You are on page 1of 10

Keterlibatan Ilmu Geografi dalam Kajian Komprehensif Pemukiman dan Perumahan Rakyat berbasiskan Informasi Geo-spasial Kebencanaan.

Sukendra Martha
Ketua Umum Ikatan Geografiwan Universitas Gadjah Mada (IGEGAMA) Pusat sukendra@bakosurtanal.go.id

Abstract
Geography plays an important role as a management tool that can bridge natural physical condition and people lives on the earth. In the context of integrative and comprehensive study on human settlement and people housing, a geographic knowledge needs to be involved in. Particularly in todays situation that natural hazard frequently occurs in this country, geospatial related hazard information is necessity to be referred to find suitable locations for new settlement and housing sites. We understand that human settlement including the existing housings inside is one of the geographic interactions that can accomodate human social life. Without proper geographical considerations, the output of process may not be optimally used as the best decision making input to locate settlement and housing sites having an environmentally sound and safe from possible disaster. This paper generally describes how the involvement of Geography can support the study of settlement and housing based on hazard prone geo-spatial information.

Sari
Ilmu Geografi berperan sebagai alat pengeloaan yang dapat menjembatani kondisi fisik alamiah dengan manusia yang menghuni bumi. Dalam kajian yang sifatnya terintegrasi dan komprehensif tentang pemukiman manusia dan perumahan rakyat diperlukan keterlibatan ilmu Geografi. Terlebih lagi pada era dimana sering terjadinya bencana alam seperti sekarang ini, informasi geo-spasial kebencanaan merupakan kewajiban yang harus dirujuk untuk menentukan lokasi/ wilayah pemukiman atau perumahan rakyat. Kita memahami bahwa permukiman manusia, termasuk perumahan yang ada di dalamnya merupakan salah satu interaksi geografis yang dapat mengakomodasi kehidupan sosial manusia. Tanpa pertimbangan geografis yang memadai, maka hasil dari proses yang dilaksanakan mungkin tidak optimal dapat digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan terbaik untuk menentukan lokasi pemukiman dan perumahan yang berserasi-lingkungan dan aman dari bencana. Makalah ini secara umum mengulas bagaimana keterlibatan ilmu Geografi dapat mendukung kajian permukiman dan perumahan berdasarkan informasi geo-spasial kebencanaan.

*) Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional dan Kongres Ikatan Geografiwan


Universitas Gadjah Mada (IGEGAMA), Tema: Pembangunan Wilayah Berbasis Lingkungan di Indonesia, tanggal 27 Oktober 2007 di Balai Senat UGM, Yogyakarta.

Pendahuluan

Untuk memenuhi perencanaan pembangunan perumahan dan pemukiman yang berkelanjutan serta berwawasan lingkungan salah satu peran keilmuan Geografi atau Ilmu Keruangan dengan keunggulannya yang khas memainkan peranan yang sangat penting (Tulung, 1999). Permukiman atau settlement pada dasarnya merupakan suatu bagian wilayah/ tempat dimana penduduk/ pemukim tinggal, bekerja dan beraktivitas, serta berinteraksi atau berhubungan dengan sesama pemukim lainnya dalam suatu masyarakat.

Secara umum, menurut Patrick (dalam Tulung, 1999) pemukiman dicirikan oleh 3 unsur utama: (1) Place, yaitu tempat tinggal, (2) Work, yaitu tempat bekerja atau berkarya, dan (3) Folk, yaitu tempat bermasyarakat. Ketiga unsur tadi harus secara serasi dan harmoni terjalin menjadi satu kesatuan interaksi dalam suatu wilayah permukiman itu. Sebuah permukiman dimana penghuninya hanya mengutamakan faktor work semata-mata, tanpa memperhatikan place dan folk yang seimbang dapat mempengaruhi rusaknya lingkungan sekitar sebagai akibat dari eksploitasi sumberdaya yang berlebihan. Dalam menyediakan areal pemukiman tempat tinggal atau hunian yang baik (place), para pemukim harus diberikan ruang/ space dengan bangunan perumahan yang memadai. Demikian juga untuk keperluan kenyamanan hidup mereka, kegiatan bermasyarakat (folk) seperti silaturahim dengan tradisi budaya menjadi salah satu kebutuhan para pemukimnya juga. Sebelum membahas makalah ini lebih jauh, perlu mereviu satu definisi lama dari G. Trewartha tentang Geografi yang masih relevan kita ungkapkan.

