You are on page 1of 80

KEGAWATDARURATAN BEDAH ANAK

Gawat darurat adalah suatu keadaan bila tidak dilakukan tindakan segera dapat mengakibatkan seseorang kehilangan organ / anggota tubuhnya atau dapat mengancam jiwa. Kegawatdaruratan bedah terdiri atas : 1. Perdarahan 2. Obstruksi 3. Infeksi 4. Stranggulasi 5. Kombinasi dari beberapa kegawatan diatas

1.PERDARAHAN

Perdarahan adalah suatu kejadian dimana terdapatnya saluran pembuluh darah yang putus atau pecah (arteri,vena atau kapiler) akibat suatu trauma,dapat terjadi pada pembuluh darah bagian luar maupun bagian dalam.(1)

Klasifikasi Pendarahan ATLS membuat klasifikasi pendarahan berdasarkan persentase volume

kehilangan darah, sebagai berikut (2):


y

Kelas I : Dengan kehilangan volume darah hingga maksimal 15% of blood volume.

y y

Kelas II : Dengan kehilangan volume darah antara 15-30% dari total volume. Kelas III : Dengan kehilangan darah antara 30-40% dari volume pada sirkulasi darah.

Kelas IV : Dengan kehilangan yang lebih besar daripada 40% volume sirkulasi darah.

WHO menetapkan skala gradasi ukuran risiko yang dapat diakibatkan oleh pendarahan sebagai berikut: Grade 0 : tidak terjadi pendarahan Grade 1 : pendarahan petekial Grade 2 : pendarahan sedang dengan gejala klinis yang signifikan Grade 3 : pendarahan gross, yang memerlukan transfusi darah Grade 4 : pendarahan debilitating yang fatal, retinal maupun cerebral Perdarahan terbagi atas: 1. Perdarahan Thorax 2. Perdarahan Abdomen 3. Perdarahan Pelvis 4. Perdarahan Femur 5. Perdarahan Retroperitoneal

1. Perdarahan Thorax Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax atau dada yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax atau dada ataupun isi dari cavum thorax (rongga dada) yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan sakit pada dada (3). Trauma adalah penyebab utama kematian pada pasien yang lebih muda dari 18 tahun, terhitung lebih dari 5000 kematian setiap tahunnya. Meskipun trauma toraks hanya 5-12% tetapi itu merupakan kejadian kedua setelah cedera kepala sebagai penyebab kematian paling umum (4). Keterlibatan multisistemik dilaporkan lebih dari 50% anak dengan trauma toraks dan menandakan prognosis yang lebih buruk. Angka kematian akibat trauma toraks yang terisolasi adalah 5% dan pendekatan 20-35% dengan cedera perut atau kepala secara bersamaan, masing-masing (5)

Cedera toraks pada anak yang paling tepat didefinisikan sebagai cedera multisystemik. Tingkat mortalitas bervariasi tergantung pada sistem yang terkait. Analisis National Pediatric Trauma Registry mengungkapkan bahwa kejadian trauma tumpul sekitar 85% dari luka dada yang cukup serius untuk menjamin pengobatan .Hampir tiga perempat dari luka dada yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, dengan sisanya disebabkan sepeda motor-terkait trauma, jatuh, dan kecelakaan sepeda.(5) Trauma tembus terdiri 15% dari cedera dada pada anak-anak, dengan sebagian besar karena tembakan, luka pisau, dan

cedera dari benda tajam lainnya. Terlepas dari mekanisme trauma toraks, 15% dari anak-anak tidak bertahan hidup. Menurut analisis National Pediatric Trauma Registry, hampir setengah dari kematian pada mereka dengan cedera tumpul berhubungan dengan cedera neurologis, dibandingkan dengan cedera dada murni.(5)

Tanda Klinis 1. Temponade Jantung Gelisah, pucat, Peningkatan vena jugularis, bunyi jantung melemah, pekak jantung melebar, dan pada ECG terdapat low voltage seluruh lead. 2. Hematothorax Pada WSD darah yang keluar cukup banyak disertai dengan gangguan pernapasan. 3. Pneumothorax Nyeri dada mendadak dan sesak napas, kolaps sirkulasi, gagal pernapasan dengan sianosis.

Pemeriksaan fisik Prinsip pemeriksaan fisik pada trauma thorax: Inspeksi : Jejas, simetris, nafas paradoksal. Palpasi : NT(+), fremitus kanan dan kiri berbeda, krepitasi. Perkusi : Sonor(normal), redup(cairan), hipersonor(udara). Auskultasi : vesikuler, suara tambahan.

Penatalaksanaan Pengelolaan penderita terdiri dari: a) Primary survey, yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa, pertolongan ini dimulai dengan airway, breathing, dan circulation. b) Resusitasi fungsi vital. c) Secondary survey yang terinci. d) Perawatan definitif.

Karena hipoksia adalah masalah yang sangat serius pada trauma thorax, intervensi dini perlu dilakukan untuk pencegahan dan mengoreksinya. Trauma yang bersifat mengancam nyawa secara langsung dilakukan terapi secepat dan sesederhana mungkin. Kebanyakan kasus Trauma thorax yang mengancam nyawa diterapi dengan mengontrol airway atau melakukan pemasangan selang thorax atau dekompresi thorax dengan jarum. Secondary survey membutuhkan riwayat trauma dan kewaspadaan yang tinggi terhadap adanya trauma-trauma yang bersifat khusus. Cedera yang mengancam jiwa toraks adalah sebagai berikut:
y y y y y y y y

Obstruksi jalan napas dan cedera Paru-paru dan dinding dada luka Open pneumothorax Tension pneumothorax Hemopneumothorax Flail chest Widened mediastinum/aortic transection Cardiac tamponade Lakukan survei primer dan mengidentifikasi cedera secepat mungkin.

Pengetahuan tentang mekanisme cedera penting pada anak dan status vitalnya (misalnya, respirasi spontan, pulsa teraba, respon terhadap rangsangan, aktivitas listrik jantung) .Pada trauma tembus memiliki prognosis lebih baik dibandingkan pasien dengan trauma tumpul. Jika anak mengalami cedera toraks teembus dan telah kehilangan tanda-tanda vital, diindikasikan torakotomi resusitasi. Indikasi untuk torakotomi di UGD adalah sebagai berikut:
y y

Trauma tembus dengan tanda vital, tetapi respon tidak baik. Trauma tumpul dengan hilangnya tanda vital. Tanda: Perfusi kulit jelek (yaitu, capillary refill> 2 detik), takikardia, dinding dada yang tidak normal, perubahan status mental, dan hipotensi semua ciri ketidakstabilan pada anak. Jika cedera terdeteksi atau jika diagnosis tertunda, anak-anak ini dapat menjadi sekarat.

Anak yang stabil (yaitu, tanda-tanda vital normal, ventilasi dan oksigenasi, pengisian kapiler normal, keluaran urine yang memadai) dengan trauma toraks tumpul atau penetrasi prognosisnya akan lebih baik.

Macam Cedera: Airway injuries Cedera jalan nafas mungkin akibat dari trauma orofaringeal, benda asing, atau patologi langsung dalam dada yang mengarah ke pergeseran dari trakeobronkial. Dua macam dari cedera saluran napas termasuk obstruksi dan emfisema subkutan. Stridor inspirasi adalah ciri dari obstruksi jalan nafas pada atau di atas tingkat pita suara. Tanda-tanda lain dan gejala penyumbatan saluran napas termasuk agitasi, diaforesis, retraksi dinding dada, asimetri pernapasan, sianosis, dan, akhirnya, bradikardia berhubungan dengan hipoksemia berat.

Rontgen dada menunjukkan aspirasi posteroanterior ke dalam bronkus mainstem kiri. Gejala awal termasuk stridor ekspirasi.

Emfisema subkutan dari dada dan leher setelah gangguan trakea dalam 13-tahun Chest wall and lung injuries (4,6) Dibandingkan dengan orang dewasa, anak-anak memiliki kandungan yang lebih besar dari tulang rawan pada tulang rusuk mereka, sehingga begitu elastis. Diagnosis patah tulang rusuk akut dibuat dengan radiografi. Beberapa patah tulang rusuk pada anak harus selalu meningkatkan kecurigaan pelecehan anak. Perdarahan dari dalam dada jarang pada anak-anak, terutama karena rendahnya insiden patah tulang rusuk (lihat gambar di bawah).

Pendarahan biasanya dari suatu pembuluh interkostal atau parenkim paru. Terlepas dari sumber, hemothorax harus dievakuasi untuk menghindari atelektasis, ventilasi-perfusi mismatch, fibrothorax, dan paru-paru restriktif. Perdarahan awal lebih dari 20 mL / kg atau kehilangan darah terus lebih dari 2-3 ml / kg / jam selama 3 jam berturut-turut mungkin merupakan indikasi untuk torakotomi terbuka.

Mediastinum melebar dan gangguan aorta (4) Trauma tumpul dapat melukai aorta atau cabang-cabang arkus aorta. Ini adalah cedera yang sangat jarang terjadi pada anak. Biasanya diakibatkan oleh trauma(jatuh).

Kiri: radiografi dada polos menggambarkan mediastinum melebar. Kanan: Gambar menggambarkan apa yang terjadi ketika pecah aorta. Aortography adalah prosedur diagnostik pilihan

Aortograph lateral menunjukkan sobekan pada tingkat ligamentum arteriosum. Cardiac injuries Myocardial contusion adalah cedera yang paling umum..Patologi melibatkan penurunan aliran darah ke otot jantung yang diikuti oleh iskemia. Ruptur diafragma (7) Sebuah hemidiaphragma meninggi asimetris menandakan adanya ruptur.

Radiografi

dada

posteroanterior

melukiskan

hemidiaphragma

kiri

meninggi,bising usus terdengar di dada. Perforasi esofagus (8) Esophageal injury dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme. Penyebab paling umum adalah trauma endoskopi dari esophagoscopy, pelebaran, atau transesophageal echocardiography. Pasien dengan perforasi servikal mengalami nyeri leher, disfagia, disfonia, atau regurgitasi. Perforasi dengan cepat dapat mencemari intrathoracic mediastinum, menyebabkan nyeri dada, takikardi, tachypnea, demam, dan leukositosis. Diagnosis perforasi esofagus servikal dibantu oleh roentgenography lateral, Radiografi polos juga dapat mendeteksi pelebaran mediastinum dengan atau tanpa air-fluid level, emfisema subkutan, dan pengumpulan cairan pleura. 2. Perdarahan Abdomen (9,10) Kasus-kasus kegawatdaruratan pada sistem pencernaan bisa disebabkan karena trauma dan non trauma. Untuk kasus kegawatdaruratan sistem cerna ini biasa disebut dengan akut abdomen. Definisi dari akut abdomen sendiri adalah suatu keadaan klinik akibat kegawatan di rongga abdomen biasanya timbul secara mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama yang memerlukan penanganan segera. Hal ini bisa disebabkan karena pertama adanya inflamasi/peradangan pada appendiks secara akut atau sudah terjadi perforasi apendiks, tukak lambung, usus tifus, pankreatitis akut, kolesistitis akut. Kedua, adanya ileus obstruksi baik disebabkan karena

adanya hernia inkarserata maupun karena adanya volvulus usus. Ketiga, karena adanya iskemia yang disebabkan karena adanya kelainan atau penyumbatan

vaskuler. Keempat, adanya perdarahan bisa disebabkan karena adanya kehamilan ektopik, atau aneurisma yang pecah, Kelima, karena adanya cedera/trauma dimana terjadi perforasi organ berongga, perdarahan hati atau limpa.

Gejala dan tanda Tanda-tanda perdarahan di saluran pencernaan bagian atas termasuk:
y y y y

Muntah disertai darah merah segar Muntah seperti kopi Feses berwarna hitam Darah hitam bercampur dengan feses hitam Tanda-tanda perdarahan di saluran pencernaan bawah meliputi:

kotoran tercampur atau dilapisi darah segar

Pemeriksaan fisik Untuk pemeriksaan fisik lakukan inspeksi, auskultasi, perkusi dan baru palpasi. Untuk inspeksi lihat mulai dari keadaan umum klien, ekspresi wajah, tanda-tanda vital, sikap berbaring, gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, daerah lipat paha (inguinal, skrotum bila terdapat hernia biasanya ditemukan benjolan). Pada trauma abdomen biasanya ditemukan kontusio, abrasio, lacerasi dan echimosis. Echimosis merupakan indikasi adanya perdarahan di intra abdomen.

Penatalaksanaan Survei Primer Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure) Survei ini dikerjakan secara serentak dan harus selesai dalam 2-5 menit. Airway Menilai jalan nafas bebas. Jika ada obstruksi, lakukan : y Chin lift/ Jaw thrust y Suction

10

y Guedel Airway y Intubasi trakea Breathing Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan : y Beri oksigen Circulation Menilai sirkulasi/peredaran darah y Hentikan perdarahan external bila ada y Segera pasang dua jalur infus dgn jarum besar (14-16G) y Beri infus cairan Penilaian ulang ABC diperlukan bila kondisi pasien tidak stabil.

Etiologi Berdasarkan umur dikelompokkan menjadi:


y y y y

Neonatus Anak berusia 1 bulan sampai 1 tahun Anak berusia 1-2 tahun Anak berusia lebih dari 2 tahun (>2tahun)

Neonatus (9) Fissura Analis adalah penyebab paling umum dari perdarahan saluran cerna pada bayi. Selain itu, penyebab paling umum dari perdarahan GI neonatal meliputi enteritis bakteri, alergi protein susu, intususepsi, aliran darah ibu, dan hiperplasia lymphonodular. Erosi mukosa esophagus, lambung, dan duodenum juga sering menjadi penyebab perdarahan GI pada neonatal. Kerusakan ini disebabkan oleh peningkatan sekresi asam lambung dan kelemahan sphincters lambung pada bayi. Stres ibu pada trimester ketiga diduga meningkatkan sekresi gastrin ibu dan meningkatkan pembentukan ulkus peptikum.

11

Perdarahan saluran pencernaan bagian atas pada anak usia 1 bulan sampai 1 tahun (9) Esofagitis peptikum disebabkan oleh refluks gastroesophageal (GER) adalah penyebab paling umum dari perdarahan pada kelompok usia ini. Dalam etiologinya terbagi atas etiologi primer dan sekunder. Gastritis primer adalah berhubungan dengan Helicobacter pylori infeksi dan merupakan penyebab paling umum dari gastritis pada anak-anak . Penyebab lain gastritis primer termasuk steroid dan obat anti-inflamasi (OAINS) menggunakan, sindrom Zollinger-Ellison , dan penyakit Crohn . Gastritis sekunder terjadi dalam hubungan dengan penyakit sistemik yang parah yang mengakibatkan iskemia mukosa dan menghasilkan mukosa lambung erosif dan hemoragik difus.

Perdarahan saluran cerna bawah pada anak usia 1 bulan sampai 1 tahun (9) Fissura anal mengakibatkan keluarnya darah merah terang pada anal. Intussusception adalah penyebab paling mungkin dari perdarahan saluran cerna bagian bawah pada bayi berusia 6-18 bulan. Gangren usus merupakan penyebab umum dari perdarahan saluran cerna bagian bawah. Penyebabnya karena malrotasi dengan volvulus, sisa

omphalomesenteric dengan volvulus, hernia internal, segmental usus kecil volvulus, dan, jarang, volvulus sigmoid .

Perdarahan saluran cerna atas pada anak usia 1-2 tahun (9) Pada anak yang lebih dari 1 tahun, penyakit ulkus peptikum adalah penyebab paling umum dari hematemesis. Etiologi, yang meliputi penggunaan NSAID, yang mirip dengan yang disebutkan dalam pembahasan di atas gastritis. Sebagian besar tukak lambung terjadi pada anak-anak rentang usia ini adalah sekunder terhadap penyakit sistemik lain, seperti luka bakar (ulkus Curling), trauma kepala (ulkus Cushing), keganasan, atau sepsis.

12

Perdarahan saluran cerna bawah pada anak usia 1-2 tahun (9) Kebanyakan polip pada orang dari kelompok usia ini adalah tipe remaja dan terletak di sepanjang usus besar. Ini adalah hamartomas jinak dan biasanya tidak memerlukan pengobatan, karena mereka autoamputate. Sebuah polip juvenil terlihat di bawah ini.

Insiden : 10-15 th Gejala Divertikel: Painless rectal bleeding, darah warna merah hitam,kadang-kadang melena. Terapi dengan: Divertikulektomi dan Reseksi anastomose Meckel diverticulum (lihat gambar di bawah) terjadi pada 2% dari populasi. Perdarahan saluran cerna karena Divertikulum Meckel disebabkan erosi perdarahan pada ulkus divertikel oleh sekresi asam dari mukosa lambung ektopik. Erosi ke dalam arteriol kecil menyebabkan nyeri, perdarahan rektum cepat. Tempat ulkus umumnya di dasar divertikulum dimana mukosa ektopik dan ileum yang normal bergabung. Lebih jarang, ulkus muncul di ileum distal.

