You are on page 1of 30

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN (PKM-P) STUDI EFEK SAMPING PENGGUNAAN UNDUR-UNDUR DARAT (Myrmeleon sp)SEBAGAI

OBAT ANTIDIABETIK PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) Oleh: Ketua : Femi Dwi Aldini(G0008096/2008) Anggota : Dataari Boma M.(G0007007/2007) Dita Ika Rahmawati(G0007009/2007) Hasan Asari(G0006090/2006) Niawati Rokhaniah(G0008138/2008) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET KOTA SURAKARTA 2010

ABSTRAK Latar Belakang. Saat ini banyak masyarakat Indonesia beralih pada pengobatan alternatiftradisional karna berbagai kelebihannya dan ketakutan akan efek samping dari obatobatan sintetis yang dibuat di pabrik, salah satunya undur-undur darat (myrmeleon sp.) untuk terapi diabetes mellitus tipe 2. Berdasarkan penelitian sebelumnya, hewan ini terbukti mengandung zat sulfonylurea, yang bekerja melancarkan kerja pankreas dalam memproduksi insulin. Akan tetapi, upaya untuk menyembuhkan pasien bukan hanya sekedar menghilangkan penyakit dan gejalanya saja, tetapi juga harus memperhitungkan efek samping yang muncul dari pengobatan tersebut, sehinggadiperlukan dasar-dasar ilmiah yang lebih tentang kandungan undur-undur, efek pada tubuh dalam jangka panjang dan korelasi dengan reaksi tubuh terhadap berbagai zat yang terkandung. Tujuan.Untuk mengetahui adanya efek samping penggunaan undur-undur darat (Myrmeleon sp) sebagai terapi, terutama efek pada hematologi darah dan fungsi hepar tikus putih (Rattus norvegicus). Metode. Uji Toksisitas sub-akut (sub-kronis), dilanjutkan analisis data secara statistik menggunakan program SPSS16.0 for Windows Release 11.5 dengan Kruskall-Wallis, MannWhitney, dan uji Anova. Hasil dan Pembahasan. Perbedaan yang signifikan pada histologis hepar semua kelompok tikus (p<0.05)membuktikan bahwa secara statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna, didukung oleh peningkatan konsentrasi SGOT yang tinggi menandakan terjadinya kerusakan pada sel hepar tikus. Pemberian dosis undur-undur yang berbeda tidak berpengaruh terhadap jumlah konsentrasi hemoglobin, trombosit dan

leukosit (p>0.05).Peningkatan dan penurunan konsentrasi hemoglobin, leukosit, dan trombosit masih mendekati kisaran normal yang menunjukkan bahwa undur-undur tidak bersifat toksik terhadap darah. Jika dibandingkan dengan kontrol, semakin meningkatnya dosis undur- undur semakin menurun kemampuan tikus untuk menyeimbangkan berat badannya sehingga semakin fluktuatif, namun cenderung meningkat. Key Words: Undur-undur darat (Myrmeleon sp.), Sulfonylurea, hepatotoksik,hemoglobin, leukosit, trombosit

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkat, anugerah, dan karunia-Nya sehingga penelitian dengan judul Studi Efek Samping Penggunaan Undur-Undur Darat(Mymerleon sp.) Sebagai Obat Antidiabetik pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) dapat diselesaikan sesuai yang diharapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efek samping penggunaan undur-undur darat. Hal ini penting diketahui sebab berhubungan dengan batas keamanan obat serta kewaspadaan penggunaannya di kalangan masyarakat umum jika dikonsumsi tanpa memperhatikan aturan dosis dan efek sampingnya. Laporan akhir ini memuat hasil penelitian dan analisis data tentang efek samping penggunaan undur-undur darat peroral dengan dosis tertentu, khususnya pada kondisi hepar, hematologi darah dan berat badan hewan uji, yaitu tikus putih (Rattus norvegicus). Dalam proses penelitian ini penulis mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran dari pihak-pihak yang mendukung terselenggaranya penelitian dan pelaporan ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan UNS Surakarta Drs. Dwi Tiyanto, SU. 2. Dekan Fakultas Kedokteran UNS Surakarta Prof. Dr. AA. Subijanto, dr., MS. 3. Pembantu Dekan Fakultas Kedokteran UNSSurakarta Hari Purnomo Sidik, dr., MMR. 4. dr. Endang Ediningsih, M.Kes selaku dosen pembimbing karya ilmiah ini 5. Orang tua dan keluarga kami atas dukungan moral dan doanya. 6. Sahabat-sahabat dan rekan-rekan mahasiswa FK UNS, serta semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu namun sangat berarti dalam terselesaikannya karya imiah ini. Penulis sadar bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna disebabkan oleh keterbatasan yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menjadi perbaikan di masa yang akan datang. Demikian karya ilmiah ini penulis buat, semoga dapat bermanfaat. Surakarta, 20 Mei 2010 Tim Penulis

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa 177 juta penduduk dunia mengidap diabetes. Jumlah ini akan meningkat melebihi 300 juta pada tahun 2025. Dr paul Zimmet, direktur dari Internasional Diabetes Institute (IDI) di Victoria, Australia, meramalkan diabetes akan menjadi epidemik yang paling dahsyat dalam sejarah (Sustrani dkk, 2005:8). Pada tahun 2003 diperkirakan terdapat sekitar lima juta penderita diabetes mellitus di Indonesia. Diabetes melitus, atau yang sering disebut kencing manis merupakan penyakit menahun yang disebabkan oleh kelainan metabolisme karbohidrat dimana kadar glukosa dalam darah terlalu banyak. Diabetes mellitus menyebabkan kematian tertinggi di antara penyakitpenyakit menahun lainnya. Dari sekitar 1,08 juta kematian akibat penyakit kardiovaskular (pembuluh darah) yang terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya ada sebanyak 851 ribu di antaranya yang merupakan pasien diabetes mellitus. Begitu pula dari sekitar 85 ribu kematian akibat stroke setiap tahun, sebanyak 67 ribu di antaranya adalah pasien diabetes (Sampurno dkk, 2003). Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia banyak yang beralih pada pengobatan alternatif. Kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan alternatif semakin tinggi karena mulai banyak ahli pengobatan alternatif yang berhasil dan menjadi populer lewat media masa. Pengobatan alternatif juga dirasa lebih murah dibandingkan dengan pengobatan modern. Selain itu, masyarakat beralih pada pengobatan alternatif karena takut akan efek samping dari obat-obatan sintetis yang dibuat di pabrik. Akhirnya, banyak masyarakat yang meminimalisir mengkonsumsi obat buatan dan memanfaatkan pengobatan alternatif (Hadi, 2008). Salah satu pengobatan alternatif untuk penyakit diabetes mellitus adalah dengan mengkonsumsi undur-undur darat (myrmeleon sp.). Di samping karena khasiatnya,

harganya juga terbilang cukup murah. Kepopulerannya terbukti dari semakin banyaknya kalangan pebisnis yang membudidayakan dan menjual serangga yang berjalan mundur ini. Binatang kecil yang biasa dijumpai di sekitar rumah berhalaman pasir itu dipercayai ampuh menurunkan gula darah (Hidayatul dkk, 2003). Pengobatan ini dengan memasukkan undur-undur hidup ke dalam kapsul dan ditelan seperti mengkonsumsi obat. Namun undur-undur sebagai obat diabetes belum terbukti secara medis. Karena itu, Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Aru W. Sudoyo belum merekomendasikan undur-undur sebagai terapi.

