You are on page 1of 19

BAB II PEMBAHASAN MASALAH

PRAGMATIK Pragmatik merupakan salah satu cabang linguistik yang mulai berkembang dalam percaturan Linguistik Amerika sejak tahun 1950-an. Istilah pragmatik, sebenarnya, sudah hidupnya seorang filsuf terkenal bernama Charles dikenal sejak masa Morris (Saifullah,2001:12). Dalam memunculkan istilah pragmatika. Linguistik sebagai cabang ilmu yang mengkaji selukbelukbahasa keseharian manusiayang dalam perkembangannya memiliki beberapa cabang. Morris dalam Rahardi (2003), cabang- itu secara berturutturut dapat disebutkan cabang linguistik sebagai berikut: (1) fonologi, (2) morfologi, (3) sintaksis, (4) semantik, dan (5) pragmatik. Pragmatik ialah ilmu relasi antara tandatanda dengan penafsiran, pragmatik mempelajari tentang apa saja yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan mitra tutur serta sebagai pengacuan tandatanda bahasa yang sifatnya ekstralinguistik. Parker (1986) dalam bukunya Linguistics for Non- Linguists menyatakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang struktur bahasa secara eksternal. Adapun yang dimaksud dengan hal itu adalah bagaimana satuan lingual digunakan dalam komunikasi yang sebenarnya. Pakar ini tertentu membedakantata bahasa yang dianggapnya sebagai studi selukbeluk dengan studi pragmatik bahasa secara internal.

Rahardi (2003) telah menerangkan beberapa definisi pragmatik ahli dimenurut beberapa (1964) yang menunjukan bahwa ilmu bahasa antaranya, George pragmatik menjelaskan makna bahasa, dengan kaitan dan keseluruhan ilmu yang adalah dari perilaku umat manusia dan tanda-tanda atau lambang-lambang bahasa yang ada di sekelilingnya. (1981) menjelaskan bahwa ilmu bahasa pragmatik R. dan Dowty David merupakan tealaah lansung maupun tidak lansung, presuposisi, terhadap pertuturan implikatur, entailment, dan percakapan atau kegiatan konversasional antara penutur dan mitra tutur. Levinson (1983) mendefinisikan sosok pragmatik sebagai ilmu bahasa yang mempelajari relasi-relasi antara bahasa dengan konteks tuturannya. Jacob L. Mey (1993) bahwa pragmatic is the science of language seen in menyimpulkan relation to adalah ilmu bahasa yang mempelajari pemakaian atau Pragmatik its users. penggunaan bahasa,selalu harus ditentukan oleh konteks situasi tutur di yang pada dasarnya dalam masyarakat dan wahana kebudayaan yang mewadahi dan melatarbelakanginya. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang pada dasarnya sangatkonteks yang mewadahi dan melatarbelakangi bahasa itu. ditentukan oleh Konteks yang dimaksud mencakup dua macam hal, yakni konteks yang bersifat sosietal (societal) dan Konteks sosial (social context) adalah konteks yang timbul sosial (social). sebagai akibat interaksi antaranggota masyarakat dalam suatu dari munculnya masyarakat sosial dan budaya tertentu. Adapun yang dimaksud dengan konteks societal (societal context) adalah konteks yang faktor penentunya adalah kedudukan (rank) anggota masyarakat dalam institusi-institusi sosial yang ada di dalam masyarakat sosial dan budaya tertentu. dapat dikatakan bahwa menurut pakar ini, dasar dari Dengan demikian, munculnya

konteks sosietal adalah adanya kekuasaan (power), sedangkan dasar dari konteks sosial solidaritas adalah adanya (solidarity). Dengan berdasarkan pada gagasan Leech (1983: 13-14), Wijana (1996) menyatakan bahwa konteks yang semacam itu dapat disebut dengan konteks situasi tutur (speech situational contexts). Konteks situasi tutur menurutnya, mencakup aspekaspek berikut: (1) penutur dan lawan tutur, (2) konteks tuturan, (3) tujuan tuturan, (4) tuturan sebagai bentuk tindakan, dan (5) tuturan sebagai produk tindak verbal. (Wijana, 1996: 10-11) A. Tindak Tutur Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya. Leech menyatakan bahwa pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan), apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak menanyakan tutur, dan makna dengan siapa berbicara kepada siapa, dimana, mengaitkan bilamana, (1983: 5-6). bagaimana

