You are on page 1of 25

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup menurut Profil Kesehatan Indonesia, 2005. Salah satu penyebab langsung kematian ibu adalah karena infeksi sebesar 20-25% dalam 100.000 kelahiran hidup. Ketuban pecah dini (KPD) merupakan penyebab yang paling sering terjadi pada saat mendekati persalinan. Kejadian KPD mendekati 10% dari semua persalinan.1 Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum persalinan mulai pada tahap kehamilan manapun. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi, mulai korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. Ketuban pecah dini berhubungan dengan penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40%. Neonatologis dan ahli obstetri harus bekerja sebagai tim untuk memastikan perawatan yang optimal untuk ibu dan janin.1,2 Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini. Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan. Sedangkan dari semua kehamilan insiden KPD berkisar 3% sehingga 18.5%. Preterm PROM terjadi dalam setiap 3% kehamilan dan menyebabkan 1/3 dari kelahiran prematur. Hampir semua KPD pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah.2 KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif. Selain itu terdapat berbagai macam komplikasi pada neonatus meliputi respiratory distress syndrome (RDS), cord compression, oligohidramnion, enterokolitis nekrotikans, gangguan neurologi, infeksi neonatal dan perdarahan interventrikular.1,4 Pada kondisi aterm, kematian sel terprogram dan aktivasi enzim katabolik, seperti kolagenase dan kekuatan mekanik, mengakibatkan terjadinya pecah ketuban. Ketuban pecah dini prematur terjadi mungkin disebabkan oleh mekanisme yang sama yang terjadi akibat dari proses patologis yang mendasari,

kemungkinan besar karena peradangan dan / atau infeksi pada membran. Faktor klinis yang terkait dengan PROM meliputi status sosial ekonomi rendah, indeks massa tubuh rendah, penggunaan tembakau, riwayat persalinan prematur, infeksi saluran kemih, pendarahan vagina pada setiap saat dalam kehamilan, cerclage, dan amniosentesis. 1 Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan. Dilema sering terjadi pada penanganan KPD dimana harus segera bersikap aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan atau harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan sehingga masa tunggu akan memanjang, yang berikutnya akan 1

meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup.1

1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah Faktor Resiko terjadinya ketuban pecah dini ? 2. Bagaimana cara menegakkan diagnosis ketuban pecah dini? 3. Bagaimana penatalaksanaan ketuban pecah dini? 1.3 Tujuan 1. Mengetahui Faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini. 2. Mengetahui cara penegakan diagnosis ketuban pecah dini 3. Mengetahui penatalaksanaan ketuban pecah dini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan korion yang sangat erat kaitanya. Lapisan ini terdiri dari beberapa sel seperti sel epitel, sel mesenkim dan sel tropoblas yang terikat erat dalam matriks kolagen. Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi.2 Dalam kehamilan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum persalinan mulai pada tahap kehamilan manapun. Ada juga yang menyatakan pada ketuban pecah dini, ketuban pecah dan satu jam kemudian tidak diikuti tandatanda awal persalinan. Sebagian besar kasus ini terjadi pada waktu mendekati kelahiran, tetapi jika ketuban pecah sebelum masa gestasi 37 minggu disebut preterm PROM (PPROM) atau ketuban pecah dini pada kehamilan preterm. KPD memanjang (Prolonged rupture of membrane) merupakan KPD lebih dari 24 jam yang berhubungan dengan peningkatan risiko infeksi intra-amnion. Pada kehamilan aterm kurang lebih 8% pasien mengalami ruptur membran sebelum masa persalinan.4,5 Terdapat berbagai teori yang mendefinisikan KPD seperti teori yang menghitung berapa jam sebelum in partu, misalnya 2 atau 4 atau 6 jam sebelum in partu. Ada juga yang menyatakan dalam ukuran pembukaan serviks pada kala I, misalnya ketuban yang pecah sebelum pembukaan serviks 3 cm pada primigravid atau 5 cm pada multigravid dan sebagainya.1