Berdasarkan penelitian yang diketuai Tyas Kurniasih dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta berjudul Kajian Potensi Undur-Undur Darat (Myrmeleon sp) 2006, hewan ini mengandung zat sulfonylurea. Kerja sulfonylurea pada undur-undur adalah melancarkan kerja pankreas dalam memproduksi insulin. Sebab, ketika insulin dalam tubuh manusia menurun sementara kadar glukosa darah meningkat, maka terjadi ketidakseimbangan, dimana insulin sebagai penghasil energi tubuh terus berkurang, dan akibatnya tubuh mudah terserang penyakit.
Masyarakat sering tidak mengetahui kandungan dan reaksi tubuh terhadap bahan yang dikonsumsinya, tetapi mereka tetap mengkonsumsi karena dirasakan adanya perbaikan. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan dasar-dasar ilmiah tentang kandungan, efek pada tubuh dalam jangka panjang dan korelasi dengan reaksi tubuh terhadap berbagai zat yang terkandung. Upaya untuk menyembuhkan pasien dari kelainan bukan hanya sekedar menghilangkan penyakitnya dan gejalanya saja, tetapi juga harus memperhitungkan efek samping yang muncul dari pengobatan tersebut. Oleh karena itu, kelompok kami mengambil tema penelitian tentang uji efek samping penggunaan undur-undur dalam terapi. B. PERUMUSAN MASALAH

Adakah efek samping penggunaan undur-undur darat (Myrmeleon sp) sebagai terapi terutama pada hematologi darah dan fungsi hepar tikus putih (Rattus norvegicus)? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya efek samping penggunaan undur-undur darat (Myrmeleon sp) sebagai terapi terutama pada hematologi darah dan fungsi hepar tikus putih (Rattus norvegicus). D. Luaran yang Diharapkan Melalui penelitian ini diharapkan ada temuan yang bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. 1. Manfaat teoritis : Memberikan bukti-bukti empiris tentang adanya efek samping dari keberadaan undur-undur darat (Myrmeleon sp), khususnya jika dalam jumlah banyak, di dalam tubuh tikus putih (Rattus norvegicus). 2. Manfaat praktis : Jika memang ditemukan efek samping yang berarti dari penggunaan undur-undur sebagai terapi, maka hasil penelitian ini berguna sebagai bukti ilmiah untuk membatasi penggunaan undur-undur darat (Myrmeleon sp)dalam terapi kesehatan demi keamanan pasien. E. Kegunaan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk melanjutkan beberapa hasil penelitian sebelumnya tentang kajian potensi undur-undur darat (Myrmeleon sp)sebagai terapi diabetes mellitus yang mengandung sulfonylurea. Selain itu, penelitian juga dilakukan untuk menguji praklinik dan uji toksisitas subkronis- harapan selanjutnya dapat diteruskan dengan uji toksisitas kronis dan uji klinik- agar undur-undur darat (Myrmeleon sp)layak disebut sebagai obat fitofarmaka yang terbukti secara ilmiah khasiat dan keamanannya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. UNDUR-UNDUR DARAT (Myrmeleon sp) Kerajaan : Animalia Dalam bahasa Divisi : Magnoliophyta undur-undur Kelas : Insecta bernama di-gu-niu Ordo : Neuroptera Famili : Myrmeleontidae dalam bahasa

mandarin darat dan Inggris Gambar 1 disebut Antlion. Dengan klasifikasi yang lebih jauh, Genus :Myrmel eon binatang ini termasuk dalam Spesies :Myrme keluargaMyrmeleontidae, leon sp. yang berasal dari Yunani dari myrmex, yang berarti semut, dan leon, yang berarti singa. (Lomascodo, 2006).Serangga ini mempunyai mulut penggigit dan

dua pasang sayap yang urat-uratnya berbentuk seperti jala (Gambar 1). Undur-undur banyak ditemui di sekitar rumah yang halamannya tanah kering dan berpasir. Rumah atau lebih tepat disebut sebagai perangkap untuk menangkap makanannya (serangga, semut dan laba-laba kecil) terlihat seperti lingkaran atau lubang di pasir yang mengerucut ke bawah.

Gambar 3 Undur-undur adalah kelompok binatangholometabola, yaitu serangga yang mengalami metamorfosis sempurna. Tahapan dari daur serangga yang mengalami metamorfosis sempurna adalah telur, larva, pupa, lalu menjadi imago (Gambar 3). Larva adalah hewan muda yang bentuk dan sifatnya berbeda dengan hewan dewasa. Pupa adalah kepompong dimana pada saat itu serangga tidak melakukan kegiatan. Akan tetapi, pada saat itu terjadi penyempurnaan dan pembentukan organ. Sedangkan imago adalah fase dewasa atau fase perkembangbiakan (Nugroho, 2008). Gambar 3 B. Undur-Undur Darat (Myrmeleon sp.) sebagai TERAPI Diabetes mellitus tipe 2 Akhir-akhir ini mulai banyak masyarakat yang mengetahui bahwa undur-undur darat (Myrmeleonsp.) dapat menyembuhkan diabetes mellitus (DM). Bahkan, banyak masyarakat yang membuktikan dengan cara mengkonsumsinya. Hasilnya, ternyataMyrmeleon sp. diketahui dapat menurunkan kadar glukosa darah. Hal ini juga didukung dengan pernyataan dari dr. Huang Lie Ying dari klinik Hwato Medicine, Gubeng, yang mengungkapkan bahwa undur-undur darat memang digunakan di tiongkok sebagai obat DM dan terbukti manjur, namun penelitian klinis dan pemakaian secara klinis di Tiongkok masih belum ada.

Berdasarkan penelitian yang diketuai oleh Tyas Kurniasih dari Universitas Gajah Mada yang berjudul Kajian Potensi Undur-Undur Darat (Myrmeleon sp.) 2006, diketahui bahwa binatang tersebut mengandung zat sulfonylurea. Kerja sulfonylureapada undur-undur darat adalah melancarkan kerja pankreas dalam memproduksi insulin. Dalam hal ini, insulin digunakan untuk menurunkan kadar gula darah yang menjadi masalah bagi penderita DM. Menurut penelitian William (2002), binatang ini sangat berfungsi sebagai anti diabetes karena mengandung zat sulfonylurea. Zat sulfonylurea ini melancarkan kerja pankreas dalam memproduksi insulin karena ketika insulin dalam tubuh manusia menurun sementara kadar glukosa darah sekian hari semakin meningkat, maka akan terjadi ketidakseimbangan, dimana insulin sebagai penghasil energi tubuh sudah berkurang sehingga tubuh akan lebih mudah terserang penyakit. Sulfonylurea yang terkandung di dalam undur-undur merupakan zat yang sama dengan sulfonylureayang selama ini digunakan di dalam obat DM buatan. Undur-undur dengan sulfonylurea-nya ternyata juga dapat mengobati DM dengan cara kerja yang sama dengan obat DM yang pernah ada.Sulfonylurea dalam bentuk antidiabetik oral hanya cocok untuk mengobati DM tipe 2 karena cara kerjanya memperbaiki kerja pankreas dalam mensekresikan insulin, sedangkan pada penderita DM tipe 1, pankreasnya sudah tidak dapat memproduksi insulin secara permanen. Pada penderita DM tipe 2, terdapat tiga kondisi abnormal yang mungkin dimiliki. Pertama; mutlak kekurangan insulin dalam arti sekresi hormon insulin berkurang karena kerusakan sel-sel beta pankreas. Kedua; relatif kekurangan insulin dimana sekresi insulin tidak mencukupi dengan adanya kebutuhan metabolisme yang meningkat (misalnya pada pasien yang kelebihan berat badan). Ketiga; resisten terhadap insulin dan hiperinsulinemia karena penggunaan insulin perifer yang kurang sempurna.Menurut Siswandono dan Sukarjo (1995:709), turunan sulfonylurea dapat merangsang pengeluaran insulin pankreatik, menurunkan pemasukan insulin endogen ke hati dan menekan pengeluaran secara langsung insulin endogen ke hati dan menekan secara langsung glukagon. Semua obat golongan sulfonylurea merupakan antidiabetik oral.

