You are on page 1of 112

RESUME TUTORIAL BLOK 16 SKENARIO 1

Oleh :

NGAKAN GDE ADITYA PERMADI 092010101012 Kelompok C

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2012

PENYAKIT DEGENERATIF

BASIC KNOWLEDG E

1. 2. 3. 4.

PROSES PENUAAN TEORI PENUAAN FARMAKO GERIATRI NUTRISI GERIATRI

SISTEM

F. MUSKULOSKELETAL

1. OSTEOPOROSIS

E. NEUROSNSORI 1. PRESBIOPI 2. KATARAK SENILIS 3. PRESBIAKULARIS 1. INKONTINENSIA URIN y UUI y SUI y OUI y CONTINENCE y FUNGSIONAL 2. BPH B. NEUROLOGI

1. DIMENSIA y ALZAIMER y VASCULAR 2. PARKINSON 3. DELIRIUM 4. STROKE 5. TIA

D. ENDOKRIN

C. VASKULER

1. PJK 2. HIPERTENSI

1. DM y IDDM y NIDDM

PROSES PENUAAN
DEFINISI Aging (proses menua) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkanmasalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia. Masalahkesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajarisegala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomidan lain-lain. Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringanuntuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidakdapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Jadi, penuaan adalah suatu proses multidimensial yaitu mekanisme kerusakan dan perbaikan di dalam tubuh atau sistem tersebut terjadi secara bergantian pada kecepatan dan saat yang berbeda beda. Pada proses penuaan terdapat beberapa teori yang digubakan sebagai acuan dari penuaan.

TEORI PENUAAN Dahulu para ilmuan telah membuat teori tentang penuaan seperti Aristoteles dan Hipocrates yang berisi tentang suatu penurunan suhu tubuh dan cairan secara umum. Sekarang dengan seiring jaman banyak orang yang melakukan penelitian dan penemuan dengan tujuan supaya ilmu itu dapat semakin jelas, komplek dan variatif. Ahli teori telah mendeskripsikan proses biopsikososial penuaan yang kompleks. Tidak ada teori yang menjelaskan teori penuaan secara utuh. Semua teori masih dalam berbagai tahap perkembangan dan mepunyai keterbatasan. Namum perawat dapat menggunakannnya untuk memahami fenomena yang mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan klien lansia.

Proses menjadi tua itu pasti akan dialami oleh setiap orang dan menjadi dewasa itu pilihan.penuaan bukan progresi yang sederhana, jadi tidak ada teori universal yang diterima yang dapat memprediksi dan menjelaskan kompleksitas lansia. Penuaan dapat dilihat dari 3 perspektif yaitu : 1. Usia biologis Berhubungan dengan kapasitas fungsi system organ 2. Usia psikologis Berhubungan dengan kapasitas perilaku adaptasi 3. Usia social Berhubungan dengan perubahan peran dan perilaku sesuai usia manusia. Peran teori dalam memahami penuaan adalah sebagai landasan dan sudut pandang untuk melihat fakta, menjawab pertanyaan filosofi, dan dasar memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Penuaan pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa bagian seperti biologi, psikologi, social, fungsional dan spiritual. TEORI BIOLOGI Teori ini berfokus pada proses fisiologi dalam kehidupan seseorang dari lahir sampai meninggal. Perubahan pada tubuh dapat secara independen atau dapat dipengaruhi oleh faktor luar yang bersifat patologis. Teori biologi dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu : 1. Teori Stokastik/ Stochastic Theories Bahwa penuaan merupakan suatu kejadian yang terjadi secara acak/ random dan akumulasi setiap waktu. Teori ini terdiri dari : a) Error Theory Teori kesalahan didasarkan pada gagasan di mana kesalahan dapat terjadi di dalam rekaman sintese DNA. kesalahan ini diabadikan dan secepatnya didorong kearah sistem yang