Tindak tutur merupakan entitas yang bersifat sentral di dalam pragmatik dan bagi merupakan dasar juga analisis topiktopik lain di bidang ini seperti praanggapan, perikutan, implikatur percakapan, prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan. Tindak tutur juga dibedakan menjadi dua yaitu tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung.Penggunaan tuturansecara konvensional menandai kelangsungan suatu tindak tutur langsung. Tuturan deklaratif, tuturan interogratif, dan secara konvensional dituturkan untuk menyatakan tuturan imperatif suatu informasi, menanyakan sesuatu, dan memerintahkan mitra tutur melakukan sesuatu. Konteks sosial adalah konteks yang timbul sebagai akibat dari munculnya interaksi antaranggota dalam suatu masyarakat dan budaya tertentu. Adapun konteks sosial adalah konteks yang faktor penentunya adalah kedudukan anggota masyarakat sosial dalam masyarakat atau budaya (Rahardi, dalam intitusiinstitusi 2000; 47). Dalam kajian pragmatik, ada suatu prinsip kerja sama yang harus dilakukan penutur dan lawan tutur agar proses komunikasi berjalan dengan lancar. Grice mengemukakan bahwa di dalam rangka melaksanakan prisip kerja sama itu, setiap penutur harus mematuhi empat maksim percakapan (conversational maxim), berikut. sebagai yaitu 1. Maksim kuantitas (maxim of cuantity). Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan yang secukupnya atau memberikan kontribusi sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya.

2. Maksim kualitas (maxim of quality). Maksim ini mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal sebenarnya. Kontribusi peserta percakapan hendaknya didasarkan yang bukti yang memadai. pada bukti 3. Maksim relevansi (maxim of relevance). Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta percakapan kontribusi yang relevan dengan masalah memberikan pembicaraan. 4. Maksim pelaksanaan (maxim of manner). Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak berlebih- lebihan, serta berbicara secara (Wijana, runtut 1996:46). B. Prinsip Kesantunan Kesantunan dianggap sebagai sebuah strategi yang digunakan oleh pembicara untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan kata lain, penggunaan bentuk bahasa tertentu secara kontekstual untuk mencapai tujuan si pembicara. Konsep kesantunan ini kemudian berkembang menjadi teori kesantunan berbahasa. dikembangkan oleh Leech yang memperkenalkan sejumlah Teori ini maksim yang memiliki kesamaan dengan prinsip-prinsip kerja sama (Cooperative principle) Grice. Sejumlah maksim ini disebut Principle yang dikemukakan oleh Politeness (Prinsip Sopan Santun). Maksim-maksim yang dikemukakan oleh Leech adalah berikut. sebagai 1. Maksim kebijaksanaan (Tact maxim), Minimalkan kerugian orang lain.

Maksimalkan keuntungan orang lain. 2. Maksim kemurahan hati (The Generosity Maxim), Minimalkan keuntungan diri sendiri. Maksimalkan kerugian diri sendiri. 3. Maksim Penerimaan (The Approbation Maxim), Minimalkan ketidakhormatan pada orang lain. Maksimalkan rasa hormat pada orang lain. 4. Maksim kesederhanaan / kerendahan hati (The Modesty Maxim), Minimalkan rasa hormat pada diri sendiri . Maksimalkan rasa tidak hormat pada diri sendiri. 5. Maksim persetujuan/ kecocokan (The Agreement Maxim), Minimalkan ketidakcocokan dengan orang lain. Maksimalkan kecocokan dengan orang lain. 6. Maksim kesimpatian (Sympath Maxim), Minimalkan ketidaksimpatian pada orang lain. Maksimalkan kesimpatian pada orang lain. 1.1 Maksim Kebijaksanaan (Tact maxim) Gagasan dasar maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu

mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak bertutur. Orang yang bertutur yang berpegang lain dalam kegiatan dan melaksanakan maksim kebijaksanaan akan dapat dikatakan sebagai orang santun. Apabila di dalam bertutur orang berpegang teguh pada maksim kebijaksanaan, ia akan dapat menghindarkan sikap dengki, iri hati, dan sikap-sikap lain yang kurang santun terhadap si mitra tutur. Demikian pula perasaan sakit hati sebagai akibat yang tidak menguntungkan pihak lain akan dapat dari perlakuan diminimalkan kebijaksanaan ini dipegang teguh dan dilaksanakan apabila maksim dalam kegiatan bertutur. Dengan perkataan lain, menurut maksim ini, kesantunan dalam bertutur dapat dilakukan apabila maksim kebijaksanaan dilaksanaan dengan baik. Sebagai pemerjelas atas pelaksanaan maksim kebijaksanaan ini dalam komunikasi yang sesungguhnya dapat dilihat pada contoh tuturan (78) berikut ini. (78) Tuan rumah : Silakan makan saja dulu, nak! Tamu Tadi kami semua sudah mendahului. : Wah, saya jadi tidak enak,

Bu. Informasi Indeksial: Dituturkan oleh seorang ibu kepada seorang anak muda yang sedang bertamu di rumah ibu tersebut. Pada saat itu, ia harus berada di rumah ibu Di dalam tuturan (78) di atas tampak dengan sangat jelas bahwa apa tersebut sampai malam karena hujan sangat deras dan tidak yang si tuan rumah sungguh memaksimalkan keuntungan bagi sang dituturkan segera reda. tamu. Lazimnya, tuturan semacam itu dapat ditemukan dalam keluarga-keluarga pada

masyarakat tutur desa. Orang-orang desa biasanya sangat menghargai tamu,datangnya secara kebetulan maupun tamu yang sudah direncanakan yang baik tamu terlebih dahulu Bahkan, seringkali ditemukan bahwa minuman atau kedatangannya. makanan kepada sang tamu diupayakan sedemikian rupa sehingga layak disajikan yang diterima dan sang tamu. dinikmati oleh 2.1 Maksim Kemurahan Hati (The Generosity Maxim) Dengan maksim kemurahan hati atau kedermawanan, para peserta dapat menghormati orang lain. Penghormatan terhadap diharapkanpertuturan orangterjadi apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi akan lain dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain. Tuturan (80) pada contoh berikut dapat memperjelas pernyataan ini. (80) Anak kos A : Mari saya cucikan baju kotormu! Pakaianku tidak banyak, Anak kos B : yang kotor. Mbak. Nanti siang saya akan kok, Tidak usah, mencucinya Informasi Indeksial juga, kok. Tuturan ini merupakan cuplikan pembicaraan antar anak kos pada sebuah rumah kos di kota Yogyakarta. Anak yang satu berhubungan Dari tuturan yang disampaikan si A di atas, dapat dilihat dengan demikian erat ia berusaha memaksimalkan keuntungan pihak lain dengan cara dengan anak satunya. menambahkan beban bagi dirinya sendiri. Hal itu dilakukan dengan cara menawarkan bantuan untuk mencucikan pakaian kotor si B. Gotong royong dan kerja sama untuk membuat bangunan rumah, gorong-gorong, dan semacamnya dapat dianggap

