You are on page 1of 49

RESUME SKENARIO 5 KELOMPOK B

GANGGUAN MIKSI DAN EREKSI


Oleh: 1. Putu Kristalina W. 2. Vinny Revina Adriani 3. Aries Rahman Hakim 4. Deti Rosalina 5. M. Faliqul Ishbah 6. Ellen Siska Susanti 7. Ardita Oktavia 8. Lutfiana Kolopaking 9. Dian Ayu Indrianingsih 10. Yonata Novara P. 11. Galang Rizki M. 12. Riska Ratwita Wibawa 13. M. Yudha Alhabsy 14. Anis Nurul Farida 15. Mustika Kumala Dew i 082010101023 082010101013 082010101017 082010101018 082010101019 082010101020 082010101021 082010101022 082010101024 082010101025 082010101030 082010101028 082010101036 082010101076 0620101010

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2008

SKENARIO 5
Tn. Bejo datang berobat dengan keluhan yaitu kencingnya akhir- akhir ini agak sulit, dan diakhir kencing menetes dan tidak puas. Keluhan ini dirasakan terutama pada malam hari. Selain itu kemaluannya sulit ereksi saat berhubungan seks. Kadang bisa ereksi tetapi tidak bertahan lama. Saat ini pak bejo berusia 50 tahun, keluhan tersebut sebanarnya sudah ada beberapa tahun yang lalu. Setelah dilakukan pemeriksaan pada duburnya teraba prostat membesar. Keluhankeluhan tersebut sangat mengganggu beliau. Sekedar diketahui, pak Bejo sudah menikah selama 20 tahun, namun masih belum mempunyai keturunan, padahal menurut pemeriksaan dokter istrinya tidak ada masalah kesuburan.

Key Word
1. Tn.bejo 50 tahun 2. Hesitansi 3. Menetes setelah miksi Terutama malam hari 4. Miksi tidak puas 5. Sulit Ereksi, kadang bisa tapi tidak bertahan lama 6. Saat pemeriksaan colok dubur didapatkan prostat membesar 7. Sudah 20 tahun menikah belum mempunyai keturunan, dengan istri yang tidak ada masalah kesuburan.

Permasalahan
1. a. b. c. d. e. f. 2. a. b. c. d. e. 3. a. b. c. d. e. 4. 5. 6. 7. Benigna Hiperplasia Prostat Definisi Etiologi Patofisiologi Gambaran klinis Terapi Kontrol Berkala Inkontinensia Definisi Etiologi Klasifikasi pemeriksaan Terapi Disfungsi Ereks Definisi Etiologi Diagnosis pemeriksaan Terapi Infertilitas Priapismus Penyakit Peyroni Enuresis

I. Benign Prostat Hiperplasia Prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa 20 gram. Pada umunya hyperplasia prostat terdapat pada zona transisional. Pada usia lanjut banyak pria yang terkena hyperplasia kelenjar prostat. Keadaan ini dialami 50% pria berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun. Etiologi Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hyperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostat erat kaitannta dengan peningkatan kadar DHT dan proses aging. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostat adalah 1. Teori dehidrotestoteron DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting dalamn pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testoteron di dalam sel prostat oleh enzim 5resuktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel. Selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuah sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jaug berbeda dengan kadarnya pada prostat normal. Hanya saka pada BPH aktivitas enzim 5 reduktasi dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. 2. Ketidak seimbangan antara estrogen-testoteron Pada usia yang semakin tua, kadar testoteron menurun, sedangkan kadar estrogen relative tetap. Sehingga perbandingan antara estrogen : testoteron relative meningkat. Telah diketahuo bahwa estrogen dalam prostat bereperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan

sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormone androgen. Meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kemarian sel-sel prostat. 3. Interaksi stroma epitel Cunha membbuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator ( growth factor) tertentu. Setalah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin and autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Patofis Hiperplasia Prostat Pada BPH biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala hipertensi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan, dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrussor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala dan tanda ini di beri skor untuk menentukan berat keluhan klinis. Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urine sehingga pada akhir miksi masih diteumukan sisa urine di dalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urine terus terjadi, pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi, penderita harus selalu mengedan sehingga lama-kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid.

Karena selalu terdapat sisa urine, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks, dapat terjadi pielonefritis. Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak berubah. Pada fase ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine.Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal.

Gambaran klinis Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan diluar saluran kemih. 1. Obstruksi : karena musculus detrussor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan tidak cukup kuat, sehingga kontraksinya terputus-putus dan sangat berpengaruh pada sulitnya permulan miksi. Hesitancy : memulai miksi lama, disertai mengejan, karena M. Detrussor butuh waktu beberapa lama untuk meningkatkan tekanan intravesical untuk mengatasi adanya tekanan dalam urethra prostatica.

Intermitency : aliran kencing terputus-putus karena M. Detrussor lemah dan tidak mampu berkontraksi, sehingga tidak mampu mempertahankan tekanan intravesica sampai proses miksi berakhir.

Post Voiding / Terminal Dribbling : perasaan kurang puas setelah miksi, urin menetes.

Straining : mengejan, bila dilakukan terus-menerus bisa mengakibatkan hemorrhoid dan hernia inguinalis.

Pancaran urine lemah.

2. Iritasi : karena pengosongan urine yang tidak sempurna / pembesaran prostat sehingga merangsang vesica urinaria untuk segera berkontraksi sebelum penuh (Hipersensitivitas M. Detrussorr) Urgency : miksi sulit ditahan karena telah terjadi hipersensitivitas vesica urinaria.. Frequency : sering miksi. Nokturia : sering miksi pada malam hari. Disuria : nyeri saat miksi.

3. pada saluran kemih pada bagian atas adalah berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang( yang merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis. 4. gejala diluar saluran kemih biasanya pasien datang ke dokter karena mengeluh adanya hernis inguinalis atau hemoroid Pemeriksaan fisik Didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine Yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yaitu merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa. Pada colok dubur diperhatikan

1. Tonus sfingter ani (reflek bulbo-kevernosus untuk menyingkirkan kelainan buli-buli neurogenik, 2. Mukosa rectum 3. Keadaan prostat, antara lain kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konstitensi prostat, simetri antar lobus dan batas prostat.

Pemeriksaan penunjang Laboratorium Sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan. Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas, sedangkan gula darah diperiksa untuk mencari adanya diabetes mellitus Pencitraan Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu prostat dan kadangkala menunjukkan bayangan buli-buli penuh. Pengobatan Benigna Hiperplasia Prostat Tidak semua pasien BPH perlu mendapatkan terapi. Apabila gejala LUTS nya ringan, walaupun tanpa diobati dapat sembuh dengan sendirinya, hanya diperlukan nasehat dan konsultasi saja. Tetapi apabila penyakit ini semakin berat dan mengganggu kualitas hidup penderita, maka penderita perlu untuk mendapatkan terapi Tujuan terapi pada pasien hyperplasia prostat, adalah : o Memperbaiki keluhan miksi o Meningkatkan kualitas hidup o Mengurangi gejala obstruksi

o Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal o Mengurangi volume residu urin o Mencegah progresifitas penyakit Ada beberapa cara pengobatan pasien hiperplasi prostat : a. Watchfull Waiting o Diindikasikan untuk pasien BPH yang mempunyai skor di bawah 7 keluhan ringan dan tidak menganggu aktivitas sehari-hari o Pasien hanya diberi nasehat dan penjelasan mengenai sesuatu hal yang memperburuk keluhan, tanpa diberikan terapi, misalnya : 1. Jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol sebelum makan malam 2. Kurangi konsumsi makanan yang mengiritasi buli-buli (kopi, cokelat) 3. Kurangi makanan pedas dan asin 4. Jangan menahan kencing terlalu lama 5. Kurangi penggunaan obat-obatan influenza yang mengandung

fenilpropanolamin o Secara periodic, pasien diminta untuk control dan menanyakan tentang keluhan apakah semakin ringan atau tidak. Jika makin jelek pilihan terapi yang lain o Selain itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin dan uroflometri b. Medikamentosa o Tujuan terapi : 1. Mengurangi resistansi otot polos prostat dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa

2. Mengurangi volume prostat dengan mengurangi kadar DHT dengan penghambat enzim 5-reduktase o Adapun obat-obatan yang dipakai : 1. Penghambat reseptor adrenergic- Fenoksibenzamin Penghambat reseptor adrenergic- yang ditemukan oleh Caine. Obat ini merupakan penghambat alfa yang tidak selektif untuk memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi. Tetapi efek sampingnya adalah komplikasi sistemik, yaitu hipotensi postural dan kelainan kardiovascular Penghambat adrenergic-1 Obat ini merupakan obat yang dapat mengurangi penyulit sistemik yang dipunyai oleh fenoksibenzamin dengan cara menghambat 2 dari fenoksibenzamin. Beberapa golongan obatnya : prozasin yang diberikan 2x sehari, terazosin, afluzosin, dan doksazosin 1x sehari. Penghambat adrenergic-1A Tamsulosin yang sangat selektif terhadap otot polos prostat. Dilaporkan dapat memperbaiki pancaran miksi tanpa mempengaruhi system kardiovaskular 2. Penghambat 5-reduktase Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan DHT dari testosterone yang dikatalis oleh enzim 5-reduktase di dalam sel-sel prostat. Menurunya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Obat yang sering dipakai adalah finasteride 5 mg sehari yang digunakan sehari sekali selama 6 bulan 3. Fito farmaka

Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan dapat dipakai untuk memperbaiki gejala obstruksi prostat. Diduga fitoterapi ini bekerja sebagai anti androgen, menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SBHG), inhibisi fibroblast growth factor dan epidermal growth factor, mengacaukan metabolism prostaglandin, efek anti inflamasi, menurunkan outflow resistance, dan memperkecil volume prostat. Yang banyak di pasaran, pygeum africanum, serenoa repens, hypoxis rooperi, radix urticaria c. Operasi o Pembedahan Merupakan penyelesaian masalah jangka panjang dari penderita hiperplasi prostat. Dapat dikerjakan dengan operasi terbuka, reseksi prostat transuretra (TURP), insisi prostat transuretra (TIUP atau BNI). Pembedahan direkomendasikan untuk : 1. Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa 2. Mengalami retensi urin 3. Infeksi saluran kemih berulang 4. Hematuria 5. Gagal ginjal 6. Timbulknya batu saluran kemih atau penyulit yang lain o Pembedahan Terbuka Bebarapa macam teknik operasi prostatektomi terbuka adalah : 1. Metode dari Millin melakukan enukleasi kelenjar prostat melalui pendekatan retropubik infravesika 2. Freyer pendekatan suprapubik transvesika atau transperineal

Prostatektomi Merupakan tindakan paling invasive dan paling tua, tetapi sangat efisien untuk hyperplasia prostat. Diindikasikan untuk prostat >100gr. Penyulitnya berupa inkontinensia urin, impotensia, ejakulasi retrogad dan kontraktur leher buli-buli. Dibandingkan dengan TURP dan BNI, striktura uretra dan ejakulasi retrogad lebih sering terjadi. o Pembedahan Endourologi Pembedahan endourologi transuretra dapat dilakukan dengan memakai tenaga TURP (transurethral Resection of the Prostate) atau dengan memakai energy laser. Operasi ini berupa reseksi (TURP), insisi (TIUP), atau evaporasi. 1. TURP Merupakan operasi terbanyak yang dikerjakan di seluruh dunia. Operasi ini lebih disenangi dikarenakan tidak perlu insisi pada kulit perut, masa rawat inap lebih cepat, dan memebrikan hasil yang tidak juah berbeda dengan operasi terbuka. Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan irigan(pembilas) agar daerah yang direseksi tetap terang dan tidak ditutupi oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah larutan Non ionic, agar tidak terjadi hantaran listrik saat operasi. Sedangakan cairan yang cukup mudah dan murah yaitu H2O steril (aquades), tetapi kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi. Sedangkan penggunaan aqudes yang berlebihan dapat menyebabkan sindrom TURP atau intoksikasi air. Ditandai dengan pasien mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah menigkat, bradikardi. Jika tidak teratasi dapat mengakibatkan edema otak. Untuk menghindari operator harus membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi >1 jam. Selain sindroma TURP beberapa penyulit yang biasa terjadi adalah : Selama Operasi Pasca Bedah DIni Pasca BEdah Lanjut

Perdarahan Sindrom TURP

Perdarahan Infeksi local

Inkontinensia Disfungsi ereksi Ejakulasi retrogad

atau sistemik

Perforasi

Striktura uretra

Pada hiperplasi prostat yang tidak begitu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pasien yang beumur muda, hanya diperlukan insisi kelenjar prostat atau TIUP (Transuretrhral incision of prostate) atau insisi leher buli-buli atau BNI (bladder neck incision). Sebelumnya harus disingkirkan kemungkinan adanya karsinoma prostat. Elektrovaparisasi Prostat Cara elektrovoparisasi prostat adalah sama dengan TURP, hanya saja tehnik ini memakai roller ball yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat sehingga mampu membuat vaporisisai kelenjar prostat. Cara ini cukup aman, tidak banyak menimbulkanperdarahan saat opaerasi, dan masa inap di rumah sakit lebih singkat. Diindikasikan untuk prostat <50gr Laser Prostatektomi Terdapat 4 jenis energy yang dipakai yaitu Nd: YAG, Holmium:YAG, KTP:YAG, dan diode yang dapat dipancarkan melalui bare fibre, right angle fibre, atau interstitial fibre. Kelenjar prostat pada suhu 60-65 akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih dari 100 C mengalami vaporisasi. Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian laser ternyata lebih sedikit mengalami komplikasi, dapat dikerjakan secara poliklinis, penyembuhan lebih cepat, dan dengan hasil yang kurang lebih sama. Sayangya butuh terapi ulang 2% tiap tahun. Kekuranganya adalah tidak

dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali pada Ho:YAG), sering banyak menimbulkan disuria bedah, tidak bias miksi spontan setelah operasi. Diindikasikan untuk pasien yang mengalami terapi koagulan dalam jangka waktu lama atau tidak dapat melakukan tindakan TURP karena kesehatanya. o Tindakan Ivasif Minimal 1. Termoterapi Adalah pemanasan dengan gelombang mikro pada frekuensi 9151296 Mhz yang dipancarkan melalui antenna yang diletakkan dalam uretra. Dengan pemanasan >44 C menyebabkan destruksi jaringan pada zona trasnsisional prostat karena nekrosis koagulasi. Bias dikerjakan tanpa pembiusan. Energy panas yang bersamaan dengan gelombang mikro dipancarkan melalui kateter yang terpasang dalam uretra. Besar dan arah pancaran energy diatur melalui sebuah computer sehingga dapat melunakkan jaringan prostat yang membentu uretra. Morbiditasnya relative rendah, dapat dilakukan tanpa anestesi, dan dapat dijalani dengan pasien yang kondisinya kurang baik jika dilakukan pembedahan. Direkomendasikan untuk prostat yang berukuran kecil. 2. TUNA (Transurethral needle ablation of prostate) Memakai energy dari frekuensi radip yang menimbulkan panas sampai 100 C, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. System ini terdiri atas kateter TUNA yang dihubungkan dengan generator yang dapat membengkitkan energy pada frekuensi radio 490 kHz. Kateter dimasukkan dalam uretra melaui sitoskopi dengan pemberian anastesi topical xylocaine sehingga jarum yang terletak pad ujung kateter terletak pada kelenjar prostat. Pasien sering kali mengeluh hematuria, disiuria, retensi urine 3. Stent

Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di sebelah proksimal verumontarum sehingga urin dapat leluasa melewati lumen uretra prostatika. Dapat dipasang secara temporer atau permanen. Yang temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang dapat diserap dan tidak mengadakan reaksi dengan jaringan sekitar.alat ini dipasang atau dilepas dengan endoskopi. Diindikasikan untuk pasien yang tidak mungkin menjalani operasi karena resiko pembedahan yang cukup tinggi. Sayangnya setelah pemasangan kateter ini pasien mengeluh keluhan iritatif miksi, perdarahan uretra, atau rasa tidak enak di daerah penis. 4. HIFU (High Intensity Focused Ultrasound) Energy panas yang ditujukan untuk menimbulkan nekrosis pada prostat berasal dari gelombang ultrasonografi dari transduser piezokeramik yang mempunyai frekuensi 0,5-10Mhz.energi dipancarkan melaui alat yang diletakkan tranrektal dan difokuskan ke kelenjar prostat. Tehnik ini memakai anastesi umum. Kontrol Berkala Pasien yang mendapatkan pengawasan (watchfull waiting) dianjurkan control setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah terjadi perbaikan klinis. Penilaian dilakukan dengan pemeriksaan skor IPPS, uroflometri, dan residu urin pasca miksi. Pasien yang mendapat pengobatan penghambat 5-reduktase harus dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6 untuk melihat respon terapi. Kemudian setiap tahun untuk melihat perubahan gejala miksi. Penilaianya melalui IPPS, uroflometri, dan residu urin pasca miksi. Kalau terjadi perbaikan gejala tanpa penyulit dilanjutkan pengobatanya. Selanjutnya controlsetelah 6 bulan tiap tahun.

Setelah pembedahan. Pasien harus menjalani control paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan penyulit. Control selanjutnya setelah 3 bulan untuk mengetahui hasil akhir operasi. Pasien yang mendapatkan terapi invasive minimal harus menjalani control secara teratur dalam jangka waktu yang lama, yaitu setelah 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan setiap tahun. Pada pasien yang mendapatkan terapi invasive minimal selain dilakukan pemeriksaan kultur.

