You are on page 1of 11

Revitalisasi Peran Pesantren

(Pesantren sebagai Pabrik Visioner Penyiapan Alumni/Mahasiswa Indonesia Timur-Tengah yang Berkompetensi dan Berdaya-saing)

Pesantren adalah salah satu elemen terpenting dari arsitektur pendidikan nasional Indonesia. Pesantren, sebagai sampel institusi pendidikan yang mengemas dua lingkup pendidikan formal dan non-formal dalam satu durasi kurikulum full-time, terbukti telah sangat kontributif terhadap pengembangan pendidikan Indonesia, dan bahkan juga terhadap pengembangan idealisme pendidikan nasional. Terlepas dari beragamnya corak pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia 1, secara umum bisa dinilai bahwa cikal-bakal spesialisasi dan keahlian dominan para alumni Pesantren, kebanyakan berpusat pada cabang-cabang ilmu keislaman dan penguasaan bahasa Arab. Cikal-bakal spesialisasi dan keahlian dominan inilah, yang mendorong dipilihnya beberapa universitas-universitas di Timur-Tengah (Timteng), sebagai salah satu pos-pos kelanjutan studi terbesar bagi alumni Pesantren.2 Pada hakikatnya, harus dicermati bahwa premis di atas mengantarkan pada dua sisi realita yang saling berseberangan namun tetap saling berkait-kelindan, di mana di satu sisi, tidak bisa dipungkiri bahwa alumni/mahasiswa Indonesia Timteng yang kebanyakan terproduksi dari rahim Pesantren tersebut, memiliki [potensi] peran dan kontribusi strategis dalam pembangunan Indonesia, baik secara mikro-daerah, maupun makro-nasional/internasional. Sementara di sisi lain, harus diakui juga bahwa alumni/mahasiswa Indonesia Timteng era sekarang sedang terjangkit permasalahan-permasalahan krusial, yang kerap berujung pada kecendrungan rendahnya tingkat kompetensi dan daya saing alumni/mahasiswa Indonesia Timteng, baik jika dibandingkan dengan sesama alumni/mahasiswa Indonesia di luar Timteng, maupun dengan mahasiswa internasional

Sesuai dengan data Daftar Identitas Pondok Pesantren yang dirilis oleh Ditjen Pendis - DEPAG, terdapat tiga tipe pesantren di Indonesia, yaitu Salafiyah, Ashriyah, dan Kombinasi. Dari sejumlah wawancara dengan beberapa PPI Timteng yang representatif, bisa dikalkulasikan bahwa jumlah alumni Pesantren dari total mahasiswa Indonesia Timteng per-negara adalah: Yaman sekitar 85%, Mesir sekitar 85%, Libya sekitar 97%, Iran sekitar 75%, Yordan sekitar 95%, Pakistan sekitar 99%, Saudi Arabia sekitar 90% dan Syiria sekitar 85%
1 2

setempat atau secara umum, dan di titik ini harus disadari bahwa hal ini ternyata merupakan konsekuensi turunan dari corak dan metode pendidikan Pesantren dan juga beberapa khazanah universitas-universitas materi keislamannya, Timtengyang ternyata di atas segala kegemilangan untuk

memang

terbukti

potensial

menyebabkan kecendrungan rendahnya kompetensi dan daya saing tersebut. Atas dasar dua sisi realita yang menjadi landasan logika inilah, penulis akan memfokuskan ide utama artikel ini pada pewacanaan masif bahwa Pesantren, selaku "Pabrik" terbesar yang memproduksi cikal-bakal alumni/mahasiswa Indonesia Timteng, sebenarnya merupakan key stakeholder "pertama-tama" yang memegang peran fundamental untuk menentukan kualitas mahasiswa Indonesia Timteng, sekaligus merupakan aktor-antisipatif strategis yang akan banyak mencegah dan mereduksi secara dini permasalahan-permasalahan krusial tersebut. Yang mana, dengan berpijak pada standing point pemahaman akan peran fundamental Pesantren ini, bisa dirumuskan beberapa upaya-upaya revitalisasi peran pesantren, sebagai "Pabrik" Visioner penyiapan Alumni/Mahasiswa Indonesia Timteng yang berkompetensi dan berdaya-saing, baik dengan penggagasan kurikulum Pesantren yang visioner, maupun dengan pelurusan kultur-kultur Pesantren yang potensial menyebabkan kecendrungan rendahnya kompetensi dan daya saing tersebut.