C. EFEK SAMPING SULFONYLUREA


Efek samping, umumnya ringan dan frekuensinya rendah diantaranya gejala saluran cerna, seperti mual, muntah, diare. Gangguan saluran cerna dapat berkurang dengan mengurangi dosis, menelan obat bersama makanan atau membagi obat dalam beberapa dosis. Gejala hematologik termasuk trombositopenia, leukopenia, agrunolositosis dan anemia aplastik dapat terjadi tetapi jarang sekali. Hipoglikemi dapat terjadi bila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati/ginjal atau pada orang usia lanjut. Hipoglikemia sering ditimbulkan oleh ADO kerja lama, bahkan sampai koma. Reaksi ini lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal, terutama yang menggunakan sediaan dengan masa kerja panjang. (Sampurno, 2003). Gejala susunan saraf pusat dapat berupa vertigo, bingung, ataksia dan sebagainya (Syarif, dkk, 2007). Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien yang tidak mendapat dosis tepat, tidak makan cukup atau dengan gangguan fungsi hepar dan/atau ginjal. (Suherman, 2007)

BAB III METODE PENDEKATAN

A. Variabel Penelitian (1) Variabel bebas : Undur-undur darat (Mymeleon sp.)


(2) Variable terikat : Berat badan, gambaran histologis Hepar, pemeriksaan darah rutin & kimia darah tikus putih (Rattus norvegicus) (3) Variabel luar a. Variabel yang dapat dikendalikan: Variasi genetik, jenis kelamin, umur, suhu udara, berat badan, dan jenis makanan mencit semuanya diseragamkan. b. Variabel yang tidak dapat dikendalikan: Kondisi psikologis, reaksi hipersensitivitas dan keadaan awal hati mencit. B. Bahan dan Metode Metode penelitian yang dilakukan berupa uji Toksisitas sub-akut (sub-kronis), dengan ciri: jangka waktu pemejanan 3 bulan setiap hari tanpa terputus, digunakan 3 macam dosis pemejanan: salah satunya ekivalen dengan dosis pada manusia,cara pemejanan obat sama dengan yang digunakan pada manusia, pemeriksaan Hematologik, serta pemeriksaan organ vital (Saptono Hadi, M.Si, Apt. 2008). 1. Hewan Uji Hewan uji berupa 25 ekor tikus putih jantan (Rattus norvegicus). 2. Larutan Undur-undur Darat (Myrmeleon sp.) a. Proses Pembuatan Faktor konversi dosis manusia ke tikus adalah 0,018. Berat rata-rata manusia di Indonesia kurang lebih 50kg. Berat rata-rata satu ekor undur-undur dimisalkan m gram. Dosis umum manusia yaitu 3 ekor undur-undur perhari. Dosis umum tikus = dosis umum manusia x 70/50 x 0,018/200 g tikus = 3 ekor x m gram x 0,0126/100g tikus = (0,0378 x m) / 100 g tikus Proses pembuatan larutan undur-undur dilakukan setiap hari sesaat sebelum pemejanan. Akan dibagi menjadi 3 dosis larutan, yaitu: Dosis I : Larutan undur-undur dengan dosis umum Dosis II : Larutan undur-undur dengan dosis >50% dosis umum (1,5x) Dosis III : Larutan undur-undur dengan dosis >100% dosis umum (2x) b. Pemberian Larutan Undur-undur Darat(Myrmeleon sp.)

Pemberian larutan undur-undur darat(Myrmeleon sp.) pada hewan coba dilakukan sekali setiap hari sesuai dosis masing-masing. Dalam sehari dibuatkan 3 macam dosis, dengan rincian: - 5 kelinci pertama diberikan larutan undur-undur dosis I. - 5 kelinci kedua diberikan larutan undur-undur dosis II. - 5 kelinci ketiga diberikan larutan undur-undur dosis III. 3. Perlakuan pada Hewan Uji

Hewan coba diadaptasikan selama 3 hari. Pada penelitian dengan variabel berat badan dan survival rate, hewan coba dibagi menjadi 4 kelompok besar, tiap-tiap kelompok terdiri dari 5 ekor kelinci. Kelompok I diberikan larutan undur-undur darat (Myrmeleon sp.) dosis normal dengan injeksi per oral. Kelompok II diberikan kapsul undur-undur darat (Myrmeleon sp.) dosis 50% lebih tinggi dari dosis normal per oral. Kelompok III diberikan kapsul undur-undur darat (Myrmeleon sp.) dosis 2x lipat dari dosis normal per oral. Kelompok IV sebagai kontrol dan tidak diberikan perlakuan apapun. Kemudian dievaluasi kondisi fisik secara keseluruhan dengan melakukan pengamatan serta pencatatan berat badan, keaktifan, warna mata dan warna rambut, serta kematian kelinci setiap hari selama 8 minggu.

Gambaran alur penelitian berupa kerangka terlampir. C. Analisis dan Pembandingan Hasil

pemikiran

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan program SPSS 16.0 for Windows Release 11.5 dengan Kruskall-Wallis yang dilanjutkan MannWhitney untuk uji statistik preparat histologis hepar, dan uji Anova untuk uji hematologi darah. p<0,05 dipilih sebagai tingkat minimal signifikansinya BAB IV PELAKSANAAN PROGRAM A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

1. Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Dimulai pada tanggal 22 Januari 2010 hingga 22 Mei 2010, tepat 5 bulan. 2. Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Farmakologi FK UNS Surakarta. Penetapan lokasi ini berdasarkan alasan efisiensi tempat karena dekatnya

lokasi penelitian dengan aktivitas sehari-hari peneliti. Di samping itu, karena penelitian hanya berupa uji praklinik, maka pengujian tidak dilakukan di rumah sakit dengan probandus pasien.
B. Tahapan Pelaksanaan/Jadwal Faktual Pelaksanaan

Jadwal penelitian yang telah dilakukan terlampir. (1 bulan persiapan, 3 bulan eksperimen, 1 bulan analisis dan penyelesaian)
C. Instrumen Pelaksanaan 1. Alat : Kandang tikus, Timbangan hewan, Timbangan undurundur, Penggerus undur-undur , Alat bedah hewan percobaan (scalpel, pinset, gunting, jarum, meja lilin, dll), Sonde lambung, Alat untuk pembuatan preparat histologi, Mikroskop cahaya, Gelas ukur dan pengaduk, Kamera, Sarung tangan 2. Bahan: Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus), Undur-undur darat (Mymeleon sp.),Makanan hewan percobaan (pellet), Aquades, Bahan untuk pembuatan preparat histologi dengan pengecatan HE, Alkohol 70% dan kapas D. Rancangan dan Realisasi Biaya (terlampir) BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan kriteria inklusi didapatkan 25 ekor tikus yang memenuhi syarat, dengan pembagian 6 ekor tikus pada kelompok I, II dan kontrol, serta 7 ekor tikus pada kelompok 3. Dalam perjalanan penelitian selama 8 minggu, didapatkan 2 ekor tikus mati pada kelompok I dan III, serta masing-masing 1 ekor tikus mati pada kelompok dan kontrol. Tikus mati tersebut dikeluarkan dari penelitian, sehingga jumlah tikus pada akhir penelitian tinggal 20 ekor, dan sampel penelitian menjadi 5 ekor tiap kelompok. Data yang diambil adalah kadar Hb, leukosit, trombosit, serta kerusakan jaringan sel hepar melalui pengamatanhistologis dan kadar SGOT. A. KONDISI HEPAR TIKUS Setelah dilakukan penelitian mengenai studi efek samping penggunaan undur-undur, didapatkan data hasil pengamatan histologis hepar tikuspada masing-masing kelompok perlakuan seperti yang tertera pada tabel 4.1 (terlampir). Data diolah secara statistik menggunakan programSPSS 16.0 for Windows dengan hasil sebagai berikut: 1. Data dianalisis dengan uji kruskall wallis karena sebaran data tidak normal. Dan dari analisis ini didapatkan nilai yang signifikan yaitu (0,001) 2. Untuk melihat lebih jelas letak perbedaan antar kelompok perlakuan, dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney dan hasilnya signifikan.

Nekrosis adalah kematian sel dan jaringan tubuh hidup. Pada penelitian ini kerusakan struktur sel hepar dinilai dari jumlah sel hepar yang intinya mengalami kerusakan. Kerusakan ini dibedakan dari sel yang normal. Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Adapun ringkasan hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.2. Hasil analisis uji statistikMann-Whitney antara kelompok kontrol (K IV) dengan kelompok perlakuan Kelompok Nilai P Signifikansi K-I-II 0,008 Signifikan K-I-III 0,008 Signifikan K-I-IV 0,032 Signifikan K-II-III 0,008 Signifikan K-II-IV 0,008 Signifikan K-III-IV 0,008 Signifikan 1. Kelompok IV (Kontrol) dengan Kelompok I Ada perbedaan yang signifikan antara K-IV dan K-I yaitu p=0,032 (p<0,05). 2. Kelompok IV (Kontrol) dengan Kelompok II Ada perbedaan yang signifikan antara K-IV dan K-II yaitu p=0,08 (p<0.05). 3. Kelompok IV (Kontrol) dengan Kelompok III Ada perbedaan yang signifikan antara K-IV dan K-III yaitu p=0,08 (p<0.05).

