, Streptococci and Streptococcal Infections, in Schuster GS
terhadap penisilin. (editor). Oral Microbiology and Infectious Disease. 2nd. student ed.,
Baltimore: Williams & Wilkins, 1980: 279-288.
• Karena adanya resistensi streptokokus terhadap ke 3 anti- 7. Dillon HC, Caseel GH, Streptococci in Mc.Ghee JR, Michaels SM, Cassel
mikroba tersebut, maka perlu dilakukan penelitian yang lebih GH (editor), Dental Microbiology, Philadelphia : Harper & Row
luas tentang sensitifitas kuman streptokokus terhadap penisilin- Publishers, 1982: 338-415.
8. Sudarmono Pratiwi, Kebijakan Pemakaian Antibiotika Dalam Kaitannya
G maupun terhadap sediaan penisilin oral seperti penisilin-V,
dengan Resistensi Kuman dalam Simposium Perkembangan antibiotika
di klinik dan di laboratorium mikrobiologik. pada Penanggulangan Infeksi dan Resistensi Kuman, IAMKI, Jakarta,
• Secara mikrobiologik, kuman streptokokus dari abses 1986.

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 13


Gambaran Resistensi Kuman Streptokokus
dari Abses Dentoalveolar Terhadap Tiga
Antibiotika di Wilayah DKI Jakarta
Hertiana Ayati*, Soenarso B.**, Nani Sukasediati*, Umi Kadarwati*
* Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta
* * Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta

PENDAHULUAN Sebagai salah satu upaya untuk mengungkapkan tingkat


resistensi kuman di masyarakat, dilakukan penelitian pola
Antibiotika yang telah terbukti bermanfaat bagi penyem-
resistensi kuman streptokokus hemolitikus dari abses gigi di
buhan infeksi sejak mulai awal ditemukannya, sekarang mulai
wilayah DKI Jakarta.
menimbulkan masalah. Hal tersebut terjadi karena pengguna-
Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan pola resis-
annya yang terus-menerus meningkat dan tidak terkendali
tensi kuman penyebab penyakit infeksi gigi dan mulut terhadap
dengan baik. Masalah yang terpenting dalam hal ini adalah
antibiotika yang serinA digunakan. Untuk penelitian ini dipilih
timbulnya strain kuman yang resisten terhadap berbagai jenis
kuman-kuman dari species streptokokus yang merupakan
antibiotika.
kuman penyebab terbanyak dan terpenting pada penyakit
Antibiotika yang dikonsumsi masyarakat Indonesia pada
infeksi gigi dan mulut4,5. Sedangkan antibiotika yang diuji
tahun 1985 mencapai 28,8% dari seluruh obat yang dipre-
adalah ampisilin, tetrasiklin dan eritromisin.
skripsi, sedangkan penggunaan antibiotika di negara lain hanya
12 – 14%. Beberapa jenis yang cukup banyak digunakan adalah
BAHAN DAN CARA KERJA
tetrasiklin, penisilin, kloramfenikol, eritromisin dan
Sampel adalah pus dari penderita abses dentoalveolar
streptomisin beserta turunannya. Seperti juga di negara negara
dengan kriteria penderita sebagai berikut :
lain, penggunaan antibiotika tersebut telah mencapai tingkat
yang berlebihan dan banyak di antaranya digunakan secara • penderita dengan diagnosis abses dentoalveolar.
tidak tepat1. • penderita rawat jalan.
Dari observasi terhadap penulisan resep dokter gigi di • kunjungan pertama untuk diagnosis tersebut.
Jakarta (1986), didapatkan bahwa 78;6% resep dokter gigi • penderita tidak minum antibiotika selama 3 bulan terakhir
mengandung antibiotika, dan yang terbanyak ditulis adalah (berdasarkan anamnesis).
ampisilin (63,6%) disusul oleh tetrasiklin (31,1%) dan eritro- • penderita bukan pasien rujukan.
misin (5,3%)2. Seperti telah diketahui, lamanya penggunaan • keadaan umum penderita baik.
dan tingginya frekuensi penggunaan antibiotika akan me- • pada pemeriksaan ekstra oral terdapat:
nentukan dampaknya terhadap resistensi kuman. Iswara dan – tanda-tanda abses.
kawan-kawan (1981) mengemukakan hasil penelitiannya di – abses mencapai superfisial.
Medan, yaitu bahwa ampisilin dan penisilin telah kurang – fluktuasi positif.
me*ivaskan untuk membunuh kuman stafilokokus dan tetra- • pada pemeriksaan intra oral didapatkan:
siklin, bahkan kurang memuaskan untuk infeksi kuman pada – gigi penyebab nonvital/karies profunda/gangren pulpa/
umumnya. Sedangkan Umi Kadarwati dan kawan-kawan gangren radiks.
(1985) melaporkan, streptokokus beta hemolitikus, strepto- – periodontitis.
kokus pnemoniae dari usap tenggorok anak sehat dan anak – perkusi positif.
sakit di Jakarta Timur telah menunjukkan resistensi terhadap – mucobucalfold terangkat.
tetrasiklin, streptomisin, kloramfenikol, ampisilin, eritromisin • kuman didapat dari isolat pus penderita tersebut di periksa
dan penisilin G walaupun dalam tingkat yang berbeda. Resis- di bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universi-
tensi terhadap tetrasiklin adalah yang tertinggi pada penelitian tas Indonsia selama bulan Juli – September 1986. Kuman
tersebut3 yang diteliti adalah streptokokus tipe alfa, streptokokus

14 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


hemolitikus tipe beta dan streptokokus tipe gama. Tabel 2. Distribusi Kepekaan terhadap Antibiotika.
• Penentuan klasifikasi streptokokus dilakukan menurut cara Kepekaan
Brown, berdasarkan daya hemolisis pada agar darah. No. Antibiotika Jumlah
Peka Resisten
• Alat pengumpul data pada penelitian ini adalah formulir n % n % n %
isian dan,alat-alat laboratoriurn. 1. Ampisilin 50 66,7 25 33,3 75 100
• Antibiotika yang dipergunakan berupa multodisk yang 2. Eritromisin 69 92,0 6 8,0 75 100
mengandung 10 ug ampisilin, 10 ug eritromisin dan 10 ug 3. Tetrasiklin 30 40,0 45 60,0 75 100
tetrasiklin produksi Oxoid Limited England'dengan nomor Keterangan :
kode 2023E. Resistensi : lebar zona hambatan kurang dari 2 mm.
• Aktivitas antibakteri : Intermediate : lebar zona hambatan 2 - 3 mm.
Peka : lebar zona hambatan lebih dari 3 mm.
Penentuan kepekaan kuman secara cakram memakai agar
nutrien + darah biri.
Tabel 3. Distribusi Jenis Streptokokus yang Resisten terhadap masing-
• Penentuan batas kepekaan berdasarkan ketentuan dari masing antibiotika.
Oxoid.
Jenis
HASIL DAN PEMBAHASAN. No. Antibotika Streptokokus yang Resisten Jumlah
Dari 75 sampel yang diperiksa, Streptokokus tipe alfa atau alpha beta gama
yang biasa disebut Streptokokus viridans merupakan jenis yang n % n % n % n %
terbanyak (82,7%), dibandingkan dengan kedua streptokokus 1. Ampisilin 16 21,3 7 9,3 2 2,7 25 33,3
tipe lainnya. Hal ini karena streptokokus tipe alfa merupakan 2. Eritromisin 2 2,7 2 2,7 2 2,7 6 8,1
jenis streptokokus yang banyak terdapat di dalam rongga 3. Tetrasiklin 36 48,0 7 9,3 2 2,7 45 60,0
mulut4-9.
Tabel 1 menunjukkan, streptokokus tipe alfa terdapat paling Jakarta (1986), 78,6% resep dokter gigi mengandung anti-
banyak pada abses gingival (37,5%). Hal ini terjadi karena biotika, dan antibiotika yang ditulis terdiri dari ampisilin
memang sampel dari abses gingival adalah sampel yang paling 63,6%, disusul dengan tetrasiklin 31,1% sedangkan eritromisin
banyak terambil dalam penelitian ini. hanya 5,3%2.
Tabel 1. Distribusi Jenis Kuman menurut Diagnosis. Penelitian ini menunjukkan, 33,3% streptokokus dari abses
Jenis abses Jenis Streptokokus
gigi telah resisten terhadap ampisilin, yang menunjukkan
No. dentoalveolar Jumlah bahwa ampisilin pun telah mulai menunjukkan keterbatasannya
(Archer) alfa beta gama
untuk digunakan dalam pengobatan infeksi gigi. Dibidang
% % % %
kedokteran gigi, indikasi pemberian antibiotika adalah kasus-
1. submukosal 12 16 0 0 2 2,7 14 18,7
2. gingival 28 37,5 5 6,7 1 1,3 34 45,3 kasus penyakit gigi dan mulut yang sudah mengalami infeksi
3. fasial 6 8 2 2,7 0 0 8 10,7 seperti halnya abses dentoalveolar akut. Selain itu juga lazim
4. sublingual 0 0 1 1,3 0 0 1 1,3 digunakan sebagai terapi pasca pencabutan gigi yang disertai
5. submandibular 16 21,3 2 2,7 0 0 18 24.
luka dan cedera jaringan yang luas seperti odontektomi,
Jumlah 62 82,6 10 13,4 3 4 75 100,0
ekstraksi multipel dan lain-lain, terutama pada pasien dengan
Secara umum pada penelitian ini, kepekaan streptokokus higiene mulut yang buruk11. Hanya pada keadaan tertentu
terhadap eritromisin adalah yang paling tinggi (92%), sedang- profilaksis antibiotika dapat dibenarkan, misalnya untuk
kan kepekaan terhadap tetrasiklin adalah yang paling rendah mencegah timbulnya endokarditis pada penderita cacad katup
(40%) dan kepekaan terhadap ampisilin 66,7% (tabel 2). Secara jantung yang akan dimanipulasi giginya10. Pada pasien tersebut
lebih terinci, jenis-jenis streptokokus yang resisten terhadap biasanya dilakukan rujukan terlebih dahulu kepada dokter
masing-masing antibiotika yang diteliti dapat dilihat pada tabel umum/dokter spesialis dan resep antibiotika biasanya akan
3. Tabel ini memberikan kesan bahwa tidak terdapat perbedaan diberikan oleh dokter umum/ spesialis yang ditujuk tersebut.
antara resistensi kuman streptokokus alfa, beta dan gama Dengan mengikuti indikasi dan aturan pemberian antibiotika
terhadap ke 3 antibiotika tersebut. Pada umumnya ketiga jenis yang tepat, dapat diharapkan akan terjadi penghambatan laju
streptokokus telah menunjukkan resistensi yang tinggi terhadap peningkatan resistensi kuman.
tetrasiklin (60%) sedangkan terhadap ampisilin 33,3%. Lain halnya dengan tetrasiklin, nampaknya pemakaian
Perangai kepekaan maupun resistensi kuman penyebab tetrasiklin dikalangan dokter gigi tidak sebanyak ampisilin bila
infeksi terhadap antibiotika senantiasa mempunyai kecende- ditinjau dari observasi resep di apotik swasta2 namun yang
rungan berubah sesuai dengan penggunaannya. Penggunaan tidak diketahui adalah pehggunaan tetrasiklin dikalangan
yang terus-menerus meningkat dan tidak terkendali dengan dokter gigi di unit-unit pelayanan kesehatan pemerintah,
baik akan menimbulkan masalah peningkatan resistensi kuman terutama puskesmas. Tingginya resistensi terhadap tetrasiklin
terhadap antibiotika10 sampai saat ini memberikan dugaan besarnya pemakaian tetra-
Bila dilihat pola penggunaan obat dikalangan dokter gigi siklin di masyarakat. Di unit pelayanan kesehatan pemerintah
yang diobservasi dari resep-resep dari apotik swasta di terutama Puskesmas, tetrasiklin merupakan antibiotika yang

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 15


paling banyak tersedia12. Disamping itu tetrasiklin tidak hanya siklin di masyarakat (untuk manusia, hewan dan tanaman).
digunakan untuk pengobatan pada manusia, akan tetapi juga • Walaupun resistensi terhadap eritromisin da.lam penelitian
dipergunakan pada hewan di berbagai peternakan hewan baik rendah, tetapi karena toksisitas dan efek samping yang relatif
sebagai pengobatan, profilaksis maupun sebagai pemacu per- lebih besar serta harga yang relatif mahal, eritromisin
tumbuhan hewan serta sebagai antihama pada tanaman13 Bila enderung menjadi obat pilihan kedua.
dilihat dari pola penyakit yang umumnya adalah infeksi, • Hasil penelitian ini nampaknya sejalan dengan hasil be-
tetrasiklin dianggap memadai karena spektrumnya luas. Dari berapa penelitian lain yang menunjukkan kecenderungan
observasi resep antibiotika di beberapa apotikdi Jakarta, peningkatan resistensi kuman terhadap antibiotika.
tetrasiklin ternyata paling banyak dipreskripsi oleh dokter
spesialis kulit/kelamin14. Sedangkan dikalangan dokter gigi SARAN
preskripsi tetrasiklin berada diurutan yang kedua setelah • Walaupun ampisilin masih dapat digunkan untuk pengo-
ampisilin. Meskipun banyak kelemahannya, tetrasiklin tetap batan infeksi gigi, mengingat resistensi streptokokus terhadap
dipergunakan sebagai obat alternatif karana harganya yang ampisilin yang mencapai 33,3%, pēmakaian untuk pengobatan
relatif murah. Namun melihat tingginya resistensi terhadap infeksi gigi memerlukan pertimbangan yang lebih seksama.
tetrasiklin dalam penelitian ini, penggunaan tetrasiklin untuk • Pemakaian antibiotika harus berdasarkan indikasi yang
pengobatan infeksi gigi perlu dipertimbangkan lebih seksama. tepat dan menurut cara pemberian yang benar sebagai usaha
Eritromisin merupakan antibiotika dengan tingkat resis- untuk menghambat laju peningkatan resistensi kuman.
tensi yang terendah dalam penelitian ini, Dengan demikian, • Melihat tingginya resistensi terhadap tetrasiklin, pengguna-
untuk pengobatan infeksi gigi eritromisin mempunyai peluang an tetrasiklin untuk pengobatan infeksi gigi kurang dianjurkan.
yang cukup besar. Eritromisin jarang menimbulkan resistensi • Eritromisin dapat dipakai untuk mengobati kasus infeksi
bila digunakan dalam jangka waktu yang pendek. Namun gigi yang tidak berhasil diobati dengan tetrasiklin atau ampi-
karena toksisitas dan efek samping yang relatif besar, apalagi silin.
bila dipergunakandalam jangka waktu yang lama yaitu 10 - 20
hari15. Selain itu harga yang relatif mahal menjadikan KEPUSTAKAAN
eritromisin cenderung dipakai sebagai obat pilihan kedua.
Tabel 4. menunjukkan, dari streptokokus yang sudah 1. Sirait Midian, Pidato Pembuakan pada Simposium Perkembangan
antibiotika pada Penanggulangan Infeksi dan Resistensi Kaman.
resisten terhadap tetrasiklin (n = 45), 66,7% masih sensitif September 1986.
terhadap ampisilin dan sebagian besar masih sensitif terhadap
eritromisin (86,7%). Dari streptokokus yang resisten terhadap
ampisilin (n = 25), sebagian (60%) juga resisten terhadap tetra-
siklin dan hanya 20% yang juga resisten terhadap eritromisin.
Sedangkan streptokokus yang sudah resisten terhadap eritro-
misin (n = 6), seluruhnya (100%) resisten juga terhadap tetra-
siklin, dan sebagian besar (83,3%) juga resisten terhadap
ampisilin.
Tabel 4. Perangai Streptokokus hemolitikus (α,β,γ) yang telah resisten
dengan 1 antibiotika Terhadap 2 Antibiotika yang lain.
Jumlah Perangai Streptokokus Terhadap
Strep. Masing-masing Antibiotika Lain
yang
Resist. Tetrasiklin Ampisilin Eritromisin
thd.
1 Anti- Peka Resisten Peka Resisten Peka Resisten
biotika
n % n % n % n % n % n % n %
T 45 100 – – – – 30 66,7 33,3 39 86,7 6 13,3
15
A 25 100 10 40 15 60 – – – 20 80 5 20
5
1: 6 100 0 0 6 100 1 16,7 83,3 – – – –
Keterangan :
T = tetrasiklin.
A = ampisilin.
E = eritromisin.

KESIMPULAN
• Pada umumnya streptokokus a, (3 dan y yang berasal dari
abses dentoalveolar telah resisten terhadap tetrasiklin, dan se
bagian terhadap ampisilin. Resistensi yang tinggi terhadap
tetrasiklin kemungkinan karena luasnya penggunaan tetra-

16 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


2. Hertiana Ayati dkk. Observasi Terhadap Penulisan Resep-Resep Dokter 9. Kelly FC, Hite KE. (editors) Miicrobiology 2 nd ed. New York: Appleton
Gigi di 2 Apotik di Jakarta. Kongres llmiah VI Ikatan Sarjana Farmasi – Century – Crofts Inc. : 305-315.
Indonesia November 1986. 10. Pratiwi Sudarmono. Kebijaksanaan Pemallaian Antibiotika dalam
3. Umi Kadarwati dkk. Penelitian Pola Resistensi Beberapa Jenis Kuman kaitannya dengan Resistensi Kuman. Kumpulan Makalah Simposium
terhadap 6 Jenis Antibiotika di Wilayah Jakarta Timur, Laporan Perkembangan Antibiotika Pada Penanggulangan Infeksi dan Resistensi
Penelitian Badān Litbang Kesehatan Depkes 1984-1985. Kuman. September 1986.
4. Schuster GS. Streptococci and Streptococcal Infections. dalam Schuster 11. Archer. Antillotic Therapy. dalam Archer (editor). Oral and Maxine Facial
GS (editor). Oral Microbiology and Infectious Disease. 2nd student ed. Surgery. vol. I. 5th. ed. Philadelphia: WB Saunders Company. 19:410-418.
Baltimore: William & Wilkins. 1980:279-288. 12. Nani Sukasediati dkk. Penelitian Penggunaan Obat Esensial di
5. Dillon HC, Cassel GH. Streptococci. dalam McGhee JR, Michaels SM, Puskesmas. Laporan Penelitian Badan Litbangkes Dep. Kesehatan 1984-
Cassel GH. (editors). Dental Microbiology. Philadelphia: Harper & Row 1985.
Publishers. 1982:388-415. 13. Umi Kadarwati dkk. Tetrasiklin, Perlukah dipermasalahkan?.
6. Alin K, Aagren E. The Bacterial Flora of Odontogenic Infections and Seminar Nasional Antibiotika Institut Teknologi Bandung. Juni
its Sensitivity to Antibiotics. Acta Odontologica Scandinavica 1954, 1987.
12:85-98. 14. Reno Gitawati, Ellen Wijaya. Observasi Terhadap Penulisan Resep
7. Feldman G, Larje O. The Bacterial Flora of Submucous Abscess Antibiotika pada Beberapa Apotik di Jakarta. Kongres Nasional ke V
Originating From Chronis Exacerbating Osteitis. Acta Odontologica Ikatan Ahli Farmakologi Indonesia November 1983.
Scandinavica 1966, 24:129-145. 15. Garrod LP, Lambert HP, O'Grady. Macrolides and Lincosamides. dalam
8. Lewis MAO, MacFarlane TW, McGowan DA. Quantitative Bacteriology Antibiotic and Chemotherapy. 5th. ed. Edinburgh: Churchill Livingstone.
of Acute Dentoalveolar Abscesses. J Med MicrobioL 1986. 21:101-104. 1981:183-202.

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 17


Sensitivitas Kotrimoksazol terhadap
Streptokokus Vang Diisolasi dari Pus
Penderita Abs . Gigi Dibandingkan
dengan Sulfadiazin
Umi Kadarwati, Retno Gitawati, Martians Ayati, Ellen Wijaya
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN BAHAN DAN CARA KERJA


Trisulfa dan kotrimoksazol merupakan sediaan obat anti- Sampel berupa kuman streptokokus yang diperoleh dari
mikroba golongan sulfonamida yang termasuk dalam DOEN penelitian pola resistensi kuman streptokokus dari abses gigi
(Daftar Obat Esensial Nasional), oleh karenanya banyak ter- terhadap 3 antibiotika di wilayah DKI Jakarta, diuji ke-
dapat pada unit-unit pelayanan kesehatan pemerintah. Trisulfa pekaannya terhadap cakram antimikroba kotrimoksazol dan
bahkan merupakan antimikroba terbanyak tersedia di sulfadiazin menurut cara yang lazim dilakukan di laboratorium
Puskesmas, sedangkan kotrimoksazol disediakan claim jumiah Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
yang sangat terbatas1,2 . Demikian pula keadaannya di Rumah Kadar antimikroba pada cakram masing-masing adalah:
Sakit kelas C dan D, trisulfa banyak digunakan disamping − kotrimoksazol : 25 ug
kotrimoksazol. − sulfadiazin : 50 ug
Dari observasi resep di apotik swasta, trisulfa nampaknya Kuman yang diuji kepekaannya yaitu :
tidak banyak lagi dipreskripsi oleh dokter, pemilihan obat − Streptokokus hemolitikus tipe alfa
terlihat beralih pada kotrimoksazol (kombinasi sulfametoksazol − Streptokokus hemolitikus tipe beta dan
dengan trimetoprim-nonsulfonamida). Hal ini terjadi − Streptokokus hemolitikus tipe gama
dikemungkinan karena kekhawatiran terhadap meningkatriya
tingkat resistensi kuman patogen terhadap trisulfa yang sejak HASIL DAN PEMBAHASAN
lama telah digunakan. Pada unit-unit pelayanan pemerintah di Dari 75 isolat kuman streptokokus yang diuji kepekaan-
DKI nampaknya telah terlihat pula kecenderungan untuk lebih nya, ternyata 68,0% resistensi terhadap kotrimoksazol dan
banyak menggunakan kotrimoksazol daripada trisulfa. 73,3% resisten terhadap sulfadiazin. Dengan demikian, sen-
Banyaknya penggunaan antimikroba golongan sulfanomida sitivitas kotrimoksazol hanya mencapai 32,0% yang nampak-
pada unit-unit tersebut oleh dokter-dokter dari berbagai nya tidak berbeda jauh dari sensitivitas sulfadiazin (26,7%).
keahlian, ada kemungkinan obat tersebut juga digunakan untuk (Tabel 1).
pengobatan infeksi gigi dan mulut, termasuk kasus abses dento
alveolar akuta. Tabel 1. Jumlah Streptokokus sensitif dan resisten terhadap kotri
Abses dento alveolar akuta pada umumnya merupakan moksazol dan sulfadiazin.
infeksi polimikroba terdiri dari berbagai bakteri anaerob dan
Sensitif Resisten N
fakultatif anaerob, namun yang seringkali dilaporkan adalah
Streptococcus viridans3. Jenis antimikroba n % n % n %

Penelitian ini ingin mengungkapkan sensitivitas kotri Kotrimoksazol 24 32,0 51 68,0 75 100,0
moksazol terhadap Streptokokus yang diisolasi dari pus pen- Sulfadiazin 20 26,7 55 73,3 75 100,0
derita abses, gigi dan dibandingkan dengan sediaan tunggal
Keterangan : N = jumlah kuman Streptokokus.
sulfonamida yang telah lama tidak digunakan yaitu : sulfadi-
azih yang juga merupakan salah satu komponen dari trisulfa.
Demikian pula apabila dilihat dari masing-masing tipe Strep-
Penelitian ini dilakukan di Jakarta dengan meiibatkan 6
tokokus yang dipisahkan, menunjukkan keadaan yang tidak
Rumah Sakit untuk mendapatkan sampel dengan Cara pen-
berbeda (tabel 2 dan diagram 1).
carian kasus, selama 3 bulan (Juli – September,1986).

