You are on page 1of 19

1. Indikasi dari VS RR 50X/menit, TD:90/50mmHg, N:140X/menit 2. Apakah yang membuat kondisi pasien tersebut tidak sadarkan diri? 3.

Yang dimaksud initial assesment pada trauma multiple ? Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment ( penilaian awal ). Penilaian awal meliputi: 1. Persiapan 2. Triase 3. Primary survey (ABCDE) 4. Resusitasi 5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi 6. Secondary survey 7. Tambahan terhadap secondary survey 8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan 9. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan namun dalam praktek sehari-hari dapat dilakukan secara bersamaan dan terus menerus.

I. PERSIAPAN A. Fase Pra-Rumah Sakit 1. Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan 2. Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita mulai diangkut dari tempat kejadian. 3. Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat penderita. B. Fase Rumah Sakit 1. Perencanaan sebelum penderita tiba 2. Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat yang

mudah dijangkau 3. Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau 4. Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila sewaktu-waktu dibutuhkan. 5. Pemakaian alat-alat proteksi diri

II. TRIASE Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia. Dua jenis triase : A. Multiple Casualties Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu. B. Mass Casualties Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.

Pemberian label kondisi pasien pada musibah massal : A. Label hijau Penderita tidak luka . Ditempatkan di ruang tunggu untuk dipulangkan. B. Label kuning Penderita hanya luka ringan. Ditempatkan di kamar bedah minor UGD. C. Label merah Penderita dengan cedera berat. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD dan disiapkan dipindahkan ke kamar operasi mayor UGD apabila sewaktu-waktu akan dilakukan operasi D. Label biru Penderita dalam keadaan berat terancam jiwanya. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD disiapkan untuk masuk intensive care unit atau masuk kamar operasi.

E. Label hitam Penderita sudah meninggal. Ditempatkan di kamar jenazah. III. PRIMARY SURVEY A. Airway dengan kontrol servikal 1. Penilaian a. Mengenal patensi airway b. Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi 2. Pengelolaan airway a. Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi b. Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid c. - Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal Pasang airway definitif sesuai indikasi

3. Fiksasi leher 4. Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas klavikula. 5. Evaluasi B. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi 1. Penilaian a. Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line immobilisasi b. Tentukan laju dan dalamnya pernapasan c. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya. d. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor e. Auskultasi thoraks bilateral 2. Pengelolaan a. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12 liter/menit) b. Ventilasi dengan Bag Valve Mask

c. Menghilangkan tension pneumothorax d. Menutup open pneumothorax e. Memasang pulse oxymeter 3. Evaluasi

C. Circulation dengan kontrol perdarahan 1. Penilaian a. Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal b. Mengetahui sumber perdarahan internal c. Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera. d. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis. e. Periksa tekanan darah 2. Pengelolaan a. Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal b. Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada ahli bedah. c. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA). d. Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat. e. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-pasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa. f. Cegah hipotermia 3. Evaluasi D. Disability 1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS 2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi 3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.

E. Exposure/Environment 1. Buka pakaian penderita 2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.

IV. RESUSITASI A. Re-evaluasi ABCDE B. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20 mL/kg pada anak dengan tetesan cepat C. Evaluasi resusitasi cairan 1. Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal 2. Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin ) serta awasi tanda-tanda syok
D. Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal. 1. Respon cepat Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian darah Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin masih diperlukan

2. Respon Sementara Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian darah Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif Konsultasikan pada ahli bedah

3. Tanpa respon Konsultasikan pada ahli bedah Perlu tindakan operatif sangat segera Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade jantung atau kontusio miokard Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya

V. TAMBAHAN PADA PRIMARY SURVEY DAN RESUSITASI A. Pasang EKG 1. Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole harus dicurigai adanya hipoksia dan hipoperfusi 2. Hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmia B. Pasang kateter uretra 1. Kecurigaan adanya ruptur uretra merupakan kontra indikasi pemasangan kateter urine 2. Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur uretra atau BPH, jangan dilakukan manipulasi atau instrumentasi, segera konsultasikan pada bagian bedah 3. Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutine 4. Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai perfusi ginjal dan hemodinamik penderita 5. Output urine normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi C. Pasang kateter lambung 1. Bila terdapat kecurigaan fraktur basis kranii atau trauma maksilofacial yang merupakan kontraindikasi pemasangan nasogastric tube, gunakan orogastric tube. 2. Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung, karena bahaya aspirasi bila pasien muntah. D. Monitoring hasil resusitasi dan laboratorium Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju nafas, tekanan darah, Analisis Gas Darah (BGA), suhu tubuh dan output urine dan pemeriksaan laboratorium darah. E. Pemeriksaan foto rotgen dan atau FAST
1. Segera lakukan foto thoraks, pelvis dan servikal lateral, menggunakan mesin x-ray

portabel dan atau FAST bila terdapat kecurigaan trauma abdomen.


2. Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan jangan sampai menghambat proses resusitasi. Bila belum memungkinkan, dapat dilakukan pada saat secondary survey. 3. Pada wanita hamil, foto rotgen yang mutlak diperlukan, tetap harus dilakukan.

VI. SECONDARY SURVEY A. Anamnesis Anamnesis yang harus diingat : A : Alergi M : Mekanisme dan sebab trauma M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini) P : Past illness L : Last meal (makan minum terakhir) E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan. B. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey Hal yang Dinilai Tingkat Kesadaran Identifikasi/ tentukan Beratnya trauma kapitis Penilaian Skor GCS Penemuan Klinis e 8, cedera kepala berat 9 -12, cedera kepala sedang 13-15, cedera kepala ringan Pupil Jenis cedera kepala Ukuran Bentuk "mass effect" Diffuse axional injury Perlukaan mata Kepala Luka pada kulit Inspeksi kepala Fraktur tulang tengkorak adanya luka dan fraktur Palpasi adanya fraktur Maksilofasi Luka jaringan Inspeksi : Fraktur tulang Foto tulang Luka kulit kepala Fraktur impresi Fraktur basis CT Scan CT Scan Konfirmasi dengan CT Scan Ulangi tanpa relaksasi Otot

Luka pada mata Reaksi

al

lunak Fraktur Kerusakan syaraf Luka dalam mulut/gigi

deformitas Maloklusi Palpasi : krepitus

wajah

wajah

Cedera jaringan CT Scan tulang lunak wajah

Leher

Cedera pada faring

Inspeksi Palpasi

Deformitas faring Emfisema subkutan Hematoma Murmur Tembusnya platisma Nyeri, nyeri tekan C spine

Foto servikal Angiografi/ Doppler Esofagoskopi Laringoskopi

Fraktur servikal Auskultasi Kerusakan vaskular Cedera esofagus Gangguan neurologis

Toraks

Perlukaan dinding toraks Emfisema subkutan Pneumo/ hematotoraks Cedera bronchus Kontusio paru Kerusakan aorta torakalis

Inspeksi Palpasi Auskultasi

Jejas, deformitas, gerakan Paradoksal Nyeri tekan dada, krepitus Bising nafas berkurang Bunyi jantung jauh Krepitasi mediastinum Nyeri punggung hebat

Foto toraks CT Scan Angiografi Bronchoskopi Tube torakostomi Perikardio sintesis USG TransEsofagus

Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey ( lanjutan ) Hal yang Dinilai Abdomen/ pinggang Identifikasi/ tentukan Perlukaan dd. Abdomen Cedera intraperitoneal Cedera retroperitoneal Inspeksi Palpasi Auskultasi Tentukan arah penetrasi Nyeri, nyeri tekan abd. Iritasi peritoneal Cedera organ viseral Cedera retroperitoneal Pelvis Cedera Genitourinarius Fraktur pelvis Palpasi simfisis Cedera Genito- Foto pelvis pubis untuk pelebaran Nyeri tekan tulang elvis Tentukan instabilitas pelvis (hanya satu kali) Inspeksi perineum Pem. Rektum/vagina Medula Spinalis Trauma kapitis Trauma medulla spinalis Trauma syaraf perifer Pemeriksaan motorik Pemeriksaan sensorik "mass effect" unilateral Tetraparesis Paraparesis Cedera radiks syaraf Foto polos MRI rinarius (hematuria) Fraktur pelvis Perlukaan perineum, rektum, vagina Urogram Uretrogram Sistogram IVP CT Scan dengan kontras Penilaian Penemuan klinis Konfirmasi dengan DPL FAST CT Scan Laparotomi Foto dengan kontras Angiografi

Kolumna

Fraktur

Respon verbal terhadap nyeri, tanda lateralisasi Nyeri tekan Deformitas

Fraktur atau dislokasi

Foto polos CT Scan

Vertebralis lnstabilitas kolumna Vertebralis Kerusakan syaraf

Ekstremitas Cedera jaringan Inspeksi lunak Fraktur Kerusakan sendi Defisit neurovascular Palpasi

Jejas,

Foto ronsen

pembengkakan, Doppler pucat Mal-alignment Nyeri, nyeri tekan, Krepitasi Pulsasi hilang/ berkurang Kompartemen Defisit neurologis Pengukuran tekanan kompartemen Angiografi