Hal ini membuktikan, semua kelompok secara statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna.Kesimpulan ini dibuktikan juga dengan hasil pemeriksaan kadar SGOT tikus, yaitu terjadi peningkatan kadar SGOT yang sangat tinggi yang menandakan terjadinya kerusakan pada sel hepar tikus (Sudoyo, dkk, 2006). B. HEMATOLOGI Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemberian undur-undur dengan berbagai konsentrasi pada tikus putih tidak memperlihatkan efek samping yang berarti terhadap hematologi tikus jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Secara statistik pun dosis undur-undur yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap beberapa indikator hematologi (Hb, leukosit, trombosit) dengan nilai p>0,05. Berikut hasil dan pembahasannya. 1. Hemoglobin (Hb) Hasil pemeriksaan kadar hemoglobin selama perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.4 (terlampir). Secara umum konsentrasi hemoglobin pada tiap kelompok perlakuan antara 1215 g/100 mm3. Nilai ini masih berada di bawah kisaran normal hemoglobin tikus dewasa, yaitu 15-16 g/100 mm3 (Widjayakusuma dan Sikar, 1986 dalam Shila, 2009). Secara statistik, pemberian dosis undur-undur yang berbeda tidak berpengaruh terhadap konsentrasi hemoglobin (p>0,05). Konsentrasi hemoglobin yang meningkat mungkin

bukan disebabkan oleh undur-undur, karena kelompok kontrol yang tidak diberi undurundur juga memperlihatkan hal serupa. Terdapat sedikit perbedaan dengan penelitian sebelumnya, yang mengatakan sulfonylurea memiliki efek samping hematologi seperti anemia aplastik yang memang jarang sekali terjadi (FKUI, 2007) 2. Leukosit Hasil pemeriksaan kadar hemoglobin selama perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.5 (terlampir). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa undurundur dapat menurunkan jumlah leukosit jika dibandingkan dengan kontrol, namun tidak signifikan karena ternyata dari hasil pemeriksaan didapatkan semakin tinggi dosis undurundur semakin positif perbedaan kadar leukosit. Pada kelompok I dan II terjadi penurunan kadar leukosit pada pertengahan dan akhir perlakuan, sedangkan pada kelompok III dan kontrol meningkat. Ketidaksignifikan ini dibuktikan secara statistik dengan p>0,05). Secara umum, jumlah leukosit pada tiap kelompok perlakuan masih berada pada kisaran normal leukosit tikus dewasa, yaitu 4000-10000/mm3 (Octa, 2006; Depkes RI, 1991). Namun, ada beberapa hewan percobaan juga menunjukkan jumlah leukosit sedikit di atas maupun di bawahkisaran normal (Tabel 4.3). Peningkatan dan penurunan jumlah leukosit dapat terjadi karena pengaruh fisiologis atau patologis. Penurunan jumlah leukosit dalam darah disebutleukopenia, yang merupakan salah satu efek samping sulfonylurea (FK UI, 2007). Jumlah leukosit di atas kisaran normal (leukositosis)menjadi indikasi adanya infeksi, atau fisiologisdisebabkan oleh aktivitas otot, rangsangan ketakutan, dan gangguan emosional (Ganong,2003). 3. Trombosit Seperti pada kadar leukosit, dapat dilihat pada tabel 4.6 (terlampir), jika dibandingkan dengan kontrol (selisih 34.600 mg/dl), tampak undur-undur lebih banyak menurunkan kadar trombosit dengan selisih penurunan kadar trombosit padapertengahan dan akhir perlakuan yang jauh (180.000-290.000 mg/dl), namun hal ini tidak signifikan karena ternyata semakin tinggi dosis undur-undur semakin sedikit penurunan perbedaan kadar leukosit, dibuktikan secara statistik dengan nilai p>0,05. Penurunan kadar trombosit (trombositopenia) merupakan salah satu efek samping darisulfonylurea, karena menghambat koloni megakariosit, yang merupakan sel raksasa di dalam sumsum tulang. Sel tersebut membentuk trombosit dengan mengeluarkan sedikit sitoplasma ke dalam sirkulasi darah. Satu sel megakariosit berpotensi membentuk 4000 sel trombosit (Triana, dkk, 2006). Berdasarkan hasil penelitian ini, terlihat bahwa pemberian dosis undur-undur yang berbeda tidak berpengaruh terhadap jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin dan leukosit. Konsentrasi hemoglobin pada tiap kelompok cenderung meningkat selama masa percobaan. Sedangkan konsentrasi jumlah leukosit dan jumlah trombosit pada tiap kelompok cenderung menurun. Peningkatan dan penurunanjumlah hemoglobin, leukosit, dan trombosit yang mendekati/masih berada dalam kisaran normal menunjukkan bahwa undur-undur tidak bersifat toksik terhadap darah. Kadar hematologi darah dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, aktivitas tubuh, gizi, volume darah dan keadaan lingkungan. Oleh karena itu hasil pengujian yang tidak signifikan kemungkinan akibat kurang terjaganya faktor-faktor tersebut.

B. BERAT BADAN Hasil pengukuran berat badan selama 9 kali, sejak pertama kali datang hingga 8 minggu perlakuan diperlihatkan pada diagram perkembangan berat badan tikus masing-masing kelompok (terlampir).Berikut grafik perbandingan perkembangan berat badan rata-rata dari semua kelompok hewan uji. Grafik di samping menunjukkan variasi perkembangan berat badan, dan perbedaan pola grafik dan fluktuasinya. Akan tetapi dapat dilihat, semua kelompok mengalami puncak peningkatan berat badan pada awal minggu ke-4. Grafik kelompok kontrol cenderung konstan dari waktu ke waktu, walaupun ada beberapa kondisi naik turun, namun tidak terlalu menonjol. Grafik pada kelompok perlakuan dosis 1 cenderung meningkat di minggu-minggu pertama, dan menurun namun tidak mencolok serta sedikit meningkat pada minggu-minggu terakhir. Grafik pada kelompok perlakuan dosis 2 berangsur-angsur meningkat dari waktu ke waktu, dan mencapai puncaknya pada akhir perlakuan. Sedangkan grafik kelompok perlakuan dosis 3, tampak lebih fluktuatif dengan perbedaan berat badan yang sangat tajam (terlalu tinggi dan turun mendadak). Dapat disimpulkan, jika dibandingkan dengan kontrol, maka berat badan tikus akan semakin menurunkan kemampuan tikus untuk menyeimbangkan berat badannya sehingga semakin fluktuatif dan cenderung meningkat jika dosis undur- undur semakin ditingkatkan. Sebagai perbandingan obat-obat antidiabetik, vildagliptin dan sitagliptin (dalam penelitianpenelitian yang berlangsung 52 minggu) tidak berpengaruh pada berat badan, dan selama pengobatan menggunakan inhibitor DPP-4 ini juga tidak ditemukan adanya penambahan berat badan(Michael A. Nauck, et al. 2009). Ini berbeda dengan pengobatan menggunakan analog GLP-1 atau GLP-1 native (mimetic inkretin), serta sulfonylurea, insulin maupun thiazolidinediones yang cenderung menurunkan berat badan. (Yahya, dkk, 2010); (Suryono, dkk, 2008) BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Setelah dilakukan uji toksisitas sub-kronis undur-undur pada tikus putih, didapatkan perbedaan yang signifikan pada histologis hepar semua kelompok tikus (p<0.05) membuktikan bahwa secara statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna, serta didukung oleh peningkatan kadar SGOT yang sangat tinggi menandakan terjadinya kerusakan pada sel hepar tikus.

Pemberian dosis undur-undur yang berbeda tidak berpengaruh terhadap jumlah konsentrasi hemoglobin, leukosit, dan trombosit (p>0.05). Konsentrasi hemoglobin pada tiap kelompok cenderung meningkat selama masa percobaan.Sedangkan konsentrasi jumlah leukosit dan jumlah trombosit pada tiap kelompok cenderung menurun.Peningkatan dan penurunan jumlah hemoglobin, leukosit, dan trombosit yang mendekati/masih berada dalam kisaran normal menunjukkan bahwa undur-undur tidak bersifat toksik terhadap darah. Jika dibandingkan dengan kontrol, maka semakin meningkatnya dosis undur- undur semakin menurun pula kemampuan tikus untuk menyeimbangkan berat badannya sehingga semakin fluktuatif dan berubah-ubah, namun cenderung meningkat. Kecenderungan meningkat terutama diperlihatkan oleh tikus kelompok II dengan dosis perlakuan 1,5 kali dosis normal. B. SARAN

a. Karena dari hasil penelitian yang dilakukan terdapat pengaruh


yang cukup signifikan antara penggunaan undur-undur dengan terjadinya kerusakan sel pada jaringan hepar, diharapkan untuk berhati-hati dalam penggunaannya dalam terapi terutama bagi pasien dengan penyakit hati. b. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek samping, baik jangka pendek maupun jangka panjang, terapi dengan undurini, agar dapat lebih diketahui kemananan penggunaan pada pasien DM tipe 2. c. Karena undur-undur sebagai terapi belum terbukti dan teruji secara klinis,

perlu juga dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme kerja dan pengaruh undur-undur terhadap perbaikan kualitas hidup pasien DM tipe 2 dengan menggunakan metode yang tepat.