13

Perdarahan saluran cerna atas pada anak usia lebih dari 2 tahun (9) Varises esofagus akibat hipertensi portal dapat dari, terlepas dari kelompok usia. Para peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui sistem portal adalah karena prehepatic, intrahepatik, dan obstruksi suprahepatic, tetapi penyebab paling umum dari hipertensi portal pada anak-anak termasuk trombosis vena portal (prehepatic) dan atresia bilier (intrahepatik). Penyebab paling umum dari perdarahan GI atas pada anak yang lebih tua dari 12 tahun ulkus duodenum, esofagitis, gastritis, dan Mallory-Weiss tears.

Perdarahan saluran cerna bawah pada anak usia lebih dari 2 tahun (9) Penyebab paling umum dari perdarahan saluran cerna bawah pada anak lebih tua dari 2 tahun juvenile polip, dan ini tetap berlaku sampai pasien adalah remaja. Inflammatory bowel disease juga menjadi penyebab umum dari perdarahan GI dalam kelompok usia ini. Pendarahan kurang umum pada orang dengan penyakit Crohn dibandingkan pada orang dengan radang borok usus besar, namun keduanya mungkin memiliki diare berdarah sebagai bagian dari skenario klinis. Anak-anak ini umumnya memiliki diagnosis IBD mapan sebelum perdarahan akut atau kronis memerlukan intervensi. Infeksi diare dicurigai bila terjadi perdarahan GI rendah dalam hubungannya dengan porfuse diare. Penggunaan antibiotik baru-baru ini menimbulkan kecurigaan terkait antibiotik dan kolitis ulcerative Clostridium difficile. 2 patogen yang paling umum pada diare menular Escherichia coli dan spesies Shigella. 3. Perdarahan Pelvis Anatomi Tulang panggul (pelvis) terdiri dari dua tulang coxae, sacrum dan coccygeus. Berartikulasi di anterior yaitu pada simphisis pubis, di posterior pada artikulasio sacroiliaca. Struktur mirip cekungan ini

14

memindahkan berat dari badan ke tungkai bawah dan memberikan perlindungan pada viscera, pembuluh darah , dan saraf di pelvis (10). Stabilitas cincin pelvis tergantung pada kekakuan tulang-tulang dan integritas ligament yang kuat yang mengikat tiga segmen tulang bersama-sama pada simphisis pubis dan artikulasio sacroiliaca. Ligamen pengikat yang paling kuat dan yang paling penting dalah ligament sacroiliaca dan ligament iliolumbal. Selama ligament-ligamen itu utuh, penahan beban tidak akan terganggu. Ini adalah factor yang penting untuk membedakan cidera yang stabil dan yang tidak stabil pada cincin pelvis (10). Tulang coxae (panggul) terdiri dari tiga tulang, yaitu tulang pubis, ilium, dan ischium yang berhubungan secara sinostosis pada fossa acetabuli, yang dibatasi oleh limbus acetabuli dan dikelilingi oleh facies lunata. Incisura acetabuli membuka acetabulum ke inferior dan berbatasan dengan foramen obturatorium (10). Tulang coxae atau disebut juga dengan innominate bone bentuknya datar dan lebar, merupakan os ireguler yang membentuk bagian terbesar pelvis. Tulang ini tersusun atas tiga buah tulang yaitu tulang ilium, tulang ischium dan tulang pelvis yang corpusnya bersatu di acetabulum, yang terletak di facies eksterna tulang ini. Tulang ilium, disebut demikian karena menyangga pinggul, lebar di bagian superior dan membentang ke cranial dari acetabulum. Tulang ischium letaknya paling bawah dan merupakan bagiab paling kuat, berjalan ke bawah dari acetabulum dan memanjang ke tuber ischiadicum, kemudian melengkung ke ventral, bersama-sama tulang pubis membentuk lubang besar yaitu foramen obturatorium. Tulang pubis memanjang ke medial dari acetabulum dan bersendi di linea mediana dengan tulang pubis sisi yang berseberangan dengan membentuk simfisis osseum pubis, membentuk bagian depan pelvis (10). Tulang pubis terdiri dari ramus superior ossis pubis dan ramus inferior ossis pubis. Kedua rami tersebut dibatasi oleh foramen obturatorium. Dekat ujung superior medialis facies symphysialis terdapat

15

tuberculum pubicum dari sana terdapat crista pubica terbentang ke medialis dan pectin pubis mengarah ke lateralis terhadap linea arcuata. Pada tempat peralihan dari ramus superior pubis ke ilium terdapat peninggian disebut eminentia iliopubica. Sulcus obturatorius terletak inferior terhadap tuberculum pubicum dan dibatasi sebelah dalam oleh tuberculum obturatorium anterius dan tuberculum obturatorium posterius yang tidak selalu ada (10). Tulang ilium dibagi menjadi bagian corpus ossis ilii dan ala ossis ilii. Corpus membentuk bagian acetabulum dan dibatasi sebelah luar oleh sulcus supra acetabularis dan di sebelah dalam oleh linea arcuata. Di bagian luar ala ossis ilii terdapat facies glutealis dan sebelah dalamnya terdapat fossa iliaca mudah dilihat. Di belakang fossa iliaca terdapat facies sacropelvica dengan tuberositas iliaca dan facies aurikularis. Crista iliaca mulai dari anterior pada spina iliaca anterior superior dan dibagi atas crista iliaca labium labium eksternum dan crista iliaca labium internum, serta linea intermedia yang memanjang ke atas dank e belakang. Terdapat juga di bagian lateralis lbium eksternum berupa tuberositas iliaca. Ujung crista iliaca berakhir pada spina iliaca superior posterior. Di bawah yang terakhir ini terdapat spina iliaca posterior inferior, sedangkan yang di bawah depan terdapat spina iliaca anterior inferior. Linea glutealis inferior, linea glutealis anterior, linea glutealis posteriorterletak pada facies glutealis. Selain itu terdapat juga beberapa saluran vaskuler diantaranya yang sesuai dengan fungsinya yaitu vasa emissaria (10). Tulang ischium dibagi atas corpus ossis ischii dan ramus ossis ischii, yang bersama-samadengan ramus inferior ossis pubis membentuk batas bawah foramen obturatorium. Tonjolan ischium disebut spina ischiadica yang memisahkan incisura ischiadica mayor dengan incisura ischiadica minor. Incisura ischiadica mayor dibentuk sebagian oleh ischium dan sebagian lagi oleh ilium, serta mengarah ke permukaan bawah facies aurikularis. Tuber ischiadicum berkembang pada ramus ischium (10).

16

Cabang utama dari arteri iliaca komunis muncul di dalam pelvis diantara sendi sacroiliaca dan incisura ischiadica mayor. Bersama cabangcabang venanya, pembuluh-pembuluh itu mudah terkena cidera bila fraktur mengenai bagian posterior cincin pelvis. Saraf pada pleksus lumbalis dan sacralis juga juga menghadapi resiko bila tejadi cidera pelvis posterior (10). Kandung kemih terletak di belakang simphisis pubis. Trigonum dipertahankan pada posisinya dengan ligament lateralis kandung kemih, dan pada pria dengan prostat. Prostat terlerak diantara kandung kemih dan dasar pelvis. Prostat dipertahankan di bagian lateral dengan serabut medial dari levator ani, sedangkan di bagian anterior terikat erat pada tulang pubis oleh ligament puboprostat. Pada wanita trigonum juga melekat pada serviks dan forniks vagina anterior. Urethra dipertahankan oleh otot dasar pelvis serta ligament pubourethra. Akibatnya pada wanita urethra jauh lebih mobil dan cenderung lebih sulit terkena cidera (10). Pada waktu lahir hingga usia anak, buli-buli terletak di rongga abdomen. Namun semakin bertambahnya usia tempatnya turun dan berlindung di dalam kavum pelvis, sehingga kemungkinan mendapatkan trauma dari luar jarang terjadi. Angka kejadian trauma buli kurang lebih 2% dari seluruh trauma urogenitalia. Hampir sekitar 90% trauma buli akibat fraktur pelvis. Apabila terjadi kontusio kandung kemih bias dipasang kateter dengan tujuan untuk memberikan istirahat pada kandung kemih, dengan cara ini diharapkan dapat sembuh 7-10 hari. (10) Pada cidera pelvis yang berat urethra membranosa dapat rusak bila prostat dipaksa ke belakang sementara urethra tetap diam. Bila ligament puboprostat robek, prostat dan dasar kandung kemih dapat banyak mengalami dislokasi dari urethra membranosa (10). Kolon pelvis dengan mesenteriumnya merupakan struktur yang mobil sehingga tidak mudah cidera. Tetapi, rectum dan saluran anus lebih erat tertambat pada struktur urogenital dan otot dasar pelvis sehingga mudah terkena bila terjadi fraktur pelvis (10).

17

Pada perkembangannya selama masa kehamilan, terdapat tiga bakal tulang, yaitu pada bulan ketiga dalam kandungan (ilium), pada bulan keempat sampai kelima (ischium) dan pada bulan kelima sampai keenam (pubis). Ketiga bakal tulang tersebut bersatu pada pusat acetabulum yaitu penyatuan berbentuk Y. Di dalam acetabulum satu atau lebih masingmasing pusat osifikasi berkembang antara usia 10 sampai 12 tahun. Sinostosis ketiga tulang terjadi antara usia 5 dan 7 tahun tetapi di dalam acetabulum sendiri tidak sampai antara usia 15 dan 17 tahun. Pusat-pusat osifikasi epifisis terjadi pada spina pada usia 16 tahun, pada tuberositas ischii dan crista iliaca terjadi pada usia antara 13 dan 15 tahun (10). Etiologi Fraktur dengan kehilangan darah (major blood loss) paling sering terjadi pada fraktur pelvis dan fraktur femur. Hal ini disebabkan vaskularisasi yang ekstensif pada kedua daerah tersebut. Apabila terjadi perdarahan secara signifikan (lebih dari 1 liter) dapat berakibat secara sistemik, seperti shock, hipotensi, dan takikardia. Sekitar 40 persen pasien dengan fraktur pelvis mengalami perdarahan intraabdominal yang dapat berujung pada kematian.(11) Sekitar 70% dari kasus fraktur pelvis terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor. 25% kasus didapatkan akibat jatuh dari ketinggian , dan ternyata trauma tumpul didapatkan lebih dari 90% kasus cedera urethra. Secara keseluruhan pada terjadinya fraktur pelvis, ikut pula terjadi cedera urethra bagian posterior ( 3,5%-19%) pada pria dan (0%-6%) pada urethra perempuan.(11) Fraktur pada daerah pelvis biasanya karena cedera akibat terlindas ( crush injury), dimana kekuatan besar mengenai pelvis. Trauma ini juga seringkali disertai dengan cedera pada anggota tubuh lainnya seperti cedera kepala, thorax, intra abdomen, dan daerah genitalia. Biasanya penyebab perdarahan pada fraktur pelvis adalah dari pleksus vena pelvis posterior dan perdarahan yang menghapus permukaan tulang. Sekitar 18

<10% kasus perdarahan, disebabkan dari perdarahan arteri. Pengobatan awal harus berfokus pada kontrol perdarahan vena. Reduksi dan stabilisasi pada dislokasi cincin pelvis membantu mencapai pengontrolan tersebut. Reduksi akan mengurangi volume pelvis dan lakukan tampon pembuluh darah yang mengalami perdarahan dengan cara kompresi viscera dan hematom pelvis. Stabilisasi mempertahankan reduksi dan mencegah pergerakan hemipelvis, mengurangi nyeri dan membatasi disrupsi gumpalan terorganisir. Reduksi dan stabilisasi saja biasanya mengontrol perdarahan vena, maka pasien yang tidak merespon manuver ini lebih mungkin mendapat perdarahan arteri.(12) Klasifikasi Pada fraktur pelvis, terdapat beberapa lokasi yang sangat rentan terjadinya perdarahan setelah fraktur yaitu : 1. Fraktur yang terisolasi dengan cincin pelvis yang utuh a. Fraktur avulsi. Fraktur ini biasanya ditemukan pada olahragawan dan atlet. Muskulus Sartorius dapat menarik spina iliaca anterior superior, rektus femoris menarik spina iliaca anterior inferior , adductor longus menarik sepotong pubis, dan urat-urat lurik menarik bagian-bagian iskium. Nyeri hilang biasanya dalam beberapa bulan. Avulsi pada apofisis iskium oleh otot-otot lutut jarang mengakibatkan gejala menetap, dalam hal ini reduksi terbuka dan fiksasi internal diindikasikan. b. Fraktur langsung. Pukulan langsung pada pelvis, biasanya setelah jatuh dari tempat tinggi, dapat menyebabkan fraktur iskium atau ala ossis ilii. Dalam hal ini memerlukan bed rest total sampai nyeri mereda. c. Fraktur-tekanan. Fraktur pada rami pubis cukup sering ditemukan dan sering dirasakan yidak nyeri. Pada pasien osteoporosis dan osteomalasia yang berat. Yang lebih sulit didiagnosis adalah fraktur-tekanan disekitar

19

sendi sacroiliaca. Ini adalah penyebab nyeri sacroiliaca yang tak lazim pada orangtua yang menderita osteoporosis. 2. Fraktur pada cincin pelvis Telah lama diperdebatkan bahwa karena kakunya pelvis, patah di suatu tempat cincin pasti diikuti pada tempat yang lainnya, kecuali fraktur akibat pukulan langsung atau fraktur pada anak-anak yang simfisis dan sendi sacroiliaca masih elastic. Tetapi, patahan kedua sering tidak ditemukan, baik karena fraktur tereduksi segera atau karena sendi sacroiliaca hanya rusak sebagian. Dalam hal ini fraktur yang kelihatan tidak mengalami pergeseran dan cincin bersifat stabil. Fraktur atau kerusakan sendi yang jelas bergeser, dan semua fraktur cincin ganda yang jelas, bersifat tak stabil. Perbedaan ini lebih bernilai praktis daripada klasifikasi kedalam fraktur cincin tunggal dan ganda. Tekanan anteroposterior, cidera ini biasanya disebabkan oleh tabrakan frontal saat kecelakaan. Rami pubis mengalami fraktur atau tulang inominata retak terbelah dan berotasi keluar disertai kerusakan simphisis. Fraktur ini biasa disebut open book. Bagian posterior ligament sacroiliaca robek sebagian, atau mungkin terdapat fraktur pada bagian posterior ilium. Tekanan lateral, tekanan dari sisi ke sisi pelvis menyebabkan

cincin melengkung dan patah. Di bagian anterior rami pubis, pada stu atau kedua sisi mengalami fraktur dan di bagian posterior terdapat strain sacroiliaca yang berat atau fraktur pada ilium, baik pada sisi yang sama seperti fraktur rami pubis atau pada sisi yang sebaliknya pada pelvis. Apabila terjadi pergeseran sendi sacroiliaca yang besar maka pelvis tidak stabil. Pemuntiran vertical, tulang inominata pada satu sisi bergeser secara vertical, menyebabkan fraktur vertical, menyebabkan fraktur rami pubis dan merusak daerah sacroiliaca pada sisi yang sama. Ini secara khas terjadi tumpuan dengan salah satu kaki saat terjatuh dari ketinggian. Cidera ini 20

biasanya berat dan tidak stabil dengan robekan jaringan lunak dan perdarahan retroperitoneal. Tile (1988) membagi fraktur pelvis ke dalam cidera yang stabil, cidera yang secara rotasi tak stabil dan cidera yang secara rotasi dan vertikal tak stabil. Tipe A/stabil; ini temasuk avulse dan fraktur pada cincin pelvis dengan sedikit atau tanpa pergeseran, Tipe B yaitu secara rotasi tidak stabil tapi secara vertikal stabil. Daya rotasi luar yang mengena pada satu sisi pelvis dapat merusak dan membuka simfisis biasa disebut fraktur open book atau daya rotasi internal yaitu tekanan lateral yang dapat menyebabkan fraktur pada rami iskiopubik pada salah satu atau kedua sisi juga disertai cidera posterior tetapi tida ada pembukaan simfisis. Tipe C yaitu secara rotasi dan vertical tak stabil, terdapat kerusakan pada ligament posterior yang keras dengan cidera pada salah satu atau kedua sisi dan pergeseran vertical pada salah satu sisi pelvis, mungkin juga terdapat fraktur acetabulum. Gambaran Klinik 1. Pada cidera tipe A pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri bila berusaha berjalan. Terdapat nyeri tekan local tetapi jarang terdapat kerusakan pada viscera pelvis. Foto polos pelvis dapat mempelihatkan fraktur. 2. Pada cidera tipe B dan C, pasien mengalami syok berat, sangat nyeri dan tidak dapat berdiri, tidak dapat kencing. Mungkin terdapat darah di meatus eksternus. Nyeri tekan dapat bersifat local tapi sering meluas, dan usaha menggerakkan satu atau kedua ossis ilii akan sangat nyeri. Salah satu kaki mungkin mengalamai anastetik sebagian karena mengalami cidera saraf skiatika. Cidera ini sangat hebat sehingga membawa resiko tinggi terjadinya kerusakan visceral, perdarahan di dalam perut dan retroperitoneal, syok, sepsis dan ARDS. Angka kematian juga cukup tinggi.