VII. TAMBAHAN PADA SECONDARY SURVEY A. Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita dengan teliti dan pastikan hemodinamik stabil B. Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena pemeriksaan tambahan biasanya dilakukan di ruangan lain C. Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan : 1. CT scan kepala, abdomen 2. USG abdomen, transoesofagus 3. Foto ekstremitas 4. Foto vertebra tambahan 5. Urografi dengan kontras

VIII. RE-EVALUASI PENDERITA A. Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan setiap perubahan pada kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi. B. Monitoring tanda-tanda vital dan jumlah urin C. Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan IX. TRANSFER KE PUSAT RUJUKAN YANG LEBIH BAIK A. Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih memungkinkan untuk dirujuk. B. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan penderita selama perjalanan serta komunikasikan dengan dokter pada pusat rujukan yang dituju.

4. Bagaimana langkah2 terhadap primary surveynya?apa saja yang dinilai? 5. Apakah yang mungkin terjadi pada trauma multiple terhadap masing2 organ yang terkena?manakah yg paling mengancam jiwa? 6. Pada kasus apa sajakah yang mungkin menyebabkan terjadinya trauma multiple? 7. Kenapa dada asimetris ? 8. Bagaimana pengelolaan dari trauma kepala? 9. Apa saja yang mungkin terjadi pada trauma kepala? 10. Bagaimana penatalaksanaan trauma kepala menurut klasifikasinya? Algoritme 1 Penatalaksanaan Cedera Kepala Ringan

 Definisi : Penderita sadar dan berorientasi (GCS 14-15)  Riwayat Nama, umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan Tingkat kewaspadaan Mekanisme cedera Amnesia: Retrograde, Antegrade Waktu cedera Sakit kepala: ringan, sedang, berat Tidak sadar segera setelah cedera

 Pemeriksaan umum untuk menyingkirkan cedera sistemik.  Pemeriksaan neurologis terbatas.  Pemeriksaan rontgen vertebra servikal dan lainnya sesuai indikasi.  Pemeriksaan kadar alkohol darah dan zat toksik dalam urine  Pemeriksaan CT scan kepala sangat ideal pada setiap penderita, kecuali bila memang sama sekali asimtomatik dan pemeriksaan neurologis normal

Observasi atau dirawat di RS CT scan tidak ada CT scan abnormal Semua cedera tembus Riwayat hilang kesadaran Kesadaran menurun Sakit kepala sedang-berat Intoksikasi alkohol/obat-obatan Kebocoran likuor: Rhinorea-otorea Cedera penyerta yang bermakna Tak ada keluarga di rumah GCS<15 Defisit neurologis fokal

Dipulangkan dari RS Tidak memenuhi kriteria rawat. Diskusikan kemungkinan kembali Ke rumah sakit bila memburuk dan berikan lembar observasi Jadwalkan untuk kontrol ulang

Algoritme 2 Penatalaksanaan Cedera Kepala Sedang

 Definisi : Penderita biasanya tampak kebingungan atau mengantuk, namun masih mampu menuruti perintah  (GCS : 9-13).  Pemeriksaan awal Sama dengan untuk cedera kepala ringan ditambah pemeriksaan darah Pemeriksaan CT scan kepala pads semua kasus Dirawat untuk observasi sederhana

 Setelah dirawat Pemeriksaan neurologis periodik Pemeriksaan CT scan ulang bila kondisi penderita memburuk atau bila penderita akan dipulangkan.

Bila kondisi membaik (90%) Pulang bila memungkinkan Kontrol di poliklinik

Bila kondisi memburuk (10%) Bila penderita tidak mampu melakukan perintah lagi, segera lakukan pemeriksaan CT scan ulang dan penatalaksanaan sesuai protokol cedera kepala berat.

Penatalaksanaan Awal Cedera Otak Berat  Definisi : Penderita tidak mampu melakukan perintah sederhana karena kesadaran yang menurun (GCS 3-8)

 Pemeriksaan dan penatalaksaan y ABCDE y Primary Survey dan resusitasi y Secondary Survey dan riwayat AMPLE y Rawat pada fasilitas yang mampu melakukan tindakan perawatan definitif Bedah saraf y Reevaluasi neurologis: GCS y Respon buka mata y Respon motorik y Respon verbal y Refleks cahaya pupil y Obat-obatan y Manitol y Hiperventilasi sedang (PCO2<35 mmHg) y Antikonvulsan  Tes Diagnostik (sesuai urutan) y CT Scan y Ventrikulografi udara y Angiogram