BAB VII DAFTAR PUSTAKA Christianto, Billy. 2007.SkripsiMahasiswa Angkatan 2003 Fakultas Teknobiologi Universitas Katholik Indonesia Atma Jaya : Deteksi AktivitasQuorum Quenching pada Isolat Bakteri Asal Undur-undur

(Myrmeleon sp.). Jakarta : Fakultas Teknobiologi Universitas Katholik Indonesia Atma Jaya Dorland, W.A. Newman, alih bahasa, Hartanto, Huriawati. 2006. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC FK UI. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FK UI Ganong, William F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Hadi, Saptono, M.Si., Apt. 2008. Teknologi dan Formulasi Obat Tradisional : Tahapan pengembangan Fitofarmaka. Hidayatul M. Dindin,, Sekendriana, Dian Pribadi Perkasa, Prabowo, dan Salahuddin M (Universitas Gadjah Mada ). 2003. Karya Tulis Ilmiah: Studi Kandungan Asam Lemak Omega-3 Pada Undur-Undur Laur (Emerita sp) Sebagai Suplemen Nutrisi dan Kesehatan Masyarakat. UNS : Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional XVI Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Moerdowo, RM. 1989. Spektrum Diabetes Mellitus.Jakarta: Djambatan Mutschler E. 1991. Dinamika Obat(Arzneimittelwirkungen), cetakan diterjemahkan oleh MB. Widianto dan AS. Ranti. Bandung: Penerbit ITB ke-5,

Lamont, Benjamin J, Daniel J Drucker. 2008.Differential Antidiabetic Efficacy of IncretinAgonists Versus DPP-4 Inhibition in High Fat-Fed Mice. Diabetes. New York: Jan 2008. Vol. 57, Iss. 1; pg. 190, 9 pgs Lomascolo, S, and A.G. Farji-Brener. 2008.Beneficial in Garden Lion. Http://aggie-horticulture.tamu.edu/galveston/beneficials/beneficial32_ant_lion.htm Ant

Nauck, Michael A, Tina Vilsbll, Baptist Gallwitz,Alan Garber, Sten Madsbad. 2009. Incretin-Based Therapies: Viewpoints on the way to consensus. Diabetes Care. Alexandria: Nov 2009. Vol. 32 pg. S223, 9 pgs Nugroho, Yulistyo Adi. Undur-undur Obat Diabetes. 2008.Http://kenapadiabet.blogspot.com/2008/10/udur-undur-obat-diabetes.html Octa, 2006. Diabetes Melitus. Pusat Promosi RI.http://www.promosikesehatan.com/artikel.php?nid= 136 Kesehatan Depkes.

Rahmah, Farida, dan Triman JR. 2004. Aplikasi Biokimia: Hamil tapi Diabet? Hatihati. Surabaya: Universitas PGRI Adi Buana Sampurno, H., dkk. 2003. InfoPOM Volume IV Edisi 5: Mei 2003; Antidiabetik Oral (ADO).Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Shila, Syafira Riske. 2009. Efek Diet Rumput LautEucheuma Sp. Terhadap Jumlah Trombosit Tikus Wistar Yang Disuntik Aloksan Fakultas Kedokteran. Semarang: Universitas Diponegoro Siswandono dan Soekarjo B. 1995. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press Sudoyo, Aru W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Suhardjono, D. 1995. Percobaan Hewan Laboratorium. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, hal. 207 Suherman, Suharti K. 2007. Insulin dan Antidiabetik Oral, dalam : Farmakologi dan Terapi hal 490-491. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Teraupetik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Surakhmad, Widisarana Winarno. 1990. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Gramedia

Suryono, Slamet, Prof, dr. Pradana Soewondo, Sp.PD-KEMD. 2008. Vildagliptin 50 mg: Terapi Baru Diabetes Melitus Tipe 2. Majalah Farmacia Vol.8 No.4 Edisi November 2008 , Halaman: 52 Triana, Evi, dan Novik Nurhidayat. 2006. Pengaruh Pemberian Beras yang Difermentasi oleh Monascus purpureus JmbA terhadap Darah Tikus Putih (Rattus Sp.) Hiperkolesterolemia. Bogor: Balai Penelitian Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Yahya, Khodijah, dan Femi Dwi Aldini. 2010.Keunggulan Inhibitor Dpp-4 Sebagai Terapi Diabetes Melitus Tipe 2. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret RENCANA PENELITIAN : IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA EKSTRAK UNDUR-UNDUR (Myrmeleon sp) YANG BERASAL DARI KABUPATEN ENREKANG SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS : IRA LESTARI : PO.713.25.10.81.020 : 1. DJUNIASTI KARIM, S.si, M.si,Apt 2. Drs.H. ISMAIL IBRAHIM , Apt

ASISWA

NG

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan, bahwa 177 juta penduduk dunia mengidap diabetes. Jumlah ini akan meningkat melebihi 300 juta pada tahun 2025. Sedangkan, di Indonesia pada tahun 2003 diperkirakan terdapat sekitar lima juta penderita Diabetes Mellitus (DM). Dr Paul Zimmet, direktur dari Internasional Diabetes Institute (IDI) di Victoria, Australia, meramalkan diabetes akan menjadi dalam sejarah. (Sustrani.dkk, 2005:8) Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia banyak yang beralih pada pengobatan alternatif. Kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan alternatif semakin tinggi karena mulai banyak ahli pengobatan alternatif yang berhasil dan menjadi populer lewat media massa. Selain itu pengobatan alternatif dirasa lebih murah dibandingkan dengan pengobatan modern. Terkadang alasan masyarakat beralih pada pengobatan alternatif adalah karena ketakutan akan efek samping dari obat-obatan sintetis yang dibuat di pabrik. Akhirnya banyak masyarakat yang meminimalisir mengkonsumsi obat buatan dengan memanfaatkan pengobatan alternatif. (Hadi, 2008) Salah satu pengobatan alternatif untuk penyakit DM adalah dengan mengkonsumsi Undur-Undur Darat (Myrmeleon sp.). Undur-Undur Darat merupakan Famili Myrmeleontidae bagian dari Ordo Neuroptera.. Spesies ini hidup di dalam tanah yang kering. Undur-undur berreproduksi secara seksual dengan bertelur dan saat ini banyak ahli pengobatan alternatif seperti tabib yang menggunakan Undur-undur sebagai obat DM. Akibatnya, saat ini masyarakat Indonesia mulai banyak mencari Undur-undur untuk obat DM, bahkan sudah banyak yang memperjualbelikan Undur-undur tersebut dengan harga murah. (Hidayatul dkk, 2003) Menurut penelitian William (2002) dan Tyas Kurniasih dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta berjudul Kajian Potensi Undur-undur Darat (Myrmeleon sp) 2006, penyakit Diabetes Melitus dapat disembuhkan dengan mengkonsumsi Myrmeleon sp. Binatang ini berfungsi sebagai anti diabetes karena mengandung zat sulfonylurea. Zat sulfonylurea ini berfungsi melancarkan kerja pankreas dalam memproduksi insulin karena ketika insulin dalam tubuh manusia menurun sementara kadar glukosa darah sekian hari semakin meningkat, maka akan terjadi ketidakseimbangan, dimana insulin sebagai penghasil energi tubuh sudah berkurang maka tubuh akan lebih mudah terserang penyakit. Undur-undur dengan sulfonylurea-nya ternyata juga dapat mengobati DM dengan cara kerja yang sama dengan obat DM yang pernah ada. B. Rumusan Masalah epidemi yang paling dahsyat

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalahnya yaitu apakah komponen kimia yang terkandung dalam ekstrak Darat (Myrmeleon sp) secara Kromatografi Lapis C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui komponen kimia yang terkandung dalam ekstrak hewan Undur-undur (Myrmeleon sp) secara D. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan untuk mengetahui komponen kimia hewan Undur-undur (Myrmeleon sp). 2. Sebagai pengalaman yang sangat berharga dan sekaligus tambahan pengetahuan bagi penulis yang dapat diaplikasikan dalam pengabdian masyarakat. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah data untuk penelitian selanjutnya. Kromatografi Lapis Tipis. Tipis? hewan Undur-undur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Uraian Hewan Undur - Undur Darat (Myrmeleon sp) 1. Klasifikasi Kerajaan Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Magnoliophyta : Insecta : Neuroptera : Myrmeleontidae : Myrmeleon : Myrmeleon sp.