21

Pemeriksaan Penunjang Sinar X dapat memperlihatkan fraktur pada rami pubis, fraktur ipsilateral atau kontra lateral pada elemen posterior, pemisahan simfisis, kerusakan pada sendi sacroiliaca atau kombinasi. CT-scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat cidera. Penatalaksanaan Pada setiap pasien yang mengalami cidera berat, langkah pertama adalah memastikan bahwa saluran nafas bersih dan ventilasi tidak terhalang. Resusitasi harus segera dimulai dan perdarahan aktif dikendalikan. Pasien dengan cepat diperiksa untuk mencari ada tidaknya cidera ganda. Foto sinar-X AP harus segera dilakukan. Kemudian dilakukan pemeriksaan lebih cermat dengan

memperlihatkan pelvis, perut, perineum dan rectum. Liang meatus urethra diperiksa untuk mencari tanda perdarahan. Tungkai bawah juga diperiksa untuk mencari tanda cidera saraf. Apabila keadaan umum sudah stabil, pemeriksaan sinar-X dapat dilakukan. Apabila dicurigai terdapat robekan urethra dapat dilakukan uretrogram secara pelan-pelan. Sampai tahap ini dokter yang memeriksa sudah mendapat gambaran yang baik mengenai keadaan umum pasien, tingkat cidera pelvis, ada tidaknyacidera visceral dan kemungkinan berlanjutnya perdarahan di rongga perut atau retroperitoneal. Untuk perdarahan yang hebat, diagnosisnya sekalipun tampak jelas bahwa berlanjutnya syok adalah akibat perdarahan, tidaklah mudah untuk menemukan sumber perdarahan itu. Pasien dengan tanda-tanda abdomen yang mencurigakan harus diselidiki lebih lanjut dengan aspirasi peritoneum atau pembilasan. Kalau terdapat aspirasi diagnostic, perut harus dieksplorasi untuk menemukan dan menangani sumber perdarahan. Tetapi, kalau terdapat hematom retroperitoneal yang besar , ini tidak boleh

22

dievakuasi karena hal ini dapat melepaskan efek tamponade dan mengakibatkan perdarahan yang tak terkendali. Cidera urologi terjadi sekitar 10% pasien dengan fraktur cincin pelvis. Karena pasien sering sakit berat akibat cidera yang lain, mungkin dibutuhkan kateter urin untuk memantau keluaran urin. Tidak boleh memasukkan kateter diagnostic karena kemungkinan besar ini akan mengubah robekan sebagian menjadi robekan lengkap. Untuk robekan yang tak lengkap, pemasukan kateter suprapubiksebagai prosedur resmi saja yang dibutuhkan. Sekitar 50% robekan tak lengkap akan sembuh dan tidak banyak memerlukan penanganan jangka panjang. Terapi robekan uretra lengkap masih controversial. Realignment primer pada uretre dapat dicapai dengan melakukan sistotomi suprapubik, mengevakuasi hematom pelvis dan kemudian memasukkan kateter melewati cidera untuk mendrainase kandung kemih. Kalau kandung kemih mengambang tinggi, ini harus direposisi dan diikat dengan penjahitan melalui bagian anterior bawah kapsul prostat. Untuk penanganan fraktur, pada fraktur tipe A hanya

membutuhkan istirahat total di tempat tidur, dikombinasi denagn traksi tungkai bawah kurang lebih 4-6 minggu. Fraktur tipe B, apabila cidera open book kurang dari 2,5cm biasanya dapat diterapi dengan bed rest total dengan pemasangan korset elastic bermanfaat untuk mengembalikan ke posisi semula. Apabila lebih dari 2,5cm dapat dicoba dengan membaringkan pasien miring dan menekan ala ossis ilii. Selain itu juga dapat dilakukan fiksasi internal apabila fiksasi eksternal tidak berhasil dilakukan. Fraktur tipe C merupakan paling berbahaya dan paling sulit diterapi. Pasien harus bedrest total kurang lebih selama 10 minggu. Operasi berbahaya dilakukan karena bias terjadi perdarahan massif dan infeksi. Pemakaian traksi kerangka dan fiksasi luar mungkin lebih aman.

23

Komplikasi Nyeri sacroiliaca sering ditemukan setelah fraktur pelvis tak stabil dan kadang memerlukan artrodesis pada sendi sacroiliaca. Cidera saraf skiatika biasanya sembuh tetapi kadang memerlukan eksplorasi. Cidera uretra berat bisa menimbulkan striktur uretra, inkontinensia dan impotensi. Ruptur uretra posterior paling sering disebabkan oleh fraktur tulang pelvis. Frakttur yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada cincin pelvis dapat menyebabkan robekan uretra pars prostate-membranacea. Fraktur pelvis dan robekan pembuluh darah yang berada di kavum pelvis menyebabkan hematom yang luas di kavum retzius sehingga jika ligamentum pubo-prostatikum ikut robek, prostat beserta buli-buli akan terangkat ke cranial.(13) Ruptur uretra anterior , cidera dari luar yang sering menyebabkan kerusakan uretra anterior adalah straddle injury (cidera selangkangan) yaitu uretra terjepit diantara tulang pelvis dan benda tumpul. Jenis kerusakan uretra yang terjadi berupa kontusio dinding uretra, rupture parsial, atau ruptur total dinding uretra. Pada kontusio uretra pasien mengeluh adanya perdarahan per-uretram atau hematuria. Jika terdapat robekan pada korpus spongiosum, terlihat adanya hematom pada penis atau butterfly hematom. Pada keadaan ini seringkali pasien tidak dapat miksi.(13) 4. Perdarahan Femur Anatomi Femur Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala

24

femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur. (14) Perkembangan pada femur proksimal khususnya pada epifisis dan fisis adalah sangat kompleks di antara region pertumbuhan skeletal apendikular. Osifikasi sekunder biasanya dimulai pada kaput femur yaitu pada usia 4 5 bulan post natal (rentang usia 2-10 bulan). Proses ini dimulai pada bagian sentral yang menyebat secara sentrifugal, bahkan penyesuaian bentuk hemisfer dari permukaan articular pada saat anak berusia 6 8 tahun dan membentuk sebuah lempeng subkondral yang berlainan yang mengikuti kontur dari fisis kaput femur. Pusat osifikasi tergantung pada suplai vaskular; dan penurunan aliran darah secara permanen dan sementara, yang mungkin terjadi pada fraktur leher femur (femoral neck fracture), yang berakibat pada kemampuan osifikasi kaput femur untuk meneruskan proses maturasi normal dan transformasi condro osseus.(15) Secara keseluruhan perkembangan kaput femur dan epifisis trokanter memiliki kartilago yang berkelanjutan sepanjang sisi posterior dan superior pada leher femur. Walaupun region ini secara umum tipis pada anak anak yang sedang tumbuh, hal ini perlu untuk pertumbuhan lintang normal pada leher femur. Akibat kerusakan pada leher femur, misalnya akibat fraktur leher femur, mungkin secara serius akan mengganggu kapasitas karilago region leher femur untuk berkembang secara normal. (15) Pada anak anak, fraktur leher femur dan intertrokanter merupakan cedera yang paling sering terjadi. Ratliff mengulas kembali 71 kasus fraktur leher femur pada pasien -pasien berusia di bawah 17 tahun. Insidensi tertinggi cedera tampak pada rentang usia 11 13 tahun.(15) Fraktur di sekitar sendi panggul merupakan akibat paksaan seperti trauma akibat enrgi tinggi atau yang paling jarang dikaitkan dengan

25

kondisis patologis. Fraktur pada leher femur juga dapat sebagai gambaran yang tidak khas pada kekerasan terhadap anak (child abuse) yang juga sering terjadi akhir akhir ini. insidensi secara keseluruhan dari fraktur leher femur pada anak anak kurang dari 1%. Umumnya fraktur leher femur terjadi pada anak anak di semua usia, tetapi insidensi tertinggi terjadi pada usia 11 12 tahun, dengan persentase 60 -75% terjadi pada anak laki laki, sekitar pada usia yang sama sebagai slipped upper femoral epiphysis (SUFE) pada insidensi puncaknya.(16) Parsch (2010) menyebutkan bawa fraktur batang femur (femoral shaft fracture) termasuk diantaranya region subtrokanter dan

suprakondilar berkisar 1,6% pada semua fraktur pada anak. Rasio antara anak laki laki dan perempuan adalah 2 : 1, rasio ini mungkin akan mengalami perubahan jika semakin banyak anak perempuan yang berpartisipasi pada olah raga seperti sepak bola. Insidensi ini tampaknya terdistribusi pada anak anak usia muda dan pada remaja muda. Tingkat terjadinya fraktur batang femur per tahunnya adalah 19 per 100.000 anak anak.(16)

A.4.1. Fraktur Leher Femur Etiologi Fraktur disekitar sendi panggul merupakan akibat paksaan seperti trauma energi tinggi atau pada keadaan yang yang jarang yang sering dikaitkan dengan kondisi patologis. Fraktur leher femur pada gambaran yang tidak khas merupakan suatu kekerasan terhadap anak (child abuse) yang juga sering terjadi akhir akhir ini. insidensi secara keseluruhan pada fraktur leher femur pada anak anak adalah kurang dari 1%. Fraktur ini terjadi pada anak anak semua usia, tetapi insidensi tertinggi pada usia 11 tahun dan 12 tahun, dengan 60 70% terjadi pada anak laki laki. Pada Negara berkembang penyebab paling sering adalah kecelakaan lalu lintas sedangkan pada negara maju umunya penyebabnya adalah jatuh dari

26

ketinggian seperti dari pohon dan atap rumah. 30% pasien pasien ini mengalami cedera yang berkaitan dengan dada, kepala, dan abdomen. Cedera pada ekstremitas seperti fraktur femur, tibia fibula, dan pelvik juga sering. Hal lain yang sering menyebabkan fraktur femur pada anak adalah child abuse. Pada neonatus, cedera lahir dapat menyebabkan pemisahan transipiphyseal (17). Fraktur femur dapat menyebabkan kehilangan darah yang sangat masif karena strukturnya yang sangat vaskular. Lieurance et al mengemukakan bahwa sekitar 40 persen penderita fraktur femur mengalami kehilangan darah rata-rata sebanyak 1.276 cc. Hal ini dapat diminimalisasi dengan cara mengimobilisasi tulang yang mengalami fraktur, memperbaiki deformitas, menyambung (ligasi) pembuluh darah serta resusitasi. (14). Klasifikasi Delbet mempublikasikan klasifikasi standar dari fraktur femur proksimal pada tahun 1907. Tabel 1. Klasifikasi pada fraktur panggul pada anak anak (Delbet) : (17) Tipe I Pemisahan transepiphyseal (dengan atau tanpa

dislokasi kepala femur dari asetabulum) Tipe II Tipe III Tipe IV Transervikal Servikotrochantrik Intertrokanter

Tabel 2. Fraktur leher femur pediatric tipe dan karakteristik pentingnya : Tipe Delbet Tipe I Insidensi 8% Penyebab Trauma energi tinggi Child abuse y Karakteristik penting y 50% kasus terjadi dengan dislokasi kaput epifisis Risiko tinggi AVN (20

27

Persalinan letak sungsang yag sulit y

100%) jika dikaitakan dengan dislokasi epifisis Diagnosis artritis, banding dislokasi septik panggul,

lepasnya kaput femur epifisis. Tipe II 45% Trauma berat y y y Variasi yang paling banyak 70 80% terjadi displace Risiko tinggi AVN (sampai 50%) y Pada fraktur displace, reduksi, nonunion,

hilangnya malunion,

deformitas varus, Tipe III 35% Trauma berat y AVN 20 25% pada

tergantung

penempatan saat waktu cedera. Tie IV 12% Trauma y Nonunion jarang dan AVN

Pengelompokan cidera fisis yang sering digunakan adalah klasifikasi Shalter Harris (SH), yang mendriskipsikan dalam 5 (lima) tipe yaitu : y SH I: Fraktur pada zona hipertropi kartilago fisis, memisahkan epifisis dan metafisis secara longitudinal; Prognosis baik, biasanya hanya dengan closed reduction, ORIF dapat dilakukan jika stabilitas tidak tercapai atau tidak terjamin. y SH 2: Fraktur sebagian mengenai fisis dan fragmen segitiga metafisis; 75% dari semua fraktur fisis.

28

y SH 3: Fraktur pada fisis dengan diskontinuitas artikular. Mengenai sebagian fisis, epifisis, dan permukaan sendi. Sering memerlukan ORIF untuk memastikan realignment anatomis. y SH 4: Fraktur berjalan oblik melewati metafisis, fisis, dan epifisis. y SH 5: Lesi kompresi pada fisis; sulit untuk mendiagnosis pada saat cidera. Tidak tampak garis fraktur pada awal rontgen; jarang terjadi; Risiko besar terjadi gangguan pertumbuhan.

Gambaran Klinis Bagian paha yang patah lebih pendek dan lebih besar dibanding dengan normal serta fragmen distal dalam posisi eksorotasi dan aduksi karena empat penyebab (14). 1) Tanpa stabilitas longitudinal femur, otot yang melekat pada fragmen atas dan bawah berkontraksi dan paha memendek, yang menyebabkan bagian paha yang patah membengkak. 2) Aduktor melekat pada fragmen distal dan abduktor pada fragmen atas. Fraktur memisahkan dua kelompok otot tersebut, yang selanjutnya bekerja tanpa ada aksi antagonis. 3) Beban berat kaki memutarkan fragmen distal ke rotasi eksterna.

29

4) Femur dikelilingi oleh otot yang mengalami laserasi oleh ujung tulang fraktur yang tajam dan paha terisi dengan darah, sehingga terjadi pembengkakan. Anak anak biasanya yang mengalami trauma berat sering mengalami nyeri pada region panggul dan pemendekan, ektremitas terotasi ke arah luar. Anak anak biasanya ketakutan karena pergerakan ekstremitas yang pasif dan tidak dapat bergerak secara aktif. Diagnosis ditegakkan dengan bantuan radiografi, yang umunya dilakuakan pada dua plane foto, jika memang tidak nyeri. Sonografi juga sering digunakan pada kondisi yang menimbulkan keraguan misalnya nyeri panggul pada anak. Garis fraktur atau hematom intrakapsular dapat dideteksi dengan menggunakan ultrasound. Dengan fraktur yang tidak diketahui letak pasti pada femur, maka radiografi tidak dapat digunakan sebagai penunjang diagnostik. Computed tomography (CT) dapat digunakan untuk menilai derajat fraktur dan hematoma intrakapsular lainnya. Scan tulang pada 3 bulan post cedera juga membantu dalam mendeteksi nekrosis kaput femur, yang merupakan komplikasi yang paling mungkin. Magnetic resonance imaging (MRI) mendeteksi abaskular sebelumnya. (17) Pada keadaan fraktur femur pulsasi arteri dorsalis pedis dipalpasi. Pada fraktur femur juga harus dilakukan pemeriksaan sekunder karena umumnya pasien hanya mengeluhkan nyeri sehingga hal hal yang mengancam nyawa seperti perdarahan internal pada rupture spleen sering terlewatkan. Karena itu tekanan darah juga penting untuk diawasi.(18) Komplikasi (17) Avascular necrosis (AVN) AVN terjadi pada kebanyakan fraktur (47%) sebelum penanganan sekarang ditetapkan. Hal ini dianggap sebagai akibat dari rupture atau tamponade dari salah satu atau kedua arteri sirkumfleksa. Sejumlah pergeseran awal merupakan faktor prognostik yang penting ketika dipertimbangkan efeknya terhadap suplai vaskular