II. Inkontinensia
Definisi Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan seseorang untuk menahan keluarnya urine. Keadaan ini dapat menimbulkan berbagai permasalahan, antara lain : masalah medik, sosial, maupun ekonomi. Masalah medik berupa iritasi dan kerusakan kulit di sekitar kemaluan akibat urine, masalah sosial berupa perasaan malu, mengisolasi diri dari pergaulannya, dan mengurung diri di rumah. Pemakaian pemper atau perlengkapan lain guna menjaga supaya tidak selalu basah oleh urine, memerlukan biaya yang tidak sedikit. Prevalensi kelainan ini cukup tinggi, yakni pada wanita kurang lebih 10-40% dan 48%, sudah dalam keadaan cukup parah pada saat datang berobat. Pada pria, prevalensinya lebih rendah daripada wanita yaitu kurang lebih separuhnya. Survey yang dilakukan di berbagai negara Asia didapatkan bahwa prevalensi pada beberapa bangsa Asia adalah rata-rata 12,2% (14,8% pada wanita dan 6,8% pada pria). Dikatakan oleh berbagai penulis bahwa sebenarnya prevalensi yang dilaporkan itu baru merupakan 80% dari prevalensi sesungguhnya karena sebagian dari mereka tidak terdeteksi; hal ini karena pasien menganggap penyakit yang dialami ini merupakan hal yang wajar atau mereka enggan menceritakan keadaannya kepada dokter karena takut mendapatkan pemeriksaan yang berlebihan. Pada manula prevalensinya lebih tinggi daripada usia reproduksi. Diokno et al. Melaporkan prevalensi inkontinensia urine pada manula wanita sebesar 38% dan pria sebesar 19%. Etiologi

Ada 4 penyebab pokok yaitu : 1. gangguan urologik 2. gangguan neurologis 3. gangguan fungsional/psikologis 4. iatrogenik/lingkungan Patofisiologi Kelainan pada vesiko-uretra dapat terjadi pada fase pengisian atau pada fase miksi. Kegagalan buli-buli dalam menyimpan urine menyebabkan urine tidak sempat tersimpan di dalam buli-buli dan bocor keluar buli-buli, yaitu pada inkontinensia urine sedangkan kelainan pada fase miksi menyebabkan urine tertahan di dalam buli-buli sampai terjadi retensi urine. Klasifikasi Inkontinensia Urine Kegagalan sistem vesiko uretra pada fase pengisian menyebabkan inkontinensia urine. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kelainan pada buli-buli atau kelainan pada sfingter (uretra). Kelainan yang berasal dari buli-buli menyebabkan suatu inkontinensia urge sedangkan kelainan dari jalan keluar (outlet) memberikan manifestasi berupa inkontinensia stress. a. Inkontinensia Urge Pasien inkontinensia urge mengeluh tidak dapat menahan kencing segera setelah timbul sensasi ingin kencing. Keadaan ini disebabkan otot detrusor sudah mulai mengadakan kontraksi pada saat kapasitas buli-buli terpenuhi. Frekuensi miksi menjadi lebih sering dan disertai dengan perasaan urgensi. Inkontinensia urge meliputi 22% dari semua inkontinensi pada wanita. Penyebab inkontinensia urine urge adalah kelainan yang berasal dari bulibuli, di antaranya adalah overaktivitas detrusor dan menurunnya komplians bulibuli. Overaktivitas detrusor dapat disebabkan oleh kelainan neurologik, kelainan non neurologis, atau kelainan lain yang belum diketahui. Jika disebabkan oleh kelainan neurologis, disebut sebagai hiper-refleksi detrusor, sedangkan jika

penyebabnya adalah kelainan non neurologis disebut instabilitas detrusor. Istilah overaktivitas detrusor dipakai jika tidak dapat diketahui penyebabnya. Hiper-refleksia detrusor disebabkan oleh kelainan neurologis, di antaranya adalah : stroke, penyakit Parkinson, cedera korda spinalis, sklerosis multipel, spina bifida, atau mielitis transversal. Instabilitas detrusor seringkali disebabkan oleh: obstruksi infravesika, pasca bedah intravesika, batu buli-buli, tumor bulibuli, dan sistitis. Penurunan kemampuan buli-buli dalam mempertahankan tekanannya pada saat pengisian urine (komplians) dapat disebabkan karena kandungan kolagen pada matriks detrusor bertambah atau adanya kelainan neurologis. Penambahan kandungan kolagen terdapat pada sistitis tuberkulosa, sistitis pasca radiasi, pemakaian kateter menetap dalam jangka waktu lama, atau obstruksi infravesika karena hyperplasia prostat. Cedera spinal pada regio thorako-lumbal, pasca histerektomi radikal, reseksi abdomino-perineal, dan mielodisplasia disebut-sebut dapat mencederai persarafan yang merawat buli-buli. Tidak jarang inkontinensia urge menyertai sindroma overaktivitas bulibuli. Sindroma ini ditandai dengan frekuensi, urgensi, dan kadang-kadang inkontinensia urge b. Inkontinensi Urine Stress atau Stress Urinary Incontinence (SUI) Inkotinensi urine stress (SUI) adalah keluarnya urine dari uretra pada saat terjadi peningkatan tekanan intraabdominal. Terjadinya inkontinensia ini karena faktor sfingter (uretra) yang tidak mampu mempertahankan tekanan intrauretra pada saat tekanan intravesika meningkat (buli-buli) terisi. Peningkatan tekanan intraabdominal dapat dipacu oleh batuk, bersin, tertawa, berjalan, berdiri, atau mengangkat benda berat. Inkontinensia stress banyak dijumpai pada wanita, dan merupakan jenis inkontinensia urine yang paling banyak prevalensinya, yakni kurang lebih 8-33%. Pada pria kelainan pada uretra yang menyebabkan inkontinensia biasanya adalah kerusakan sfingter uretra eksterna pasca prostatektomi, sedangkan pada wanita penyebab kerusakan uretra dibedakan dalam dua keadaan, yakni

hipermobilitas uretra dan defisiensi intrinsik uretra. Kerusakan sfingter uretra eksterna pasca prostatektomi radikal lebih sering terjadi daripada pasca TURP. Tidak jarang pasien mengalami kerusakan total sfingter eksterna sehingga mengeluh inkontinensia totalis. Hipermobilitas uretra disebabkan karena kelemahan otot-otot dasar panggul yang berfungsi sebagai penyanggah uretra dan buli-buli. Kelemahan otot ini menyebabkan terjadi penurunan (herniasi) dan angulasi leher buli-buli uretra pada saat terjadinya peningkatan tekanan intraabdomen. Herniasi dan angulasi itu terlihat sebagai terbukanya leher buli-buli-uretra sehingga menyebabkan bocornya urine dari buli-buli meskipun tidak ada peningkatan tekanan intravesika. Kelemahan otot dasat panggul dapat pula menyebabkan terjadinya prolapsus uteri, sistokel, atau enterokel. Penyebab kelemahan ini adalah trauma persalinan, histerektomi, perubahan hormonal (menopause), atau kelainan neurologi. Akibat defisiensi estrogen pada masa menopause, terjadi atrofi jaringan genitourinaria. Defisiensi sfingter intrinsik (ISD) dapat disebabkan karena suatu trauma, penyulit dari operasi, radiasi, atau kelainan neurologi. Ciri-ciri dari jenis ISD adalah leher buli-buli dan uretra posterior tetap terbuka pada keadaan istirahat meskipun tidak ada konstraksi otot detrusor sehingga uretra proksimal tidak lagi berfungsi sebagai sfingter. Pembagian Inkontinensia Stress Klasifikasi yang dikemukakan oleh Blaivas dan Olsson (1988), berdasarkan pada penurunan letak leher buli-buli dan uretra setelah pasien diminta melakukan manuver Valsava. Penilaian ini dilakukan berdasarkan pengamatan klinis berupa keluarnya (kebocoran) urine dan dengan bantuan video-urodinamik. Tipe 0 : pasien mengeluh tentang inkontinensia stress tetapi pada pemeriksaan tidak diketemukan adanya kebocoran urine. Pada videourodinamika setelah manuver valsava, leher buli-buli dan uretra menjadi terbuka.

Tipe I : Tipe II :

jika terdapat penurunan < 2 cm dan kadang-kadang disertai dengan jika penurunan > 2 cm dan seringkali disertai dengan adanya

sistokel yang masih kecil. sistokel; dalam hal ini sistokel mungkin berda di dalam vagina (tipe Iia) atau di luar vagina (tipe IIb). Tipe III : leher buli-buli dan uretra tetap terbuka meskipun tanpa adanya konstraksi detrusor maupun manuver Valsava, sehingga urine selalu keluar karena faktor gravitasi atau penambahan tekanan intravesika (gerakan) yang minimal. Tipe ini disebabkan defisiensi sfingter intrinsic (ISD). c. Inkontinensia Paradoksa Inkontinensia paradoksa (overflow) adalah keluarnya urine tanpa dapat dikontrol pada keadaan volume urine di buli-buli melebihi kapasitasnya. Detrusor mengalami kelemahan sehingga terjadi atonia atau arefleksia. Keadaan ini ditandai dengan overdistensi buli-buli (retensi urine), tetapi karena buli-buli tidak mampu lagi mengosongkan isinya, tampak urine selalu menetes dari meatus uretra. Kelemahan otot detrusor ini dapat disebabkan karena obstruksi uretra, neuropati diabetikum, cedera spinal, defisiensi vitamin B12, efek samping pemakaian obat, atau pasca bedah pada daerah pelvik. d. Inkontinensia Kontinua atau Continuos Incontinence Inkontinensia urine kontinua adalah urine yang selalu keluar setiap saat dan dalam berbagai posisi. Keadaan ini paling sering disebabkan oleh fistula sitem urinaria yang menyebabkan urine tidak melewati sfingter uretra. Pada fistula vesikovagina terdapat lubang yang menghubungkan buli-buli dan vagina. Jika lubangnya cukup besar, buli-buli tidak pernah terisi dengan urine, karena urine yang berasal dari kedua ureter tidak sempat tertampung di buli-buli dan keluar melalui fistula ke vagina. Fistula vesikovagina seringkali disebabkan oleh operasi ginekologi, trauma obstetri, atau pasca radiasi di daerah pelvik. Fistula sistem urinaria yang lain adalah fistula ureterovagina yaitu terdapat hubungan

