You are on page 1of 19

TUGAS BEDAH PLASTIK PARUT, KELOID, KONTRAKTUR, DAN KELAINAN KONGENITAL

Disusun oleh: Novriantika Lestari Robby Cahyadi Jessica Juan P Qoryami R Hastuti G6A009119 G6A009140 G6A010 G6A010

Penguji: dr. Najatullah SpB, SpBP

KEPANITERAAN UMUM BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

2011

PARUT

Definisi Istilah parut atau scar berasal dari bahasa Yunani yaitu Eskhara, yang berarti keropeng. Dalam pengertian sederhana, parut merupakan tanda bekas luka. Secara klinis parut adalah cacat alami yang ditinggalkan akibat proses penyembuhan luka. Didapatkan perubahan struktur dari kulit berupa hilangnya pori, rambut dan kelenjar yang disertai perubahan warna kulit, hipopigmentasi atau

hiperpigmentasi. Luka yang terjadi hanya terbatas pada lapisan dermis cenderung tidak menimbulkan parut karena masih terdapat komponen epitelial dari kelenjar keringat, kelenjar minyak dan folikel rambut yang mana hal tersebut memungkinkan terjadi penyembuhan tanpa parut. Luka tersebut dalam waktu yang relatif singkat akan tertutup epitel dan bisa dikatakan sembuh secar sederhana. Pada luka yang melewati atau lebih dalam dari seluruh ketebalan kulit ( full thickness ) akan sembuh dengan meninggalkan parut.

Klasifikasi parut Secara klinisi dibedakan atas dua, yaitu : 1. Parut normal Tipis, lunak, berwarna pucat, tidak ada keluhan nyeri ataupun gatal. Luka yang sesuai dengan garis kulit umumnya membentuk parut normal. Secara umum dapat kita sebut sebagi parut yang baik. 2. Parut abnormal Tebal menonjol, keras, berwarna kemerahan atau kecoklatan disertai rasa gatal dan nyeri. Parut abnormal bisa dalam bentuk parut hipertrofik atau keloid.

Patofisiologi Parut Parut hipertrofik dan keloid merupakan suatu parut produk proses penyembuhan luka yang tidak normal. Penyembuhan luka meliputi tiga proses, yaitu : 1. Fase Inflamasi / fase substrat / fase eksudasi / lag phase

Biasanya berlangsung mulai hari pertama luka sampai hari kelima. Fase ini bertujuan menghilangkan mikroorganisme yang masuk kedalam luka, benda-benda asing dan jaringan mati. Semakin hebat infamasi yang terjadi makin lama fase ini berlangsung, karena terlebih dulu harus ada eksudasi yang diikuti penghancuran dan resorpsi sebelum fase proliferasi dimulai. Fase ini mempunyai 3 komponen, yaitu : a. Komponen vaskuler Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubule berusaha menghentikannya dengan

vasokonstriksi dan retraksi ujung pembuluh darah. Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan scrotonin dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel radang disertai vasodilatasi lokal yang menyebabkan udem. b. Komponen hemostatik Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk ikut membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. c. Komponen selluler Aktivitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut memakan dan menghancurkan kotoran luka dan bakteri. 2. Fase proliferasi / fase fibroplasi / fase jaringan ikat Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga, mempunyai 3 komponen, yaitu : a. Komponen epitelisasi Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya dapat

terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. b. Komponen kontraksi luka Kontraksi luka disebut juga pertumbuhan intussuseptif, tujuan utama adalah penutupan luka atau memperkecil permukaan luka. Proses terjadinya kontraksi luka ini berhubungan erat dengan proses fibroplastik. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan luka. Serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengkerut. Sifat ini bersamaan dengan sitat kontraktil miofibroblast menyebabkan tarikan pada tepi luka. c. Reparasi jaringan ikat Luka dipenuhi sel radang, fbroblast dan kolagen yang disertai dengan adanya peningkatan jaringan vaskularisasi berwarna karena proses dengan angiogenesis permukaan