30

pada leher femur dan kaput femur tetapi hal ini tidak dijelaskan mengapa AVN mengikuti fisura fraktur pada leher femur. Penyembuhan dan remodeling setelah AVN post trauma pada anak anak biasanya lebih lama dan tidak pernah lengkap Dekompresi dan fiksasi interna stabil merupakan dasar terhadap pencegahan AVN. a) Berhentinya pertumbuhan/ Coxa vara Coxa vara diakibatkan oleh fusi fisis yang premature atau oleh reduksi yang tidak adekuat. b) Nonunion Keterlambatan penyembuhan dan nonunion jarang dijumpai sekarang yang mana dilakukan reduksi dan stabilisasi terbuka, fiksasi internal comprehensif direkomendasikan c) Osteoartritis Osteoarthritis sekunder pada sendi panggul berkembang sebagai akibat inkongruitas. Komplikasi pada awal masa kanak kanak biasanya terkompensasi dengan baik dengan remodeling sebelum terjadinya maturitas skeletal. Pemburukan pada sendi panggul terutama pada bentuk penyakit sendi degenerative dan gangguan fungsi yang mungkin terjadi lebih dari beberapa tahun Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan termasuk di antaranya : (17) y Minimalkan komplikasi yang potensial pada avascular necrosis (AVN). y Hindari cedera pada lempeng fisis. y Reduksi fragmen fragmen secara anatomis y Stabilisasi dengan pin atau sekrup mengakibatkan protesi dini menahan berat. Dekompresi terhadap hemarthrosis dan fiksasi internal stabil merupakan aspek penting terhadap treatment untuk semua fraktur dengan

31

pergeseran. Fraktur yang tidak mengalami pergeseran dapat ditangani secara konservatif dengan cast immobilisasi menggunakan hip spica.(17)

A.4.2. Fraktur Batang Femur Etiologi Etiologi fraktur batang femur bergantung pada usia. Pada infant, diaman tulang femur relative lemah dan mungkin patah karena beban karena terguling. Pada usia anak taman kanak kanak dan usia sekolah, sekitar setengah dari fraktur batang femur disebabkan oleh kecelakaan berkecepatan rendah seperti terjatuh dari ketinggian, misalnya dari sepeda, pohon, tangga atau sesudah tersandung dan terjatuh pada level yang sama dengan atau tanpa tabrakan. Seiring dengan meningkatnya kekuatan tulang femur, dengan maturitas selanjutnya pada masa anak anak dan remaja, trauma berkecepatan tinggi sering mengakibatkan fraktur pada femur. (19) Fraktur pada batang femur jarang terjadi akibat trauma kelahiran, dengan pengecualian tersebut, maka fraktur ini dapat juga disebabkan oleh arthrogryposis multiplex congenital, myelomeningocele, dan osteogenesis imperfect. Kontraktur yang kaku pada panggul dan lutut pada anak anak dengan arthtogrypotic dapat menyebabkan fraktur batang femur selama proses persalinan atau selama penanganan selanjutnya. Kelompok risiko lainnya adalah bayi baru lahir dengan penyakit neuromuscular seperti myelomeningocele, osteopenia. Dan osteogenesis imperfect yang

menyebabkan fraktur multipel. (17)

Gambaran Klinik Tanda tanda yang sering pada fraktur batang femur antara lain nyeri, shortening (pemendekan), angulasi, bengkak, dan krepitasi. Seorang anak dengan fraktur femur yang masih baru biasanya tidak dapat berdiri atau berjalan. Semua anak harus diperiksa termasuk tungkai bawah dan

32

lingkar pelvik dan abdomen, jadi tidak mengabaikan tibia, pelvik, abdomen, atau trauma ginjal. Pemeriksaan neuromuskular harus diperiksa secara hati hati. Walaupun cedera neuromuskular jarang terjadi akibat fraktur batang femur. Perdarahan merupakan masalah utama pada fraktur batang femur,rata rata darah yang hilang dapat lebih dari 1200 mL dan 40% memerlukan transfusi. Penilaian kondisi hemodinamik pra operasi mutlak harus dilakukan. (17) Pemeriksaan radiografi seharusnya dilakukan sepanjang femur dalam dua plane foto dan berdekatan dengan lingkar pelvik dan juga sendi lutut. Jika ada keraguan, tungkai bawah seharusnya diperiksa juga. Computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) scan biasanya tidak diperlukan. Indikasi untuk MRI akan digunakan jika dicurigai adanya fraktur yang tersembunyi atau cedera ligament pada lutut.(17)

Penatalaksanaan Fratur batang femur diterapi menurut usia dan besar anak, seiring cedera cedera tersebut seperti cedera kepala atau politrauma, atau tampak adanya lesi terbuka dengan cedera pada pembuluh darah dan saraf. Penyesuaian dengan pengobatan dan faktor sosioekonomik harus dipertimbangkan. (17) y Fraktur batang femur pada tahun pertama kehidupan Pada periode postnatal, sebuah bandage sederhana atau harness digunakan untuk panggul displastik diaplikasikan selama periode dari 2 minggu. Traksi bilateral overhead telah menjadi pilihan pengobatan untuk selama beberapa tahun. Anak yang dihospitalisasi selama 10 14 tahun. Fraktur transversal rata rata sembuh dengan pemendekan (shortening) beberapa millimeter. Pada kasus kecurigaan cedera non accident, hospitalisasi memberikan kesempatan untuk menginvestigasi situasi sosial anak

33

Fraktur batang femur pada usia 1 sampai 4 tahun Traksi masih digunakan secara luas untuk fraktur batang femur pada anak anak pra sekolah dan anak tahun pertama sekolah. Hospitalisasi selama 4 6 minggu dirasakan sudah memadai. Traksi kulit overhead (overhead skin traction) memiliki risiko berupa efek yang merugikan pada sirkulasi ekstremitas. Traksi kulit sebaiknya dipilih bahan yang hipoalergenik (ex, Elastoplast) untuk pasien yang alergi dengan bahan yang biasa atau pada orang tua dimana kulitnya telah rapuh. Kontraindikasi traksi kulit yaitu bila terdapat luka atau kerusakan kulit serta traksi itu, itu, yang memerlukan beban > 5 kg. Akibat traksi kulit yang kelebihan beban di antaranya adalah nekrosis kulit, obstruksi vaskuler, oedem distal, serta peroneal nerve palsy pada traksi tungkai

Fraktur batang femur pada usia 5 sampai 15 tahun Dilakukan pemasangan Russel traksi, untuk traksi ini diperlukan : Frame, Katrol, Tali, Plester. Anak tidur terlentang, lalu dipasang plester dari batas lutut, dipasang sling di daerah poplitea, sling dihubungkan dengan tali, dimana tali tersebut dihubungkan dengan beban penarik. Untuk mempersingkat waktu rawat setelah 4 minggu ditraksi, callus sudah terbentuk, tetapi belum kuat benar. Traksi dilepas kemudian dipasang gip hemispika. Elastic intramedullary nail atau wayer Kirschner intramendular

kadang digunakan untuk fraktur femur pada kelompok pra sekolah. Indikasi utama adalah gagalnya penanganan dengan menggunakan spica cast. Titanium nail sberdiameter dua millimeter dimasukkan dari medial dan lateral metafisis dari femur distal untuk menstabilisasi intramedular pada fraktur. Waktu konsolidasi relative singkat, rentang waktu dari 2 5 bulan tergantung pada usia pasien. Implant dicabut pada 3 6 bulan setelah pemasangan.

34

5. Perdarahan Rongga Retroperitoneal Anatomi Rongga retroperitoneum adalah rongga yang memanjang dari diafragma menuju pelvis, dengan batas yaitu : (13) y Di ventral dibatasi oleh peritoneum parietalis bagian posterior y Di dorsal dibatasi oleh tulang belakang, otot psoas, otot kuadratus lumborum, orgo dari otot transvesus abdominis y Di kranial dibatasi oleh iga VII dan diafragma y Di kaudal dibatasi oleh krista iliaka, sakrum, otot psoas, bagian posterior otot piriforms, otot iliakus, dan bagian lateral otot obturator lumborum. y Di lateral dibatasi oleh tep lateral otot kuadratus lumborum. Rongga retroperitoneum berisi ginjal, ureter, kelenjar adrenal, pankreas, duodenum, aorta abdominalis, vena kava inferior, sistem porta,pembuluh spermatika/ovarika, pembuluh limfe, kelenjar limfe, bagian saraf autonom dan saraf perifer.(13) Etiologi Perdarahan sebagai akibat dari trauma abdomen dapat terjadi kerusakan pada organ padat berupa hati dan limpa. Adanya nyeri dalam rongga perut menyebabkan rangsangan peritoneum dan nyeri yng berlanjut menjadi anemia hemoragik dan dapat menjadi syok hemoragik (19). Klasifikasi y Cedera pada Duodenum dan Pankreas Pankreas dan duodenum adalah organ-organ retroperitoneal dan secara anatomi dan fisiologi mempunyai hubungan yang dekat. Diperlukan kekuatan besar untuk menceraikan organ-organ ini, karena organ-organ ini terlindung dengan baik, jauh di dalam abdomen. Cedera pada organ yang berdekatan hampir 35

selalu ada. Letak retroperitonial membuat cedera ini sulit untuk di diagnosa karena LPD sering negatif oleh karenanya scan abdomen sangat penting untuk keadaan ini. Cedera pada duodenum sendiri dapat disembuhkan dengan anastomosis primer atau Billrort II. Selang duodenostomi mungkin akan dipasang untuk kompresi dan selang jejunostomi untuk pemberian makanan. Trauma tumpul pada duodenum juga dapat menyebabkan hematoma intramural, yang dapat mengarah pada obstruksi duodenal.(19) y Cedera pada ginjal Ginjal terletak di rongga retroperitoneum dan terlindungi oleh otototot punggung di sebelah posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal di sebelah anteriornya karena itu cedera pada ginjal jarang diikuti oleh cedera pada organ-organ yang mengitarinya. Cedera ginjal dapat terjadi secara langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang atau tidak langsung akibat deselerasi pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitoneum.(19) 1. Cedera Vaskuler : Cedera penetrasi dapat mengarah baik pada

hemoragi bebas hematoma terkandung, atau berkembangnya trumbus intraluminal. Cedera perlambatan mendadak dapat

menyebabkan perobekan dari pembuluh-pembuluh yang lebih kecil atau merobek intima arteri renal, yang juga dapat mengarah pada trombosis pembuluh. Laseralisasi yang lebih kecil diperbaiki, sedangkan cedera yang lebih besar mengharuskan dilakukan nefrektomi. 2. Cedera parenkim : Trauma tumpul atau penetrasi dapat

menyebabkan laserasi atau kontusio parenkim ginjal atau pecahnya sistem koligentes. Fraktur iga bawah harus meningkatkan kecurigaan terhadap cedera yang berkaitan dengan ginjal.

36

Gambaran Klinis Trauma abdomen dapat menimbulkan manifestasi klinis meliputi distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) pada trauma non penetrasi biasanya terdapat adanya jejas atau ruptur dibagian dalam abdomen terjadi perdarahan intra abdominal. Pada trauma penetrasi terdapat luka robekan pada abdomen hingga luka tusuk menembus abdomen.(20) y Cedera Pankreas dan Duodenum Masalah yang timbul pada cedera duodenum dan pankreas adalah cairan yang diproduksi (duodenum dan pankreas) dan cairan lainnya yang melalui duodenum (saliva, empedu atau gaster), yang menyebabkan distensi pada duodenum yang cedera dan bila cairan bercampur terjadi proses digesti pada duodenum dan organ sekitarnya. Pada keadaan ini diperlukan pengalihan sementara dengan ekslusi pylorus. (21) y Cedera pada ginjal Dugaan trauma ginjal, yang diantarannya didukung dengan adanya hematuria, dapat dievaluasi dengan pembuatan nefrografi dengan kontras intra vena (IVP) dan ruptura buli- buli, dapat dideteksi dengan sistografi, bila mana ditemukan trauma tumpul suprasimfisis disertai tanda-tanda peritonitis, hematuria dengan diuresis yang relatif sedikit (19). Tanda kardinal dari trauma ginjal adalah hematuria, yang dapat bersifat massif atau sedikit, tetapi besarnya trauma tidak dapat diukur dengan volume hematuria atau tanda-tanda luka. Tanda lainnya ialah adanya nyeri pada abdomen dan lumbal, kadang-kadang dengan rigiditas pada dinding abdomen dan nyeri lokal. Jika pasien datang dengan kontur pinggang yang kecil dan datar, kita dapat mensuspeknya dengan hematoma perinefrik. Pada kasus perdarahan atau efusi retroperitoneal, trauma ginjal kemungkinan dihubungkan dengan ileus paralitik, yang bisa

37

menimbulkan bahaya karena membingungkan untuk didiagnosis dengan trauma intraperitoneal. Nausea dan vomiting dapat juga ditemukan. Kehilangan darah dan shock kemungkinan akan ditemukan pada perdarahan retroperitoneal (22). Pada beberapa kasus, darah dapat teraspirasi melalui insufflasi jarum sebelum tampak adanya distensi gas. Biasanya perdarahan terdapat di dalam ruang retroperitoneal, yang biasanya mengakibatkan

keterlambatan diagnosa sebagai konsekuensinya bisa terjadi renjatan hipovolemik. Untuk menghindari diagnosa dini yang terlambat, maka keadaan dan kondisi pembuluh-pembuluh darah besar harus diketahui sebelum menyelesaikan atau mengakhiri prosedur. Jika aspirasi darah ditemukan pada insufflasi jarum, maka posisi jarum tidak boleh diubah, harus dibiarkaan pada letaknya sampai dilakukan persiapan darurat untuk menampung produk-produk darah dan dilaksanakannya laparotomi. Jika hemoperitoneum terdiagnosa ketika melakukan visualisasi rongga

peritoneal, dapat digunakan suatu instrumen untuk menyerap perdarahan yang terjadi, dan jika bisa dilakukan oklusi sementara terlebih dahulu terhadap pembuluh darah tersebut. Pada saat pembukaan ke dalam cavum peritoneum aorta dan vena cava harus segera di tekan sampai berada dibawah level pembuluh darah renalis, agar dapat mengontrol kehilangan darah untuk sementara. Tindakan prosedur yang harus dilakukan disesuaikan tergantung dari posisi dan luasnya kerusakan dari pembuluh darah.(20) Pemeriksaan Penunjang Tes laboratorium yang dapat dilakukan yaitu : periksa hematokrit, hitung jenis leukosit, dan urinalisis, sedangkan test lainnya dilakukan bila diperlukan. Nilai-nilai amilase urine, dan serum dapat membantu untuk menentukan adanya perlukaan pankreas atau perforasi usus.(19)

38

Penatalaksanaan y Cedera Duodenum dan Pankreas (23) Masalah utama trauma pankreas adalah keluarnya cairan pankreas bila disertai cedera duktus. Pada trauma pankreas berat dengan cedera duktus pankreatikus (derajat III - V), yang mengenai pankreas bagian distal (sebelah kiri dari arteri/vena mesentrial superior) penderita langsung dipasang packing dan drainase eksterna. Pada cedera bagian proksimal dengan melibatkan duodenum, dilakukan pengikatan/penjahitan

duodenum, packing pankreas dan pasang drain eksterna, tanpa rekontruksi. Pada trauma duodenum yang melibatkan pankreas, operasi dilakukan dengan tujuan mengalihkan cairan lambung dan saliva, dengan cara ekslusi pilorus dan by pass gastroyeyenostomi. Ekslusi pilorus dilakukan dengan jahitan jelujur (Jordan) atau jahitan kantung tembakau (Moore dan Moore), dengan menggunakan benang yang diserap sehingga jahitan akan terlepas setelah tiga minggu, jahitan dapat dilakukan melalui gastrotomi atau dari luar (tanpa gastrotomi). Setelah tiga minggu diharapkan luka di duodenum sembuh. Gastroyeyenostomi dikerjakan untuk mengalihkan cairan dari gaster langsung ke yeyenum. Bila kondisi tidak memungkinkan, gastroyeyenostomi dapat ditunda dan dilakukan gastrostomi atau dipasang sonde lambung. Keuntungan melakukan ekslusi pilorus dengan gastroyeyenostomi, selain mengalihkan cairan gaster, penderita dapat langsung diet enteral lebih dini sehingga dapat mengurangi biaya akibat pemakaian nutrisi parenreral total. Dekompresi dilakukan dengan memasang kateter besar pada duodenum yang dialirkan melalui retroperitoneal, sehingga dapat mengurangi kebocoran, dibandingkan drain melalui dinding depan abdomen. Keuntungan dekompresi adalah berkurangan kejadian fistel mencapai kurang 0,5%, dibandingkan tanpa dekompresi yaitu 19,3%.