1. Menimbang Pesantren a. Fakta Kontribusi Pesantren Eksistensi dan kontribusi Pesantren telah mengakar kuat dalam sejarah pendidikan dan pembangunan Indonesia. Di ranah Pendidikan, Pesantren memiliki identitas khas selaku key player yang concern dalam mencetak generasi bermoral-baik, sesuai dengan tuntutan ideal sila pertama Pancasila. Sementara di ranah sosialmasyarakat, para alumni Pesantren tidak bisa juga dinafikan peran multi-sektornya terhadap pembangunan bangsa. Dalam wawancara dengan ANTARA News 20 Desember 2009, almarhum Gus Dur berstatemen bahwa: "Sumbangsih yang telah diberikan Pesantren bagi bangsa ini telah sangat besar. Karena itu Pesantren perlu mendapatkan perhatian, agar perannya dalam mengisi pembangunan semakin dirasakan masyarakat". Dan statemen akan

besarnya kontribusi Pesantren ini memang sudah menjadi persepsi jamak di beragam kalangan, serta secara yuridis telah dipayungi oleh Pemerintah lewat Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan. b. Signifikansi Kurikulum dan Kultur Pesantren terhadap Penyiapan

Alumni/Mahasiswa Indonesia Timteng yang Berkompetensi dan Berdayasaing Dari beberapa pengamatan dan wawancara dengan beberapa pihak/alumni Pesantren yang merepresentasi beberapa corak Pesantren di Indonesia, bisa dinilai bahwa selama ini kecendrungan dipilihnya universitas-universitas di Timteng sebagai pos-pos kelanjutan studi bagi para alumni Pesantren, kebanyakan hanya berjalan natural dan turun-temurun di Pesantren-pesantren. Semuanya mengalir tanpa perumusan dan penegasan visi secara struktural dan penuh kesadaran dari Pesantrenpesantren terkait; semuanya berjalan tanpa melalui mekanisme yang terprogram dalam format pemberdayaan kultur dan kurikulum Pesantren yang visioner. Kiranya pertanyaan-pertanyaan mendasar yang seharusnya terungkap kritis, jarang menjadi wacana di lingkungan Pesantren di Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan tentang kenapa universitas-universitas di Timteng dipilih? Hal-hal apa yang menjadikan universitas-universitas Timteng prospektif di tengah segala cikal-bakal spesialisasi ilmuilmu keislaman dan keahlian Bahasa Arab yang merata bagi kebanyakan alumni Pesantren? Apakah Pesantren sadar dengan eksistensinya selaku

pabrik terbesar

pengekspor mahasiswa Indonesia Timteng, sehingga kemudian bisa memerankan fungsi selayaknya, sebelum memproyeksikan Timteng sebagai pos kelanjutan studi yang highly recommended bagi para alumninya? Selain itu, harus disadari juga bahwa selama ini corak kurikulum dan kultur Pesantren kebanyakan masih tidak jelas identitasnya 3, tidak visioner, tidak relevan dengan tuntutan perkembangan zaman, tidak banyak merangsang mental kompetitif dan mental maju, serta tidak sinergis dengan pengembangan kritisme dan daya argumentasi santri. Dan ini sebenarnya sama nahasnya dengan corak pendidikan dan
Lihat, Desi Hanara, Tentang Identitas Pendidikan Ngabar, http://diary.desihanara.com/2008/01/tentangidentitas-pendidikan-ngabar.html.
3

kultur

universitas-universitas/lingkungan

masyarakat

di

Timteng

kebanyakan.