Menurut Trewartha, Geografi didefinisikan sebagai: The science of the earth and its life, the home we built, the food we eat and the recreational we enjoy it. Definisi ini patut kita rujuk karena sarat dengan aspek manusianya (menyangkut kebutuhan dasar manusia: butsarman). Ketika earth and its life diperpadukan 2

maka yang menggugah kita para geografiwan adalah kebijakan geografis yang menonjol. Kondisi hamparan bumi, tidak hanya dilihat sebagai bentuk fisik obyek bentang alam sumberdaya alam bumi dan lingkungan yang hanya dieksploitasi habis-habisan, diambil segala isinya, untuk pemenuhan bukan sebagian besar penduduk bumi, tetapi hanya untuk sebagian kecil para perusak bumi. Jika geografi dipelajari secara jernih dan diaplikasikan dengan benar, maka keseimbangan yang termaktub dalam the earth and its life akan terjadi. Aspek biotik lainnya (hewan dan tetumbuhan) juga merupakan makhluk Tuhan yang musti diperhatikan kehidupannya dalam pengertian and its life.

Kembali kepada kita manusia, sebagai penghuni bumi, sebagai khalifah fil-ardl, maka perhatian terhadap kebutuhan sandang, pangan dan papan menjadi penting. Untuk memahami the food we eat mengandung pengetahuan bagaimana kita mengelola lahan dengan sebaik-baiknya. Lahan-lahan yang subur akankah dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan

penduduknya?. Hamparan lahan yang luas yang dianugerahkan Tuhan untuk manusia dengan berbagai nutrient soil fertility yang baik, mengapa harus dialihfungsikan untuk penggunaan lain yang non-pertanian?. Alasannya, sering tidak mempertimbangan keseimbangan geografis: kalau dibangun komplek pertokoan (mall) bukankah masukan PAD cukup signifikan!, katanya.

The home/ house we built memberikan pemahaman bahwa rumah yang dibangun harus memperhatikan aspek geografis. Aspek-aspek geografis fisik seperti kemerengan lereng, kondisi hidrologis, geomorfologis pasti akan mempengaruhi kondisi perumahan yang akan dibangun. Perumahan rakyat yang dibangun tersebar di berbagai daerah di Tanah Air, tanpa memperhatikan aspek geografis lingkungan dan aspek arsitektural akan memiliki resiko terhadap eksistensi dan keberlangsungan spasial. Perumahan yang akan dibangun di sekitar lokasi rawan bencana perlu diperkenalkan arsitektur tahan bencana (gempa) misalnya. Penentuan lokasi permukiman atau pencarian lokasi pemukiman transmigrasi sebagaimana yang telah dilakukan pada masa lalu terkadang terjadi kegagalan hanya karena kurang memperhatikan aspek

geografis ini. Belum lagi aspek sosial geografis dan kultural, serta dampakdampaknya apabila memang perumahan itu dibangun di daerah yang tingkat potensial gempanya cukup tinggi. Peta multi-hazard dapat membantu untuk menghindari daerah-daerah yang rawan bencana.

The house we built juga mengandung makna adanya inisiasi dari aplikasi teknologi arsitek, bagaimana tipe dan jenis bangunan itu didisain supaya tahan terhadap gempa dll. Rumah dome atau teletubies di Bantul sebagai contoh menjadi tipe bangunan menarik dalam upaya mengatasi serangan gempa atau bencana yang terjadi, walaupun mungkin secara psiko-antropologis kenyamanan masyarakat bernaung pada bangunan tradisional belum diperhatikan.

