You are on page 1of 29

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ikan memiliki kadar protein yang sangat tinggi yaitu sekitar 20 %. Protein yang terkandung dalam ikan mempunyai mutu yang baik, sebab sedikit mengandung kolesterol dan sedikit lemak. Ikan memiliki kelemahan yakni mudah membusuk. Ikan relatif lebih cepat mengalami pembusukan daripada daging unggas dan mamalia karena pada saat ditangkap ikan selalu berontak sehingga banyak kehilangan glikogen dan glukosa. Glikogen dan glukosa pada hewan yang mati dapat mengalami glikolisis menjadi asam piruvat yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Apabila ikan terlalu banyak berontak pada saat ditangkap maka akan banyak kehilangan glikogen dan glukosa sehingga kandungan asam laktat ikan menjadi rendah. Dengan demikian nilai pH-nya relatif mendekati normal. Nilai pH yang mendekati normal ini sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri, sehingga ikan segar harus segera diolah dengan baik agar layak untuk dikonsumsi (Nuraini, 2007).

Pengolahan ikan agar lebih awet perlu dilakukan agar ikan dapat tetap dikonsumsi dalam keadaan yang baik. Pada dasarnya pengawetan ikan bertujuan untuk mencegah bakteri pembusuk masuk ke dalam ikan. Nelayan biasanya memberi es sebagai pendingin agar memperpanjang masa simpan ikan sebelum sampai pada konsumen. Demikian pula dengan maraknya penggunaan bahan tambahan sebagai pengawet yang tidak diijinkan untuk digunakan dalam makanan seperti formalin yang membahayakan bagi kesehatan (Mahatmanti, et al, 2009). Bakteri penyebab pembusukan pada ikan antara lain adalah Aeromonas, Enterobactericeae, Pseudomonas, Shewanella, Vibrio, dan lain-lain. Menurut Purwani et al (2008) dalam Dewi (2010), beberapa bakteri yang terdapat pada

daging ikan segar, yaitu Acinetobacter calcoaciticus, Bacillus alvei, Bacillus cereus ATCC 1178, Bacillus licheniformis, Klebsiella oxytoca ATCC 49131, Klebsiella pneumoniae ATCC 33495, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Staphylococcus saprophyticus ATCC 15305, Enterobacter aerogenes ATCC 13048, Escherichia coli ATCC 11229. Bakteri tersebut berpotensi menyebabkan pembusukan karena aktivitasnya dalam mendegradasi protein, sebab daging ikan mempunyai kandungan protein yang tinggi. Protein digunakan bakteri untuk aktivitas metabolismenya. Penelitian untuk mendapatkan antibakteri alami, perlu dilakukan karena sebagian besar bahan antibakteri yang beredar merupakan zat kimia dan sifatnya tidak aman bagi tubuh. Antibakteri alami adalah suatu senyawa yang dihasilkan oleh bahan alam, yang dapat menekan pertumbuhan dan perkembangan bakteri. Salah satu bahan alam yang berpotensi mempunyai aktivitas sebagai pengawet alami adalah Teripang Pasir (Holothuria scabra), karena ekstrak teripang telah terbukti sebagai agen antimikroba yang potensial dalam beberapa penelitian. Potensi ekstrak antimikroba dari Teripang Pasir dapat berasal dari adanya agen antimikroba yaitu steroidal sapogenin (Bordbar et al, 2011). Senyawa bioaktif pada Teripang pasir yang berperan sebagai antibakteri selain steroid dan sapogenin adalah saponin (Abraham et al, 2002). Agen antibakteri yang dihasilkan dari hasil ekstraksi Teripang pasir yaitu triterpene glycoside (Farouk et al, 2007). Menurut penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa teripang genus Holothuria, Stichopus, dan Cucumaria dapat berpotensi sebagai antibakteri alami.
Farouk, et al (2007) telah melakukan penelitian tentang aktivitas antimikroba dari

Teripang spesies Holothuria scabra yang terbukti berpotensi sebagai antibakteri terhadap bakteri pembusuk diantaranya Pseudomonas aeruginosa, Bacillus cereus, Klebsiella pneumonia, dan Escherichia coli. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana aktivitas dan potensi antibakteri ekstrak Teripang Pasir terhadap bakteri pembusuk pada daging ikan, antara lain, Bacillus cereus ATCC 1178 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, sehingga dapat digunakan sabagai bahan antibakteri alami.

1.2.

