You are on page 1of 17

Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan Nurul Atika Binti Latif 10 2009 272 Fakultas Kedokteran UKRIDA 2011

Jl. Arjuna No. 6 Jakarta-Barat 11510 www.ukrida.ac.id ________________________________________________________________________________________________ Abstrak: Anemia adalah suatu kondisi ditandai dengan penurunan kadar hemoglobin, nilai hematokrit dan jumlah sel darah merah sehingga sirkulasi zat dalam tubuh tidak berjalan secara normal. Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia bentuk ini merupakan bentuk anemia yang sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang berkembang, merupakan penyakit darah paling sering pada bayi dan anak, serta ibu hamil. Anemia defisiensi besi sering sering dikaitkan dengan kemampuan ekonomi yang terbatas, masukan protein hewani yang rendah, dan investasi parasit yang merupakan masalah endemik. Prinsip pengobatan anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Kata kunci: anemia pada ibu hamil, anemia defisiensi besi

PENDAHULUAN
Kehamilan adalah suatu kondisi dimana terjadi perubahan secara fisiologis yang sering membingungkan diagnosis gangguan hematologi dan pemberian pengobatan bagi wanita hamil. Hal tersering yang dialami wanita hamil yaitu anemia. Perubahan ini dikarenakan perubahan ekspansi volume dengan peningkatan volume plasma yang tidak dapat diimbangi, sehingga mengakibatkan hematokrit biasanya menurun.1,2 Anemia merupakan masalah ibu yang paling signifikan selama kehamilan. Centers For Disease Control mendefinisikan anemia sebagai kadar hemoglobin kurang dari 11g/dL (Ht < 33%) di trimester pertama atau ketiga atau kadar hemoglobin kurang dari 10,5g/dL (Ht < 32%) di trimester kedua.1,2 Anemia dalam kehamilan yang paling sering hasil dari kekurangan gizi, baik besi atau folat. Anemia pernisiosa karena kekurangan vitamin B12 hampir tidak pernah terjadi selama kehamilan. Anemia lain yang terjadi selama kehamilan mencakup anemia penyakit kronis, anemia karena hemoglobinopati; kekebalan tubuh, kronis (misalnya, spherocytosis herediter atau hemoglobinuria nokturnal paroksismal), atau obat-anemia hemolitik diinduksi, dan anemia aplastik.2

ISI
ANAMNESIS Pemeriksaan Riwayat Medis Riwayat yang akurat sangat penting dalam menilai kesehatan ibu hamil. Riwayat ini juga menetukan urutan dan isi pemeriksaan fisik yang terutama ditujukan untuk memastikan kecurigaan wanita terhadap kehamilannya.1,2 Pada kunjungan pertama, fokuskan perhatian pada; Riwayat kondisi ibu sekarang beserta faktor faktor resiko untuk terjadinya keadaan yang tidak di inginkan. Bagaimana keluhan dan gejala kehamilannya? Adakah nyeri tekan pada payudara? Adakah mual dan muntah, serta sering buang air kecil? Adanya perubahan rutinitas buang air besar? Apakah wanita tersebut merencanakan kehamilannya hingga aterm? Bagaimana pola makan dan minumnya? Apakah mengonsumsi alkohol? Bagaimana penghasilan dan ruang lingkup sosialnya? Apakah ada perasaan stress? Atau pernah dan sering terpapar obat dan bahan kimia? Apakah ini kehamilan pertama? Jika tidak, bagaimana kehamilan sebelumnya? Apakah pernah menderita kelainan dalam kehamilan? Ataupun riwayat penyakit pada diri pasien? Bagaimana riwayat penyakit keluarga pasien dari keluarga? Selain itu dokter harus mendapatkan informasi untuk memperkirakan usia kehamilan berdasarkan tanggal, jadi alangkah baiknya untuk menanyakan hari pertama hari terakhir haid? PEMERIKSAAN FISIK 1. Pengamatan tanda vital: 1,2 Denyut nadi. Aritmia dan palpitasi pada umumnya normal pada kehamilan asalkan tidak menyebabkan sinkop dan perasaan perputar. Tekanan darah. Suhu tubuh. Akan terjadi peningkatan suhu tubuh yang disebabkan oleh efek termogenik dari progesteron. Peningkatan suhu akan kembali normal sesudah 16 minggu. 3

2.