membentuk

kemerahan

berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. 3. Fase remodeling/fase resorpsi/fase maturasi/fase diferensiasi/penyudahan Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebihan. Fase ini dimulai akhir minggu ketiga sampai berbulan bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Udem dan sel radang diserap, sel mudah menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap, kolagen yang berlebihan diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Pada akhir fase ini perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kirakira 3-6 bulan setelah penyembuhan. Tiga fase tersebut di atas berjalan normal selama tidak ada gangguan bauk faktor luar maupun dalam. Gangguan akan membuat parut menjadi tidak normal. Parut hipertrofi dan keloid merupakan suatu bentuk parut yang tidak normal yang

dapat terjadi akibat adanya gangguan selama proses penyembuhan luka yang akan mempengaruhi aktivitas sintesis maupun degradasi kolagen.

PARUT HIPERTROFIK DAN KELOID Parut Hipertrofik Parut hipertrofik adalah jaringan parut yang berlebih, merupakan produk dari penyimpangan penyembuhan luka. Ditandai dengan penebalan parut yang timbul beberapa minggu setelah luka. Penebalan jaringan parut pada parut hipertrofik berada di dalam batas luka dan eritema. Parut hipertrofik kemungkinan besar timbul bila epitel belum menutupi luka lebih dari seminggu. Suatu pengamatan mendapatkan 33% insiden parut hipertrofik pada luka yang sembuh antara 4-21 hari, dan 71% insiden parut hipertrofik pada luka bakar yang sembuh lebih dari 21 hari. Parut hipertrofik berhubungan dengan kekuatan regangan yang berlawanan dan menimbulkan tension. Biasanya terjadi pada permukaan persendian fleksor.

Keloid Keloid adalah suatu kelainan kulit akibat proliferasi abnormal didalam lapisan dermis kulit. Keloid merupakan hasil dari respon penyembuhan luka yang berlebihan. Keloid berhubungan dengan deposisi kolagen yang berlebih pada jaringan parut. Karakteristik keloid adalah pertumbuhan parut ke atas dalam ( elevasi ) dan lateral ke arah jaringan sehat melampaui batas luka dan tidak mengalami regresi. Istilah keloid berasak dari bahasa Yunani, yaitu Chele yang berarti cakar kepiting ( Crab Claw ), hal ini berkenaan dengan lesi yang tumbuh masuk ke area jaringan normal. Keloid dapat timbul diseluruh bagian tubuh tetapi mempunyai predileksi pada daerah bahu, telinga, punggug dan dada. Lokasi tersering timbulnya keloid pada dearah kepala leher adalah lobulus telinga sekitar 55% yang hampir semuanya disebabkan tindik ( lubang telinga ). Urutan berikut yang tersering adalah deltoid (21%), sternal (7%), dan retroaurikuler ( 5% ). Koonin tahun 1964 mengemukakan hipotesis bahwa keloid banyak timbul pada bagian tubuh yang memiliki konsentrasi melanosit tinggi. Keloid sangat jarang

terjadi pada daerah telapak kaki dan tangan karena daerah tersebut konsentrasi melanositnya rendah. Keloid dapat timbul di atas datu tahun setelah trauma. Trauma yang dapat menimbulkan eloid meliputi pembedahan, laserasi, tattoo, luka bakar, injeksi, gigitan, vaksinasi, dan luka tumpul. Ketegangan kulit juga merupakan faktor penting terjadinya keloid. Disamping itu ditentukan juga faktor umur, ras dan lokasi, dan yang berkaitan dengan proses pembedahan yaitu perlakuan terhadap jaringan dan penggunan materi penjahitan. Selain itu disebabkan juga faktor kurangya imobilisasi pada masa penyembuhan luka, proses inflamasi yang memanjang dan terjadiya infeksi. Perbedaan antara parut hipertrofik dengan keloid adalah pada parut hipertrofik terdapat penebalan jaringan parut yang terbatas hanya pada daerah bekas luka dimana dengan perjalanan waktu akan mengalami maturasi menjadi lebih kecil dan lebih lunak. Biasanya berlangsung kurang dari setahun. Pada keloid, parut menonjol melewati batas bekas luka, ada ketidaksesuaian antara besar trauma yang didapat dengan parut yang terbentuk. Tidak terjadi maturasi bahkan bisa menjadi lebih besar.