Perumusan dan Pendekatan Masalah

1.2.1. Perumusan masalah Ikan segar sangat mudah mengalami kemunduran mutu yang ditandai dengan proses pembusukan yang disebabkan karena protein dalam ikan yang terdegradasi oleh bakteri pembusuk dan kondisi lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan bakteri. Bakteri pembusuk yang sering mengkontaminasi ikan segar yaitu Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa. Salah satu cara yang biasa dilakukan untuk menghambat kontaminasi atau pertumbuhan bakteri yaitu dengan menggunakan bahan kimia berbahaya dan tidak aman untuk dikonsumsi seperti formalin. Penelitian untuk mendapatkan senyawa alami baru sebagai antibakteri alami perlu dilakukan. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan memanfaatkan Teripang pasir yang memiliki senyawa metabolit sekunder sebagai antibakteri. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan diuji apakah Teripang pasir berpotensi sebagai antibakteri alami dan apakah perbedaan pelarut polar, semi polar dan non polar berpengaruh pada aktivitas antibakteri terhadap bakteri pembusuk ikan segar?

1.2.2. Pendekatan masalah Salah satu hasil laut yang memiliki senyawa bioaktif yang berpotensi sebagai antibakteri alami adalah Teripang pasir. Teripang jenis ini banyak ditemukan di perairan Indonesia seperti di pantai utara Jawa, Madura, dan Bali. Penelitian diawali dengan ekstraksi Teripang pasir menggunakan pelarut yang berbeda-beda, yaitu polar, semi-polar, dan non polar. Kajian mengenai aktivitas antibakteri Teripang pasir terhadap bakteri pembusuk ikan segar ini hanya dilakukan dalam satu tahap yaitu penelitian utama. Pelarut yang digunakan untuk proses ekstraksi yaitu n-heksan, etil asetat, dan etanol. Konsentrasi yang digunakan pada penelitian ini yaitu 10 mg/ml. Waktu inkubasi yang digunakan yaitu selama 2 x 24 jam. Hal ini sesuai dengan penelitian yg dilakukan oleh Abraham et al (2002) tentang potensi biomedical penting sebagai sustansi antibakteri dari spesies-spesies Holothuria. Pengujian dilanjutkan dengan menanam kultur Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa pada media Nutrient Agar (NA) kemudian diberi ekstrak Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa lalu diukur zona hambatnya. Parameter pendukung yang diteliti yaitu uji skrinning fitokimia dan identifikasi senyawa bioaktif dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada ekstrak Teripang pasir.

1.3.

Tujuan dan Manfaat

1.3.1. Tujuan Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. 2. Mengetahui potensi bioaktif ekstrak Teripang pasir sebagai antibakteri alami; Mengetahui pengaruh plarut yang berbeda terhadap aktivitas antibakteri ekstrak Teripang pasir.

1.3.2. Manfaat Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang aktivitas antibakteri ekstrak Teripang pasir terhadap bakteri pembusuk ikan segar sehingga dapat menjadi suatu alternatif sumber antibakteri alami.

1.4. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari-April 2012. Rumput laut diambil dari perairan pantai utara, Rembang, Jawa Tengah. Pengeringan sampel dan ekstraksi sampel di Laboratorium Teknologi Pangan, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan di Laboratorium Kesehatan, Semarang. Sedangkan untuk uji Kromatografi Lapis Tipis dan uji skrinning fitokimia dilakukan di Laboratorium Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Permasalahan 1. Ikan segar sering terkontaminasi bakteri Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa 2. Penggunaan bahan kimia berbahaya digunakan menghilangkan bakteri pembusuk pada ikan segar. Input 3. Teripang pasir dapat menghasilkan bioaktif yang berpotensi sebagai antibakteri alami untuk

Potensi Teripang pasir sebagai antibakteri alami dengan studi pustaka

Proses

Penelitian 1. Penanganan sampel dan proses ekstraksi. 2. Parameter utama : Uji kontrol negatif dan uji aktivitas antibakteri dengan pelarut berbeda (n-heksan, etil asetat, dan etanol) 3. Parameter pendukung : Uji skrining fitokimia ekstrak Teripang pasir

Output

Data Analisis Data

Kesimpulan

Gambar 1. Skema Pendekatan Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teripang Pasir (Holothuria scabra) 2.1.1. Klasifikasi Teripang pasir Klasifikasi dari Teripang pasir (Martoyo et al, 2000) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Sub-filum Kelas Sub-kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Echinodermata : Echinozoa : Holothuroidea : Aspidochirotacea : Aspidochirotida : Holothuriidae : Holothuria : Holothuria scabra

Gambar 2. Teripang Pasir Sumber : Dewi et al (2010)

2.1.2. Morfologi Teripang pasir Teripang pasir merupakan salah satu anggota hewan filum

Echinodermata. Teripang pasir bertubuh lunak, berdaging dan berbentuk silindris memanjang seperti buah ketimun, oleh karena itu hewan ini dinamakan ketimun laut. Gerakan teripang pasir sangat lambat sehingga hampir seluruh hidupnya berada di dasar laut. Warna tubuh teripang pasir bermacam-macam, mulai dari hitam, abu-abu, sampai putih (Martoyo et al, 2000). Menurut Suryanti (2011), bentuk badan dari Teripang pasir yaitu bulat panjang, seluruh bagian tubuh apabila diraba akan terasa kasar seperti ada butiran. Warna Teripang pasir sewaktu masih segar putih kekuningan, terdapat sekat yang melintang berwarna putih dan diantara sekat terdapat garis hitam. Adapun namanama daerah dari Teripang pasir adalah sebagai berikut: a) b) c) d) e) Menado P. Bangka Lampung Kep. Seribu : Teripang gamat betul : Teripang taikucing : Teripang buang kulit : Teripang pasir

