You are on page 1of 3

PELESTARIAN KARAWITAN Sebagi salah satu seni yang khas di Indonesia, karawitan perlu dijaga keberadaanya.

Untuk itu perlu ditumbuhkan semangat mencintai tradisi yang telah mengakar itu pada generasi muda, terutama anak. Sayangnya, karawitan semakin hari justru makin dijauhi anak-anak, karena dianggap rumit, tua, dan kurang gaul. Mengenalkan karawitan pada anak perlu menyesuaikan zaman. Sekarang ini kalau memainkan karawitan mengiringi lagu Jawa mungkin terlalu rumit bagi anak. Jadi pendekatnnya bisa lewat lagu-lagu yang lebih populer, tapi mengemasnya dengan karawitan, tutur Sukisno, praktisi karawitan dari Taman Budaya Yogyakarta. Pernyataan itu disampaikan pada acara bertajuk Sarasehan Pembinaan Karawitan untuk Anak-anak SD se-kota Yogyakarta, di Aula Dinas Pendidikan Kota Jogja. Kisno menambahkan, sudah bukan saatnya lagi para guru atau orangtua berlagak sangar atau sok galak dalam membuat anak-anak mau belajar seni karawitan. Cara persuasif yang mengikuti dunia anak-anak harus lebih diutamakan, karena karawitan ini soal rasa, dan itu tak bisa dipaksakan, tambahnya. Dalam acara yang diprakarsai Dewan Kebudayaan Kota (DKK) Jogja bekerjasama dengan Rembug Seni Budaya Tradisional Jawa (RSBTJ) dan Dinas Pendidikan Kota Jogja itu salah satu pembicara dari ISI Yogyakarta, Trusto, menuturkan, untuk mendekatkan seni karawitan sejak dini pada anak tak bisa asal-asalan. Materi dan metodologinya harus bisa menyesuaikan karakter si anak. Jika terlalu berat dan cara mengajarnya tak pas, bisa membuat si anak bosan dan tak mau belajar lagi, tutur aktivis karawitan yang malang melintang ke luar negeri dengan seni karawitannya. Belajar dari Australia, Trusto mengatakan, jika memungkinkan seseorang bisa memodifikasi bentuk alat-alat karawitan yang relatif besar sulit dijangkau anak-anak dengan tetap menjaga kualitas bunyinya. Misalnya alat bonang yang biasanya dipakai itu terlalu besar, dimodifikasi ulang dan akhirnya bisa dijangkau tangan anak-anak, katanya, dalam sarasehan yang dihadiri sekitar 30 pelatih karawitan itu. Ketua Bidang Seni Tradisional dari RSBTJ, R. Candra Kusuma, menyatakan, saat ini dunia karawitan di Sekolah Dasar di Jogja masih memprihatinkan. "Keberadaan guru karawitan

di SD terbilang minim. Sejumlah SD memang punya instrumen karawitan, tapi belum dioptimalkan untuk pembinaan murid," kata Candra. Minimnya sumber daya pengajar karawitan, kata Candra, menyebabkan instrumen semacam gamelan hanya jadi hiasan dan formalitas belaka.
Source