langsung antara ureter dengan vagina. Keadaan ini juga disebabkan karena cedera ureter pasca operasi daerah pelvis. Penyebab lain inkontinensia urine kontinua adalah muara ureter ektopik pada anak perempuan. Pada kelainan bawaan ini, salah satu ureter bermuara pada uretra di sebelah distal dari sfingter uretra eksternum. Urine yang disalurkan melalui ureter ektopik langsung keluar tanpa melalui hambatan sfingter uretra eksterna sehingga selalu bocor. Gejala khas muara ureter ektopik sama dengan fistula ureterovagina, yaitu urine selalu merembes keluar tetapi pasien masih bisa melakukan miksi seperti orang normal. e. Inkontinensia Urine Fungsional Sebenarnya pasien ini kontinen, tetapi karena adanya hambatan tertentu, pasien tidak mampu untuk menjangkau toilet pada saat keinginan miksi timbul sehingga kencingnya keluar tanpa dapat ditahan. Hambatan itu dapat berupa gangguan fisis, gangguan kognitif, maupun pasien yang sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Ganguan fisis yang dapat menimbulkan inkontinensia fungsional antara lain gangguan mobilitas akibat arthritis, paraplegia inferior, stroke, atau gangguan kognitif akibat suatu delirium maupun demensia. Beberapa Jenis Obat-obatan yang Dapat Mempengaruhi Kontinensi Jenis Obat Diuretikum Antikolinergik Sedativa/hipnotikum Narkotikum Antagonis alfa Penghambat kalsium Pada pasien tua seringkali mengeluh inkontinensia urine sementara (transient), yang dipacu oleh beberapa keadaan yang disingkat dengan DIAPPERS, yakni Delirium, Infection (infeksi saluran kemih), Atrophic kanal Efek pada Kontinensia Buli-buli cepat terisi Gangguan kontraksi detrusor Gangguan kognitif Gangguan kontraksi detrusor adrenergik Menurunkan tonus sfingter internus Menurunkan kontraksi detrusor

vaginitis/urethritis.

Pharmaceutical,

Psychological,

Excess

urine

output,

Restricted mobility, dan Stool impaction. Pemeriksaan Anamnesis. Hal-hal yang perlu ditanyakan kepada pasien antara lain: 1. seberapa jauh inkontinensia ini mengganggu kehidupannya 2. berapa banyak urin yang dikeluarkan pada saat inkontinensia 3. apakah penderita memakai pamper dan berapa banyak harus diganti 4. pada malam hari berapa kali terbangun untuk miksi atatu menggant pamper 5. apakah ada faktor pencetus seperti batuk, bersin, atau aktivitas lain yang mendahului terjadinya inkontinensia 6. apakah terdapat keluhan-keluhan penyerta lain seperti diare, konstipasi, dan inkontinensia alvi 7. apakah ada riwayat diabetes melitus (terutama jika ada neuropati), kelainan neurologi lain, ISK berulang, penyakit-penyakit pada rongga pelvis, dan atrofi genitourinaria pada menopouse 8. apakah pernah dioperasi atau diradiasi di daerah pelvis dan abdomen 9. riwayat persalinan bagaimana (apakah multipara, pasrtus kasep, atau makrosomia) Pemerikasaan Fisik Pemeriksaan abdomen: distensi Vesika Urinaria pada OUI massa di pinggang hidronefrosis sisa lesi jaringan parut bekas operasi di daerah pelvis dan pinggang

Pemeriksaan urogenitalia: inspeksi orofisium uretra vagina

dicari adanya kemungkinan kelainan dinding vagina, perhatikan perubahan warna dan penebalan mukosa jika terdapat perubahan, merupakan tanda dari vaginitis atrofikans akibat defisiensi estrogen meningkatkan sensitifitas buli-buli dan uretra pada inkontinensia urge.

kelainan posisi orofisium, adanya sistokel herniasi vesika urinaria ke dalam dinding anterior vagina, Karena dinding anterior vagina yang lemah, Enterokel herniasi usus kecil atau omentum ke dalam vagina, pada dinding vagina bagian apikal, Rektokel herniasi rektum ke dalam vagina karen alemahnya dinding vagina posterior , Prolapsus uteri atau SUI

palpasi bimanual untuk melihat adanya massa pada uterus atau adneksa

Pemeriksaan Neurologik status mental pasien (mungkin dijumpai tanda dimensia) kelainan sensoris sesuai dengan dermatomnya, kelainan motoris berupa adanya gangguan sfingte dan muskulus detrusor dapat dilakukan oleh karena inervasi parasimpatis dan muskulus detrusor berasal dari S2-S4. Segmen ini dapat diperiksa dengan cara: ankle jerk (S1 dan S2), fleksi toe dan arch the feet (S2 dan S3), dan tonus sfingter ani atau refleks bulbokavernosus (S2-4) Pemeriksaan Penunjang pemeriksaan laboratorium : urinalisis, kultur urin, dan kalau perlu sitologi urin

untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses inflamasi/infeksi atau keganasan pada saluran kemih. pemeriksaan urodinamik : uroflowmetri, pengukuran tekanan uretra, sistometri, pemeriksaan radiologi : IVP, sistografi miksi untuk mencari kemungkinan valsava leak point pressure, video urodinamika, pengukuran tekanan intravesika. adanya fistula ureterovagina, muara ureter ektopik, dan penurunan leher buli-buliuretra.

pemeriksaan volume residu urin

Terapi non bedah o latihan/rehabilitasi Pelvic Floor Exercise (Kegel Exercise) pasien diintruksikan untuk melakukan kontraksi otot dasar panggul (seolah-olah menahan urin) selama 10 detik sebanyak 10-20 kali kontraksi dan dilakukan dalam 3 kali setiap hari. Hal ini berfungsi untuk meningkatkan retensi uretra dengan cara memperkuat otot-otot dasar panggul dan otot periuretra. Biasannya dikombinasikan dengan stimulasi elektrik dan biofeedback. Terapi Behavioral menjadwalkan waktu miksi, pasien dilatih untuk mengenal timnulnya sensasi urgensi, kemudian mencoba menghambatnya dan selanjutnya menunda saat miksi. Jika sudah terbiasa dengan cara ini, interval diantara miksi menjadi lebih lama. Medikamentosa: Inkontinensia urge: Menghambat miksi dengan jalan, 1. menghambat kontraksi otot-otot detrusor 2. menghambat impuls aferen dari buli-buli. Obat-obat yang sering dipakai antara lain: 1. antikolinergik menghambat sistem parasimpatik eferen pada otot detrusor. Ikatan obat ini pada reseptor muskarinik menghambat transmisi impuls yang mencetuskan kontraksi detrusor. Jenis obat yang dipergunakan adalah: propantheline bromide, Oksibutinin (ditropan) dan tolterodine tartrate. Efek samping: mulut kering, konstipasi, pandangan kabur, takikardi, drowsiness, dan meningkatnya tekanan intraokuli 2. antispasmodik (Dicyclomine dan Flavoxate)

3. trisiklik antidepresan. Obat yang sering dipakai adalah Imipramin berfungsi sebagai pelemas otot, memberikan anastesi lokal pada bulibuli dan mempunyai efek antikolinergik. Pada usia lanjut pemakaian obat ini sebaiknya dibatasi. 4. calcium chanel blocker (CCB) menurunkan kontraksi otot detrusor pada instabilitas buli-buli. Efek samping: flushing, pusing, palpitasi, hipotensi, dan reflek takikardi 5. penghambat prostaglandin inkontinensia strees terapi dengan cara meningkatkan tonus otot sfingter uretra dan resistensi bladder outlet. Obat-obatan yang sering digunakan antara lain: 1. Agonis alfa adrenergik Menyebabkan kontraksi otot polos pada leher buli-buli dan uretra posterior. Obatnya antara lain: efedrin, pseudoefedrin, fenilpropalonamin. Pemakaian obat ini harus berhati-hati pada pasien dengan hipertensi, penyakit kardiovaskuler, dan hipertiroid. 2. esterogen pemakaian esterogen pada menepouse dapat meningkatka jumlah reseptor adrenergik alfa pada uretra. pembedahan dilakukan pembedahan pada inkontinensia yang disebabkan oleh fistula, atau kelainan bawaan ektopik ureter. Pada inkontinensia urge dan stress pembedahan dilakukan jika terapi konservatif tidak memberikan hasil yang maksimal.