tidak berfungsi di tingkatan yang optimal. Jika proses transkripsi dari DNA terganggu maka akan mempengaruhi suatu sel dan akan terjadi penuaan yang berakibat pada kematian. b) Free Radical Theory/ teori radikal bebas Teori ini menyatakan bahwa penuaan disebabkan akumulasi kerusakan ireversibel akibat senyawa pengoksidan. Radikal bebas adalah produk metabolisme selular yang merupakan bagian molekul yang sagat reaktif. Molekul ini mempunyai muatan ekstraselular kuat yang dapat menciptakan reaksi dengan protein, mengubah bentuk dan sifatnya ; molekul ini juga dapat bereaksi dengan lipid yang berada dalam membran sel, mempengaruhi permeabilitasnya, atau dapat berikatan dengan organel sel lainnya. Proses metabolisme oksigen diperkirakan menjadi sumber radikal bebas terbesar, secara spesifik, oksidasi lemak, protein dan karbohidrat dalam tubuh menyebabkan formasi radikal bebas. Polutan lingkungan merupakan sumber eksternal radikal bebas. c) Cross-Linkage Theory Teori ini seperti protein yang metabolisme tidak normal sehingga banyak produksi sampah didalam sel dan kinerja jaringan tidak dapat efektif dan efisien. d) Wear and Tear Theory Teori ini mengatakan bahwa manusia diibaratkan seperti mesin. Sehingga perlu adanya perawatan. Dan penuaan merupakan hasil dari penggunaan. 2. Teori Nonstokastik/ NonStochastic Theories Proses penuaan disesuaikan menurut waktu tertentu a) Programmed Theory Pembelahan sel dibatasi oleh waktu, sehingga suatu saat tidak dapat regenerasi kembali. b) Immunity Theory

Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca translasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan system imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Mutasi somatic menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan system imun tubuh mengalami perubahan, dan dapat dianggap sebagai sel asing. Hal inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Dilain pihak, system imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses penuaan dan daya serangnya terhadap sel kanker mengalami penurunan. TEORI PSIKOLOGI (PSYCHOLOGIC THEORIES AGING) Teori ini akan menjelaskan bagaimana seseorang berespon pada tugas

perkembangannya. Pada dasarnya perkembangan seseorang akan terus berjalan meskipun orang tersebut telah menua. 1. Teori Hierarki Kebutuhan Manusia Maslow (Maslows Hierarchy of Human Needs) Dari hierarki Maslow kebutuhan dasar menusia dibagi dalam lima tingkatan dari mulai yang terendah kebutuhan fisiologi, rasa aman, kasih sayang, harga diri sampai pada yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri. Seseorang akan memenuhi kebutuhan tersebut dari mulai tingkat yang paling rendah menuju ke tingkat yang paling tinggi. Menurut Maslow semakin tua usia individu maka individu tersebut akan mulai berusaha mencapai aktualisasi dirinya. Jika individu telah mencapai aktualisasi diri maka individu tersebut telah mencapai kedewasaan dan kematangan dengan semua sifat yang ada di dalamnya; otonomi, kreatif, independent dan hubungan interpersonal yang positif. 2. Teori Individualism Jung (Jungs Theory of Individualism) Menurut Carl Jung sifat dasar menusia terbagi menjadi dua yaitu ekstrovert dan introvert. Individu yang telah mencapai lansia dia akan cenderung introvert, dia lebih suka menyendiri seperti bernostalgia tentang masa lalunya. Menua yang sukses adalah jika dia bisa menyeimbangkan antari sisi introvertnya dengan sisi ekstrovertnya namun lebih condong kearah introvert. Dia tidak hanya senang