Gambar 1. Gambaran struktur membran janin saat aterm6 2.2 Epidemiologi Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini. Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan. Sedangkan dari semua kehamilan insiden KPD berkisar 3% sehingga 18.5%. Preterm PROM terjadi dalam setiap 3% kehamilan dan menyebabkan 1/3 dari kelahiran prematur.1,2 KPD lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau PPROM terjadi sekitar 34% semua kelahiran prematur. KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan repiratory distress syndrome (RDS).1 8% hingga 10% wanita dengan PROM adalah aterm dan akan diikuti dengan persalinan dalam waktu 24 jam selepas ruptur membran dalam 90% kasus. Bila PPROM yang terjadi pada minggu ke 28 hingga minggu ke-34, 50% pasien akan melahirkan dalam waktu 24 jam dan 80-90% pasien akan melahirkan dalam tempo waktu satu minggu. Jika pada minggu kurang dari 26 sering diikuti dengan persalinan dalam tempo waktu satu minggu.1 2.3 Faktor Risiko Berbagai faktor risiko berhubungan dengan timbulnya ketuban pecah dini. Ras kulit hitam cenderung memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit putih. Pasien dengan status sosioekonomi rendah, perokok, riwayat penyakit menular seksual, riwayat, perdarahan pervaginam atau distensi uteri (misal polihidramnion dan gemelli) memiliki risiko tinggi. Tindakan prosedural seperti amniosentesis juga dapat memicu ketuban pecah dini. Faktor risiko ketuban pecah dini lainya yaitu : - kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%) - riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2 4x - tindakan senggama : tidak berpengaruh kepada risiko, kecuali jika higiene buruk, predisposisi terhadap infeksi - perdarahan pervaginam : trimester pertama (risiko 2x), trimester kedua/ketiga (20x) - bakteriuria : risiko 2x (prevalensi 7%) - pH vagina di atas 4.5 : risiko 32% (vs. 16%) - cervix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% (vs. 7%) - flora vagina abnormal : risiko 2-3x - fibronectin > 50 ng/ml : risiko 83% (vs. 19%) - kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm1, -

2.4 Etiologi Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Penyebab lainnya adalah sebagai berikut : - cerviks inkompeten. - Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hidramion. - Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang. - Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic disproporsi). - Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah (Amnionitis/ Korioamnionitis). 1 2.5 Patogenesis KPD dapat terjadi akibat chorioamnitis yang menyebabkan selaput ketuban menjadi rapuh; inkompetensia cervix yakni canalis cervicalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan cervix uteri (akibat persalinan atau tindakan kuret); kelainan letak sehingga ada bagian terendah anak yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat mengurangi tekanan terhadap membran bagian bawah; atau akibat trauma yang menyebabkan tekanan intrauterin (intraamniotic) mendadak meningkat.5 Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.2 Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Merokok merupakan salah satu faktor risiko KPD karena pada perokok terjadi kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal yang menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan memicu pecahnya selaput ketuban.2 Penelitian terbaru mengatakan PPROM terjadi karena meningkatnya apoptosis dari komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease tertentu. Kekuatan membran fetal adalah dari matriks extraselular amnion. Kolagen amnion interstisiel terutama tipe I dan III yang dihasilkan oleh sel mesenkim juga penting dalam mempertahankan kekuatan membran fetal.1 Degradasi kolagen dimediasi oleh matrix metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. MMP adalah kumpulan proteinase yang terlibat dalam remodelling jaringan dan degradasi dari kolagen. MMP-2, MMP-3 dan MMP-9 ditemukan dengan konsentrasi yang tinggi pada kehamilan dengan PPROM. Aktivitas MMP ini diregulasi oleh tissue inhibitors of matrix

metalloproteinases (TIMPs). TIMPs ini ditemukan rendah dalam cairan amnion pada wanita dengan PPROM. Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan membran janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis dimana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi ketuban pecah dini.2 5

Peningkatan enzim protease dan dan penurunan dari inhibitor mendukung teori tentang enzimenzim ini yang mempengaruhi kekuatan dari membran fetal. Selain itu banyak penelitian yang mengatakan bahawa PPROM terjadi karena gabungan dari aktivasi aktititas degradasi kolagen dan kematian sel yang membawa kepada kelemahan dinding membran fetal.1 Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubunganya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini prematur sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten cervix, solusio plasenta.2

Gambar 2. Skema berbagai mekanisme yang diduga dapat menyebabkan Prematur Ruptur atau Preterm Prematur Ruptur of Fetal Membran7

2.6 Diagnosis

1.

Anamnesis. Dari anamnesis saja dapat ditegakan 90% dari diagnosis KPD. Kadangkala cairan seperti urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita merasa basah pada vagina, atau 6

mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna dan apakah ada partikel-partikel di dalam cairan (lanugo cervix). Pada waktu keluanya cairan tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.1,5

2.

Inspeksi Pada pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.1,5

3.

Pemeriksaan inspekulo Pemeriksaan inspekulo merupakan langkah pertama dalam mendiagnosis KPD karena

pemeriksaan dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Yang dinilai adalah: 1. Keadaan umum dari cervix, juga dinilai dilatasi dan pendataran dari cervix. Dilihat prolaps dari tali pusat atau extrimitas bayi. Bau dari amnion yang khas juga diperhatikan 2. Pooling dari cairan amnion pada fornix posterior mendukung diagnosis KPD. Melakukan perasat vasalva atau menyuruh pasien batuk untuk memudahkan melihat pooling. 3. Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan uji kertas lakmus/nitrazine test. Kertas lakmus merah akan berubah menjadi biru jika pH cairan diatas 6.0-6.5. Sekret vagina ibu hamil adalah pH 4-5, dengan kertas lakmus tidak berubah warna. Tes ini bisa memberikan hasil positif palsu bila tersamarkan dengan cairan seperti darah, semen, atau vaginitis seperti trichomonas. 4. Mikroskopik (tes pakis). Jika dengan pooling dan tes nitrazine masih samar dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopik dari cairan yang di ambil dari fornix posterior. Cairan di swab kemudian dikeringkan diatas gelas objek dan dilihat dibawah mikroskop gambaran ferning yang menandakan cairan amnion. 5. Dilakukan juga kultur dari swab untuk Chlamydia, gonorrhea, dan Group B streptococcus.1,2,5

4.

