You are on page 1of 10

BAB I PENDAHULUAN

A. PERNGERTIAN

Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari efek merugikan dari zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Selain itu toksikolgi juga mempelajari kerusakan/cedera pada organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi, mempelajari racun, tidak saja efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada organisme dan mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap organisme. Pengaruh merugikan dari bahan berbahaya ini tergantung dari beberapa faktor yaitu cara masuk bahan, waktu, dosis, sifak fisik, usia, jenis kelamin serta kondisi fisik pekerja yang terkena resiko. Sedangkan menurut Oginawati (2002) toksisitas dapat ditentukan dari beberapa faktor yaitu : Spesies (jenis mahluk hidup: hewan, manusia, tumbuhan); Portal of entry, cara masuknya zat racun tersebut: kulit, pernafasan dan mulut; dan Bentuk/ sifat kimia - fisik dll. Bentuk bahan toksik bermacam-macam yaitu dalam bentuk gas, vapor, aerosol, debu, fume, asap, mist atau kabut. Hal ini penting untuk diketahui sebab bentuk bahan toksik ini berguna dalam mengenali dan menentukan metode yang tepat untuk menangani dan mengontrolnya.

Beberapa pencemar seperti bahan toksik, dapt bertindak langsung pada makhluk hidup serta dapat mengubah lingkungan dan menghasilkan suatu pengaruh pada ekosistem. Pengaruh bahan toksik terhadap ekosistem dapat dipelajari pada ekotoksikologi. Ekotoksikolgi adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik pada mahluk hidup, khususnya populasi dan komunitas termasuk ekosistem, termasuk jalan masuknya agen dan interaksi dengan lingkungan.

B. RUTE FISIOLOGIS BAHAN TOKSIK

Jalur utama bahan toksik untuk dapat masuk ke dalam tubuh manusia adalah melalui absorpsi, distribusi dan ekskresi pada paru-paru (pernapasan/inhalasi), kulit (topikal), pencernaan (ingesti) dan injeksi.

1. Absorpsi

Bahan toksik akan diserap oleh tubuh melalui paru-paru, kulit dan saluran pencernaan kemudian masuk ke dalam aliran darah dan sistem kelenjar getah bening. Bahan toksik tersebut kemudian diangkut ke seluruh tubuh. Selain berbahaya tanpa diabsorbsi, bahan toksik tersebut tajam dan menyebabkan karat (korosif) yang bereaksi pada titik singgungnya.

a. Via paru-paru

Faktor yang berpengaruh pada absorpsi bahan toksik dalam sistem pernapasan adalah bentuk bahan misalnya gas dan uap; aeroso; dan ukuran partikel; zat yang terlarut dalam lemak dan air. Paru-paru dapat mengabsorbsi bahan toksik dalam jumlah besar karena area permukaan yang luas dan aliran darah yang cepat. b. Via kulit

Kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis (lapisan terluar), dermis (lapisan tengah) dan hypodermis (lapisan paling dalam). Epidermis dan dermis berisi keringat, kantung minyak dan akar rambut. Bahan toksik paling banyak terabsorbsi melalui lapisan epidermis. Absorbsi bahan toksik melalui epidermis tergantung pada kondisi kulit, ketipisan kulit, kelarutannya dalam air dan aliran darah pada titik singgung. Akibat bahan toksik antara lain pengikisan atau pertukaran lemak pada kulit yang terekspos dengan bahan alkali atau asam dan pengurangan pertahanan epidermis.

c. Via saluran pencernaan Absorbsi bahan toksik dapat terjadi di sepanjang saluran pencernaan (gastro-intestinal tract). Faktor yang mempengaruhi terjadinya absorbsi adalah sifak kimia dan fisik bahan tersebut serta karakteristiknya seperti tingkat keasaman atau kebasaan.

2. Distribusi Setelah absorbsi bahan toksik terjadi, maka bahan tersebut didistribusikan ke seluruh tubuh melalui darah, kelanjar getah bening atau cairan tubuh yang lain oleh darah. Distribusi bahan beracun tersebut : Disimpan dalam tubuh pada hati, tulang

dan lemak. Dikeluarkan melalui feses, urine atau pernapasan .Mengalami biotransformasi atau metabolisme dimana bentuk akhirnya lebih siap dikeluarkan