realisasi maksim kedermawanan atau maksim kemurahan hati ini dalam hidup bermasyarakat. 3.1 Maksim Penerimaan (The Approbation Maxim) Di dalam maksim penerimaan atau penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar penghargaan para peserta pertuturan tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak yang lain. Peserta tutur yang saling mengejek peserta tutur lain di dalam kegiatan bertutur akan dikatakan sebagai orang yang tidak sopan. Dikatakan demikian karena tindakan mengejek merupakan tindakan tidak menghargai orang lain. Karena merupakan perbuatan tidak baik, perbuatan itu harus dihindari dalam pergaulan sesungguhnya. Untuk memperjelas hal itu, tuturan (83) pada contoh berikut dapat dipertimbangkan. (83) Dosen A : Pak, aku tadi sudah memulai kuliah untuk perdana Dosen B kelas Business English. : Oya, tadi aku mendengar Bahasa Inggrismu jelas Informasi Indeksial: sekali dari sini. Dituturkan oleh seorang dosen kepada temannya yang juga seorang Pemberitahuan yang disampaikan dosensebuah perguruan dosen dalam ruang kerja dosen pada A terhadap rekannya dosen B tinggi. pada contoh di atas, ditanggapi dengan sangat baik bahkan disertai dengan pujian atau penghargaan, oleh dosen A. Dengan demikian, dapat dikatakandalam pertuturan itu dosen B berperilaku santun bahwa di terhadap dosen A.

4.1

Maksim Kesederhanaan/Kerendahan hati (The Modesty Maxim) Di dalam maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati, peserta tutur diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri. Orang akan dikatakan sombong dan congkak hati apabila di dalam kegiatan bertutur selalu memuji dan mengungulkan masyarakat bahasa dan budaya masyarakat sendiri. Dalam dirinya Indonesia, kesederhanaan dan kerendahhatian banyak digunakan sebagai parameter penilaian kesantunan seseorang. Contoh tuturan (86) berikut dapat dipertimbangan untuk mempertimbangkan untuk memperjelas pernyataan ini. (86) Ibu A : Nanti Ibu yang memberikan sambutan ya dalam rapat Dasa Ibu B : Waduh,nanti grogi Wisma. aku. Informasi Indeksial: Dituturkan oleh seseorang Ibu anggota Dosa Wisma kepada temannya sesama anggota perkumpulan tersebut ketika mereka bersama-

sama berangkat ke tempat pertemuan. 5.1 Maksim Permufakatan/ Kecocokan (The Agreement Maxim) Maksim permufakatan seringkali disebut dengan maksim kecocokan (Wijana,1996: 59). Di dalam maksim ini ditekankan agar para peserta tuturmembina kecocokan atau kemufakatan di dalam dapat saling kegiatan Apabila terdapat kemufakatan atau kecocokan antara bertutur. diri penuturdalam kegiatan bertutur, masing-masing dari mereka mitra tutur dan akan dapat dikatakan bersikap santun. Di dalam masyarakat tutur Jawa, orang diperbolehkan memenggaltidak bahkan membantah secara atau lansung apa yang

dituturkan pihak lain. Hal demikian tampak sangat jelas terutama, apabila umur, jabatan, dan status social penutur berbeda dengan si mitra tutur. Pada zaman kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa dahulu, orang yang wanita tidak diperkenankan menentang sesuatu yang kelamin berjenis dikatakan dan sang pria. Kalau kita mencermati orang bertutur diperintahkan pada zaman seringkali didapatkan bahwa dalam memperhatikan sekarang ini, dan menanggapi penutur, si mitra tutur menggunakan anggukananggukan tanda jempol tanda setuju, wajah tanpa kerutan di dahi setuju, acungan tanda setuju, hal lain yang sifatnya paralinguistik kinesik untuk dan beberapa menyatakan maksud tertentu. Tuturan (88) berikut untuk mengilustrasikan pernyataan ini. (88) Guru A : Ruangannya gelap ya, Bu!Guru B : He..eh! Sakralnya mana, ya? Informasi Indeksial: Dituturkan oleh seorang guru kepada rekannya yang juga seorang guru pada saat mereka berada di ruang guru. 6.1 Maksim Kesimpatian (Sympath Maxim) Di dalam maksim kesimpatian, diharapkan agar para peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Sikap antipati terhadap salah seorang peserta tutur akan dianggap sebagai tindakan tidak santun. Masyarakat tutur Indonesia sangat menjunjung tinggi rasa kesimpatisan terhadap orang lain ini di dalam komunikasi setiap harinya. Orang yang bersikap antipati terhadap orang lain, apalagi sampai