Bandingkan berapa banyak alumni/mahasiswa Timteng yang terlahir dari rahim Pesantren yang benar-benar berkompetensi dan berdaya saing dengan yang tidak. Bandingkan juga berapa banyak mahasiswa Timteng yang terlahir dari rahim Pesantren yang berbekal pemahaman yang baik akan esensi megahnya khazanah Timteng dengan yang tidak.

2. Memandang Kritis Timteng dan Alumni/Mahasiswa Indonesia Timteng a. Kenapa Timteng Penting dan Pendidikan di Timteng Penting untuk Terus Dijadikan Pos Pilihan Studi Alumni Pesantren? Timteng menjadi penting karena di lumbung Timteng lah khazanah peradaban Islam, bahkan dunia banyak tersimpan. Setiap negara di Timteng khas dengan khazanah keislamannya yang genuine dan berbeda-beda. Seperti Mesir sebagai gerbangnya reinassance peradaban Arab Islam, atau Iran selaku pewaris tunggal peradaban Persia dan gudangnya perpustakaan Syiah, atau Yordan dengan pengembangan Ekonomi Islamnya, atau juga Yaman sebagai pusat salafi ortodoks dan sufisme fanatik, dan lain-lain. Selain dari perspektif khazanah keislaman tersebut, pentingnya Timteng bisa juga dipandang kritis dan strategis dari perspektif Politik Internasional, di mana universitas-universitas yang menjadi pos-pos studi mahasiswa Indonesia Timteng kebanyakan bertempat di negara-negara Arab strategis (Leading Arab States). Yang mana di posisi ini, Indonesia, dengan latar belakang sebagai salah satu negara yang berpopulasi muslim dan berdemokratisasi terbesar di dunia, serta sebagai negara vital di Asia, baik secara geopolitik maupun geostrategis, sebenarnya memiliki potensi besar untuk mengangkat citra diplomasinya di negara-negara Arab strategis ini, yakni dengan memainkan peran sebagai penengah beberapa konflik yang telah sedemikian mengakar di Timteng ini, sekaligus juga sebagai negara percontohan di mana Islam, modernitas dan demokrasi bisa diterapkan secara bersamaan. b. Memandang Kritis Alumni/Mahasiswa Indonesia Timteng dengan

Menyadari [Potensi] Peran dan Kontribusinya sekaligus Permasalahanpermasalahan Krusialnya