Laju pernapasan. Napas pendek dan dispnea biasanya ditemukan pada kehamilan.

Keadaan umum (nampak sakit berat, sedang), anemia konjungtiva, ikterus, kesadaran, komunikasi personal.

3.

Tinggi dan berat badan.

4. Pemeriksaan fisik lain yang dipandang perlu. PEMERIKSAAN PENUNJANG a) Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit1,3-5 Didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemogglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV dan MCH menurun. MCV <70 fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan thalassemia major. MCHC menurun pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung lama. Anisositosis merupakan tanda awal defisiensi besi. Penigkatan anisositosis ditandai oleh peningkatan RDW (red cell distribution width). Dulu dianggap pemeriksaan RDW dapat dipakai untuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik, tetapi sekarang RDW pada kedua jenis ini hasilnya sering tumpang tindih. Mengenai titik pemilah MCV, ada yang memaki angka <80 fl, tapi pada penilitian ADB di Bagian Penyakit Dalam FK UNUD Denpasar, dijumpai bahwa titik pemilah <78 fl memberi sensitivitas dan sfesifisitas paling baik. Dijumpai juga bahwa penggabungan MCV, MCH, MCHC dan RDW makin meningkatkan spesifisitas indeks eritrosit. Indeks eritrosit selalu dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Hapusan darah tepi menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, dan poiklilositosis. Makin berat derajat anemia, makin berat derajat hipokromia. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Jika terjadi hipokromia dan mikrositosis ekstrim, maka sel tampak sebagai sebuah cincin (ring cell), atau memanjang seperti elips, disebut sebagai sel pensil (pencil cell atau cigar cell). Kadang-kdang dijumpai sel target. Leukosit dan trombosit pada umumnya normal. Tetapi granulositopenia ringan dapat dijumpai pada ADB yang berlangsung lama. Pada ADB karena cacing tambang dijumpai eosinofilia. Trombositosis dapat dijumpai pada ADB dengan dengan episode perdarahan akut. 1,3-5

b) Kensentrasi besi serum dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) 1,3-5 Kensentrasi besi serum dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) meningkat. TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan saturasi transferin dihitung dari besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk kriteria diganosis ADB, kadar besi serum menurun <50g/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat >350g/dl, dan saturasi transferin <15%. Ada juga memakai saturasi transferin <16%, atau <18%. Harus diingat bahwa besi serum menunjukkan variasi diurnal yang sangat besar dengan kadar puncak pada jam 8 sampai 10 pagi.
c) Ferritin serum
1,3-5

Feritin serum merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik kecuali pada keadaan inflamasi dan keganasan tertentu. Titik pemilah (cutt off point) untuk feritin serum pada ADB diapakai angka <12g/l, tetapi ada juga yang memakai <15g/l. untuk daerah tropik di mana angka infeksi dan inflamasi masih tinggi. Feritin serum merupakan pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis ADB yang paling kuat oleh karena itu banyak dipakai baik di klinik maupun di lapangan karena cukup reliabel dan praktis, meskipun tidak terlalu sensitif. Angka feritin serum normal tidak selalu dapat menyingkirkan adanya defisiensi besi, tetapi feritin serum di atas 100mg/dl dapat memastikan tidak adanya defisiensi besi. d) Protoporfirin3-5 Protoporfirin merupakan bahan antara dalam pembentukan heme. Apabila sintesis heme terganggu, misalnya karena defisiensi besi, maka protoporfirin akan menumpuk dalam eritrosit. Angka normal adalah kurang dari momg/dl. Untuk defisiensi besi, protoporfirin bebas adalah lebih dari 100mg/dl. Keadaan yang sama juga didapatkan pada anemia akibat penyakit kronik dan keracunan timah hitam. e) Kadar reseptor transferin3-6 Kadar reseptor transerin dalam serum meningkat pada defisiensi besi. Kadar normal dengan cara immunologi adalah 4-9g/L. Pengukuran reseptor transferin terutama digunakan untuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik. Akan lebih 5