Pemeriksaan Lab Pemeriksaan Alpha-fetoprotein (AFP). Mempunyai konsentrasi tinggi didalam cairan amnion tetapi tidak di semen atau urin. Pemeriksaan darah lengkap dan kultur dari urinalysis Tes Pakis Tes Lakmus (Nitrazine test)1

5.

Pemeriksaan ultrasonogarphy (USG) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit (oligohidramnion atau anhidramion). Oligihidramion 7

ditambah dengan anamnesis dari pasien bisa membantu diagnosis tapi bukan menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu dinilai Amniotic fluid index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia janin. Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anomali janin atau melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis dan sering digunakan dalam mengevaluasi janin. Ultrasound guided amnionfusion dengan menggunakan indigo carmine, dapat dilakukan apabila semua pemeriksaan masih memberikan hasil yang meragukan. Kemudian tampon dimasukkan kedalam vagina dan dikeluarkan lalu cairan yang keluar diobservasi.1,5 2.7 Penatalaksanaan Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan berisiko tinggi. Kesalahan dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya. Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS (respiratory distress syndrome) dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hatihati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten. 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada tidaknmya tanda-tanda infeksi pada ibu.1,2 Penderita dengan kemungkinan ketuban pecah dini harus masuk rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut. Jika pada perawatan air ketuban berhenti keluar, pasien dapat pulang untuk rawat jalan. Bila terapat persalinan dalam kala aktif, chorioamnionitis, gawat janin, persalinan diterminasi. Bila ketuban pecah dini pada kehamilan prematur, diperlukan penatalaksanaan yang komprehensif. Secara umum

penatalaksanaan pasien ketuban pecah dini yang tidak dalam persalinan serta tidak ada infeksi dan gawat janin, penatalaksanaanya bergantung pada usia kehamilan.2 Minggu ke 24 - 31 Persalinan sebelum minggu ke 32 dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas neonatal. Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan dan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis hingga mencapai 34 minggu. Namun begitu, harus di informasikan kepada keluarga pasien bahwa sering kali kehamilan tersebut akan diikuti dengan persalinan dalam tempo 1 minggu. Kontraindikasi untuk melakukan terapi secara konservatif adalah chorioamnionitis, abruptio placentae, dan nonreassuring fetal testing.1 Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi. Denyut jantung bayi harus dimonitor terus. Jika stabil bisa dilakukan tiap 8 jam. Ini karena kompresi dari tali pusat sering terjadi terutama pada PPROM yang < 32 minggu. 8

Selain itu perlu diobservasi tanda-tanda vital ibu. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital diperhatikan takikardi, suhu melebihi 38C, kontraksi rahim yang regular, nyeri tekan pada fundus uterus atau leukositosis adalah tanda-tanda amnionitis. Jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, persalinan diakhiri tanpa memandang umur kehamilan. Preterm PROM bukan kontraindikasi persalinan pervaginam.1

Minggu > 32 Bila telah dikonfirmasi permatangan paru, resiko melakukan konservatif melebihi resiko melakukan induksi/augmentasi. Dianjurkan melakukan induksi pada wanita dengan PPROM melebihi 32 minggu disamping pemberian antibiotik.1 Minggu ke 34 - 36 Tidak dianjurkan untuk memperpanjang masa kehamilan. Induksi persalinan bisa dilakukan setelah minggu ke 34. Walau pada minggu ke 34 tidak dianjurkan pemberian kortikosteroid namun pemberian antibiotik untuk B streptococcus sebagai profilaksis sangat dianjurkan.1,2 Aterm (> 37 Minggu) Beberpa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent Makin muda umur kehamilan makin memanjang periode latent.1,2 Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah dan belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, jika gagal dilakukan bedah caesar. Beberapa menyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.1,2 Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan memerhatikan skor bishop, jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan cervix, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.1,2 2.7.1 Pengobatan Kortikosteroid Regimen 12 mg Betamethason (celestone) tiap 24 jam selama dua hari atau Dexamethasone (Decadron) 16 mg/tiap 12 jam secara intramuskular selama dua hari. Kortikosteroid direkomendasikan 9

dibawah 32 minggu. Pemberian pada 32-34 minggu masih menjadi kontorversi manakala untuk kehamilan 34 minggu keatas tidak dianjurkan kecuali terbukti paru janin masih belum matang dengan amniosintesis. Pemberian kortikosteroid pada penderita KPD dengan kehamilan kurang bulan diharapkan tercapainya pematangan paru janin, mengurangkan komplikasi pada neonatal seperti pendarahan intraventrikular dan RDS.1 . Antibiotik Ampicillin 1 g secara intravena diberikan tiap 8 jam bersamaan dengan gentamicin 80 mg tiap 8 jam selama dua hari. Diikuti dengan pemberian metronidazol 500 mg tiap 8 jam. Pemberian antibiotik terbukti memperpanjangkan masa laten dan mengurangi resiko infeksi seperti postpartum endometritis, chorioamnionitis, neonatal sepsis, neonatal pneumonia, dan pendarahan intraventricular.6 Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak terlalu bermanfaat terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan.1,5