39

Cedera pada Ginjal Tujuan dari penanganan penyakit ini adalah mencegah gejala-

gejala darurat dan penanganan komplikasi. Analgesik dibutuhkan untuk mengurangi rasa sakit. Hospitalisasi dan observasi tertutup dibutuhkan karena resiko perdarahan tertutup dari trauma ginjal. Perdarahan yang cukup berat membutuhkan pembedahan keseluruhan ginjal (nefroktomi) untuk mengontrol perdarahan. Pembedahan dilakukan untuk mengontrol perdarahan termasuk drainase pada ruang sekitar ginjal. Kadang-kadang angio-embolisasi dapat menghentikan perdarahan. Pembedahan dilakukan untuk memperbaiki keadaan parenkim ginjal dan vaskularisasinya. Dimana tekhnik yang akan dilakukan tergantung pada lokasi terjadinya trauma. Pengobatan non-bedah termasuk istirahat selama 1-2 minggu atau selama perdarahan berkurang, adanya nyeri, dan observasi tertutup dan penanganan gejala-gejala dari gagal ginjal. Pengobatan ini juga harus diimbangi dengan retriksi diet dan penanganan gagal ginjal. (24)

40

2. OBSTRUKSI Obstruksi adalah hambatan atau sumbatan pada organ berongga atau memiliki saluran. Obstruksi pada traktus dibagi menjadi lima jenis, yaitu : obstruksi pada traktus respiratorius, traktus digestivus, traktus urinarius, traktus urogenitalis dan traktus biliaris yang akan dijelaskan sebagai berikut. A. Obstruksi Traktus Digestifus Obstruksi usus halus sering menimbulkan nyeri kolik dengan muntah hebat, distensi perut, dan bising usus tinggi. Pada penderita demikian harus diperhatikan kemungkinan adanya hernia strangulate. Muntah lebih menonjol pada obstruksi tinggi.(13) Volvulus usus halus agak jarang ditemukan; biasanya pada anamnesis didapatkan nyeri yang bermula akut, tidak berlangsung lama, menetap, disertai muntah hebat, dan pada palpasi teraba massa yang nyeri dan bertambah besar. Biasanya penderita jatuh dalam ke dalam syok. Invaginasi lazim ditemukan pada bayi dengan serangan nyeri kolik dan defekasi berlendir-darah. Massa yang mudah digerakkan mulanya ditemukan di kanan lalu berpindah ke kiri melalui epigastrum . (13) Ileus obstruksi usus besar agak sering menyebabkan serangan kolik yang tidak terlalu hebat. Muntah tidak menonjol, tetapi distensi tampak jelas. Penderita tidak dapat defekasi atau flatus, dan bila penyebabnya volvulus sigmoid, perut dapat besar sekali. Bila pada colok dubur teraba massa di rectum atau terdapat darah dan lender, hal itu membantu diagnosis kemungkinan karsinoma rectum. (13) Gambaran klinis Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit, baik di dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi maupun oleh muntah. Keadaan umum akan memburuk dalam waktu relatif singkat. (13)

41

Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia. Pada pemeriksaan ditemukan tanda dan gejala yang bergantung pada tahap perkembangan obstruksi. (13) Gejala umum berupa syok, oligouri, dan gangguan elektrolit. Selanjutnya, ditemukan meteorisme dan kelebihan yang disertai mual dan muntah. Kolik tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang hiperperistalsis kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi tidak ada lagi flatus atau defekasi. (13) Pemeriksaan laboratorium umummnya tidak dapat dijadikan pedoman untuk menegakkan diagnosis. Pada foto polos rontgen perut, tampak kelok-kelok usus halus yang melebar, mengandung batas-cairan (fluid level) yang jelas. (13) Diagnosis Ada atau tidaknya obstruksi tinggi tidak sukar ditentukan asal cukup sabar menantikan timbulnya kolik sehingga dapat melihat gejala kolik yang khas. (13) Pada strangulasi terdapat jepitan atau lilitan yang menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga terjadi ischemia, nekrosis, atau gangrene. Gangrene menyebabkan tanda toksis seperti yang terjadi pada sepsis, yaitu takikardia, syok septic, dengan leukositosis. (13) Tata laksana Obstruksi mekanis di usus dan jepitan atau ilitan harus dihilangkan segera setelah keadaan umum diperbaiki. Tindakan umum sebelum dan sewaktu pembedahan meliputi tata laksana dehidrasi, perbaikan keseimbangan elektrolit, dan dekompresi pipa lambung. (13) Penatalaksanaan obstruksi saluran pencernaan ini hampir semua

ditatalaksana dengan pembedahan. Dengan perawatan intensif dan perawatan multidisiplin, maka angka kesakitan dan kematian dari kasus obstruksi saluran pencernaan secara drastis akan menurun dan terutama ditentukan oleh

42

koeksistenso dari kelainan kongenital mayor (cardiak), diagnosis yang lambat da penatalaksanaan atau koeksistensi keadaan kesahatan. Penatalaksaan terbaru dan perkembangan zaman dapat mengurangi kematian pada kasus ini. (25)

Etiologi - Adhesi Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi. Adhesi umumnya berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum , atau pascaoperasi. Adhesi dapat berupa perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, mungkin setempat maupun luas. Sering juga ditemukan bentuk pita. Pada operasi, perlengkapan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus puih kembali. (13) Adhesi yang kambuh mungkin akan menjadi masalah besar. Setelah berulang tiga kali, risiko kambuh menjadi 50%. Pada kasus seperti ini, diadakan pendekatan konservatif karena walaupun pembedahan akan memberikan perbaikan pasase, kemungkinan besar obstruksi akan kambuh lagi dalam waktu singkat. (13) - posisi tidur Trendelenburg. Jika percobaan reduksi gaya berat ini tidak berhasil hernia inkarserata Obstruksi akibat hernia inkarserata pada anak dapat dikelola secara konservatif dengan dalam waktu 8 jam , harus diadakan herniotomi segera. (13) - askariasis Kebanyakan cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyenum. Biasanya ada puluhan hingga lebih seratus, tetapi mungkin terdapat ratusan ekor. Jantan berukuran 15-30cm sedangkan yang betina antara 25-35 cm. obstruksi bias terjadi di mana-mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal, tempat lumen paling sempit. Cacing menyebabkan kontraksi local di dinding usus yang disertai dengan reaksi radang setempat yang tampak di permukaan peritoneum. (13)

43

Gambaran klinis Diagnosis obstruksi parsial didasarkan pada gambaran klinis yang khas. Obstruksi usus oleh cacing askaris paling sering ditemukan pada anak karena hygiene yang kurang sehingga infestasi cacing terjadi berulang. Usus halusnya lebih sempit daripada usus halus orang dewasa, sedangkan ukuran cacing sama besar. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat yang terdiri dari atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hamper mati akibat pemberian obat cacing. (13) Keadaan umum yang umum mungkin tidak terlalu payah, tetapi anak dapat menderita serangan kolik tnpa berhenti jiks obstruksinya total. Muntah terjadi sewaktu kolik dan penderita gelisah. Kadang cacing keluar dari mulut atau anus. Perut kembung dan peristalsis terlihat sewaktu kolik. Umumnya ada demam. Ternyata cacing menyebabkan kontraksi setempat di dinding usus yang disertai dengan reaksi radang local. Pada pemeriksaan perut, masa tumor yang berupa gumpalan cacing dapat diraba, tidak berbatas jelas dan mungkin dapat digerakkan; massa yang teraba kadang seperti kantong nelayan yang penuh cacing. Perut biasanya sakit dan terdapat nyeri tekan. Diagnosis obstruksi cacing didukung oleh riwayat pemberian obat cacing atau pencahar (anamnesis), demam, serangan kolik muntah, dan cacing keluar dari mulut atau anus. Muntah cacing atau pengeluaran cacing per anum tidak membuktikan adanya obstruksi oleh cacing askaris, tetapi hal ini harus diperhatikan karena keadaannya dapat menjadi akut abdomen. Pada pemeriksaan rontgen terdapat gambaran obstruksi usus halus. Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko tinggi untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi.(13)

Diagnosis Banding Massa di perut dapat disebabkan oleh invaginasi, volvulus, atau apendisitis. Pada invaginasi, massa invaginatum lebih berbatas jelas, dan bercampur darah per

44

rectum. Obstruksi askaris lengkap struksi lengkap menuntut pembedahan segera karena terancam menjadi volvulus, strangulasi, dan perforasi. Oleh karena itu, penting sekali untuk membedakan obstruksi lengkap dari obstruksi parsial. (13) Pada massa appendiks yang menyebabkan obstruksi, massa tidak dapat digerakkan; nyeri timbul sekonyong-konyong; demam naik turun, sedangkan penderita tampak sakit berat dan toksik. Pada trauma abdomen, nyeri hebat disertai defans muskuler, sedangkan massa di perut dan obstruksi tidak menonjol jelas; terlihat ada bekas trauma. Pada cacat bawaan tidak teraba massa dan usia biasanya lebih muda. Perdarahan melalui rectum pada anak menunjukkan strangulasi dan/atau invaginasi. (13) Pada obstruksi parsial masih ada kemungkinan pasase cairan dan gas ketika spasme dinding usus mengurang; keadaan umum masih lumayan dan massa yang mengandung cacing teraba seperti kantong cacing seorang nelayan. Pada obstruksi lengkap keadaan sering disertai dengan delirium, apati, takikardia, atau tanda lain yang menunjukkan keadaan toksik. (13) Pengelolaan konservatif yang dianjurkan pada obstruksi parsial terdiri atas puasakan penderita, pemberian cairan intravena diikuti antihelmintik setelah tanda dan gejala obstruksi hilang. Dianjurkan untuk selama 48-72 jam pertama atau selama gejala obstrusi belum hilang. Dengan antihelmintik, cacing jadi lumpuh dan dapat menyebabkan obstruksi parsial berubah menjadi obstruksi total. Selain merangsang gerakan usus, pencahar dapat memicu terjadinya volvulus atau invaginasi. Selama ini dapat diberikan sediaan sedative atau pelemas otot dan dipuasakan. Penderita harus diamati siang malam secara ketat. (13) Setelah tanda dan gejala obstruksi hilang dan massa cacing di perut tidak dapat diraba lagi. Dapat diberikan obat cacing yang melumpuhkan sehingga cacing keluar per anum. (13) Jika ada obstruksi lengkap, atau jika pengobatan konservatif tidak berhasil, dilakukan operasi. Kalau mungkin massa dipijit sehingga cacing dapat didorong masuk kolon. Sering hal ini berbahaya karena massa terlalu padat dan usus sudah rapuh. Mungkin diperlukan enterotomi untuk mengeluarkan cacing. Jika dinding

45

usus sudah robek atau mengalami gangrene. Dilakukan reseksi bagian usus yang bersangkutan. (13)

A.1. Volvulus Volvulus di usus halus agak jarang ditemukan. Pita kongenital atau adhesi biasanya dikambinghitamkan, tetapi pada operasi sering tidak ditemukan. Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum, diperdarahi a. ileosekalis dan mudah mengalami strangulasi. Gambaran klinisnya merupakan gambaran ileus obstruksi tinggi dengan atau tanpa gejala dan tanda strangulasi. (13) A.2. Kelainan Kongenital Gangguan pasase usus yang congenital dapat berbentuk stenosis dan atresia. Setiap cacat bawaan berupa stenosis atau atresia dari sebagian saluran cerna akan menyebabkan obstruksi setelah bayi mulai menyusui. Bayi tersebut harus segera dirujuk ke tepat dan pertimbangan mengenai terapi. Stenosis dapat juga terjadi karena penekanan, misalnya oleh pancreas anulare atau oleh atresia jenis membrane dengan lubng di tengahnnya. (13) Pancreas anulare menyebabkan obstruksi usu halus di duedonum bagian kedua. Gejala dan tanda seperti itu juga ditemukan pada atresia atau malrotasi usus. (13) Gambaran Klinis Bayi yang mengalami gangguan pasase lambung akibat kelainan bawaan perutnya buncit, tetapi buncit ini tidak tegang, kecuali bila ada perforasi. Hamper semua bayi dengan obstruksi usus akan muntah. Muntahannya berwarna hijau bila letak obstruksi distal dari ampula vater. Umumnya makin tinggi obstruksi makin dini gejala muntah akan timbul.mekonium umumnya tidak ada, kalau ada hanya berupa massa hijau atau pucat yang meleleh keluar dari anus tanpa dorongan udara. Suhu badan bayi akan naik bila sudah terjadi dehidrasi atau terjadi infeksi sekunder. (13)

46

A.3. Radang Kronik Setiap radang kronik, terutama morbus Crohn, dapat menyebabkan obstruksi karena udem, hipertrofi, dan fibrosis yang biasanya terjadi pada penyakit kronik itu. Dengan tindakan konservatif yang antara lain terdiri atas pantang makan dan disusul oleh diet khusus, umumnya obstruksi mutlak dapat dihindari. Jika diperlukan pembedahan, umumnya dapat dilakukan reseksi bagian usus yang sakit. Selalu harus diingat kemungkinan besar terjadi kekambuhan penyakit di sekitar anastomosis atau di tempat lain di usus. (13) A.4. Tumor Tumor usus haus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika ia menimbulkan invaginasi. (13) Proses keganasan, terutama karsinoma ovarium dan karsinoma kolon, dapat menyebabkan obstruksi usus. Obstruksi ini terutama disebabkan oleh kumpulan metastasis di peritoneum atau di mesenterium yang menekan usus. Bila pengelolaan konservatif tidak berhasil, dianjurkan operasi sebagai tindakan paliatif. (13) A.5. Tumpukan Sisa Makanan Obstruksi usus halus akibat bahan makanan ditemukan pada orang yang pernah mengalami gasterektomi; obstruksi biasanya terjadi pada daerah anastomosis, obstruksi lain, yang jarang ditemukan , dapat terjadi setelah makan banyaksekali buah-buahan yang mengandung banyak serat yang menyebabkan obstruksi di ileum terminal, seperti serat buah jeruk atau biji buah tertenru yang banyak ditelan sekaligus. Keadaan yang luar biasa demikian harus dibedakan dari impaksi feses kering pada orang tua yang terjadi di kolon pada penderita yang kurang gerak. (13) 6. Kompresi Duodenum oleh Arteri Mesenterika superior dapat mengempa bagian ketiga duodenum (pars horisontalis). Duodenum pars horisontalis terpancang retroperitoneal di muka

47

korpus vertebrata, yaitu tempat duodenum dilintasi dari atas ke bawah oleh a. mesenterika superior yang setelah bercabang dari aorta, masuk ke mesenterium. Duodenum dapat terjepit dalam sudut antara arteri tersebut dan aorta.sudut tersebut berbeda besarnya antar individu, yaitu dengan rentang 20-70o. pada keadaan hiperekstensi seperti terjadi pada pemasangan gips tubuh, atau setelah trauma, kecelakaan berat, atau luka bakar luas, dan keadaan imobilisasi lain yang menuntut sikap baring telentang, dapat ditemukan obstruksi tinggi usus halus. Penderita menunjukkan retensi lambung dengan muntahan yang mengandung empedu. Pada pemeriksaan jasmani perut tidak kembung, kecuali bagian ulu hati, dan tidak nyeri. Diagnosis tidak sukar ditentukan, asal dipikirkan kemungkinan yang klasik ini. Foto polos perut bagian atas menunjukkan dilatasi lambung dan duodenum tanpa isi usus halus dan usus besar. (13) Penderita akan segera pulih setelah gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa diperbaiki, dan hiperekstensi atau sikap baring telentang ditiadakan. Kempaan kronik karena kompresi duodenum di sudut arteri ini, jarang sekali ditemukan dan jarang memerlukan tindakan bedah. (13) B. Obstruksi Traktus Respiratorius Obstruksi jalan napas atas sering terjadi dan merupakan kejadian yang serius dalam masalah anak. Gejala yang dikeluhkan berupa stridor, apneu, atau edem akut pulmonal. Bagaimana pun kejadian ini dapat berlangsung kronis, dikategorikan dengan infeksi dada berulang atau obstruksi atau apnue obstruktif, yang dimna dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan, perubahan psikologis, gagal nafas kronik,cor pulmonal dan kematian. (26) Kebanyakan penyebab dari obstruksi jalan nafas atas dan bermacammacam dari prosedur diagnostis dapat digunakan dalam pemeriksaaan, pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang lebih sering digunakan dengan kemungkinan diagnostik yang direncanakan dan efisien untuk pemantauan perkembangan penyakit. (26)

48

B.1. Obstruksi karena Benda Asing Gejalanya dapat berupa sesak napas, sianosis, dan kematian mendadak. Biasanya benda asing tersebut masuk ke dalam bronkus kanan karena anatomi bronkus kanan lebih vertikal dibandingkan dengan yang kiri. Bila tidak dikeluarkan benda asing tersebut, dapat menimbulkan atelektasis, pneumonitis, dan abses paru. (13)

Diagnosis Diagnosis ditegakkan dengan foto Rontgen dan atau endoskopi. (13)

Tatalaksana Bila tidak bisa dikeluarkan secara perasat Heimlich, benda asing harus dikeluarkan melalui bronkoskopi dan bila gagal dengan tindakan trakeotomi. (13)

B.2. Tumor Jinak paru Tumor jinak paru dapat menimbulkan gejala sumbatan saluran napas, dengan tau tanpa atelektasis, abses, atau perdarahan. Tumor jinak yang ditemukan pada paru adalah hamartoma, fibroma, kondroma, dan lipoma. Untuk menegakkan diagnosis tumor jinak dipakai prosedur seperti pada nodul soliter. Tumor jinak diatasi dengan tindak bedah berupa reseksi. prognosis tumor jinak paru yang telah dioperasi adalah baik.