Indonesia timur : Teripang putih atau Teripang kapur

2.1.3. Habitat Teripang pasir Teripang pasir hidup di habitat lumpur berpasir dan berbahan organik tinggi serta di sela-sela tumbuhan lamun. Selain dipengaruhi tipe habitat, secara umum keberadaan Teripang pasir juga dipengaruhi oleh kelimpahan makanan yang tersedia, yaitu plankton dan detrirus. Daerah persebaran Teripang pasir di Indonesia adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa

Tenggara Timur, Irian, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Pantai Barat Sumatra, Sumatra Utara, dan Aceh (Hartati et al, 2005). Teripang pasir banyak ditemukan pada perairan yang dasarnya pasir halus, tetapi Teripang pasir lebih menyukai perairan karang. Selain itu, Teripang pasir juga ditemukan kurang lebih 20 m dari pinggir pantai, dimana terdapat lumpur pasir dan padang lamun (Suryanti, 2011). 2.1.4. Kandungan tubuh Teripang pasir
Teripang pasir mempunyai nilai ekonomis penting karena kandungan atau kadar nutrisinya yang tinggi. Dari hasil penelitian, kandungan nutrisi teripang pasir dalam kondisi kering terdiri dari protein sebanyak 82%, lemak 1,7%, kadar air 8,9%, kadar abu 8,6%, dan karbohidrat 4,8%. Selain itu, Teripang pasir juga mengandung fosfor, besi, iodium, natrium, vitamin A dan B (thiamin, riboflavin, dan niasin). Kandungan kimia teripang pasir dalam keadaan basah yaitu 44 - 45% protein, 3 - 5% karbohidrat, dan 1,5% lemak (Kustiariyah, 2006). Kandungan bioaktif atau metabolit sekunder pada Teripang pasir diantaranya

steroid, sapogenin, saponin, triterpene glycoside, Glycosaminoglycan, Lectin, Phenols dan flavonoid (Bordbar et al, 2011).
a. Steroid Steroid adalah triterpen yang kerangka dasarnya cincin siklopentana

perhidrofenantren. Inti steroid dasar sama dengan inti lanosterol dan triterpenoid tetrasiklik lain. Istilah sterol dipakai khusus untuk steroid alkohol. Sterol biasanya mempunyai gugus hidroksil pada atom C-3 dan suatu ikatan rangkap pada posisi 5 dan 6. Kerangka dasar dan sistem penomoran steroid (Purwanti, 2008) dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 3. Kerangka Dasar Steroid Sumber : Purwanti (2008) b. Saponin Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang khas menyerupai sabun (bahasa latin sapo = sabun). Saponin adalah glikosida yang aglikonnya disebut sapogenin. Keberadaan saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila dikocok menimbulkan buih yang stabil. Saponin juga bersifat menghancurkan butir darah merah lewat reaksi hemolisis. Berdasarkan struktur dari aglikonnya, saponin dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid. Saponin steroid mudah larut dalam air dan alkohol, tetapi tidak larut dalam eter. Saponin steroid tersusun dari suatu aglikon steroid (sapogenin) yang terikat pada suatu oligosakarida yang biasanya heksosa dan pentosa. Sebaliknya, hasil hidrolisisnya, yaitu sapogenin steroid mudah larut dalam pelarut organik (seperti kloroform, eter, n-heksan) dan tidak larut dalam air (Purwanti, 2008).

c.

Phenol Senyawa phenol terdiri atas molekul-molekul besar dengan beragam

struktur, karakteristik utamanya adalah adanya cincin aromatik yang memiliki gugus hidroksil. Kebanyakan senyawa phenol termasuk ke dalam kelompok flavonoid. Phenol bersifat asam, karena sifat gugus OH yang mudah melepaskan diri. Karakteristik lainnya adalah kemampuan membentuk senyawa kelat dengan logam, mudah teroksidasi dan membentuk polimer yang menimbulkan warna gelap. Timbulnya warna gelap pada bagian tumbuhan yang terpotong atau mati disebabkan oleh reaksi ini, hal ini sekaligus menghambat pertumbuhan tanaman (Pratt dan Hudson, 1990). d. Flavonoid Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa phenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuhtumbuhan. Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzen (C6 ) terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3 -C6 (Lenny, 2006).