baik lagi bila dipakai rasio reseptor teransferin dengan log feritin serum. Ratio >1,5 menunjukkan ADB dan rasio <1,5 sangat mungkin anemia karena penyakit kronik Pemeriksaan sumsum tulang4-6 Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia normoblastik ringan sampai sedang dengan normoblas kecil-kecil. Sitoplasma sangat sedikit dan tepi tak teratur. Normoblas ini disebut sebagai micronormoblast. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perls stain) menunjukkan cadangan besi yang negatif (butir hemosiderin negatif). Dalam keadaan normal 40-60% normoblast mengandung granula feritin dalam sitoplasmanya, disebut sebagai sideroblast negatif. Di klinik, pengecatan besi pada sumsum tulang dianggap sebagai baku emas (gold standard) diagnosis defisiensi besi, namun akhir-akhir ini perannya banyak diambil alih oleh pemeriksaan ferritin serum yang lebih paraktis. DIAGNOSIS BANDING Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) adalah sekumpulan gejala yang dapat ditimbulkan karena tubuh menderita kekurangan yodium secara terus menerus dalam waktu yang lama. GAKY biasanya terjadi pada kawasan pergunungan dan perbukitan yang tanahnya tidak cukup mengandung yodium. Defisiensi yodium yang berlangsung lama akan mengganggu fungsi kelenjar tiroid secara perlahan menyebabkan pembesaran kelenjar gondok. Anemia Defisiensi Asam Folat 1,2,6,7 Anemia defisiensi Asam Folat adalah anemia yang terjadi karena tubuh kekurangan asam folat. Asam folat dan vitamin B12 adalah zat yang berhubungan dengan unsur makanan yang sangat diperlukan bagi tubuh. Peran utama dari asam folat dan vitamin B12 ialah dalam metabolisme intraselular. Bila kedua zat tersebut mengalami defisiensi, akan menghasilkan tidak sempurnanya sintesa DNA. Hematopoiesis sangat sensitif pada defisiensi vitamin tersebut, dan gejala awal ialah anemia megaloblastik. Anemia Defisiensi Vitamin B12/ Anemia Pernisiosa 1,2,6,7 Anemia pernisiosa adalah anemia megaloblastik dengan karekteristik sel darah merah besar yang abnormal dengan nuclei yang immatur ( blastik). Anemia pernisisosa disebabkan

defisiensi vitamin B 12 di dalam darah. Vitamin B12 penting untuk sintesis DNA sel darah merah dan untuk fungsi saraf. Sumber vitamin B 12 dari makanan dan diserap melalui 6

lambung ke dalam darah.

Faktor intrinsik hormon lambung, penting untuk penyerapan

vitamin B12. Faktor intrinsik disekresi oleh sel parietal mukosa lambung. Sebagian besar penyebab anemia pernisiosa adalah akibat defisiensi faktor intrinsik, dapat juga karena asupan vitamin B12 yang kurang. Defisiensi faktor intrinsik dapat terjadi secara kongenital atau akibat atrofi atau rusaknya mukosa lambung karena peradangan lambung kronis atau penyakit autoimun. Pengangkatan sebagian atau seluruh lambung secara bedah juga akan menyebabkan defisiensi faktor intrinsik.
Tabel 2 . Perbandingan antara Jenis Anemia Lain
6,7

Anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi asam folat

Anemia defisiensi vitamin B12

Definisi

Kelainan yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis.

Kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis DNA dan ditandai oleh sel megaloblastik

Etiologi

- Peningkatan penggunaan - Asupan kurang - Malabsorpsi


- Kehilangan darah

- Asupan kurang - Peningkatan kebutuhan - Gangguan metabolisme folat:alkoholisme, defisisensi enzim - Malabsorpsi
- Penurunan cadangan

- Asupan kurang
- Defisiensi faktor

intrinsik(malabsorpsi)

fisiologis/patologis

asam folat di hati :sirosis non-alkoholik, alkoholisme Gejala Gejala umum anemia - Koilonychia - Atropi papil lidah - Stomatitis angularis - Disfagia - Atrofi mukosa gaster - Pica syndrome Gambaran umum anemia megaloblastik: - Anemia timbul perlahan dan progresif - Kadang-kadang disertai ikterus ringan - Glositis (nyeri lidah) dengan lidah papilnya halus dan berwarna merah, seperti daging (buffy tounge)

Tidak disertai gejala neuropati

Gejala neuropati (kelainan neurologik) - neuritis perifer : mati rasa, rasa terbakar pada jari - kerusakan posterior: posisi, columna gangguan

vibrasi dan tes

Romberg positif
- kerusakan

columna spastisitas deep reflex

latelaris: dengan

hiperaktif dan gangguan serebrasi Lab - Pemeriksaan darah rutin - Feritin serum
- SI dan TIBC