[1] Peran dan Kontribusi, serta Potensi Peran dan Kontribusi Alumni/Mahasiswa Indonesia Timteng Peran dan kontribusi alumni mahasiswa Indonesia Timteng telah mengakar panjang sejak abad ke-17 hingga sekarang. Di abad ke-17 hingga awal abad ke-19 tercatat nama-nama sekaliber Hamzah Fansuri, Nuruddin Raniri, Abdul Rauf Singkili, Yussuf Makassari, Abdul Samad Palimbani, Khatib Minangkabawi, Nawawi Bantani, Arsyad Banjari dan lain-lain, yang notabene merupakan peletak pembaruan Islam di Nusantara. Sosok-sosok ini melahirkan karya-karya besar di bidang Fikih, Tafsir, Hadits, dan Tasawuf. Citra intelektual dan ekspansi karya sosok-sosok ini bukan hanya sebatas taraf domestik nusantara, tapi juga sampai diakui di kawasan Timteng. 4 Lalu pada akhir abad ke-19 hingga abad ke-20, kita juga mengenal profil-profil sekaliber Ahmad Dahlan, Hasyim Asyari, Wahid Hasyim, Buya Hamka, Iljas Jacub, Mahmud Junus, Abdul Kahar Mudzakkir, Muchtar Lutfi, M. Rasjidi, Harun Nasution, Jusuf Saad, dan lain-lain. Betapa sosok-sosok ini benar-benar merupakan fondasi besar bagi citra intelektual Indonesia di Mesir dan di Timteng secara umum, dan juga merupakan pewarna bagi dinamika Islam di Nusantara. Beberapa dari sosok-sosok ini adalah motor kesadaran politik bagi mahasiswa Indonesia Mesir, sekaligus juga sebagai sumber simpati masyarakat Timteng terhadap martabat intelektualitas Indonesia. Sebagian dari sosok-sosok ini bahkan bisa sampai mendorong pengakuan Mesir dan Liga Arab terhadap kemerdekaan Indonesia. Wilayah aktivitas, karya dan kontribusi sebagian sosok-sosok ini hingga merambah ke forum-forum Internasional, seperti Muktamar Islam Internasional di Palestina, juga Koran-koran strategis Mesir, semisal AlAhram, Al-Balagh, dan Al-Hayat, juga pada partai-partai Politik Mesir semisal Hizb Wathan dan Wafd, serta juga pada tokoh-tokoh terkemuka Mesir semisal Sayyid Qutub, Rashid Ridha, dan Abdul Hamid Bey.5 Kemudian pada abad sekarangmeskipun dinilai banyak mengalami degradasi dari sisi kualitas karya dan pencitraan intelektualnya, kita tetap menemukan sosoksosok yang tak kalah kaliber. Gus Dur, Hidayat Nurwahid, Quraish Shihab, Alwi Shihab,
Lihat, Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur-Tengah dan Kepulauan Nusantara, Kencana Prenada Media Group - Jakarta, 2007, Cet. III, hal 197 - 372. Lihat, A.M. Fachir (Editor), Potret Hubungan Indonesia - Mesir, Kedutaan Besar Republik Indonesia Cairo, 17 Agustus 2009, Cet. I, hal. 13 - 22.
4 5

Syafii Antonio, Mukti Ali, Yusril Ihza Mahendra, Tuan Guru Bajang, Habiburrahman ElShirazie, adalah beberapa dari percontohan alumni Timteng yang sukses membuktikan peran dan kontribusi strategisnya dalam pembangunan Indonesia, baik secara mikrodaerah, maupun makro-nasional/internasional; baik dalam sektor pembangunan [citra] intelektualitas, birokrasi dan tatanan pemerintahan, pengembangan Perbankan Syariah, pembangunan daerah, maupun pembangunan moral lewat kepenulisan. Sementara itu, potensi peran dan kontribusi Mahasiswa Indonesia Timteng, selain bisa dipetakan dalam jalur-jalur yang kebanyakan sudah diretas oleh para

Alumni/Mahasiswa Indonesia Timteng selama ini, sebenarnya juga sangat potensial dalam hal soft diplomacy dan pembenahan citra Indonesia di Timteng ini. Karena saat ini, harus disadari bahwa citra dan karya intelektual Indonesia yang telah dirintis dengan baik oleh Mahasiswa Indonesia Timteng abad-abad sebelumnya, sedang mengalami degradasi yang signifikan, terlebih jika mengingat bahwa di tengah segala potensi untuk meningkatkan citra Indonesia di Timteng (seperti yang telah diuraikan di sub-pembahasan sebelumnya), Indonesia ternyata memiliki stigma dan pencitraan negatif di Timteng ini, di mana Indonesia sekarang memang lebih dikenal sebagai negara pengimpor pekerja domestik, ketimbang sebagai negara pengimpor intelektual.6 Dan titik degradasi ini seharusnya bisa menjadi salah satu tantangan peran dan kontribusi bagi mahasiswa Indonesia Timteng yang sekarang sedang menempuh studinya di Timteng ini. [2] Permasalahan-permasalahan Krusial Alumni/Mahasiswa Indonesia Timteng Secara ringkas dan gamblang, permasalahan-permasalahan krusial yang kerap berujung pada rendahnya kompetensi dan daya saing Alumni/Mahasiswa Indonesia Timteng, bisa dipetakan dalam poin-poin berikut: a. Bahwa kritisme, tingkat kemampuan analisa dan argumentasi, kemampuan menulis yang metodologis dan akademis, penguasaan materi (khazanah keislaman), serta penguasaaan Bahasa Inggris alumni/mahasiswa Indonesia Timteng masih rendah. 7
Lihat, Yon Machmudi, Intellectuals or Housemaids? Perspectives on Indonesia in the Middle East, http://asiapacific.anu.edu.au/blogs/indonesiaproject/2010/04/06/next-indonesia-study-group-meeting-20/. Ada beberapa pihak yang telah berstatemen terang-terangan tentang hal ini. Seperti Alwi Shihab, dalam suatu kesempatan dialog di Al-Azhar Mesir menyebutkan bahwa salah satu kelemahan Mahasiswa Indonesia Timteng dibanding mahasiswa Indonesia Barat terletak pada kemampuan menulis dan bahasa
6 7