2. Penamaan Hewan Nama Lain : Antlion (Inggris), Doodlebug, Ameisonlowe (Jerman), Di gu

niu (Mandarin), Kobo-kobo (Makassar), Acu-acu (Bugis), Undur-undur(Jawa) 3. Morfologi Hewan Undur-undur adalah kelompok binatang holometabola, yaitu serangga yang mengalami metamorfosis sempurna. Tahapan dari daur serangga yang mengalami metamorfosis sempurna adalah telur, larva, pupa, lalu menjadi imago. Larva adalah hewan muda yang bentuk dan sifatnya berbeda dengan hewan dewasa. Pupa adalah kepompong dimana pada saat itu serangga tidak melakukan kegiatan. Akan tetapi, pada saat itu terjadi penyempurnaan dan pembentukan organ. Sedangkan imago adalah fase dewasa atau fase perkembangbiakan (Nugroho, 2008). 4. Ekologi Hewan Kekuatan hidup undur-undur jika di tempat terbuka (bukan di tanah gembur) bisa bertahan selama 2 hari. Jika disediakan tanah gembur, maka akan bertahan hidup cukup lama. Dan tak lupa diberi bubuk roti sebagai makannya. Undur-undur hidup di dalam tanah kering gembur, tidak berlembab, dan bisanya berada di daerah perkampungan karena kalau di kota sekarang ini tanahnya sudah terkontaminasi dengan berdirinya gedung-gedung bertingkat dan tanah berubah menjadi aspal dan tembok. Sedangkan habitat undur-undur yang berkualitas biasanya terdapat di daerah pegunungan. Alat reproduksi pada Myrmeleon sp. Sebagaimana hewan umunya, alat kelamin jantan dan betina terpisah. Adapun makanan hewan ini berupa semut dan serangga kecil lainnya (Djarubito, 1998). Suhu berperan penting dalam menunjukkan spesies pada saat tertentu karena setiap makhluk hidup mempunyai batas suhu minimal, optimal, dan maksimal tertentu.suhu optimal untuk undur-undur adalah 27 derajat celcius. Kelembapan udara di sekitar undur-undur adalah 55%-56%. 5. Kandungan Kimia Myrmeleon sp mengandung zat sulfonylurea. Zat sulfonylurea ini melancarkan kerja pankreas dalam memproduksi insulin. 6. Manfaat Hewan

Adapun manfaat dari undur-undur, yaitu sebagai obat alternatif mengatasi diabetes. Berdasarkan penelitian yang diketahui Tyas Kurniasih dari UGM Jogjakarta yang berjudul Kajian Potensi Undur-undur Darat (Mrymeleon, sp) pada tahun 2006, binatang ini mengandung zat sulfonylurea. Kerja sulfonylurea pada undur-undur adalah melancarkan kerja pankreas dalam memproduksi insulin. Karena, ketikan insulin dalam tubuh manusia menurun sementara kadar glukosa darah meningkat, maka terjadi ketidakseimbangan. Dimana insulin sebagai penghasil energitubuh terus berkurang. Akibatnya, tubuh mudah terserang penyakit (Swanson, 2007). Undur-undur sejak lama dikenal masyarakat Tiongkok untuk pengobatan diabetes. Biasanya, undur-undur mentah dimasukan kedalam kapsul atau dicampur bahan herbal lain lalu ditelan. Cara pengobatan alternatif ini sekarang mulai diburu pasien diabetes, karena lebih terjangkau oleh masyarakat(Penny, 1997). B. Metode Ekstraksi 1. Pengertian Ekstraksi (Depkes RI, 1989 dan Harborne, 1987) Ekstraksi atau penyarian adalah proses penarikan zat aktif dari bahan alam dengan menggunakan pelarut organik. Simplisia yang disari mengandung zat aktif yang dapat larut dan zat yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Faktor yang mempengaruhi kecepatan penyarian adalah kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisanlapisan batas antara cairan penyari dengan bahan yang mengandung zat tersebut. Proses terekstraksinya zat aktif di dalam simplisia adalah cairan penyari akan berosmosis menembus dinding sel, kemudian masuk ke dalam rongga sel dan akan menyari zat aktif yang ada di dalam sel. Karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif yang ada di dalam sel (konsentrasi tinggi) dan cairan penyari yang ada di luar sel (konsentrasi rendah) maka larutan pekat yang mengandung zat aktif akan mendesak atau terdifusi ke luar sel yang berkonsentrasi rendah. Proses ini berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif yang ada di dalam sel dan di luar sel, keadaan ini dikatakan zat aktif telah terekstraksi sempurna. Dalam proses ekstraksi perlu dilakukan pengadukan secara kontinyu agar proses ekstraksi berjalan dengan sempurna atau semua zat aktif yang ada di dalam sel telah terekstraksi sempurna. (Tobo, F, dkk, 2001)

2. Maserasi Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada suhu kamar

terlindung dari cahaya. Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang komponen kimianya mudah larut dalam cairan penyari. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, metanol, air etanol atau jenis pelarut yang lain. Maserasi ini dilakukan dalam suatu bejana yang berisi cairan penyari, dibiarkan selama 5 hari sambil berulang-ulang di aduk, kemudian disaring. Mekanisme kerja dari metode maserasi adalah cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa itu berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dengan larutan di dalam sel. Ada beberapa modifikasi metode maserasi antara lain : a. Modifikasi digesti, yaitu maserasi yang dilakukan dengan pemanasan lemah, pada suhu antara 40 50oC terutama untuk sampel yang mengandung komponen kimia yang tahan pemanasan. b. Modifikasi dengan menggunakan mesin pengaduk yang ditujukan untuk mempercepat penyarian. c. Remaserasi yaitu penyarian yang dilakukan setelah penyarian pertama selesai diperas dan ditambahkan lagi larutan penyari. d. Maserasi melingkar adalah penyarian yang dilakukan dengan cairan penyari yang selalu bergerak dan menyebar hingga kejenuhan cairan penyari dapat merata. C. Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi adalah metode pemisahan fisik suatu campuran zat-zat kimia yang berdasar pada perbedaan migrasi dari masing-masing komponen campuran yang terpisah dari fase diam di bawah pengaruh pergerakan fase gerak. Identifikasi komponen kimia bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat dan karakteristik dari komponen kimia yang terdapat dalam suatu ekstrak. Identifikasi dilakukan dengan cara kromatografi lapis tipis dengan tujuan untuk mengetahui jumlah komponen kimia yang dapat diisolasi serta memerlukan cairan penyari yang cocok untuk digunakan mengisolasi komponen kimia tersebut. (Egon S, 1985) Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah teknik analisis sederhana untuk memisahkan komponen kimia secara cepat, berdasarkan prinsip partisi dan adsorpsi. Pemisahan komponen kimia pada kromatografi lapis tipis bergantung pada jenis pelarut, daya serap dari zat penyerap dan sifat masing-masing komponen kimia yang dipisahkan. Komponen kimia yang terlarut akan terbawa oleh fase gerak dan terpartisi pada fase diam (penyerap) dengan kecepatan perpindahan yang berbeda-beda.

1. Deteksi Bercak Untuk digunakan melihat senyawa berwarna pada lempeng, biasanya metode sebagai berikut :

1. Melihat kromatogram di bawah sinar ultraviolet (254 atau 366 nm) a. Pada lapisan berfluoresensi, misalnya Silika Gel F254, bercak muncul sebagai noda hitam. b. Pada terlihat senyawa berfluoresensi digunakan lapisan biasa, bercak berfluoresensi.

