You are on page 1of 8

BAB I PENDAHULUAN Dalam diri setiap manusia terkandung dua dimensi yang berbeda, yaitu jasmani yang lahir

dalam keadaan fitrah. Fitrah disini bukan sekedar bersih dari noda, namun lengkap dengan potensi kodrati yang bersifat spiritual. Dengan potensi inilah manusia diberi kepercayaan untuk menjadi kholifah fil ardhi serta memerankan fungsi-fungsi ketuhanan dimuka bumi. Jika manusia didalam dirinya telah terkandung potensi kebaikan, keluhuran ataupun kesempurnaan sebagai bekal khalifah di bumi, lalu bagaimana potensi tersebut dapat dikembangkan dan diaktualisasikan ? Banyak teori yang berbicara mengenai hal ini yang salah satunya adalah tasawuf. Sebagaimana yang telah dijalani oleh beberapa tokoh besar sufi yang menjalani hidupnya penuh dengan ketaqwaan serta manjalankan beberapa maqam dan dikaruniai berbagai hal sehingga menjadikan hidupnya penuh dengan kebahagiaan baik didunia maupun di akhirat. Mereka merasa sangat dekat dengan Tuhannya Oleh karena itu, perlu kiranya bagi kita untuk mempelajari maqamat yang harus ditempuh seorang muslim dalam tasawuf untuk mencapai kedudukan yang sangat mulia dimata Tuhan.

Makalah Tasawuf "Al-Maqamat"

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Al-Maqamat Maqamat adalah jama' dari maqam, yang berarti tempat atau kedudukan (station). Dalam Sufi terminology : The Mystical Language Of Islam, maqam diterjemahkan sebagai kedudukan spiritual1. Karena sebuah maqam diperoleh melalui daya dan upaya (mujahadah) dan ketulusan dalam menempuh perjalanan spiritual. Maqam juga dapat diartikan sebagai tahapan adap (etika) seorang hamba dalam wushul kepada Tuhannya dengan macam upaya, diwujudkan dengan suatu tujuan pencarian dan ukuran tugas2. Suatu maqam tidak lain adalah merupakan kualitas kejiwaan yang bersifat tetap. Inilah yang membedakan dengan keadaan spiritual (hal) yang bersifat sementara. Seseorang tidak dapat beranjak dari suatu maqam ke maqam yang lain sebelum ia memenuhi semua persyaratan yang ada pada maqam tersebut. Sebagaimana yang telah digambarkan oleh Al-Qusyairi yang dikutip oleh Hasyim Muhammad bahwa seorang yang belum qona'ah tidak bisa mencapai tawakkal. Dan siapa yang tidak tawakkal tidak bisa mencapai taslim. Dan barang siapa yang belum taubat tidak bisa sampai pada inabat. Dan barang siapa tidak wara' tidak akan bisa mencapai tingkat zhuhud, begitu seterusnya3. Tahapan tahapan spiritual ini saling berkaitan sepertihalnya tangga, dimana mustahil bagi kita untuk mencapai anak tangga yang ada diatas tanpa harus melalui anak tangga yang ada dibawahnya. Dengan demikian kualitas kualitas tingkatan tersebut akan senantiasa melekat, semakin tinggi kedudukan yang dicapainya akan semakin sempurna dan utuh kualitas diri seseorang.

Hasyim Muhammad, Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi (Yokyakarta : Pustaka Pelajar Offset 2002) cet. Pertama hal. 25 2 lihat Imam Al-Qusyairi An-Naisabury, Risalatul Qusyairiyah, Induk Ilmu Tasawuf 3 lihat Hasyim Muhammad, Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi (Yokyakarta : Pustaka Pelajar Offset 2002) cet. Pertama hal. 26

Makalah Tasawuf "Al-Maqamat"