Terapi Tocolytic Terapi tokolitik bisa memperpanjang masa laten sementara tetapi tidak memberikan efek yang lebih baik pada janin pada pemberiannya. Penelitian tentang pemberian tokolitik dalam menangani kasus PPROM masih kurang sehinggakan pemberiannya bukanlah indikasi.1,3 2.7.2 Penanganan Konservatif Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampicilin 4x500mg atau erotromisin bila tidak tahan ampicilin dan metronidazol 2x500mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak lagi keluar. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.2 Jika kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi setelah 24 jam. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi berikan antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomyelin tiap minggu. Dosis betametason 12mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason i.m 5mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.2

2.7.3 Penanganan Aktif Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25 g 50 g intravaginal tiap 6 jam, maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri.2 Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan cervix, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio searea. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan.2 10

2.8 Komplikasi Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal.2

Infeksi Walaupun ibu belum menunjukan infeksi tetapi janin mungkin sudah terkena infeksi intrauteri terlebih dahulu sebelum gejala pada ibu dirasakan. Infeksi ini melalui ascending fetoplasental infection atau melalui darah, usus, dan tuba. Infeksi dapat pula terjadi melalui infeksi intra uterin: Staphylococcus, Streptococcus, E. Coli, Klebsiella, jamur, virus, bakteri anaerob.2,6 Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi chorioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi chorioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering terjadi daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.2,6

Persalinan Prematur Setelah ketuban pecah, biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggi persalinan terjadi dalam satu minggu. Ketuban yang pecah dapat merangsang janin untuk keluar. Ini dapat dicegah dengan pemberian tokolitik.2,6

Prolaps Tali Pusat/ Tali pusat membumbung Salah satu bahaya nyata yang terkait dengan ketuban pecah dini adalah prolaps tali pusat. Ketika kantung ketuban seorang ibu hamil tiba-tiba pecah, ada bahaya nyata dimana talipusat menumbung berbarengan dengan keluarnya air ketuban. Namun, dokter tidak menyadari bahwa kejadian seperti ini sangat tidak mungkin jika wanita hanya memiliki kebocoran bukan serta merta pecah. Oleh karena itu, sebaiknya bedrest supaya mengurangi resiko dilakukannya bedah caesar. Prolaps tali pusat merupakan komplikasi serius, yang mengancam jiwa bayi. Namun, kejadian prolaps sangat langka, Kitzinger mengatakan, "Sebuah kejadian prolaps tali pusat sangat tidak mungkin terjadi selama melahirkan di rumah atau di tempat pertolongan persalinan mana prosedur invasif tidak dilakukan. Karena kejadian ini biasanya merupakan konsekuensi dari intervensi, khususnya pemecahan air ketuban artifisial. Untuk mencegah prolaps tali pusat, mungkin hal terbaik yang bisa dilakukan seorang wanita dapat dilakukan adalah untuk tinggal di rumah dan bedrest.2,6 Hipoksia dan asfiksia

11

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.

Sindrom deformitas janin Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonar.2,6 Distosia ( partus kering / dry labor) Menyebabkan gesekan anak dan jalan lahir serta kontraksi uterus tidak simetris karena bentuk uterus tidak sesuai dengan bentuk janin.2

KOMPLIKASI Maternal -

BENTUK Antepartum : korioamniotis 30-60 %, solusio plasenta Intrapartum : trauma persalinan akibat induksi/operatif Kemungkinan retensio dari plasenta Postpartum : trauma tindakan operatif, infeksi masa nifas, perdarahan postpartum -

KETERANGAN Sepsis jarang terjadi karena pemberian antibiotic dan resusitasi. Trauma tindakan operasi : Trias komplikasi ( infeksi, trauma tindakan, perdarahan ).

Neonatus

Semakin muda usia kehamilan dan semakin rendah BB janin, maka komplikasi akan semakin berat

Kejadian komplikasi yang dapat dijadikan indikasi terminasi kehamilan : prolaps tali pusat, infeksi intrauteri, solusio plasenta.