- Pemeriksaan darah rutin

- Pemeriksaan darah rutin - Pemeriksaan faktor intrinsik: darah dan analisa lambung - Test schilling

DIAGNOSIS KERJA Anemia defisiensi besi Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup, yang ditandai dengan gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi serum (Serum Iron = SI) dan transferin menurun, kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity/TIBC) meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang serta ditempat yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali. 1,2,6,7 Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi, antara lain, kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi diusus, perdarahan akut maupun kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti pada wanita hamil, masa pertumbuhan, dan masa penyembuhan dari penyakit. 1,2,6,7

GEJALA KLINIS 1,2,7 Pucat (konjungtiva, telapak tangan, palpebra) Lemah, lesu Pusing Penglihatan sering berkunang-kunang Sering berdebar Papil lidah atrofi Takikardia Jantung membesar

DERAJAT ANEMIA Nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil, didasarkan pada kriteria WHO tahun 1972 yang ditetapkan dalam 3 kategori yaitu normal (11 gr/dl), anemia ringan (8-11 g/dl), dan anemia berat (kurang dari 8g/ dl ). Berdasarkan hasil pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil adalah sebesar 11.28 mg/dl, kadar hemoglobin terendah 7.63 mg/dl dan tertinggi 14.00 mg/dl6,7. ETIOLOGI Penyebab anemia tersering adalah defisiensi nutrisi. Seringkali bersifat multiple dengan manifestasi klinis yang disertai infeksi dan gizi buruk. Namun penyebab mendasar anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup, absorbsi yang tidak kuat, bertambahnya zat gizi yang hilang, kebutuhan yang berlebihan dan kurangnya utilisasi anemia hemopoetik. Sekitar 75% anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi yang memperlihatkan gambaran eritrosit mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab tersering kedua adalah anemia megaloblastik yang disebabkan oleh defisiensi asam folat dan vitamin B12. Penyebab anemia lainnya adalah hemoglobinopati, proses inflamasi, toksisitas zat kimia dan keganasan.1,2,7 Kehamilan membutuhkan asupan zat besi sekitar 2,5mg/hari sepanjang kehamilan, dengan mungkin 3,0-7,5mg/hari yang diperlukan dalam trimester ketiga. Sebuah diet rata-rata pada Negara bagian barat 250 mg/hari folat, namun kebutuhan meningkat menjadi sekitar 400 mg/hari selama kehamilan, karena seringnya kekurangan seperti sayuran yang kaya folat seperti brokoli, kacang polong, yang dikaitkan dengan status sosial. Kekurangan besi dan folat lebih umum pada saat kehamilan dan melahirkan.1,2,7

EPIDEMIOLOGI Anemia sering terjadi pada ibu hamil, angkanya kira-kira 60%, insiden ini tergantung pada lokasi geografis dan keadaan sosial ekonomi. Anemia kehamilan di Indonesia masih tinggi, dengan angka nasional 65% yang setiap daerah mempunyai variasi berbeda.1 Pada ibu hamil, jenis anemia yang sering terjadi akibat defisiensi besi (80%), defisiensi asam folat, dan anemia sel sabit. Anemia yang terkait dengan kehamilan hampir 95% adalah anemia defisiensi besi.1 PATOFISIOLOGI Tahap prepathogenesis adalah tahap sebelum terjadinya penyakit. Sehingga, tahap ini terdiri dari fase suseptibel dan subklinis (asimtomatis). Pada tahap ini, secara patofisiologis anemia terjadi pada kehamilan karena terjadi perubahan hematologi atau sirkulasi yang meningkat terhadap plasenta. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya volume plasma tetapi tidak sebanding dengan penambahan sel darah dan hemoglobin. Selain itu, dapat disebabkan kebutuhan zat besi yang meningkat serta kurangnya cadangan zat besi dan intake zat besi dalam makanan. 1,2,6,7 Zat besi diperlukan untuk eritropoesis. Jika total zat besi dalam tubuh menurun akibat cadangan dan intake zat besi yang menurun, maka akan terjadi penurunan zat besi pada hepatosit dan makrofag hati, limpa dan sumsum tulang belakang. Setelah cadangan habis, akan terjadi penurunan kadar Fe dalam plasma padahal suplai Fe pada sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin menurun. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan eritrosit tetapi mikrositik sehingga terjadi penurunan kadar hemoglobin. 1,2,6,7 Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan besi yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan menyebabkan cadangan besi yang berkurang. Ada tiga tahap dari anemia defisiensi besi, yaitu: 6,7 1. Tahap petama Tahap ini disebut iron depletion atau iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal.