Intruksi penderita cedera kepala di luar RS Kami telah memeriksa dan ternyata tidak ditemukan indikasi bahwa cedera kepala anda serius. Namun gejala-gejala baru dan komplikasi yang tidak terduga dapat muncul dalam beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera. 24 jam pertama adalah waktu yang kritis dan anda harus tinggal bersama keluarga atau kerabat dekat anda sedikitnya dalam waktu itu. Bila kelak timbul gejala-gejala berikut seperti tertera di bawah Ini maka anda harus segera menghubungi dokter anda atau kembali ke RS. 1. Mengantuk berat atau sulit dibangunkan (penderita harus dibangunkan setiap 2 jam selama periode tidur). 2. Mual dan muntah. 3. Kejang. 4. Perdarahan atau keluar cairan dari hidung atau telinga. 5. Sakit kepala hebat. 6. Kelemahan atau rasa baal pada lengan atau tungkai. 7. Bingung atau perubahan tingkah laku. 8. Salah satu pupil mata (bagian mata yang gelap) lebih besar dari yang lain, gerakan gerakan aneh bola mats, melihat dobel atau gangguan penglihatan lain. 9. Denyut nadi yang sangat lambat atau sangat cepat, atau pola nafas yang tidak teratur. Bila timbul pembengkakan pada tempat cedera, letakkan kantung es di atas selembar kain/handuk pada kulit tempat cedera. Bila pembengkakan semakin hebat walau telah dibantu dengan kantung es, segera hubungi RS. Anda boleh makan dan minum seperti biasa namun tidak diperbolehkan minum minuman yang mengandung alkohol sedikitnya 3 had setelah cedera. Jangan minum obat tidur atau obat penghilang nyeri yang lebih kuat dari Acetaminophen sedikitnya 24 jam setelah cedera. Jangan minum obat mengandung aspirin. Bila ada hal yang ingin anda tanyakan, atau dalam keadaan gawat darurat, kami dapat dihubungi di nomor telepon : Nama dokter :

11. Apakah cukup hanya diberikan perban tekan saja untuk menghentikan perdarahan 12. Apa yang menyebabkan penderita itu tampak sesak?

13. Bagaimana derajat dari cedera kepala?ada/tidak?

14. Apa sajakah manifestasi klinis dari trauma thorak? y sesak napas paru-paru tidak bisa mengembang, rusaknya otot-otot pernapasan, gangguan pada dinding dada, gangguan pada persarafan yang mempersarafi otototot pernapasan, gangguan pada jalan napas nyeri dada laserasi pada otot dinding dada, gangguan pada saraf dinding dada pernapasan cuping hidung retraksi pada supra klavikula,

y y y

15. Bagaimanakah penanganan dari trauma thorak? 1. Pneumotoraks Tension Pneumotoraks : Suatu keadaan dimana rongga pleura yang teriai oleh udara dan tidak bisa keluar sehingga dapat mendesak mediastinum dan menyebabkan penderita sesak napas,syok,trakea bergeser ke sisi yang sehat dan pelebaran vena2 di leher.( sesak nafas,syok, nafas tidak terdengar, perkusi hipersonor) Terapi : Dengan Needle Toracosentesis pada sela iga 2 di linea midclavicula dan dilanjutkan dengan pemasangan chest tube/WSD.

Komplikasi toraksosentesis 1. Hematom lokal 2. Infeksi pleura, empiema 3. Pneumotoraks

   

Mekanisme ventil : udara masuk ke rongga pleura ttp tidak dpt keluar Paru kuncup, paru sebelahnya tertekan Mediastinum terdorong : jantung dan pembuluh darah besar terdorong; trakhea terdorong sesak, shock, trakhea terdorong ke sisi sehat, pelebaran vena leher Perlu penanganan segera keluarkan udara dari rongga pleura

Open pneumotoraks : Suatu keadaan dimana terdapat luka terbuka dan bersifat mengisap/sucking chest wound dimana udara tidak bisa ikut dalam ventilasi (suara pernafasan menghisap dr luka terbuka thorak) Terapi : Ditutup luka dengan kassa 3 sisi agar saat inspirasi dapat menutup 2. Masif Hemotoraks Sesak, nafas tak terdengar, perkusi redup/pekak, syok Ukuran : Kecil ( bayangan foto rontgen 0-15% ) Pem.fisik : Perkusi pekak sampai iga IX Penanganan : Gerakan aktif (fisioterapi) Ukuran : Sedang ( bayangan foto rontgen 15-35% ) Pem.fisik : Perkusi pekak sampai iga VI Penanganan : Aspirasi dan transfusi Ukuran : Besar ( bayangan foto rontgen > 35% ) Pem.fisik : Perkusi pekak sampai kranial,iga IV Penanganan : Penyalir sekat air di ruang antariga,transfusi    Terjadi perdarahan hebat yg menyebabkan problem B (reathing) dan problem C (irculation) Pada fase pra-RS tidak banyak yg dpt dilakukan infus Pisau jangan dicabut!!