Komplikasi akibat prematuritas : mudah infeksi, mudah terjadi trauma akibat tindakan persalinan, mudah terjadi aspirasi air ketuban dan menimbulkan asfiksia sampai kematian. -

Untuk membuktikan terjadi infeksi intrauteri dapat dilakukan amniosentesis dengan tujuan untuk 12

Komplikasi postpartum : penyakit RDS/membrane hialin, hipoplasia paru dengan akibatnya, tidak tahan terhadap hipotermia, sering terjadi

hipoglikemia, gangguan fungsi alat vital. Komplikasi akibat oligohidramnion : gangguan tumbuh kembang yang menimbulkan deformitas, gangguan sirkulasi retroplasenter yang menimbulkan asfiksia, asidosis, retraksi otot uterus yang menimbulkan solusio plasenta. Komplikasi akibat ketuban pecah : prolaps bagian janin terutama tali pusat dengan akibatnya, mudah terjadi infeksi intrauteri dan neonatus. -

: kultur cairan amnion, pemeriksaan glukosa, alfa fetoprotein, fiibronectin. Upaya untuk tirahh baring dan pemberian antibiotic dapat memperpanjang usia kehamilan sehingga BB janinnya lebih besar dan lebih mampu untuk hidup di luar kandungan.

Sumber : Manuaba. 2001. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta. EGC

13

BAB III LAPORAN KASUS

IDENTITAS No. Register : 1129087 Alamat Ny. S / 23 tahun / 1 tahun menikah / ibu rumah tangga Tn. E / 21 tahun / 1 tahun menikah / kuli bangunan Ny. S menikah 2 kali, pernikahan yang pertama 1 tahun. Pernikahan yang kedua 1 tahun. : Desa Bunul Kidul RT 5/ RW 4 Asrikaton Malang

Tanggal MRS : 05-11-2011 pada pkl. 20.00

KELUHAN UTAMA Pasien datang sendiri ke RS Saiful Anwar dengan keluhan utama keluar cairan bening dari jalan lahir. 05/11/2011 Pukul 05.00 pagi, pasien mengeluh keluar cairan bening seperti air dari jalan lahir yang tidak dapat ditahan, namun pasien tetap di rumah. Cairannya berwarna bening, dan baunya anyir. Sebelum keluar cairan, tidak didahului rasa kenceng-kenceng pada perut. Satu jam kemudian, pasien pergi ke bidan, lalu dilakukan pemeriksaan dalam, dan dikatakan pasien mengalami pembukaan 1. Pasien memilih pergi ke RS Saiful Anwar karena ingin menggunakan fasilitas Jampersal.

SUBYEKTIF

Riwayat Persalinan : I. Aterm/ wanita / SptB / lahir di bidan / 2500 gr/ 3 bulan / mati II. Kehamilan ini ANC : ke bidan 8 kali (tanggal terakhir ANC 18/10/11) HPHT : 03-02-2011 TP : 10 11 2011 ~ Usia kehamilan : 39 - 40 weeks

Faktor Resiko : Riwayat Keputihan + 1 bulan tidak diobati. Keputihan warna putih kekuningan, berbau, dan tidak gatal. Riwayat Anyang-anyangan tidak ada Riwayat Koitus + tadi malam (4/11/11) Riwayat trauma tidak ada

14

OBYEKTIF Keadaan umum Tanda-tanda vital : Compos mentis : BP 120/80 mmHg HR: 78 x/mnt RR:20 x/mnt Tax : 36,6C Kepala/ leher Thorax : conj. an -/- , ict -/: C/ S1S2 single, murmur (-) P/ vesikuler/ vesikuler Rhonki -/-/-/Abdomen Wheezing -/-/-/TBJ :2790 gr , his + Trect : 36,9C

: FU 30 cm, letak bujur U , denyut jantung janin 12.11.12 jarang

VT

1 cm, eff 50%, H I, amnion (+) ,

presentasi kepala,

denominator sulit

dievaluasi, ukuran panggul dalam dalam batas normal. Inspekulo : tampak aliran ketuban dari ostium uteri eksternum, tampak genangan cairan di forniks posterior, tes lakmus (+).

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Darah lengkap Leukosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit : 8800 : 11,0 : 32,5 : 153.000

PEMERIKSAAN USG Tampak janin intrauterine T/H dengan letak bujur, posisi kepala di bawah. BPD AC EFW AFI : 86,5 (34w6d ) : 313 (35w1d) : 2.889 g : 8,3

Plasenta berimplantasi di corpus lateral dekstra dengan maturasi grade III.

PEMERIKSAAN NST

15

DIAGNOSIS G2 P1000 Ab000 grav 39-40 minggu T/H + PROM + BOH :-

RENCANA DIAGNOSIS RENCANA TERAPI :

Evaluasi 12 jam dari mulai pecahnya ketuban. Bila Inpartu Pro expect pervaginam Jika tidak ada tanda-tanda Inpartu atau jika ada tanda-tanda infeksi intra uterine terminasi kehamilan sesuai dengan NST, jika NST baik drip oksitosin, jika NST patologis SC, jika NST suspicious lakukan OCT jika OCT (+) terminasi dengan SC, jika OCT (-) lanjut drip oksitosin. Inj. Gentamycin 2 x 80 mg i.v PMo: tanda-tanda vital, keluhan, kontraksi uterus, DJJ, tanda-tanda infeksi intra uterine. PEd: KIE