Parut hipertrofik Timbul segera / dini setelah

Keloid Timbul lebih lambat bisa sampai

pembedahan ( dalam beberapa minggu setahun atau beberapa bulan ) Ada maturasi, cenderung regresi dalam Tidak perjalanan waktu ada maturasi, cenderung

membesar / progres dengan perjalanan waktu

Terbatas pada daerah luka

Tumbuh melewati batas luka

Ukuran parut sesuai dengna besarnya Cedera minimal bisa menimbulkan cedera Timbul karena pergerakan parut yang besar Tidak tergantung gerak

Biasanya menyeberang permukan yang Ada area prdileksi, jarang menyeberang

bisa bertekuk ( sendi, abdomen, dll ) Ada perbaikan dengan pembedahan

persendian Pembedahan sering membuat menjadi lebih buruk

PENANGANAN UMUM PARUT HIPERTROFIK DAN KELOID Terapi parut hipertrofik dan keloid yang sudah ada saat ini adalah : y y y y y y y y Pembedahan Injeksi kortikosteroid Silicone gel sheeting Pressure therapy Radiotherapy Laser Therapy Cryotherapy Adeshive microphorus hypoalergenic paper tape

KONTRAKTUR Kontraktur adalah suatu pemendekan permanen dari jaringan yang menyebabkan deformitas atau distorsi. Kontraktur terbentuk karena kehilangan kulit yang luas dengan terjadi kontraksi miofibroblas dan deposisi kolagen pada daerah yang melewati persendian. Kontraktur lebih sering terjadi pada parut hipertrofik, jarang pada keloid. Hasil studi pada kasus parut hipertrofik didapat kontraktur 46%. Parut hipertrofik akan menimbulkan kontraktur jika mengenai daerah persendian. Karakteristik dari kontraktur adalah posisi yang abnormal serta pergerakan yang tidak adekuat. Kontraktur flexi terjadi di daerah siku, pergelangan tangan, leher dan sendi interphalangeal. Kontraktur adduksi pada daerah bahu dan ketiak (axilla). Kontraktur ekstensi terjadi pada daerah kaki dan sendi metakarpophalangeal (MCP).

Klasifikasi Kontraktur Berdasarkan lokasi dari jaringan yang menyebabkan ketegangan, maka kontraktur dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Kontraktur Dermatogen atau Dermogen Kontraktur yang disebabkan karena proses terjadinya di kulit, hal tersebut dapat terjadi karena kehilangan jaringan kulit yang luas misalnya pada luka bakar yang dalam dan luas, loss of skin/tissue dalam kecelakaan dan infeksi. 2. Kontraktur Tendogen atau Myogen Kontraktur yang tejadi karena pemendekan otot dan tendon-tendon. Dapat terjadi oleh keadaan iskemia yang lama, terjadi jaringan ikat dan atropi, misalnya pada penyakit neuromuskular, luka bakar yang luas, trauma, penyakit degenerasi dan inflamasi. 3. Kontraktur Arthrogen . Kontraktur yang terjadi karena proses didalam sendi-sendi, proses ini bahkan dapat sampai terjadi ankylosis. Kontraktur tersebut sebagai akibat immobilisasi yang lama dan terus menerus, sehingga terjadi gangguan pemendekan kapsul dan ligamen sendi, misalnya pada bursitis, tendinitis, penyakit kongenital dan nyeri.

Patofisiologi kontraktur Apabila jaringan ikat dan otot dipertahankan dalam posisi memendek dalam jangka waktu yang lama, serabut-serabut otot dan jaringan ikat akan menyesuaikan memendek dan menyebabkan kontraktur sendi. Otot yang dihertahan memendek dalam 5-7 hari akan mengakibatkan pemendekan perut otot yang menyebabkan kontraksi jaringan kolagen dan pengurangan jaringan sarkomer otot. Bila posisi ini berlanjut sampai 3 minggu atau lebih, jaringan ikat sekitar sendi dan otot akan menebal dan menyebabkan kontraktur.

