You are on page 1of 5

KONVERGENSI IFRS DI INDONESIA: PERLUNYA PERUBAHAN PERILAKU PELAKU BISNIS Oleh: Dwi Aryani Suryaningrum*

Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) berbasis International Financial Reporting Standard (IFRS) di Indonesia sudah diberlakukan tahun 2012. Perubahan ini sudah banyak diantisipasi oleh perusahaan besar yang terkena aturan ini. Teman-teman bagian akuntansi sudah melakukan perubahan dan penyesuaian baik pada sistem pencatatan dan pelaporan maupun pada berbagai kebijakan keuangan dan akuntansinya. Namun kesadaran ini belum diikuti oleh para pelaku bisnis lainnya. Para manajer non akuntansi sudah tidak bisa menjalankan bisnisnya seperti tahun-tahun sebelumnya karena segala aktivitas yang mengandung ketidak efisienan akan menjadi faktor koreksi bagi pencatatan aset tahun yang bersangkutan dan langsung dikoreksi sebagai beban tahun tersebut. Hal ini sangat berbeda dengan perlakuan akuntansi tahun-tahun sebelumnya, dimana seluruh biaya yang dikeluarkan sebagai akibat dari aktivitas memperoleh aset akan diakui sebagai pembentuk nilai aset dan disusutkan pada setiap tahunnya. Perubahan-perubahan apa yang seharusnya dicermati oleh para manajer? Yang pertama adalah pengakuan aset perusahaan baik aset lancar maupun aset tetap, maupun pengakuan biaya, tidak didasari pada definisi atau pengelompokan yang sudah ditetapkan saja, namun harus ditinjau kembali keteridentifikasian dan kemanfaatannya yang dapat diukur secara handal. Suatu aset berdasarkan definisi dan pengelompokannya termasuk aset tetap belum tentu pada waktu tertentu diakui sebagai aset tetap ketika kemanfaatannya sudah tidak ada lagi di masa depan, meskipun berdasarkan catatan umur ekonomisnya masih ada. Yang kedua adalah pengukuran aset pertama kali didasarkan pada nilai perolehan namun akan dilakukan estimasi kembali setiap akhir periode dengan fair value (nilai wajar) untuk menunjukkan nilai sekarang dari suatu aset. Yang ketiga adalah pengungkapan dimana fungsinya tidak hanya sebagai pengganti dan penambah informasi guna mendukung laporan data keuangan perusahaan, tetapi juga sebagai laporan yang menjelaskan kritik terhadap kejadian-kejadian non keuangan. Informasi tambahan ini dilaporkan baik dalam satu kerangka laporan keuangan maupun dalam catatan atas laporan keuangan perusahaan. Para akuntan keperilakuan percaya bahwa tujuan utama laporan akuntansi adalah untuk mempengaruhi perilaku pelaku bisnis dalam rangka memotivasi tindakan yang diinginkan atau sebaliknya yaitu bagaimana keperilakuan dapat mempengaruhi perubahan atas cara akuntansi dan prosedur laporan akuntansi dapat digunakan lebih efektif. Penyusunan IFRS bermula dari reaksi pengguna laporan keuangan dan pasar modal akan laporan keuangan yang tidak dapat secara realisitik diperbandingkan karena laporan-laporan tersebut menyajikan data keuangan dengan menggunakan dasar nilai perolehan, namun dengan dimensi waktu yang berbeda-beda. Dengan demikian suatu laporan tidak mampu

menunjukkan nilai sekarang suatu perusahaan yang sebenarnya. Disamping itu pengakuan nilai aset berdasarkan nilai perolehan juga masih mengandung ketidakefisiensian yang dilakukan oleh perusahaan dan ketidakefisiensian tersebut akan menjadi tanggungan pemilik dan investor karena harus mengakui nilai aset sebesar total biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan aset tersebut dengan mengabaikan kemungkinan adanya ketidakefisienan dalam memperoleh aset tersebut. Tiap hari kita dijejali dengan iklan-iklan agar kita memilih suatu gaya hidup tertentu, memilih menggunakan produk tertentu, atau dibuat mempercayai kebaikan, keberhasilan, kemakmuran dengan ukuran dan pola yang telah ditentukan. Dan akhirnya perilaku manusia berkiblat pada ukuran dan nilai-nilai yang diciptakan pelaku iklan tersebut. Demikian pula perilaku pelaku bisnis dalam menjalankan usahanya juga akan tergantung pada sistem dan cara-cara akuntansi yang digunakannya. Sistem akuntansi yang menyerap seluruh biaya yang dikeluarkan perusahaan, baik nantinya digolongkan ke dalam investasi atau eksploitasi menyebabkan berkurangnya awareness pelaku bisnis dalam mengendalikan biaya-biaya tersebut. Terlebih lagi pada pengeluaran yang digunakan untuk memperoleh aset, total biaya tersebut tidak akan diakui keseluruhannya menjadi biaya tahun yang bersangkutan, namun akan disusutkan sesuai dengan perkiraan umur ekonomisnya.