16

MONITORING : Subyektif 5 November 2011, pkl 20.00 Pasien mulai merasa kenceng kenceng Pasien merasa keluar cairan dari jalan lahir. Obyektif KU : Compos mentis Tanda-tanda vital :BP 120/80 mmHg HR: 78 x/mnt RR:20 x/mnt Tax : 36,6C Trect : 36,9C Kepala/ leher : conj. an -/- , ict -/Thorax : C/ S1S2 single, murmur (-) P/ vesikuler/ vesikuler Rhonki Wheezing -/-/Assesment G2 P1000 Ab000 grav 3940 minggu T/H + PROM + BOH Planning Evaluasi 12

jam dari mulai pecahnya ketuban. Bila Pro inpartu expect

pervaginam Jika tidak ada tanda-tanda Inpartu atau

jika ada tandatanda infeksi intra uterine terminasi kehamilan sesuai dengan NST, jika NST baik drip jika

Abdomen: FU 30 cm, letak bujur U , denyut jantung janin 12.11.12 TBJ :2790 gr , his + jarang VT : 1 cm, eff 50%, H I, amnion (+) , presentasi kepala, denominator sulit dievaluasi, ukuran panggul dalam dalam batas normal.

oksitosin, NST suspicious lakukan

NST patologis SC, jika

OCT

jika OCT (+) terminasi dengan jika lanjut oksitosin. Inj. Gentamycin 2 x 80 mg i.v PMo: tanda keluhan, 17 tandavital, OCT SC, (-) drip

kontraksi uterus, DJJ,

tanda-tanda infeksi uterine. PEd: KIE 5 November 2011, 22.00 pkl. Pasien mulai merasa kenceng kenceng semakin KU : Compos mentis Tanda-tanda vital :BP 120/80 mmHg HR: 78 x/mnt RR:20 x/mnt Tax : 36,6C Trect : 36,9C Kepala/ leher : conj. an -/- , G2 P1000 Ab000 part 39-40 minggu T/H + Kala I Fase Aktif PROM + BOH Evaluasi 2 jam kemudian. Pro PMo: tanda keluhan, kontraksi uterus, DJJ, expect intra

pervaginam tandavital,

kuat dan ict -/semakin sering Pasien merasa keluar cairan dari jalan lahir. Thorax : C/ S1S2 single, murmur (-) P/ vesikuler/ vesikuler Rhonki Wheezing -/-/-

tanda-tanda infeksi uterine. PEd: KIE intra

Abdomen: FU 30 cm, letak bujur U , denyut jantung janin 12.11.12 TBJ :2790 gr , his 10.3.35 / sedang VT : 4 cm, eff 100%, H I, amnion (+) , presentasi kepala, denominator ubunubun kecil arah jam 2, ukuran panggul dalam dalam batas normal.

5 November 2011, 23.45 pkl.

Pasien mulai merasa kenceng kenceng semakin sering

KU : Compos mentis Tanda-tanda vital :BP 120/80 mmHg HR: 78 x/mnt RR:20 x/mnt Tax : 36,6C Trect : 36,9C Kepala/ leher : conj. an -/- , ict -/Thorax : C/ S1S2 single,

G2 P1000 Ab000 part 39-40 minggu T/H + Kala I Fase Aktif PROM + BOH

Evaluasi 2 jam kemudian. Pro PMo: tanda keluhan, kontraksi uterus, DJJ, 18 expect

pervaginam tandavital,

murmur (-) P/ vesikuler/ vesikuler Rhonki Wheezing -/-/-

tanda-tanda infeksi uterine. PEd: KIE intra

Abdomen: FU 30 cm, letak bujur U , denyut jantung janin 12.11.12 BJ :2790 gr , his 10.3.40 / sedang - kuat VT : 8 cm, eff 100%, H II III, amnion (+) , presentasi kepala, denominator ubunubun kecil arah jam 1, ukuran panggul dalam dalam batas normal. Ibu PMo: tanda

5 November Ibu ingin 2011, 00.00 pkl. mengejan

KU : Compos mentis Tanda-tanda vital :BP 120/80 mmHg HR: 78 x/mnt RR:20 x/mnt Tax : 36,6C Trect : 36,9C Kepala/ leher : conj. an -/- , ict -/Thorax : C/ S1S2 single, murmur (-) P/ vesikuler/ vesikuler Rhonki Wheezing -/-/-

G2 P1000 Ab000 part 39-40 minggu T/H + Kala II + PROM + BOH

dipimpin

mengejan tandavital,

keluhan, DJJ, PEd: KIE

Abdomen: FU 30 cm, letak bujur U , denyut jantung janin 12.11.12 BJ :2790 gr , his 10.4.40 / kuat VT : lengkap, eff 100%, H III, amnion (+) , presentasi kepala, denominator ubunubun kecil arah jam 12, ukuran panggul dalam dalam batas normal.