b. Bahwa kebanyakan mahasiswa Indonesia di Timteng dis-orientasi dan tidak berwawasan-peran selama menempuh dan pasca studinya di universitas-universitas di Timteng. Hal ini banyak disebabkan oleh minimnya informasi tentang universitas dan kondisi negara tujuan studi, sistem dan kultur pendidikan universitas setempat, iklim lingkungan dan tata organisasi komunitas mahasiswa Indonesia setempat 8, serta corak kehidupan masyarakat negara setempat yang kebanyakan tidak menumbuhkan iklim kompetitif dan iklim untuk selalu berpikiran maju. c. Bahwa pencitraan, kualitas dan kuantitas karya, serta wilayah peran mahasiswa Indonesia Timteng sedang mengalami degradasi yang signifikan, seperti yang telah disinggung di sub-pembahasan sebelumnya. d. Bahwa universitas-universitas yang menjadi pos-pos studi mahasiswa Indonesia Timteng, masih rendah kualitasnya jika diukur dengan standar kualifikasi universitasuniversitas terbaik dunia. Adalah fakta bahwa tidak ada satupun universitasuniversitas tersebut yang menempati ranking 100 universitas terbaik dunia. 9 3. Upaya-upaya Revitalisasi Peran Pesantren Jargon utama yang selalu ingin penulis tegaskan dari artikel ini adalah bagaimana menjadikan Pesantren lebih visioner memerankan fungsinya selaku

Pabrik terbesar pengekspor mahasiswa Indonesia Timteng, dengan mengingat

potensi strategis Pesantren sebagai key stakeholder

pertama-tama yang memegang

peran fundamental untuk menentukan kualitas mahasiswa Indonesia Timteng, sekaligus aktor-antisipatif strategis yang akan banyak mencegah dan mereduksi secara dini permasalahan-permasalahan krusial mahasiswa Indonesia Timteng. Upaya-upaya untuk menjadikan Pesantren lebih visioner ini bisa ditempuh dengan strategi-strategi berikut: a. Strategi Penggagasan Kurikulum yang Visioner

Inggris. Selain itu, Hamid Fahmi ZarkasyiDirektur INSIST, dalam wawancara dengan Buletin Terobosan - Cairo, menyebutkan bahwa Alumni Timteng tidak analitis, tidak argumentatif, tidak bisa menulis secara akademis dan metodologis, ngawur, dan lain-lain. Lihat, Desi Hanara, Ekosistem Swa-akademik, http://articlesarchive.desihanara.com/2008/06/ekosistem8

swa-akademik.html. Lihat: 2010 Ranking of Universities in the World, http://www.university-list.net/rank.htm.