18 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


Tabel 2. Distribusi resistensi Streptokokus tipe alfa, beta, gama, luas dan bahkan dinyatakan sebagai golongan obat yang efikasi
terhadap kotrimoksazol dan sulfadiazin.
in vitro dan in vivo mempunyai korelasi langsung (dengan
Antimikroba Kotrimoksazol Sulfadiazin sedikit perkecualian), nampaknya penggunaan golongan
antimikroba ini mempunyai arti tersendiri. Hal tersebut terlihat
Kuman (N) n % n %
pula dari perkembangan sediaan obat yang semula berupa
Streptokokus alfa (62) 40 64,5 43 69,4 sediaan tunggal kemudian dikembangkan menjadi sediaan
Streptokokus beta (10) 9 90,0 9 90,0
Streptokokus gama (3) 2 66,7 3 100,0 kombinasi seperti trisulfa dan kotrimoksazol. Berbeda dengan
trisulfa yang efektivitasnya tetap sama dengan bentuk tunggal-
Keterangan : n = jumlah masing-masing tipe kuman. nya, efektivitas kotrimoksazol merupakan interaksi sinergistik
dari komponen penyusunnya (sulfametoksazol dan trimeto-
Pada tabel 2 terlihat pula, tingkat resistensi masing-ntasing tipe prim). Bahkan interaksi sinergistik tersebut masih dapat terlihat
kuman yang diperoleh cukup tinggi, lebih dari setengah jumlah walaupun kuman-kuman yang dihadapi sudah mulai
kuman tidak sensitif terhadap kotrimoksazol dan juga terhadap menunjukkan resistensi terhadap masing-masing antimikroba.
sulfadiazin. Bakteri yang kemudian menjadi resisten terhadap sulfonamida
terutama yang terjadi invivo biasanya akan bersifat persisten
Diagram 1. Perbandingan jumlah kuman resisten (Streptokokus alfa,
beta, gama) terhadap kotrimoksazol dan SD. dan ireversibel.Pada penelitian ini terlihat pada hasil uji
kepekaan kuman terhadap sulfadiazin yang walaupun telah
lama tidak digunakan masih menunjukkan tingkat resistensi
yang cukup tinggi. Tidak adanya data pembanding sebenarnya
sangat disayangkan5,6,7.
Streptokokus viridans in vitro diharapkan masih sensitif ter-
hadap trimetoprim, namun laporan lain menyatakan bahwa Strep-
tokokus pneumoniae telah mulai menunjukkan resistensi terhadap
kotrimoksazol6. Demikian pula diharapkan kotrimoksazol
masih sensitif terhadap Streptokokus pyogenes, namun karena
keterbatasan penelitian ini, identifikasi dan isolasi kuman tidak
dapat dilanjutkan, walaupun sebenarnya banyak hal yang cukup
menarik (9 dari 10 kuman Streptokokus hemolitik beta resisten
terhadap kotrimoksazol dan sulfadiazin)5,6.
Disamping resistensi yang terjadi pada masing-masing
sediaan antimikroba, terlihat pula adanya kuman-kuman yang
bersifat multiresisten baik terhadap kotrimoksazol maupun
terhadap sulfadiazin (tabel 3, diagram 2).
Diagram 2. Multiresistensi kuman Strep. alfa, beta, gams, terhadap
kotrimoksazol dan Sulfadiazin

Streptokokus alfa adalah Streptokokus viridans, walaupun


merupakan bakteri komensal, dalam jumlah besar dan
menyebar (karena luka dan melalui peredaran darah), dapat Apabila dipelajari lebih lanjut, maka nampaknya multiresis-
menjadi patogen. Misalnya kasus subacute bacterial endo- tensi yang terjadi lebih mudah pada Streptokokus tipe beta dan
carditis pada penderita katup jantung abnormal4. gama daripada Streptokokus alfa. Multiresistensi tersebut
Antimikroba golongan sulfonamida yang pada umumnya hanya sebagian saja yang terjadi karena resistensi silang, karena
memberikan efek bakteriostatik, efektif untuk pencegahan resistensi silang tidak dapat diterapkan pada antimikroba dari
namun bukan untuk terapi. K arena sifatnya yang berspektrum golongan (kelas) lain. Tingginya resistensi terhadap kotri-

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 19


moksazol mememberikan kesan kemungkinan telah mening- dipertimbangkan terhadap kuman streptokokus yang telah
katnya kuman Streptokokus terhadap trimetoprirn sebagai resisten, demikian pula untuk obat preventif jantung rematik
bahan kombinasi sulfonamida, yang jelas memerlukan peneli- dan pada penderita katup jantung abnormal.
tian lebih lanjut.
KEPUSTAKAAN
Tabel 3. Multi resistensi kuman-kuman Streptokokus alfa, beta, dan
gama terhadap kotrimoksazol dan sulfadiazin. 1. Daftar Obat Esensial Nasional Departemen Kesehatan RI. 1983 : 33
2. Ellen Wijaya dkk. Pola Penggunaan Antibiotika di beberapa Puskesmas
dan beberapa faktor yang berkaitan. Seminar Nasional Antibiotika Juni
Jenis anti- Kotrimoksazol (n=51) 1987.
mikroba tipe alfa (40) beta (9) gama (2) 3. Hertiana Ayati dkk. Laporan Penelitian Pole Resistensi Kuman
Streptokokus dari Abses Gigi terhadap 3 Antibiotika di Wilayah DKI
alfa (43) 24 – – Jakarta 1986/1987. Badan Litbangkes. Dep. Kea. 1987.
Sulfadiazin 4. Lewis MAU, MacFarlane TW, McGowan DA. Quantitative Bacteriology
beta (9) – 8 –
(n=55)i of Acute Dentoalveolar Abscesses. J Med Microbiology. 1986. 21 : 101–4.
gama (3) – – 2
5. Geraro Bonang dan Enggar S. Kuswardono. Microbiology Kedokteran
Untuk Laboratorium dan Klinik. Jakarta 1982 : 39–45.
6. Mandell GL and Sande MA. Antimicrobial Agents : Sulfonamides,
KESIMPULAN Trimethoorim–Sulfamethoxazole, and Agents for Urinary Trac Infections.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : Dalam : Goodman and Gillman's The Pharmaclogical Basis of
• Sensitivitas kortimoksazol terhadap streptokokus tidak Therapeutics. Seventh Ed. 1986. 1095–108.
berbeda jauh dari sulfadiazin yang sejak lama tidak digunakan, 7. Sulfonamides and Trimethoprim. Dalam : AMA Drug Evaluation. Sixth
Ed. 1986: 1451–67.
yaitu 32,0% dan 26,7%. 8. Slamet Djais dkk. Mikrobiologi Kedokteran Khusus : Streptococcus.
• Penggunaan kotrimoksazol sebagai obat alternatif perlu Jakarta 1981; 1–2, 24–25.

20 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


Penggunaan Antibakteri Untuk
Kasus Infeksi Saluran Nafas Bagian Atas
di Puskesmas
Retno Gitawati, Nani Sukasediati, Ellen Wijaya, Vincent HS Gan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK pengobatannya di puskesmas, yang merupakan suatu survei


Influenza dan infeksi saluran napas bagian atas (ISNA) eksploratif dan dilaksanakan secara retrospektif.
masih merupakan jenis penyakit yang terbanyak ditemukan di
puskesmas1,2. Penyebab utama kebanyakan ISNA adalah virus; BAHAN DAN CARA
karna itu antibiotika/anti bakteri tidak bermanfaat untuk Bahan untuk tulisan ini diambil dari data Penelitian Pola
digunakan. Ternyata dari penelitian ini didapatkan, penggunaan Penggunaan Obat di Puskesmas darn RSU kelas C dan D2.
anti bakteri cukup tinggi, yaitu 94,7% dari 545 kasus ISNA Penelitian berupa survei yang dilaksanakan secara retrospektif
mendapat anti bakteri. Sebagai contoh antara lain: 93,1% kasus dengan mengambil sampel penderita yang berobat ke puskes-
influenza dan 94,8% kasus common-cold (selesma) diberi anti mas. Dari 6 buah puskesmas di Jawa, dipilih 1800 sampel
bakteri disamping obat-obat simtomatik. (kasus) tahun 1983/1984 secara acak sistematik. Data di-
Trisulfa dan tetrasiklin merupakan jenis anti bakteri turunkan dari kartu status berupa data preskripsi dan diagnosis
tersering diberikan baik untuk influenza atau infeksi saluran penyakit, disalin ke dalam formulis isian. Pengolahan data
napas bagian atas lain. Bahkan terdapat pula preskripsi klo dilakukan dengan menggunakan media elektronik/komputer
ramfenikol untuk ISNA, walaupun penggunaan antibiotika ini dan disajikan dalam bentuk tabel persentase.
jelas dibatasi untuk syok tifoid dan meningitis7.
Penggunaan antibakteri untuk ISNA karena virus me- HASIL DAN PEMBAHASAN
nunjukkan ketidak-rasionalan penggunaan. Berbagai alasan Dari 1800 kartu status/kasus puskesmas yang dipilih,
dapat dikemukakan disini, antara lain kemungkinan untuk hanya 1761 kasus yang dapat dianalisis dan 31% (545 kasus) di
mencegah timbulnya komplikasi bakterial pada ISNA dan antaranya didiagnosis sebagai infeksi saluran napas bagian atas
sebagainya, walaupun hal tersebut masih perlu dipertimbang- (ISNA). Jenis-jenis ISNA yang ditemukan terbanyak adalah
kan lagi. influenza (58,4%), dan faringitis (26,1%).

PENDAHULUAN Tabel 1. Distribusi jenis-jenis ISNA yang ditemukan di 6 puskesmas di


Jawa pada 1983/1984.
Infeksi saluran napas bagian atas (ISNA) masih merupakan
jenis penyakit terbanyak ditemukan di I,ndonesia, khususnya di
Janis ISNA Jumlah kasus %
puskesmas1,2. Penyebab utama ISNA umumnya berbagai. jenis
virus pernapasan, dengan gejala-gejala: rasa tidak enak/sakit di Influenza 318 58,4
tenggorok, bersin, selesma, batuk, demam terutama pada bayi Faringitis 142 26,1
dan anak. Penyakit karena infeksi virus bisanya akan sembuh Selesma ('common cold') 58 10,6
Tonsilitis 8 1,5
dengan sendirinya (self limiting disease) karena itu pada ISNA tidak spesifik 19 3,5
kunjungan pertama ke dokter/puskesmas pengobatan yang
diberikan hanya bersifat simtomatik3,4. Penggunaan anti-bakteri 545 100,0
pada kasus ini kurang dibenarkan, akan tetapi disinyalir
penggunaan obat tersebut untuk ISNA di puskesmas masih
sering dan cukup banyak. Telah diketahui influenza disebabkan oleh virus; demikian
Studi ini dilakukan untuk melihat jenis ISNA dan pola juga selesma (rinitis akut) pada dasarnya merupakan suatu

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 21


gejala/sindrome yang timbul akibāt infeksi hanya oleh virus Tabel 4. Jenis anti bakteri yang dipreskripsi untuk kasus ISNA di
puskesmas.
dan tidak disebabkan oleh kuman. Oleh karena itu, terapi yang
diberikan hanyalah terapi simtomatik saja disamping istirahat Jumlah.pres-
Jenis anti bakteri %
yang cukup. Sebagian besar faringitis juga ditimbulkan oleh kripsi
berbagai jenis virus pernapasan, meskipun faringitis dapat pula Trisulfa 200
29,7
ditimbulkan oleh kuman (terutama Streptokokus beta- 22,6
Tetrasiklin 152
20,1
hemolitik), tetapi dari penelitian diperkirakan, frekuensi infeksi Ampisilin 135
15,2
streptokokal hanya 2–7% dan jarang melebihi 10%3. Oksitetrasiklin, inj. 102
9,1
Kloramfenikol 61
Walaupun telah diketahui bahwa anti-bakteri tidak rasional Prokain-penisilin, inj. 12
1,8
bila diberikan untuk kasus-kasus ISNA-viral, ternyata pada 0,7
Kotrimoksazol 5
0,4
penelitian ini, 94,7% dari kasus 1SNA diberi anti-bakteri Penisilin-C, inj. 3
0,4
disamping obat simtomatik konvensional. Eritromisin 3
.
673 100,0
Tabel 2. Kasus ISNA yang mendapat dan tidak mendapat anti-bakteri
sistemik di puskesmas.
Jumlah kasus ISNA : 545 kasus
Anti-bakteri I + – Jadi setiap kasus rata-rata mendapat 1,2 preskripsi anti bakteri.
ISNA Juml. % Juml. %
Influenza 296 (93,1) 22 (6,9)
Tabel 5. Kasus ISNA dan jumlah preskripsi anti-bakteri yang diberikan.
Faringitis 142 (100,0) – –
Selesma 55 (94,8) 3 (5,2) Antibakteri
Tonsilitis 5 (62,5) 3 (37,5) Oksi- Ampi- Kloram- T,ain-
TS Tetra
ISNA tidak spesifik 18 (94,7) 1 (5,3) tetra silin fenikol lain
ISNA
516 (94,7) 29 (5,3)
Influenza 87 105 22 95 41 14
Faringitis 80 35 76 21 5 9
Tabel 3. Kasus ISNA yang mendapat dan tidak mendapat obat-obat .Selesma (commoncold) 31 6 3 4 14 –
simtomatik. (Sonsilitis 2 1 1 3 – –
ISNA tidak spesifik – 5 – 12 1 –
Jum.kasus +
Jenis obat Juml. % Juml. %

Analgetik-antipiretik 454 (83,3) 91 (16,7)


Antihistamin 400 (73,4) 145 (26,6)
Antitusif-ekspektoran 408 (74,9) 137 (25,1)
Vitamin 228 (41,8) 317 (58,2) • Pada tahap pertama sulit untuk menentukan penyebab
infeksi oleh virus atau bakteri.
N
kasus = 545. • Pengambilan swab pada kasus ISNA di puskesmas tidak
Jenis anti-bakteri yang terbanyak diberikan untuk ISNA lazim deakukan, dan biasanya petugas kesehatan dengan
adalah trisulfa dan tetrasiklin. Bahkan injeksi oksitetrasiklin pengetahuan dan pengalaman-yang dimilikinya mampu men-
dan prokain-penisilin juga diberikan di samping anti bakteri diagnosis gejala ISNA karena infeksi virus. Petugas kesehatan
oral (Tabel 4). Keadaan ini dapat menggambarkan penggunaan umumnya cukup menyadari, di samping memberikan terapi
anti bakteri yang cenderung berlebihan. Ditemukan pula 41 simtomatik, yang terbaik adalah melakukan observasi terhadap
preskripsi kloramfenikol untuk kasus influenza, walaupun perjalanan penyakit/gejalanya, dan menganjurkan penderita
kloramfenikol telah dibatasi penggunaannya hanya untuk tifoid untuk melakukan kunjungan ulang setelah 4 hari bila ke-
dan meningitis (Tabel 5). Penggunaan anti bakteri berspektrum adaannya tidak membaik.
Iuas dan cukup toksik tersebut, di samping tidak rasional juga Akan tetapi, dengan mengemukakan alasan untuk mencegah
akan merugikan perderita. kegagalan terapi akibat ketidak-patuhan penderita serta alas-an
Telah dilaporkan bahwa banyak kuman telah resisten psikologis ("rasa aman" petugas kesehatan terhadap kekuatiran
terhadap trisulfa dan tetrasiklin5,6. Di samping itu, trisulfa dike- terjadinya komplikasi), maka anti bakteri sudah diberikan pada
tal banyak mempunyai efek samping, demikian pula tetrasiklin kunjungan pertama penderita ke puskesmas. Namun mungkin
terutama pada bayi dan balita. Dengan demikian penggunaan lebih sering terjadi, penderita datang berobat setelah menderita
trisulfa dan tetrasiklin yang cenderung berlebihan dan tidak demam beberapa hari, sehingga antibakteri dianggap perlu
rasional akan lebih banyak merugikan daripada memberikan diberikan.
manfaat. Terbatasnya persediaan antibakteri di puskesmas dalam hal
Kecenderungan petugas kesehatan untuk memberikan jenis mengakibatkan pemilihan antibakteri menjadi semakin
antibakteri pada kasus-kasus ISNA kemungkinan disebabkan tidak selektif. Keadaan ini dapat semakin memperbesar tim-
oleh berbagai bal. Diperkirakan alasan pemberian tersebut bulnya resistensi kuman dan risiko timbulnya efek samping
adalah sebagai berikut : pada penderita, terutama bayi dan balita.

22 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


KESIMPULAN DAN SARAN
• 94,7 % ISNA diberi antibakteri. Walaupun alasan pemberi- Penelitian Badan Litbahg Kesehatan R.1., 1980.
an ini bermacam-macam a.l. untuk mencegah komplikasi in- 2. Gitawati R dkk. Penelitian Pendahuluan Pola Penggunaan Obat
feksi bakterial, hal ini adalah kurang rasional. Penggunaan di Puskesmas, RSU kelas C dan D. Laporan Penelitian 1984/1985.
antibakteri yang luas dan tidak selektif dapat memperbesar Puslitbang Farmasi, Badan Litbang Kesehatan R.I.
3. Sardjito R. "Peranan virus dalam infeksi saluran pernafasan dan
resistensi kuman dan menimbulkan supra-infeksi serta efek- penanggulangannya" dalam : Josodiwondo dkk. (ed). Mikrobiolo-
samping lain yang merugikan penderita. gi di Indonesia. Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia, 1983 :
• Petugas kesehatan diharapkan hanya memberikan terapi 145 – 154.
simtomatik pada kunjungan pertama penderita dengan gejala f 4. Stanbridge N. Antibiotics in respiratory infections. Therapaeia.
Oct. 1983 : 17 – 18.
lSNA, dan menganjurkan penderita untuk kembali berobat bila 5. Kadarwati U dkk. Pola resistensi kuman kokus terhadap 6 jenis
keadaannya memburuk setelah 3–4 hari, serta diharapkan antibiotika di wilayah Jakarta Timur. Kongres Nasional XII dan
petugas kesehatan dapat memotivasi penderita untuk mematuhi Kongres Ilmiah VI-ISFI, 1986, Yogyakarta.
anjurannya. 6. Trihendrokesowo dkk. Macam kuman (dari pelbagai bahan pe-
meriksaan di Yogyakarta) dan pola kepekaannya terhadap be-
berapa antibiotika. Mikrobiologi Klinik Indonesia. Maret 1987;
KEPUSTAKAAN 2 (1) : 6–12.
1. Pundarika RL dkk. Survei Kesehatan Rumah Tangga Laporan 7. Daftar Obat Esensial Nasional 1983, Departemen Kesehatan R.I.
Pola Penulisan Resep Antibiotika
di Kota Banjarmasin
S.R. Muktiningsih, Sudibyo S., Ellen W., M. Nurhadi, Max Herman Yosef
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK dalam menentukan obat mana yang akan dipakai. Akibatnva


Untuk mengetahui gambaran penggunaan antibiotika di kemungkinan dapat terjadi penulisan resep yang tidak tepat.
luar pula Jawa, telah dilakukan suatu analisis retrospektif Bagaimana pola penulisan resep antibiotika di luar Jawa,
terhadap sejumlah resep dokter di seluruh apotik yang ada di sampai sekarang masih belum banyak diungkapkan. Maka
kota Banjarmasin (14 apotik), Kalimantan Selatan. Pengamatan untuk mengetahui pola penulisan resep antibiotika tersebut,
dilakukan terhadap resep yang masuk selama 3 hari di bulan telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap sejumlah resep
Juni 1986. Aspek yang dianalisis antara lain jenis antibiotika yang masuk di 14 apotik di Banjarmasin.
yang banyak dipreskripsi, jenis pabrik yang memproduksi, Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
bentuk sediaan antibiotika, jumlah obat yang diambil dan jenis pola penulisan resep antibiotika di Banjarmasin dengan meng-
keahlian dokter yang menulis preskripsi tersebut. Analisa ungkapkan jenis antibiotika apa yang banyak dipreskripsi,
hanya dibatasi pada antibiotika oral dan injeksi. serta berbagai aspek yang berkaitan dengan preskripsi resep
umlah seluruh resep yang terkumpul adalah 2206 lembar, tersebut.
darijumlah tersebut 851 lembar (38,58%) berisi antibiotika.
Resep antibiotika tersebut 'sebagian besar berasal dari dokter METODOLOGI
umum, yaitu 558 lembar (65,57%), selebihnya berasal dari Penelitian bersifat retrospektif terhadap sejumlah resep
dokter spesialis. yang masuk di apotik, dilakukan di 14 apotik di Banjarmasin.
Data kasar yang diperoleh dari penelitian ini merupakan Besar sampel adalah seluruh resep yang masuk selama 3 hari
informasi deskriptif mengenai penulisan resep antibiotika di pada bulan Juni 1986. Data yang dikumpulkan berupa data
Banjarmasin pada saat itu, yang dapat dipakai sebagai. resep antibiotika yang dipreskripsi dokter. Pengolahan data
indikator untuk mencari informasi lebih lanjut tentang anti- dilakukan secara manual, hasil disajikan dalam bentuk tabel
biotika. univariat.

PENDAHULUAN HASIL
Pada umumnya penulisan resep sangat ditentukan oleh Tabel 1. Distribusi Resep Antibiotika dan Non Antibiotika selama 3 hari
diagaosis penyakit yang ditegakkan. Di samping itu masih ada pada Bulan Juni 1986 di 14 Apotik di Banjarmasin.
faktbr lain yang ikut berperan, seperti kebiasaan dokter me-
nulls ramp, jenis obat yang beredar dan lain-lain. Dewasa ini Janis resep Jumlah lembar R/ %
antiibiotika begitu populer sebagai obat untuk menanggulangi
infeksi, sehingga penggunaannya demikian meluas. Pemakaian Resep Antibiotika 851 38,58
Resep Non Antibiotilca 1355 61,42
yang meluas tentu banyak dipengaruhi oleh hasil yang ditun-
juk~can oleh antibiotika dalam pengobatan. Jumlah 2206 100,00
Sementara itu produksi antibiotika bertambah dengan
berbagai macam bentuk, baik dengan ditemukannya antibiotika
Dari seluruh resep yang dikumpulkan (2206 lembar). ternyata 851 lembar
golongan baru maupun hasil pengembangan dari bentuk mengandung antibiotika; balk dalam bentuk sediaan tunggal maupun racikan
sediaannya. Hal ini dapat membingungkan tenaga kesehatan yang dikombinasi dengan obat lain.

24 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


Tabel 2. Distribusi Jumlah Resep Antibiotika Menurut Jenis Pengambilan. Tabel 5. Distribusi Jumlah nama Paten Antibiotika yang Beredar di
Indonesia menurut IIMS '86 dan ISO '86.
Jenis pengambilan resep Jumlah lembar R/ %
Golongan antibiotika IIMS 19&6 ISO 1986
Diambil separuh 168 19,74
Diambil seluruhnya 683 80,26 aminoglokosida 20 16
sefalosporina 19 16
Jumlah 851 100,00 kloramfenikol 46 50
makrolida 33 27
penisilina 121 103
Jumlah resep antibiotika yang diambil separuh ternyata ada 168 lembar tetrasiklina 75 72
(19,74%) dari seluruh resep antibiotika, sedangkan yang diambil seluruhnya kombinasi 34 12
sejumlah 683 lembar. lain-lain 17 35

Tabel 3. Distribusi Jumlah lembar Resep Antibiotika* Menurut Jumlah 365 331
Bentuk Sediaan.
Dari tabel 4 dan 5 terlihat bahwa :
Bentuk sediaan
Golongan antibiotika Jumlah % Jumlah nama paten antibiotika yang terbanyak dipreskripsi adalah golongan
Tunggal Racikan penisilina.
Antibiotika tersebut terbanyak diproduksi oleh PMA.
aminoglikosida 9 – 9 1,05 Dari 121 nama paten penisilina yang terdapat di IIMS '86 dan 103 di ISO '86,
sefalosporina 2 2 4 0,47 ternyata hanya 36 nama paten saja yang dipreskripsi oleh dokter di
makrolida 48 – 48 5,64 Banjarmasin.
kloramfenikol 75 19 94 11,04
penisilina 383 48 431 50,65
tetrasiklina 61 9 70 8,22 Tabel 6. Distribusi Jumlah Lembar Resep Antibiotika yang Dipreskripsi
kombinasi 77 10 87 10,22 menurut Jenis Keahlian Dokter.
lain-lain 89 19 108 12,69
Jumlah lembar resep
Jenis Keahliap Dokter %
Jumlah 744 107 851 100,00 antibiotika
Umum 558 65,57
* Antibiotika dibagi dalam nama golongan. anak 181 21,27
Dari seluruh resep antibiotika yang dipreskripsi, ternyata golongan penisilina kebidanan 10 1,17
paling banyak ditulis (50,65%), dan lebih banyak diberikan dalam bentuk gigi 38 4,46
sediaan tunggal. Sekilas nampak bahwa antibiotika yang dipreskripsi lebih bedah tulang 2 0,23
banyak diberikan dalam bentuk sediaan tunggal (744 lembar) dari pada dalam paru-paru 7 0,82
bentuk racikan (107 lembar). THT 27 3,17
penyakit dalam 12 1,38
Tabel 4. Distribusi Jumlah Nama Paten dan Jenis Pabrik produsen jantung 8 0,92
antibiotika yang dipreskripsi. mata 8 0,92

Jumlah 851 100,00


Jenis pabrik
Golongan Antibiotika Jumlah nama paten
1 2 3 4
aminoglikosida 2 1 1 – – Dari tabel di atas terlihat bahwa yang terbanyak menulis preskripsi antibiotika
sefalosporina 3 3 – – – adalah dokter umum (65,57%), disusul oleh dokter anak (21,27%), doktergigi
kloramfenikol 14 6 2 2 1 (4,46%) dan THT (3,17%).
makrolida 11 5 4 1 1
penisilina 36 11 5 8 1 Tabel 7. Gambarar jenis Antibiotika yang Pernah Dipreskripsi menurut
tetrasiklina 17 6 5 2 1 Jenis Keahlian Dokter.
kombinasi 6 4 1 – –
lain-lain 11 6 1 1 – Jenis keahlian Jenis Antibiotika
Jumlah 100 42 19 14 4 dokter 1 2 3 4 5 6 7 8
umum * * * * * * * *
Keterangan: 1 = PMA; 2 = PMDN:: 3 = S. Nasional; 4 = BUMN. anak * * * * * * * *
(lihat Tabel 5, 6, 7) kebidanan * * * *
gigi * * * *
DISKUSI bedah tulang *. *
Dari hasil penelitian terkumpul 2206 lembar resep, 851 paru-paru * * *
lembar (38,58%) adalah resep antibiotika (tabel 1.). Dari resep THT * * *
antibiotika tersebut, ternyata 19,74% hanya diambil separuh- penyakit dalam * * * *
jantung * *
nya. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena tingginya
mata *
harga obat sehingga masyarakat.tidak dapat menebus seluruh-