19

OUTCOME Pada 6 November 2011, pukul 00.20 p.m Bayi laki-laki lahir dengan berat badan 2860gr / 49 cm/ AS 7-9

20

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Faktor Resiko PROM Pada kondisi aterm, kematian sel terprogram dan aktivasi enzim katabolik, seperti kolagenase dan kekuatan mekanik, mengakibatkan terjadinya pecah ketuban. PROM prematur terjadi mungkin disebabkan oleh mekanisme yang sama aktivasi jalur terjadi akibat dari proses patologis yang mendasari,

kemungkinan besar karena peradangan dan / atau infeksi pada membran. Faktor klinis yang terkait dengan PROM meliputi status sosial ekonomi rendah, indeks massa tubuh rendah, penggunaan tembakau, riwayat persalinan prematur, infeksi saluran kemih, pendarahan vagina pada setiap saat dalam kehamilan, cerclage, dan amniosentesis.1 Pada pasien ini tidak didapatkan adanya keluhan yang mengarah pada infeksi saluran kemih seperti anyang-anyangen, nyeri saat berkemih, dan sebagainya. Faktor risiko ketuban pecah dini lainya yaitu tindakan senggama dengan higiene buruk yang merupakan predisposisi terhadap infeksi. Pada pasien ini terdapat riwayat senggama malam sebelum ketuban pecah.6 Meskipun masing-masig faktor resiko dapat secara sendiri atau bersama mengakibatkan terjadinya KPD, pada banyak kasus KPD tidak ditemukan adanya faktor resiko. Akibatnya identifikasi strategi penanganan untuk mencegah terjadinya KPD menjadi sulit. Meski demikian, penanganan umum harus segera dilakukan setelah terjadinya pecah ketuban. 6 Secara sistematis, faktor resiko ketuban pecah dini dibagi menjadi, antara lain : 1. Faktor Umum : a. Infeksi STD b. Faktor Sosial : perokok, peminum, keadaan social ekonomi rendah. 2. Faktor Keturunan : a. Kelainan genetic b. Factor rendahnya vitamin C dan ion Cu dalam serum 3. Faktor obstetric : a. Overdistensi Uterus i. Kehamilan kembar ii. Hidramnion b. Serviks inkompeten c. Serviks konisasi/menjadi pendek d. Terdapat sefalopelfik disproporsi i. Kepala janin belum masuk PAP ii. Kelainan letak janin, sehingga ketuban bagian terendah langsung menerima tekanan intrauteri yang dominan. iii. Pendular abdomen iv. Grandemultipara. 4. Tidak diketahui sebabnya. 4.2 Penegakkan Diagnosis 21
6

Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum persalinan mulai pada tahap kehamilan manapun. Ada juga yang menyatakan pada ketuban pecah dini, ketuban pecah dan satu jam kemudian tidak diikuti tanda-tanda awal persalinan (William). Disebut PROM atau KPD apabila terjadinya pecah ketuban sebelum adanya tanda inpartu terjadi pada usia kehamilan aterm. Pada pasien ini didapatkan HPHT tanggal 3 Februari 2011 sehingga usia kehamilan saat ini 39 - 40 minggu (aterm). Ketuban pecah dini atau Premature Rupture of Membran (PROM) didiagnosa berdasarkan anamnesa, pemeriksaan, fisik, serta pemeriksaan tambahan. Dari anamnesis 90% dari diagnosis KPD sudah dapat ditegakkan. Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna dan apakah ada partikel-partikel di dalam cairan (lanugo cervix). Pada waktu keluanya cairan tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah. Pasien ini mengeluhkan keluar cairan bening seperti air dari jalan lahir. Cairannya berwarna bening dan berbau anyir. Sebelum keluar cairan, tidak didahului rasa kenceng-kenceng pada perut. Dari pemeriksaan fisik ditemukan tinggi fundus uteri 30 cm sehingga didapatkan taksiran berat janin sebesar 2790 g. Tampak bayi dalam letak bujur, dengan denyut jantung anak 12.11.12 dan his yang jarang. Dari vaginal touche didapatkan pembukaan portio sebesar 1 cm, penipisan 50%, masih ditemukan adanya amnion. Janin berada dalam presentasi kepala dengan denominator yang masih sulit dievaluasi. Panggul ibu memiliki ukuran dalam batas normal sehingga memungkinkan untuk dilakukan persalinan pervaginam. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya cairan yang keluar dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Kemudian dinilai keadaan umum dari cervix, juga dinilai dilatasi dan pendataran dari cervix. Dilihat prolaps dari tali pusat atau extrimitas bayi. Bau dari amnion yang khas juga diperhatikan. Pooling dari cairan amnion pada fornix posterior mendukung diagnosis KPD. Melakukan perasat vasalva atau menyuruh pasien batuk untuk memudahkan melihat pooling. Pada pasien ini ditemukan adanya pooling cairan amnion pada forniks posterior. Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan uji kertas lakmus/nitrazine test. Kertas lakmus merah akan berubah menjadi biru jika pH cairan diatas 6.0-6.5. Sekret vagina ibu hamil adalah pH 4-5, dengan kertas lakmus tidak berubah warna. Tes ini bisa memberikan hasil positif palsu bila tersamarkan dengan cairan seperti darah, semen, atau vaginitis seperti trichomonas. Tes nitrazine pada pasien ini menunjukkan kertas lakmus merah berubah warna menjadi biru ketika tersentuh cairan pada forniks posterior. Hal ini menunjukkan bahwa cairan yang ada bersifat alkali dan dimungkinkan merupakan cairan ketuban. Jika dengan pooling dan tes nitrazine masih samar dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopik atau tes pakis dari cairan yang di ambil dari fornix posterior. Cairan di swab kemudian dikeringkan diatas gelas objek dan dilihat dibawah mikroskop gambaran ferning yang menandakan cairan amnion. Pada pasien ini tes mikroskopik tidak dilakukan karena tes pooling dan nitrazine memberikan hasil positif.