3. Ekskresi Ekskresi bahan toksik dapat terjadi melalui hembusan udara atau pernapasan, dan dari sekresi melalui keringat, air susu, feses dan urine. Toksikan dikeluarkan dalam bentuk asal, sebagai metabolit dan atau konjugat. a. Ekskresi urin Ginjal membuang toksikan dari tubuh dengan mekanisme yang serupa dengan mekanisme yang digunakan untuk membuang hasil akhir metabolisme faali, yaitu dengan filtrasi glomerulus, difusi tubuler dan sekresi tubuler. b. Ekskresi empedu Hati juga merupakan alat tubuh yang penting untuk ekskresi toksikan, terutama untuk senyawa yang polaritasnya tinggi (anion dan kation), konjugat yang terikat pada protein plasma, dan senyawa yang BM-nya lebih besar dari 300. Pada umumnya begitu senyawa ini berada dalam emped, senyawa ini tidak akan diserap kembali ke dalam darah dan dikeluarkan lewat feses. Tetapi ada pengecualian, misalnya konugat glukuronoid yang dapat dihidrolisis oleh flora usus menjadi toksikan bebas yang diserap kembali. c. Paru-paru Zat yang berbentuk gas pada suhu badan terutama diekskresikan lewat paru-paru. Cairan yang mudah menguap juga dengan mudah keluar lewat udara ekspirasi. Cairan yang mudah larut misalnya kloroform dan halotan mungkin diekskresikan sangat lambat karena ditimbun dalam jaringan lemak dan karena terbatasnya volume ventilasi. Ekskresi toksikan melalui paru-paru terjadi karena difusi sederhana lewat membran sel. d. Jalur lain Saluran cerna bukan jalur utama ekskresi toksikan. Oleh karena lambung dan usus manusia masing-masing mesekresi kurang lebih tiga liter cairan setiap hari, maka beberapa toksikan dikeluarkan bersama cairan tersebut. Hal ini terjadi terutama lewat difusi sehingga lajunya bergantung pada pKa toksikan dan pH lambung dan usus. Ekskresi toksikan lewat air susu ibu (ASI), ditinjau dari sudut toksikologi amat penting karena lewat air susu ibu ini racun terbawa dari ibu kepada bayi yang

disusuinya. Ekskresi ini terjadi melalui difusi sederhana. Oleh karena itu seorang ibu yang sedang menyusui harus berhati-hati dalam hal makanan terutama kalau sedang mengkonsumsi obat.

C. EFEK DARI ZAT BERACUN (TOKSIK)

Tingkat toksisitas bahan tersebut tergantung pada jalan masuknya, durasi atau lamanya terpapar dan reaksi tubuh terhadap bahan tersbut, efeknya semakin meningkat. Berdasarkan efeknya dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. lama efek akut atau kronis efek akut adalah ketika ekspos bahan toksik pada dosis tunggal, efek terjadi secara tibatiba atau cepat setalah bahan tersebut terkspos ke dalam tubuh. Ekspos dalam jumlah yang besar, akan menyebabkan iritasi, kesakitan, yang lebih ekstrim adalah dapat menyebabkan kematian. Efek kronis adalah ketika ekspos bahan toksik pada dosis ganda dan pada periode waktu yang panjang. Reaksi dapat terlihat setelah lama terekspos. Beberapa efek kronis seperti kanker, dapat terjadi dalam kurun waktu 20 30 tahun setelah terjadi ekspos. 2. tempat terjadinya aksi efek lokal atau sistemik efek lokal adalah efek toksik yang terjadi pada titik singgung dengan tubuh. Umumnya terjadi gejala iritasi atau korosif bahan. Efek sistemik adalah bahan toksik yang telah terabsorbsi ke dalam tubuh dan disitribusikan melalui aliran darah masuk ke dalam organ. Organ yang diberi efek antara lain yaitu hepatoksin, neprotoksin, neurotoksin, haeotoksin, imunotoksin, pulmonotoksin. Respon yang dihasilkan antara lain : kanker, kegagalan kelahiran, mutasi, iritasi, mati lemas dan sebagainya. 3. organ yang terkena efek 4. respon yang dihasilkan

D. EFEK TOKSIK PADA TUBUH

Efek toksik pada organ tubuh manusia, dapat dibagi menjadi : 1. Lokal dan Sistemik Lokal : bahan yang bersifat korosif, iritatif