2.2. Bacillus cereus Menurut Todar (2008) dalam Dewi (2010), klasifikasi dari Bacillus cereus adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Class : Prokaryota : Firmicutes : Bacilli

Ordo Family Genus Spesies

: Bacillales : Bacillaceae : Bacillus : Bacillus cereus

Bacillus cereus merupakan bakteri gram positif, bersifat aerob fakultatif, dan

motil. Beberapa bakteri gram positif seperti genus Bacillus, Sporolactobacillus, Clostridium, Sporosarcina, dan Thermoactinomyces merupakan bakteri yang mampu membentuk endospora. Pembentukan endospora bagi bakteri sangat penting, karena struktur endospora yang tebal dapat berfungsi sebagai pelindung panas (Dewi, 2010). Menurut Todar (2008) dalam Dewi (2010), Bacillus cereus motil, berkemampuan untuk menghancurkan sel darah merah (hemolytic). Bakteri ini dapat menyebabkan keracunan makanan, ada dua tipe penyakit yang

diakibatkannya, yaitu tipe emetik dan tipe diare. Tipe emetik ditandai dengan mual dan muntah, muncul gejala setelah masa inkubasi sekitar 1-6 jam. Tipe diare ditandai dengan rasa sakit perut dan buang air besar, muncul gejala setelah masa inkubasi sekitar 6-24 jam.

2.3. Pseudomonas aerugenosa


Menurut Mayasari dan Evita (2006), klasifikasi dari Pseudomonas aeruginosa

adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Class : Bacteria : Proteobacteria : Gamma, Proteobacteria

Order Family Genus Species

: Pseudomonadales : Pseudomonadaceae : Pseudomonas : Pseudomonas aeruginosa

Bakteri ini bersifat gram negatif, berbentuk batang lurus dan tidak membentuk spora, dapat bergerak, umumnya mempunyai flagel polar tunggal, tipe metabolism bersifat oksidatif. Umumnya bakteri ini berukuran kecil dengan lebar 0,5-1,0 Qm dan 1,5-4,0 Qm. Pseudomonas aeruginosa termasuk dalam suku Pseudomonadaceae dan merupakan salah satu jenis bakteri yang menimbulkan kerusakan berbagai jenis makanan sehingga menyebabkan kebusukan (Fardiaz, 1992).
Pseudomonas aeruginosa merupakan salah satu bakteri yang sering

menimbulkan kebusukan makanan seperti pada susu, daging, dan ikan. Pseudomonas aeruginosa mudah tumbuh dan menyebabkan kerusakan pada beragam produk pangan karena kemampuannya yang dapat memproduksi enzim yang dapat memecah komponen lemak dan protein dalam makanan (Jawetz, 1996).

2.4. Ekstraksi Maserasi Ekstraksi adalah teknik pemisahan suatu senyawa berdasarkan perbedaan distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang saling bercampur. Pada umumnya zat terlarut yang diekstrak bersifat tidak larut atau larut sedikit dalam suatu pelarut tetapi mudah larut dengan pelarut lain. Metode ekstraksi yang tepat ditemukan oleh tekstur kandungan air bahan-bahan yang akan diekstrak dan senyawasenyawa yang akan diisolasi (Harborne dalam Dewi, 2010).

Proses pemisahan senyawa dalam simplisia, menggunakan pelarut tertentu sesuai dengan sifat senyawa yang akan dipisahkan. Pemisahan pelarut berdasarkan kaidah like dissolved like artinya suatu senyawa polar akan larut dalam pelarut polar. Ekstraksi dapat dilakukan dengan bermacam-macam metode, tergantung dari tujuan ekstraksi, jenis pelarut yang digunakan dan senyawa yang diinginkan. Metode ekstraksi yang paling sederhana adalah maserasi (Noerono dalam Dewi, 2010). Maserasi adalah perendaman bahan alam yang dikeringkan (simplisia) dalam suatu pelarut. Metode ini dapat menghasilkan ekstrak dalam jumlah banyak, serta terhindar dari perubahan kimia senyawa-senyawa tertentu karena pemanasan (Rusdi dalam Dewi, 2010).

2.5. Antibakteri Antibakteri merupakan bahan atau senyawa yang khusus digunakan untuk kelompok bakteri. Antibakteri dapat dibedakan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu antibakteri yang menghambat pertumbuhan dinding sel, antibakteri yang mengakibatkan perubahan permeabilitas membran sel atau menghambat pengangkutan aktif melalui membran sel, antibakteri yang menghambat sintesis protein, dan antibakteri yang menghambat sintesis asam nukleat sel. Aktivitas antibakteri dibagi menjadi 2 macam yaitu aktivitas bakteriostatik dan aktivitas bakterisidal. Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi. Disc diffusion test atau uji difusi disk dilakukan dengan mengukur diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak (Dewi, 2010).