9

Strategi ini bisa ditempuh dengan memproyeksikan opsi pilihan studi ke Timteng lewat Penjurusan Kompetensi secara khusus dalam konsep kurikulum Pesantren, lalu kemudian menjadikan proyeksi ini sebagai standing point dan barometer untuk menata substansi kurikulumnya. Strategi ini akan sangat vital dan efektif perannya dalam membangun fondasi pencitraan dan kapabilitas Pesantren selaku "Pabrik" visioner penyiapan

alumni/mahasiswa Indonesia Timteng yang berkompetensi dan berdaya saing, mengingat ia beranjak dari hal yang paling substansial yang menjadi haluan arah pendidikan Pesantren, dan memang diperuntukkan bagi santri-santri calon spesialis ilmu keislaman, yang tertarik dan berpotensi untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi agama, khususnya di Timteng. Di samping itu, strategi ini juga sangat sejalan dengan prinsip penjurusan bakat dan minat sedini mungkin, yang secara implisit bisa dinalar dari statemen Howard Gardner, Profesor Pendidikan Universitas Harvard, yang menyebutkan bahwa setiap manusia memiliki kecerdasan yang berbeda-beda, dan karenanya diferensiasi dan pemetaan potensi perlu diupayakan sedini mungkin. Pada implementasinya, konsep strategi ini ditargetkan pada pengadaan jurusan kompetensi "Pesantren Murni" baik di tingkat Ibtidaiyah, Tsanawiyah, maupun Aliyah, di setiap Pesantren yang belum memiliki jurusan semacam ini dengan independen, dan juga ditargetkan pada pengintensifan jurusan "Pesantren Murni" ini, jika penjurusan semacam ini telah ada di suatu Pesantren10. Yang mana, jika penjurusan kompetensi ini telah dibangun, harus ditegaskan dalam landasan pola kurikulumnya, bahwa proyeksi pos-pos pilihan studi utama dari lulusan-lulusan jurusan ini adalah universitasuniversitas di Timteng, selain juga Universitas-universitas agama dalam negeri. Dan jika dasar penjurusan kompetensi, berikut penegasan proyeksi opsi pilihan studi ke Timteng ini telah terbentuk, maka upaya selanjutnya adalah dengan menjadikan proyeksi pilihan studi ini sebagai standing point dan barometer untuk
Beberapa Pesantrenmeskipun belum visioner, telah mengadakan penjurusan semacam penjurusan "Pesantren Murni" ini, sehingga santri memiliki otoritas mutlak untuk memilih, seperti Assalam Solo, AlAmien Madura, Al-Mawaddah Ponorogo, Nurul Jadid Probolinggo, Persis Garut-Bangil, dan lain-lain. Dan Biasanya penjurusan ini diterapkan dalam format MAK.
10

menata substansi kurikulumnya. Untuk hal penataan kurikulum ini, bisa banyak diadaptasikan dengan Pesantren Salaf semisal Lirboyo. Karena menurut penulis, Lirboyo merupakan percontohan di mana suatu Pesantren bisa sukses membangun pencitraan kolektif atas kualitas alumninya, sekaligus juga pencitraan khas atas identitas pendidikannya. Mengingat bahwa di Timteng ini, sudah menjadi rahasia umum bahwa alumni-alumni Salaf semisal Lirboyo lah yang kebanyakan menjadi eksplorasi khazanah Timteng sekaligus merupakan