Pencegahan Kontraktur Pencegahan kontraktur lebih baik dan efektif daripada pengobatan. Program pencegahan kontraktur meliputi : 1. Mencegah infeksi Perawatan luka, penilaian jaringan mati dan tindakan nekrotomi segera perlu diperhatikan. Keterlambatan penyembuhan luka dan jaringan granulasi yang berlebihan akan menimbulkan kontraktur. 2. Skin graft atau Skin flap Adanya luka luas dan kehilangan jaringan luas diusahakan menutup sedini mungkin, bila perlu penutupan kulit dengan skin graft atau flap. 3. Fisioterapi Tindakan fisioterapi harus dilaksanakan segera mungkin meliputi ; a. Proper positioning (posisi penderita) b. Exercise (gerakan-gerakan sendi sesuai dengan fungsi) c. Stretching d. Splinting / bracing e. Mobilisasi / ambulasi awal

Penanganan Kontraktur Hal utama yang dipertimbangkan untuk terapi kontraktur adalah pengembalian fungsi dengan cara menganjurkan penggunaan anggota badan untuk ambulasi dan aktifitas lain. Menyingkirkan kebiasaan yang tidak baik dalam hal ambulasi, posisi dan penggunaan program pemeliharaan kekuatan dan ketahanan, diperlukan agar pemeliharaan tercapai dan untuk mencegah kontraktur sendi yang rekuren. Penanganan kontraktur dapat dliakukan secara konservatif dan operatif : 1. Konservatif Seperti halnya pada pencegahan kontraktur, tindakan konservatif ini lebih mengoptimalkan penanganan fisioterapi terhadap penderita, meliputi : a. Proper positioning

Positioning penderita yang tepat dapat mencegah terjadinya kontraktur dan keadaan ini harus dipertahankan sepanjang waktu selama penderita dirawat di tempat tidur. Posisi yang nyaman merupakan posisi kontraktur. Program positioning antikontraktur adalah penting dan dapat mengurangi udem, pemeliharaan fungsi dan mencegah kontraktur. Proper positioning pada penderita luka bakar adalah sebagai berikut : - Leher : ekstensi / hiperekstensi - bahu : abduksi, rolasi eksterna - Antebrakii : supinasi - Trunkus : alignment yang lurus - Lutut : lurus, jlarak antara lutut kanan dan kiri 20 - Sendi panggul tidak ada fleksi dan rolasi eksterna - Pergelangan kaki : dorsofleksi

Proper positioning untuk penderita luka bakar a. Exercise Tujuan tujuan exercise untuk mengurangi udem, memelihara lingkup gerak sendi dan mencegah kontraktur. Exercise yang teratur dan terus-menerus pada seluruh persendian baik yang terkena luka
10

bakar maupun yang tidak terkena, merupakan tindakan untuk mencegah kontraktur. Adapun macam-macam exercise adalah : - Free active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri. - Isometric exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri dengan kontraksi otot tanpa gerakan sendi. - Active assisted exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri tetapi mendapat bantuan tenaga medis atau alat mekanik atau anggota gerak penderita yang sehat. - Resisted active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita dengan melawan tahanan yang diberikan oleh tenaga medis atau alat mekanik. - Passive exercise : latihan yang dilakukan oleh tenaga medis terhadap penderita. b. Stretching Kontraktur ringan dilakukan strectching 20-30 menit, sedangkan kontraktur berat dilakukan stretching selama 30 menit atau lebih dikombinasi dengan proper positioning. Berdiri adalah stretching yang paling baik, berdiri tegak efektif untuk stretching panggul depan dan lutut bagian belakang. c. Splinting / bracing Mengingat lingkup gerak sendi exercise dan positioning merupakan hal yang penting untuk diperhatikan pada luka bakar, untuk mempertahankan posisi yang baik selama penderita tidur atau melawan kontraksi jaringan terutama penderita yang mengalami kesakitan dan kebingungan. d. Pemanasan Pada kontraktur otot dan sendi akibat scar yang disebabkan oleh luka bakar, ultrasound adalah pemanasan yang paling baik, pemberiannya selama 10 menit per lapangan. Ultrasound merupakan