dengan dunianya sendiri tapi juga terkadang dia ekstrovert juga melihat orang lain dan bergantung pada mereka. 3. Teori Delapan Tingkat Perkembangan Erikson (Eriksons Eight Stages of Life) Menurut Erikson tugas perkembangan terakhir yang harus dicapai individu adalah ego integrity vs disapear. Jika individu tersebut sukses mencapai tugas ini maka dia akan berkembang menjadi individu yang arif dan bijaksana (menerima dirinya apa adanya, merasa hidup penuh arti, menjadi lansia yang bertanggung jawab dan kehidupannya berhasil). Namun jika individu tersebut gagal mencapai tahap ini maka dia akan hidup penuh dengan keputusasaan (lansia takut mati, penyesalan diri, merasakan kegetiran dan merasa terlambat untuk memperbaiki diri). 4. Optimalisasi Compensation) Menurut teori ini, kompensasi terhadap penurunan tubuh ada 3 elemen yaitu: a. Seleksi. Adanya penurunan dari fungsi tubuh karena proses penuaan maka mau tidak mau harus ada peningkatan pembatasan terhadap aktivitas sehari-hari. b. Optimalisasi. Lansia tetap menoptimalkan kemampuan yang masih dia punya guna meningkatkan kehidupannya. c. Kompensasi. Aktivitas-aktivitas yang sudah tidak dapat dijalakan arena proses penuaan diganti dengan aktifitas-aktifitas lain yang mungkin bisa dilakukan dan bermanfaat bagi alnsia. Selektif dengan Kompensasi (Selective Optimization with

TEORI KULTURAL

Ahli antropologi menjelaskan bahwa tempat kelahiran seseorang berpengaruh pada budaya yang dianut oleh seseorang. Hal ini juga dipercaya bahwa kaum tua tidak dapat mengabaikan sosial budaya mereka. Jika hal ini benar maka status tua dalam perbedaan sosial dapat dijelaskan oleh sejarah kepercayaan dan tradisi. Blakemore dan Boneham yang melakukan penelitian pada kelompok tua di Asia dan Afro Caribbean menjelaskan bahwa kaum tua merupakan komunitas yang minoritas yang dapat menjamin keutuhan etnik, ras dan budaya. Sedangkan Salmon menjelaskan tentang konsep Double Jeoparoly yang digunakan untuk karakteristik pada penuaan. Penelitian umum pada kelompok Afrika Amerika dan Mexican American yaitu jika budaya membantu umtuk menjelaskan karakteristik penuaan, maka hal ini merupakan tuntutan untuk dapat digunakan dalam pemeriksaan lebih lanjut. Budaya adalah attitude, perasaan, nilai , dan kepercayaan yang terdapat pada suatu daerah atau yang dianut oleh sekelompok orang kaum tua , yang merupakan kelompok minoritas yang memiliki kekuatan atau pengaruh pada nilai budaya.Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa budaya yang dimiliki seseorang sejak lahir akan tetap dipertahankan sampai tua. Bahkan mempengaruhi orang orang disekitaryauntuk mengikuti budaya tersebut sehingga tercipta kelestarian budaya. TEORI SPIRITUAL Pada dasarnya, ketika seseorang menjadi tua akan menjadi : 1. Menjauhkan diri dari hawa nafsu duniawi 2. Melaksanakan amanah agama yang dianut, dengan berdoa demi kententraman hidup pribadi dan orang lain 3. Menuju penyempurnaan diri dan mengarah pada pencerahan atau pemenuhan diri untuk dapat mengarah pada kemanunggalan dengan Illahi