B.3. Adenoma Karsinoid Tumor karsinoid biasanya ditemukan di bronkus. Perbandingan pria : wanita sama dengan 1:1. Umumnya, tumor karsinoid terdapat pada orang muda dewasa sampai umur pertengahan. Tumor bronkus ini pada 10-15% bermetastasis ke kelenjar limf regional. Karsinoid dapat menyebabkan obstruksi dengan komplikasinya. Kadang ada hemoptisis. Sindrom karsinoid dapat terjadi karena disekresinya serotonin/katekolamin oleh karsinoid. Diagnosis dapat ditegakkan dengan bronkoskopi. Pada pemeriksaan biokimia mungkin didapat kadar serotonin tinggi.

49

Terapinya dengan cara reseksi. Sudah tentu harus diambil kelenjar limf regional untuk melihat ada/tidak adanya metastasis. Prognosisnya baik dan penderita dapat dianggap sembuh jika tumor dikeluarkan dengan sempurna dan tidak terdapat tumor ditempat lain. Jika terdapat metastasis di kelenjar limfkira-kira 50% penderuita akan mengalami kekambuhan.

C. Obstruksi Traktus Urinarius Urolitiasis Urolitiasis merupakan penyakit salahsatu dari gejalanya adalah

pembentukan batu di dalam saluran kemih. Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah jenis urat, asam urat, oksalat, fosfat, sistin, dan xantin. (13) Pada kebanyakan penderita batu kemih tidak ditemukan penyebab yang jelas. Faktor predisposisi berupa stasis, infeksi, dan benda asing. Infeksi , stasism dan litiasis merupakan faktor yang saling memperkkuat sehingga terbentuk lingkaran setan atau sirkulus visiosus. (13)

Gejala Klinik Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh letaknya, besarnya dan morfologinya. Walaupun demikian, gambaran umumnya yaitu hematuria, baik hematuria nyata maupun mikroskopik, Selain itu bila disertai infeksi saluran kemih, dapat juga ditemukan kelainan endapan urin. Bahkan mungkin demam dan tanda sistemik lain. (13) Nyeri di pinggang dapat dalam bentuk pegal hingga kolik atau nyeri yang terus menerus dan hebat karena adanya pionefrosis. Pada pemeriksaan fisik juga teraba ginjal yang membesar. Nyeri dapat berupa nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus kosta pada sisi ginjal yang terkena. (13)

50

Diagnosis Pemeriksaan radiologi Batu dapat berupa radioopak atau radiolusen. Sifat radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat omo dapat diduga jenis batu yang dihadapi. Yang radiolusen umumnya adalah dari jenis asam urat murni. Pemeriksaan laboratorium Pemerikssaan renogram Pemeriksaan ultrasonografi

Diagnosis Banding Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan apalagi bila hematuria tersedia tanpa nyeri, Khusus untuk batu ginjal dengan hidronefrosis perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal polikistik hingga tumor Grawitz. Perlu juga dipertimbangkan kemungkinan tumor ureter, tumor kandung kemih (terutama jika terlihat jenis rediolusen). (13)

Komplikasi Obstruksi, infeksi sekunder, dan iritasi yang berkepanjangan pada urotelium yang dapat menyebabkan tumbuhnya keganasan yang sering berupa karsinoma epidermois. (13)

Tatalaksana Penatalaksanaan batu saluran kemih harus tuntas sehingga bukan hanya mengeluarkan batu saja, tetapi harus disertai dengan terapi penyembuhan penyakit batu atau paling sedikit disertai dengan terapi pencegahan. (13) Penanganannya dapat berupa terapi medis dan simptomatik atau dengan bahan pelarut. Dapat pula dengan pembedahan dengan tindakan yang kurang invasif, misalnya nefrostomi perkutan, atau tanpa pembedahan sama sekali secara gelombang kejut. (13)

51

D. Obstruksi Traktus Genitalia Agenesis duktus Mulleri Terhambatnya perkembangan duktus Mulleri (Mayer-Rokitansky-KusterHauser syndrome) merupakan diagnosis pada individu dengan keluhan amenorea primer dan tidak terbentuknya vagina. Kelainan ini relatif sering sebagai penyebab amenorea primer, lebih sering dari pada insensitifitas androgen kongenital dan lebih jarang dibandingkan disgenesis gonad. Pada penderita sindroma ini tidak ada vagina atau adanya vagina yang hipoplasi. Uterus dapat saja normal, tetapi tidak mempunyai saluran penghubung dengan introitus, atau dapat juga uterusnya rudimenter, bikornu. Jika terdapat partial endometrial cavity, penderita dapat mengeluh adanya nyeri abdomen yang siklik. Karena adanya kemiripan dengan beberapa tipe pseudohermafroditism pria, diperlukan pemeriksaan untuk menunjukkan kariotipe yang normal perempuan. Fungsi ovarium normal dan dapat dilihat dari suhu basal tubuh atau kadar progesteron perifer. Pertumbuhan dan perkembangan penderita normal. (27,28) Bila dari pemeriksaan didapatkan adanya struktur uterus, pemeriksaan ultrasonografi dapat dilakukan menentukan ukuran dan simetris tidaknya struktur uterus tersebut. Bila gambaran anatomis sebagai hasil USG tidak jelas, merupakan indikasi untuk dilakukan pemeriksaan MRI. Pemeriksaan laparoskopi pelvis tidak diperlukan. Pemeriksaan MRI lebih akurat dibandingkan pemeriksaan USG dan lebih murah serta tidak invasif bila dibandingkan laparoskopi. Ekstirpasi sisa duktus Mulleri tidak diperlukan kecuali kalau menimbulkan masalah seperti berkembangnya uterine fibroid, hematometra, endometriosis, atau herniasi simptomatis ke dalam kanalis inguinalis. (27,29) Karena berbagai kesulitan dan komplikasi yang terjadi pada pembedahan, maka bila memungkinkan Speroff dkk lebih memilih alternatif untuk melakukan konstruksi bedah dengan membuat vagina artifisial. Sebaliknya, Speroff menganjurkan penggunaan dilatasi yang progresif seperti yang mula-mula diperkenalkan oleh Frank dan kemudian oleh Wabrek dkk. Mula-mula ke arah posterior vagina, dan kemudian setelah 2 minggu diubah ke arah atas dari aksis

52

vagina, tekanan dengan dilator vagina dilakukan selama 20 menit setiap hari. Dengan menggunakan dilator yang ditingkatkan makin besar, vagina yang fungsional dapat terbentuk kurang lebih dalam 6-12 minggu. Terapi operatif ditujukan bagi penderita yang tidak dapat dilakukan penanganan dengan metode Frank, atau gagal, atau bila terdapat uterus yang terbentuk baik dan fertilitas masih mungkin untuk dipertahankan. Penderita seperti ini dapat diidentifikasi dengan adanya simptom retained menstruation. Ada juga yang

merekomendasikan untuk melakukan laparotomi inisial yang gunanya untuk mengevaluasi kanalis servikalis; jika serviks atresia, uterus harus diangkat. (27,30) Penderita dengan septum vagina transversalis, dimana terjadi kegagalan kanalisasi sepertiga distal vagina, biasanya disertai gejala obstruksi dan frekuensi urin. Septum transversalis dapat dibedakan dari himen imperforata dengan kurang-nya distensi introitus pada manuver Valsava. (27,30) Pada kategori kelainan ini, obstruksi traktus genitalis bagian distal merupakan satu-satunya kondisi yang dapat dipandang sebagai keadaan emergensi. Keterlambatan dalam terapi bedah dapat menyebabkan terjadi infertilitas sebagai akibat perubahan peradangan dan endometriosis. Pembedahan definitif harus dilakukan sesegera mungkin. Diagnostik dengan aspirasi menggunakan jarum tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan hematokolpos berubah menjadi pyokolpos.(27)

E. Obstruksi Traktus Biliaris E.1. Atresia Saluran Empedu Atresia saluran empedu adalah kelainan kongenital yang tidak diketahui etiologinya. Agaknya berhubungan dengan kolangiohepatitis intrauteri yang mungkin disebabkan oleh virus. Saluran empedu mengalami fibrosis dan proses ini sering berjalan terus setelah bayi lahir sehingga prognosis umumnya buruk. (13)

53

Insidensi Angka kejadian ini meskipun secara keseluruhan jarang, di Asia Timur hampir sepuluh kali lipat dari kejadian di negara Barat. (13)

Gambaran Klinis Terdiri dari intrahepatik & Ekstrahepatik, ekstrahepatik kejadiannya lebih jarang daripada ekstrahepatik Gejala klinis & patologi ekstrahepatik bergantung pada proses berawalnya penyakit (embrional/perinatal). (13) a. Jenis embrional Proses yang merusak saluran empedu berawal sejak masa intrauteri dan berlangsung hingga saat bayi lahir. Pada jenis ini tidak ditemukan masa bebas ikterus setelah periode ikterus neonatorum fisiologik (2 minggu kelahiran pertama kelahiran). Pada pembedahan tidak ditemukan sisa saluran empedu di dalam ligamentum hepatoduodenale. Selain itu, dapat ditemukan kelainan bawaan lain seperti malrotasi usus atau pankreas ektopik. (13) b. Jenis perinatal Ditemukan pasa dua pertiga penderita. Ikterus muncul kembali secara progresif setelah ikterus fisiologik hilang beberapa waktu. Pada saat pembedahan ditemukan sisa saluran empedu di dalam ligamentum hepatoduodenale tanpa adanya malformasi organ lain yang berdekatan. Neonatus yang menderita ikterus obstruksi intrahepatik maupun

ekstrahepatik , menunjukkan ikterus, urin berwarna kuning gelap, tinja berwarna dempul (akolik), dan hepatomegali. (13) Apalagi penyakit berlarut , akan timbul sirosis hati dengan hipertensi portal yang menyebabkan perdarahan varises sofagus dan kegagalan fungsi hati. Bayi dapat meninggal karena gagal hati, perdarahan varises, koagulopati atau infeksi sekunder. (13)

Diagnosis Atresia saluran empedu harus didiagnosis secara cepat agar terapiu dekompresi berhasil baik. Gejala klinis yang penting untuk membedakan

54

kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatiok ialah warna tinja, berat badan, umur, saat awal tinja berwarna dempul, dan hepatomegali. (13) y ultrasonografi dapat ditemukan krlsinsn kongenital penyebab kolestasis ekstrahepatik, yaitu penyakit Carol berupa dilatasi kistik saluraan empedu. y Memasukkan pipa lambung sampai ke duodenum lalu cairan duodenum diaspirasi. Diagnosis atresua disokong apabila tidak ditemukan empedu pada cairan duodenum. y Skintigrafi radioisotop hepatobilier dapat menilai kemampuan hati untuk mem[roduksi empedu, kemudian mengekskresikannya ke saluran empedu sampai tercurah le dalam duoneum. Jika terlihat isotop diekskresi ke duoneum, maka terjadi kolestasis intrahepatik. y biopsi hati perkutan. y kolangiografi serta biopsi hati saat laparatomi. Penatalaksanaan Pilihan utama jenis pembedahan atresia saluran empedu ekstrahepatik adalah portoenterostomi teknik Kasai dan bedah cangkok hati. (13)

E.2. Kolesistisis Akut Terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu yang terjebak di dalam kantong Hartmaann. Komplikasi ini terdapat pada lima persen pendertia kolelitiasis. Kolesistisis akut tanpa batu empedu disebut kolesistisis akalkulosa, dapat ditemukan pasca bedah. (13)

Gambaran Klinis Keluhan utama ialah nyeri akut di perut kuadran kanan atas yang kadangkadanag menjalar ke belakang di daerah skapula.Biasanya ditemukan riwayat serangan kolik di masa laly yang pada mulanya sulit dibedakan dengan nyeri kolik yang sekarang. Pada kolesistitis , nyeri menetap dan disertai tanda rangsang peritoneal berupa nyeri tekan, nyeri lepas dan defans muskuler otot dinding perut. Kadang kandung empedu yang membesar dapat diraba. {ada separuh penderita 55

nyeri disertai mual dan muntah. Ikterus ringan tidak jarang ditemukan suhu badan sekitar 380C. Apabila timbul demam menggigil, harus dicurigai komplikasi yang lebih berat atau penyakit lain. (13)

Diagnosis y Pemeriksaan laboratorium y Ultrasonografi y Foto polos perut y Sintigram radionuklir hepatobilier. Komplikasi Empiema dan perforasi. Perforasi dapat berupa perforasi bebas di rongga perut atau perforasi yang dibatasi oleh perlekatan perikolesisitis yang membentuk massa radang kananatas. Akhirnya dapat terjadi fistel ke usus , kebanyakan di duodenum. (13)

Diagnosis Banding. Pankreatitis akut, tukak peptik, apendisitis akut atau abses hati. (13)

56

3. INFEKSI

A. Peritonitis Peritonitis adalah peradangan peritoneum,suatu membran yang melapisi rongga abdomen. Peritonitis biasanya terjadi akibat masuknya bakteri dari saluran cerna atau organ-organ abdomen ke dalam ruang peritoneum melalui perforasi usus atau rupturnya suatu organ. Pembedahan dan/atau luka tembus ke usus juga dapat menyebabkan tumpahnya isi usus ke dalam rongga peritoneum. (31) Peritonitis adalah kegawatdaruratan bedah bermacam etiologi dengan

tingkat mortalitas tinggi. Peritonitis umumnya terjadi pada anak-anak, khususnya neonatus, tercatat sebagai kejadian kematian mayoritas (32). Peritonitis diklasifikasi atas komplikasi primer (spontan) atau sekunder penyakit

gastrointestinal lain dan biasanya disebabkan oleh iritasi kimia atau invasi bakteri pada rongga peritoneum (32). Peritonitis primer jarang terjadi dan cenderung mengenai anak perempuan daripada laki-laki. Kegagalan mengenali klinisnya mengakibatkan kondisinya tidak dapat lagi dilakukan pembedahan dan meningkatkan morbiditas (33). Ini merupakan proses peradangan akut intraperitoneal yang tidak ditemukan penyebabnya,kecuali eksudat purulent yang tebal (34).

A.1. Gambaran klinis nyeri, terutama di atas daerah yang meradang. peningkatan kecepatan denyut jantung akibat hipovolemia karena perpindahan cairan ke dalam peritoneum mual dan muntah abdomen yang kaku ileus paralitikus (paralisis saluran GI akibat respons neurogenik atau otot terhadap trauma atau peradangan) muncul pada awal peritonitis tanda-tanda umum peradangan misalnya demam, peningkatan hitung sel darah putih, dan takikardia

57

A.2.1. Peritonitis primer Peritonitis fokusnya di luar rongga abdomen dan infeksi dibawa lewat darah (hematogen) atau limfe (limfogen). Peritonitis primer umumnya terjadi sebelum usia 6 tahun dan sering berhubungan dengan penyakit ginjal kronis dengan atau tanpa asites, sirosis hepatis. Penyebab peritonitis primer biasanya akibat kuman Pneumococcus dan Streptococcus, bakteri gram negatif (E.coli) , jarang disebabkan oleh virus. Gejala y Nyeri abdomen yang terjadi dalam 48 jam y Muntah-muntah y Diare Pemeriksaan Fisik y Distensi abdomen dan nyeri tekan y Suhu tinggi y Gelisah y Nadi cepat, lemah, dan dangkal y Auskultasi, didapatkan bising usus menurun Pemeriksaan penunjang y Darah Rutin, didapatkan leukositosis dengan PMN 85-90% y Urinalisis, biokimia serum abnormal y Fotopolos abdomen, untuk mengetahui pelebaran colon dan usus halus disertai edema dinding usus y Aspirasi cairan asites, merupakan gold standar Penatalaksanaan Laparotomi, dapat ditemukan bakteri gram negative atau bakteri gram positif setelah pengobatan antibiotika selama 48 jam tidak mengalami perbaikan.

58

A.2.2. Peritonitis Sekunder Peritonitis yang fokusnya berada dalam rongga abdomen. Sering disebabkan oleh masuknya bakteri usus ke rongga peritoneum melalui nekrosis dinding usus. Biasanya berhubungan dengan apendisitis, intususepsi, volvulus, hernia inkarserata, divertikel Mekel yang ruptur, ulkus peptikus, kolitis ulseratif, enterokolitis pseudomembran. Peritonitis sekunder umumnya disebabkan oleh flora normal saluran cerna baik bakteri aerob maupun anaerob. Gejala y y y Demam Nyeri abdomen difus Mual, muntah

Pemeriksaan Fisik y y y y y Distensi Abdomen dan nyeri tekan Suhu tinggi Gelisah Nadi cepat, lemah, dan dangkal Auskultasi terdapat bising usus menurun

Pemeriksaan penunjang y y Darah Rutin : Leukosit> 12000/ml dengan PMN yang menonjol Foto polos abdomen, terdapat udara bebas dalam rongga peritoneum

Penatalaksanaan y y Perbaikan defisit cairan dan elektrolit Pemberian antibiotika, kombinasi amfisilin + aminoglikosida + metronidazol / klindamisin / sefalosforin, kombinasi amfisilin+gentamisin + Kloramfenikol. y Pembedahan, dilakukan sedini mungkin

59

A.2.3. Peritonitis Mekonium Terjadi karena ruptura usus proksimal dari obstruksi. Kadang-kadang terdapat pada kasus tanpa obstruksi, yaitu terjadi akibat dinding usus yang lemah atau akibat kelainan vaskuler (35).