III. METODOLOGI

3.1. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah diduga bahwa pelarut yang berbeda pada konsentrasi yang sama dari ekstrak Teripang pasir berpengaruh terhadap daya hambat Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa, sehingga dapat diketahui potensi dan aktivitas antibakteri terbaik.

3.2. Perumusan Hipotesis Perumusan hipotesis penelitian adalah sebagai berikut: H0 : Perbedaan pelarut ekstrak Teripang pasir tidak memberikan pengaruh terhadap daya hambat Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa pada pengujian sensitivitas antibakteri. H1 : Perbedaan pelarut ekstrak Teripang pasir memberikan pengaruh terhadap daya hambat Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa pada pengujian sensitivitas antibakteri. Kaidah pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: Fhitung < Ftabel (taraf uji : 1% dan 5%) maka terima H0 tolak H1 Fhitung Ftabel (taraf uji : 1% dan 5%) maka terima H1 tolak H0

3.3. Materi Penelitian


3.3.1. Bahan Bahan yang digunakakan adalah Teripang pasir yang diambil dari perairan Utara Jawa, Rembang, Jawa Tengah. Bahan lain yang digunakan pada penelitian ini terdapat pada Tabel 1. Tabel 4. Bahan yang Digunakan pada Penelitian No Bahan Fungsi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Teripang pasir n-heksan (teknis) Etil asetat (teknis) Etanol (teknis) Aquadest Nutrient Agar (NA) Nutrient Broth (NB) Kultur jamur Alumunium foil Sebagai bahan baku Sebagai pelarut Sebagai pelarut Sebagai pelarut Untuk membuat media agar Sebagai media tumbuh bakteri Sebagai media tumbuh bakteri Sebagai bakteri uji Untuk menutup erlenmeyer saat ekstraksi dan sterilisasi 10. 11. 12. Kertas tisu Kertas saring Paper disc Untuk membersihkan alat Menyaring ekstrak setelah maserasi Sebagai indikator pengamatan diameter zona hambat jamur 13. 14. 15. Kapas Plastik wrap Kertas label Menutup tabung dan Erlenmeyer Untuk membungkus petridish Untuk menulis keterangan pada sampel ataupun perlakuan 16. Alkohol 70% Sterilisasi

3.3.2. Alat Alat yang digunakan pada penelitian adalah sebagai berikut: Tabel 2. Alat yang Digunakan pada Penelitian No Alat Ketelitian Fungsi 1 Autoclave 1 atm Untuk sterilisasi alat gelas dan media agar 2 3 4 5 6 Petridish Gelas ukur Inkubator Jangka sorong Labu Erlenmeyer 1 ml 0,5o C 0,05 mm 10 ml Sebagai tempat pembiakan jamur Mengukur pelarut Menginkubasi biakan Untuk mengukur zona hambat jamur Untuk tempat merendam sampel dan membuat media agar 7 Labu Round bottom Flask 8 Magnetic stirrer Untuk mengaduk saat pemasakan media agar 9 10 11 12 13 14 15 16 Mikropipet Rotary evaporator Tabung reaksi Timbangan analitik Laminary air flow Vortex mixer Vial Gelas rod 1 L 0,0001 g Mengambil ekstrak Untuk menguapkan pelarut Kultur isolate Untuk menimbang sampel Tempat untuk inokulasi Untuk menghomogenkan sampel Tempat ekstrak Untuk meratakan bakteri uji pada media agar 17 18 19 20 Pinset Solar Tunnel Dryer Pisau Jarum ose Meletakkan paperdish pada ekstrak Sebagai pengering sampel Memotong sampel Inokulasi bakteri Tempat sampel saat evaporasi

3.4. Prosedur Penelitian Prosedur kerja yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Tahap penanganan bahan baku yang meliputi penanganan sampel dan proses ekstraksi dengan menggunakan tiga pelarut yaitu n-heksan, etil asetat, dan etanol. Proses ekstraksi menggunakan rotary evaporator. 2. Uji kontrol negatif dan uji aktivitas antibakteri ekstrak Teripang pasir dari tiga pelarut yaitu n-heksan, etil asetat, dan etanol. 3. Uji skrining fitokimia yang meliputi senyawa steroid, phenol, saponin, triterpenoid, dan flavonoid. Secara ringkas diagram alir prosedur penelitian disajikan pada diagram alir sebagai berikut: Penanganan sampel

Proses ekstraksi menggunakan rotary evaporator

Ekstrak Teripang pasir

1. Uji kontrol negatif dengan pelarut nheksan, etil asetat, dan etanol. 2. Uji aktivitas antibakteri ekstrak Teripang pasir dengan n-heksan, etil asetat, dan etanol. 3. Uji skrinning fitokimia