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 25


Keterangan : 1 = aminoglikosida; 2 = sefalosporina; 3 =kloramfenikol; merupakan dokter yang paling banyak menulis resep anti-
4 = nurkrolida; 5 = penisilina; 6 = tetrasiklina; 7 = kom
binasi; 8 = lain-lain.
biotika dan meliputi semua jenis antibiotika yang ada. Ke-
Terlihat bahwa dokter umum dan dokter anak dalam preskripsi antibiotika mudian disusul oleh dokter anak (tabel 6 dan 7). Hal ini dapat
lebih bervariasi. dimengerti karena dokter umum dan dokter anak menghadapi
beraneka ragam penyakit. Sedangkan dokter spesialis lainnya
nya. Sebagian besar antibiotika yang dipreskripsi adalah sudah lebih terarah jenis penyakit yang dihadapinya, sehingga
produksi PMA. Hal ini kemungkinan menjadi salah satu sebab penggunaan antibiotika juga semakin terarah jenisnya.
tingginya harga obat, sehingga resep hanya diambil setengah. Dengan adanya bahaya efek samping maupun resistensi
Namun harus tetap diperhitungkan adanya faktor-faktor lain kuman di dalam pengobatan dengan antibiotika, tenaga
seperti kesadaran dan pengetahuan pasien akan pengobatan, kesehatan perlu lebih memperhatikan pedoman pengobatan
tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. yang rasional, efektif dan aman. Hal ini tidak hanya terbatas
Golongan penisilina dewasa ini merupakan antibiotika pada pengobatan antibiotika saja. Pengertian rasional ialah
yang banyak sekali digunakan untuk penyakit infeksi. Dari bahwa diagnosis penyakit harus ditegakkan dengan tepat,
hasil survei ini ternyata golongan ini mencakup 50,65% dari sehingga pemilihan obat dapat dilakukan dengan tepat dan akan
seluruh antibiotika yang dipreskripsi oleh dokter (tabel 3). Hal kena pada sasarannya dengan menimbulkan efek samping yang
ini dikarenakan golongan penisilina mempunyai aktifitas anti- seminimal mungkin7.
bakteri yang baik, terutama untuk infeksi akibat kuman gram+1.
Hal ini pun dapat terlihat pada tabel 7, di mana hampir semua KESIMPULAN DAN SARAN
dokter yang ada pernah mempreskripsi golongan ampisilina. Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat ditarik
Selain golongan penisilin, antibiotika kombinasi nampak kesimpulan sebagai berikut :
cukup banyak dipreskripsi (10,22%). Jenis kombinasi tersebut • masih adanya pasien yang mengambil obat dengan
adalah kombinasi antara ampisilin-kloksasilina. Kombinasi menebus hanya separuh dari dosis yang telah diberikan dokter.
ampisilin-kloksasilin memang menghasilkan efek sinergistik Adanya informasi yang jelas memang diperlukan dalam
secara klinis, tetapi indikasinya terbatas pada saluran kemih pemakaian antibiotika kepada pasien, untuk penggunaan yang
yang disebabkan oleh hasil gram + yang resisten terhadap efektif dan aman sertamemperkecil kemungkinan resistensi.
ampisilin. Sedangkan untuk infeksi yang lain tidak ada bukti • golongan penisilin merupakan antibiotika terbanyak di-
klinis yang meyakinkan bahwa kombinasi ini memberikan efek preskripsi oleh dokter di Banjarmasin, terutama dalam bentuk
sinergistik. Karena itu lebih baik memberikan ampisilin atau sediaan tunggal (paten).
kloksasilin saja dengan dosis yang adekuat, sehingga tidak • Antibiotika golongan penisilin dipreskripsi oleh dokter
meningkatkan biaya pengobatan yang tidak perlu2. Produk umum maupun dokter ahli.
inipun sekarang telah sangat dibatasi peredarannya. • Hanya 1/3 nama paten antibiotika yang dimanfaatkan
Dalam penelitian ini golongan kloramfenikol yang di-
preskripsi adalah 11,09%. Dengan adanya efek samping
anemia aplastik pada pemakaian kloramfenikol, seyogyanya
penggunaannya terbatas pada infeksi tertentu seperti tifoid dan
meningitis di rumah sakit dan di bawah pengawasan dokter
yang memberikan pengobatan tersebut3.
Pēmakaian tetrasiklin di Banjarmasin adalah sebesar
8,22% (tabel 3). Namun penggunaan tetrasiklin di puskesmas
terutama di daerah-daerah cukup tinggi. Beberapa survei
kepekaan mikroba tcrhadap beberapa antibiotika di berbagai
daerah men unjukkan resistensi tetrasiklin yang cukup tinggi
terhadap mikroba4,5,6. Di samping itu perlu adanya
kewaspadaan terhadap efek samping yang dapat timbul, antara
lain: hipoplasia email yang menyebabkan pewarnaan gigi dan
penimbunan dalam jaringan skclet. Dengan demikian
rendahnya preskripsi tetrasiklin antara lain disebabkan efek
samping tersebut atau masalah resistensi yang mulai
berkembang akibat penggunaan di bidang non medik.
Dewasa ini nama paten antibiotika yang dipasarkan di Indo-
nesia cukup banyak, menurut IIMS '86 ada 365 nama paten dan
ISO '86 ada 331 nama paten (tabel 5). Dari seluruh antibiotika
yang ada ternyata paling banyak diproduksi adalah golongan
penisilin, yaitu 121 nama paten menurut IIMS '86 dan 103 nama
paten menurut ISO '86. Dari sekian banyak nania paten golongan
penisilin ternyata hanya 36 nama paten saja yang dipreskripsi
oleh dokter di Banjarmasin dan merupakan produk PMA.
Dilihat dari jenis keahlian dokter, ternyata dokter umum

26 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


6. R. Iswara S., dkk., Pola Kepekaan Kuman Patogen terhadap Antibiotika di
Medan, Januari–Juli 1987, Konas IAMKI 1987.
oleh dokter di Banjarmasin dibandingkan dengan nama paten 7. Setiawan B. Penggunaan Antibiotika Secara Rasional, efektif dan
antibiotika yang beredar di Indonesia pada saat itu. Antibiotika aman, Simposium Antibiotika, Cermin Dunia Kedokteran edisi khusus,
yang diproduksi oleh pabrik PMA lebih banyak dipreskripsi 1976: 1-4.
dokter di Banjarmasin. 8. Indonesia Index of Medical Spesialisties, vol 15, no. 1, Februari
1986.
• Penulisan resep antibiotika lebih banyak dilakukan oleh 9. Informasi Spesialite Obat Indonesia, vol 1, Januari 1986.
dokter umum, dibandingkan dengan dokter ahli lain, yang 10. Ramonasari N, Erni H. Survei Penggunaan Kombinasi Antimikroba pada
kemudian diikuti oleh dokter spesialis anak. Resep Apotik RS Dr. Ciptomangunkusumo, Simposium Kombinasi
Antimikroba, FKUI, Jakarta, 1982.
KEPUSTAKAAN 11. Sande MA and Mandel GL. Antimicrobial agents, in The Phar-
macological basis of Therapeutics, 6th. ed., Goodman LA and
1. Gan VH, Antimikroba, Farmakologi dan Terapi, edisi II, Sulistia Gan Gilman A. (eds). New York: Macmillan Publishing Co. 1980;
dick., Bagian Farmakologi FKUI., Jakarta, 1980: 443-569. 1097-1105.
2. Rianto S. Kombinasi Tetap Derivat Penisilina, Simposium Kombinasi 12. Stephen C Edberg, Stephen A Berger, Antibiotics and Infection,
Antimikroba, FKUI, Jakarta, 1982. Boradway, N.Y: Publisher Churchill Livingstone Inc. 1560, 1983.
3. Daftar Obat Esensial Nasional, Dep. Kes RI., 1983. 13. Weinstein L. Antimicrobial Agents, in The Pharmacological Basis of
4. Usman CW dkk., Jenis Kuman Isolat RS dan Pola Kepekaannya terhadap Therapeutics, 6th., Goodman LA and Gilman A (eds). New Yorks:
antibiotika, dalam Mikrobiologi Klinik Indonesia, vol. 2, no. 2, Juli 1987: Machmillan Publishing Co, 1980.
3-9. 14. Wilmana PF, Istiantoro J. Handoko T dan Kurnadi L. Pola Penulisan
5. Ni Made Mertaniasih dkk. Pola Kepekaan Kuman Terhadap Beberapa Resep Antibiotika di Jakarta Awal tahun 1976, Cermin Dunia Kedokteran,
antibiotika di Surabaya, Konas IAMKI 1987. 1977: 11-15.

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 27


Analisa Residu Tetrasiklin dalam
Ayam Broiler
Pudji Lastari *), Evie Herawati Kristyanto *), Noer lndah Pracoyo **)
* Pusat Penelitian dan Pengembangan Fannasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta
** Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN Pusat9. Setiap sampling diambil 10 ekor ayam dari 10 TPA.


Residu antibiotika dalam makanan/minuman kemungkin- Sampel tidak diambil dari peternakan di daerah tersebut dan
an merupakan salah satu faktor penyebab resistensi kuman ayam sudah siap dipasarkan.
terhadap antibiotika1. Resistensi kuman terhadap tetrasiklin di 3) Penyediaan sampel10 :
Jakarta telah terbukti ada, yaitu resistensi kuman kokus yang Sampel dipotong kecil-kecil, ditambah larutan dapar
diisolasi dari usap tenggorokan anak sehat yang memberikan kalium dihidrogen fosfat pH = 4,5 sampai volume 2 X
angka cukup tinggi2. Antibiotika dalam bidang peternakan beratnya, kemudian diblender. Diamkan 1 jam, aduk 10 menit
digunakan untuk pengobatan penyakit dan sebagai bahan supaya ekstraksi sempurna. Pusingkan, ambil bagian yang
tambahan dalam makanan/minuman untuk merangsang jernih (ekstraknya).
pertumbuhan2-6. 4) Pembanding adalah ekstrak yang berasal dari daging dan
Antibiotika yang diijinkan sebagai bahan tambahan dalam hati ayam broiler dengan konsentrasi tetrasiklin HCl (Fanna-
makanan/minuman ayam adalah : Basitrasin, Oleandomisiu, kope Indonesia Edisi III) setara dengan 0,5 ppm tetrasiklin.
Virginiamisin dan Kitamisin7,8. Diduga antibiotika lain juga 5) Blangko adalah ekstrak yang berasal dari daging dan hati
sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam ayam broiler bebas anti biotika.
makanan/minuman ayam, terutama tetrasiklin karena mudah 6) Penyediaan jasad renik dan media perbenihan10 : Jasad
didapat dan harganya relatip murah6. Tetrasiklin untuk renik Bacillus subtilis ATCC 6655 disuburkan kembali dalam
pengobatan ayam diperbolehkan, tetapi sebagai bahan tambah- Heart Infusion Broth (H1B, Difco) pada temperatur 37°C
an dalam makanan/minuman dilarang. Tetrasiklin dalam tubuh selama 6 – 18 jam, kemudian diencerkan dengan H 1 B sampai
ayam masih meninggalkan residu sampai waktu (withdrawal konsentrasi 180 X 107 per mil, selanjutnya ditanam pada
time = waktu henti) 5 hari4. Dikhawatirkan ayam telah di- Mueler Hinton Medium (MHM, Difco) pH = 5,8 dan tebal =
potong sebelum waktu henti tersebut dilampaui, karena 3.mm.
kurangnya pengetahuan atau terdesak oleh keadaan ekonomi. 7) Pemeriksaan sampel :
Penelitian ini bertujuan untuk mendapat gambaran a) Penetapan adanya hambatan pertumbuhan jasad renik10.
mengenai pencemaran daging dan hati ayam broiler oleh residu Metoda ini mempunyai sensitivitas = 0,4 ppm. Ekstrak sampel,
tetrasiklin. pembanding dan blangko masing-masing 100 mcl diteteskan
pada kertas disk berdiameter 12,7 mm, kemudian diletakkan
BAHAN DAN CARA KERJA pada media yang telah ditanami Bacillus subtilis ATCC 6655,
1) Penelitian ini dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengem- masing-masing 3 X. Inkubasi pada temperatur 37°C selama 18
bangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan kesehat- – 24 jam, kemudian dilihat apakah ada hambatan pertumbuhan
an Departemen Kesehatan RI, mulai April 1985 sampai dengan jasad renik tersebut. Sampel yang menghambat pertumbuhan
Maret 1986. jasad renik dilanjutkan pemeriksaannya dengan identifikasi
2) Sampel adalah daging dan hati dari 70 ayam broiler, di- terhadap adanya tetrasiklin.
ambil dari 70 tempat pemotongan ayam (TPA) di Jakarta b) ldentifikasi terhadap adanya tetrasiklin.

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


ldentifikasi dengan modifikasi cara Schothorst11, yaitu Hasil pemeriksaan penetapan adanya hambatan per-
inembandingkan pola diameter daerah hambatan pertumbuhan tumbuhan jasad renik menunjukkan, semua sampel daging
jasad renik sampel terhadap pembanding. Ekstrak sampel dan negatip dan 65,71% sampel hati positip. Blangko hati yang
pembanding diletakkan pada 4 cawan petri berisi media per- berasal dari ayam bebas antibiotika ternyata juga ada yang
benihan yang masing-masing telah ditanami dengati Bacillus menghambat pertumbuhan jasad renik. Diduga, hati me-
subtilis ATCC 6655, ATCC 6653, ATCC 6633 dan Bacillus ngandung zat yang dapat menghambat pertumbuhan jasad renik
cereus ATCC 11778, masing-masing 3 X. Apahila pola dia- untuk melindungi diri dari kuman penyakit1 , sehubungan
meter daerah hambatan pertumbuhan jasad renik sampel sama dengan fungsi sebagai detoksifikasi.
atau sejajar dengan pembanding, maka sampel mengandung Setelah dilakukan identifikasi terhadap tetrasiklin, ternyata
residu tetrasiklin. semua sampel hati yang menghambat pertumbuhan jasad renik
mempunyai pola diameter daerah hambatan yang berbeda
HASIL DAN DISKUSI dengan pembanding tetrasiklin. Begitu pula dengan blangko
hati yang menimbulkan hambatan pertumbuhan jasad renik.
Penetapan adanya hambatan pertumbuhan jasad renik
Dari penelitian ini semua sampel yang diperiksa tidak
Tabel 1. Jumlah sampel yang memberikan hambatan pertumbuhan terdeteksi adanya residu tetrasiklin, tanpa menutup
jasad renik.
kemungkinan adanya residu antibiotika lain.

Sampel Jumlah sampel Ada hambatan KESIMPULAN


Daging 70 0 Penelitian analisa residu tetrasiklin dalam ayam broiler
Hati 70 46 terhadap 70 sampel daging dan 70 sampel hati memberikan
gambaran, semua sampel daging tidak menghambat per-
tumbuhan Bacillus subtilis ATCC 6655 dan 65,71% sampel
Identifikasi terhadap adanya tetrasiklin
hati memberikan hambatan pertumbuhan. Setelah dilakukan
Tabel 2. Diameter daerah hambatan pertumbuhan jasad renik oleh identifikasi, ternyata hambatan yang ditimbulkan oleh sampel
tetraksilin pembanding dalam sampel hati. hati tidal( terdeteksi adanya residu tetrasiklin. Jadi daging dan
hati ayam broiler yang diperiksa tidak tercemar oleh residu
Jasad renik Diameter hambatan (mm)
tetrasiklin.

Bacillus subtilis ATCC 6655 12,7


Bacillus subtilis ATCC 6653 13
Bacillus subtilis ATCC 6633 13
Bacillus cereus ATCC 11778 14,5 KEPUSTAKAAN

1. Smither R, et al. Antibiotic Residues in Meat in The United Kingdom;


Gambar : Pola diameter daerah hambatan pertumbuhan jasad renik Journal of Hygiene; Cambridge; 1980; 85 : 359.
oleh tetrasiklin pembanding dalam hati dan beberapa 2. The Public Health Aspects of The Use of Antibiotics in Food and
sampel hati. Feed Stuffs; Technical Report Series No. 260; WHO; Geneva;
1963.
Diameter hambatan (mm) 3. Code of Federal Regulation XXI; Food and Drug part 500 to
599; published by The Office of The Federal Register, National
Archives and Record Service, General Services Administration; revised as
fo April 1, 1980.
4. Lewis BP Jr, MS and LO Wilken PhD. Veterinary Drug Index; USA; W.B.
Saunders Company; 1982.
5. Meyer Jones L, Nicholas H Booth, Leslie F Mc Donald. Veterinary
Pharmacologie; fourth Edition; The Jowa State University.
6. Sihombing MP, dkk. Laporan Penelitian Physician Sampless; Fakultas
Farmasi Universitas Airlangga; 1978.
7. Peraturan Perundangan Kesehatan Hewan; I; Direktorat Jenderal
Peternakan, Departemen Pertanian.
8. Peraturan Perundangan Kesehatan Hewan; Jurnal Pelayanan Kesehatan
Hewan; 11 (khusus); 1/I/85; Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat
Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Laporan Pembinaan Tempat
Potong Ayam di Wilayah DKI Jakarta, Pemerintah Daerah Khusus Ibukota
Jakarta; 1983.
9. Murad J dan EH Kristyanto. Metoda Pemeriksaan Tetrasiklin Dalam
Daging Ayam Dengan Menggunakan Bacillus; disajikan pada Konggres
Ilmu Pengetahuan Nasional IV; Jakarta; September, 1986.
10. Schothorst M van and Peelen Knol G. Detection and Identification

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 29


of Some Antibiotics in Slaughter. Animals; Neth J Vet Sci; 1970; 3:85 -93. Yogyakarta; 1978.
12. Kristyanto EH, Pudji Lastari dan Pracoyo NI. Analisa Pendahuluan
Residu Tetraksiklin dalam Ayam Broiler secara Mikrobiologi; UCAPAN TERIMA KASIH
disajikan pada Konggres Ilmu Pengetahuan Nasional IV; Jakarta; Atas terlaksananya penelitian ini kami mengucapkan terima kasih
September, 1986. kepada :
13. Specification for Identity and Purity of Food Additives and their 1. Dra. Sdri Sugati Syamsuhidayat, Kepala Puslitbang Farmasi
Toxicological Evaluation; Some Antibiotics; Technical Report Series No. 2. dr. Iskak Koiman, Kepala Puslit Penyakit Menular.
430; WHO; Geneva; 1969. 3. dr Cyrus H Simanjuntak, Puslit Penyakit Menular.
14. Usman Ch W, dkk. Isolasi Kuman-kuman Coccus dari usap teng- 4. drh Oni Saaroni, Kepala Dinas Peternakan DKI Jakarta.
gorokan anak-anak sehat di Jakarta dan gambaran tes resistensi 5. Staf Peneliti dan Pembantu peneliti yang telah membantu terlaksananya
terhadap antibiotika; disajikan pada Seminar Mikrobiologi II; penelitian ini.

30 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


Dispepsia Non Ulser

Dr. A. Azis Rani, Dr. Daldiyono, Dr. Ismail Ali,


Dr. Chudahman M, Dr. R. Simadibrata.
Subbagian Gastroenterologi Raglan I/mu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Sindroma dispepsia sudah sejak lama dikenal, terdiri dari I.A. Kelainan organik saluran cerna.
kumpulan gejala nyeri epigastrium, rasa kembung, nausea, A.I.1. Saluran cerna bagian atas
anoreksia dan flatulen. Sebagian besar dihubungkan dengan − Esofagitis refluks
kelainan organik saluran cerna dan sistem hepatopankreatiko − Gastritis/duodenitis
bilier, atau bagian dari penyakit sistemik. Sebagian lagi me- − Tukak pep tik (esofagus, lambung, duodenum)
rupakan sekelompok penderita sindroma dispepsia tanpa − Tukak anastomose Karsinoma gaster
adanya kelainan organik, sehingga menimbulkan kesulitan − Dilatasi gaster
dalam penatalaksanaan jangka panjang. − Hipertropi pilorus
Sesuai dengan kemajuan diagnostik penyakit saluran
− Gastroptosis
cerna, dikenal istilah dispepsia fungsional, X ray negative
− Divertikulum gaster/duodenum
dyspepsia, dispepsia non ulser, atau dispepsia non ulser yang
− Duodenal ileus, TBC usus, adhesi usus/mesen-
esensial. Dengan perkembangan endoskopi, seluruh saluran
terium.
cerna tennasuk saluran pankreas dan bilier, telah dapat di-
A.I.2. Saluran cerna bagian bawah : Karsinoma kolon;
periksa dengan seksama, secara langsung atau dengan meng-
A.I.3. Pankreas :
gunakan kontras. Kenyataannya hasil pemeriksaan tersebut
belum dapat mengungkapkan penyebab sindroma ini secara − Pankreatitis kronis
keseluruhan. − Karsinoma pankreas
Berbagai penjelasan telah dikemukakan mengenai pe- A.1.4. Sistim bilier:
nyebab gejala-gejala tersebut, diantaranya adalah kemungkin- − Kholesistitis
an gangguan motilitas saluran cerna. Secara fungsional, − Batu kandung empedu
gangguan motilitas akan menyebabkan pengosongan lambung A.1.5. Hati
terganggu, refluks enterogastrik, pseudo obstruksi intestinal − Hepatitis akut/kronis
kronik, dan irritable bowel syndrome, dengan gejala yang − Karsinoma hati.
tumpang tindih. I.B. Kelainan non organik saluran cerna:
Pengetahuan mengenai gangguan motilitas akan mem- − Gastralgia
perluas pandangan mengenai kelainan fungsional saluran cerna − Dispepsia karena asam lambung
ini dan dapat menjadi dasar dalam pengobatan yang rasional. − Dispepsia flatulen
Dalam tulisan ini yang akan dibahas adalah gangguan − Dispepsia alergik
fungsional pada saluran cerna bagian atas, yaitu dispepsia non − Dispepsia essensial
ulser. − Pseudoobstruksi intestinal kronik
Klasifikasi − Irritable bowel syndrome
Penyebab sindroma dispepsia sebagian besar karena penyakit II. Penyakit organik di luar saluran cerna:
organik saluran cerna, sedang di luar saluran cerna kita me- II. 1. Diabetes mellitus: gastroparesis
ngenal diabetes mellitus, penyakit tiroid, atau kelainan susunan 2; Hipertiroid
saraf pusat (CVD). 3. Kelainan susunan saraf pusat (CVD, epilepsi).
Berikut ini salah satu klasifikasi sindroma dispepsia: III. Psikogen : – Histeria

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 31


Psikosomatik. substansi opioid, VIP,, thyrotropin releasing factor (TRF), dan
Motilitas saluran cerna gamma amino butyric acid (GABA). Saraf simpatik pada
Motilitas saluran cerna pada dasarnya diatur melalui mekanis- umumnya bersifat menghambat motilitas usus, kecuali eksitasi
me hormonal dan neural. Pada saluran cerna bagian atas, pada sfingter . Neurotransmitter sistem ini adalah norepinefrin,
mekanisme hormonal lebih berperan, sedang mekanisme neural epinefrin, dan dopamin, yang bekerja pada reseptor alfa1,2 dan
lebih menonjol pada saluran cerna bagian bawah. Pada keadaan beta1,2.
atau waktu tertentu mungkin saja terjadi pergeseran yang sesuai Inhibisi usus terutama terjadi akibat aktifasi reseptor alfa
dengan kebutuhan. yang menghambat pelepasan asetilkolin pada presinap terminal
dan inhibisi neuron eksistatori intramural. Dopamin merupakan
Pengaruh hormon pada motilitas saluran cerna stimulan polos saluran cerna, dapat bersifat inhibisi. Saraf
Dewasa ini telah diketahui beberapa honnon saluran cerna, parasimpatis terdiri dari saraf utama, yaitu vagus dan sakral.
misalnya gastrin, cholecystokinin (CCK), sekretin, glukagon, Saraf sakral berperan pada refleks defekasi. Pengaruh vagus
motilin, vasoactive intestinal polypeptide (VIP), gastric inhibi- terhadap saluran cerna bersifat umum, karena ikut berperan
tory peptide(GIP), enterogastron, somatostatin, dan subtansi P. pada sekresi hormon saluran cerna. Stimulasi vagus
Tidak semua hormon ini jelas pengaruhnya terhadap motilitas menyebabkan relaksasi sfingter esofagus, relaksasi fundus, dan
salu ran cerna, dan terdapat efek yang berbeda pada gaster, peningkatan aktivitas propulsi bagian distal lambung. Seperti
duodenum, usus halus atau usus besar. telah dikemukakan, peran vagus pada motilitas saluran cerna
Berikut ini beberapa hormon yang sudah diketahui efeknya bersifat tidak langsung, tapi secara sekunder dengan
secara tersendiri (Lihat Tabel 1). mempengaruhi sekresi hormon saluran cerna. Bilateral
vagotomi akan menyebabkan dilatasi, tonus dan peristaltik
Tabel 1. Beberapa hormon yang sudah diketahui efeknya secara menurun serta perlambatan pengosongan lambung.
tersendiri.
Saraf enterik terdiri dari 2 pleksus yaitu auerbach (myen-
Lower terik) dan Meisner. Sistem ini meliputi: reseptor sensorik,
Esophageal neuron aferen, neuron integratif dan neuron motorik. Peran-
Sphincter Stomach Pylorus Smallintestine Colon annya terutama pada berbagai refleks saluran cerna, seperti
Gastrin (antral) peristaltik esofagus, relaksasi sfingter esofagus, relaksasi dan
(fundal) akomodasi gaster proksimal, peristaltik antrum, propulsi usus
cholecystokinin (proximal halus dan kolon, relaksasi pilorus, ileocoecal, oddi dan anal.
duodenum) Reflek-reflek tersebut melibatkan neuron eksitasi kolinergik,
(distal duode-
num and neuron eksitasi – inhibisi non kolinergik – non adrenergik. Jadi
jejenum) dapat disimpulkan bahwa eksitasi atau inhibisi otot polos
Secretin dipengaruhi saraf kolinergik atau non kolinergik – non adre-
Glucagon nergik, sedang saraf simpatis bersifat inhibisi saja. Untuk otot
Medlin
sfingter tonusnya dipengaruhi oleh saraf non kolinergik – non
adrenergik.
Seperti telah dikemukakan masih belum jelas interaksi hormon-
hormon ini pada kadar yang berbeda-beda, sehingga efek Gangguan motilitas pada dispepsia non ulser
fisiologis secara keseluruhan belum dapat dipastikan. Dalam hal ini yang terganggu adalah motilitas lambung
dan duodenum. Dengan pemeriksaan elektrotniografi peroral
Regulasi neural pada motilitas saluran cerna telah diketahui adanya disritinia lambung (Gastric dysrhyth-
Sistem saraf yang berperanan penting dalam mengatur motilitas mia).
saluran cerna adalah sistem saraf otonom dan somatik. Saraf Tipe distritmia lambung
somatik mempengaruhi otot skelet dan otot lurik saluran cerna • Takigastria
bagian atas (esofagus proksimal). Sistem saraf otonom yang • Aritmia, Takiaritmia
mengatur otot polos saluran cerna, terdiri dari neuron • Bradigastria
preganglion, sel neuron, akson post ganglion, dan neuron intra- • Hipo atau Agastrotonia.
mural. Dikenal 3 macam saraf otonom, yaitu simpatis, para- Pengosongan lambung yang terlambat akibat bradigastria akan
simpatis, dan enterik. Aktivitas saraf otonom dimungkinkan menimbulkan rasa cepat penuh, kembung, dilatasi antrum yang
dengan adanya neurotransmitter kolinergik, adrenergik dan non akan merangsang sekresi asam lambung dan menimbulkan nyeri.
kolinergik non adrenergik. Pengosongan yang terlalu cepat menyebabkan keasaman di duo-
Neurotransmitter non kolinergik non adrenergik (NCNA) denum meningkat, gangguan sekresi hormon usus, dan meng-
terutama bersifat inhibisi, dan tidak dapat pengaruhi oleh anta- akibatkan enzim pankreas tidak dapat bekerja secara optimal.
gonis adrenergik atau kolinergik. Kemungkinan yang tergolong Nampak bahwa gangguan motilitas tidak hanya ditentukan oleh
pada neurotransmitter NCNA adalah serotoninergik, puri- mekanisme neural, tetapi juga oleh faktor-faktor hormonal usus
nergik, peptidergik, substansi P, neurotensin, somatostatin, dan intraluminer seperti enzim pencernaan.