Tipe Inkontinensia UUI

Non medikamentosa Bladder drill Biofeedback Behavioural -

Medikamentosa Antikolinergik (oksibutinin, propantheline bromide, tolterodine tartrate) Smooth relaxant (dicyclomine, flavoxate) Antidepresan trisiklik (imipramine) Anti prostaglandin Ca2+ channel blocker Agonis adrenergik (oksibutinin, propantheline bromide, tolterodine tartrate) Antidepresan trisiklik (imipramine) Hormonal (estrogen) muscle -

Operatif augmentasi vesika neuromodulasi rhizolisis

SUI

Pelvic

Floor

Exercise

Kolposuspensi TVT Free Tape) Injeksi kolagen periurethral (Tension Vaginal

(latihan Kegel)

OUI

Bladder retraining

Desobstruksi Kateterisasi intermitten menetap atau

FUI

Behavioural Manipulasi Lingkungan Pada Pemasangan sfingter artifisial

Total

III.Disfungsi Ereksi Definisi Disfungsi ereksi adalah ketidakmampuan yang menetap seorang pria untuk mencapai atau mempertahankan ereksi yang cukup guna melakukan aktifitas seksual yang memuaskan. Disfungsi ereksi ini di derita oleh separuh pria yang berusia lebih dari 40 tahun. Etiologi Psikogenik : Ansietas, depresi, konflik rumah tangga, perasaan bersalah, dan norma agama Neurogenik : kelainan pada otak (tumor, cidera otak, epilepsy), kelainan pada medulla spinalis (tumor,cedera,Tabes dorsalis), dan kelainan pada saraf perifer (diabetes mellitus). Hormonal : diabetes mellitus, Hipogonadisme, Hiperprolaktinemia, dan Hiperparatiroidisme. Kavernosa : Penyakit Peyroni, Adanya fibrosis atau disfungsi otot kavernosa, Neurotransmitter yang dilepaskan untuk memulai ereksi tidak adekuat, dan Pasca operasi shunting. Obat obatan :

> Antihipertensi : metildopa, alfa bloker, beta bloker > Antidepresan : trisiklik, penghambat NAO > Antiandrogen : esterogen, flutamid, LHRH analog. Penyakit sistemik : > Diabetes mellitus > Gagal ginjal > Gagal hepar Diagnosis Disfungsi Ereksi Evaluasi terhadap pasien yang mengeluh disfungsi ereksi meliputi evaluasi riwayat seksual, evaluasi medic, dan evaluasi psikologik. Tujuan evaluasi ini adalah menentukan apakah pasien memang menderita disfungsi ereksi atau disfungsi seksual lain. Kadang-kadang pasien mengeluh disfungsi ereksi ternyata bukan menderita disfungsi ereksi, tetapi menderita penurunan libido, ejakulasi dini, ejakulasi retrogard, tidak data menikmati orgasmus (anorgasmus), atau kelainan lain. Untuk membantu identifikasi dapat digunakan indeks fungsi ereksi, adalah Indeks Internasional untuk Fungsi Ereksi ke-5 atau International Index of Erectile Function -5 (IIEF-5). Terdapat 5 pertanyaan, tiap-tiap pertanyaan diberi nilai 0-5. Jika penjumlahan kurang dari atau sama dengan 21 menunjukkan adanya gejala disfungsi ereksi
Pertanyaan Selama 6 bulan terakhir ini: 1. Bagaimana derajat Jawaban keyakinan 1. Sangat rendah 2. Rendah 3. Cukup 4. Tinggi 2. Pada saat anda ereksi setelah mendapatkan rangsangan seksual seberapa sering penis anda cukup untuk dapat masuk dalam vagina? 5. Sangat tinggi 0. Tidak bersenggama 1. Tidak/hampir tidak pernah 2. Sesekali (<50%) 3. Kadang-kadang (50%) 4. Sering (>50%) 3. Setelah penis masuk ke dalam 5. Selalu/hampir selalu 0. Tidak mencoba senggama Skor

anda bahwa anda dapat ereksi serta terus bertahan untuk bersenggama?

vagina

pasangan

anda,

seberapa mampu

1. Tidak/hampir tidak pernah 2. Sesekali (<50%) 3. Kadang-kadang (50%) 4. Sering (>50%) 5. Selalu/hampir selalu 0. Tidak mencoba senggama 1. Sangat sulit sekali 2. Sangat sulit 3. Sulit 4. Sedikit sulit 5. Tidak sulit 0. Tidak senggama 1. pernah 2. 3. (50%) 4. 5. selalu Sering (>50%) Selalu/hampir Sesekali (<50%) Kadang-kadang Tidak/hampir tidak

seringkah

anda

mempertahankan penis tetap keras?

4. Ketika sulitkah

bersenggama anda

seberapa

mempertahankan

ereksi sampai ejakulasi?

6. Ketika

anda

bersenggama

mencoba

seberapa sering anda merasa puas?

Disfungsi ereksi yang disebabkan oleh factor psikogen: 1. Timbulnya mendadak dan didahului oleh peristiwa tertentu, misalnya sehabis cerai/ditinggal isteri atau pasangannya, keluar dari pekerjaan, atau oleh tekanan kejiwaan. 2. Situasional yaitu disfungsi timbul bila hendak melakukan aktivitas seksual dengan wanita tertentu, tetapi ereksi timbul kembali jika dengan wanita lain 3. Ereksi nocturnal atau ereksi yang timbul pada saat bangun pagimasih cukup kuat, akan tetapi pada siang hari ereksi menurun atau bahkan sama sekali tidak dapat ereksi. Diagnosis Khusus NPT (nocturnal penile tumescence). Uji ini sangat sederhana sehingga setiap orang dapat melakukannya. Modalnya hanya beberapa lembar perangko yang masih bersambung. Pertama-tama, menjelang tidur malam, perangko-perangko tersebut dilingkarkan pada batang penis sedemikian hingga kedua ujung perangko bertemu. Ujung-ujung hendaknya tumpang tindih dan direkatkan satu sama lain.

Perlu diperhatikan bahwa lingkaran yang dibentuk oleh perangko-perangko tersebut setidaknya seukuran dengan lingkaran penis yang enggan berereksi tersebut. Setelah lingkaran perangko terpasang dengan benar, silakan tidur seperti biasa. Celana dalam boleh dipakai, asal tidak terlalu ketat, sehingga masih memberi ruang bagi penis jika seandainya ereksi terjadi. Pada pagi harinya, segera cek apakah perangko mengalami robekan. Jika ada bagian perangko yang terpisah, berarti semalam terjadi ereksi. Sebaliknya, jika perangko masih utuh berbentuk lingkaran artinya tidak timbul ereksi. Uji ini sebaiknya dilakukan tiga malam berturut-turut. Pada orang normal, akan terjadi ereksi penuh 3 sampai 5 kali saat tidur dalam (REM, random eye movement). Demikian pula halnya mereka yang mengalami impotensi akibat gangguan psikologis. Ereksi penuh masih dapat timbul saat mereka tidur malam. Lain halnya jika impotensi disebabkan oleh faktor fisik. Tidak akan timbul ereksi, baik pada siang hari maupun pada malam hari ketika orang tersebut tidur. Jadi, jika perangko robek maka disfungsi ereksi terjadi akibat faktor psikologis. Sebaliknya, jika perangko tetap utuh berarti penyebab impotensinya adalah faktor fisik. Terapi 1.lini pertama Terapi lini pertama terdiri atas pemberian obat peroral, pemakaian alat vakum penis dan terapi psikoseksual. Pemakain obat peroral ini yang banyak di gunakan adalah sildenafit sitrat. Obat ini merupakan vasodilator yang menyebabkan vasodilatasi arteri atau arteriol pada korpus kavernosum Pemakaian alat vakum penis ini mmulai banyak di gemari. Alat ini berfungsi memberikan tekanan negatif pada penis yang memungkinkan pengaliran darah ke dalam sinusoid sehingga terjadi ereksi.

2.lini kedua Yang termasuk lini kedua adalah injeksi obat-obatan vasoaktif secara intra kavernosa. Jenis obat yang di berikan adalah: papaverin, fentolamin, prostaglandin E1 atau kombinasi dari beberapa obat-obatan. 3.lini ketiga. Jika dengan cara kedua di atas belum membuktikan hasil ,maka pilihan terahir adalah tindakan invasif berupa operasi, di antaranya pemasangan prostesis penis. Hingga saat ini pemasangan prostesis penis ini merupakan terapi yang paling efektif di abndingkan dengan cara yang lain, akan tetapi harganya sangat mahal.

IV.

Infertilitas
Etiologi Infertilitas pria dapat disebabkan oleh karena kelainan-kelainan yang terdapat pada fase-fase : 1. pre testikuler yaitu kelainan pada rangsangan proses spermatogenesis 2. testikuler yaitu kelainan dalam proses spermatogenesis 3. pasca testikuler yaitu kelainan pada proses transportasi sperma hingga terjadi fertilitas Pre Testikuler Kelainan pada hipotalamus : Defisiensi hormone gonadotropin yaitu LH dan FSH Kelainan pada hipofisis : Insufisiensi hipofisis oleh karena tumor, radiasi, atau operasi Hiperprolaktinemia Hemokromatosis Substitusi/terapi hormone yang berlebihan

Testikuler Anomali kromosom

Anorkhismus bilateral Gonadotoksin : obat-obatan, radiasi Orkitis Trauma testis Penyakit sistemik : gagal ginjal, gagal hepar, anemi bulan sabit Kriptorkismus Varikokel

Pasca Testikuler Gangguan transportasi sperma Kelainan bawaan : vesikula seminalis atau vas deferens tidak terbentuk yaitu pada keadaan congenital bilateral absent of the vas deferens (CBAVD) Obstruksi vas deferens/epididimis akibat infeksi atau vasektomi Disfungsi ereksi, gangguan emisi, dan gangguan ejakulasi (ejakulasi retrograd) Kelainan fungsi dan motilitas sperma Kelainan bawaan ekor sperma Gangguan maturasi sperma Kelainan imunologik Infeksi

Pemeriksaan 1. Pemeriksaan fisis: Dicari kemungkina adanya kelainan sistemik atau kelainan endocrinology yang mempengaruhi proses spermatogenesis dan proses transportasi sperma. Perlu diperhatikan penampilan pasien, tampak feminine (seperti orang yang dikebiri (orang kasim atau eunchodisim) atau tidak. Dengan cirri-ciri: - Badan tumbuh besar - Pertumbuhan rambut ketiak, pubis dan badan sangat jarang - Organ genital yang berukuran kecil