Gambar 4. Diagram Alir Prosedur Penelitian

3.4.1. Penanganan sampel Teripang yang digunakan adalah Teripang Pasir yang berasal dari Pantai Utara Jawa, Rembang, Jawa Tengah. Teripang yang akan diekstrak terlebih dahulu dikarakterisasi jenis dan umurnya berdasarkan criteria bobot dan panjang teripang. Bobot dan panjang teripang menggambarkan umur teripang yang sudah dewasa atau matang gonad yang dapat diamati dari bobot (200-500 gram) dan panjangnya (25-35 cm). Teripang yang telah memenuhi kriteria, dibersihkan dan dipisahkan antara daging dan jeroan, dicuci dan digiling, selanjutnya dilakukan ekstraksi. 3.4.2. Ekstraksi ampel Ekstraksi sampel dilakukan dengan metode maserasi. Metode maserasi yang digunakan adalah maserasi bertingkat yaitu maserasi satu sampel dengan tiga jenis pelarut secara berurutan. Tiga jenis pelarut yang digunakan adalah nheksan, etil asetat, etanol. Sampel Teripang pasir yang telah digiling, direndam dengan masingmasing pelarut dengan perbandingan 1:2 (w/v), kemudian dilakukan sonikasi selama 10 menit dan dilanjutkan dengan maserasi selama 24 jam pada suhu ruang (28oC), kemudian disaring dengan kertas penyaring. Residu kembali dimaserasi lagi dengan cara yang sama, sampai 3x. Ekstrak hasil maserasi atau filtrat yang dihasilkan, ditampung menjadi satu dan diuapkan, untuk memisahkan pelarutnya. Penguapan dilakukan dengan menggunakan alat rotary vacuum evaporator,

sampai pelarut habis menguap, sehingga didapatkan ekstrak teripang. Hasil ekstrak ditempatkan dalam vial kosong selanjutnya dilakukan penimbangan

ekstrak. Ekstrak dalam vial disimpan dalam lemari pendingin. Ekstrak Teripang pasir digunakan untuk uji aktivitas antibakteri. 3.4.3. Uji kontrol negatif pelarut n-heksan, etil asetat, dan etanol Uji kontrol negatif bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelarut pada ekstrak Teripang pasir terhadap daya hambat Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa. Prosedur dalam uji kontrol negatif adalah pelarut ekstrak dengan kuantitas 20 l diteteskan pada paper disc kemudian diletakkan pada biakan bakteri uji dan diinkubasi selama 48 jam. Idealnya pelarut tidak boleh mempunyai pengaruh terhadap bakteri uji. Apabila kontrol negatif membentuk zona hambat maka hasil pengukuran diameter zona hambat pada perlakuan dikurangi dengan zona hambat dari pelarut tersebut. 3.4.4. Uji aktivitas antibakteri ekstrak Teripang pasir dengan pelarut nheksan, etil asetat, dan etanol a. Sterilisasi alat dan bahan Sterilisasi alat dan bahan dilakukan untuk mendapatkan kondisi yang aseptis. Adapun tahapan sterilisasi alat dan bahan sebagai berikut : 1. Alat-alat yang akan disterilisasi dibersihkan dengan alkohol dan dibungkus dengan menggunakan kertas coklat; 2. Air secukupnya dituang kedalam autoclave, kemudian alat yang dibungkus kertas dimasukkan kedalam autoclave dan ditutup rapat dengan

mengencangkan baut secara silang; 3. Kemudian disterilisasi dilakukan dengan suhu 1210 C, tekanan 1 atm, selama 15 menit;

4. Autoclave dimatikan dan katup dibuka untuk mengurangi tekanan. Tunggu beberapa saat sampai termometer dan monometer menunjukkan angka nol lalu buka penutup autoclave; dan 5. Alat yang sudah disterilkan diambil dari autoclave. b. Pembuatan media Nutrient Agar (NA) 1. untuk membuat 100 ml larutan nutrient agar dibutuhkan 27 gram nutrient agar. 2. larutan nutrient agar dipanaskan di atas hot plate dan diberi stirrer sehingga dapat larut homogen. Pemanas dihentikan jika larutan nutrient agar sudah larut sempurna. 3. Erlenmeyer ditutup dengan kapas dan aluminium foil kemudian disterilkan dalam autoclave dengan suhu 121C, tekanan 1 atm, selama 15 menit. 4. Nutrient agar dituang kedalam petridisk sekitar 10 ml per petridisk 5. Petridisk yang telah berisi media agar diinkubasi selama 24 jam untuk memastikan bahwa media agar yang digunakan tidak terkontaminasi oleh bakteri sebelum digunakan untuk uji aktivitas antibakteri. 6. Nutrient agar yang tidak langsung dipakai disimpan dalam lemari es. c. Pembuatan media Nutrient Broth (NB) 1. untuk membuat 100 ml larutan nutrient broth dibutuhkan 1,3 gram nutrient broth kering. 2. Nutrient broth kering dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan selanjutnya dicampur dengan 100 ml aquades. 3. Larutan nutrient broth dipanaskan di atas hot plate dan diberi stirrer sehingga dapat larut sempurna dan berwarna bening.