32 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


Beberapa Aspek Hukum Surat
Keterangan Sakit Ditinjau dari
Profesi Kedokteran

Dr. Soeharto
Pusat Kesehatan Masyarakat Pandaan, Kabupaten Pasuruan,
Jawa Timur

PENDAHULUAN menyangkut sakit atau penyakit pasiennya, tentang pasiennya


Akhir-akhir ini ramai dibicarakan di dalam beberapa mass itu sendiri maupun hal-hal lain yang berkaitan dengan pasien-
media, tentang tidak dapat dilaksanakannya proses peradilan nya tersebut. Pada pokoknya, seorang penderita makin cukup
terhadap seorang terdakwa oleh karena terdakwa sedang dalam istirahati ya makin baik pula kesehatannya.
keadaan sakit. Kejadian sakit terdakwa ini terjadi berulang- Permasalahan surat keterangan sakit ini akan menjadi lebih
ulang sehingga sangat mengganggu jalannya proses peradilan sulit apabila penderita tersebut mempunyai masalah dalam
terhadap terdakwa, karena Hakim berulang kali harus menunda bidang peradilan, misalnya penderita itu seorang terdakwa.
sidang sampai terdakwa menjadi sehat kembali. Dalam proses peradilan ini, penderita sebagai terdakwa harus
Sebenarnya, masalah kesakitari yang terjadi pada manusia memenuhi panggilan pengadilan untuk hadir dalam per-
adalah hal yang biasa, di mana kemudian penderita pergi ke- sidangan. Di sini seorang Dokter dalam menggunakan pen-
pada seorang dokter untuk berobat agar menjadi cepat sembuh dapatnya untuk menentukan lama istirahat bagi pasiennya
dan dapat cepat bekerja kembali. Untuk membantu usaha harus berhati-hati, jangan sampai membuat "kekeliruan"
pengobatannya ini, Dokter akan memberikan istirahat beberapa sehingga kekeliruan ini akan menimbulkan tindak pidana yang
hari sesuai dengan perkiraan Dokter tentang lamanya pada gilirannya akan menimbulkan pertanggungan-jawab
penyembuhan yang diperlukan oleh penderita agar menjadi pidana yang dapat menyulitkan Dokter sendiri.
pulih kembali secara fisik maupun mental. Untuk kepenting-'an
administratif, biasanya seorang Dokter akan memberikan Surat BATASAN DAN PENGERTIAN
Keterangan istirahat karena sakit kepada penderita. • Dokter
Surat keterangan Dokter untuk istirahat sakit ini diperlu- Adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan ke-
kan, karena penderita mempunyai perikatan dengan orang lain dokterannya pada suatu Universitas serta mendapatkan izasah
atau pihak-pihak lain, sehingga perikatan ini secara tidak Dokter. Di dalam melaksanakan profesi kedokterannya, ia
langsung akan melibatkan Dokter yang memberikan surat harus mendapatkan izin menjalankan pekerjaan Dokter dari
keterangan sakit kepada penderita tersebut. Di dalam hal ini, pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerin-
seorang Dokter dalam memberikan surat istirahat tidak dapat tah Nomor 32 tahun 1964.
begitu saja menentukan lamanya istirahat untuk penderita atau • Pasien atau penderita
pasiennya, tetapi juga harus mempertimbangkan hal-hal yang Adalah seseorang yang menderita sakit dan mencari kesembuh-
menyangkut diri penderitanya. Pertimbangan mengenai annya dengan meminta jasa kepada Dokter. Di dalam mencari
lamanya istirahat ini dimungkinkan karena mengenai keadaan upaya kesembuhan ini, penderita atau pasien secara sukarela
sehat sendiri yang mempunyai kriteria-kriteria dan tingkatan, di menyerahkan kesehatannya kepada Dokter. Dokter, baik se-
man seorang Dokter dapat menentukan lamanya istirahat bagi bagai ahli kesehatan maupun sebagai petugas kesehatan, secara
pasiennya sesuai dengan pendapat Dokter itu sendiri, di hukum membuat perikatarrdengan pasiennya.
samping ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh ilmu • Sehat
kedokteran. Jadi, walaupun sudah ada pegangan-pegang- Adalah suatu keadaan manusia, di man terdapat keseimbang-
an yang sesuai dengan ilmu kedokteran, sering seorang Dokter an yang sempurna, baik fisik, mental, social dan ekonomi,
harus memakai pendapatnya sendiri di dalam menentukan serta tidak hanya karena tidak adanya penyakit serta cacad. Di
lamanya seorang penderita harus istirahat karena sakit. Se- dalam pengertian sehat di sini, mengandung hal-hal yang
orang Dokter harus mempertimbangkan segala sesuatu yang komplek, serta di samping adanya kriteria-kriteria yang. Dapat

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 33


diukur. juga mengandung hal-hal yang tidak dapat diukur dan dicela karena perbuatan tadi. Keadaan bathin atau kejiwaan
sitatnya rclatif. Dokter dapat memberikan pendapat tentang seseorang yang melakukan perbuatan, dalam ilmu hukum
schat ini sesuai dengan pandangannya dengan faktor-faktor pidana merupakan soal yang lazim disebut masalah kemampu-
yang ntcmpcngaruhi kesehatan yang mampu ia lihat dan per- an bertanggung-jawab, sedangkan hubungan antara keadaan
timbangkan. bathin dengan perbuatan yang dilakukan merupakan masalah
• Perbuatan pidana kesengajaan, kealpaan serta alasan pemaaf. Jadi hal mampu
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh hukum pidana bertanggungjawab, mempunyai kesengajaan atau kealpaan
dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang. Perbuatan pidana serta tidak adanya alasan pemaaf merupakan unsur-unsur dari
ini disebut juga dengan delik. Menurut wujudnya atau sifatnya, kesalahan.
perbuatan-perbuatan pidana ini adalah perbuatan-perbuatan ASPEK HUKUM DARIPADA SURAT KETERANGAN
yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan ini juga merugikan SAKIT
masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat Tertundanya suatu proses-peradilan terhadap seseorang
akan terlaksananya tata dal= pergaulan masyarakat yang terdakwa karena terdakwa menderita sakit, yang diperkuat
dianggap baik dan adil. Dapat dikatakan pub, perbuatan- dengan adanya surat keterangan istirahat dari Dokter, dapat
perbuatan pidana ini adalah perbuatan yang anti sosial. Suatu terjadi pada setiap proses peradilan. Dalam keadaan di mana
hal yang perlu diingat, tidak semua perbuatan yang melawan terdakwa tidak dapat menghadiri sidang, merupakan hal yang
hukum atau yang bersifat merugikan masyarakat diberi sanksi mungkin dapat terjadi pada diri seseorang. Namun apabila
pidana. Begitu juga kita tidak dapat mengatakan bahwa hanya kejadian sakit ini terjadi berulang-ulang dan disertai surat
perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kerugian yang besar Dokter berkali-kali, sehingga mengganggu suatu proses per-
saja yang dijadikan perbuatan pidana. Untuk itu, menjadi adilan, dapat timbul beberapa pertanyaan mengcnai sakit dan
kewajiban pemerintah untuk dapat dengan bijaksana menentu- surat keterangan Dokter tersebut; apakah terdakwa benarbenar
kan apa-apa yang diklasifikasikan sebagai perbuatan pidana itu, sakit? Apakah surat keterangan Dokter itu benar? Mengapa
sesuai dengan perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat. apabila terdakwa sakit dalam waktu yang lama tidak dirumah-
Jadi syarat utama dari adanya perbuatan pidana adalah sakitkan? Akan timbul kesan bahwa Dokter tersebut tidak
kenyataan bahwa ada aturan yang melarang dan mengancam benar dalam membuat surat keterangan sakit atau surat
dengan pidana kepada barang siapa yang melanggar larangan keterangan Dokter tersebut palsu.
tersebut. Dalam pasal 267 Kitab Undang-undang Hukum pidana,
Perbuatan melawan hukum yang tidak dilarang dan di- dinyatakan:
ancarn oleh undang-undang dengan pidana, tidak merupakan 1) Seorang Dokter yang dengan sengaja memberikan suatu
perbuatan pidana, melainkan hanya mernungkinkan orang yang keterangan tcrtulis yang palsu mengenai ada atau tidak adanya
terkena perbuatan itu, sebagai penderita, untuk menuntut penyakit, kelemahan-kelemahan badan atau cacad-cacad badan
penggantian kerugian dalam lapangan hukum perdata. Dalam dihukum penjara dengan hukuman penjara selama-lamanya
menentukan perbuatan apa yang dipandang sebagai perbuatan empat tahun.
pidana, kita menganut asas legalitet, artinya, tiaptiap perbuatan 2) Apabila keterangan itu telah diberikan dengan maksud agar
pidana harus ditentukan sebagai demikian oleh suatu aturan seseorang itu diterima untuk dirawat di suatu Rumah Sakit Jiwa
undang-undang. atau agar seseorang itu dicegah untuk dirawat di sana, dihukum
• Pertanggungjawaban pidana dengan hukuman penjara selama-lamanya delapan tahun dan
Perbuatan yang tercela oleh masyarakat, dipertanggungjawab- enam bulan.
kan kepada si pembuatnya, artinya celaan yang obyektif ter- 3) Dihukum dengan hukuman-hukuman yang sama barang-
hadap perbuatan itu kemudian diteruskan kepada si terdakwa. siapa dengan sengaja mempergunakan keterangan palsu ter-
Dalam pengertian perbuatan pidana tidak termasuk hal per- sebut, seolah-olah isinya itu adalah sesuai dengan kebenaran.
tanggungjawaban. Perbuatan pidana hanya menunjuk pada Kemudian pada pasal 268 Kitab Undang-undang Hukum
dilarangnya perbuatan. Apakah orang yang telah melakukan Pidana Indonesia tertulis :
perbuatan itu kemudian dipidana, tergantung apakah dia dalam 1) Barangsiapa membuat secara palsu atau memalsukan surat
melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau tidak. keterangan dokter mengenai ada atau tidak adanya penyakit,
Apabila orang yang melakukan perbuatan pidana itu memang kelemahan-kelemahan badan atau cacad-cacad badan, dengan
melakukan kesalahan, maka akan dipidana. Tetapi apabila dia maksud memperdaya kekuasaan umum atau penanggung-
tidak mempunyai kesalahan, walaupun dia telah melakukan penanggung, dihukum dengan hukuman penjara selama-lama-
perbuatan yang terlarang dan tercela, dia tentu tidak dipidana. nya empat tahun.
Untuk adanya kesalahan yang mengakibatkan dipidananya 2) Dihukum dengan hukuman yang sama, barangsiapa dengan
terdakwa, terdakwa harus : maksud yang sama mempergunakan surat keterangan yang
a. melakukan perbuatan pidana palsu atau dipalsukan termaksud di atas, seolah-olah surat
b. mampu bertanggung jawab keterangan itu adalah ash dan tidak dipalsukan.
c. dengan sengaja atau alpa Seorang dokter yang telah menyelesaikan pendidikannya,
d. tidak ada alasan pemaaf serta memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh
• Kemampuan bertanggung jawab undang-undang, dapat melaksanakan tugas-tugas kedokteran-
Simons mengatakan, kesalahan adalah keadaan kejiwaan orang nya. Sebagai akibat dari pekerjaannya dokter mempunyai
yang melakukan perbuatan dan hubungannya dengan perbuatan kewajihan-kewajiban yang telah dinyatakan di dalam Undang-
yang dilakukan, yang sedemikian sehingga orang itu dapat undang nomor 6 tahun 1963. Di samping itu seorang dokter

34 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


dalam melaksanakan tugasnya harus pula memperhatikan hal di atas dokter mungkin tidak dipidana, tetapi bukan karena
sumpah dokter serta kode etik kedokteran. Selama pendidik- dokter tersebut tidak melakukan perbuatan pidana, dokter jelas
annya seorang dokter telah diberikan ilmu tentang bermacam- telah melakukan perbuatan pidana tetapi dinilai bahwa dokter
macam penyakit serta cara-cara pengobatannya. Beberapa tersebut tidak melakukan kesalahan. Dalam contoh pertama
organisasi profesi kedokteran di negara-negara lain telah pula dokter melakukan tindak pidana karena adanya alasan pemaaf,
mengeluarkan etika kedokteran yang antara lain merumuskan yaitu dokter dalam keadaan terpaksa membuat surat
beberapa tugas dan kewajiban-kewajiban yang mencakup keterangan. Sedang dalam contoh kedua dinilai bahwa dokter
kewajiban-kewajiban umum, kewajiban terhadap penderita atau tersebut tidak dipidana karena tidak ada kesengajaan. Mem-
pasien, kewajiban tentang melaksanakan profesinya, kewajiban berikan keterangan tidak benar sebagai akibat dari kekeliruan
terhadap sesama dokter, dan kewajiban terhadap sesama tenaga ilmiah tidak mengakibatkan dipidana. Menurut kelazimannya,
kesehatan. Seorang dokter mempunyai kewajiban umum, dalam pengertian perbuatan pidana dicakup sebagai 'isinya
misalnya untuk senantiasa memelihara pengetahuan dan sifat-sifat dari perbuatan yang terlarang dan kesalahan dari si
ilmunya dengan sebaik-baiknya. Terhadap penderita atau terdakwa.
pasien, seorang dokter harus senantiasa membantu sepenuhnya. Secara teoretis, konsekuensinya adalah, melakukan per-
Setiap dokter wajib bersikap tulus dan mempergunakan segala buatan pidana tentu dipidana. Sedang sifat-sifat yang lain yang
ilmunya dan ketrampilannya untuk kepentingan penderita. ada pada terdakwa diperlukan hanya untuk mempertimbangkan
Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau berat ringannya pidana yang dijatuhkan.
pengobatan, ia wajib berujuk kepada dokter lain yang
mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut. PENUTUP
Kembali kepada masalah pemberian surat keterangan sakit Dalam melaksanakan tugasnya, seorang dokter harus ber-
yang dianggap tidak benar, maka harus dilihat dahulu tentang pegang kepada segala peraturan-peraturan yang berlaku. Di
bagaimana dokter tersebut mengeluarkan surat keterangan. Indonesia, walaupun belum ada aturan-aturan yang jelas me-
Apabila surat keterangan tersebut dianggap palsu, maka se- rumuskan mengenai profesi kedokteran, ada Undang-undāng
benarnya yang termasuk dalam perbuatan pidana hanyalah nomor 6 tahun 1963 yang mengatur mengenai pelaksanaan
sifat-sifat dari perbuatan itu. Memberi keterangan palsu tentang pekerjaan dokter atau dokter gigi. Tugas dan kewajiban se-
ada atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacad. Apabila orang dokter mencakup kewajiban-kewajiban umum, ke-
sifat-sifat dari perbuatan ini, seperti tersebut di atas telah ada wajiban terhadap penderita, kewajiban tentang cara melaksana-
(pasal 267), telah ada pulalah perbuatan pidananya. Bila dalam kan profesi, kewajiban terhadap sesama dokter, dan kewajiban
keadaan sebenarnya dokter memberikan surat keterangan, di terhadap sesama tenaga kesehatan.
man surat keterangan tersebut menyebutkan tentang adanya Seperti juga pekerjaan-pekerjaan dalam bidang lain yang
atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacad; ternyata mempunyai hubungan kerja dengan orang lain, pekerjaan
keterangan tersebut tidak benar, maka sudah dapat dikatakan dokter mempunyai akibat hukum. Kesalahan dalain melaku-
bahwa dokter tersebut telah melakukan perbuatan pidana. kan pekerjaan dapat berakibat terlibat dalam perbuatan pidana
Pembuatnya itu diancam dengan pidana penjara paling lama yang berakibat ancaman pidana bagi dokter. Pemberian surat
empat tahun. keterangan sakit kepada penderita, seorang dokter tidak dapat
Apakah dokter tersebut dipidana, hal ini akan bergantung hanya mempertimbangkan kesehatan penderita saja, tetapi
kepada sifat-sifat orang yang melakukan perbuatan itu. Keada- juga perlu memperhatikan semua aspek yang menyangkut diri
an pada waktu dokter tersebut membuat atau memberikan surat pasien. Pemberian surat keterangan tanpa memperhatikan hal-
keterangan tersebut harus menjadikan pertimbangan. Bukan hal di atas dapat menimbulkan kesan, telah memberikan ke-
tidak mungkin bahwa dokter telah memberikan surat terangan yang tidak benar tentang diri penderita. Menurut
keterangan palsu karena dipaksa oleh orang lain, dan paksaan pasal 267 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, hal yang de-
ini demikian menekan batin dokter, sehingga ia terpaksa me- mikian dapat diancam sanksi pidana penjara selama-lamanya
nuruti kehendak dari orang yang memaksa itu, walaupun ia empat tahun. Tidak semua perbuatan pidana berakibat di-
mengetahui benar bahwa perbuatannya itu terlarang. Kemung- pidananya orang yang melakukan perbuatan pidana tersebut,
kinan lain, dokter memberikan surat keterangan tentang ada oleh karena perbuatan pidana dipisahkan dari pertanggungan
atau tidak adanya penyakit, ada atau tidak adanya kelemahan jawab pidana, sehingga memberikan konsekuensi yang ber-
dan cacad, padahal keadaan sebenarnya tidak demikian. Apa- lainan dengan pengertian yang tidak mengandung ide pemi-
kah surat keterangan dokter tersebut palsu. Dalam hal ini sahan.
mungkin dokter telah memberikan apa yang telah sesuai
dengan keyakinannya tentang keadaan pasiennya, sesuai
dengan pedoman bahwa seorang dokter harus melakukan
KEPUSTAKAAN
sesuatu yang telah diyakini untuk kebaikan pasiennya. Dalam
hal ini mungkin dokter telah meyakini bahwa untuk kebaikan 1. Lumintang PAI : Hukum Pidana Indonesia.
pasiennya, harus diberikan keterangan tersebut. Pada keadaan 2. Roeslan Salch. Perbuatan Pidana dan Pertanggungan jawab Pidana. Dua
pengertian dasar dalam ilmu Hukum.
yang demikian, akan dapat terjadi, apa yang telah diperbuat 3. Soeryono Sockanto. Aspek Hukum dan Etika Kedokteran di Indonesia.
oleh dokter tersebut semata-mata karena kekeliruan ilmiah, 4. Ubaidah. Kumpulan Kuliah ilmu Hukum semester II tahun 1986.
sehingga dokter tersebut memberikan surat keterangan. Dalam 5. Berita IDI : Ruang Etikdan Hukum. Edisi April, Mci, Juni, 1980.

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 35


Darah Dalam Tinja Neonatus

Dr. Firman Sitepu, Dr. Djauhariah AM dan


Dr. Nassir Abbas
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin/RSU Ujungpandang, Ujungpandang

PENDAHULUAN denaturasi alkali (Apt-Downey test).


Darah dalam tinja neonatus (DDTN) dapat berupa hema- • Perdarahan idiopatik
tokezia atau melena. Hematokezia berarti tinja mengandung Meskipun sudah dilakukan pemeriksaan lengkap dengan
darah yang terlihat berwarna merah darah, sedangkan melena alat diagnostik yang piling mutakhir seperti endoskopi, arte-
berwarna hitam atau coklat kehitaman karena sudah mengalami riografi dan radio nuklear, namun sebagian kasus yang tidak
perubahan kimiawi selama dalam saluran cerna. Banyaknya sedikit tidak dapat dijumpai lesi yang spesifik5. Perdarahan
darah bervariasi dari titik terlihat dengan mata telanjang sampai pada bayi golongan ini akan berhenti sendiri tanpa gejala
perdarahan masif'. Meskipun insidensi DDTN belum diketahui sisal .
secara pasti namun keadaan ini tidak jarang terjadi.
DDTN sering menggelisahkan orang tua dan segera mem- • Penyakit perdarahan bayi baru lahir (PPBBL)
bawanya ke dokter. Di lain pihak, dokter sering sukar mene- PPBBL yang klasik disebabkan oleh defisiensi vitamin K,
gakkan diagnosis. akibatnya'terjadi defisiensi faktor-faktor pembekuan yang ber-
Sebagian kasus memerlukan penanganan yang serius ber- gantung pada vitamin K yaitu faktor II, VII, IX dan X. Dalam
gantung pada penyebab dan beratnya perdarahan. keadaan normal waktu lahir partial thromboplastin time (PTT)
Tujuan tulisan ini membicarakan beberapa aspek DDTN. dan prothrombin time (PT) nilainya normal, kemudian
memanjang dan maksimum pada hari ke 2–3, lalu menurun
ETIOLOGI kembali sampai normal pada akhir minggu pertama. PT dan
DDTN dapat disebabkan karena darah ibu yang tertelan PTT yang memanjang akan lebih panjang lagi pada defisiensi
atau perdarahan dalam saluran cerna. Sebab musabab per- vitamin K sehingga terjadilah perdarahan6. Timbulnya per-
daerahan saluran cerna pada neonatus antara lain: perdarahan darahan paling sering hari ke 2–5 setelah lahir7. Defisiensi
idiopatik, penyakit perdarahan bayi barn lahir, necrotizing vitamin K pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena fungsi
enterocolitis , tukak tekanan pada lambung atau duodenum, hati belum matang, ibu menderita defisiensi vitamin K dan usus
alergi susu sapi, gastroenteritis, esofagitis, fisura ani, volvulus bayi yang masih steril. PPBBL dapat juga oleh trombosito-
dan lain-lain. penia3 . Gejala klinik selain hematokezia/melena juga ditemu-
kan perdarahan di tempat lain misalnya tali pusat, hidung, kulit,
• Tertelan darah ibu
selaput lendir, subgalea dan intrakranium.
Biasanya darah tertelan selama persalinan dan melena ter-
jadi 48 – 72 jam pertama. Kadang-kadang darah berasal dari • "Necrotizing enterocolitis "(NEC)
fisura mammae sewaktu menetek, dalam hal ini umumnya me- NEC pada bayi baru lahir merupakan penyakit akut dan
lena, ditemukan setelah bayi berumur lebih 3 hari. Keadaan berat yang disertai ulserasi dan nekrosis setempat atau tersebar
umum penderita baik1-4. Pemeriksaan hemoglobin dan hema- pada usus halus bagian bawah dan usus besar.
tokrit secara berrkala menunjukkan nilai normal. Darah ibu Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya NEC antara
(Hb A) dan darah neonatus (Hb F) dapat dibedakan dengan uji lain: gangguan sirkulasi (iskemia) mukosa usus, infeksi ter-