KEPERILAKUAN DALAM PENGELOLAAN ASET LANCAR Lalu aktivitas apa saja yang harus diperhatikan oleh pelaku bisnis sebagai konsekuensi dari penerapan PSAK berbasis IFRS ini? Kita mulai dari sisi aset lancar yaitu piutang lancar. Piutang terutama piutang dagang diberikan oleh perusahaan kepada pembeli dengan tujuan untuk mendongkrak penjualan. Nilai piutang akan diukur dari nilai penjualan yang dilakukan secara kredit tanpa mempertimbangkan apakah piutang nantinya akan dapat ditagihkan seluruhnya. Pada penerapan PSAK berbasis IFRS ini, nilai piutang pada akhir periode harus diestimasi kembali sesuai dengan perkiraan piutang tersebut dapat ditagihkan. Keteledoran dalam memberikan piutang akan mengakibatkan kerugian perusahaan karena nilai estimasi piutang tidak tertagih pada akhir periode akan dibebankan sebagai kerugian tahun ini yang akan mengurangi perolehan laba perusahaan. Oleh karena itu perilaku keteledoran maupun ketidaktelitian dalam mengevaluasi calon debitur harus dikurangi karena berakibat merugikan perusahaan. Contohnya memberikan piutang kepada para petani, piutang kepada pembeli, dll. Berikutnya adalah persediaan. Persediaan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu persediaan bahan, dimana bahan tersebut akan digunakan untuk mengolah suatu produk, dan persediaan hasil/produk, yaitu hasil dari suatu proses produksi. Pengukuran persediaan pada akhir periode didasarkan pada yang lebih rendah antara harga pasar dan nilai buku. Apabila nilai buku persediaan lebih tinggi dari pada nilai pasarnya maka harus dilakukan

penurunan nilai persediaan sampai sebatas harga pasar. Dalam persediaan bahan, pada saat pembelian akan diakui sebesar harga belinya, namun pada akhir periode biaya pemborosan dalam pembelian bahan tersebut akan terkoreksi menjadi kerugian tahun ini. Demikian juga tidak terawatnya persediaan bahan yang akan mengakibatkan penurunan nilai persediaan juga akan menjadi beban tahun bersangkutan. Untuk persediaan hasil, nilai buku

persediaan hasil terbentuk dari kumpulan biaya yang diluarkan selama proses pembentukan produk tersebut. Akhirnya ada kemungkinan ketidakefisienan dan pemborosan selama proses pembentukan persediaan akan masuk didalam nilai persediaan tersebut. Sama seperti persediaan bahan, maka apabila nilai buku persediaan tersebut lebih tinggi dari harga pasar, maka nilai persediaan hasil dinilai sebesar harga pasar dan penurunan nilai persediaan tersebut akan dibebankan tahun yang bersangkutan. Dengan demikian, pelaku bisnis baik di bagian pengadaan, maupun di dalam proses produksi harus melakukan efisiensi biaya yang cukup agar terhindar dari penurunan nilai persediaan diakhir periode.