bersikap sinis terhadap pihak lain, akan dianggap sebagai orang yang sopan santun di dalam masyarakat. Kesimpatisan terhadap tahu tidak pihak lain sering ditunjukkan dengan senyuman, anggukan, gandengan tangan, dan Contoh tuturan (90) berikut perlu dicermati dan sebagainya. dipertimbangan untuk memperjelas pernyataan ini. (90) Karyasiswa A : Mas, aku akan ujian tesis minggu depan. Karyawan B:Wah. Proficiat ya! Kapan pesta? Informasi Indeksial: Dituturkan oleh seorang karyasiswa kepada karyasiswa saat mereka berada di ruang perpustakaan yang lain pada Tindak tutur merupakan entitas yang bersifat sentral di dalam kampus. pragmatik dan juga merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain di bidang ini seperti peranggapan, perikutan, implikatur percakapan, prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan. Leech (1993) mengemukakan bahwa sopan santun berkenaan dengan hubungan antara dua pemeran serta yang dinamakan diri dan lain, ada juga Acara Opera Van Java yang di tayangkan di TRANS 7, pihak ketiga. di dalam tuturannya menggunakan strategi yang dilakukan para pemain untuk menciptakan pematuhan dan pelanggaran terhadap maksim kesantunan (1967) mengisyaratkan bahwa kesantunan berbahasa Goffman Leech. secara khusus ditujukan pada pemeliharaan wajah oleh setiap orang yang terlibatsebuah transaksi komunikasi sehingga tak ada seorang pun dalam yang merasa

wajahnya tercoreng. Gagasan Goffman ini kemudian mempengaruhi dikembangkan pemikiran yang oleh Brown dan Levinson (1978, 1987) menyatakan bahwa untuk melakukan transaksi komunikasi yang santun, ada berbagai macam tindakan yang dapat dilakukan dalam upaya menerapkan strategi positif dan strategi negatif. Strategi

positif 1. Memperhatikan apa yang dibutuhkan lawan tutur. Misalnya. Kok kelihatan sedih, ada yang perlu saya bantu? 2. Menggunakan penanda-penanda solidaritas kelompok. dalam bahasa Jawa Kanca-kanca, ya padha Misalnya. merana Temen-temen, mari kita ke sana. 3. Menumbuhkan sikap optimismik. Misalnya Tidak usah Putus asa, yang sudah sudahlah. Besok jangan diulangi lagi. 4. Melibatkan lawan tutur ke dalam aktivitas penutur. Misalnya Bila kita saling membantu, saya kira kita akan berhasil. 5. Menawarkan atau menjanjikan sesuatu! Nek kowe asah-asah, aku sing ngumbahi Kalau kamu mencuci piring, saya akan mencuci pakaian. 6. Memberikan pujian kepada lawan bicara. kelambimu apik, neng ndhi le njahitkeWah Wah pakaianmu bagus, di mana kamu menjahitnya. 7. Menghindari sedemikian rupa ketidakcocokan.benar Ya, memang begitu.

8. Melucu Tokke kabeh pangananekeluarkan semua makanannya. Strategi negatif 1. Ungkapkan secara tidak langsung. Wah, mangganya besarbesar. 2. Gunakan pagar(hegnes) atau kalimat Tanya. Mungkin, dia yang mengambil, barangkaliAnda mengambilkan saya buku Dapatkah itu? 3. Bersikap pesimistis. Wah nek ngene ketoke aku ora entuk utangan Wah, kalau tidak bisa meminjam begini saya uang. 4. Jangan membebani. Tidak jauh kok, hanya 500 meter. 5. Menggunakan bentuk pasif. Papannya dihapus. Dilarang merokok. 6. Ungkapan permohonan maaf. Maaf, tolong agak keras membacanya. 7. Menggunakan bentuk plural. kami mengganggu perjalanan Maaf, Anda.