22

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD biasanya ditemukan jumlah cairan ketuban yang sedikit (oligohidramnion atau anhidramion). Oligihidramion ditambah dengan anamnesis dari pasien bisa membantu diagnosis tapi bukan menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu dinilai Amniotic fluid index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia janin.

4.3 Penatalaksanan Ketuban Pecah Dini Beberpa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent Makin muda umur kehamilan makin memanjang periode latent. Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah dan belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, jika gagal dilakukan bedah caesar. Beberapa menyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi. Pada pasien ini dilakukan observasi tanda-tanda persalinan selama 12 jam dari awal pecah ketuban. Selama observasi didapatkan adanya tanda-tanda inpartu dan kemajuan persalinan. Pada pukul 00.20 lahir bayi laki-laki dengan berat 2860 g secara spontan belakang kepala. Pada pasien ini pemberian kortikosteroid tidak dilakukan karena usia kehamilan aterm (39- 40 mgg). Pemberian kortikosteroid dilakukan pada penderita KPD dengan kehamilan kurang bulan dan diharapkan tercapainya pematangan paru janin, mengurangi komplikasi pada neonatal seperti pendarahan intraventrikular dan RDS. Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak terlalu bermanfaat terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Pada pasien dini dilakukan pemberian antibiotik gentamycin 80 mg intravena tiap 12 jam.

23

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 1. Faktor resiko KPD antara lain : Faktor klinis yang meliputi status sosial ekonomi rendah, indeks massa tubuh rendah, penggunaan tembakau, riwayat persalinan prematur, infeksi saluran kemih, pendarahan vagina pada setiap saat dalam kehamilan, cerclage, dan amniosentesis. Faktor risiko ketuban pecah dini lainya yaitu tindakan senggama dengan higiene buruk yang merupakan predisposisi terhadap infeksi. Pada pasien ini terdapat riwayat senggama malam sebelum ketuban pecah. 2. Diagnosis KPD ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan tambahan. Didapatkan pada pasien ini keluhan keluar cairan dari vagina dengan usia kehamilan 39-40mgg dengan ditemukan akumulasi cairan pada forniks posterior yang memberikan hasil tes nitrazin positif. Dari pemeriksaan tidak didapatkan tanda-tanda inpartu satu jam setelah pecahnya ketuban. 3. Penatalaksanaan KPD pada pasien ini dilakukan dengan observasi tanda inpartu 12 jam dari pecahnya ketuban. Jika inpartu pro ekspektatif pervaginam. Pemberian antibiotik profillaksis

dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi. 5.2 Saran Pengenalan dan penanganan terhadap ketuban pecah dini harus dilakukan dengan tepat dan sesegera mungkin untuk mencegah terjadinya komplikasi maternal dan juga mortalitas serta morbiditas perinatal

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Sualman, Kamisah. 2009. Penatalaksanaa Ketuban Pecah Dini Preterm. Pekanbaru: Fakultas Kedokteran Universitas Riau 2. Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 3. Triani, Yuyun. 2010. Ketuban Pecah Dini. Online (www.hilalahmar.com/artikel/ketuban-pecah-dini). Diakses tanggal 11 November 2011. 4. Cunningham, F Gary, et al. 2005. Obstetri Williams. Volume 1. Edisi 21. Jakarta: EGC 5. SMF Obstetri dan Ginekologi RS Saiful Anwar Malang. 2010. Pedoman Diagnosis dan Terapi. 6. Aprilia, Yesie. Ketuban Pecah Dini (KPD) atau Premature Rupture of The Membrane (PROM). Online (www.bidankita.com/ketuban-pecah-dini-KPD). Diakses tanggal 13 November 2011 7. Parry, Samuel., Strauss, JF 1998. The New England Journal of Medicine: Premature Ruptur of Fetal Membranes.Online (www.nejm.org). Diakses tanggal 11 November 2011.

25

You might also like