Sistemik : terjadi setelah bahan kimia masuk, diserap dan distribusikan ke tubuh  Konsentrasi bahan berbahaya tidak selalu paling tinggi dalam target organ (ex. Target organ methyl merkuri adalah otak, tapi konsentrasi tertinggi ada di hati dan ginjal, DDT target organnya adalah susunan pusat syaraf pusat tapi konsentrasi tertinggi pada jaringan lemak) 2. Efek yang reversible dan irreversible Reversible : bila efek yang terjadi hilang dengan dihentikannya paparan bahan berbahaya. Biasanya konsentrasi masih rendah dan waktu singkat. Irreversible : bila efek yang terjadi terus menerus bahkan jadi parah walau pajanan telah dihentikan (ex. Karsinoma, penyakit hati), biasanya konsentrasi tinggi dan waktu lama 3. Efek langsung dan tertunda efek langsung : segera terjadi setelah pajanan (ex. Sianida) efek tertunda : efek yang terjadibeberapa waktu setelah pajanan (efek karsinogenik) 4. Reaksi alergi dan idiosynkrasi Reaksi alergi (hipersensitivitas) terjadi karena adanya sensitisasi sebelumnya yang menyebabkan dibentuknya antibodi oleh tubuh Reaksi Idiosynkrasi : merupakan reaksi tubuh yang abnormal terhadap karena genetik (ex. Kekurangan enzim succynicholin)

BAB II ISI

A. KULIT

Setiap bahan yang ditempelkan pada kulit dapat menyebabkan kelainan kulit. Bahan yang dapat memberi kelainan kulit pada aplikasi pertama disebut iritan, sedangkan bahan yang dapat menimbulkan kelainan setelah pemakaian berulang disebut sensitizer. Istilah intoleransi dipakai bila pemakai kosmetika mengeluh rasa kurang nyaman misalnya rasa pusing atau rasa mual setelah memakai kosmetik tertentu sedang pada kulit tidak dijumpai kelainan. Meskipun kosmetika umumnya dipakai pada kulit, tidak tertutup kemungkinan efek sampingnya mengenai daerah lain, misalnya :
y y y

iritasi pada mata pada pemakaian shampo dan rias mata gangguan pernafasan pada pemakaian sprai rambut efek toksik jangka panjang seperti kelainan darah dan organ tubuh, walaupun sukar dibuktikan tetapi patut mendapat perhatian.

Penggunaan kosmetika akan menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan karena pengaruh faktor - faktor antara lain :
y

Intensitas/lamanya kontak dengan kulit, dengan demikian maka pelembab, dasar bedak akan lebih banyak mengakibatkan efek samping dibandingkan dengan kosmetika yang sebentar menempel di kulit misalnya shampo.

Lokasi pemakaian. Daerah sekitar mata kulitnya lebih tipis dan lebih sensitif, oleh karena itu tata rias mata diharapkan lebih banyak memberikan reaksi daripada kosmetika untuk daerah kulit lainnya.

pH kosmetika. Kosmetika dcngan pH alkali misalnya pelurus atau perontok rambut akan lebih mudah memberikan efek samping.

Kandungan bahan yang mudah menguap misalnya alkohol, bila bahan tersebut sudah menguap akan mempertinggi konsentrasi bahan aktif sehingga dapat menimbulkan efek samping.

Bentuk-bentuk Kelainan pada kulit akibat pemakaian kosmetika antara lain : 1. Reaksi iritasi
6

Reaksi ini dapat disebabkan oleh kosmetika yang mengandung asam atau basa. Pada umumnya kelainan berbatas tegas dan dapat berupa eritematodeskuamasi sampai vesikobulosa. Sebagai contoh adalah tioglikolat dengan pH 12,5 yang terdapat pada perontok rambut. 2. Reaksi alergi Reaksi ini pada umumnya berupa dermatitis eksematosa. Kelainan yang terjadi tidak selalu pada lokasi aplikasi kosmetika; hal ini terlihat pada dermatitis kelopak mata yang lebih sering disebabkan karena kosmetika rambut, muka atau kuku daripada karena rias mata sendiri.

3. Reaksi foto sensitivitas Reaksi ini terjadi oleh karena aplikasi kosmetika yang mengandung fotosensitizer dan terpapar cahaya. Kelainan dapat berupa eritem, eksematosa atau hiperpigmentasi yang biasanya disebabkan oleh parfum. Dapat bersifat foto toksik maupun foto alergik.

4. Kelainan pigmentasi Suatu bentuk kelainan pigmentasi pada kulit dikenal sebagai Pigmented cosmetic dermatitis; kelainan ini sebenarnya merupakan akibat dermatitis kontak alergik atau foto alergik karena bahan pewangi atau zat warna yang terdapat dalam kosmetika. Manifestasi kulit berupa bercak / difus / retikuler kecoklatan, kadang-kadang hitam atau biru hitam.