11

modalitas pilihan untuk semua sendi yang tertutup jaringan lunak, baik sendi kecil maupun sendi besar. 2. Operatif Tindakan operatif adalah pilihan terakhir apabila pcncegahan kontraktur dan terapi konservatif tidak memberikan hasil yang diharapkan, tindakan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara : a. Z - plasty atau S - plasty Indikasi operasi ini apabila kontraktur bersama dengan adanya sayap dan dengan kulit sekitar yang lunak. Kadang sayap sangat panjang sehingga memerlukan beberapa Z-plasty. b. Skin graft Indikasi skin graft apabila didapat jaringan parut yang sangat lebar. Kontraktur dilepaskan dengan insisi transversal pada seluruh lapisan parut, selanjutnya dilakukan eksisi jaringan parut secukupnya. Sebaiknya dipilih split thickness graft untuk l potongan, karena full thickness graft sulit. Jahitan harus berhati-hati pada ujung luka dan akhirnya graft dijahitkan ke ujung-ujung luka yang lain, kemudian dilakukan balut tekan. Balut diganti pada hari ke 10 dan dilanjutkan dengan latihan aktif pada minggu ketiga post operasi. c. Flap Pada kasus kasus dengan kontraktur yang luas dimana jaringan parutnya terdiri dari jaringan fibrous yang luas, diperlukan eksisi parsial dari parut dan mengeluarkan / mengekspos pembuluh darah dan saraf tanpa ditutupi dengan jaringan lemak, kemudian dilakukan transplantasi flap untuk menutupi defek tadi. Indikasi lain pemakaian flap adalah apabila gagal dengan pemakaian cara graft bebas untuk koreksi kontraktur sebelumnya. Flap dapat dirotasikan dari jaringan yang dekat ke defek dalam 1 kali kerja.

12

KELAINAN KONGENITAL 1. Kelainan Celah Bibir dan Palatum Kelainan celah bibir dan palatum merupakan salah satu cacat bawaan lahir yang biasanya terjadi pada masa embrional antara minggu VI sampai dengan X dari kehidupan embrio. Celah bibir terjadi akibat gagal

bersatunya philtrum, septum nasi, dan premaksila yang akan membentuk palatum primer dengan segmen prosesus maksilaris yang akan

membentuk palatum sekunder. Sedangkan celah palatum terjadi akibat gagal bersatunya prosesus palatinus lateralis kanan dan kiri.

Penyebab kasus kelainan ini disebabkan dua faktor utama; herediter (genetik) ataupun lingkungan (yang mempengaruhi).
a.

Herediter

Faktor ini biasanya diturunkan secara genetik dari riwayat keluarga yang mengalami mutasi genetik. Menurut Schroder mengatakan bahwa 75% dari faktor keturunan yang menimbulkan celah bibir adalah resesif dan hanya 25% bersifat dominan. Dengan demikin misalnya dari seorang ibu menghasilkan 4 orang anak, 1 anak kemungkinan mengalami kasus kelainan bibir sumbing.
b.

Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh misalnya : Radiasi, penggunaan sinar X dapat menyebabkan cacat pada bayi jika dilakukan pada ibu hamil Obat- obatan, pemberian obat- obatan pada ibu hamil hatus hati- hati terutama pada trimester pertama karena terjadi proses embryogenesis. Obat- obat yang bersifat teratogen selama kehamilan antara lain : aspirin, fenasetin, sulfonamide, aminoglikosid, indometasin, asam flufetamat, ibu profen, diazepam, kortikosteroid. Penyakit infeksi, penyakit infeksi yang diderita si ibu seperti campak dan influenza kemunkinan dapat menimbulkan celah bibir dan palatum pada anak jika terkena infeksi di saat trimester pertama.

13

Usia orang tua, usia kedua orang tua > 30 tahun, risiko semakin tinggi.