10

2. Tahap kedua Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erytropoietin atau iron limited erytropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan laboratoium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan free erytrocyt porphyrin (FEP) meningkat. 3. Tahap ketiga Tahap inilah yang disebut sebagagi iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb.

Tabel 3. Tahapan Kekurangan Besi. (Sumber: Dikutip dari Lukens (1995), Hillman (1995))

Hb

Tahap 1 Normal

Tahap 2 sedikit menurun

Tahap 3 menurun jelas (mikrositik/hipokrom) 0 <40 >410 <10 <12 <10 >200 Menurun

Cadangan besi (mg) Fe serum (ug/dl TIBC (ug/dl) Saturasi tansferin(%) Feritin serum (ug/dl) Sideroblas (%) FEP(Ug/dl SDM MCV

<100 normal 360-390 20-30 <20 40-60 >30 Normal

0 <60 >390 <15 <12 <10 <100 normal

PENATALAKSANAAN Non-medikamentosa Pedoman menu bagi ibu hamil1,2 1. Makan dua kali lebih dari biasanya, bukan hanya dalam jumlah porsi, namun lebih ditekankan pada mutu zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan yang dikonsumsi. 2. Makanan dapat diberikan 4-6 kali waktu makan, sesuai dengan kemampuan ibu. Jangan memaksa untuk menghabis kan maka nan ya ng t ersaji jika merasa mual, pusing, dan ingin muntah. 11

3. Batasi konsumsi makanan berlemak tinggi dan yang merangsang seperti cabe, makanan bergas seperti nangka, nanas, dan durian, serta yang beralkohol semacam tape. 4. Usahakan mengkonsumsi makanan dalam komposisi seimbang, dengan susunan meliputi 2 piring nasi (250 g), 90 g daging atau ikan, sebutir telur, 60 g kacangkacangan, 3 porsi sayur (100 g), 2 porsi buah-buahan (100 g), segelas susu atau yoghurt, atau seiris keju sebagai ganti serta 1 sdm minyak atau lemak. 5. Berikan minum 1/2 jam sehabis maka n. Perbanyak minum air putih, sari buah s eperti air jeruk, air tomat, sari wortel, air rebusan kacang hija u sebagai pengganti cairan yang keluar, karena ibu ha mil lebih banya k berkeringat dan sering buang air kecil karena kandung kemih yang terdesak oleh pertumbuhan janin. Penting untuk menghindari minuman berkafein seperti kopi, coklat, dan soft drink (minuman ringan) karena merupakan pemicu hipertensi. 6. Hindari konsumsi bahan makanan olahan pabrik yang diberi pengawet dan pewarna yang dimasukkan ke dalam bahan pangan, karena dapat membahayakan kesehatan dan pertumbuhan janin, yang sering dihubungkan dengan cacat bawaan dan kelainan bayi saat lahir. 7. Hindari makanan berkalori tinggi dan banyak mengandung gula serta lemak namun rendah kandungan zat gizi, makanan siap saji, makanan kecil, coklat, karena akan mengakibatkan mual dan muntah. 8. Bagi ibu yang ha mil muda, konsumsilah maka nan dalam bentuk kering, porsi kecil dan frekuensi sering, misalnya biskuit marie dan jenis-jenis biskuit yang lain, karena biasanya mereka tidak berselera makan. 9. Hindari konsumsi makanan laut dan daging yang pengolahannya tidak sempurna karena besar risikonya tercemar kuman dan bakteri yang membahayakan. Untuk menghindarinya, masaklah makanan sampai matang benar, dan cuci makanan untuk menjaga kebersihan, terutama buah dan sayuran sampai bersih sebelum dikonsumsi. 10. .Tetap beraktivitas dan bergerak, misalnya dengan jalan santai di pagi hari. NUTRISI IBU HAMIL Kebutuhan kalori pada ibu hamil pun berbeda di setiap usia kehamilan. Pada trimester pertama harus ditambah sebanyak 180 kkal, sementara pada trimester kedua dan ketiga ditambah sebanyak 300 kkal. Tentunya dengan komposisi zat gizi seimbang, seperti penambahan protein sebanyak 17 g per harinya, penambahan asam lemak omega 3 sebagai 12