2. Menyemprot dengan pereaksi yang menghasilkan warna dan atau berfluoresensi, metode yang sering digunakan adalah metode deteksi dengan asam sulfat 10 %. 2. Nilai Rf Perbandingan kecepatan bergerak komponen terlarut pada fase gerak (pelarut) adalah merupakan dasar untuk mengidentifikasi komponen yang dipisahkan, perbandingan kecepatan ini dinyatakan dengan Rf (Rate of Flow), dengan persamaan : Jarak yang ditempuh senyawa terlarut Rf = Jarak yang ditempuh pelarut Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai Rf adalah : a. b. c. e. f. Struktur kimia senyawa yang dipisahkan Ukuran partikel dari zat penyerap Derajat keaktifan zat penyerap Kemurnian pelarut Kejenuhan chamber

d. Tebal dan kerataan zat penyerap

g. Suhu ruang saat elusi 3. Larutan Pengelusi Salah satu hal yang menentukan nilai Rf adalah komposisi larutan pengelusi. Banyaknya larutan pengelusi yang tersedia dilatarbelakangi oleh kemungkinan pencampuran dua atau lebih larutan untuk memodifikasi kepolaran dan pH larutan pengelusi yang sering digunakan adalah : 1. CHCl3-MeOH-H2O ( 16:6:1 ) 2. EtOAc-EtOH-H2O ( 10:2:1 ) 3. Benzen-EtOAc-H2O ( 9:1), ( 8:2 ), ( 7:3 ) 4. Hexan-EtOAc ( 9:1 ), ( 8:2 ), ( 7:3 ) 5. MeOH-HCl-H2O ( 7:2:1 ) 6. nBuOH-HOAc-H2O ( 4:1:5 )

7. Benzen-nBuOH-HOAc ( 14:5:1 )

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian Observasi laboratorium yaitu dengan mengekstraksi hewan Undur-undur darat dengan metode maserasi kemudian diidentifikasi komponen kimianya. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi, Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Makassar yang dilaksanakan pada Bulan ... sampai dengan ... 2011. C. Alat dan Bahan 1. Alat yang digunakan a. Beker gelas b. Botol vial c. Bunsen burner d. Cawan e. Corong pisah f. Chamber g. Gelas ukur h. Lampu UV 366 nm i. j. Lempeng KLT sintetik Alat maserasi l. Penangas air

k. Neraca analitik m. Pipa kapiler n. Rotapavor 2. Bahan yang digunakan a. Air suling b. Aluminium foil

c. Benzen d. Undur - Undur darat e. Dietil eter f. Etil asetat g. n-Hexan h. Kloroform i. j. Label Metanol

k. n-butanol D. Cara Kerja 1. Pengambilan Sampel Sampel berupa Undur - undur darat , diambil di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.

2. Pengolahan Sampel Undur undur darat di ambil di dalam tanah kemudian dimasukkan kedalam wadah plastik sampai mati. Setelah itu dibersihkan dengan air sampai tanah yang melengket hilang. Kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dan tidak terkena cahaya matahari langsung selanjutnya dihaluskan secara kasar. 3. Proses Ekstraksi a. Ekstraksi Secara Maserasi dengan Metanol Undur-undur darat sebanyak 100 gram dimasukkan ke dalam bejana maserasi dan dilembabkan dengan pelarut metanol kemudian dicukupkan pelarut metanol hingga menutupi permukaan sampel setinggi 2 3 cm. Selanjutnya didiamkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sekali-kali diaduk. Saring ekstrak dan ampasnya diekstraksi kembali. Hal ini dilakukan sebanyak 3 kali atau hingga sampel terekstraksi sempurna. Ekstrak metanol dikumpulkan dan dipekatkan dengan rotavapor hingga kering. Sebagian ekstrak pekat dimasukkan dalam vial untuk diidentifikasi secara kromatografi lapis tipis. b. Ekstraksi dengan Pelarut Dietil Eter Ekstrak metanol kental sebanyak 15 gram disuspensikan dengan dietil eter ditampung dan diidentifikasi secara kromatografi lapis tipis. c. Ekstrak dengan Pelarut n-Butanol Jenuh Air air suling dan diekstraksi dengan dietil eter dalam corong pisah, diulangi hingga 3 kali, selanjutnya ekstrak

Lapisan air sisa dari hasil ekstrak dietil eter diekstraksi lagi dengan n-butanol jenuh air dalam corong pisah, diulangi hingga 3 kali atau hingga terekstraksi sempurna. Ekstrak nbutanol yang diperoleh ditampung dan diuapkan, dan selanjutnya diidentifikasi secara kromatografi lapis tipis. 4. Identifikasi Komponen Kimia secara Kromatografi Lapis Tipis a. Pengaktifan lempeng kromatografi lapis tipis Lempeng silika gel diaktifkan dengan cara dipanaskan dengan oven pada suhu 105 110 C selama 30 menit dan didinginkan dalam eksikator lalu dikeluarkan , diberi tanda dan siap digunakan. b. Pembuatan cairan pengelusi Ekstrak Metanol, Eter, dan n- Butanol yang telah dikisatkan, diidentifikasi secara KLT untuk mengetahui jumlah komponen yang terdapat di dalam masing-masing ekstrak. Cairan pengelusi yang digunakan yaitu untuk ekstrak Metanol adalah C6H6- EtOAc (7:3), C6H6 - EtOAc (9:1) dan EtOAc- EtOH-H20 (10:2:1) sedangkan untuk ekstrak Eter adalah C6H6 EtOAc (7:3) dan C6H6 - EtOAc (9:1) dan untuk ekstrak n-Butanol adalah EtOAc EtOH-H2O (8:2 :1). c. Penjenuhan Chamber Eluen yang telah dibuat dengan perbandingan tertentu dimasukkan ke dalam chamber. Kertas saring yang telah dipotong memanjang dimasukkan dan dasar chamber hingga menjulur keluar kemudian ditutup. Chamber dikatakan jenuh bila kertas saring yang menjulur keluar telah terbasahi eluen sampai ujung chamber. d. Penotolan Sampel Pada Lempeng Kromatografi Lapis tipis Dibuat garis lurus pada lempeng KLT 1 cm (dan batas bawah ) dan 0,5 cm (dan batas atas ) dan masing- masing ujung KLT. Ekstrak metanol, ekstrak eter dan ekstrak n Butanol ditotolkan pada batas bawah lempeng KLT dengan menggunakan pipa kapiler secara tegak lurus ( 90 dari permukaan lempeng ) sehingga diperoleh penotolan yang sempurna. Lempeng yang telah ditotol dengan sampel dimasukkan ke dalam chamber yang telah dijenuhkan. Posisi lempeng berdiri dengan kemiringan 5 dari dinding chamber. Chamber ditutup dan dibiarkan terelusi sampai pada bagian atas tempeng. e. Penampak noda dengan UV 366 nm Setelah dilakukan penotolan maka diamati lempeng tersebut pada UV untuk melihat noda yang dihasilkan dan digambar noda pada kertas perkamen. f. Penyemprotan H2SO4 10 %

Setelah pada pemanasan.

noda

diamati

pada

UV

366

nm

maka

dilanjutkan

pada

penyemprotan dengan menggunakan H2SO4 10 % pada lempeng tersebut dan dilanjutkan Selanjutnya noda yang didapat digambar di kertas perkamen.

5. Pengumpulan dan Pengolahan Data a. Pengumpulan data Data yang diperoleh adalah warna noda yang tampak di bawah sinar UV 366 nm dan hasil penyemprotan pereaksi larutan asam sulfat 10 % v/v. b. Pengolahan Data Data diolah dengan mengidentifikasi berapa banyak komponen kimia yang terdapat dalam ekstrak Undur-undur darat (Myrmeleon sp).

Lampiran I Undur-undur Darat (Myrmeleon sp) Ampas Ekstrak metanol Lapisan air Ekstrak dietil eter Lapisan air Ekstrak nbutanol
Ekstraksi secara maserasi dengan MeOH
Suspensi dengan H2O ekstraksi dengan Et2O dalam corong pisah

ekstraksi dengan n-butanol jenuh air dalam corong pisah

KLT KLT KLT

SKEMA KERJA

Gambar Skema Kerja

DAFTAR PUSTAKA
Darise, dkk. 2008. Fitokimia Dalam Praktek. Fakultas MIPA Universitas Pancasakti : Makassar, halm.35 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1989. Materi Medika Indonesia JilidV. Jakarta.halm.523 dan 528. Dirjen POM. 1986. Sediaan Indonesia : Jakarta. Halm. 10 Galenika. Departemen Kesehatan II. Republik Makassar:

Tim Penyusun. 2010. Penuntun Praktikum Jurusan Farmasi, Politeknik Kesehatan Makassar.