Klasifikasi celah bibir dan palatum : Menurut kelainannya, dibedakan menjadi unilateral (hanya sebelah/satu sisi) dan bilateral (melibatkan dua sisi bibir), serta lengkap dan tidak lengkap. Celah bibir tidak lengkap ditandai oleh garis sumbing yang tidak mencapai dasar lubang hidung (nasal sill). Dalam hal ini nasal sill harus intak, dan bagian ini sering disebut sebagai Simonarts band. Celah bibir lengkap melibatkan seluruh ketebalan bibir dan prosesus alveolaris (palatum primer), meluas menuju nasal sill dan tidak terdapat Simonarts band, serta sering disertai celah palatum (sumbing langit-langit). Biasanya sebagai konsekuensi adanya bibir sumbing, hidung juga mengalami perubahan bentuk.

Tanda dan gejala kelainan celah bibir dan palatum : Tanda yang paling jelas adalah adanya celah pada bibir atas atau langitlangit rongga mulut. Bayi dengan celah bibir dapat mengalami gejala kesulitan saat menghisap ASI karena sulitnya melakukan gerakan menghisap. Celah palatum juga dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Besarnya celah bukan indikator seberapa serius gangguan dalam berbicara, bahkan celah yang kecil pun dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara.. Anak dengan celah palatum seringkali memiliki suara hidung saat berbicara. Biasanya celah palatum dapat mempengaruhi pertumbuhan rahang anak dan proses tumbuh kembang dari gigi-geliginya. Susunan gigi-geligi dapat menjadi berjejal karena kurang berkembangnya rahang. Anak dengan celah bibir dan palatum kadang memiliki gangguan dalam pendengaran. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan adanya infeksi yang mengenai tuba Eustachia. Semua telinga anak normal memproduksi cairan telinga yang kental dan lengket. Cairan ini dapat menumpuk di belakang gendang telinga. Adanya celah dapat meningkatkan kemungkinan

14

terbentuknya cairan telinga ini, sehingga menyebabkan gangguan atau bahkan kehilangan pendengaran sementara.

Diagnosis Celah bibir dan palatum kadang berhubungan dengan kondisi medis lainnya. Untuk itu harus dicari kelainan anatomis lainnya agar dapat diketahui kelainan ini merupakan suatu sindrom atau bukan. Beberapa sindrom yang berhubungan dengan kelainan celah bibir dan palatum antara lain : Pierre Robin Syndrome, Sindrom EEC, Sindrom Trisomi 13, dan Abnormalitas Hypothalamus dan Pituitary. Prenatal diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan USG. Celah bibir dan palatum dapat didiagnosis melalui ultrasound kehamilan. Diagnosis dapat dibuat pada awal kehamilan 18 minggu. Dasar diagnosis molekuler celah bibir dan palatum sama dengan diagnosis penyakit genetik yang lain, yaitu dengan: 1. Amniocentesis, dilakukan pada kehamilan 14-16 minggu. 2. CVS (Chorionic Villus Sampling), dilakukan pada kehamilan 10-13 minggu. Tingkat akurasinya 96-98% lebih rendah dari midtrisemester amniocentesis karena keterbatasan mosaic plasenta dan kontaminasi sel saat kehamilan.

Manajemen terapi Terdapat tiga tahap penanganan celah bibir dan palatum yaitu tahap sebelum operasi, tahap sewaktu operasi dan tahap setelah operasi. Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu.

15

Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi. Usia optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan. Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna. Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 20 bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah. Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi

labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 8 9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi. Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya tergantung dari tiap-tiap jenis operasi yang dilakukan. Banyaknya penderita bibir sumbing yang datang ketika usia sudah melebihi batas usia optimal untuk operasi membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika saja sedangkan secara fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetap terganggu seperti sengau dan lafalisasi beberapa huruf tetap tidak sempurna, tindakan speech teraphy pun sangat diperlukan.