sumber DHA, asupan serat untuk mencegah konstipasi dan hemoroid, serta asupan vitamin dan mineral, dan tentunya 8 gelas air per hari. 1,2 Penambahan zat gizi khusus yang diperlukan oleh ibu hamil adalah zat besi, kalsium serta asam folat. Kekurangan zat besi akan menyebabkan anemia dimana kondisi Hb nya kurang dari 11 g/dL. Akibatnya pada ibu hamil adalah berat badan ibu rendah, terjadinya perdarahan, abortus serta penyulit kehamilan, persalinan, nifas dan pasca melahirkan. Sementara pada janin akan terjadi berat bayi lahir rendah, kelahiran prematur, anemia, serta penyulit setelah lahir antara lain gagal tumbuh dan kecerdasan rendah. 1,2 Mineral besi dalam tubuh berguna untuk mengangkut oksigen. Dalam tubuh terikat pada sel darah merah (hemoglobin) dan protein otot (mioglobin). Zat besi bisa didapatkan dalam bahan makanan seperti: hati ayam, daging merah, kerang, ikan tuna atau kacang kedelai, bayam. Sementara asam folat yang merupakan salah satu golongan dalam vitamin B, bagi ibu hamil berfungsi sebagai sintesis DNA (pembawa sifat sel), pembelahan dan pertumbuhan sel normal, serta produksi sel darah merah normal dan mencegah anemia. Bahan makanan sumber asam folat, misalnya, bayam, brokoli, asparagus, kacang merah, jeruk. Risiko defisiensi asam folat yaitu spina bifida, tulang belakang yang tumbuh secara abnormal. 1,2 Kalsium bagi ibu hamil diperlukan untuk pembentukan tulang dan gigi. Bahan makanan sumber kalsium, antara lain: susu, keju, ikan, brokoli, kacang-kacangan atau kalsium karbonat. Serta cukup mendapatkan vitamin D dari sinar matahari. Pada trimester 3, ketika tulang pada janin mulai mengalami kalsifikasi (penulangan), per harinya akan ditransfer dari ibu sebanyak 300 mg kalsium. Untuk itulah kebutuhan kalsium pada ibu hamil harus terpenuhi, bila tidak maka janin akan mengambil cadangan kalsium dari tubuh ibunya. Sedangkan asam lemak omega 3, khususnya Docosahexaenoic acid (DHA), berfungsi dalam pertumbuhan dan perkembangan sistem saraf termasuk otak serta perkembangan retina dan fungsi penglihatan. Pada saat kehamilan sebaiknya menghindari alkohol, rokok, obat-obatan terlarang, makanan terkontaminasi, obat-obatan termasuk suplemen herbal, suplementasi vitamin mineral megadosis, diet penurunan berat badan, serta kopi yang dapat meningkatkan risiko abortus. 1,2 13

NUTRISI IBU MENYUSUI Setiap hari, ibu menyusui akan menghasilkan kurang lebih 750 cc ASI. Sehingga dibutuhkan kalori total ketika menyusui pada 6 bulan pertama tambahan sebanyak 500 kkal sedangkan 6 bulan kedua tambahan kalori sebanyak 550 kkal. 1,2 Komposisi gizi seimbang yang harus terpenuhi oleh ibu menyusui yaitu bertambahnya karbohidrat untuk menggantikan glukosa yang digunakan untuk membuat laktosa dari ASI, penambahan protein sebanyak 17 g per hari, kecukupan cairan, konsumsi buah dan sayur sebagai sumber serat, vitamin dan mineral, serta konsumsi omega 3. Bagi ibu menyusui sebaiknya menghindari alkohol, rokok, obat-obatan, makanan yang berbumbu kuat yang dapat mengubah cita rasa ASI, makanan terkontaminasi, makanan yang pedas, makanan yang membuat bayi alergi seperti susu, telur, ikan, kacang-kacangan, serta kopi yang dapat membuat bayi menjadi terlalu peka dan terjaga dan menyerap zat besi dari ASI. 1,2