36 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


utama bakteri gram negatip, makanan seperti susu sapi, lebih- khalasia atau hernia hiatus. Gejala klinik khalasia/hernia hiatus
lebih kalau osmolaritasnya tinggi1. antara lain muntah, hematemesis, melena, pneumonia aspirasi
Gejala klinik sudah dapat ditemukan sejak hari petama dan gangguan pertumbuhan.
sampai minggu ke-4, tetapi paling sering pada umur 5 hari Diagnosis khalasia berdasarkan fluoroskopi dan foto aliran
pertama. Mungkin gejala diawali dengan perut gembung. mun- balik barium dari lambung ke esofagus selama pernapasan atau
tah dan hematokezia disusul oleh tanda-tanda perforasi dan apabila perut ditekan dari luar sedangkan hernia hiatus
peritonitis, asidosis berat, letargi, pembekuarr intravaskuler berdasarkan X-ray dan gsofaguskopi10.
diseminata, sepsis dan renjatan. Kasus dengan perjalanan pe- • Fisura ani
nyakit tidak begitu mendadak memperlihatkan bayi letargi, Mekonium atau tinja yang besar dan keras, pemeriksaan
malas minum, perut gembung, tinja bercampur darah dan di- rektum, kadang-kadang melukai selaput lendir anus menye-
ikuti tanda-tanda ileus. Beberapa hari kemudian mungkin babkan perdarahan. Kelainan ini dapat dilihat dengan me-
disertai perforasi usus dan peritonitis. lebarkan anus atau memasukkan tabung reaksi yang kecil ke
Pada kebanyakan kasus NEC, foto polos abdomen mem- dalamnya1.
perlihatkan distensi-usus halus dan penimbunan gas intramural. • Volvulus
Kemudian gas menembus dinding usus dan memberikan gam- Bagian usus yang terikat di dinding belakang rongga perut
baran spesifik yang disebut pneumatosis cystoides intestinalis. hanya pada 2 tempat yaitu duodenum dan kolon proksimal
Selain itu dpat terlihat udara bebas dalam rongga peritonium sehingga puliran usus dapat terjadi di antara kedua tempat
atau sistem porta. Kalau ditemukan udara dalam sistem porta tersebut, balk secara komplit maupun parsial. Letaknya
biasanya prognosis buruk2. obstruksi hampir selalu pada duodenojejunal junction. Sirkulasi
Tidak dijumpainya kelainan radiologik seperti tersebut di darah di daerah obstruksi sering tersumbat menyebabkan
atas, maka kemungkinan diagnosis ialah tukak tekanan pada gangren6. Gejala klinik ialah muntah dan perut gem-bung yang
lambung atau duodenum2. timbul akut disertai tinja bercampur darah; biasanya mulai
• Tukak tekanan pada lambung atau duodenum (TTLD ) beberapa hari setelah lahir1,6. X-ray abdomen memperlihatkan
Kemungkinan TTLD hams dipikirkan kalau terjadi hema- tanda-tanda obstruksi.
temesis dan hematokezia/melena pada bayi baru lahir (terutama
48 jam pertama) yang mempunyai riwayat: persalinan lama, PENDEKATAN DIAGNOSIS
hipoksia berulang, hipoglikemia, hematoma subdural, menigitis Riwayat penyakit
atau sepsis1,7. Data yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis
Tanda-tanda dan gejala yang paling sering ialah misalnya:
perdarahan saluran cerna yang hebat, perut gembung dan • umur penderita: Kelainan yang dapat menyebabkan tinja
perforasi. Selang nasogastrik membantu menegakkan diagnosis berdarah spesifik untuk kelompok umur tertentu. Umpamanya
dan X-ray abdomen dapat menunjukkan tanda-tanda perforasi. tertelan darah ibu waktu persalinan biasanya ditemukan darah
• Alergi susu sapi dalam tinja/mekonium 48–72 jam pertama. PPBBL paling
Protein susu sapi kadang-kadang dapat menyebabkan sering hari ke 2–5.
reaksi alergik sejak minggu pertama kehidupan2. Manifestasi • menduga asal perdarahan: dari saluran cerna atau darah ibu
klinik mungkin ditemukan pada sistem pernapasan, kulit dan yang tertelan.
saluran cerna8. Tanda-tanda dan gejala saluran cerna dapat • menaksir banyaknya perdarahan: apakah terlihat seperti ga-
berupa muntah, kolik, konstipasi dan diare dengan atau tanpa ris menetes, satu sendok dan sebagainya. TTLD dan PPBBL
darah . Pemeriksaan mukosa dengan sigmoidoskopi mem- dapat memberikan perdarahan hebat sedangkan esofagitis,
perlihatkan bintik-bintik perdarahan multipel dan rapuh. fisura ani dan gastroenteritis biasanya hanya sedikit7.
Mikroskopik terlihat proses radang dengan infiltrasi sel plasma • warna darah: berwarna merah terang, merah gelap atau
dan eosinofil pada mukosa. hitam seperti ter. Warna hitam biasanya perdarahan saluran
X-ray (barium enema) menunjukkan spasme segmental cerna bagian atas dan warna merah terang berasal dari saluran
dan ulserasi di daerah kolon9. Apabila pemberian susu sapi cerna bagian distal. Tetapi perdarahan masif pada lambung
dihentikan akan terjadi penyembuhan yang sempurna2. mungkin berwarna merah, selain itu perdarahan yang menetes
• Gastroenteritis lambat dari ileum kadang-kadang menjadikan tinja seperti
Gejala klinik infeksi saluran cerna dapat berupa muntah ter2.
dan diare dengan atau tanpa darah. Kadang-kadang diare sen- • letaknya darah dalam tinja: Di bagian luar seperti garis
diri menyebabkan fisura-ani1 . Diagnosis ditegakkan dengan mungkin lesinya di ampula rektum atau saluran anus10, se-
biakan tinja dan mikro-orgnisme patogen biasanya shigella dan dangkan dari saluran cerna yang lebih proksimal darah ber-
salmonella. campur dengan tinja.
• Esofagitis • perdarahan di tempat lain: misalnya di kulit, selaput lendir,
Dapat terjadi karena regurgitasi asam yang berulang- tali pusat dan lain-lain. Kelainan ini biasanya karena penyakit
ulang pada esofagus, kemudian terjadi perdarahan, oleh perdarahan.

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 37


• keadaan penderita: apakah nampak sakit, demam, pucat, kontrol dengan pembilasan berulang menggunakan larutan
sakit perut, diare, konstipasi, muntah atau tanpa kelainan lain. garam fisiologik yang dingin seperti es' . Jika'terjadi perforasi
Misalnya pada TTLD dan NEC bayi nampak sakit jelas, segera operasi.
sebaliknya tertelan darah ibu dan fisura ani keadaan umumnya • "Vecrotizing enterocolitis"
baik. Setelah diagnosis ditegakkan segera pasang pengisap lam-
• riwayat kehamilan dan persalinan: Prematuritas dan persa- bung secara intermitten atau menetap dan hentikan makanan
linan yang sulit sering berhubungan dengan TTLD dan NEC. per os. Keperluan cairan dan kalori diberikan melalui infus. Di-
• makanan: Apakah bayi mendapat ASI, susu sapi atau obat- berikan antibiotika, biasanya kombinasi penisilin dan kanami-
obat tertentu. Kalau minum ASI mungkin tertelan dari ftssura sin, Setiap 6–12 jam dibuat ulangan foto polos perut tegak
mammae; susu sapi kadang-kadang menyebabkan alergi dan untuk melihat perkembangan penyakit. Sebagian kasus meng-
obat-obat tertentu seperti ampisilin dan linkomisin dapat alami perbaikan setelah 48–72 jam tetapi kebanyakan me-
memberikan gambaran seperti darah dalam tinja. laporkan angka kematian di atas 50%, sehin,.4.a ada kecen-
derungan menangani kasus lebih agresif.
Pemeriksaan fisik Apabila dengan tindakan konservatif tidak terdapat per-
Yang sangat menolong untuk menegakkan diagnosis baikan, dianjurkan operasi sekalipun tidak ada perforasi2.
antara lain1 :
• Gastroenteritis
• tanda-tanda vital: apakah ada hipovolemia atau renjatan. Bergantung pada etiologinya, untuk shigella dapat diberi-
• lesi pada kulit: misalnya purpura karena PPBBL. kan ampisilin parenteral atau per os 100 mg/kgBB/hari dibagi
• pemeriksaan abdomen: mungkin dijumpai tanda-tanda perut dalam 4 dosis. Selain itu sering digunakan tetrasiklin, sulfona-
gembung dengan tumor yang menunjukkan suatu obstruksi mid dan kloramfenikol10. Dipertimbangkan pula pemberian
dengan perdarahan yang dapat ditemukan pada volvulus. cairan dan elektrolit.
Tumor yang bergerak mendukung lokasinya di daerah usus • Alergi susu sapi
atau mesenterium. Pemberian susu sapi dihentikan.
• pemeriksaan nasofaring: untuk mencari sumber perdarahan. • Volvulus
• pemeriksaan rektum: anus dilebarkan atau dimasukkan Sekali diagnosis ditegakkan, terapi pilihan ialah operasi.
tabung kecil ke dalamnya untuk melihat adanya fisuraani. Kadang-kadang obstruksi dapat sembuh spontan tetapi kalau
Pemeriksaan khusus ditunggu keadaan ini terjadi dapat menyebabkan nekrosis usus
Darah dalam tinja dapat dibuktikan dengan uji guajakol lebih luas sehingga lebih merugikan penderita4.
atau uji benzidin. Apakah darah bayi atau ibu, diperiksa dengan
uji denaturasi alkali (test Apt-Downey). Pemeriksaan darah
lengkap serta Hb dan Ht dimonitor tiap 4–24 jam untuk menilai
beratnya perdarahan. Pemeriksaan hitung trombosit, waktu
perdarahan, PTT dan PT untuk membedakan penyakit
perdarahan atau lesi setempat pada saluran cerna.
Bergantung pada sangkaan diagnosis mungkin diperlukan
pemeriksaan, seperti selang nasogastrik, foto polos perut,
"barium meal", biakan tinja dan lain-lain. Akhir-akhir ini di-
gunakan pemeriksaan arteriografi, endoskopi dan radionuklear.

PENGOBATAN
Pengobatan DDTN bergantung pada etiologi dan beratnya
perdarahan. Kalau kehilangan darah cukup banyak mungkin
diperlukan transfusi darah. Tertelan darah ibu tidak perlu di-
obati. Perdarahan idiopatik dan fisura ani pada neonatus biasa-
nya sembuh spontan.
Yang berikut memerlukan penanganan:
• Penyakit perdarahan bayi baru lahir
Pada kausa defisiensi vitamin K diberikan vitamin K dan
biasanya perdarahan berhenti cepat dalam beberapa jam. Dosis
9,5–1 mg im/iv yang dapat diulang beberapa kali bila perlu6.
Pada trombositopenia yang berat ada kecenderungan terjadi
perdarahan otak, oleh karena itu diperlukan transfusi trom-
bosit3.
• Tukak tekanan pada lambung atau duodenum
Pasang selang nasogastrik, perdarahan tukak dapat di-

38 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


• Esofagitis 2. Behrman RE. Neonatology, Diseases of The Fetus and Infant Saint Louis:
CV Mosby Co. 1973; pp 400–1.
Umumnya kausa esofagitis ialah hernia hiatus atau kha- 3. Black J. Neonatal Emergencies and Other Problem. London: Butterworths.
lasia. Oleh sebab itu pengobatannya digunakan terhadap pe- 1972; pp87–93.
nyebabnya. Biasanya dimulai dengan pengobatan konservatif 4. Davies PA, Robinson RI, Scopes JW, Tizard JPM and Wiggles-worth IS.
misalnya dengan memberikan makanan yang lebih kental dan Medical Care of Newborn Babies. Clinics in Develop-mental Medicine
nos. 44/45. 1972; pp 196–7, 202, 206–10.
posisi bayi setengah duduk/memakai kursi khusus. Kebanyakan 5. Berman WF and Holtzapple PG. Gastrointestinal Hemorrhage. Ped Clin
kasus (80%) hernia hiatus akan sembuh dengan cara ini dalam North Am. 1975; 23:885–95.
waktu lebih kurang 3 bulan. Khalasia umurnnya bersifat 6. Schaffer AJ and Every ME. Diseases of The New Born 3rd ed.
sementara dan akan menghilang setelah umur 6 bulan tetapi Philadelphia–London–Toronto: WB Saunders Co. 1971; pp 271–2, 322–4,
519–21.
satu-satu ada yang menetap5. 7. Roy CC, Silverman A and Cozzetto FJ. Paediatric Clinical Gas-
Kasus-kasus yang gagal dengan tindakan konservatif di- troenterology 2nd ed. Saint Louis: CV Mosby Co. 1975; pp 26–30, 88–94.
lakukan koreksi bedah yang berarti bahwa selama masa neo- 8. Susanto AH. Cow's Milk Protein Sensitive Enteropathy. Clinical and
natus tidak dilakukan operasi. Histological Features in Infants. Paediatr Indones. 1982; 22:65–9.
9. Swischuk LE and Hayden CK. Barium Enema Finings (? Segmental
Colitis) in Four Neonates with Bloody Diarrhea – Possible Wow's Milk
KEPUSTAKAAN Allergy. Paediatr Radiol. 1985; 15:34–37.
10. Kempe CH, Silver HK, and O'Brien D. Current Paediatric Diagnosis &
1. Pascoe DJ and Grossman M. Quick Reference to Paediatric Emergencies. Treatment 4th ed. Los Altos, California: Lange Medical Publ. 1976; pp
Philadelphia–Toronto: JB Lippincott 1973; pp 147–52. 414–5, 434, 442, 733–5, 737.

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 39


Etiopatogenesis Sindrom Defisiensi
Imun Yang Didapat

Drs.med. Eddy Hartono*, Drs.med. I Made Jeren*, Dr. Ketut Ngurah**


*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar
**Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar

PENDAHULUAN1-4 ETIOPATOGENESIS AIDS


Sindrom defisiensi imun yang didapat (SDID), yang lebih Etiologi2-10
populer dengan sebutan AIDS (acquired immune de- Sampai saat ini penyebab AIDS belum diketahui dengan
ficiency syndrome) merupakan penyakit defisiensi imunitas jelas. Namun pola epidemiologisnya memberikan gambaran,
seluler, sedangkan penyebab defisiensi tersebut tidak ditemu- penyebabnya adalah sejenis bahan yang dapat ditransmisikan,
kan pada penderita. Akibat kehilangan kekebalan, penderita baik berupa kontak seksual, melalui serum, maupun melalui
AIDS mudah terkena infeksi bakteri, jamur, parasit dan virus plasenta. Walaupun banyak yang diduga sebagai penyebabnya,
yang bersifat oportunistik. AIDS yang sering disertai baik secara sendiri maupun sebagai kofaktor, tetapi virus
keganasan, khususnya sarkoma Kaposi dan limfoma yang diduga sangat kuat sebagai penyebabnya. Hal ini ditunjang oleh
menyerang otak. beberapa pengamatan, antara lain:
SDID pertama kali dilaporkan di Amerika Serikat pada 1. distribusi penyakit sesuai dengan hepatitis B di negara-
tahun 1981. Namun dalam penelitian retrospektif menunjuk- negara industri..
kan, AIDS bermula lebih awal, yaitu pada akhir tahun 1970 2. karakteristik patofisiologinya sesuai dengan penyakit virus
penyakit ini telah ditemukan di Afrika Tengah dan Caribia pada binatang.
dengan pola infeksi yang berbeda. Infeksi AIDS di Amerika 3. AIDS terjadi pada penerima darah meskipun darah itu
Serikat paling banyak terjadi pada kelompok homoseksual, telah disterilkan dengan filter, sehingga ada dugaaa bahwa
sedangkan di. Afrika Tengah dan Caribia tidak menunjukkan penyebabnya adalah bahan yang dapat melalui filter.
faktor risiko yang khas. Pada mulanya penyakit ini dilaporkan 4. data epidemiologis menunjukkan bahwa penyebaran
pada laki-laki homoseksual, tetapi kemudian ditemukan pula terjadi karena kontak antar individu.
pada mereka yang bukan homoseksual bahkan pada anak-anak. 5. pemeriksaan dengan teknik laboratorium sederhana ter-
Oleh karena AIDS merupakan penyakit pembawa maut nyata tidak ditemukan bakteri, jamur, mikoplasina dan
dengan jumlah kasus yang cenderung meningkat progresif, beberapa jenis bahan sebagai penyebabnya.
maka banyak menarik perhatian para ilmuwan kedokteran. Mengingat hubungannya dengan keganasan, imunosu-
Telah banyak dilakukan penelitian guna menyingkap tabir presif dan infeksi oportunistik, retrovirus diduga sebagai
rahasia AIDS, namun jangkauan pengetahuan tentang AIDS penyebab AIDS. Beberapa artikel yang dipublikasikan oleh
hingga saat ini masih terbatas. National Cancer Institute menunjukkan human T cell lym-
Meskipun penyakit AIDS belum bisa ditangani secara photrophic virus (HTLV III)" yang merupakan suatu retro-
tuntas, tetapi dengan mengetahui dan mempelajari etiopato- virus. HTLV iii ini berhasil diisolasi dari sejumlah penderita
gerlesisnya diharapkan dapat menekan kasus atau minimal bisa AIDS atau yang memperlihatkan gejala prodromal AIDS.
mencegahnya. Dalam makalah ini akan dibahas etiologi dan Antibodi terhadap HTLV III-antigen ini ditemukan pada
patogenesis, kriteria diagnostik, epidemiologi dan sedikit sejumlah sampel serum, yaitu 88% dari penderita AIDS dan
mengenai pencegahan dan pengobatannya. 79% dari penderita dengan sindrom limfadenopati. Hanya

40 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


satu dari 64 orang yang sehat mempunyai antibodi terhadap tubuh. Sementara itu, sel T yang sudah rusak memproduksi
HTLV III-antigen ini. Dari penelitian di Perancis dilaporkan virus AIDS dan menyerang sel T yang lain. Jelas, dengan
telah dapat diisolasi dua bentuk virus yang mirip dengan adanya infeksi virus AIDS, jumlah helper T limfosit (limfosit T
retrovirus. Yang pertama berhasil diisolasi dari kelenjar limfe penolong) akan semakin menurun dan sistem imunologis tidak
laki-laki homoseksual dengan limfadenopati dan diberi nama berfungsi lagi. Limfadenopati dan gejala klinik lainnya akan
lymphadenopathy virus (LAV). Bentuk kedua diisolasi dari tampak. Virus, selain bersifat limfotropik juga bersifat
kultur limfosit T penderita hemofilia B, virus ini diberi nama neurotropik dan menyerang limfosit T4 dan sel otak. Dengan
immunodeficiency associated virus (IDAV). demikian, sistem imun pertahanan tubuh dan sistem saraf pusat
Penelitian lebih lanjut menunjukkan, HTLV III yang di- akan hancur.
temukan oleh Gallo (1984) dan LAV yang ditemukan Monta- Dengan menurunnya sistem imunologis maka akan timbul
gier dkk (1983), ternyata identik dan dapat diiosolasi dari infeksi oportunistik, seperti radang paru-paru Pneumocystic
penderita AIDS dan AIDS related complex. Gallo dkk di carinii, sarcoma Kaposi dan infeksi Mycobacterium avium
Washington dapat membuktikan adanya hubungan erat antara intraseluler.
AIDS dengan varian baru dari T cell leucemia virus (HTLV I),
yakni virus yang dapat venyebabkan adult T cell leucemia KRITERIA DIAGNOSTIK DAN GEJALA KLINIK2,7,11,12,13
melalui transformasi set T. Virus serumpun yang dapat me- Penyakit AIDS dapat bervariasi dari ringan sampai berat.
nimbulkan proliferasi patologis dari sel T dinamakan HTLV II, Diagnostiknya berdasarkan adanya defisiensi imunitas seluler
sedangkan HTLV 111 mempunyai kemampuan menghancur- yang penyebab penyakitnya tidak diketahui dengan jelas.
kan sel T. Karena gejala-gejala ini tidak spesifik untuk AIDS maka
HTLV III termasuk kelompok retrovirus karena ke- diperlukan anamnesis yang cermat mengenai faktor risikonya.
mampuannya mensintesis deoxyribonucleic acid (DNA) dari Berdasarkan gejala kliniknya, AIDS diklasifikasikan sebagai
ribonucleic acid (RNA). Dalam keadaan normal RNA berikut :
dibentuk. dari DNA. HTLV 111 diaineternya 100-120 mm dan
Full Blown AIDS
mempunyai nukleus silindris. Virus ini sangat 'infeksius dan
Terlihat adanya kemunduran imunitas seluler lengan di-
siap ditransmisikan melalui darah, saliva dan cairan semen pen-
temukannya sarkoma Kaposi, radang paru-paru Pneumocystic
derita homoseksual.
carinii dan infeksi oportunistik lainnya. Penyebab kemunduran
Patogenesis1,4,6,7 imunitas tersebut tidak diketahui dengan jelas.
Berdasarkan data yang ada ternyata transmisi terbanyak
AIDS Related Complex
adalah melalui kontak seksual pada penderita homoseksual.
Penderita AIDS related complex (ARC) menunjukkan
Cara transmisi lainnya bisa melalui jarum suntik yang dipakai
gejala limfadenopati yang tersebar luas, penurunan berat badan
pecandu narkotika. dan juga melalui transfusi darah seperti
dengan cepat, febris, luka-luka di mulut, diare kronis, rasa
penderita hemofilia. Belum dibuktikan adanya transmisi
lemah, limfopenia, anemia, idiopatik trombositopenia,
malalui kulit, barang-barang rumah tangga atau melalui udara.
pengurangan jumlah limfosit T4 serta pengurangan rasio
Penularan dapat pula melalui kontaminasi selaput lendir oleh
T4/T8. Para penderita ini tidak ditemukan infeksi oportunistik
darah atau cairan tubuh penderita AIDS, melalui air susu ibu
dan sarkoma Kaposi.
penderita AIDS kepada bayi atau melalui plasenta. Belakangan
Chronic Lymphadenopathy Syndrome
ini ada pelbagai laporan bahwa. orang tanpa kontak erat pun
Ditemukan limfadenopati pada laki-laki homoseksual
dapat ketularan, misalnya kalau ada lecet atau luka di kulit.
minimal selama tiga bulan dan mengenai lebih dari dua ke-
Masa inkubasi virus AIDS 13 bulan - 5 tahun.
lenjar ekstrainguinal tanpa penyebab yang jelas.
Dalam sistem imunologi yang normal, bila suatu virus
menginvasi tubuh yang sehat, virus akan dideteksi dan di- Pre-AIDS
identifikasi oleh makrofag. Makrofag akan memberitahu sel T Pada tenninologi ini penderita sangat mungkin berkem-
agar waspada. Sel T diaktivasi dan mengadakan multiplikasi bang menjadi f dl blown AIDS. Akan tetapi, karena belum ada
dalam pelbagai jenis sel T. Helper T cell (sel T penolong) akan bukti yang jelas, kapan orang menjadi All blown AIDS,
menstimulasi sel B. Sel B mengadakan multiplikasi dan terminologi ini masih sulit dipastikan.
memproduksi antibodi yang akan menyerang dan mematikan Amstrong (1983) membuat kriteria diagnostik berdasarkan
virus yang masuk. adanya infeksi oportunistik oleh bakteri, jamur, parasit dan
Pada serangan virus AIDS keadaannya berbeda.Jika virus virus. Kriteria tersebut, yaitu bila seseorang menderita satu
AIDS menyerang tubuh, virus ini akan menginfeksi sel T jenis infeksi yang tercantum dalam tabel I, atau menderita dua
penolong. Virus memblokir kemampuan sel T untuk me- maupun lebih infeksi yang tercantum dalam tabel II, maka
ngenal zat asing. Kemudian virus mengubah sel T penolong orang tersebut mungkin menderita AIDS.
menjadi tempat berkembangbiaknya. Karena sel T tidak lagi
memegang peranan dalam melawan infeksi, virus AIDS dengan GAMBARAN LABORATORIUM2,7,8,14
leluasa mengadakan inultiplikasi dan menyebar ke seluruh Kelainan imunologis yang terlihat pada AIDS ialah pe-

Tabel I

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 41


Penyakit yang disebabkan oleh salah satu dari organisme-orga- ditemukan dua penderita baru tiap minggu. Sedangkan di Swiss
nisrne di bawah ini merupakan petunjuk adanya AIDS
dan Belanda hanya ditemukan satu kasus baru tiap minggunya.
Bakteri Fungus Parasit Virus
Laporan dari Asia hanya menyebutkan satu dua kasus saja. Dan
di Jakarta ditemukan tiga kasus bentuk ringan (AIDS related
Mycobacterium Esofagitis karena Pneumonia Bentuk diseminata complex ).
intracellulare Candida Pneumocys- virus Cytomegalus Pola infeksi penderita AIDS di negara Barat umumnya
avium complex tic carinii herpes simplex yang mengikuti kaidah seperti berikut :
Ensefalitis progresif ulseratif
karena Lekoensefalopatia − 75% pada kelompok homoseksual atau biseksual,
Toxoplasma progresif multifokal − 13% pada kelompok pecandu narkotika yang menggunakan
gondii obat secara intra vena,
− 6% pada orang-orang Haiti tanpa riwayat homoseksual
Tabel II
maupun pecandu obat bius,
Penyakit yang disebabkan oleh dua atau lebih organisme di bawah ini
merupakan petunjuk adanya AIDS − 0,3% pada kelompok penderita hemofilia,
− 5% pada kelompok tanpa risiko yang jelas.
Bakteri Fungus Parasit Virus Di negara Afrika Tengah seperti Zaire, Ruanda dan
Burundi, penyakit ini merupakan penyakit heteroseksual
Pneumonia ka- Cryptococcus Cryptosporidio- Varicella herpes zos-
rena Legionella neoformans sis (diare lebih ter diseminata
dengan jumlah penderita pria dan wanita sama. Menurut
spp., Mycobac- Histoplasma dari satu bulan) Adenovirus laporan penelitian di negara-negara maju ternyata AIDS tidak
terim tbc. capsulatum Strongiloides Epstein Barrvirus mengenai semua orang. Ada golongan masyarakat yang mem-
Nocardia Coccidiodes punyai risiko tinggi terinfeksi AIDS, yakni kaum homoseksual
Listeria Blastomyses
Brucella
atau biseksual, penderita hetnofilia yang sering mendapat
transfusi darah dan'mereka yang sejak lahir mempunyai sistem
nurunan jumlah limfosit, yaitu rasio T helper (T4) dengan T imun yang lemah. Mungkin juga faktor genetik seperti pada
supressor terbalik dan kurang daripada 1. Pada full blown penduduk Haiti, Zaire dan Chad di Afrika. AIDS ditemukan
AIDS, tanda khas yang tampak yaitu depresi dan disfungsi pula pada orang-orang Haiti yang berada di Amerika Serikat
limfosit T4 disertai hiperaktivitas dari sel B. Kelainan fungsi yang bukan homoseksual maupun pecandu narkotika. Dengan
sel T dapat dilihat baik invivo inaupun invitro. Invivo berupa demikian, mungkin ada hubungan AIDS pada orang Haiti
alergi kulit, penurunan hipersensitivitas tipe lambar terhadap dengan endemik sarkoma Kaposi di Afrika dan adanya kun-
anteigen yang sudah dikenal seperti Candida, Mumps dan jungan para homoseksual dari Amerika Serikat ke Haiti yang
Purified Protein Derivate (PPD). Invitro berupa penurunan kemudian mendapat infeksi – yang selanjutnya ditularkan di
transformasi blast dari limfosit pada rangsangan nonspesifik Amerika Serikat. Hal ini menitnbulkan suatu hipotesis, apakah
dengan miteogen seperti pytohemaglutinin atau rangsangan sumber penyebab AIDS berasal dari Afika Tengah? Sampai
spesifik dengan toksoid tetanus atau PPD. Atau dengan me- sekarang Haitian Connection ini belum terungkap.
nurunnya reaksi limfosit campuran pada rangsangan antigen Peter Pot dari Institute of Tropical Medicine, Antwerpen,
allo pada pertnukaan limfosit. Pada permulaan penyakit di- Belgia, mendapatkan prevalensi dan distribusi yang sama pada
temukan peningkatan konsentrasi imunoglobulin G (Ig G) dan laki-laki dan wanita di Kinshasa dan Zaire pada tahun 1983.
imunoglobulin A (Ig A). Di samping itu, terjadi penurunan Hal ini membuktikanbahwa di Zaire terdapat penularan secara
proteksi gamma interferon dan interleukin 2. heteroseksual dan mempunyai pola epidemiologi yang berbeda
dengan yang terjadi di Amerika dan Eropa.
EPIDEMIOLOGI11-13 Dari penelitian lain juga ditemukan, AIDS dapat ditularkan
The Centers for Disease Control (CDC) menerima laporan secara heteroseksual terutama pada mereka yang sering :kontak
sejumlah 593 kasus sarkoma Kaposi, pneumonia Pneumocys- dengan wanita tuna susila.
tic carinii dan infeksi oportunistik lainnya dalam periode
Juni 1981 – September 1982. Penderita pada umumnya PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN
berumur 15 - 60 tahun tanpa penyakit imunosupresif mau- Pencegahan 3.13,15,16
pun pengobatan dengan imunosupresan. Dari sejumlah kasus Dewasa ini sedang giat dilakukan penelitian untuk mem-
tersebut, 41% penderita telah meninggal. Jumlah penderita buat vaksin anti AIDS oleh para ilmuwan walaupun hasilnya
terus meningkat hingga bulan Mei 1985 diperkirakan sekitar masih jauh dari memuaslcan, Karena belum ada obat yang
12.000. Laporan terakhir pada bulan September 1985 di efektif untuk memperbaiki defisiensi imunitas seluler, tindakan
Xmerika Serikat sudah mencapai 13.000 kasus. Begitu pula pencegahan amatlah penting. Langkah-langkah untuk men-
halnya jumlah penderita di Eropah meningkat dengan cepat. cegah penyebaran AIDS adalah sebagia berikut :
Misalnya di Perancis, ditemukan tiga kasus baru setiap minggu • menghindari hubungan kelamin dengan penderita AIDS
selama akhir tahun 1984. Di Jerman Barat dan Inggris pun atau tersangka penderita AIDS,
• mencegah hubungan kelamin dengan pasangan yang banyak