Adapun tentang berapa jumlah tangga atau maqamat yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk sampai menuju Tuhan, dikalangan sufi tidak sama pendapatnya. Menurut Muhammad Al-Kalabazy dalam kitabnya AlTa'aruf Li Al-Tasawwuf yang di kutib oleh Abuddin Nata mengatakan bahwa maqamat itu jumlahnya ada sepuluh yaitu Al-Taubah, Al-Zuhud, Al-Sabr, AlFaqr, Al-Tadlu', Al-Taqwa, Al-Tawakkal, Al-Ridla, Al-Mahabbah, dan AlMa'rifah4. Sementara Abu Nasr Al-Sarraj Al-Tusi didalam kitab Al-Luma' menyebutkan bahwa maqamat itu jumlahnya hanya tujuh, yaitu Al-Taubah, Al-Wara', Al-Zuhud, Al-Faqr, Al-Tawakkal, dan Al-Ridla. Lainhalnya dengan pendapat Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya' Ulum Al-Din yang dikutip oleh Abuddin Nata mengatakan bahwa maqamat itu ada delapan, yaitu AlTaubah, Al-Sabr, Al-Zuhud, Al-Tawakkal, Al-Mahabbah, Al-Ma'rifah, dan AlRidla5. Akan tetapi pengalaman rohani ini antara seorang sufi satu dengan yang lain berbeda-beda, mereka lebih menekankan pada tujuan akhir yakni mendekatkan diri denagn sedekat-dekatnya kepada Allah SWT. B. Tahapan dalam Maqamat Dalam maqamat terdapat beberapa tahapan yang harus dilaui seorang sufi dalam mendekatkan diri kepada Tuhannya, berikut penjelasannya. 1. Taubat Sebagai awal dari perjalanan yang harus dilakukan oleh seorang Sufi ialah maqam taubah yang berasal dari bahasa Arab yaitu taba yatubu taubatan yang artinya kembali. Sedang taubat yang dimaksud oleh kalangan Sufi adalah memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan disertai janji yang sungguh-sungguh tidak akan mengulangi dosa tersebut yang disertai melakukan amal kebajikan6. Menurut Harun Nasution yang dikutip oleh Abuddin Nata mengetakan taubah yang dimaksud oleh seorang Sufi adalah taubah yang sebenarnya, taubah yang tidak membawa dosa lagi.

(31 : )
Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang orang yang beriman supaya kamu beruntung (QS. An-Nur, 24:31)

lihat Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., Akhlak Tasawuf, hlm. 194 ibid., hlm. 194 Makalah Tasawuf "Al-Maqamat"
5

ibid., hlm. 198

2.

Wara' Secara harfiyah Al-Wara' artinya saleh, menjauhkan diri dari perbuatan

dosa. Dalam tradisi Sufi yang dimaksud dengan wara' adalah meninggalkan sesuatu yang belum jelas hukumnya (subahat), hal ini berlaku pada segala hal atau aktifitas manusia baik yang berupa benda maupun perilaku seperti makanan, minuman, pakaian, pembicaraan, perjalanan, duduk, berdiri, bersantai, bekerja dan lain-lain7.

( )
Barang siapa yang dirinya terbebas dari syubahat, maka seseungguhnya ia telah terbebas dari yang haram. (HR. Bukhari) 3. Zuhud Secara harfiyah Al-Zuhud berarti tidak ingin pada sesuatu yang bersifat keduniawian8. Dalam pandangan kaum Sufi, dunia dan segala isinya adalah sumber segala kemaksiatan dan kemungkaran yang dapat menjauhkan diri dari tuhan. Karena hasrat, keinginan dan nafsu seseorang sangat berpotensi untuk menjadikan kemewahan dan kenikmatan duniawi sebagai tujuan hidupnya, sehingga memalingkannya dari tuhan. Menurut Al-Junaidi yang dikutip oleh Hasyim Muhammad mengatakan bahwa, zuhud adalah kosongnya tangan dari pemilikan dan kosongnya hati dari pencarian.

(38 : )
Padahal kenikmatan hidup didunia ini (dibandingkan kehidupan) akhirat hanyalah sedikit (QS. Al-Taubah, 9:38)

Hasyim Muhammad, Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi (Yokyakarta : Pustaka Pelajar Offset 2002) cet. Pertama hal. 31 8 menurut Harun Nasution zuhud artinya keadaan meninggalkan dunia dan hidup kematerian dan al-Qusyairi mengatakan bahwa diantara para ulama' berbeda pendapat dalam mengartikan zuhud. Sebagian mengatakan bahwa zuhud adalah zuhud didalam masalah yang haram, karena yang halal adalah sesuatu yang mubah dalam pandangan Allah, yaitu orang yang diberi nikmat berupa harta yang halal kemudian dia bersyukur dan meninggalkan dunia itu dengan kesadarannya sendiri. Sebagian ada yang mengatakan Makalah Tasawuf "Al-Maqamat"

bahwa zuhud adalah zuhud dalam yang haram sebagai suatu kewajiban. Lihat Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., Akhlak Tasawuf, hlm. 195

4.