Selain itu juga dicari adanyakemungkinan ginekomasti, anosmia (pada syndrome Kallman), galaktore, dan gangguan lapangan penglihatan yang terdapat pada tumor hypofisis. 2. Pemeriksaan genetalia: Meliputi testis, epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, prostat dan penis. Pada palpasi testis, diperhatikan konsistensi dan ukurannya. Panjang testis diukur dengan caliper, sedangkan volume testis diukur dengan orkidometer atau ultrasonografi (Testis normal orang dewasa: >4cm dan volume normal: 20ml) Epididmis diperiksa dari caput, corpus, cauda. Jika terdapat obstruksi pada epididmis ditandai dengan adanya jaringan fibrosis yang teraba seperti tasbeh akibat infeksi tuberculosis. Jika tidak ditemukan vas deferens pada kedua sisi perlu dipikirkan adanya kelainan bawaan vas deferens atau Congenital Billateral Absent of the Vas Defferens (CBAVD), yang menyebabkan kegagalan dalam transportasi sperma. Untuk menemukan kelainan pada vesikula seminalis serta kelenjar prostat, dilakukan colok dubur atau ultrasonografi transrektal. Tidak ditemukannya vesikula seminalis mungkin disebabkan kelainan bawaan. Kelenjar prostat yang teraba keras,besar dan nyeri merupakan tanda prostatitis. Pada penis diperhatikan adanya hupospadi atau korde yang keduanya dapat mempengaruhi kemampuan pengumpulan sperma di vagina. Terapi Kelainan- kelainan yang mungkin masih dapat dikoreksi secara medikamentosaadalah defisiensi hormone, reaksi immunologic antibody antisperma, infeksi, dan ejakulasi retrogard. Pada hipogonadotropik- hipogonadismus dapat dicoba diberikan LH untuk merangsang sel Leyding memproduksi testosterone, kemudian diberikan hormone hCG. Adanya antibody antisperma yang didapatkan pada pemeriksaan imunologik dapat dicoba dengan pemberian kortikosteroid. Ejakulasi retrogard dapat diberikan adrenergic alfa atau trisiklik antidepresan(imipramin) yang dapat menyebabkan kontrksi leher buli- buli pada saat emisi sperma atau uretra posterior.

V. Priapismus
Definisi Priapismus Adalah ereksi penis yang berkepanjangan tanpa diikuti dengan hasrat seksual dan sering disertai dengan rasa nyeri. Istilah priapismus berasal dari kata Yunani priapus yaitu nama dewa kejantanan pada Yunani kuno. Priapismus merupakan salah satu kedaruratan di bidang urologi karena jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat dapat menimbulkan kecacatan yang menetap berupa disfungsi ereksi. Etiologi Menurut etiologinya priapismus dibedakan dalam 2 macam, yaitu : priapismus primer atau idiopatik yang belum jelas penyebabnya sebanyak 60% dan priapismus sekunder. Priapismus sekunder dapat disebabkan oleh : (1) kelainan pembekuan darah (anemi bulan sabit, leukemia, dan emboli lemak), (2) trauma para perineum atau genitalia, (3) gangguan neurogen (pada saat menjalani anestesi regional atau pada penderita paraplegia), (4) penyakit keganasan, (5) pemakaian obat-obatan tertentu (alkohol, psikotropika, dan antihipertensi), dan (6) pasca injeksi intrakavernosa dengan zat vasoaktif. Klasifikasi Ereksi penis yang berkepanjangan pada priapismus dapat terjadi karena (1) gangguan mekanisme outflow (veno-oklusi) sehingga darah tidak dapat keluar dari jaringan erektil, atau (2) adanya peningkatan inflow aliran darah arterial yang masuk ke jaringan erektil. Oleh karena itu secara hemodinamik, priapismus dibedakan menjadi (1) priapismus tipe veno oklusi atau low-flow dan (2) priapismus tipe arterial atau high flow. Kedua jenis itu dapat dibedakan dengan memperhatikan gambaran klinis, laboratorium, dan pemeriksaan pencitraan ultrasonografi color doppler dan arteriografi.

Priapismus jenis iskemik ditandai dengan adanya iskemia atau anoksia pada otot polos kavernosa. Semakin lama ereksi, iskemia semakin berat, dan setelah 3-4 jam, ereksi dirasakan sangat sakit. Setelah 12 jam terjadi edema interstitial dan kerusakan endotelium sinusoid. Nekrosis otot polos kavernosa terjadi setelah 24-48 jam. Setelah lebih dari 48 jam terjadi pembekuan darah dalam kavernosa dan terjadi destruksi endotel sehingga jaringan-jaringan trabekel kehilangan daya elastisitasnya. Jika tidak diterapi, detumesensi terjadi setelah 2-4 minggu dan otot polos yang mengalami nekrosis diganti oleh jaringan fibrosa sehingga kehilangan kemampuan untuk mempertahankan ereksi maksimal. Priapismus jenis non-iskemia banyak terjadi setelah mengalami suatu trauma pada daerah perineum atau setelah operasi rekonstruksi arteri pada disfungsi ereksi. Prognosisnya lebih baik daripada jenis iskemik dan ereksi dapat kembali seperti sediakala.

Perbedaan Priapismus Iskemik dan Non Iskemik


Onset Nyeri Ketegangan Penis Darah Kavernosa Warna pO2 pCO2 pH Color Doppler Arteriografi Low flow (statik/iskemik) High flow (non iskemik) Pada saat tidur Setelah trauma Mula-mula ringan menjadi Rinagn sampai sedang sangat nyeri Sangat tegang Hitam < 30 mm Hg > 80 mm Hg < 7,25 Tidak ada aliran Pembuluh darah utuh Tidak terlalu tegang Merah > 50 mm Hg < 50 mm Hg > 7,5 Ada aliran, dan fistula Malformasi arterio-vena

Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan yang teliti diharapkan dapat mengungkapkan etiologi priapismus. Pada pemeriksaan lokat didapatkan batang penis yang tegang tanpa diikuti oleh ketegangan pada glans penis. USG Doppler yang dapat mendeteksi adanya pulsasi arteri kavernosa dan analisis gas darah yang diambil intrakavernosa dapat membedakan priapismus jenis ischemic atau non-ischemic. Terapi Pada prinsipnya terapi priapismus adalah secepatnya mengembalikan aliran darah pada korpora kavernosa yang dicapai dengan cara medikamentosa maupun operatif. Sebelum tindakan yang agresif, pasien diminta untuk melakukan latihan dengan melompat-lompat dengan harapan terjadi diversi aliran darah yang dari kavernosa ke otot gluteus. Pemberian kompres simpatik sehingga memperbaiki aliran darah kavernosa. Selain itu pemberian hidrasi yang baik dan anestesi regional pada beberapa kasus dapat menolong. Jika tindakan di atas tidak berhasil mungkin membutuhkan aspirasi, irigasi, atau operasi. Aspirasi, dan Irigasi Intrakavernosa. Aspirasi darah kavernosa diindikasikan pada priapismus non iskemik atau priapismus iskemik yang masih baru saja terjadi. Priapismus iskemik derajat berat yang sudah terjadi beberapa hari tidak memberikan respon terhadap aspirasi dan irigasi obat ke dalam intrakavernosa; untuk itu perlu tindakan operasi. Aspirasi dikerjakan dengan memakai jarum scalp vein no 21. Aspirasi sebanyak 10-20 ml darah intrakavernosa, kemudian dilakukan instilasi 10-20 g epinefrin atau 100-200 g fenilefrin yang dilarutkan dalam 1 ml larutan garam fisiologis setiap 5 menit hingga perlu mengalami detumensensi. Jika dilakukan sebelum 24 jam setelah serangan, hampir semua kasus dapat sembuh dengan cara ini. Selain obat-obatan tersebut, dapat pula dipakai instilasi streptokinase pada priapismus yang telah berlangsung 14 hari yang sebelumnya telah gagal dengan instilasi adrenergik.

Jalan pintas (shunting) keluar dari korpora kavernosa.

Tindakan ini harus difikirkan terutama pada priapismus veno-oklusi atau yang gagal setelah terapi medikamentosa. Hal ini untuk mencegah timbulnya sindroma kompartemen yang dapat menekan arteria kavernosa dan berakibat iskemia korpora kavernosa. Beberapa tindakan pintas itu adalah : (1) shunting korpora-glanular, (2) shunting korpora-spongiosum, yaitu dengan membuat jendela yang menghubungkan korpus spongiosum dengan korpus kavernosum penis, dan (3) shunting safeno-kavernosum dengan membuat anastomosis antara korpus kavernosum dengan vena safena.

VI.

Peyroni
Definisi Peyakit peyroni adalahdidapatkannya plaque atau indurasi pada tunika albuginea korpus kavernosum penis sehingga menyebabkan terjadinya angulasi(pembengkokan) batang penis pada saat ereksi. Gambaran klinis Pasien mengeluh nyeri dan terjadi angulasi(penis bengkok)pada saat ereksi,sdangkan pada saat tidak ereksi nyeri menghilang .Akibat nyeri dan angulasi ini kemampuan penitrasi ke dalam vagina menjadi berkurang.Pada pemeriksaan teraba jaringan keras tunggal ataupun berupa plak multiple pada tunika albuginea.