Gejala klinis Tampak abdomen membuncit dan tegang sejak bayi dilahirkan. Bayi tampak sakit berat, sianosis, hiperapneu, dan merintih. Dinding perut tampak sembab kebiru-biruan. Bayi tidak mau menyusu, muntah-muntah dan konstipasi. Kadang-kadang didapatkan defekasi mekonium dengan darah dan lendir (37).

A.3. Komplikasi (31) Sepsis dan kegagalan multiorgan dapat terjadi.

A.4. Penatalaksanaan (31) koreksi bedah atas perforasi atau pengangkatan organ yang pecah/rusak antibiotika untuk membatasi infeksi pemberian cairan dan elektrolit sebagai pengganti

B. Apendisitis Akut Apendisitis adalah peradangan pada appendix, kecil, pada awal usus besar di sisi perut kanan bawah. Appendisitis adalah kegawatdaruratan dan jika tidak segera tertangani, appendix akan ruptur, dan berpotensial menyebabkan infeksi yang fatal pada rongga abdomen (peritonitis). Meskipun tidak diketahui fungsinya, appendix dapat menjadi radang dan penyakit.(36) Pada penelitian yg dilakukan oleh Abantanga,dkk (2009) dinyatakan bahwa apendisitis akut menduduki peringkat kedua tertinggi kegawatdaruratan bedah abdomen pada anak setelah perforasi typhoid (37). Ini adalah penyebab tersering nyeri perut pada anak (38), diagnosis sulit, dan kondisinya jika tidak ditangani berpotensi menimbulkan komplikasi yang parah, seperti perforasi, sepsis intra-abdominal, dan luka infeksi (39,40).

60

Demografi Appendisitis merupakan kegawatdaruratan abdomen yang tersering pada anak dan dewasa muda. Insidensi tertinggi pada anak laki-laki, yaitu usia 10-14 tahun dan pada anak perempuan, yaitu usia 15-19 tahun. Jarang terjadi pada bayi dan anak di bawah usia 2 tahun. Di US, appendisitis terdapat pada 4 orang dari 1000 orang anak.(36)

Etiologi Appendisitis biasanya disebabkan oleh sumbatan di dalam appendix, yang disebut dengan lumen. Sering kali lumen tersumbat oleh material feses. Jaringan limfoid, yang terdapat pada lapisan mukosa appendix dan usus, membantu melawan bakteri dan infeksi virus, dapat membengkak dan menimbulkan Kondisi ini disebut hiperplasi limfoid, dapat juga

obstruksi pada appendix.

berhubungan dengan macam peradangan dan penyakit infeksi, misal Crohns disease, gastroenteritis, infeksi pernafasan, mononukleosis, dan campak. Appendistis dapat juga disebabkan oleh benda asing, trauma abdomen, atau tumor. Selain itu, mungkin terdapat peran genetik pada appendisitis; beberapa anak mungkin mewarisi gen yang membuat mereka lebih rentan mengalami penyumbatan pada lumen appendix. Memiliki fibrosis kistik juga meningkatkan risiko appendisitis pada anak.(36) Cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendisitis ialah erosi mukosa apendix akibat parasit,seperti E.histolytica. (13)

Patofisiologi Sumbatan pada appendix kemudian mengakibatkan peradangan,

meningkatkan tekanan, dan membatasi aliran darah, menyebabkan nyeri tumpul di kuadran kanan bawah abdomen. Jika appendix tidak diangkat, bakteria dan peradangan akan meluas, dinding appendix meregang dan dapat terjadi perforasi. Ketika appendix mengalami perforasi, cairan berisi bakteri dilepaskan ke dalam rongga abdomen dan kemudian terjadilah peritonitis. Perforasi lebih sering pada

61

anak-anak. Perforasi dapat terjadi 48-72 jam setelah gejala pertama timbul dan dapat mengancam jiwa.(36)

Gejala Gejala klasik appendisitis:(36) y Nyeri abdomen, awalnya di sekitar pusat kemudian pindah ke kuadran kanan bawah abdomen. y Mual y Muntah y Hilang nafsu makan y Diare, konstipasi, dan/ atau tidak mampu buang angin y Demam y Pembengkakan abdomen y Gejala lain yang mungkin adalah nyeri saat kencing, tidak mampu kencing, terasa ingin kencing jika appendix dekat dengan traktus urinarius dan kandung kemih. Ketika perforasi terjadi, nyeri abdomen menjadi semakin kuat dan meliputi semua daerah abdomen, dan demam bisa sangat tinggi. Gambaran klinis apendisitis akut: (31) - tanda awal Nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksi - nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc Burney nyeri tekan nyeri lepas defans muskuler - nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing) nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg) nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti nafas dalam, berjalan, batuk, mengedan.(13)

62

Gejala appendisitis berbeda-beda, dan tidak setiap anak memiliki semua gejala tersebut. Pada anak usia di bawah 2 tahun, gejala paling sering adalah muntah dan kembung atau pembengkakan abdomen. Anak yang baru belajar jalan dengan appendisitis mungkin memiliki kesulitan makan dan terlihat sangat lelah. Anak bisa mengalami konstipasi, bisa juga feses kecil dengan mukus. Walaupun bayi dan anak di bawah usia 2 tahun juga mengalami nyeri abdomen dan gejala lainnya, mereka tidak mampu mengatakan gejala tersebut pada orang dewasa. (36)

Diagnosis Diagnosis appendistis adalah melalui pemeriksaan fisik, tes laboratorium, dan imaging tests. Saat pemeriksaan fisik, dokter melakukan palpasi untuk menemukan ketegangan otot dan titik nyeri. Pemeriksaan fisik dapat juga melalui pemeriksaan rektal, pemeriksaan genital pada anak laki-laki, dan pemeriksaan ginekologi pada anak perempuan, karena bisa kondisi lain, seperti torsio testis dan kehamilan ektopik memiliki gejala yang mirip dengan appendisitis. Tes laboratorium meliputi analisis hitung sel darah putih untuk menentukan ada atau tidak infeksi, urinalisis untuk menyingkirkan infeksi traktus urinarius dan ginjal, dan tes lainnya, seperti tes kehamilan dan fungsi hati, untuk menyingkirkan penyebab lain nyeri abdomen. Imaging test mencakup X-ray, USG, dan CT. (36) Pada anak-anak dan bayi sering terjadi misdiagnosis. Diagnosis appendisitis sangat sulit didapatkan sebelum perforasi, sekalipun oleh dokter yang sangat berpengalaman. Pada bayi, diagnosis sering kali tidak didapatkan sampai telah terjadi perforasi. Appendisitis paling sering misdiagnosis dengan gastroenteritis atau infeksi saluran pernafasan.(36) Ada beberapa cara untuk membantu diagnosis. mengklasifikasikan pasien pada risiko rendah, jika: (41)
y y y

Orang Amerika

Hitung sel darah putih (WBCC) <9.5 x 109/L Tidak ada nyeri tumpul kuadran kanan bawah neutrophil count<54% Hittung sel darah putih (WBCC) >13.0 x 109/L dengan nyeri tumpul, atau

Pasien berisiko tinggi jika:


y

63

voluntary guarding danneutrophil count>82%

Model ini lebih dapat dipercaya dibanding praktis klinis dengan hal missed appendisitis (41).

Diagnosis banding (13) y y y y y y y y y y Gastroenteritis Demam dengue Lamfadenitis mesenterika Kelainan ovulasi Infeksi panggul Kehamilan di luar kandungan Kista ovarium terpuntir Endometriosis eksterna Urolitiasis pielum/ureter kanan Penyakit saluran cerna lainnya

Penatalaksanaan Appendisitis ditangani dengan melakukan pembedahan segera, disebut dengan appendiktomi. Appendix diangkat melalui insisi abdomen standar. Pada laparoskopi appendiktomi, ahli bedah memasukkan scope kecil melalui insisi kecil pada abdomen untuk mengangkat appendix. Laparoskopi appendiktomi menghasilkan sedikit nyeri post-operatif dan infeksi insisi bedah kecil. Pada remaja perempuan, laparoskopi memiliki banyak keuntungan untuk mendiagnosis dan menangani kondisi ginekologi dan kehamilan ektopik saat appendiktomi jika ternyata appendix didapatkan normal.(36) Antibiotika preoperatif diberikan pada anak dengan suspek appendisitis dan dihentikan setelah pembedahan jika tidak ada perforasi.(36) Jika appendix sudah diangkat sebelum perforasi terjadi, rawat inap selama 2-3 hari. Anak dengan perforasi appendix dan peritonitis harus rawat inap sampai 1 minggu.(36)

64

Prognosis Appendisitis biasanya berhasil ditangani dengan appendiktomi, dan hampir tidak ada komplikasi. Tingkat mortalitas kasus ini dengan tanpa komplikasi kurang dari 0,1%. Perforasi dan ruptur appendix, sebaik peritonitis, terjadi lebih besar pada anak-anak. Ketika appendix ruptur dan mengakibatkan infeksi parah, kemungkinan menimbulkan komplikasi lebih tinggi, dan

penyembuhan lebih lama. Peritonitis merupakan kondisi mengancam jiwa, dan kematiannya mencapai 1% dari kasus.(36)

Pencegahan Secara umum appendisitis tidak dapat dicegah. Insidensi lebih rendah pada orang yang memakan lebih banyak serat harian, yang menurunkan viskositas feses, menurunkan waktu perjalanan usus, dan mengecilkan bentuk feses, yang merupakan predisposisi individu untuk obstruksi appendix.

C. Septic Hip Septic hip (sepsis sendi panggul) adalah infeksi sendi panggul. Ini

merupakan masalah yang jarang terjadi, tetapi dapat terjadi pada bayi dan anakanak. Septic hip disebut juga dengan sepsis arthritis dan infeksi arthritis.(42) Anak-anak dengan septic hip terdapat bakteri pada sendi panggulnya. Bakteri terakumulasi menjadi pus dan nyeri. Anak dengan septic hip membutuhkan pembedahan untuk menyembuhkan infeksi. Penanganan harus dilakukan cepat untuk memastikan tidak ada kerusakan permanen pada sendi panggul. (42)

Gejala Anak yang mengalami infeksi pada sendi panggul memiliki beberapa gejala atau semua gejala berikut:(42) y Demam y Nyeri pada pergerakan sendi panggul y Sulit berjalan atau pincang

65

Diagnosis Pemeriksaan fisik penting dilakukan untuk menentukan lokasi masalah. Jika diduga infeksi sendi panggul, tes darah dapat membantu mengetahui tanda infeksi dan peradangan. X-ray biasanya dilakukan untuk mengevaluasi permasalahan tulang di sekitar sendi panggul. Tes lainnya juga bisa dilakukan seperti MRI, USG untuk melihat jika terdapat akumulasi cairan dalam sendi panggul.(42) Jika suspek septic hip, jarum dimasukkan ke dalam sendi panggul.

Cairannya diambil dan dianalisis. Jika terdapat pus dalam cairan, maka terbukti infeksi dan pembedahan harus dilakukan untuk membersihkan sendi panggul. jika infeksi tidak jelas, cairan dapat dianalisis untuk membuktikan infeksi. Permasalahan lainnya adalah yang tidak terlalu serius, seperti transient sinovitis sendi panggul, dapat menyebabkan gejala yang mirip dengan sepsis arthritis(42).

Penatalaksanaan Penanganan infeksi sendi dibutuhkan tindakan pembedahan. Infeksi sendi dapat menyebabkan kerusakan permanen kartilago. Jika infeksi sendi panggul didiagnosis pada anak, maka harus dibedah untuk membersihkannya(42). Waktu penanganan infeksi panggul sangat penting. Karena panggul masih terus tumbuh, hal ini sangatlah penting melindungi kartilago. Pasien yang menahan kerusakan kartilagonya berisiko menyebabkan kerusakan sendi panggul permanen. Pasien ini mungkin membutuhkan reposisi panggul nantinya jika kerusakan kartilago parah (42).

66

4. STRANGULASI

Strangulasi merupakan keadaan terjepitnya suatu saluran, yang mengakibatkan gangguan oksigenasi jaringan. A. Hernia Strangulata (43,44) Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia, disebut hernia inkarserata atau hernia strangulata. Hernia inkarserata berarti isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai akibatnya yang berupa gangguan pasase atau vaskularisasi. Hernia strangulata merupakan hal yang serius dan dapat mengancam jiwa dimana isinya dapat mengalami iskemi dan kematian Masuknya usus dalam kantong hernia dan terjadinya cekikan pada cincin hernia mengakibatkan kongesti pada vena sehingga terjadi edema pada usus dengan meningkatnya tekanan sehingga suplai arteri juga tersumbat menyebabkan gangren pada usus. Pasien dengan hernia strangulata akan nampak toksik, dehidrasi, dan demam. Pada abdomen terdapat tanda-tanda obstruksi yaitu peningkatan peristaltik, abdomen yang distensi dan muntah. Pada hernia tampak tegang, tidak dapat dimasukkan, warna kulit kemerahan atau kebiruan, dan tidak ada bunyi peristaltik pada hernia. Pada keadaan ini perlu dilakukan tindakan yang cepat yaitu resusitasi cairan dan elektrolit serta memasang pipa nasogastrik. Penderita diberikan antibiotik segera setelah itu dilakukan operasi untuk melepaskan cekikan dan menilai viabilitas usus, usus yang gangren dibuang dan yang viabel dilakukan anastomis end to end dan dimasukkan kedalam kavum abdomen. . Hernia inkarserata berarti isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai akibatnya yang berupa gangguan pasase atau vaskularisasi. Kematian pada hernia strangulata berhubungan dengan lamanya

strangulasi dan umur pasien. Semakin lama terjadinya strangulata semakin meningkatnya kerusakan yang terjadi oleh karena itu hernia strangulata

67

merupakan bedah emergency. Hernia inkaserata tanpa tanda-tanda strangulasi baik pada pemeriksaan fisis maupun laboratorium sebaiknya dicoba

dikembalikan, jika berhasil operasi dapat ditunda 1 atau 2 hari kemudian. Pemakaian prostetik mesh pada hernia strangulata sebaiknya dihindari karena dapat meningkatkan resiko terjadinya translokasi bakteri dan infeksi pada luka. B. Torsio Testis Definisi Torsio testis ialah pada terpuntirnya epididimis. testis Keadaan pada ini funikulus merupakan

spermatikus/mesorchium

kegawatdaruratan karena dapat terjadi nekrosis testis. Angka kejadian sangat jarang (1 : 4000 pria, 25 thn), Biasa terjadi pada sebelum dewasa ataupun dewasa, bahkan pada saat dalam kandungan. paling sering pada usia 12 18 tahun. keterlambatan diagnose dan pengobatan dapat menyebabkan spermatogenesis terganggu bahakan terhenti , nekrosis, dan ganggren testis.Jika detorsio dilakukan pada 4 jam selama gejala mengurangi 10% daripada dilakukan lebih dari 24 jam. (45,46) Etiologi Belum diketahui pasti penyebab terjadinya keadaan ini. Faktor predisposisi antara lain (45): -. Kriptorchkismus -. Hidrokel -. Gubernakulum tidak terbentuk -. Spasme kremaster -. Posisi transversal pada skrotum -. Mesorchium panjang dan sempit -. Kecendrungan mesorchium melekat pada satu pole testis -. Kurang menyatunya dinding skrotum dengan testis -. Bell clapper deformity 68

Faktor pencetus, antara lain: -. Kontraksi m. cremaster yang tiba-tiba dan kuat, misalnya karena suhu dingin dengan tiba-tiba, ketakutan, batuk dan trauma Patofisiologi Testis akan masuk ke dalam skrotum melalui saluran ari-ari. peritonium pada abdomen berinvaginasi melalui saluran dan secara parsial akan menutup testis dan epididimis kemudian membentuk tunika vaginalis. Jika tunika vaginalis menutup secara penuh tapi penurunan terlalu tinggi maka ada kecendrungan terjadi kelainan. Jika terpilinnya pada intravaginal, testis dapat terputar didalam tunika vaginalis yang menyebabkan konstriksi pembuluh darah. Jika terpilinnya di ekstravaginal,biasanya terjadi pada bayi premature bahkan pada masa intrauterine (46). Manifestasi Klinik Torsio testis dapat memperlihatkan skrotum yang lunak dan bengkak, tapi skrotum tampak lebih rumit, khususnya pada anak yang lebih muda, menegaskan pentingnya pemeriksaan genital pada evaluasi nyeri abdomen. Walaupun pada anak yang lebih muda hanya tampak gejala berupa nyeri abdomen, muntah, dan demam ringan, pemeriksaan akan menampakkan skrotum yang lunak dan bengkak dengan peninggian testis. Hilangnya reflex kremaster adalah tanda penting lainnya. Torsio juga dipertimbangkan pada anak laki-laki dengan undeseden testis (46) Diagnosa Banding Proses penyakit lainnya yang dapat juga memperlihatkan adanya nyeri abdomen yang tiba-tiba dan muntah adalah intususepsi dan kolik renal. Pada anak perempuan, kehamilan ektopik dan rupture kista korpus luteal atau abses tubaovarium juga harus dipertimbangkan (46).