Medikamentosa Pengobatan anemia biasanya dengan pemberian tambahan zat besi. Sebagian besar tablet zat besi mengandung ferrosulfat, besi glukonat atau suatu polisakarida. Tablet besi akan diserap dengan maksimal jika diminum 30 menit sebelum makan. Biasanya cukup diberikan 1 14

tablet/hari, kadang diperlukan 2 tablet. Kemampuan usus untuk menyerap zat besi adalah terbatas, karena itu pemberian zat besi dalam dosis yang lebih besar adalah sia-sia dan kemungkinan akan menyebabkan gangguan pencernaan dan sembelit. Zat besi hampir selalu menyebabkan tinja menjadi berwarna hitam, dan ini adalah efek samping yang normal dan tidak berbahaya. 1,2 PENCEGAHAN Anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti sapi. Zat besi juga dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan kangkung, buncis, kacang polong, serta kacang-kacangan. Perlu diperhatikan bahwa zat besi yang terdapat pada daging lebih mudah diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran atau pada makanan olahan seperti sereal yang diperkuat dengan zat besi. 1,2 Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian suplemen Fe dosis rendah 30 mg pada trimester ketiga ibu hamil non anemik (Hb 11 g/dl), sedangkan untuk ibu hamil dengan anemia defisiensi besi dapat diberikan suplemen Fe sulfat 325 mg (zat besi 60-65 mg), 1-2 kali sehari. Untuk yang disebabkan oleh defisiensi asam folat dapat diberikan asam folat 1 mg/hari atau untuk dosis pencegahan dapat diberikan 0,4 mg/hari. Dan bisa juga diberi vitamin B12 100-200 mcg/hari. Anemia juga bisa dicegah dengan mengatur jarak kehamilan atau kelahiran bayi. Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan, akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemis. Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Oleh karena itu, perlu diupayakan agar jarak antar kehamilan tidak terlalu pendek, minimal lebih dari 2 tahun.1,2 KOMPLIKASI Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. 1,2,6,7

15

Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah. Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan, abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lainlain).6-7 PROGNOSIS Prognosis anemia defisiensi besi umumnya baik. ADB merupakan satu gejala yang mudah diobati dengan hasil yang sangat baik.1,7

KESIMPULAN
Kejadian anemia pada ibu hamil harus selalu diwaspadai mengingat anemia dapat meningkatkan risiko kematian ibu, angka prematuritas, BBLR dan angka kematian bayi. Untuk mengenali kejadian pada kehamilan, seorang ibu harus mengetahui gejala anemia pada ibu hamil, yaitu cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, malaise, nafsu makan menurun (anoreksia) dan keluhan mual muntah hebat pada kehamilan muda. Sebagai langkah pencegahan anemia, ibu hamil haruslah mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti sapi, sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan kangkung, buncis, kacang polong, serta kacang-kacangan. Selain itu, ibu hamil diberikan tablet zat besi mengandung ferrosulfat, besi glukonat satu tablet setiap hari selama kehamilan.

16

Daftar Pustaka 1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD. Prenatal care in William Obstetrics. 23rd Edition. McGraw Hill Companies New York. 2008. 2. Laubach J, Bendell J. Hematologic changes in pregnancy. In: Hoffman: Hematology basic principles and practice. 5th ed. Churchill Livingstone, 2008. 3. Sudoyo Aru w, Setiyohadi B, eta al. Pendekatan Terhadap Pasein Anemia dan Anemia Defisisnesi Besi, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publisihing, Jakarta. Cetakan 1 November 2009; p1109-1115, 1127-1137 4. Permono B, Sutaryo, Ugrasena, Anemia Defisiensi Besi, dalam buku ajar hematology oncology , Badan penerbit IDAI: Jakarta, 2005; hal 30-42. 5. Hillmann RS, Ault KA. Clinical approach to anemia. Hematology in Clinical Practice. 3rd Edition. McGraw Hill Companies. 2002; 17-21 6. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J. Iron deficiency anemia. Harrison's principles of internal medicine. 17th ed. McGraw Hill; 2008. 1919-21 7. Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG. Anemia defisiensi besi. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Fakultas Kedokteran UI; 2007. 634-40

17

You might also like