2. Polidaktili Dan Sindaktili

Polidaktili Definisi Suatu kelainan yang diwariskan gen autosomal dominan P, sehingga penderita akan mendapatkan tambahan jari pada satu atau dua tangannya

16

dan atau pada kakinya. Orang normalnya adalah yang memiliki homozigotik resesif pp. Polidaktili juga dikenal sebagai Hyperdaktili, bisa terjadi ditangan atau dikaki manusia ataupun hewan. Tempat jari tambahan tersebut berbeda-beda ada yang di dekat ibu jari dan ada pula yang berada di dekat jari kelingking. Patofisiologi Polidaktili, disebabkan kelainan kromosom pada waktu pembentukan organ tubuh janin. Ini terjadi pada waktu ibu hamil muda atau semester pertama pembentukan organ tubuh. Kemungkinan ibunya banyak mengonsumsi makanan mengandung bahan pengawet. Atau ada unsur steratogenik yang menyebabkan gangguan pertumbuhan. Kelebihan jumlah jari bukan masalah selain kelainan bentuk tubuh. Namun demikian, sebaiknya diperiksa kondisi jantung dan paru bayi, karena mungkin terjadi multiple anomali. Orang normalnya adalah yang memiliki homozigotik resesif pp. Pada individu heterozigotik Pp derajat ekspresi gen dominan itu dapat berbedabeda sehingga lokasi tambahan jari dapat bervariasi. Bila seorang laki-laki polidaktili heterozigotik menikah dengan perempuan normal, maka dalam keturunan kemungkinan timbulnya polidaktili adalah 50% (teori mendel). Ayah polidaktili (heterozigot) Pp x, ibu normal homozigot (pp) maka anaknya polidaktili (heterozigot Pp) 50%, normal (homozigot pp) 50%. Gejala klinis Tidak ada gejala untuk penyakit polidaktili ini karena penyakit ini adalah penyakit bawaan yang diwariskan oleh gen autosomal dominan P. Akan tetapi polidaktili dapat menyebabkan masalah fungsi. Penatalaksanaan Dengan pembedahan.

17

Gambar polidaktili

Sindaktilli Sindaktili adalah suatu kondisi dimana dua atau lebih angka yang menyatu bersama-sama. y Klasifikasi Sindaktili dibagi menjadi sederhana atau kompleks.

* Dalam sindaktili sederhana, jari- jari kaki berdekatan atau bergabung dengan jaringan lunak. * Dalam sindaktili kompleks, tulang jari yang berdekatan menyatu. Sindaktili juga bisa digolongkan menjadi komplit dan inkomplit * Pada sindaktili komplit, kulit bergabung sampai ke ujung jari * Pada sindaktili inkomplit, hanya pada ujung jari yang bergabung Sindaktili Kompleks terjadi sebagai bagian dari suatu sindrom (seperti

18

sindrom Apert) dan biasanya jumlah jari yang terlibat lebih banyak daripada yang tipe sederhana Sindaktili sederhana bisa seluruh atau sebagian, dan muncul pada saat lahir (bawaan). Pada awal perkembangan janin manusia, selaput jarijari kaki adalah normal. Pada sekitar 16 minggu kehamilan, apoptosis berlangsung dan enzim menghilangkan selaput tersebut. Pada beberapa janin, proses ini tidak terjadi sepenuhnya antara semua jari tangan atau kaki sehingga selaput tersebut menetap.

Ada lima jenis dari sindaktili telah diidentifikasi pada manusia. Lokus yang sesuai yang terkait dengan jenis dan ekspresi umum phenotypical mereka adalah sebagai berikut: * Tipe I: 2q34-q36; anyaman terjadi antara tengah dan jari manis dan / atau jari kaki kedua dan ketiga. * Tipe II: 2q31;juga melibatkan jari yang panjang dan cincin, namun memiliki jari keenam bergabung di antaranya. * Tipe III: 6q21-q23; jari kecil yang tergabung dalam jari manis. * Tipe IV: 7q36;melibatkan semua jari tangan dan / atau jari kaki * Tipe V: 2q31-Q32; mirip dengan tipe I, tetapi metakarpal dan metatarsal mungkin juga menyatu. Pengobatan Pembedahan

19

You might also like