42 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


atau dengan orang yang mempunyai riwayat banyak pasang- tunistik serta sering menderita keganasan, khususnya sarkoma
an, Kaposi dan limfoma yang menyerang otak.
• menghindari hubungan kelamin dengan pecandu narkotika HTLV III diduga sebagai penyebab AIDS yang merupakan
yang mēnggunakan alat suntik, retrovirus, mengingat kemampuannya mensintesis DNA dari
• mencegah orang-orang yang termasuk risiko tinggi menjadi RNA. Virus ini mempunyai kemampuan menghambat sel T
donor darah, untuk mengenal bahan asing yang mengakibatkan hilangnya
• pemberian transfusi darah hanya untuk pasien yang benar- kemampuan sel T melawan infeksi.
benar perlu, Jumlah kasus cenderung meningkat, sementara pengetahu-
• pada setiap suntikan hams dijaga sterilitas alat suntiknya. an mengenai etiopatogenesis AIDS masih terbatas, begitu pula
hasil pengobatannya masih jauh dari memuaskan. Oleh karena
Pengobatan2,8,11,13 itu, usaha pencegahan merupakan hal yang amat panting
Terapi yang efektif untuk AIDS sampai saat ini masih jauh terutama pada kelompok risiko tinggi.
dari memuaskan. Pengobatan ditujukan untuk infeksi opor-
tunistik atau tumor sarkoma Kaposi, memperbaiki sistem imun
dan memberantas virus penyebabnya. Pengobatan infeksi
KEPUSTAKAAN
oportunistik tergantung pada penyebab infeksinya. Misalnya
pneumoni Pneumocystic carinii diobati dengan kombinasi 1. American Medical Association Council's Advisory Panel on AIDS : The
trimetoprim dan sulfametoksazol. Tetapi, obat ini sering Acquired Immune Deficiency Syndrome, JAMA, Southeast Asian Edition
menimbulkan efek samping berupa rash hipersensitif dan 1985; 1 : 54.
2. WHO : Acquired Immune Deficiency Syndrome Emergencies, WHO
leukopenia pada 30% dari kasus. Ketokonazol per oral atau Publication STD/1984, 1, Geneva 1984.
ampoterisin B intra vena sering dicoba untuk infeksi Candida 3. Shannon KM & Ammann AJ. Acquired Immune Deficiency Syndrome in
albican. Sarkoma Kaposi dicoba dengan vinblastin dan efo- Childhood, J Pediat 1985; 106, : 332.
posid. Sedangkan infeksi Mycobacterium avium intraselular 4. Sukardika K, Oka TG. Etiopatogenesis AIDS, Suatu Hipotetik. Kumpulan
Naskah Semiloka Masalah AIDS, IDI Cab. Denpasar, Okt. 1985.
dicoba dengan ansamisin. Terapi untuk memulihkan sistem 5. Bakta M: Masalah AIDS Aspek Klinis dan Pencegahannya dalam
imun sampai sekarang belum berhasil. Obat-obat yang telah Keluaiga. KPPIK VIII FK Unud, Feb. 1986.
dicoba angara lain : imunomodulator seperti isoprinosin, 6. Rapoza NP et aL The Acquired Immune Deficiency Syndrome, JAMA
produk biologis seperti interleukin 2, gamma interfeon dan SEA, Feb. 1985, 54.
7. Djuanda S. Acquired Ommune Deficiency Syndrome, Majalah ILUNI FK,
bahkan transplantasi sumsum tulang. No. 5, Th. IV, Des 1985; 14.
Semua usaha pengobatan di atas belum memberi hasil 8. Matondang CS. Sindroma Defisiensi Imum Yang Didapat (AIDS). MKI
yang baik sehingga usaha terakhir dilakukan dengan mpm- Vol. 35, No. 12, Des. a985, 725.
berāntas virus penyebabnya dengan obat anti virus. HTLV Ill, 9. Staal FW, Gallo R. The HTLV Story. Medicine Digest Asia, VoL 4, No. 2,
Feb. 1986, 19.
virus penyebab AIDS ini mempunyai enzim reverse transcrip- 10. Edghill K. AIDS An Update. Far East Health Nov. 1985, 14.
tase sehingga virus ini dapat membentuk DNA dari RNA yang 11. Moerdowo RM. Tinjauan Data Tentang Acquired Immune Deficiency
digunakan untuk replikasi. Usaha pemutusan rantai ini dicoba Syndrome. Kumpulan Naskah Semiloka Masalah AIDS, IDI Cab.
dengan obat-obat yang bersifat inhibitor reverse iranscriptase Denpasar, Okt. 1985.
12. NIH Conference : The Acquired Immune Deficiency Syndrome An
seperti suramin heksasodium dan HCA-23. Obat lain yang Update. Annal of Internal Medicine, June 1985.
dapat menghambat replikasi virus adalah trisodium 13. Budimulya U. Acquired Immune Deficiency Syndrome. MKI Vol. 35, No.
fosfonofomiat, ribavirin dan ansamisin. Efektivitas obatobat ini 12, Des. 1985, 735.
masih dalam penyelidikan. 14. Djelantik S. Laboratorium Didalam Membantu Diagnosa AIDS. Kumpulan
Naskah Semiloka Masalah AIDS, IDI Cab. Denpasar, Okt. 1985.
15. Duarsa W, Bratiarta. Acquired Immune Deficiency Syndrome. Kumpulan
RINGKASAN Naskah Semiloka Masalah AIDS, IDI Cab. Denpasar, Okt. 1985.
Telah dibahas etiopatogenesis, kriteria diagnostik, epi- 16. Sumendra W. Beberapa Penjetasan Mengenai Penyakit AIDS. Kumpulan
demiologi, pencegahan dan pengobatan sindrom defisiensi Naskah Semiloka Masalah AIDS, IDI Cab. Denpasar, Okt. 1985.
imun yang didapat. SDID merupakan penyakit defisiensi
Ucapan Terima Kasih
imunitas seluler yang pada penderitanya tidak ditemukan Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. I Made Bakta, dosen ahli ilmu
penyebab defisiensi tersebut. Penderita AIDS mudah ter- penyakit dalam FK Unud Denpasar atas segala bimbingan dan petunjuk-
infeksi bakteri, jamur, parasit dan virus yang bersifat opor petunjuknya sehingga makalah ini dapat diselesaikan.

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 43


Pengelolaan Program Imunisasi
di Daerah Tingkat II(Kabupeten/Kotamadya)
dan Pelaksanaannya di Wilayah Kerja
Puskesmas

Dr. Morrison David Ilahude


Surabaya

PENDAHULUAN PERAN SERTA LKMD/PKK DALAM PROGRAM


Upaya peningkatan status kesehatan masyarakat di negara- IMUNISASI
negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, mem-
Berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang
butuhkan penyusunan program yang komprehensif dan cermat,
Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, LKMD adalah salah
meliputi upaya pencegahan, pemeliharaan, pemulihan dan
satu perangkat Desa di samping Kepala Desa, yang.merencana-
peningkatan. Di samping itu, upaya motivasi (melalui PKM)
kan dan melaksanakan semua kegiatan pembangunan di Desa.
memberikan sumbangan yang amat penting dalam meningkat-
Dalam wadah LKMD ini terdapat seksi-seksi yang mencermin-
kan pengetahuan dan kesadaran masyarakat sehingga bersedia
kan seluruh kegiatan pembangunan yang diproyeksikan baik
berpartisipasi dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan
oleh Pusat maupun Daerah. Salah satu seksi yang terdapat
di lingkungannya.
dalam wadah LKMD tersebut adalah PKK. PKK itu sendiri
Para perencana program kesehatan mulai dari tingkat Pusat
mempunyai program pokok yang sudah dibakukan sebagai
sampai ke tingkat Daerah senantiasa menghadapi pilihan yang
10 Program Pokok PKK. Salah satu dari kesepuluh program
sulit dalam menyusun program, karena terbatasnya sumber
pokok tersebut adalah program kesehatan sebagai pokok
daya yang tersedia. Di antara pilihan-pilihan yang sulit itu,
program yang ke 7. Baik LKMD maupun PKK selama ini telah
disadari, upaya preventif yakni program imunisasi merupakan
merupakan wadah organisasi yang mantap eksistensinya
salah satu upaya yang paling efektif dan mempunyai andil yang
(meskipun mungkin di desa-desa tertentu belum mantap pro-
besar dalam menurunkan angka kematian bayi, yang di
gramnya) karena adanya Tim Pembina LKMD dan Tim Peng-
Indonesia sendiri masih mencapai 90 per mil, suatu angka yang
gerak PKK, baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah
tergolong tinggi di kawasan ASEAN.
dan Kecamatan. Karena itu, integrasi program kesehatan
Selama beberapa dekade terakhir ini, program imunisasi
fungsional Dinas Kesehatan ke dalam program kesehatan
makin ditingkatkan seiring dengan meningkatnya kualitas dan
LKMD/PKK bukan merupakan hal yang tidak mungkin di-
stabilitas vaksin serta lancarnya sarana cold chain.
laksanakan.
Program imunisasi itu sendiri adalah bentuk pelayanan
kesehatan yang bersifat massal, karena jangkauan sasarannya
Dasar Pemikiran
yang meliputi keseluruhan kelompok populasi tertentu (bayi,
anak-anak dan ibu hamil). Oleh karenanya dukungan dan • Angka kematian bayi yang tergolong tinggi di kawasan
partisipasi masyarakat mutlak diperlukan. Adanya organisasi ASEAN, yakni 90 permil dengan penyebab kematian terbanyak
kemasyarakatan yang telah mantap melaksanakan program- adalah penyakit diare dan penyakit menular yang dapat dicegah
programnya sampai di pedesaan, yakni LKMD/PKK merupa- melalui imunisasi (immunisable).
kān wadah yang amat penting dan amat potensial untuk di- Kenyataan ini merupakan hal yang dapat dijadikan dasar
libatkan dalam kegiatan program imunisasi sehingga motivasi terhadap ibu-ibu dalam jajaran PKK maupun masya-
keberhasilan program dapat diharapkan tercapai sampai tingkat rakat, karena mereka dengan sendirinya amat berkepentingan
yang optimal. demi kesejahteraan anak-anaknya.

44 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


• Kerugian yang diakibatkan oleh tingginya angka kematian diperlukan untuk meningkatkan jangkauan sasaran.
bayi itu adalah hilangnya potensi generasi penerus bangsa.
Kebijaksanaan
Bayi yang sakit-sakitan atau cacad (polio) merupakan beban
• lbu sebagai pusat pembinaan dan pelayanan kesehatan
yang harus ditanggung bangsa khususnya keluarga yang ber-
keluarga; jika pengetahuan dan kemampuannya untuk me-
sangkutan. Besarnya angka kematian bayi tersebut menyebab-
nangani masalah kesehatan secara dini terbatas, maka masalah
kan hilangnya sebagian modal dasar pembangunan, yakni
kesehatan tersebut bertambah berat sehingga memerlukan
jwnlah penduduk. Kenyataan ini dapat dijadikan pendorong
pertolongan medik, artinya beban keluarga bertambah berat
timbulnya partisipasi LKMD dalam kegiatan penanggulangan
pula. Karena itu peningkatan pengetahuan dan kemampuan
masalah kesehatan khususnya program imunisasi.
mereka diarahkan untuk:
• Pendekatan strategis Pembangunan Kesehatan dalam
a. Mengenal resiko utama keluarga.
Repelita IV. Untuk mencapai sasaran menurunnya angka ke-
b. Mengetahui cara sederhana untuk mencegah atau meng-
matian bayi menjadi 70 permil secara efektif dan efisien,
atasinya.
sekaligus dapat menangani juga masalah kesehatan lain yang
c. Mengetahui cara untuk mencari pertolongan medik jika
erat kaitannya dengan kematian bayi, maka diadakan kegiatan
diperlukan.
lapangan yang disebut posyandu KB - Kesehatan di desa-desa,
• Ibu menjadi partner untuk mensukseskan program imuni-
dengan 5 jenis kegiatan yakni pelayanan KIA, KB, Gizi, Pe-
sasi, karena cara kerjanya bisa luwes dalam menggarap sasaran
nanggulangan Diare dan Imunisasi.
program imunisasi (sesama ibu rumah tangga). Peranbantu ibu
• Peranan Ibu Rumah Tangga yang biasanya paling tanggap
rumah tangga dalam penyuksesan program imunisasi dapat
terhadap masalah kesehatan dan menentukan keputusan dalam dijabarkan menjadi:
mengatasi gangguan kesehatan dalam keluarganya. Karena itu
a. Sebagai motivator, yang menggugah kesadaran dan
amat pentingnya usaha untuk meningkatkan pengetahuan dan
persepsi masyarakat terhadap kesehatan.
kesadaran lbu Rumah Tangga kearah "konsep mandiri" dalam b. Sebagai penggerak dengan cara melaksanakan beberapa
kesehatan keluarga, sehingga Ibu mampu jadi pusat pembinaan
kegiatan konkrit seperti :
dan pelayanan kesehatan bagi keluarganya.
− Mencatat kelahiran bayi dalam periode tertentu yang
• Peranan Tim Penggerak PKK (sebagai perencana, pe-
kemudian dapat dipakai sebagai register vaksinasi.
laksana, pengendali dan penggerak di masing-masing tingkat
Menyusun jadual vaksinasi di wilayahnya bersama pe-
pemerintahan) dalam program imunisasi ini dapat berfungsi
tugas kesehatan (juru imunisasi).
dalam Perencanaan Program Kerja, melaksanakan dan meng-
− Memberitahukan penduduk sasaran tentang waktu dan
gerakkan potensi masyarakat, memberikan motivasi, mengen-
tempat vaksinasi yang akan dilaksanakan.
dalikan dan mengawasi pensuksesan program imunisasi.
− Mengunjungi serta menggerakkan penduduk sasaran
• Peran bantu Tim Penggerak PKK secara aktif berupa :
yang tidak datang pada vaksinasi pertama maupun
penyuluhan dari ibu ke ibu, registrasi penduduk sasaran,
ulangan yang diperlukan.
penyusunan daftar vaksinasi, kunjungan ulang ke rumah
penduduk sasaran dalam rangka pemberitahuan sekaligus Pokok-pokok Kegiatan
motivasi agar ibu-ibu datang lagi ke posyandu sesuai jadual • Pertemuan Orientasi
(untuk revaksinasi), terbukti sangat menentukan keberhasilan Dilaksanakan antar Tim Penggerak PKK se--Dati II dengan.
program 'imunisasi. Jadi peran bantu Tim Penggerak PKK maksud :
adalah sebagai motivator dan penggerak. – Memotivasi dan memupuk keyakinan tentang pentingnya
peranbantu PKK secara aktif dan terencana dalam program
Maksud dan Tujuan Peranbantu PKK imunisasi.
• Sesuai dengan fungsi Tim Penggerak PKK, maksud peran- – Inventarisasi jalur-jalur PKK yang bermanfaat dan dapat
bantu PKK adalah mensukseskan salah satu program sektoral mengembangkan mekanisme peranbantu tersebut.
(Imunisasi) yang berkaitan pula dengan kesejahteraan keluarga. – Penyusunan rencana operasional bersama antara sektor
Dengan adanya motivasi dan penggerakan terhadap Kesehatan dan PKK (BangDes).
masyarakat, cakupan imunisasi jelas meningkat. • Penataran
• Tujuan peran bantu PKK adalah meningkatkan cakupan Dilaksanakan bagi Tim Penggerak PKK tingkat propinsi, Dati
imunisasi. Agar terwujud dengan nyata, perlu diadakan upaya- II, Kecamatan dan kader Desa agar dapat melaksanakan
upaya : peranbantu secara nyata. Langkah-langkah tersebut berupa:
a. Tini Penggerak PKK di semua tingkat pemerintahan di- – Penyusunan buku petunjuk serta kurikulum bersama.
usahakan mengetahui dan menyadari pentingnya program – Latihan fasilitator.
imunisasi, serta berupaya meningkatkan jangkauan sasaran- – Latihan Tim Penggerak PKK tingkat Kecamatan.
nya. – Latihan Kader PKK Desa.
b. Tim Penggerak PKK di semua tingkat pemerintahan di- • Pelaksanaan
usahakan agar mampu melaksanakan langkah-langkah yang Peranbantu secara operasional disusun bersama antara Tim

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 45


Penggerak PKK Kecamatan dengan Puskesmas berdasarkan bahan masukan dalam proses pengambilan keputusan.
juklak yang disusun bersama pula. Ini dapat dilakukan melalui 2) Identifikasi wilayah yang akan diintervensi yang meliputi
Mini Lokakarya Puskesmas yang nierupakan kegiatan rutin analisa data penduduk, sarana perhubungan yang ada, luas
bulanan. Pengawasan dapat dilakukan dalam wadah LKMD. wilayah dan lain-lain.
• Evaluasi sederhana 3) Menentukan prioritas program berdasarkan prevalensi
Diarahkan untuk mengukur hasil-guna peranbantu PKK dalam penyakit menular yang dapat diimunisasi, serta tersedianya
meningkatkan cakupan imunisasi. Selanjutnya dapat di- vaksin dan sarana cold chain baik di tingkat Dinas Kesehatan
kembangkan dengan beberapa penilaian kualitatif, antara lain: maupun Puskesmas. Wilayah kerja Puskesmas yang mem-
– persentase cakupan bayi yang mendapat imunisasi penuh. punyai prevalensi penyakit yang dapat diimunisasi, yang tinggi
– perubahan angka kematian bayi sebagai akibat program tentu saja harus diprioritaskan pengadaan vaksin dan sarana
imunisasi. cold chain-nya. Jika perlu dilakukan intervensi yang bersifat
– Perubahan angka kelahiran. crash program. Demikian pula di wilayah kerja suatu Puskes-
• Penyebaran informasi kepada masyarakat mas diperkirakan (berdasarkan pengalaman) sulit menggerak-
Hasil evaluasi dapat diinformasikan kepada masyarakat, kan peran bantu PKK (LKMD). Untuk wilayah kerja seperti itu
khususnya ibu-ibu rumah tangga untuk dikaji, dengan maksud diperlukan upaya PKM yang intensif lebih dahulu.
– menciptakan kepuasan (bila berhasil) yang akhirnya me- 4) Menetapkan tujuan (Objective/Goal).
yakinkan mereka untuk meningkatkan peranbantunya. Ditentukan berdasarkan data populasi yang harus diberi ke-
– Dalam jangka panjang : tercapainya tujuan pembangunan kebalan melalui program imunisasi, dikaitkan dengan target
kesehatan : "Peningkatan kemampuan penduduk untuk nasional yang telah ditentukan dari pusat yakni :
menolong dirinya sendiri". Bayi : 3.5% dari jumlah penduduk.
Ibu Hamil : 4.4% dari jumlah penduduk.
Pengorganisasian Pasangan Usia Subur (terma-
• Tingkat Dati II suk yang hamil) : 14% dari jumlah penduduk.
Tim Penggerak PKK – Dati II bekerjasama dengan Bangdes Murid SD Kelas I dan
dan Dinas Kesehatan, menyelenggarakan penataran petugas Kelas VI : sesuai dengan jumlah murid
pelaksana dalam wilayahnya, mengadakan pembinaan dalam di masing-masing kelas.
pelaksanaan, memonitor serta menyesuaikan pelaksanaan di 5) Menyusun rencana kegiatan dan jadualnya.
lapangan dengan petunjuk dari tingkat propinsi yang telah Langkah ini disusun dalam suatu lokakarya atau rapat
ditetapkan sebelumnya. koordinasi di tingkat Dati II, dan dalam suatu mini lokakarya di
• Tingkat Kecamatan Tingkat Puskesmas. Ini akan menghasilkan rencana operasional
Tim Penggerak PKK kecamatan bekerjasama dengan bersama.
Bangdes Kecamatan dan Puskesmas menyelenggarakan 6) Evaluasi.
penataran Kader Desa, membina pelaksanaan di lapangan, Dilaksanakan baik mulai dari tahap perencanaan sampai
membina LKMD (Seksi Kesehatan dan seksi PKK), memonitor pada tahap pelaksanaan dan diakhiri pelaksanaan tahunan. Jadi
dan menyesuaikan pelaksanaan di lapangan dan memberikan evaluasi harus dilakukan secara periodik atau sewaktuwaktu
laporan ke tingkat Dati II sesuai ketentuan. dalam rangka pengawasan dan pengendalian program, serta
• Tingkat Desa sebagai bahan masukan dalam penetapan kebijaksanaan
Ibu-ibu anggota PKK Desa bersama Kader PKK mewujudkan pelaksanaan selanjutnya.
peranbantunya dalam pelaksanaan vaksinasi, mengadakan Setelah langkah-langkah perencanaan disusun dan di-
pencatatan sederhana dan memberikan laporan sesuai ketentu- tentukan, hasil keputusan ini dibahas lebih lanjut dalam
an. lokakarya tingkat Dati II dalam rangka penyusunan rencana
operasional bersama.

PERENCANAAN PENYUSUNAN RENCANA DAN JADWAL KEGIATAN


Sebelum Program Imunisasi dilaksanakan dengan me- Rencana dan jadual kegiatan program imunisasi yang
manfaatkan peran bantu PKK (LKMD), tentu saja Dinas Ke- melibatkan peran bantu PKK (LKMD) dapat dijabarkan
sejratan secara intern menyusun dahululangkah-langkah pe- sebagai berikut:
renanaan sebagai berikut:
1) Identifikasi masalah yang berkaitan dengan program imuni- Rencana dan jadwal kegiatan di tingkat Dati II
sasi. Data-data pelaksanaan program sebelumnya dianalisa • Persiapan
menyangkut besarnya angka cakupan imunisasi, angka drop − Penyusunan Perencanaan Program Imunisasi Dinas Ke-
out, hambatan-hambatan yang ditetnukan di lapangan, ter- sehatan.
batasnya sumberdaya (tenaga, dana dan perlatan termasuk − Pendekatan rencana pelaksanaan program dengan Penguasa
persediaan vaksin dan cold chain). sulitnya transportasi dan Wilayah Tk II, Bangdes, dan Ketua Tim Penggerak PKK
luasnya wilayah operasi dan lain-lain yang penting sebagai tingkat II.

46 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


– Penentuan waktu, tempat dan jadual acara lokakarya/ rapat Tabel 1. Jadwal Kegiatan Peranbantu PKK dalam Program Imunisasi.
Dati II :
koordinasi Dati II.
• Pelaksanaan
a) Mengadakan Lokakarya/Rapat kordinasi.
Peserta : Tim Penggerak PKK Dati II/Bangdes
Dinas Kesehatan
Para Kepala Puskesmas.
Tujuan :
– Meningkatkan keyakinan dan memantapkan kesepakatan
mengenai pentingnya peran bantu PKK secara aktif dan
terencana dalam program imunisasi.
– Menetapkan jalur-jalur PKK yang dapat dimanfaatkan
dalam pengembangan mekanisme peran bantu.
– Menyusun rencana operasional bersama, meliputi : Pe-
nataran Tim Penggerak PKK Kecamatan, Penyusunan
petunjuk pelaksanaan dilapangan, Menentukan jadwal
bimbingan/pembinaan dan monitoring pelaksanaan di
lapangan.
b) Penataran petugas pelaksana Kecamatan.
Peserta : Tim Penggerak PKK Kecamatan.
Penatar: Bangdes
Dinas Kesehatan
Tim Penggerak PKK Dati II
c) Bimbingan/pembinaan dan monitoring pelaksanaan peran-
gram imunisasi dngan peran bantu PKK.
bantu PPK dalam program imunisasi di Kecamatan. Untuk Dati
Peserta : Tim Penggerak PKK Kecamatan
II yang memiliki Kecamatan dalam jumlah yang besar,
Bangdes
bimbingan dan monitoring ini dapat dilaksanakan bertahap
Kepala Puskesmas bersama staff.
pada beberapa Kecamatan, dilanjutkan dengan beberapa
kecamatan dalam tahap berikutnya dan seterusnya. Atau di-
bentuk Tim-tim yang bertanggung jawab membimbing dan
memonitor pelaksanaannya di beberapa Kecamatan tertentu.
• Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara periodik dengan menganalisa
laporan kegiatan yang masuk dari wilayah Kecamatan dan dari
hasil monitoring. Dapat juga dilaksanakan dengan cara
mengadakan evaluasi mendadak secara langsung di lapangan.
Jadual kegiatan disusun dengan menggunakan model
Gant's Chart (Lihat Tabel 1).