juru kunci

peta rujukan eksplorasi bagi

alumni-alumni Pesantren yang tidak dibekali wawasan turats dengan baik oleh Pesantrennya. b. Strategi Pelurusan Kultur-kultur Pesantren yang Potensial Menyebabkan Kecendrungan Rendahnya Kompetensi dan Daya Saing Alumni/Mahasiswa Indonesia Timteng Pelurusan ini menjadi penting karena kultur-kultur ini sebenarnya merupakan cikal-bakal bertumbuhnya mental rendah kompetensi dan mental tidak kompetitifnya Alumni/Mahasiswa Indonesia Timteng yang kebanyakan lahir dari rahim Pesantren tersebut. Secara ringkas kultur-kultur yang perlu diluruskan tersebut adalah sebagai berikut: [1] Selama ini mindset akomodasi pesantren untuk kelanjutan studi alumninya ke Timteng kebanyakan hanya berpusat pada sektor akomodasi birokratis semisal akomodasi muaadalah ijazah (akreditasi), dan kurang intensif pada akomodasi substantif, yang seyogyanya ditargetkan pada pemahaman masif akan Timteng dan universitas-universitas Timteng yang menjadi pos-pos pilihan studi alumninya. Dan pelurusan mindset ini sangat krusial mengingat akomodasi substantif semacam ini sangat penting perannya, karena dengannya Pesantren bisa mengkondisikan cikalbakal mahasiswa Indonesia Timteng pada kesadaran dan pengetahuan atas kelebihan medan calon almamaternya, sekaligus juga kekurangannya, sehingga alumninya akan lebih bersiap-siap dengan segala kemungkinan. [2] Masih banyak Pesantren yang belum menempatkan budaya Baca-Tulis sebagai budaya vital yang harus dikembangkan secara intensif dan visioner. Banyak sekali terjadi pembatasan akses literatur yang sangat tidak konstruktif bagi perkembangan santri. Banyak sekali perpustakaan-perpustakaan Pesantren yang kehilangan fungsi

esensialnya. Banyak sekali Pesantren yang masih tidak membudayakan minat tulismenulis santri. Dan ini harus dibenahi dengan memfasilitasi literatur bacaan dan kesempatan pengembangan keahlian menulis seluas-luasnya. [3] Masih banyak Pesantren yang belum terlalu menganggap vital penguasaan

teknologi dan membatasi akses santri terhadap informasi. Padahal di era sekarang teknologi dan informasi adalah dua hal yang menjadi bagian tak terpisahkan dari pengembangan kapasitas diri. Memang sudah bukan saatnya Pesantren melakukan pembatasan secara buta dan tanpa mempertimbangkan efeknya pada perkembangan kualitas dan kapasitas santri, karena seiring perkembangan zaman, semakin banyak metode filter yang bisa kita lakukan pada teknologi dan informasi tanpa harus benarbenar membentangkan jarak dengannya. [4] Masih banyak Pesantren yang belum menganggap vital keikut-sertaan santrinya

dalam kompetisi/forum pelajar tingkat daerah/nasional/internasional, atau dalam program pertukaran pelajar lintas negara. Padahal keikut-sertaan ini akan sangat bermanfaat bagi pengembangan mental kompetitif dan kepekaan akan kapasitas diri para santri.[]

Referensi:
1. A.M. Fachir (Editor), Potret Hubungan Indonesia-Mesir, Kedutaan Besar Republik Indonesia Cairo, 17 Agustus 2009, Cet. I. 2. Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur-Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII, Kencana Prenada Media Group - Jakarta, 2007, Cet. III. 3. Zaki S. Bahruddin, Konsep Pengembangan Kurikulum Menuju Pesantren Bertaraf Internasional, PPWS Ngabar Ponorogo, Juni 2008 4. Beberapa Website PPI Timteng dan hasil wawancara dengan beberapa pihak Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Timteng yang representatif, seperti Iran, Yaman, Libya, Pakistan, Syiria, Mesir, Saudi Arabia dan Yordan. (Draft wawancara terlampir). 5. Beberapa Website Pesantren dan hasil wawancara dengan beberapa pihak/alumni Pesantren yang representatif mewakili corak Pesantren secara umum, seperti Darussalam Gontor, Lirboyo Kediri, Nurul Jadid Probolinggo, Walisongo Ponorogo, Persis Garut-Bangil, Raudlatul Ulum SumSel, Bahrul Ulum Jombang, Arisalah Ponorogo, Raudhatul Hasanah Medan, Assalam Solo, AlMawaddah Ponorogo, dan lain-lain. (Draft Wawancara terlampir). 6. http://www.depag.go.id/,

You might also like