4. Erlenmeyer ditutup dengan kapas dan aluminium foil kemudian disterilkan dalam autoclave dengan suhu 121C, tekanan 1 atm, selama 15 menit. 5. Nutrient broth yang akan dipakai didinginkan terlebih dahulu hingga mencapai suhhu 30C. bakteri akan mati jika diinokulasikan pada nutrient broth yang masih panas. 6. Nutrient broth yang tidak langsung dipakai disimpan dalam lemari es. d. Pembuatan kultur bakteri di dalam Nutrient Broth 1. Masukkan NB masing-masing sebanyak 4 ml ke dalam 2 tabung reaksi dengan menggunakan pipet gondok. 2. Diambil biakan bakteri masing-masing sebanyak 5 ose. 3. Bakteri dimasukkan ke incubator selama 24 jam dan atur pada suhu 37C.

e. Metode Difusi 1. Pada uji aktivitas antibakteri ini menggunakan ekstak antibakteri teripang dengan pelarut yang berbeda masing-masing sebanyak 10 mg/ml. 2. Bakteri yang sudah ditumbuhkan dalam NB (Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa), masing-masing diambil dengan menggunakan pipet steril sebanyak 1 ml kemudian di spread secara merata ke dalam petridisk yang berisi NA 3. Tiap petridisk ditempatkan 4 buah paper disc (D = 5 mm). 4. Paper disc pertama ditetesi aquadest sebagai kontrol negatif, paper disc kedua ditetesi larutan ekstrak dengan pelarut n-heksan, paper disc ketiga ditetesi larutan ekstrak dengan pelarut etil asetat, dan paper disc keempat ditetesi larutan ekstrak dengan pelarut etanol masing-masing sebanyak 20 l dengan konsentrasi 10 mg/ml.

5. Kemudian diinkubasi selama 2x24 jam, setiap 24 jam dilakukan pengamatan dan pengukuran daya hambat sampel terhadap bakteri. Pengukuran dilakukan menggunakan jangka sorong. 3.4.5. Uji skrinning fitokimia Metode skrining fitokimia digunakan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder, makromolekul serta penggunaan data yang diperoleh untuk menggolongkan tumbuhan. Pemeriksaan secara kualitatif senyawa steroid, phenol, saponin, triterpenoid, dan flavonoid adalah sebagai berikut: a. Uji senyawa steroid dan triterpenoid ekstrak Teripang pasir 1. Pipet pasteur yang didalamnya telah dimasukkan arang sebanyak 5 g disiapkan; 2. Lapisan kloroform diambil dan dimasukkan dalam pipet pasteur; 3. Filtrat yang keluar dari pipet pasteur dimasukkan dalam 3 buah lubang pada plat tetes dan dibiarkan sampai kering; 4. Tiap-tiap lubang pada plat tetes ditambahkan satu tetes asam asetat anhidrat dan satu tetes asam sulfat pekat; dan 5. Terbentuknya warna biru hingga ungu menunjukkan sampel positif mengandung senyawa steroid sedangkan warna merah menunjukkan sampel positif mengandung senyawa triterpenoid. b. Uji senyawa phenol ekstrak Teripang pasir 1. Sebanyak 1 ml lapisan air diambil dan dimasukkan ke dalam plat tetes; 2. Ditambahkan ferri klorida pada tiap plat tetes yang telah diberi sampel; dan 3. Terbentuknya warna biru atau ungu menandakan adanya senyawa phenol.

c. Uji senyawa saponin ekstrak Teripang pasir 1. Sebanyak 1 ml lapisan air dari tahap preparasi diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi; 2. Larutan dikocok kuat-kuat; dan 3. Sampel positif mengandung senyawa saponin apabila terbentuk busa yang permanen yang tidak hilang dalam waktu 15 menit. d. Uji senyawa flavonoid pada ekstrak Teripang pasir 1. Sebanyak 1 ml lapisan air dari tahap preparasi diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi; 2. Ditambahkan 1-2 butir logam magnesium dan 3 tetes asam klorida pekat; dan 3. Sampel positif mengandung senyawa flavonoid jika terbentuk warna orange hingga merah.