Farmakognosi

Dwi Aldini, Femi. 2010. Laporan Akhir Program Kreativitas Mahasiswa. http://femidwialdini.blog.uns.ac.id. Diakses tanggal 22 Januari 2011. Fida, Diabetes. Januari Yohan. 2010. Undur-Undur http://fidazzuhri.multiply.com/journal/item/1. diakses tanggal 2011. Obat 22

Yunita, Sari. 2010. Larva Undur-Undur sp). http://www.library.unib.ac.id/. Diakses tanggal 10 Januari 2011.

(Myrmeleon

, Myrmeleon sp. 2007 http://www.insectsofwestvirginia.net/n/myrmeleonsp.html. diakses tanggal 10 Januari 2011 Antidebus, Blog. 2009. Tungau. http://antidebu.wordpress.com/. Diakses tanggal Januari 2011. 12

Okmana. 2008. Darat. http://hendabanget.wordpress.com/. Diakses

Undur-Undur tanggal 11 Januari 2011.

Beccary, Iwang. 2007. Undur-Undur bisa menjadi Obat?. http://iwang.wordpress.com/2007/04/17/undur-undur-bisa-menjadi-obat/. Diakses tanggal 22 Januari 2011. De-kill. 2009. Mengobati Diabetes dengan UndurUndur. http://dekill.blogspot.com/2009/04/mengobati-diabetes-dengan-undurundur.html. Diakses tanggal 12 Januari 2011. Glay, 2008. Khasiat Undur-Undur dalam Mengobati Berbagai Penyakit. http://beeglay.multiply.com/journal/. Diakses tanggal 12 Januari 2011. Sugiarno. 2009. Sistem Gerak. http://ugeex.blogspot.com. Diakses tanggal 12 2011. Brama. 2009. Aktifitas Undur-Undur. http://blingan.blogspot.com/. Diakses Januari 2011. Januari tanggal 12

Tentram. 2010. Undur-Undur Obat Diabetes. http://id.shvoong.com/medicineandhealth/alternative-medicine/1976917-undur-undur-obat-diabetes/. Diakses tanggal 12 Januari 2011. Admin. 2008. Rumah Diabetes. http://rumahdiabetes.com. Diakses tanggal 12 Januari 2011. Kaskuser, Judiy. 2010. Tips Mencari Unsur-Undur.http://www.kaskus.us/showthread.php? t=5959575. Diakses tanggal 12 Januari 2011. Endonesiajaya, site. 2010. Undur-Undur Obat Diabetes. http://www.endonesiajaya.com/undur-undur-untuk-obat-diabetes.html. di akses tanggal 10 Januari 2011. Wikipedia. 2011. 12 Januari 2011. Antlion. http://en.wikipedia.org/wiki/Antlion. diakses tanggal

Simamora, Johan. 2010. Tentang Binatang Undur-Undur. http://koranbaru.com/tentangbinatang-undur-undur/. Diakses tanggal 11 Januari 2011. .., 2011. Jangan Takut pada Diabetes. http://bataviase.co.id/node/464150. diakses tanggal 12 Januari 2011.
Pembuatan preparat histologi pada daun eceng gondok dilakukan beberapa tahapan sesuai dengan petunjuk Sass (1985) sebagai berikut: 1). Fiksasi Fiksasi jaringan berfungsi untuk mencegah terjadinya perubahan jaringan sehingga tidak mempengaruhi autolisis pasca mati dan meningkatkan daya pewarnaan jaringan. Larutan yang dipakai dalam proses fiksasi adalah FAA dimana organ daun eceng gondok diambil

kemudian dipotong dengan lebar 0,5 cm dengan panjang 1 cm secara melintang kemudian dimasukkkan ke dalam larutan FAA selama 48 jam. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam casste embeding yang sudah diberi kode dengan menggunakan pensil 2B. 2). Pencucian Setelah dilakukan fiksasi maka dilakukan pencucian dengan menggunakan alkohol 70 % selama beberapa menit. 3). Dehidrasi Dehidrasi merupakan langkah awal pada proses pembuatan preparat histologi yang bertujuan untuk mengeluarkan air dan menggantikannya dengan alkohol yang terdapat dalam jaringan daun yang dilakukan dengan cara perendaman. Kemudian sampel diletakkan dalam cassette embedding dan dimasukkkan kedalam alkohol secara bertingkat mulai dari alkohol 70 %, alkohol 80%, alkohol 90% dan alkohol 95% serta alkohol absolut masingmasing selama 2 jam. 4). Penjernihan (clearing) Penjernihan bertujuan untuk menggantikan tempat alkohol dalam jaringan yang mengalami proses dehidrasi menjelang proses infiltrasi parafin. Adapun tahap proses penjernihan (clearing) sampel dimasukkan ke dalam larutan dibawah ini masing-masing perlakuan dilakukan selama 1 jam yaitu: 1. Alkohol 75 ml : Xylol 25 ml (3:1) 2. Alkohol 50 ml : Xylol 50 ml (1:1) 3. Alkohol 25 ml : Xylol 75 ml (1:3) 4. Xylol I 5. Xylol II 5). Embedding dan pengeblokan Proses embeding bertujuan untuk menyebarkan parafin ke dalam semua ruangan inter sel bahkan ke dalam sel, sehingga jaringan memiliki konsistensi kuat yang sangat diperlukan dalam proses pemotongan. Adapun proses embedding dan pengeblokan sebagai berikut: a. Parafin dicairkan dahulu sampai bening di dalam oven pada suhu 580C kemudian parafin dicampurkan dengan xylol dengan perbandingan 1:1 selama 1 jam. b. Selanjutnya sampel yang telah direndam dalam xylol parafin I selama 1 jam dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 580C. c. Kemudian dipindahkan ke faparin I selama 1 jam pada suhu 580C d. Kemudian dipindahkan ke faparin II selama 1 jam pada suhu 580C e. Parafin cair dituangkan sedikit ke dalam wadah cetakan sebagai dasar pembuatan blok. f. Sampel diambil dari tempatnya (parafin II) dan di tata pada tempat pemblokan diatas hot plate dengan menggunakan pinset. g. Diberi tanda atau keterangan pada masing-masing blok/jaringan agar mudah mengenalinya. h. Setelah ditata dan blok sudah dingin, dilakukan penempelan blok pada holder/kayu. i. Parafin blok ditempatkan pada bantalan es agar cepat membeku dan tidak pecah pada saat pemotongan. j. Pemotongan diawali dengan trimming yaitu mengikis sedikit demi sedikit bagian tepi blok yang tidak terdapat sampel daun dengan tujuan untuk mempermudah pemotongan dengan menggunakan mikrotom. Hasil pemblokkan diletakkkan pada holder sesuai dengan mikrotom. Pemotongan dengan mikrotom dilakukan dengan ketebalan 7. Hasil pemotongan yang menyerupai pita diletakkkan pada permukaan air didalam water bach pada suhu 35-40 0C dengan tujuan agar jaringan mengambang dengan baik. Kemudian

potongan jaringan tersebut diangkat dan ditempelkan ke objek glass yang sudah diolesi gliserin albumin. 7. Proses Pewarnaan dan Mounting Tujuan dari pewarnaan adalah untuk mempertajam atau memperjelas berbagai elemen jaringan terutama sel-selnya sehingga dapat diamati dengan mikroskop. Sedangkan mounting maksudnya agar preparat histologi bertahan lama yaitu dengan cara menutup dengan gelas penutup yang telah ditetesi entellen neu. Proses pewarnaan dan mounting dilakukan dengan beberapa tahap. Adapun tahap-tahapnya antara lain sampel dimasukkan ke dalam: a. Xylol I Selama 30 Menit b. Xylol II Selama 30 Menit c. Xylol Alkohol (1:1) selama 15 Menit d. Alkohol absolut selama 5 menit e. Alkohol 95 % selama 5 menit f. Alkohol 80 % selama 5 menit g. Alkohol 70 % selama 5 menit h. Safranin 1 % selama 30 menit i. Cuci dengan air mengalir selama 1 menit j. Alkohol 70 %, alkohol 80 %, alkohol 95 % selama 1 menit k. Alkohol absolut selama 1 menit l. Xylol alkohol (1:1) selama 1 menit m. Xylol I selama 1 menit n. Xylol II selama 1 menit Terakhir ditutup dengan gelas penutup yanng telah ditetesi entellen neu dan dikeringkan. Selanjutnya dilakukan pengamatan dibawah mikroskop dimulai dari perbesaran rendah (10x4) dan dilanjutkan dengan perbesaran (10x40) dengan kalibrasi 0,0025.

You might also like