Etiologi Penyebab yang pasti dari penyakit ini masih belum diketahui,tetapi secara histopatologi plak itu mirip dengan vaskulitis pada kontraktur.Dupuytren yang di sebabkan oleh reaksi imunologik.Hasil anamnesis pasien peyroni pernah mengalami trauma pada penis. Terapi Konservatif.Tanpa terapi 50% penyakit ini dapat mengalami remisi spontan setelah observasi selama 1 tahun.Dapat di coba cengan pemberian tamoxifen 20 mg dua kali sehari selama 6 minggu.Jika menunjukan respon yang baik,pengobatan di lanjutkan sampai 6 bulan.Untuk mencegah aktivitas fibroblas dapat di cegah dengan peberian colchicine atau verapamil.Nyeri yang berkepanjangan dapt di kurangi dengan memberikan vitamin E 200 mg tiga kali sehari.Pemberian potasium aminobenzoat tidak menyenangkan karena menimbulakan efek samping. Indikasi operasi pada penyakit peyroni adalah deformitas penis yang mengganggu senggema atau disfungsi ereksi akibat peyroni.Operasi dilakukan setelah penyakit telah stabil dan matang ,antara lain sudah tidak nyeri saat ereksi dan kurvatura atau deformitas penis saat ereksi sudah menetap atau stabil.

VII.

ENURESIS Enuresis Nocturnal Enuresis adalah pengeluaran air kemih yang tidak disadari pada seseorang yang yang

pada saat itu pengendalian kandung kemih diharapkan sudah tercapai. Enuresis nocturnal (sleep wetting/bedwetting) adalah enuresis di malam hari. Kriteria enuresis nocturnal enuresis pada malam hari menetap lebih dari dua kali dalam sebulan pada anak yang berumur di atas 5 tahun. Lebih sering terjadi anak laki-laki dan kejadiannya sekitar 80%. Menurut awal terjadinya enuresis dibagi menjadi: a. Enuresis primer terjadi sejak lahir dan tidak pernah ada periode normal dalam pengontrolan air kemih b. Enuresis sekunder setelah 6 bulan dari periode setelah kontrol pengosongan air kemih sudah normal. Kemampuan mengendalkan kandung kemih biasanya tercapai pada umur 1-5 tahun. Seorang anak baru dapat dikatakan enuretik, bila enuresis menetap dan paling sedikit satu kali perminggu pada umur diatas 5 tahun untuk anak perempuan dan antara 6-10 tahun untuk anak laki-laki. Epidemiologi 15-20 % anak berumur 5 tahun 7% anak berumur 10 tahun 1-2 % anak berumur 15 tahun Sampai umur 11 tahun, enuresis lebih sering terjadi pada anak laki-laki dengan perbandingan 2:1 dan setelah umur tersebut, perbandingan antara peremouan hampir sama atau lebih tinggi pada anak perempuan. Enuresis lebih sering terjadi pada anak: 1) golongan sosio-ekonomi rendah 2) anak yang pernah menderita hambatan sosial atau psikologis dalam periode perkembangan antara umur 2-4 tahun pertama kehidupan 3) latar pendidikan orang tua rendah 4) toilet taining tidak adekuat

5) anak pertama Etiologi Enuresis nocturnal disebabkan oleh: 1) Keterlambatan dalam pematangan neurofisiologi berhubungan dengan faktor genetik pemeriksaan dengan EEG tampak adanya peningkatan disritmia serebral disebabkan karena kurangnya latihan pola buang air kemih yang baik sering terjadi pada golongan masyarakat sosio-ekonomi yang buruk, jumlah

2) Keterlambatan perkembangan kandung kemih

anggota keluarga yang besar, broken home, dan stres lingkungan. 3) Gangguan pola tidur enuresis sering terjadi pada tidur yang dalam atau saat transisi dari pola tidur penelitian lain: enuresis dapat terjadi pada setiap tingkat dari tidur enuresis primer disebabkan oleh adanya faktor stres selama periode berikutnya 4) Psikologi perkembangan antara umur 2-4 tahun. Presipitasi enuresis: pemisahan dari keluarga, kematian orang tua, kelahiran Enuresis yang disebabkan oleh stres biasanya intermiten dan sementara, Enuresis preimer biasanya terjadi pada anak-anak yang berlatar belakang saudara kandung, pindah rumah, pertengkaran orang tua, dan child abuse. sedangkan enuresis yang terus menerus biasanya toilet training yang kurang adekuat. psikoneurosis dan jarang terjadi pada anak yang normal. Kadang-kadang enuresis dan enkopresis dapat menimbulkan kelainan emosional, sebaliknya pada anak yang mempunyai gangguan emosional dapat timbul enuresis. 5) Gangguan urodinamik kapasitas kandung kemih kecil dan tidak ada penghambat kontraksi enuresis diduga akibat kurangnya inhibitor kontraksi kandung kemih dan tidak

adanya koordinasi antara otot detrusor dan otot sfingter 6) Penyakit organik pada traktus urinarius

a)

Saluran genitourinarius.

Berdasarkan penelitian ahli urologi dengan melakukan pemeriksaan MSU, PIV, USG, 99% enuresis nokturnal tidak ditemukan kelainan anatomi, tetapi gangguan urodinamik, seperti: kapasitas kandung kemih yang kurang dan tidak sinergisnya kerja otot detrusor dengan otot sfingter. b) Infeksi penelitian menunjukkan 45% perempuan dengan bakteriuria timbul enuresis. Penelitian lain mengatakan bahwa 15% anak sekolah dengan bakteriuri asimtomatis mengalami enuresis c) sering basahnya perineum merupakan predisposisi terjadinya infeksi suatu penelitian menunjukkan bahwa dengan mengobati infeksi saluran kemih Faktor lain

dapat menyembuhkan sekitar sepertiga kasus enuresis. Kelainan di daerah lumbosakral mielomeningokel dapat menyebabkan enuresis. Selain itu alergi berbagai macam makanan mungkin dapat menyebabkan enuresis. 7) Abnormalitas sekresi dari ritme cicardian dalam sekresi hormon antidiuretik (ADH) yang meningkat pada malam hari. Volume urin yang tinggi pada malam hari menyebabkan enuresis. Diagnosis 1) Anamnesis: tentukan tipe dan berat enuresis tanyakan sejak kapan mengompol dan waktu terjadinya mengompol (siang atau apakah sedang tidur atau dalam keadaan bangun ditanyakan riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya keadaan psikososial anak keadaan keluarga riwayat enuresis pada orang tua atau saudaranya apakah penderita pernah mengalami konstipasi atau enkopresis

malam)

2) Pemeriksaan Fisik

Tidak ditemukan kelainan Pemeriksaan daerah abdomen dan genital harus lebih teliti Diperiksa refleks perifer, sensasi perineal (refleks kremaster dan refleks anal) dan

tonus anal, cara berjalan dan tulang belakang apakah terdapat kelainan pada medula spinalis. 3) Pemeriksaan Penunjang pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan analisis air kemih, berat jenis air kemih, biakan urin, ureum, Pada permiksaan anak dengan enuresis harus bisa dibedakan apakah hal ini kreatinin. karena infeksi saluran kemih, ureter ektopik, gangguan fungsi kandung kemih atau kelainan anatomi kandung kemih. Diagnosis Banding a. Infeksi Saluran Kemih Dapat menyebabkan enuresis terutam enuresis sekunder Biasanya terjadi urgensi enuresis, sering miksi dan disuria. Dengan melakukan

urinalisis dan biakan urin dapat ditegakkan ada atau tidaknya infeksi saluan kemih b. Kelainan Kongenital Saluran Kemih Ureter ektopik ureter yang bermuara di urethra, vagina, atau intraitus vagina. Biasanya terjadi gejala air kemih yang menetes terus menerus dan tidak pernah kering. Kadang-kadang tetesan air kemih berhenti pada waktu tidur, hal ini mungkin karena penderita dalam posisi horisontal. Keadaan ini ditegakkan dengan urogram c. Nefropati Obstruktif Akibat kerusakan katub uretra posterior. Kelainan ini menimbulkan gejala air kemih yang menetes, urgensi enuresis, dan inkontinensia psikogenik. Gejala yang timbul tergantung dari tingkat obstruksi, umur anak, dan adanya infeksi saluran kemih. Pada pemeriksaan palpasi dapat teraba kandung kemih yang besar dan kelainan ini dapat ditegakkan dengan pemeriksaan sistografi. d. Kandung Kemih Neurogenik

Keluhan yang timbul sama dengan yang diatas. Keadaan ini disertai adanya defek pada tlang belakang, tapi kadang-kadang tanpa gejala neurologi lainnya. Kelainan ini ditegakkan dengan sistografi. e. Kandung Kemih Disinergik Kelainan ini mengakibatkan daytime incontinence, miksi yang frekuen, dan infeksi saluran kemih yang berulang. Kelainan neurofisiologi pola miksi dapat ditunjukkan dengan pemeriksaan urodinamik.