Setelah kita memahami makna definisi Geografi tersebut, keterlibatan ilmu Geografi kemudian menjadi sangat diperlukan. Geografi mempunyai relevansi dengan pemukiman manusia. Persoalan human settlement itu merupakan bagian dari perhatian ilmu Geografi. Terkait dengan bagimana manusia penghuni bumi ini dapat berinteraksi dengan alam sekitar, terlebih dalam suasana yang sedemikian kerap dilanda gempabumi, tsunami, banjir, longsor, gunung meletus, kebakaran hutan dan angin puting beliung, maka sudah sewajarnyalah para geografiwan menekuni bagaimana persoalan antropogeografis menjadi fokus tersendiri yang musti diperhatikan seirama dengan studi-studi dan kajian Geografi Sosial.

Secara umum untuk merencanakan pembangunan pemukiman dan perumahan, wilayah-wilayah mana yang berpotensi bencana atau yang pernah terjadi bencana itu sangat penting untuk diketahui. Setidaknya informasi itu memberikan signal awal agar di dalam membangun wilayah permukiman dan perumahan diupayakan untuk menjauhi dari lokasi atau zona rawan bencana, baik bencana banjir, longsor, tsunami dan lainnya. Dibawah ini disajikan peta Wilayah Potensi Bencana Tsunami yang secara umum menampilkan wilayah mana yang berpotensi terhadap tsunami atau yang pernah terkena bencana tsunami.

Wilayah Potensi Bencana Tsunami Wilayah PotensialBencana Tsunami

Aceh 2004 Aceh 2004 Sumatera Utara 1935 Sumatera Barat1833 W. Sumatera 1833 Krakatau 1883 Krakatau 1883 Flores 1992 Flores 1992 Toli-toli 1996 Toli-toli 1996 Biak 1996 Biak 1996 Banggai 2000 Banggai 2000

JawaJava 1994 East Timur 1994

Sumber: BAKOSURTANAL dan berbagai sumber

Gambar 1: Lokasi-lokasi Kejadian gempa yang berakibat tsunami.

Demikian juga untuk merencanakan pembangunan pemukiman di sekitar pantai terutama sebagai upaya menghindari terhadap kemungkinan tsunami, maka aturan-aturan di dalam pembangunan perumahan telah juga dilbuat melalui suatu kerjasama empat Departemen/Kementrian: Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Pekerjaan Umum, Kementrian Negara Riset dan Teknologi dan Kementrian Negara Negara Perumahan Rakyat dengan. Kerjasama ini juga dimaksudkan nuntuk menghindari adanya tumpang-tindih dalam pembangunan wilayah pesisir yang memang secara geografis memiliki keunikan tersendiri.

Keterlibatan Geografi untuk Human Settlement

a. Penggunaan Teknologi GIS sebagai Kajian Komprehensif Keruangan.

Keterlibatan geografi untuk mendukung kajian human settlement adalah pemanfaatan teknologi Sistem Informasi Geografi atau Geographic

Information System (GIS). Walaupun dengan sistem ini hasilnya dapat

dimanfaatkan berbagai keperluan, akan tetapi untuk kajian keruangan, ilmu geografi yang dianggap paling besar kontribusinya terhadap perkembangan GIS ini. Aspek keruangan yang dikenal sebagai konsep inti dalam ilmu Geografi, membuat kemampuan aspek keruangan ini bahkan telah menjadi salah satu tahapan perkembangan dasar manusia berkomunikasi, bahkan sejak orang belum mengenal tulisan (Balchin, 1985). Sementara itu, dengan kemajuan teknologi yang demikian pesat, GIS berfungsi alat kajian dalam analisis keruangan secara komprehensif adalah GIS. Bahkan sebagian pakar menyatakan bahwa SIG akan menjadi potensial kajian geografi (Agnew et al. 1996). Dengan keterlibatan seperti itu jelaslah bahwa GIS sebagai alat bantu ilmu Geografi sangat efektif dalam melakukan analisis geografis karena memang dapat memadukan berbagai unsur dalam geografi, baik fisik, sosial, ekonomi maupun budaya.