3.5. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode experimental laboratories yaitu suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan data-data yang dilakukan

dengan percobaan dilaboratorium dan pengamatan secara langsung, sistematis terhadap kejadian-kejadian obyek yang diteliti (Sudjana, 1989). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis pelarut yang efektif dari Teripang pasir Rancangan dasar yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hasil ekstrak dengan tiga macam pelarut yang berbeda dan masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Bakteri uji yang digunakan adalah Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa. Rancangan penelitian uji aktivitas antibakteri Teripang pasir tersaji pada tabel berikut ini: Tabel 3. Matrix Rancangan Penelitian Jenis pelarut (10 mg/ml) Kontrol negatif (P1) n-heksan (P2) Etil asetat (P3) Etanol (P4) Keterangan: P1 : Kontrol negatif P2 : n-heksan P3 : Etil asetat P4 : Etanol P11 P21 P31 P41 1 P12 P22 P32 P42

Ulangan 2 P13 P23 P33 P43 3

3.6. Analisa Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisa dengan sidik ragam atau analysis of varian (ANOVA). Berdasar analisis tersebut, diperoleh hasil uji F untuk mengetahui pengaruh sumber keragaman dan perbedaan variabel-variabel yang diamati karena perlakuan yang berbeda. Berdasarkan analisis tersebut maka diperoleh hasil uji F dengan rumus: KTS F hitung = KTE Keterangan : KTS = Kuadrat Tengah Perlakuan KTE = Kuadrat Tengah Galat F hitung digunakan untuk mengetahui pengaruh sumber keragaman dan perbedaan variabel-variabel yang diamati karena perlakuan yang berbeda. Jika analisis tersebut menunjukkan hasil yang berbeda nyata, maka akan dilanjutkan dengan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan bantuan tabel Q pada taraf uji 99%, untuk mengetahui perbedaan antar nilai tengah perlakuan dan menentukan perlakuan yang terbaik. Formula uji BNJ adalah sebagai berikut: KTG r BNJ = qa x (p, n2) Keterangan: KTG = nilai kuadrat tengah galat (error) r = jumlah ulangan p = jumlah perlakuan n2 = derajat bebas galat acak

DAFTAR PUSTAKA

Abraham, T.J., J. Nagarajan, dan S.A. Shanmugan. 2002. Antimicrobial Substances of Potential Biomedical Importance from Holothurian Species. [Indian Journal of Marine Science]. Tamil Nadu Veterinary and Animal Sciences University, India. 161-164 hlm.

Bordbar, S., Farooq A., dan Nazamid S. 2011. High-Value Components and Bioactives from Sea Cucumbers for Functional FoodsA Review. [Marine Drugs Journal]. Universiti Putra Malaysia, Malaysia. 1761-1805 hlm. Dewi, F.K., 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda citrifolia, linnaeus) terhadap Bakteri Pembusuk Daging Segar. [Skripsi]. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Fardiaz, s. 1992. Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Farouk, A.E., Faizal A.H.G., dan B.H. Ridzwan. 2007. New Bacterial Species Isolated

from Malaysian Sea Cucumbers with Optimized Secreted Antibacterial Activity. [American Journal of Biochemistry and Biotechnology].
International Islamic University Malaysia, Malaysia. 64-69 hlm.

Hartati, R., Widianingsih, dan Delianis P. 2005. Teknologi Penyediaan Pakan Bagi Teripang Putih (Holothuria scabra). [Laporan Kegiatan]. Universitas Diponegoro, Semarang. Jawetz. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. EGC. Jakarta. Kustiariyah. 2006. Isolasi dan Uji Aktivitas Biologis Senyawa Testosteron dari Teripang sebagai Aprodisiaka Alami [Thesis]. Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor. Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenolpropanoida dan Alkaloida. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan. Mahatmanti, F.W., Warlan S., dan Wisnu S. 2009. Sintesis Kitosan dan Pemanfaatannya sebagai Antimikrobia Ikan Segar. [Jurnal Ilmiah]. Universitas Negeri Semarang, Semarang. Martoyo, J., Nugroho A.H., Tjahyo W. 2000. Budaya Teripang. Penebar Swadaya, Jakarta. Mayasari, Evita, 2006, Pseudomonas aeruginosa; Karakteristik, Infeksi, dan Penanganan, http :// library.usu.ac.id.

Nuraini, A. D. 2007. Ekstraksi Komponen Antibakteri dan Antioksidan dari Biji Teratai (Nymphaea pubescens Willd). [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor, 94 hlm. Pratt, D. E. Dan B. J. R. Hudson. 1990. Natural Antioxidants Not Exploited Commercially. Di dalam Hudson, B. J. F. (ed). Food Antioxidants. Hal. 171-192. Elsevier Applied Science, New York. Purwanti, E. 2008. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Sapogenin dari Teripang holothuria sp. [Skripsi]. Universitas Sumatra Utara, Medan. Sudjana, 1989. Desain dan Analisis Eksperimen Edisi Ketiga. Tarsito, Bandung. 273 hlm. Suryanti. 2011. Teripang (Holothuroidea). Universitas Diponegoro, Semarang.

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DARI TERIPANG PASIR (Holothuria scabra) TERHADAP BAKTERI PEMBUSUK IKAN SEGAR

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh: SHOFIATUN NIMAH K2F 008 058

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012

You might also like