Rencana dan Jadual Kegiatan di tingkat Kecamatan.


• Persiapan
– Penyusunan Rencana Program Imunisasi Puskesmas. Pus-
kesmas harus membuat juga perencanaan program yang
mencakup wilayah kerjanya.
– Pendekatan rencana pelaksanaan program imunisasi melalui
peran bantu PKK/LKMD dengan Penguasa Wilayah
Kecamatan, Bangdes Kecamatan dan Ketua Tim Penggerak
PKK Kecamatan.
– Penetapan waktu, tempat dan jadual acara Mini lokakarya
yang khusus membahas program imunisasi dengan peran
bantu PKK.
• Pelaksanaan
a) Menyelenggarakan Minilokakarya khusus membahas pro-

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 47


Tujuan: • Evaluasi
– Memantapkan kesepakatan mengenai pentingnya peran Evaluasi dilaksanakan setiap bulan pada waktu diadakan
bantu PKK secara aktif dan terarah dalam program imu- Mini lokakarya yang merupakan kegiatan rutin Puskesmas.
nisasi. Jadual kegiatan program imunisasi tingkat kecamatan
– Menetapkan jalur-jalur PKK yang dapat dimanfaatkan dapat pula disusun menurut model Gant's Chart seperti cara
dalam pengembangan mekanisme peranbantu PKK. penyusunan jadual kegiatan tingkat Dati II.
Menyusun rencana operasional terpadu, meliputi: • Penatar- KEPUSTAKAAN
an Kader PKK/Desa, menentukan jadual bimbingan dan 1. Angle AN et. al "Immunization Program" Guidelines for
monitoring pelaksanaan program di lapangan. Analysis of Communicable Disease Control Planning in
b) Melaksanakan Penataran Kader Desa/ibu-ibu PKK Desa. Developing Countries, International Health Planning
Peserta : Kader Desa yang ditunjuk oleh Desa yang bersangkut Method Series. DHEW Publication No. (PHS) 79-50080.
an. 2. Departemen Kesehatan RI, Direktur Jenderal P3M.
Penatar: Bangdes Kecamatan "Immunisasi Milik Ibu Hamil, Bayi Dan Anak-Anak.
Tim Penggerak PKK Kecamatan de Quadros, Ciro A. "Appropriate Technology in
Puskesmas Extension of Immunisation" World Health Forum, An
– Mempersiapkan vaksin dan perlengkapan cold chain yang International Journal of Health Development 1981, Vol. 2, No.
akan digunakan di pos-pos pelayanan terpadu. 4. pp. S48-550. Ruspandi, Hanny. "Program Immunisasi di
Jawa Timur". Tim Penggerak PKK Pusat. "Peranbantu PKK
Dalam-Akselerasi Pro-gram Immunisasi.

48 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


Uji Endotoksin Bakteri
Menggunakan Limulus Amoebocyt Lysate

Drs. Usman Suwandi


Pusat Penelitian dan Pengembangan PT Kalbe Farma, Jakarta

PENDAHULUAN diketahuinya endotoksin lebih awal, sehingga eliminasi dapat


Salah satu persyaratan produk-produk untuk injeksi yaitu segera dilakukan sebelum memasuki proses berikutnya.
harus babas dari kontaminasi mikroorganisme. Mikroorganisme
kontaminan biasanya dieliminasi dengan Cara sterilisasi. Mati-
nya mikroorganisme dalam produk farmasi, belum menjamin ENDOTOKSIN
tiadanya efek-efek merugikan akibat kontaminan mikroorga- Salah satu ciri Khas bakteri Gram Negatif terletak pada
nisme. Karena apabila komponen-komponen penyusun mikro- penyusun dinding selnya, yaitu adanya Lipopolisakarida
organisme yang sudah mati tersebut dalam jumlah yang cukup, (LPS) yang kemudian dikenal dengan istilah Endotoksin.
mereka akan dapat menimbulkan efek-efek yang tidak di- Di samping Lipopolisakarida, dinding sel juga tersusun dari
kehendaki. Salah satu komponen penyusun dinding sel bakteri, mukopeptida, lipid, protein, lipoprotein dan bahan yang
khususnya dari golongan gram negatif yang sering menimbul- lain. Salah satu yang menarik dari endotoksin adalah sifat
kan efek merugikan adalah Lipopolisakarida, yang dikenal toksik dan antigenik yang dimilikinya. Sifat toksin dikaitkan
sebagai endotoksin. Endotoksin diperkirakan merupakan dengan .senyawa lipid penyusunnya, sedang penyusun yang
substansi pirogenik yang sangat aktif dibandingkan dngan sub- lain yaitu polisakarida berperanan dalam membentuk sifat
stansi pirogenik yang lain, seperti miko bakteria, fungi, DNA antigenik. Menurut Chandler Stetson dalam Bacterial Infection
dan RNA virus, protein, polipeptida dan lain sebagainya. of Man (1965), polisakarida endotoksin pada umumnya terdiri
Kehadiran substansi pirogenik dalam produk-produk farmasi dari D. Glukosamin, heptosa & glukosa: selain itu juga
jelas tidak diharapkan. Walaupun dalam batas-batas tertentu mengandung salah satu atau lebih gula-gula lain seperti
masih dapat ditolerir, namun usaha untuk mengeliminasi se- pentosa, desoksiheksosa, dideoksiheksosa, manosa atau galak-
banyak mungkin tetap dilakukan. Dengan demikian diperlukan tosamin.
suatū detektor yang baik dan mampu menomitor endotoksin Endotoksin mempunyai potensi bervairasi tergantung
dalam jumlah relatif sedikit. pada jenis mikroorganismenya, tetapi efek yang ditimbulkan
Setelah mengetahui bahwa endotoksin dari suatu jenis secara kualitatif adalah sama. Sediaan endotoksin dapat di-
bakteri ternyata mampu menggumpalkan darah salah satu jenis peroleh dengan ekstraksi bakteri utuh atau sediaan dinding
invertebrata dari spesies Limulus poli'phemus, kemudian Levin sel bakteri. Apabila endotoksin diinjeksikan pada binatang
& Bang mengembangkan suatu metode untuk mendeteksi percobaan, ia akan dapat menimbulkan demam, leukopenia,
endotoksin. Metode tersebut kemudian dikenal sebagai Limulus syok dan kematian; tergantung pada dosis, bahan dan rute
Aroebocyt Lvsate (LAL). pemberian. Seperti yang dilaporkan oleh Thomas .1. Novitsky
Terdeteksinya endotoksin pada jumlah yang relatif kecil (1984), jika endotoksin Escher'icia colt, yaitu suatu bakteri
'dalam sediaan Injeksi pada waktu In Process mempunyai yang biasa hidup dalam saluran pencernaan, diinjeksikan pada
keuntungan ganda. Disatu fihak menghindari masuknya endo- manusia 1 ng/Kg Berat Badan, akan menyebabkan demam
toksin dalam batas ambang yang tidak dikehendaki ke tubuh dan bila dosisnya diperhesar akan menimbulkan syok dan
pasien, dilain fihak perusahaan mendapat keuntungan dengan mungkin kematian. Demikian juga hasil penyelidikan Greisman

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 49


dan Hornick yang dilaporkan oleh H. Bickel dan K.H. Meyer "The gel-clot end point test" (Uji penggumpalan gelatin)
(1982), menunjukkan, dosis ambang endotoksin Salmonella
1) Reagensia LAL dicampur dengan sampel larutan uji dalam
typhosa pada manusia dan kelinci yaitu diantara 0,1 - 1,0 ng/kg
tabling galas masing-masing dengan volume sama yaitu 1,0 ml.
berat badan, sedangkan dosis ambang untuk Pseudomonas
2) Setelah dicampur, tabung gelas tersebut diinkubasi pada
lebih besar daripada 50 ng/kg berat badan. Dosis Pirogenik
temperatur 37°C ± 2°C selama 60 menit ± 1 menit.
(DP-50) endotoksin standar pada kelinci yaitu 1 EU
3) Pembacaan pengujian larutan yaitu tabung galas dari inku-
(Endotoksin Unit) per kg berat badan. 1 EU merupakan dosis
bator diambil dengan hati-hati, kemudian membaliknya 180°,
yang dapat disamakan kegiatannya/potensinya dengan 0,194 ng
sehingga permukaan atas tabung berada di bagian bawah.
EC-2 ERS (Endotoxin Reference Standard). Dosis Pirogenik
4) Hasil pembacaan adalah :
(DP-50) yaitu dosis yang menyebabkan 50% kelinci yang
– Positif ( + ) jika terbentuk gelatin pada yang tetap, berarti
diinjeksi memper$hatkan kenaikan suhu tubuh sedikitnya
contoh larutan uji tersebut mengandung sedikitnya sama
0,6°C.
dengan sensitivitas Reagensia yang digunakan.
Di samping menyebabkan pirogenitas dan lethalitas, J.
– Negatif ( – ) jika tidak terbentuk•gelatin padat yang tetap,
Dony (1981) inenyatakan, endotoksin bakteri pada mamalia
berarti bahwa contoh larutan uji tersebut tidak mengandung
juga mempunyai efek biologis yang lain, seperti reaksi
endotoksin atau lebih sedikit daripada sensitivitas reagensia
epinefrin, inflamasi pada kulit, toleransi dan resistensi non
yang digunakan.
spesifik terhadap injeksi, proteksi efek "vascular" dan haemo-
Dalam menginterpretasikan hasil pembacaan untuk memper-
dinamik terhadap radiasi, metabolism karbohidrat, efek seluler,
kirakan kandungan endotoksin dalam contoh, tergantung pada
abortus, artritis, stimulasi produksi interferon, dan_ sebagainya.
sensitivitas reagensia. Oleh karena itu dalam melakukan
Selain itu, endotoksin juga akan mempengaruhi imunitas non
pengujian perlu rnemilih reagensia yang sesuai dengan ke-
spesifik terhadap infeksi bakteri, fagositosis dan sintesis
butuhan, karena begitu banyak macam reagensia dengan
antibodi. Karena sifat resistensi non spesifik tersebut, binatang
sensitivitas bermacam-macam. Hampir setiap reagensia me-
yang diinjeksi endotoksin berulang-ulang akan menjadi tidak
merlukan penanganan dan penyimpanan yang berlainan.
responsif terhadap pirogenitas dan efek biologis yang lain. Efek
Demikian juga tentang persiapan dan pelaksanaan pengujian
toleransi endotoksin adalah juga non spesifik, dengan demikian
LAL. Sebagai contoh perbandingan tentang variasi pengelola-
hewan yang tidak responsif tersebut bila diinjeksi dengan
an dari berbagai reagensia dalam pengujian LAL dapat dilihat
cndotoksin dari jenis bakteri lain juga akan memperlihatkan
pada tabel 1. Pemakaian reagensia dan contoh larutan uji
efek tidak responsif.
dengan volume 0,1 ml, selanjutnya dikenal sebagai metode
makro. D. Kruger (1982) dalam artikelnya menyebutkan
UJI "LIMULUS AMOEBOCYTE LYSATE" (LAL) bahwa saat ini telah dikembangkan suatu micro method dan
Reagensia LAL dibuat dari ekstrak set darah Horseshoe lamellae micro method. Jika dibandingkan dengan makro,
Crab dari spesies Limulus polvphentus, yaitu jenis invertebrata kedua metoda tersebut menggunakan volume reagensia yang
yang telah hidup pada jaman pra sejarah. Corpuscula darah lebih sedikit, yaitu 10 ul. Dengan demikian kedua metode ini
Limulus hanya terdiri dari satu macam set darah yang disebut lebih menghemat pemakaian reagensia. Pembacaan hasil pada
sebagai Amoebocvte. Amoebocvte dalam banyak hal menye- kedua metode tersebut, pembentukan gelatin tidak diamati
rupai platelet, tetapi ukurannya agak lebih besar. dalam tabung gelas seperti pada metode makro, tetapi di-
Untuk mendapatkan reaksi yang optimal antara reagensia amati dengan microscope slide. D. Kruger (1982) juga telah
LAL dengan endotoksin, Thomas J. Novitsky (1984) me- melakukan suatu perbandingan menggunakan metode makro
nyebutkan perlunya unsur-unsur yang harus ada dalam rea- dan mikro, ternyata memperlihatkan hasil yang tidak ber-
gensia LAL, yaitu : beda.
– pro-clotting enzynze (zymogen).
– clotting protein (coagulogen). "The turbidometric test" (uji kekeruhan)
– Garam anorganik. Dalam metode ini, cara inkubasi adalah sama seperti
Uji LAL didasarkan atas kemampuan endotoksin menyebabkan metode yang telah disebutkan di atas. Kalau dalam metode I
koagulasi "protein coagulogen", sebagai unsur reagensia LAL, tersebut evaluasi hasil diamati dari terbentuknya gelatin,
sehingga terbentuk "Gel". Untuk mengevaluasi hasil reaksi sebalknya dalam metode ini dicegah jangan sampai terbentuk
tersebut, Marlys Weary (1986) menyebutkan adanya 4 metode gelatin. Cara menghindari terbentuknya gel yaitu dengan
dasar yang dapat dipakai, yaitu antara lain : The gel-clot end mengencerkan reagen LAL atau dengan menambah volume
point test: The turbidometric assay; The cobrimetric assay; dan larutan uji sebelum pengujian mulai dilakukan. Dalam metode
Chromogenis substrate test. Metode yang disebutkan pertama ini yang diharapkan adalah terbentuknya kekeruhan, yaitu
adalah yang paling Bering digunakan untuk mengevaluasi Uji sebagai akibat presipitasi "protein coagulogen". Dasar dari
LAL. metode ini yaitu peningkatan jumlah endotoksin akan me-
Sebagai gambaran masing-masing metode dan tahapan- nyebabkan hertambahnya kekeruhan dan bertambahnya
tahapan untuk melakukan uji LAL adalah sebagai berikut : kekeruhan ini sebanding dengan bertambahnya endotoksin.

50 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


Nilai optical density dibaca dengan menggunakan spektro- Tabel 2 Syarat Batas Kandungan Endotoksin Bakteri dalam bebe-
rapa monograp USP XXI.
fotometer. Hasil yang didapat akan memberikan konsentrasi
endotoksin secara kuantitatif, yaitu dengan mengekstrapolasi-
kan dalam kurva standar, dan kurva standar diperoleh dengan
membuat scri konsentrasi endotoksin.

Tabel 1 : Comparison of qualitative LAL-Tests.

– V adalah total dosis maksimum yang dianjurkan.


– Sebagai standar menggunakan Endotoxin Reference Standard-USP.

"The colorimetric test" (uji warna)


Metode ini didasarkan atas terbentuknya warna, sedang-
Sumber: Kruger D. The detection of pyrogens with the Limulus Test. Drug kan caranya hampir sama dengan metode kedua. Namun
Made in German 1982; Vol. 25; No. 1. dalam metode ini presipitasi protein dengan menggunakan
centri fuge. Konsentrasi endotoksin dalam suatu contoh juga diaan parenteral perlu ditentukan batas-batas kandungan
diperoleh dengan mengekstrapolasikan dalam kurva standar endotoksin yang diperbolehkan. Metode LAL merupakan
dan pembacaan juga menggunakan spektrofotometer. sarana yang memadai, karena sensitivitasnya yang mampu
mendeteksi kandungan endotoksin relatif kecil, dan kemam-
"The chromogenic subsrate test" puannya menetapkan kandungan endotoksin secara kuantitatif.
Metode ini berbeda dengan metode-metode yang ter- Melihat perkembangan pemakaian LAL di USP, dan ada-
daliulu. Metode yang disebutkan sebelumnya tergantung se- nya persyaratan batas kandungan endotoksin dalam beberapa
penuhnya pada reagensia LAL, terutama kandungan "protein monograp baru maupun persyaratan batas kandungan endo-
coagulogen" di dalamnya yang berfungsi membentuk gelatin toksin untuk menggantikan tes pirogen dalam beberapa
protein. Sedangkan metode ini, fungsi untuk membentuk gel monograp; tidaklah mustahil, pemakaian metode LAL dimasa
protein yaitu dari suatu substrat kromogenik sintetis untuk mendatang sangat berperanan.
menggantikan "protein coagulogen". Substrat kromogenik
sintetis ini mengandung rangkaian asam amino yang sama se- KEPUSTAKAAN
perti koagulogen reagensia. Pembacaan hasil juga seperti pada 1. Baggerman C et al. A Comparative study on the performance of asbestos-
2 metode sebelumnya, yaitu dengan menggunakan spektro- free depth filters for removal of pyrogens from infusion fluids J Pharm
fotometer. Pharmacol 1981; 33 : 685–691.
2. Baggerman C et al. Physicochemical properties of endotoxins in large
volume parenterals. J Pharm Pharmacol 1985: 37:521–527.
DETEKSI ENDOTOKSIN BAKTERI 3. Bickel H. and Meyer KH. Appication of the LAL-test within the scope of
Dalam perkembangan cara mendeteksi Endotoksin Bak- Inprocess Controls with regard to Quantitative Aspects. Drug Made in
teri, di USP XX telah membuat artikel metode LAL untuk German. 1982; vol. 25; No. 3:105--108.
memperkirakan konsentrasi endotoksin bakteri yang terkan- 4. Dony J. Biological effects of endotoxins and other microbial pyrogens.
Pharm Int 1981; 2:209– 212.
dung dalam preparat. Kemudian dalam USP XXI, pada be- 5. Kruger D. The detection of pyrogens with the Limulus Test. Drug Made
berapa monograp telah dicantumkan persyaratan kandungan in German 1982; Vol. 25; No. 1:12–23.
endotoksin bakteri yang diperbolehkan ada dalam sediaan 6. Kruger D. The Limulus Test in Europe. Drug Made in German. 1983;
farmasi, meliputi sediaan Radiofarmasi dan sediaan air. Per- vol. 26; no.4:196–204.
7. Novitsky TJ. Monitoring and Validation of High Purity Water Systems
syaratan tersebut sebagian dalam monograp baru dan sebagian with the Limulus Amoebocyte Lysate Test for Pyrogens. Pharmaceutical
lagi dipergunakan untuk menggantikan persyaratan babas Engineering 1984; 3:21–24.
pirogen. Macam-macam sediaan dan syarat kandungan endo- 8. Stetson C. Endotoxin. In : Bacterial and Mycotic Infentions of Man. 4th
toksin yang diperbolehkan dapat dilihat pada tabel 2. ed. Editors: Dubois RJ and Hirsch JG. London: X Pit-man Medical
Publishing Co, LTD 1965: 304–306.
9. The United State Pharmacopeia 21st. revision. US Pharmacopeial
KESIMPULAN Convention, Inc. Rockville 1984.
Endotoksin dalam jumlah relatif kecil mempunyai efek 10. The United State Pharmacopeia 20th, revision. US Pharmacopeia!
biologis sangat membayakan hidup manusia, sehingga dalam Convention, Inc. Rockville 1979.
11. Weary M. Pyrogen testing wit the Limulus Amoebocyte Lysate Test.
produk-produk farmasi khususnya yang berkaitan dengan se- Pharm Int 1986;4:99-102.

Untuk segala surat-surat, pergunakan alamat:


Redaksi Majalah Cermin Dunia Kedokteran
P.O. Box 3105 Jakarta 10002

52 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


INFORMASI OBAT

Ofloxacin : Antibakteri Quinolon


Berspektrum Lobar Generasi Baru
Ofloxacin merupakan suatu antibakteri sintetik derivat STABILITAS
asam piridonkarboksilat yang ditemukan oleh Laboratorium Baik bahan baku maupun produk jadinya dalam bentuk
Daiichi Seiyaku. Ofloxacin memiliki daya antibakteri yang tablet film coated mempunyai stabilitas yang baik pada ber-
lebih kuat terhadap bakteri gram negatip, seperti E. coli, K. bagai kondisi penyimpanan.
pneumoniae, Serratia spp., Proteus spp., P. aeroginosa, clan H.
influenzae dibandingkan dengan derivat asam piridonkar- AKTIVITAS ANTIBAKTERI
boksilat lainnya. Selain itu ofloxacin juga memiliki daya anti- Ofloxacin mempunyai spektrum antibakteri yang luas ter-
bakteri terhadap bakteri gram positip seperti Staphylococcus hadap bermacam bakteri gram positip dan gram negatip, ter-
spp., Streptococci hemolitic dan Enterococci, di man deriv t utama terhadap bakteri Staphylococcus spp., Streptococci
quinolon lainnya tidak efektif. Ofloxacin menunjukkan efek hemolitic, Enterococci, E. coli, K. pneumoniae, Serratia spp.,
yang sempurna terhadap infeksi-infeksi saluran napas, saluran Proteus spp., H. influenzae dan N. gonorrhae. Ofloxacin efektif
kemih, saluran bilier, saluran cerna dan bermacam infeksi terhadap Enterobacteriaceae yang resisten terhadap asam
dermatologik, oftalmologik, otorhinologik dan ginekologik. nalidiksat, N. gonorrhae yang resisten terhadap gentamisin.
Ofloxacin juga efektif terhadap beberapa bakteri anaerob.
SIFAT FISIKO-KIMIA Ofloxacin bekerja secara spesifik dengan menghambat
Struktur kimia sintesis DNA mikroorganisme.
Ofloxacin mempunyai struktur kimia sebagai beri!:ut
FARMAKOKINETIK
Absorpsi
Pada pemberian dosis tunggal per oral pada sukarelawan
sehat, kadar serum ofloxacin meningkat sesuai dengan pe-
ningkatan dosis. Pada pemberian dosis 100 mg, kadar serum
puncak rata-rata adalah 1,0 mcg/ml setelah 2 jam. Sedang pada
dosis 200 mg dan'300 mg, kadar puncak rata-rata berturutturut
adalah 1,65 mcg/ml dan 2,8 mcg/ml.
Nama kimia
(+)-9-fluoro-2, 3-dihydro-3-methyl-10-(4-methyl-1–piperazi-
nyl)-7oxo-7H-pyrido (1, 2, 3, -de) (1, 4) benzoxazine-6-carbo-
xylic acid.
Rumus molekul dan berat molekul
C 18H20FN304 (361, 37).
Titik lebur
260 – 270°C.
Pemerian
Serbuk kristal berwarna putih kekuning-kuningan, tidak Distribusi
berbau, rasa pahit. Pada pemberian per oral, ofloxacin didistribusi dengan
Kelarutan baik kedalam berbagai jarinigan termasuk kulit, saliva, tonsila
Mudah larut dalam asam asetat dan kloroform, sedikit larut palatina, sputum, prostat, cairan prostat, kandung empedu,
dalam air, metanol, etanol atau aseton, dan sangat sukar larut empedu, air mata, uterus, ovarium, dan duktus ovarii.
dalam etil asetat dan benzena. pH larutan jenuh dalam air 7, 16. Ofloxacin juga didistribusikan ke dalam ASI.

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 53


Metabolisme EFEK SAMPING
Pada pemberian per oral ofloxacin hanya sebagian kecil • Reaksi alergi : ruam kulit, gatal-gatal. Dalam keadaan se-
yang dimetabolisme menjadi metabolit N-demethylated perti ini pengobatan dengan ofloxacin•segera dihentikan.
ofloxacin dan ofloxacin N-oxide. • Fungsi ginjal : peningkatan sementara BUN dan kreatinin
Ekskresi serum.
Pada pemberian per oral ofloxacin terutama diekskresikan • Fungsi liver : peningkatan sementara S-GOT,S-GPT,
melalui urin dalam bentuk tidak berubah. alkalin fosfatase, -y-GTP, bilirubin total.
Kadar ofloxacin dalam urin meningkat sesuai` dengan pe- • Gastrointestinal : mual, muntah, diare, anoreksia, nyeri
ningkatan dosis. Pada pemberian oral 100 mg kadar puncak perut, pyrosis, stomatitis.
urin 115 mcg/ml pada 2 – 4 jam dan menurun menjadi 36 • Darah : penurunan sementara leukosit, eritrosit, Hb, hema-
mcg/ml setelah 12 – 24 jam. Sebagian besar ofloxacin tidak tokrit, platelet, dan peningkatan eosinofil.
dimetabolisme dalam tubuh, > 90% dosis per oral diekskresi- • Susunan sarah pusat : insomnia, pusing, dan sakit kepala.
kan dalam urin dalam bentuk tidak berubah dan 4% dalam
faeces setelah 48 jam. PERHATIAN DAN PERINGATAN
• Ofloxacin tidak boleh diberikan' pada penderita yang
hipersensitif terhadap ofloxacin.
EFIKASI KLINIK
• Ofloxacin hendaknya diberikan secara berhati-hati pada
Pada berbagai uji klinik pemakaian ofloxacin memberikan
penderita dengan gangguan fungsi ginjal.
hasil yang memuaskan pada berbagai infeksi seperti infeksi
• Keamanan ofloxacin pada wanita hamil belum dipastikan
saluran napas, uro-genital, kulit, jaringan lunak, saluran bilie.r,
sehingga jangan diberikan pada wanita hamil.
enteritis, mata, telinga, hidung, dan ginekologik.
• Keamanan pada anak-anak belum dipastikan sehingga
jangan diberikan pada anak-anak.
INDIKASI • Oleh karena ofloxacin diekskresikan dalam ASI, hentikan
• Pneumonia, bronkitis kronik, panbronkiolitis difus, bron- menyusui selama menggunakan obat ini.
kiektasis dengan infeksi, infeksi sekunder pada penyakit per-
napasan kronik. DOSIS DAN CARA PEMBERIAN
• Faringitis, laringitis, bronkitis akut, tonsilitis. Ofloxacin diberikan pada orang dewasa dengan dosis sehari
• Pielonefritis, sistitis, prostatitis, epididimitis. 200 – 600 mg per oral yang dibagi dalam 1 – 3 dosis. Dosis
• Uretritis gonokokal dan non-gonokokal. hendaknya disesuaikan dengan mikroorganisme penginfeksi
• Folikulitis, furuncle, furunkulosis, carbuncle, erysipelas, dan tingkat keparahan penyakit.
flegmon, limfangitis, limfaderitis, felon, abses subkutan,
spiradenitis, akne konglobata, infeksi atheroma, abses perianal.
• Mastadenitis, infeksi superfisial sekunder setelah trauma,
HUMOR
BENTUK SEDIAAN
Tablet film coated 100 dan 200 mg.
luka bakar.
• Kolesistitis, kolangitis. ILMU KEDOKTERAN
Ofloxacin akan diproduksi dan dipasarkan oleh PT. KALBE
• Otitis media, sinusitis. FARMA dengan merek dagang TARIVID dibawah lisensi
• Blefaritis, hordeolum, dakriosistitis, tarsadenitis, keratohel- DAIICHI SEIYAKU CO. LTD., Tokyo, Japan.
kosis.
• Disentri basiler, enteritis. Victor S. Ringoringo

54 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


Hukum & Etika Tepatkah Tindakan Saudara ?