b. Kajian Pemukiman dan Perumahan yang berbasiskan Informasi Geo-spasial Kebencanaan (salah satu contohnya Peta Rawan Bencana).

Keterlibatan

geografi

yang

berbasiskan

pada

informasi

geo-spasial

dimaksudkan dalam rangka untuk mendapatkan hasil pembangunan yang optimal. Pembangunan wilayah lestari mengacu pada gagasan bahwa peruntukan ruang baik darat, laut dan udara harus mengarah pada penggunaan yang sebaik mungkin, yang berpusat pada kepentingan manusia. Oleh karena itu, bentuk penggunaan ruang (wilayah) yang bertentangan dengan kepentingan pemeliharaan keserasian alam pasti akan merugikan rakyat. Terlebih lagi jika pembangunan pemukiman itu harus mengorbankan lingkungan hidup, merugikan aspek fisik biologis, yang pada akhirnya akan merugikan masyarakat, atau kesejahteraan rakyat. Dalam

kerangka pemikiran itu maka pertimbangan kelestarian lingkungan dengan memperhitungkan aspek kebencanaan menjadi landasan utama dalam alokasi ruang.

PETA RAWAN MULTI-BENCANA ALAM


(LONGSOR DAN BANJIR) TERINTEGRASI
BAKOSURTANAL, DEP. PU, DEP ESDM, dan BMG

KETERANGAN
(Konstribusi masing-masing Instansi yang terlibat): 1. BAKOSURTANAL : Penyedia peta dasar 2. DEP. PU : Penyedia peta lokasi sering (langganan) banjir 3. BMG : Penyedia data curah hujan 4. DEP. ESDM : Penyedia peta rawan longsor

PETA DASAR

PETA RAWAN BANJIR

PETA RAWAN LONGSOR

PETA SERING BANJIR

PETA CURAH HUJAN


Sumber: BAKOSURTANAL

Gambar 2: Contoh Tampilan Peta Rawan Multi-Bencana (Multi-Hazard Map), yang dapat dimanfaatkan untuk dasar perencanaan pembangunan termasuk pembangunan permukiman/ perumahan.

Berdasarkan

pasal 28 H Undang-Undang Dasar 1945 amandemen

keempat dan pasal 5 Undang Undang no. 4 tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman, mengamanatkan, bahwa setiap orang berhak mempunyai tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang baik dan sehat. Oleh sebab itu setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan/atau menikmati dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur. Namun demikian pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang belum menikmati atau memiliki rumah yang layak huni. Kalau sudah menempati rumah tempat tinggal, mereka masih dalam taraf menempatinya dengan kondisi bangunan tidak layak huni ditinjau dari sisi administratif (kepemilikan lahan) maupun dari sisi kenyamanan dan keamanan. Fakta menunjukkan sekarang ini ada lebih dari 6 juta rumah tangga di negeri ini yang tak memiliki rumah tempat tinggal. Oleh karena itu, salah satu tugas

Pemerintah adalah memfasilitasinya melalui penciptaan lingkungan yang kondusif dan penyiapan peraturan perundangan terkait dengan bidang perumahan dan pemukiman. Aturan ini nantinya dapat dijadikan pedoman atau acuan bagi Pemerintah Daerah, swasta mapun masyarakat untuk melaksanakan percepatan pembangunan perumahan dan pemukiman di daerahnya. Kriteria pemilihan lokasi perumahan yang telah diatur melalui Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia, No.