5. Akne Lesi terutama berbentuk komedo yang ditemukan pada wanita dewasa yang terutama disebabkan oleh kosmetika krem muka. Bahan-bahan yang bersifat komedogenik antara lain: lanolin, petrolatum, butil stearat, lauril alkohol, asam oleat dan zat warna D & C Red-eyes yang terdapat dalam pemerah pipi.

6. Erupsi akneiform Erupsi akneiform adalah perubahan pada kulit seperti timbul jerawat, yang mula-mula bintik kecil kemudian berubah menjadi komedo.Sering terjadi didaerah wajah dan badan, ini disebabkan setelah menggunakan obat seperti prednison, hormon androgenik, isoniasid, phenitoin, lithium, halogens dan amiodaron. Kelainan ini dapat timbul tiba-tiba selama beberapa minggu sampai beberapa bulan. Untuk yang mengakibatkan kelainan rambut sehingga mudah rontok disebabkan oleh obat golongan kortikosteroid, obat hormonal seperti

pil kontrasepsi, hormon androgen, obat kanker, obat penghambat beta, trazodon, inosiasid, haloperidol dan penithoin.

B. MATA

Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Yang dilakukan mata yang paling sederhana tak lain hanya mengetahui apakah lingkungan sekitarnya adalah terang atau gelap. Mata yang lebih kompleks dipergunakan untuk memberikan pengertian visual. 1. Organ mata manusia a. Organ luar
y

Bulu mata

Bulu mata berfungsi menyaring cahaya yang akan di terima.


y

Alis mata

Alis mata berfungsi menahan keringat agar tidak masuk ke bola mata.
y

Kelopak mata

2. Organ dalam Bagian-bagian pada organ mata bekerjasama mengantarkan cahaya dari sumbernya menuju ke otak untuk dapat dicerna oleh sistem saraf manusia. Bagian-bagian tersebut adalah:
y

Kornea Merupakan bagian terluar dari bola mata yang menerima cahaya dari sumber cahaya.

Sklera Merupakan bagian dinding mata yang berwarna putih. Tebalnya rata- rata 1 milimeter tetapi pada irensi otot, menebal menjadi 3 milimeter.

Pupil dan iris Dari kornea, cahaya akan diteruskan ke pupil. Pupil menentukan kuantitas cahaya yang masuk ke bagian mata yang lebih dalam. Pupil mata akan melebar jika kondisi ruangan yang gelap, dan akan menyempit jika kondisi ruangan terang. Lebar pupil dipengaruhi oleh iris di sekelilingnya.Iris berfungsi sebagai diafragma. Iris inilah terlihat sebagai bagian yang berwarna pada mata.

Lensa mata Lensa mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada retina. Fungsi lensa mata adalah mengatur fokus cahaya, sehingga cahaya jatuh tepat pada bintik kuning
8

retina. Untuk melihat objek yang jauh (cahaya datang dari jauh), lensa mata akan menipis. Sedangkan untuk melihat objek yang dekat (cahaya datang dari dekat), lensa mata akan menebal.
y

Retina atau Selaput Jala Retina adalah bagian mata yang paling peka terhadap cahaya, khususnya bagian retina yang disebut bintik kuning. Setelah retina, cahaya diteruskan ke saraf optik.

Saraf optik Saraf yang memasuki sel tali dan kerucut dalam retina, untuk menuju ke otak.

3. Bentuk-bentuk Kelainan pada mata akibat pemakaian obat antara lain:

a. Kortikosteroid

Waspadalah jika menggunakan obat tetes mata yang mengandung kortikosteroid, karena jika dipakai tidak sesuai dengan indikasi dan tidak dengan resep atau petunjuk dokter dapat menyebabkan glaukoma yang bisa berujung pada kebutaan.

Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak langsung, yang secara bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata semakin lama akan semakin berkurang sehingga akhirnya mata akan menjadi buta. Hal ini disebabkan karena saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat sehingga bola mata akan membesar dan bola mata akan menekan saraf mata yang berada di belakang bola mata yang akhirnya saraf mata tidak mendapatkan aliran darah sehingga saraf mata akan mati.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Glaukoma http://id.wikipedia.org/wiki/Mata http://id.wikipedia.org/wiki/Kulit http://www.apoteker.info/Topik%20Khusus/memahami_efek_samping_obat.htm http://www.smallcrab.com/kulit/514-bentuk-reaksi-kulit-akibat-pemakaian-kosmetika http://www.scribd.com/doc/58793492/05-EfeksampingKosmetikadanPenatalaksanaannya

10

You might also like