Pendapat Sapir dan Worf (dalam Wahab, 1995) menyatakan bahwa bahasa menentukan perilaku budaya manusia memang ada benarnya. Orang yang ketika berbicara menggunakan pilihan kata, ungkapan yang santun, struktur kalimat yang baik menandakan bahwa kepribadian orang itu memang baik. Sebaliknya, jika ada orang yang sebenarnya kepribadiannya tidak baik, meskipun berusaha berbahasa secara baik, benar, dan santun di hadapan orang lain, pada suatu saat tidak mampu menutup-nutupi kepribadian buruknya sehingga muncul pilihan kata, ungkapan, atau struktur kalimatdan tidak santun. Dalam hal ini, setiap penutur diminta yang tidak baik untuk menghindarkan diri dari ekspresi yang tidak akan menyenangkan mitra tuturnya, dengan cara tidak memaksa (Lakoff, 1973), meminimalkan misalnya kerugian pada mitra tutur (Leech, 1983), dan tidak melakukan sesuatu yang dapat mengancam apalagi mitra tutur (Brown dan Levinson, 1987). Menurut menghilangkan wajah Leech, posisi kesantunan seperti itu illustrates the more general law that negative politeness of discord) is a more weighty consideration than positive (avoidance politeness (seeking concord (1983: 113). Akan tetapi diyakini bahwa realisasi dari prinsip transaksi komunikasi akan sangat beragam dan khas secara dalam ini individual, dalam arti hal itu akan tergantung pada pemahaman seseorang terhadap prinsipprinsip tersebut. C. Skala Kesantunan Lecch Di dalam model kasantunan Lecch (1983), setiap maksim dapat interpersonal itu dimanfaatkan untuk menentukan peringkat kesantunan sebuah tuturan. Berikut yang disampaikan Leech itu skala kesantunan selengkapnya.

(1) Cost-benefit scale atau skala kerugian dan keuntungan menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh semua tutur pada semua penuturan. Semakin tuturan tersebut tindak merugikan akan semakin dianggap santunlah tuturan itu. diri penutur Demikian semakin tuturan itu menguntungkan diri penutur sebaliknya, akan semakin santunlah tuturan itu. Apabila hal yang dianggap tidak demikian itu dilihat dari kacamata mitra tutur dapat dikatakanbahwa semakin si menguntungkan diri mitra tutur akan semakin dipandang tidak santunlah Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu tuturan itu. merugikan diri, si mitra tutur akan dianggap semakin santunlah (2) tuturan itu. scale atau skala pilihan menunjukan kepada banyak Optionality atau sedikitnya pilihan (options) yang disampaikan si penutur kepada dalam kegiatan bertutur. Semakin penuturan itu tutur di si mitra memungkinkan penutur atau mitra tutur menentukan pilihan yang banyak dan leluasa akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya, apabila pertuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinan memilih bagi si penutur dantuturan tersebut akan dianggap mitra tutur, tidak santun. Berkaitan dengan pemakaian tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia, dapat dikatakan bahwa apabila tuturan imperatif itu menyajikan banyak menjadi semakin santunlah pemakaian pilihan tuturan akan tuturan itu. imperatif

(3) Indirectness scale atau skala ketidaklansungan menunjuk kepada lansung atau tidak lansungnya maksud sebuah peringkat tuturan.itu bersifat lansung akan dianggap semakin tidak tuturan Semakin santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tidak lansung, ,maksud sebuah tuturan, akan dianggap semakin santunlah (4) tuturan itu. Authority scale atau skala keotoritasan menunjukan kepada hubungan status social antara penutur dan mitra tutur yang terlibat pada pertuturan. jarak peringkat sosial (rank rating) antara petutur Semakin jauh dengan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi semakinSebaliknya, semakin dekat jarak peringkat status sosial santun. diantara akan cenderung berkuranglah peringkat kesantunan keduanya, tuturan yang digunakan dalam bertutur (5) itu. Social distance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada peringkat sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat hubungan dalam sebuah kecenderungan bahwa semakin dekat jarak penuturan. Ada peringkat sosial di antara keduanya, akan menjadi semakin kurang santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur, akan semakin santunlah tuturan yang digunakan perkataan lain, tingkat keakraban hubungan antara itu. Dengan penutur mitra tutur sangat menentukan peringkat kesantunan dengan tuturan yang digunakan dalam bertutur.

You might also like