Faqr Secara harfiah faqr biasanya diartikan sebagai orang yang berhajat,

butuh ataupun orang miskin. Sedang menurut pandangan Sufi faqr adalah tidak meminta lebih dari apa yang telah ada pada diri kita. Tidak meminta rezeki kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban kewajiban. Tidak meminta sesungguhpun tak ada pada diri kita, kalau diberi diterima. Tidak meminta tetapi tidak menolak9. 5. Sabar Secara harfiah biasanya sabar berarti tabah hati. Menurut Zun Al-Nun Al-Mishry yang dikutip oleh Abuddin Nata, sabar artinya menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Allah, tetapi tenang ketika mendapat cobaan, dan menampakkan sikap cukup walaupun sebenarnya berada dalam kefakiran dalam bidang ekonomi10. Nafsu (nafs) memiliki kecendrungan untuk memaksakan hasrathasratnya dalam upaya memuaskan diri. Sedangkan akal (aql) berperan sebagai kekuatan pengendali dan penasehat yang senantiasa memberikan pertimbangan kepada nafsu tentang tindakan-tindakan positif yang harus dilakukan dan tindakan negatif yang harus ditinggalkan Agar manusi senantiasa menempatkan akal sebagai dorongan yang mendominasi kehendak dan perilakunya, maka diperlukan kesabaran (shabr). Dengan kata lain, kesabaran adalah kendaraan bagi orang-orang yang menghendaki kebaikan11.

(35 : )
Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul dan jangan kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka (QS. Al-Ahqaf, 46 :35)

ibid., hlm. 200 ibid., menurut Ibn Atha mengatakan sabar artinya tetap tabah dalam menghadapi cobaan dan sikap yang baik. Dan pendapat lain mengatakan sabar berarti menghilangkan rasa mendapatkan cobaan tanpa menunjukkan rasa kesal. Hlm, 200
10

Makalah Tasawuf "Al-Maqamat"

11

Hasyim Muhammad, Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi (Yokyakarta : Pustaka Pelajar Offset 2002) cet. Pertama hal. 43

6.

Tawakkal Secara harfiah tawakkal berarti menyerahkan diri. Menurut Sahal bin

Abdullah bahwa awalnya tawakkal adalah apabila seorang hamba dihadapan Allah seperti bangkai dihadapan orang yang memandikannya, ia mengikuti semaunya yang memandikan, tidak dapat bergerak dan bertindak. Hamdun Al-Qashshar mengatakan bahwa tawakkal adalah berpegang teguh pada Allah.

(11 : )
Dan bertawakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orangorang mukmin bertawakkal (QS. A-Maidah, 5:11) 7. Ridla Secara harfiah ridla artinya rela, suka, senang. Ridla juga merupakan buah dari tawakkal, dimana jika seorang sufi telah benar benar melaksanakan tawakkal maka dengan sendirinya ia akan sampai pada maqam ridla. Dzunnun Al-Mishri berpendapat bahwa ridla adalah menerima tawakkal dengan kerelaan hati. Adapun tanda-tandanya adalah mempercayakan hasil pekerjaannya sebelum dating ketentuan, tidak resah sesudah terjadi ketentuan dan cinta yang membara ketika tertimpa malapetaka. Menurut Harun Nasution hal merupakan keadaan mental, seperti perasaan senang, perasaan sedih, perasaan takut dan sebagainya. hal yang biasa disebut sebagai hal adalah takut (al-khauf), rendah hati (al-tawadlu'), patuh (al-taqwa), ikhlas (al-ikhlas), rasa berteman (al-uns), gembira hati (alwajd), berterima kasih (al-syukr). Selain melaksanakan berbagai kegiatan dan usaha sebagaimana disebutkan diatas, seorang sufi juga harus melakukan serangkaian kegiatan mental yang berat. Kegiatan mental tersebut seperti riyadah (latihan mental dengan melaksanakan dzikir dan tafakkur yang sebanyak-banyakknya serta melatih diri bersifat yang terdapat dalam maqam), mujahadah (berusaha sungguh-sungguh dalam melaksanakan perintah Allah), khalwat (Menyepi atau bersemedi), uzlah (mengasingkan diri dari keduniaan), muraqabah

Makalah Tasawuf "Al-Maqamat"

( mendekatkan diri kepada Allah), dan suluk (menjalankan hidup sebagai sufi dengan cara dzikir dan dzikir) BAB III PENUTUP Dari pembahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya adalah sebagai berikut : a. Dalam maqamat terdapat beberapa tingkatan dan untuk mencapai tingkatan tertinggi harus memenuhi persyaratan yang ada pada maqam dibawahnya. b. Maqamat adalah dapat kita raih dengan usaha yang kita lakukan untuk mendekatkan diri pada Tuhan (Allah SWT.) sedangkan Ahwal adalah karunia yang diberikan Allah kepada kita. c. Pada hakekatnya maqamat hanya penjabaran dari kalimat syahadat tauhid yaitu

Makalah Tasawuf "Al-Maqamat"

DAFTAR PUSTAKA An-Naisabury, al-Qusyaiy, Imam. Risalatul Qusyairiah, Induk Ilmu Tasawuf. Muhammad, Hasyim. 2002. Dialog Antara Tasawuf Dan Psikologi. Yokyakarta :Pustaka Pelajar Offse Nata, Abuddin,. 2011. Akhlak Tasawuf. Jakarta : Rajawali Pers

Makalah Tasawuf "Al-Maqamat"

You might also like