Flail chest Pernafasan paradoksal (tersengal2)  Tulang iga patah lebih dari 2 tempat pada 2 iga atau lebih  Ada segmen dada yg tertinggal pd pernapasan  Pd ekspirasi menonjol dan pd inspirasi masuk kedalam (paradoksal)

Tamponade jantung Khasnya syok, vena leher melebar, suara jantung kecil dan jauh      Luka tajam Darah terkumpul pd rongga perikardium kontraksi jantung terganggu Menyebabkan syok Vena leher melebar dan bunyi jantung terdengar jauh Dilakukan perikardiosentesis

16. Dari berbagai macam trauma yang ada,manakah yang paling utama didahulukan penanganannya? PRINSIP IMOBILISASI EKSTREMITAS y y Periksa ABCDE dan terapi keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu. Buka semua pakaian seluruhnya termasuk ekstremitas. Lepaskan jam, cincin, kalung dan semua yang dapat menjepit. Ingat cegah terjadinya hipotermia. y Periksa keadaan neurovaskular sebelum memasang bidai. Periksa pulsasi perdarahan eksternal yang harus dihentikan, dan periksa sensorik dan motorik dari ekstremitas. y y Tutup luka dengan balutan steril. Pilih jenis dan ukuran bidai yang sesuai dengan ekstremitas yang trauma. Bidai harus mencakup sendi di atas dan di bawah ekstremitas yang trauma. y y Pasang bantalan di atas tonjolan tulang. Bidai ekstremitas pada posisi yang ditemukan jika pulsasi distal ada. Jika pulsasi distal

tidak ada, coba luruskan ekstremitas. Traksi secara hati-hati dan pertahankan sampai bidai terpasang. y y Bidai dipasang pada ekstremitas yang telah lurus, jika belum lurus coba luruskan. Jangan meluruskan secara paksa, jika mengalami kesulitan, pasang bidai pada posisi yang ditemukan. y y y Konsulkan ke ahli Orthopedi. Catat status neurovaskular sebelum dan setelah pemasangan bidai atau manipulasi. Berikan profilaksis Tetanus.

Biomekanik trauma Lima fase gerakan pengemudi pada tabrakan dari atau ke depan yang mengakibatkan trauma y Korban akan tersungkur ke depan dengan lutut membentur dasbor sehingga terjadi fraktur pada patella dan atau luksasi sendi panggul y Kepala membentur bingkai kaca depan dan dapat terjadi trauma kepala, cedera otak, dan fraktur cervical y Dadanya membentur kemudi sehingga dapat terjadi fraktur sternum, fraktur iga, dan cedera jantung dan paru paru y Kepala membentur kaca depan sehingga terjadi trauma muka y Korban terbanting kembali ke tempat duduk, dan kalau tidak ada sandaran kepala maka terjadi cedera gerak cambuk pada tulang leher (whiplash) Manitol dengan penurunan TIK Efek yang ditimbulkan oleh manitol sehubungan dengan penurunan TIK adalah y Efek dehidrasi otak, dengan mengurangi penumpukan cairan di ruang interstisial sehingga volume jaringan otak relative berkurang y Efek meningkatkan sirkulasi mikro sehingga memperbaiki kemampuan penetrasi sel darah merah yg pada gilirannya akan menjamin oksigenasi jaringan dan memelihara pompa Na Disamping manfaat manitol yg diharapkan, perlu juga diwaspadai beberapa efek samping yang mungkin muncul, antara lain : y Vasodilatasi sistemik dan serebral sesaat bilamana diberikan dalam dosis besar dan cepat y Hipovolemia intravaskuler sesaat yang dilanjutkan dengan dieresis dan hipovolemia yang persisten y Gangguan elektrolit serum y Keadaan hiperosmotik y Tekanan tinggi intracranial berulang (rebound phenomenon) pada penghentian pemberian yang mendadak

y y

Eksaserbasi perdarahan intracranial yang aktif Dalam dosis tinggi resiko juga dapat berupa hipovolemi, hiperglikemia, asidosis metabolic, gagal ginjal

You might also like