Tepatkah Tindakan Saudara ?

Saya bekerja sebagai dokter di sebuah rumah sakit kecil, dan bagai dokter tunggal. Hal ini menimbulkan nostalgia saya,
kebetulan adalah tenaga dokter satu-satunya di rumah-sakit sewaktu saya melaksanakan tugas yang sama pada awal 1960
tersebut. Maaf, saya mengajukan pertanyaan sehubungan di RS Kecil di Sulawesi Tenggara dengan sarana yang sangat
dengan kasus yang saya alami. minim. Demikian minimnya sarana yang tersedia, sehingga
Beberapa hari yang lalu, masuk rumah sakit seorang memberi infus pun tidak bisa, karena tidak ada giving set,
wanita umur 20 tahun (belum kawin) dengan perdarahan biarpun ada cairan infus; bahkan beras pun pernah tidak punya
pervaginum. Pada pemeriksaan kami dapatkan: dan kalau hujan turun, dapur terpaksa berhenti karena atapnya
• Luka lecet baru di bagian bawah introitus vagina bocor besar.
• Hymen non intak (ada robekan lama dan baru) Pernah saya akan melakukan kuretasi pada kasus abortus
• Luka robek di bagian bawah di daerah posterior portio. inkompletus, ternyata kuret tajam belum dikembalikan oleh
tanda-tanda tersebut merupakan sumber perdarahan per- tukang tambal ban sepeda, yang menggunakannya pengganti
vaginum. tanda-tanda hamil/abortus negatif. amplas. Kuretasi dilakukan juga dengan kuret tumpul dengan
Pada anamnesis, ternyata telah terjadi coitus (5 jam yang penerangan lampu senter. Namun berkat kebesaran Tuhan yang
lalu). Maha Kuasa, penderita selamat juga. Pengantar ini sekedar
Problem: untuk menambah semangat pengabdian Sejawat Hanny, yang
• Pasien tersebut adalah seorang mahasiswi yang tinggal di secara riel bekerja sendirian, tetapi Tuhan selalu membimbing
asrama. Yang pasti, mahasiswi tersebut (plus pacarnya yang anda.
juga berstatus mahasiswa), akan dikeluarkan dari asrama dan Kembali pada kasus yang sejawat hadapi, saya berpen-
sekolahnya bila ternyata diketahui perdarahan akibat coitus dapat sikap sejawat sudah betul ditinjau dari segi Etik Ke-
atau abortus. dokteran, karena Sejawat telah berpegang pada kewajiban
• kedua mahasiswa tersebut hanya berani berterus-terang mempertahankan rahasia jabatan sejawat selaku dokter.
tentang keadaan yang sebenarnya (terjadinya coitus) kepada Permintaan pimpinan sekolah, tidak cukup sebagai alasan
saya sebagai dokter, dan meminta dengan sangat supaya me- untuk membuka rahasia jabatan. V.E.R. hanya boleh dibuat dan
rahasiakannya, mengingat masa depan mereka. diberikan kepada penegak hukum yaitu penyisik perkara, bila
• Dalam surat keterangan yang diminta oleh sekolah (bukan kasus ini akan diajukan pada Pengadilan Negeri.
VER), saya hanya menyebutkan bahwa perdarahan yang terjadi Kesangsian sejawat seolah-olah menutupi perbuatan tidak
bukan akibat suatu abortus, tetapi akibat adanya luka dalam terpuji, dapat sejawat atasi dengan memberi nasihat yang baik
liang vagina tanpa menyebutkan alternatif penyebab luka. kepada kedua orang tersebut, dan pengakuan mereka pada
Pertanyaan: sejawat harus anda simpan sebagai titipan rasa kepercayaan
pada Sejawat, yang juga mencerminkan kepercayaan yang
• Benarkah tindakan saya?
bersangkutan terhadap integritas Sejawat sebagai dokter.
• Kalau kemudian saya didesak oleh sekolah supaya men-
Demikian pendapat saya terhadap pertanyaan Sejawat.
jelaskan luka; dapatkah saya menyatakan bahwa telah terjadi
Semoga Sejawat tabah dan semoga Tuhan yang Maha Kuasa
coitus, sesuai keadaan sebenarnya?
akan selalu melindungi T.S. selama T.S. juga tidak melupakan-
• Saya bingung; di satu pihak saya memegang rahasia
Nya.
jabatan, di lain' pihak saya dikejar perasaan seperti mau me-
nutup-nutupi perbuatan yang tidak terpuji (dosa).
Dr. H. Masri Rustam
Mohon bantuan penjelasan.
Direktorat Transfusi Darah PMI
Dr. HRV Akay Ketua IDI Cabang Jakarta Pusat, Jakarta
Sulawesi Tenggara
Komentar
TANGGAPAN DARI SEGI ETIKA KEDOKTERAN TANGGAPAN DARI SEGI HUKUM KEDOKTERAN
Pertama-tama saya ingin menyampaikan rasa simpati saya pada Baiklah kita mengingat kembali kuliah-kuliah tentang
sejawat Dr. Hanny R.V. Akay yang sedang melaksanakan bakti "Rahasia Pekerjaan Dokter".
kemanusiaannya di satu RS Kecil di Sulawesi Tenggara, se- Menurut hukum pidana, dikatakan, jika seorang dokter mem-

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 55


buka rahasia pekerjaannya, ia dapat dituntut menurut K.U.H. akibat adanya luka dalam liang vagina". Jika ke 4 penghapus
Pidana pasal 322, yang berbunyi : pidana di atas dicocokkan dengan kasus anda, maka tidak ada
(1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang ia satupun yang cocok. Tinggal sekarang ditelusuri, apakah kedua
wajib menyimpannya karena jabatan atau pekerjaannya, baik mahasiswa itu membuat suatu perikatakan/kontrak tertentu
yang sekarang maupun yang dahulu, dipidana dengan pidana dengan kepala sekolah, misalnya jika dicurigai bahwa mereka
penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak- melakukan coitus, kepala sekolah berhak mengetahui basil
banyaknya sembilan ribu rupiah. pemeriksaan oleh dokter. Jika perjanjian semacam ini juga
(2) Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seseorang tertentu, tidak ada, maka kepala sekolah tidak berhak menanyakan
maka perbuatan itu hanya dituntut atas pengaduan orang itu. kepada dokter tentang hasil pemeriksaannya dan dokter juga
Dari ayat (2) dapat diketahui, bahwa membuka rahasia pe- tidak perlu/wajib memberi tahukannya.
kerjaan dari perorangan suatu delik aduan. Menurut hukum perdata dokter yang membuka rahasia
Selanjutnya dikatakan, bahwa karena kita mengikuti pekerjaannya, dapat dituntut berdasarkan K.U.H. Perdata pasal
"aliran nisbi", maka terdapat 3 (tiga) hal yang menghapus 1365 yang berbunyi : Tiap perbuatan melanggar hukum yang
pidana itu : membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang
1. ada dayapaksa K.U.H. Pidana pasal 48) karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu, mengganti
2. melaksanakan suatu undang-undang (K.U.H. Pidana kerugian tersebut.
pasal 50) Jadi orang itu baru dapat menuntut, jika ia memang men-
3. ada perintah jabatan yang sah (K.U.H. Pidana pasal 51). Di derita kerugian oleh perbuatan dokter tadi. Selama ia tidak
samping ketiga hal ini, maka jika ada persetujuan si pasien menderita kerugian, maka ia tidak berhak menuntut dokter-
rahasianya juga dapat dibuka, karena tidak bertentangan nya.
dengan hukum.
Dalam kasus yang anda tanyakan, sebenarnya anda telah Dr. Handoko Tjondroputranto
membuka rahasia pekerjaan dokter dengan mengatakan Lembaga Kriminologi Fakultas Kedokteran
"perdarahan yang terjadi bukan akibat suatu Abortus, tetapi Universitas Indonesia, Jakarta.

5 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987


56
HUMOR
ILMU KEDOKTERAN

POSYANDU SUARA AJAIB DI RONGGA MULUT


Penyuluh : Dengan Posyandu ada- Suatu malam Jum'at Kliwon di dalam rongga mulut tuan A terjadi pertengkaran.
lah sarana untuk menu- Pertengkaran ini terjadi karena kesalahpahaman antara kelompok gigi seri/insisivum
runkan angka kelahiran dan kelompok gigi geraham/molar.
dan angka kematian bayi. Geraham : "Aku benci deh sama kamu."
Kader : Itu sih gampang. Kalau G.S : "Loh kenapa, kok tiba-tiba anda sewot?"
untuk menurunkan angka- Geraham : "Habis .. ., kamu sib ... segala-segala ingin menang sendiri ...!"
angka itu, harus juga G.S : "Apanya sih yang menang?"
menurunkan angka per- Geraham : "Kalau tuan A sedang bersantap musti deh kamu yang paling duluan
kawinan dan menaikkan mencicipi hidangan, sedangkan kita-kita ini dapat sisa-sisanya."
angka perceraian. G.S : "Itu sih salah sendiri kenapa lahir belakangan dan mau ditempatkan
Penyuluh : Lalu ?? di situ."
Kader : Perceraian ditingkatkan, Geraham : "Yang paling keki tuh ...!! bila malam Minggu tiba ..., kelompok
perkawinan diper sukar. kamu dapat bergaul akrab dengan saudara-saudaramu dari mulut
Penyuluh : ???? Ny. A sedangkan kita-kita . . . cuma nonton dari jauh .."
Kaninus/taring (menengahi) : "Sudah deh jangan ribut aje ..., ntar gua tusuk luh
Dr. Farida Pudjiastuti semua ..., bila perlu tukar tempat deh kalian ..."
Puskesmas Kaliangkrik, Magelang G.S. dan Geraham : "...? ...? ...? ...! ...! ...! ...! ...!? ...? ...?!!!„
dr. S. Hadian
Kanwil Depkes Jawa Barat
JANGAN DIKATAKAN NONA 'KAN BUKAN GANGSA ????
Seorang Profesor yang sudah agak Peristiwa ini terjadi pada mata kuliah dermatologi beberapa puluh tahun lalu di FKUI/
lanjut usia, dengan muka menunduk RSCM. Kuliah diberikan oleh Almarhum Prof. Sartono Kertopati yang terkenal dengan
berjalan hilir mudik di ruangan tunggu gaya dan caranya yang lain dari pada yang lain. Oleh karena itu, para mahasiswa yang
sebuah klinik bersalin. Tiba-tiba, dari merasa "terpaksa" mengikuti kuliahnya berusaha menghindari untuk dipanggil ke
dalam ruangan seorang suster dengan depan ruang kuliah dengan menyembunyikan diri dengan duduk jauh di belakang.
suara gembira tergopoh-gopoh mem- Pada suatu hari dalam kuliah tentang penyakit kelamin pada wanita, seorang
beritahukan kepada sang Profesor : mahasiswi dipanggil untuk maju ke depan. Pembicaraan berlangsung sebagai berikut
"Prof, anak Prof telah lahir dengan Prof.: Nona, coba gambarkan vagina dilihat dari depan!
selamat" Mahasiswi dengan tangan gemetar mencoba menggambar vagina dengan bagian-
Dengan gembira sang Profesor berjalan bagiannya yang penting. Mungkin oleh karena gugup atau memang kurang faham
keluar,. tapi baru beberapa langkah ke- tentang bentuk vagina, maka digambarkan vagina dengan letak uretra di atas clitoris.
mudian ia balik kembali dan dengan Prof.: (dengan suara heran) : Apa nona sudah pernah melihat vagina?????
serius berbisik pada suster tadi: Mahasiswi: (setelah diam sejenak) menjawab dengan suara lemah: Sudah.
"Suster, berita kelahiran ini jangan Prof.:Siapa punya?????
diberitahukan pada istri saya ya, Pada saat ini seluruh mahasiswa sudah tidak dapat menahan ketawa lagi.
karena saya ingin ……memberitahu Mahasiswi: D.engan suara yang lebih lemah lagi: Saya punya!
langsung kepadanya !" Prof.: Mana mungkin!!! Nona 'kan bukan gangsa????? OLH

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 57


SAKIT PERUT KARENA GIGI KUA MOTIVASI KB
BERLUBANG Dalam suatu acara pernikahan di desa ujung kulon, di mana desa ini sangat sedikit
Seorang pria datang ke tempat praktek peserta KB, maka Bapak KUA (Kantor Urusan Agama) langsung melaksanakan per-
dokter dengan keluhan sakit perut. nikahan sambil motivasi KB. Maka terjadi Dialog antara Penganten Perempuan (PP)
Dokter meraba perut pasien yang dengan Bapak KUA sehingga para tamu jadi mesem-mesem dan ketawa.
teraba keras sambil bertanya : KUA : bersediakah tuan putri saya nikahkan dengan si A, setelah ditanyakan sampai
"Selama ini makan apa saja?" ………………….3 kali, setelah diancam bahwa diam tanda setuju.
Pasien : "Makanan saya biasa saja PP : beeeeerrrr ssseee dia pak.
dok" KUA : Saya menikahkan biasanya ada syarat.
Dokter : "Coba diingat-ingat lagi ba- PP : Syaratnya apa saja Pak.
rangkali ada yang di luar ke- KUA : KB dan PBB.
biasaan" PP : mohon dijelaskan pak syarat tersebut.
Pasien : "Benar dokter, tak ada yang KUA : KB maksudnya anak ikut program nasional KB (Keluarga Berencana) sehingga
aneh, hanya saja kalau biasa- tercapai NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) kalau anak
nya dikunyah maka sudah sudah bapak nikahkan dengan si A. PBB maksudnya Pokoknya kita Bantu
dua hari ini langsung ditelan memBantu, jadi anak membantu bapak sama-sama kita perjuangkan dan
tanpa dikunyah karena .gigi laksanakan program nasional dan bapak membantu anak untuk menikahkan-
geraham sakit (berlubang)" nya sehingga kita tercapai tujuan bersama dan tujuan masing-masing.
Dokter : "Nah sekarang ketahuan . . . , PP : saya bersedia pak, tetapi ada sedikit syarat pula.
penyebab sakit perut itu ka- KUA : Apa pula pakai syarat segala. (pak KUA heran), apa-apaan ini saya yang
rena gigi berlubang, oleh ka- bikin syarat kamu juga ikut pakai syarat segala.
rena itu bapak harus ke dok- PP : soalnya begini pak, saya jauh dari pelayanan KB, tetapi saya belum ingin
ter gigi, tapi obat yang ada punya anak segera, jadi saya mau ikut KB yang paling baik yang dapat saya
di resep ini dimakan dulu." laksanakan sendiri, bersama suami.
KUA : berpikir, apa yang harus saya jelaskan dan mengena.
Ny. Bambang
Kua terpikir sistem penanggalan, ta'pi ragu-ragu menjelaskannya. Akhirnya KUA ter-
pikir dan menjelaskan : begini nak, kalau hubungan badan, bilangin suami kalau mau
SINDROM PASCABEDAH
keluar sperma jangan tancap gas, tetapi dicabut keluar tuan putri bingung.
Seorang Nyonya mengajukan tuntutan
PP : m aa naa ttaa haaaan
kepada seorang dokter karena merasa
KUA juga bingung, sehingga terucapkan taaa hannkaaan
dirugikan setelah suaminya menjalani
Akhirnya para tamu laki-laki ketawa geeerrrrr dan perempuan mesem-mesem.
operasi.
Nyonya : "Saya akan menuntut dokter Dr. A. Hasibuan
di meja hijau, karena saya Taktakan Serang, .Iawa Barat
yakin pisau bedah dokter LINGKARAN SENGSARA
masih tertinggal di dalam Suatu hari, seorang pria setengah baya berpakaian ala dukun menuju rumah
perut suami saya!" seorang dokter spesialis yang cukup tenar. Pria itu yang memang dukun, menuntun
Dokter : "Lho, bagaimana Nyonya seorang penderita asma. Nampaknya serangan asmanya cukup berat, terlihat dari
bisa tahu . . . ?!" napasnya yang susah dan sengal-sengal. Sampai di rumah Pak Dokter, Pak Dukun be-
Nyonya : "Soalnya, setelah suami serta pasiennya ternyata mendapat perlakuan kurang layak. Terjadilah dialog seperti
saya dioperasi – dia sering berikut.
mengeluh perutnya butek Dukun : "Tolonglah pasien saya ini, dokter. Sesaknya keras sekali!"
seperti diudek-udek, hatinya Dokter : "Maaf, di rumah tidak ada alat-alat. Bawa saja ke tempat praktek saya.
perih seperti disayat- Nanti saya menyusul!"
sayat terutama kalau saya Pasien : (dengan napas tersengal-sengal menjelaskan kepada dukun)
terlambat pulang". "Saya sudah ,pernah berobat di tempat praktek dokter ini. Saya tidak
Dokter : "Oooooooo, itu gampang mampu membayar rekeningnya. Lalu saya pindah ke dokter lainnya, juga
mengatasinya asalkan Nyo- saya tidak mampu menebus obatnya. Itulah sebabnya saya minta bantuan
nya mau menuruti nasehat Pak Dukun. Sekarang untuk apa Pak Dukun mengantarkan saya ke sini?"
saya. Nyonya harus betah Dukun : (bingung setengah hidup)!
tinggal di rumah mendam- Dokter : (tersinggung)!
pingi suami. Dengan kata "Tunggu apa lagi, kalian? Jika memang ingin berobat, tunggulah di tempat
lain, Nyonya tidak boleh praktek saya!" Lepas berkata demikign, Pak Dokter dengan angkuh
lagi beroperasi di luar ru- masuk ke kamarnya – meninggalkan tamunya yang masih penasaran.
mah!" kemudian Pak Dukun beserta pasiennya yang malang keluar dari rumah
Dr. Ketut Ngurah elite itu. Dalam hatinya tercetus sumpah-serapahnya ??!"
Laboratorium Parasitologi Fakultas Dr. Ketut Ngurah
Kedokteran Universitas Udayana Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Ruang Penyegar dan
Penambah Ilmu Kedokteran
Dapatkah saudara menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini?

1. Peningkatan jumlah kuman yang resisten terhadap anti- b) Cholecystokinin


biotika tetrasiklin dapat disebabkan karena : c) Asetilkolin
a) Penggunaan tetrasiklin pada manusia yang irasional d) Motilin
b) Penggunaan tetrasiklin yang meluas dalam peternakan 7. Sindroma dispepsia yang mudah dikenal dapat berupa
c) Penggunaan tetrasiklin yang kurang terkontrol dalam a) Nyeri epigastrium
peternakan b) Rasa kembung
d) semua benar c) Nausea
2. Pada penelitian resistensi kuman Streptococcus spp. dari d) Flatulensi
abses dentoalveolar terhadap 3 antibiotika di wilayah DKI e) Semua benar
Jakarta, diperoleh basil : 8. Berikūt ini virus yang berhasil diisolasi dari penderita
a) Strain kuman yang paling banyak ditemukan adalah AIDS
Streptokokus hemolitikus tipe alfa a) Human T cell Lymphotrophic Virus (HTLV III)
b) Eritromisin dapat dipakai untuk mengobati kasus in- b) Lymphadenopathy Virus (LAV)
feksi gigi yang tidak berhasil diobati dengan tetrasiklin c) Immuno Deficiency Associated Virus (IDAV)
maupun ampisilin d) T cell Leucemia Virus (HTLV I)
c) Resistensi kuman tertinggi terhadap tetrasiklin e) Semua benar
d) Semua benar 9. Radang paru-paru Pneumocustic carinii merupakan gejala
3. Pada survei penggunaan antibakteri untuk kasus infeksi sa- klinik dari AIDS klas :
luran nafas bagian atas (ISNA) di Puskesmas, ditemukan a) Full blown AIDS
bahwa jenis ISNA yang paling banyak ditemukan adalah : b) AIDS Related Complex
a) Faringitis c) Chronic Lymphadenopathy Syndrome
b) Common Cold d) Pre AIDS
c) Influenza 10. Berikut ini merupakan Imunomodulator yang sedang diuji
d) Tonsilitis efektivitasnya terhadap virus AIDS, kecuali :
e) ISNA non spesifik a) Isoprinosin
4. Darah dalam tinja dapat dibuktikan dengan b) Retrovir
a) Uji guajakol c) Interleukin 2
b) Uji Apt-Downey d) Gama interferron
c) Uji Benzidine
d) Uji denaturasi alkali
e) a dan b benar
5. Hematokezia atau melena pada neonatus dapat disebabkan
karena
a) Defisiensi vitamin K pada neonatus
b) Necrotizing enterocolitis
c) Tertelan darah ibu
d) Semua benar
6. Berikut ini hormon-hormon yang berpengaruh pada moti-
litas saluran cerna, kecuali :
a) Gastrin

Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987 59


ABSTRAK - ABSTRAK
PERKEMBANGAN OBAT AIDS usaha pencegahan dilakukan dan produk hukum
dikeluarkan untuk mencegah jatuhnya korban
Menurut FDA Drug Bulletin, gamma-interferon
narkotika baru, yang umumnya adalah generasi
tidak menunjukkan adanya keuntungan klinik
muda. Yang tidak kalah pentingnya adalah usaha
untuk pengobatan AIDS. Gamma-interferon kini
pengobatan dan rehabilitasi.
sedang diuji untuk pengobatan Mycobacterium
Harapan baru bagi usaha rehabilitasi penderita
avium intracellulare pada pasien AIDS di Cornell
narkotika telah terbuka dengan dikembangkannya
University.
pengobatan akupunktur pada penderita adiksi
Berikut adalah komentar buletin FDA terhadap
narkotika. Saat ini, para ahli sedang
obat-obat yang sekarang ini diuji untuk melawan
mengembangkan teknik ākupunktur telinga pada
AIDS:
penderita adiksi berbagai jenis obat seperti
• Suramin–Bayer tidak menunjukkan keun-
nikotin, kafein, kokain dan heroin. Metoda ini
tungan klinik, walaupun memperlihatkan akti-
sudah dikembangkan di berbagai Pusat Kesehatan
vitas in vitro dan in vivo terhadap HTLV–III.
Jiwa di Amerika Serikat dengan hasil yang cukup
• Ribavirin–ICN dapat menununkan infeksi memuaskan. Metoda ini dirintis pengembangan-
HTLV–III tetapi tidak menghapus aktivitas nya, oleh Dr. Michael Smith, psikiater pada
retrovirus. Lincoln Medical Centre, yang selama 13 tahun
• Isoprinosine (metisoprinol)–Newport pada berkecimpung dalam pengobatan penderita adiksi
penelitian di St Luke's Roosevelt hospital ti- narkotika. Sebelumnya; Dr Smith selalu meng-
dak menunjukkan efektivitas klinik pada pa- gunakan Metadon dalam pengobatan adiksi
sien AIDS. narkotika.
• Alpha Interferon dapat mereduksi tumor pada Menurut pengalaman Dr. Smith, dengan
pasien AIDS dan Kaposi's sarcoma, meskipun metoda akupunktur ini penderita adiksi kokain,
responnya pada sebagian besar pasien hanya- morfin, maupun heroin dapat diobati dan di-
lah sementara. rehabilitasi dengan hasil yang cukup memuaskan
• HPA–23–Rhone–Poulenc pada sejumlah ka- dengan tingkat keberhasilan 40–50%.
sus dapat mereduksi atau membersihkan virus VSR
sementara dari darah, walaupun penelitian di Asian Medical News, March 12, 1987
Perancis pada penderita AIDS tidak menun-
jukkah perbaikan klinik.
Pada pusat-pusat penelitian di USA sedang di-
lakukan penelitian terhadap HPA–23 dan BW -
A509U – Wellcome untuk mengobati AIDS. Juga
ditambahkan bahwa Rifabu tin-Erb amont
(ansamycin) sedang diuji untuk melawan nfeksi
Mycobacterium avium intracellulare pada pasien
AIDS, dan sekarang sedang dipertimbangkan oleh
FDA untuk digunakan pada pasien dengan infeksi
HTLV–lIl.

(SCRIP No. 1062, p.17)

PENGOBATAN ADIKSI DENGAN AKU-


PUNKTUR
Perang terhadap narkotika telandicanangkan di
berbagai negara, termasuk di Indonesia. Berbagai

60 Cermin Dunia Kedokteran No. 46, 1987

You might also like