Tradisi Tak Berarti Kuno


Selasa, 01/03/2011 09:00 WIB - Tim USB

Sukoco tampak asyik menikmati alunan musik karawitan yang tengah dimainkan beberapa kawannya. Tak sedikit pun kesan bosan terlihat di raut wajahnya. Meski bagi sebagian besar kaum muda saat ini karawitan dinilai sebelah mata, tidak bagi mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Setia Budi (USB) ini. Baginya, kendati kesan kuno dan ndeso melekat pada musik jenis ini tetapi masih tersisa kebanggaan atas salah satu bentuk budaya Indonesia ini. Masih ada sesuatu yang bisa dibanggakan dari image ndeso tersebut. Terbukti musik karawitan banyak diminati di luar negeri, ucap pengurus organisasi karawitan Sak Dhek Sak Nyet USB tersebut. Hanya saja, kata Sukoco, kondisi semacam ini terbilang sangat memprihatinkan jika dilihat rendahnya minat masyarakat lokalnya sebagai pemilik. Menurut Sokoco, penurunan minat terhadap musik karawitan dikarenakan adanya sikap apatis terhadap citra musik tradisi tersebut. Keberadaan musik karawitan di masyarakat saat ini telah identik dengan citra ndeso, tidak gaul, dan udik. Namun demikian, dirinya percaya jika suatu saat musik tradisi akan mendapat tempat layak di hati masyarakat Indonesia, khususnya di kalangan muda. Pasti suatu saat yang ndeso-ndeso semacam ini malah akan banyak diminati dan mendapatkan tempat di hati. Hal tersebut dikarenakan ada kejenuhan terhadap musik-musik modern. Sehingga mereka akan mencari sesuatu yang beda dan lebih unik, ungkap dia. Sebagai langkah awal, Sukoco diperlukan upaya untuk mengemas tampilan karawitan menjadi musik yang fresh dan energik. Kolaborasi yang ditampilkan bersama jenis musik modern, seperti gitar, drum, keyboard, jimbe, rebana, dan lain sebagainya, bisa menjadi alternatif kemasan. Selain itu, hal penting yang perlu dilakukan adalah menghilangkan kesan ribet. Untuk itu metode pengenalan dan pembelajaran harus diperhatikan dengan baik. Harus praktis, santai, tepat sasaran dan tidak selalu pakem dalam menyampaikan metode pembelajaran, Sehingga orang awam tidak sulit untuk memahaminya, tegas Sukoco. Menanggapi kurang populernya seni karawitan di kalangan anak muda, dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Sutrisno membenarkannya. Diakuinya, musik karawitan sekarang ini dipandang kuno. Apalagi saat ini musik tradisi Indonesia ini harus bersaing dengan musik modern

dari dalam maupun luar negeri yang lebih populer. Kondisi demikian, kata dia, dimungkinkan kurangnya pengenalan dan pendekatan musik karawitan sejak usia dini. Pekerjaan Rumah Selanjutnya, Sutrisno berpendapat perlunya peran aktif kalangan muda yang saat ini masih memiliki kegemaran terhadap karawitan untuk lebih memopulerkannya. Bisa dengan membentuk grup-grup karawitan, rutin melakukan latihan atau bahkan mengadakan pertunjukan yang dilombakan, tambah Sutrisno. Dikatakan, musik karawitan di era sekarang ini sudah langka dan hanya dijadikan pertunjukan dengan konsep kurang menarik. Persoalan inilah yang kemudian menjadi pekerjaan rumah bagi kaum muda untuk menghidupkan kembali karawitan di era global. Sementara itu, pemerhati masalah kesenian yang juga Direktur Language Center USB, Dra SM Darmastuti MSi mengatakan kesan kuno yang melekat pada musik karawitan tidak identik dengan kata usang. Menurut dia, kuno kadang malah dekat dengan antik yang berarti mahal, eksklusif, dan indah. Mungkin hanya kurang dipromosikan saja. Selama ini masih kurang informasi mengenai musik karawitan. Dan yang ada hanya informasi mengenai parade band. Itu sayang sekali, keluh Darmastuti. Diakui dirinya, globalisasi telah membuat musik barat yang merembet ke dunia timur sangat berpengaruh terhadap perkembangan musik karawitan. Namun bukan berarti sudah tidak ada lagi yang menyukainya. Keberadaan sekolah seni yang masih banyak peminat secara tidak langsung menunjukkan masih adanya minat kalangan muda untuk melestarikan budaya bangsa. Tak hanya itu, banyak pula mahasiswa dari luar negeri yang datang ke Indonesia hanya untuk mempelajari musik karawitan. Betapa agungnya musik kita ini (karawitan). Yang amat disayangkan adalah jika musik tersebut sampai diklaim negara lain, karena kita tidak ikut ngopeni, terang Darmastuti. Menurut dia, langkah yang harus diambil untuk menghidupkan kembali atau memberikan nafas demi berkembangnya musik tradisi karawitan di kalangan muda, yakni dengan memberikan fasilitas. Darmastuti mengatakan fasilitas dapat berupa pemberian gamelan, pendanaan perbaikan gamelan dan sebagainya. n Tim USB

You might also like