Bagan Evaluasi Enuresis

Penatalaksanaan Pengobatan dilihat secara individual dengan melihat beberapa hal, antara lain: attitude (sikap) anak dan orang tua, keadaan sosial ekonomi, lingkungan rumah, motivasi yang sesuai

oleh anggota keluarga, dan pihak orang tua tidak mempertimbangkan pengobatan dengan obatobatan sebagai pilihan pertama dengan program pengobatan enuresis anaknya. Cara penatalaksanaan enuresis: a. 1) Nonfarmakologik Latihan menahan miksi Tujuan: untuk memperbesar kapasitas kandung kemih, agar waktu antara miksi menjadi lebih lama sehingga dapat mengurangi enuresis. Dengan menahan miksi secara sadar akan menghambat kontraksi kandung kemih dan memperbesar kapasitas kandung kemih. Namun, latihan ini memerlukan waktu yang lama. 2) Memberikan motivasi Penjelasan mengenai penyebab dan prognosis enuresis serta menerangkan bahwa keadaan ini bukan kesalahan anak dan dorongan emosional dari orang tua akan menentramkan hati anak sehingga hubungan dengan orang tuanya lebih erat diharapkan timbul tanggung jawab anak terhadap usaha yang diberikan oleh dokter dan orang tuanya. Setelah orang tua dan anaknya mengerti tentang masalah enuresis seperti: mengurangi minum pada malam hari, membangunkan anak pada malam hari untuk miksi di kamar mandi dan memberikan pujian atau penghargaan kalau anaknya tidak mengompol. Ternyata dengan cara ini banyak yang berhasil mengurangi dan menghentikan mengompol serta akan lebih efektif bila digabungkan dengan bell and pad. 3) Mengubah kebiasaan Bell and pad beberapa tetes pertama air kemih akan menyebabkan alarm berbunyi dan anak terbangun dari tidurnya dan menyelesaikan miksinya di kamar mandi. Percobaan klinik menunjukkan bahwa pengobatan ini mungkin lebih efektif bila anak mengubah pola tidurnya dan dapat memasang kembali alarmnya sendiri. Dengan bangun tidur berulang-ulang selama beberapa hari atau beberapa minggu anak dilatih untuk bangun tidur sebelum kencing dimulai. Selanjutnya alarm distel dalam waktu yang lebih lama dan akhirnya rangsangan alarm dihentikan. Pengobatan dengan cara ini membutuhkan waktu yang lebih lama. Keberhasilan dengan alarm ini mencapai 75% dari semua penderita. Bila dalam 2-3 tahap

tidak memberikan hasil, pengobatan dapat digabung dengan pemberian imipramin dan biasanya memberikan hasi yang baik. b. 1) Farmakologik Anti Depresan Misalnya, imipramin (Tofranil) memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan plasebo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 40-60% dari anak yang menggunakan imipramin berhenti enuresis maupun frekuensi mengompolnya berkurang Efek: diduga sebagai anti depresan, anti kolinergik dan mengubah mekanisme tidur. Yang berperan dalam pengobatan enuresis adalah efek anti kolinergik dan antispasmodik yang menyerupai simpatomimetik terhadap kandung kemih Efek samping: insomnia, kecemasan, perubahan kepribadian. Jika dosis yang berlebihan dapat mengakibatkan keracunan dan biasanya berakibat fatal, seperti: gangguan irama jantung, gangguan hantaran jantung, hipotensi dan kejang. 2) Desmopresin Desmopresin merupakan vasopresin sintesis, sehingga sering disebut sebagai DDAVP (1-desamino-8-D-arginine vasopresin) dan analog dengan arginine vasopresin (AVP). Obat ini diberikan intranasal waktu tidur dan hasilnya cukup efektif untuk menghentikan mengompol secara lengkap atau mengurangi mengompol. Mekanisme kerja: mengurangi produksi air kemih. Efek samping: hiponatremia akibat retensi air. Oleh karena itu, obat ini hanya dipakai untuk anak-anak yang mengalami stress dan gagal dengan cara pengobatan lainnya. 3) Anti Kolinergik Oxybutinin (Ditropan) dan obat antikolinergik untuk menurunkan dan menghilangkan efek kontraksi kandung kemih. Obat ini berhubungan dengan enuresis yang diakibatkan adanya proses aninhibisi kontraksi dari kandung kemih. Efek samping: kering pada mulut, merah pada muka, jarang terjadi hiperpireksi. Bila melebihi dosis yang dianjurkan sering menimbulkan gangguan penglihatan Pilihan penanganan enuresis di tiap negara dan institusi beragam dan hasil pengobatannya bervariasi, namun semua sepakat bahwa enuresis perlu ditangani dengan seksama

dan dokter diharapkan memiliki peranan dominan disamping orang tua dan guru sekolah. Bila diyakini bahwa tidak ada kelainan fisik yang mendasari timbulnya enuresis, anak perlu diyakinkan bahwa tidak ada masalah pelik, semua dapat ditangani. Ada petunjuk yang dapat dipakai secara umum, antara lain: 1) Jangan menghukum anak 2) Beri pujian/penghargaan pada setiap keberhasilan bebas mengompol 3) Jangan melarang anak minum sehabis makan malam 4) Berikan lampu/penerangan yang cukup agar anak dapat pergi sendiri untuk berkemih pada malam hari 5) Kadang-kadang anak perlu diberi popok atau diaper pada malam hari 6) Pastikan anak sudah bersih/mandi sebelum berangkat ke sekolah

Prognosis Enuresis yang tidak diobati akan sembuh spontan antara 10-20% pertahun. Penyembuhan spontan pada umumnya terjadi bila orang tua dan anaknya mau menunggu. Penelitian pada anak dengan enuresis nokturnal yang tidak diobati, menunjukkan penyembuhan spontan dengan bertambahnya umur yaitu 14% sembuh spontan pertahun pada umur 5-9 tahun dan 16% pada umur 10-19 tahun. Lima puluh persen penderita enuresis sembuh tanpa pengobatan spesifik dalam 4 tahun. 2. Enuresis diurnal 1. Definisii Enuresis diurnal adalah kelurnya kencing yang tak disadari yang biasa terjadi pada siang hari. 2. Etiologi a. Keterlambatan pematangan neurofisiologi Dapat berhubungan dengan fac.genetic Tetapi bila tidak ada riwayat keluarga 15% anak yang mengalami enuresis.

b. Keterlambatan perkembangan. Menyebabkan anak menjadi enuresis bukan disebabkan gangguan

pematangan system neurologis tapi kurangnnya latihan pola buang air kemih yang baik. Biasa terjadi pada golongan sosio ekonomi buruk, broken home, stress

lingkungan.

c. Hormone antidiuretik. Hubungan antara variasi normal dari circardian dalam sekresi hormone

ADH yang meningkat pada malam hari.

d. Factor urodinamik. Kapasitas kandung kemih yang kecil dan tidak adanya penghambatan kontraksi. Diduga akibat inhibitor kontraksi kandung kemih dan tidak adanya koordinasi antara otot detrusor dan otot sfingter.

e. Factor psikologis Adannya factor stress slama periode perkembangan antara umur 2-3 tahun Biasanaya intermiten. Enuresis primer biasanya pada anak anak yang mempunyai latar belakang psikoneurosis.

f. Factor organic

Saluran genitourinarius 1% tidak ditemukan kelainan anatomi Enuresiss diurnal biasanya karena gangguan urodinamik, sama halnya pada nocturnal. Misalnya seperti : kapasitas kandung kemih.

Infeksi Dicurigai adanay infeksi saluran kemih. 455 perempuan dengan adanya bakteriuria, akan timbul enuresis.

Factor lain Kelainan daerah lumbosavral mielomenigekel menyebabkan enuresis. Alergi juga dapat menyebabkan enuresis.

3. Diagnosa Lakukan anamnesis menentukan tipe dan beratnya terjadinya mengompol, waktu terjadinya (siang atau malam) dan mengompolnya sedang tidur atau sedang makan. Pada penderita urgensi enuresis ditanyakan pancaran dari kencing, apakah intermiten atau terus menerus, kemudian tanyakan riwayat infeksi saluran kemih. Pemeriksaan fisik pemeriksaan abdomen dan alat genital. Selain itu dilihat reflek perifer, sensasi perinel, dan tonus anal. Pemeriksaan laboratorium untuk mengevaluasi enuresis seperti pemeriksaan analisis air kemih, berat jenis air kemih.

4. Terapi a. Non-farmakologis

1. Latihan menahan miksi agar kapasitar kandung kemih besar, sehingga waktu anatar miksi menjadi lama dan dapat mengurangi enuresis.

2. Memberikan motivasi berikan dorongan emosional dari orangtua,akan menentramkan hati sianak. Penelitian, lebih efektif bila digabungkan dengan bell pad.

b. Farmakologis a. Anti depresan -Untuk mengobati enuresis, misalnya imipramin (tofranil). -Efeknya sebagai anti depresan, anti kolinergik, dan mengubah mekanisme tidur. -Yang lebih berperan adalah efek antikolinergik dan anti spasmodic yang menyerupai efek simpatomimetik terhadap vesica urinary. b. Desmopresis -merupakan vasopressin sintesis, sehingga disebut sebagai DDAVP yang analog dengan arginin vasopressin -obat ini diberikan intranasal, untuk mengehtikan mengompol atau mengurangi mengompol. -mekanisme kerjanya mengurangi kerja vesica urinary sehingga efek samping pemakaiannya adalah hiponatremi akibat retensi air -biasa dipakai untuk anak stress dan gagal dengan pengobatan lainnya c. Antikolinergik. -oxybutinin (ditropan) dan anti kolinergik untuk menurunkan atau menghilangkan efek kontraksi kandung kemih. Obat ini berhubungan dengan enuresis yang diakibatkan adanya proses inhibisi kontraksi dari vesica urinaria.

You might also like