KEPERILAKUAN DALAM PENGELOLAAN ASET TETAP Perubahan yang mendasar pada perlakuan aset tetap menurut IFRS adalah pada proses pengakuan dan pengukurannya. Pada umumnya aset tetap dihubungkan dengan hak menurut hukum, termasuk hak milik, misalnya properti dan aset biologi seperti tanaman. Namun demikian, eksistensi aset ditentukan bukan semata-mata oleh adanya hak milik tetapi berdasarkan kemampuan untuk mengendalikan manfaat yang diharapkan dari aset tersebut, misalnya properti yang diperoleh melalui sewa pembiayaan (finance lease), maka properti tersebut dapat diakui menjadi aset. Selain itu, suatu barang atau jasa dapat memenuhi definisi aset tetap tidak berujud, misalnya pengetahuan yang diperoleh melalui aktivitas pengembangan dapat memenuhi definisi aset jika perusahaan menikmati manfaat yang diharapkan dari hasil pengembangan tersebut. Yang dimaksud dengan manfaat yang diharapkan tersebut adalah nilai pasar atau taksiran penambahan manfaat, misalnya, peningkatan pendapatan dari penjualan jasa, penghematan biaya, atau manfaat lain bagi perusahaan, yang dinyatakan dalam bentuk nilai keuangan sepanjang umur ekonomis aset tersebut dan didiskontokan ke nilai sekarang. Perbedaan dari perlakuan akuntansi aset tetap yang lalu yaitu sepanjang dapat teridentifikasi, memiliki hak hukum dan dirasa ada kemanfaatnya masa datang, suatu aset dapat digolongkan ke dalam aset tetap. Hal tersebut

dapat dilakukan karena nilai buku aset dihitung sebesar nilai perolehannya atau total biaya yang digunakan untuk membentuk aset tetap tersebut. Namun untuk perlakuan akuntansi yang sekarang, manfaat tersebut harus terukur nilai sekarangnya, dan nilai tersebut menjadi nilai dari aset tersebut. Dalam pengukuran aset tetap juga didasarkan pada fair value. Namun berbeda dengan pengukuran persediaan dimana nilai persediaan yang diakui adalah nilai yang terendah antara nilai buku dan nilai pasar, maka di dalam aset tetap menggunakan basis mark-tomarket baik dalam menentukan nilai wajar maupun nilai revaluasi. Artinya aset tetap diukur terutama menggunakan harga pasar, kalau tidak ada barulah dilakukan penilaian dengan bantuan jasa penilai independen. Kemudian pada setiap tanggal laporan keuangan harus dilakukan review atas adanya indikasi penurunan nilai aset tetap. Jika terdapat indikasi penurunan nilai aset tetap, maka perusahaan harus menaksir jumlah yang dapat diperoleh kembali dari aset tersebut. Salah satu penyebab penurunan aset yang disebabkan oleh perilaku pelaku bisnis adalah adanya keusangan dan kerusakan secara fisik pada aset tersebut sehingga tidak memenuhi syarat umur ekonomis yang sudah ditetapkan. Implikasi dari perlakuan akuntansi aset tetap terhadap perilaku pelaku bisnis adalah perlunya kesadaran untuk melakukan pengendalian biaya pada saat pembentukan aset tetap. Kalau perlakuan akuntansi yang lama, seluruh biaya perolehan yang membentuk aset akan diakui sebagai nilai aset tersebut dan disusut berdasarkan umur ekonomis yang telah ditetapkan, maka perlakuan akuntansi sekarang sangat berbeda. Nilai aset sangat ditentukan oleh perilaku para pelaku bisnisnya. Meskipun pada awal pengakuan aset akan dicatat sebesar harga perolehannya, namun pada akhir periode akan diestimasi kembali nilai aset tersebut dengan harga pasar ataupun nilai kemanfaatan di masa mendatang. Demikian juga dalam proses pemeliharaan aset harus diperhatikan benar agar tidak terjadi keusangan dan kerusakan yang menyebabkan berkurangnya umur ekonomis. Seluruh selisih lebih dari nilai perolehan maupun berkurangnya nilai kemanfaatan terhadap nilai sekarang aset tersebut akan dibebankan menjadi kerugian tahun yang bersangkutan.

Meskipun banyak penyebab dari sisi ekternal perusahaan untuk pengukuran fair value suatu aset seperti fuktuasinya nilai pasar, tidak ditemukannya nilai pasar pembanding, atau karena adanya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang pesat, namun perilaku pelaku bisnis yang tidak disiplin dan efisien akan berkontribusi besar pada penurunan nilai aset dan

penurunan umur ekonomis. Oleh karena itu proses konvergensi IFRS perlu ditindak lanjuti oleh manajemen dengan pembentukan sistem dan budaya kerja yang baru, agar tidak terjadi kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian pelaku bisnis dalam mengelola aset dan biaya perusahaan.

*Pengajar Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP), Kampus Yogyakarta

You might also like