31/PERMEN/M/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri (Kasiba), patut menjadi perhatian kita. Dalam pasal 60, pemilihan lokasi Kasiba ditentukan berdasarkan kriteria yang telah sejalan dengan pertimbangan geografis, yaitu: (a) bebas bencana, (b) tidak merusak lingkungan, (c) mudah dalam penyediaan infrastruktur, dan (d) mudah membentuk kohesi sosial. Oleh karena itu, Peta Rawan Bencana dapat dijadikan acuan dan pertimbangan setidaknya untuk memenuhi kriteria penetapan lokasi pemukiman dan perumahan yang siap bangun.

Kesimpulan dan Penutup.

Dari bahasan diatas, maka dapat kita rangkum sebagai berikut:

1. Geografi sebagai ilmu yang mengintegrasikan berbagai aspek bentang alam dan manusia menjadi penting keterlibatannya dalam mendukung keberhasilan program pembangunan nasional pemukiman dan

perumahan rakyat.

2. Aspek

data

dan

informasi

geo-spasial

yang

akurat

dan

dapat

dipertanggungjawabkan merupakan infrastruktur yang dijadikan input bagi proses analisis sistem informasi geografis untuk menghasilkan bahan pengambilan keputusan. Untuk mendukung para pengambil keputusan di bidang perencanaan pembangunan pemukiman dan perumahan, 8

masukan data dan informasi geo-spasial, harus disesuaikan dengan kriteria yang dikehendaki termasuk pertimbangan terhadap potensi bencana alam yang mungkin terjadi. Dengan demikian pemukiman dan atau perumahan yang akan dibangun benar-benar dapat

mensejahterakan rakyat, dihuni dengan aman dan nyaman terbebas dari perusakan lingkungan sekitar serta terhindarkannya dari kemungkinan bencana alam.

3. Setidaknya ada dua keterlibatan ilmu Geografi dalam mendukung analisis komprehensif pembangunan permukiman dan perumahan, terutama dalam pencarian lokasi yang tepat untuk keperluan tersebut. Pertama, keterlibatan penggunaan GIS sebagai alat bantu dalam kajian

komprehensif. Kedua, keterlibatan dalam kajian yang berbasiskan data dan informasi geo-spasial kebencanaan. Yang disebut belakangan ini adalah pemanfaatan Peta Rawan Multi-bencana yang akan juga membantu analisis komprehensif pemukiman dan perumahan yang akan dilakukan. Dengan demikian hasil-hasil kajian benar-benar dapat

bermanfaat bagi pelaksanaan pembangunan perumahan yang dapat mensejahterakan rakyat banyak.

Daftar Pustaka

Agnew, J. Et.al. (Ed), Human Geography: an essential anthology, dalam Suharyono (2000) PIT IGI di Universitas Negeri Semarang, 21-22 Nopember 2000. Balchin, W.G.F. (1985), Geography come of Age, Teaching Geography, dalam Suharyono (2000) PIT IGI di Universitas Negeri Semarang, 21-22 Nopember 2000. Kementrian Negara Perumahan Rakyat, RI. (2006). Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia No. 31/PERMEN/M/2006 tanggal 15 November 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri. ________ (2006), Rumah tahan gempa perkecil jumlah korban, Pikiran Rakyat, 7 September 2006. 9

Martha, S. (1995). Tugas ilmu Geografi dalam Menstudi Bumi sebagai Tempat Bermukimannya Manusia, Proceedings Kongres Ahli Ilmu Kebumian Nasional (KAIKNAS95), Yogyakarta, 6 7 Desember 1995. Ross, S. (1995), Longman Coordinated Geography, Longman Group Limited, Edinburgh, UK., 1996 Tulung, J. (1999). Peranan Ilmu Keruangan dalam Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Menghadapi Milenium Ketiga, Seminar Sehari dan PIT Ikatan Geograf Indonesia (IGI), 26 Oktober 1999.

10

You might also like