69

Tes Laboratorium Terdapat leukositosis pada lebih dari 50% pasien, dan urinalisis biasanya normal (46). Diagnostik radiologi Warna-aliran Doppler ultrasound memiliki sensitifitas sekitar 82-86% dengan spesifisitas hampir 100% untuk torsi testis. Skintigrafi untuk torsi testis memiliki sensitivitas antara 80-100% dan spesifisitas 89% sampai 100%. Karena torsi bersifat intermiten, tes diagnostik dapat negatif ada, pada

waktu pemeriksaan. Jika kecurigaan untuk

diagnosis masih

konsultasi

dengan urologi atau ginekologi dan dianjurkan dirujuk ke Rumah Sakit (46).

Penatalaksanaan Pada torsio awal (1-2 jam) dilakukan terapi konservatif dengan melakukan Detorsi manual. bila berhasil lakukan orkidopeksi beberapa saat kemudian. Jika pasien memiliki gejala selama 12 jam, segera lakukan tindakan

bedah. Sambil

menunggu operasi, upaya pada

detorsion manual

dalam kegawatdaruratan adalah tepat, yang dicapai dengan memutar testis dalam open-book dari medial ke lateral setelah dilakukan administrasi analgesia yang memadai. Orkidopeksi kedua testis biasanya menghindari rekurensi; sekitar 40% dari testis bellclapper kontralateral (46). Teknik operasi dilakukan bila (45): -. Viable, lakukan orkidopeksi -. Tidak viable, lakukan orkidektomi -. Orkidopeksi testis kontralateral untuk prevensi Prognosis (45) y y Umumnya viable dalam 4 jam setelah torsio Maksimum survival 70 90 % 5 12 jam dilakukan pasien setelah detorsion untuk memiliki kelainan pada

70

y y y y

Mungkin masih baik 12 24 jam Hasil meragukan bila lebih dari 24 jam Dianjurkan orkidektomi bila lebih dari 4 jam Tergantung jumlah putaran dan lamanya torsio

71

5. KOMBINASI

Invaginasi Invaginasi atau intususepsi adalah keadaan masuknya segmen usus ke segmen bagian distalnya. Hal ini sering menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Invaginatum dapat mengalami kompresi dan jika tidak segera ditangani dapat menyebabkan strangulasi (gagalnya sirkulasi pada suatu bagian akibat penekanan). (47,48) Umumnya bagian yang peroksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal (intususepien).(49) Terdapat 4 jenis invaginasi, yaitu (48): Kolik : mengenai segmen usus besar Enterik : mengenai usus kecil Ileosekal : katub ileosekal masuk ke sekum, menarik ileum ikut dengannya Ileokolik : ileum prolaps melalui katub ileosekalke dalam kolon

Insidensi Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang muda dan dewasa. Invaginasi dapat ditemukan pada semua umur, kebanyakan ditemukan pada kelompok umur 5-9 bulan dan frekuensinya menurun dengan bertambahnya usia anak. Invaginasi lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita. Serangan rhinitis dan infeksi saluran nafas sering kali mendahului terjadinya invaginasi. Lebih dari 80% Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal. Invaginasi dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis (13,46,5052). Etiologi Terbagi dua : 1. Idiophatic 2. Kausal

72

Idiophatic Menurut kepustakaan 90 95 % invaginasi pada anak dibawah umur satu tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai infatile idiphatic intussusceptions. Pada waktu operasi hanya ditemukan penebalan dari dinding ileum terminal berupa hyperplasia jaringan follikel submukosa yang diduga sebagai akibat infeksi virus. Penebalan ini merupakan titik awal (lead point) terjadinya invaginasi.

Kausal Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun) adanya kelainan usus sebagai penyebab invaginasi seperti : inverted Meckels diverticulum, polip usus, leiomioma, leiosarkoma, hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma, duplikasi usus.(52)

Patofisiologi Lebih dari 95% invaginasi terjadi di daerah ileosekal. Dapat pula terjadi di usus halus, dengan gejala yang lebih berat, serta kolon ynag gejalanya lebih ringan. Terjepitnya bagian usus dalam invaginasi menimbulkan strangulasi dan stasis vena sehingga timbul edema, Selanjutnya terjadi ekskresi mukus yang berlebihan sehingga meyebabkan peningkatan tekanan disekitar invaginatum dan pecahnya vena yang menyebabkan terjadinya rembesan darah dari usus yang terjepit. Jika terjadi gangguan darah arteri (strangulasi) maka akan terjadi gangrene dan akhirnya perforasi (46,53).

Gambaran Klinis Manifestasi penyakit mulai tampak dalam waktu 324 jam setelah terjadi invaginasi. . Serangan klasik terdiri atas nyeri perut, muntah, dan keluar lendir campur darah (red current jelly) per anus yang berasal dari intususeptum yang tertekan, terbendung, atau mungkin sudah mengalami strangulasi. Minimal 2 dari trias tersebut didapatkan pada 60% pasien. Muntah tidak selalu berhubungan

73

dengan cairan empedu karena letak obstruksi rendah, pada invaginasi ileosekal (13,53).

Diagnosa Banding (54) Gastro enteritis, bila diikuti dengan invaginasi dapat ditandai jika dijumpai perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan. Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri. Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan demam. Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat. Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali dan pada colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit perianal, sedangkan pada invaginasi didapati adanya celah.

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Pada palpasi perut dapat teraba massa yang biasanya memanjang dengan batas jelas seperti sosis. Invaginatum yang masuk jauh dapat ditemukan pada pemeriksaan colok dubur. Ujung invaginatum teraba seperti porsio uterus pada pemeriksaan vaginal sehingga dinamai pseudoporsio atau porsio semu. Jarang ditemukan invaginatum yang sampai keluar dari rektum. Keadaan tersebut harus dibedakan dari prolapsus mukosa rektum. Pada invaginasi, didapatkan

invaginatum bebas dari dinding anus, sedangkan prolapsus berhubungan secara sirkuler dengan dinding anus(13). Pada inspeksi, sukar sekali membedakan antara prolapsus rektum dan invaginasi. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan jari di sekitar penonjolan untuk menentukan ada tidaknya celah terbuka (13). Pemeriksaan radiologis berupa foto polos abdomen memperlihatkan tandatanda obstruksi usus halus, kadang-kadang tampak sebagai bayangan menyerupai sosis dibagian tengah abdomen.

74

Pemeriksaan

USG

juga

dapat

membantu

penegakan

diagnosis.

Pemeriksaan ini lebih sering digunakan karena bersifat non-invasif . Pada pemeriksaan USG menunjukkan doughnut sign atau pseudokidney sign. Dengan enema barium tampak defek pengisian barium yang konveks, barium akan terhenti sementara, bayangan per mobil (coiled spring appearance) apabila barium melingkari intususeptum (55).

Diagnosis (54) Untuk menegakkan diagnosa invaginasi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi. Gejala klinis yang menonjol dari invaginasi adalah suatu trias gejala yang terdiri dari : 1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba tiba, nyeri bersifat serang serangan., nyeri menghilang selama 10 20 menit, kemudian timbul lagi serangan baru. 2.Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas. 3.Buang air besar campur darah dan lendir Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya tumor, oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias invaginasi. Mengingat invaginasi sering terjadi pada anak berumur di bawah satu tahun, sedangkan penyakit disentri umumnya terjadi pada anak anak yang mulai berjalan dan mulai bermain sendiri maka apabila ada pasien datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut yang bersifat kolik sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari / malam, ada muntah, buang air besar campur darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan invaginasi.

Penatalaksanaan Tatalaksana umum adalah dengan pemasangan IVFD dan selang nasogastrik. Fokus utama manajemen pada anak dengan intususepsi adalah mereduksi kegawatdaruratan obstruksi usus. Secara sederhana, manajemen

keadaan ini dikerjakan dengan barium enema, yang dilakukan untuk diagnose dan

75

terapi secara radiologis. Barium enema sudah sejak lama menjadi gold standard untuk diagnosis dan terapi intususepsi (46,53). Barium enema dapat diberikan bila tidak dijumpai kontra indikasi seperti (54) : Adanya tanda obstruksi usus yang jelas baik secara klinis maupun pada foto abdomen Dijumpai tanda tanda peritonitis Gejala invaginasi sudah lewat dari 24 jam Dijumpai tanda tanda dehidrasi berat. Usia penderita diatas 2 tahun Reduksi invaginasi dilakukan dengan barium enema menggunakan prinsip tekanan hidrostatik. Pengelolan reposisi hidrostatik dapat dikerjakan sekaligus sewaktu diagnosis Roentgen ditegakkan, asalkan keadaan umum mengizinkan, tidak ada gejala dan tanda rangsangan peritoneum, anak tidak toksik, dan tidak terdapat obstruksi tinggi. Tekanan hidrostatik tidak boleh melewati satu meter air dan tidak boleh dilakukan pengurutan atau penekanan manual di perut sewaktu dilakukan reposisi hidrostatik ini. Akan tampak gambaran cupping dan coiled spring yang menghilang bersamaan dengan terisinya ileum oleh barium. Reduksi dengan barium enema dikatakan berhasil bila barium cukup jauh mengisi ileum atau tampak jendela kolon. Baru-baru ini didapatkan reduksi enema berhasil pada pasien dengan gejala kurang dari 12 jam, tidak ada perdarahan rektum, tidakadanya obstruksi usus halus, dan hidrasi normal. Bila reduksi dengan barium enema gagal, dilakukan operasi segera. Jika reposisi konservatif ini tidak berhasil, terpaksa diadakan reposisi operatif. Sewaktu operasi, dicoba dilakukan reposisi manual dengan mendorong invaginatum dari oral ke arah sudut ileosekal, dorongan dilakukan dengan hati-hati tanpa tarikan dari bagian proksimal (13). Cara baru seperti air enema dan ultrasound-guided enema juga telah muncul. Air enema memberikan beberapa keuntungan dibanding barium. Air enema juga lebih mudah dikerjakan, dan banyak penelitian membuktikan bahwa cara ini memiliki tingkat keberhasilan reduksi yang lebih tinggi. Air enema

76

menggunakan pedoman fluroskopi yang memberikan lebih sedikit radiasi dibanding barium, dan tidak terdapat paparan jika menggunakan pedoman ultrasound. Paparan radiasi terbatas dianggap penting ketika berhadapan dengan bayi dan kerentanan organ reproduksinya. Selain itu, jika perforasi terjadi selama pemerikasaan, udara lebih tidak berbahaya untuk peritoneum dan isi abdomen dibanding barium (46). Tidak semua anak dengan intususepsi harus menjalani reduksi usus dengan enema. Gejala klinik dari peritonitis, perforasi, atau syok hipovolemik merupakan kontraindikasi mutlak untuk enema. Tanda-tanda tersebut merupakan tanda untuk dilakukannya tindakan operatif. Kontraindikasi relatif penggunaan enema mencakup perpanjangan gejala (> 24 jam), adanya bukti obstruksi (misalnya, adanya air fluid level pada foto polos abdomen), dan pada pemeriksaan ultrasound ditemukan iskemia usus atau cairan dan gas yang tertangkap (46). Pada pasien tertentu, enema dapat menyebabkan reduksi nekrosis usus, perforasi, dan sepsis. Setelah reduksi berhasil dilakukan anak harus diobservasi. Sebagian kecil pasien (0,5-15%) akan mengalami rekurensi intususepsi, biasanya dalam 24 jam, tetapi kadang-kadang setelah satu hari atau satu minggu. Reduksi setelalah laparotomi berkisar antara 2-5% (46).

Tindakan untuk mereposisi usus (54) Tindakan selama operaasi tergantung kepada penemuan keadaan usus, reposisi manual dengan cara milking dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung pada keterampilan dan pengalaman operator. Insisi operasi untuk tindakan ini dilakukan secara transversal (melintang), pada anak anak dibawah umur 2 tahun dianjurkan insisi transversal supraumbilikal oleh karena letaknya relatif lebih tinggi. Ada juga yang menganjurkan insisi transversal infraumbilikal dengan alasan lebih mudah untuk eksplorasi malrotasi usus, mereduksi invaginasi dan tindakan apendektomi bila dibutuhkan.Tidak ada batasan yang tegas kapan kita harus berhenti mencoba reposisi manual itu.

77

Reseksi usus dilakukan apabila : pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atauditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi dilakukan anastomosis end to end, apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan exteriorisasi atau enterostomi.

78

PENUTUP

Kegawatdaruratan medik adalah keadaan mendadak yang terjadi pada seseorang, berupa gangguan/kegagalan fungsi tubuh secara akut, yang sedemikian berat sehingga bila tidak ditangani dengan segera akan dapat menyebabkan kematian ataupun kecacatan. Kondisi gawat darurat pada bedah anak antara lain disebabkan oleh perdarahan, obstruksi, infeksi, strangulasi dan kombinasi. Perdarahan merupakan kehilangan akut volume perdarahan akibat pecah atau cederanya pembuluh darah tanpa adanya kelainan koagulasi. Volume darah pada anak berkisar antara 8-9% (80-90 ml/kgBB). Perdarahan menjadi kegawatdaruratan apabla terjadi kehilangan volume darah lebih dari 25% EBV, dimana akan muncul syok hipovolemik jika tidak segera ditangani yang akan mengakibatkan kematian. Sumber perdarahan yang sering menyebabkan kegawatdaruratan b iasanya berasal dari rongga abdomen, femur, rongga pelvis, rongga thorax, dan rongga retroperitoneal. Prinsip penanganan pada perdarahan adalah menghentikan sumber perdarahan dan rehidrasi. Obstruksi adalah hambatan atau sumbatan pada organ berongga atau memiliki saluran. Jenis-jenis obstruksi berdasarkan salurannya antara lain adalah traktus respiratorius, traktus digestivus, traktus urinarius, traktus urogenitalis, dan traktus biliaris. Penyebab obstruksi dapat berupa kelainan kongengital dan didapat (acquired). Pada kasus bedah anak, penyebab kegawatdaruratan obstruksi tersering ialah adanya obstruksi traktus digestivus. Tanda-tanda obstruksi total traktus digestivus yaitu SOKMA (Sakit perut, Obstipasi, Kembung, Muntah, dan Abdominal sign misalnya distensi, darm countour, darm staifung). Penanganan berupa pemasangan Infus dan koreksi cairan, pemasangan NGT dan dekompresi (dibuka), pemberian antibiotik broadspektrum, dan termoregulasi. Kegawatdaruratan infeksi pada anak biasanya akibat peritonitis. Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera dalam rongga perut. Peritonitis merupakan suatu respon inflamasi atau supuratif dari peritoneum yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri. Tanda-tanda

79

terjadinya radang adalah tumor, kalor, dolor, rubor, dan functio lesa. Adanya peradangan pada peritoneum akan menimbulkan tanda rangsang peritonium berupa distensi abdomen, nyeri tekan, defans muscular, pekak hati (-), dan bising usus menurun. Penanganan berupa pemasangan infus, pemasangan NGT, Pemberian antibiotik broad spektrum (Gram + : penisilin/ampisilin, Gram - : gentamisin, dan Anaerob : metronidasol), serta termoregulasi. Strangulasi merupakan kejadian yang menyebabkan gangguan

vaskularisasi jaringan, iskemia jaringan , dan nekrosis jaringan. Misal pada hernia strangulata dan torsio testis. Tanda klinis strangulasi antara lain ialah pain (nyeri), pucat, parastesi, pullesness, paralisa. Penanganan biasanya membutuhkan tindakan operatif. Tersering adalah invaginasi. Invaginasi adalah suatu keadaan dimana suatu segmen usus proksimal masuk ke dalam lumen usus distal, sehingga menyebabkan penyumbatan, diikuti dengan strangulasi dan nekrosis usus. Pada kasus ini terjadi obstruksi yang akan mengakibatkan strangulasi.

80

You might also like