Melalui pengalaman hidup, setiap orang akan berupaya menjadi lebih arif dan akan mengembangkan dirinya ke labih yang berarti : melalui prestasi yang diraihnya di kala muda, seseorang akan berupaya meraih nilai-nilai luhur di hari tua khususnya keserasian hidup dengan lingkungannnya. Kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan oleh usia lanjut sebagai upaya dalam meniti dan meningkatkan taraf kehidupan spiritual yang baik antara lain : 1. Mendalami kitab suci sesuai agama masing-masing supaya kekurangan dan kesalahan yang sudah dilakukan dapat diperbaiki 2. Melakukan latihan meditasi 3. Berdoa untuk menjalin hubungan yang lebih dalam dengan Tuhan YME, dengan berani dan terbuka mengakui kesalahan dan melakukan pertaubatan 4. Kotemplasi, pelibatan diri dalam kondisi dan situasi yang sesuai dengan kitab suci dan diaplikasikan dalam kehidupan masa kini Kegiatan-kegiatan di atas tersebut menyiapkan usia lanjut untuk kembali secara sempurna dan utuh ke pangkuan Illahi EFEK BIOLOGIS PENUAAN Proses penuaan secara berangsur mengurangi fungsi tubuh dan berbagai organ tubuh. Dalam hal ini sangat bervariasi sesuai kompensasi individu tiap lansia. 1. EFEK UMUM PENUAAN y Proses penuaan dapat menimbulkan Reaksi yang lebih lambat, gerakan lebih kaku dan lambat, koordinasi menurun, sikap tubuh berubah (lebih bongkok), kulit mongering dan keriput, rambut mulai rontok dan beruban. y Diskus intervertebralis menipis, vertebra menipis sehingga tinggi badan menyusut, punggung lebih bongkok (kifosis), tulang tulang panjang tidak berubah. Batang tubuh memendek, ekstremitas tetap, tampak berlawanan dengan arah. y Otot menyusut, lemak bertambah pada mesentrium (sekitar ginjal), lemak dibawah kulit mengurang / keriput.

Mineral dari tulang berkurang karenanya tulang lebih rapuh (osteoporosis) dan menjadi lebih mudah patah tulang.

Berat badan menurun.

2. EFEK PENUAAN PADA PEMBULUH DARAH ARTERI Tunika Intima arteri menebal, mulai ada tanda arterosklerosis. Pada tunika media serat otot diganti jaringan ikat (kolagen). Kemampuan dilatasi menurun. Tekanan darah lebih tinggi karena diameter menurun dan tambah kaku. Aorta serta cabang cabangnya melebar. Terjadinya proses aterosklerosis : Dimulai dengan terbentuknya plak plak ateroma sehingga. Menyempitkan lumen pembuluh, paling banyak terjadi pada aorta, arteri iliaka, koronaria, karotis, renalis dan femoralis. Secara patologis dapat terjadi trombosis dan penyumbatan lumen arteri tersebut merusak tunika media aneurisma (arteri abdominalis atau torkalis). Aliran darah ke otak dan ginjal menurun. VENA Bila katup katup rusak, mudah terjadi varices sehingga mudah terjadi trombosis dan emboli paru. Tidak banyak gerak (duduk / tidur) dapat meningkatkan terjadinya trombosis vena. HIPERTENSI Karena elastisitas aorta menurun, tahanan Perifer meningkat sehingga terjadinya Hipertensi. Hipertensi Berhubungan erat dengan penyakit koroner dan Infark miocard dan cedera cerebrovaskuler (stroke).

PENCEGAHAN PROSES PENUAAN

Proses penuaan dapat dicegah dan diperlambat apabila kita memiliki gaya hidup yang baik dan sehat dan dengan konsisten kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, yang tentu saja harus dibarengin dengan komitmen dan keinginan untuk hidup sehat. 1. Olahraga teratur dan konsisten Tidak pernah terlambat untuk mulai membiasakan diri berolahraga. Dengan berolahraga teratur, tubuh dibiasakan untuk selalu aktif dan sirkulasi darah ke seluruh tubuh tetap sehat. Sebuah studi yang dilakukan oleh ilmuwan di Universitas Harvard menyebutkan bahwa orang-orang yang memulai kebiasaan olahraga lebih lambat pada usia tua ternyata memiliki tingkat kesakitan dan kematian yang lebih rendah dibandingkan dengan orangorang yang pada usia mudanya rajin berolahraga tapi lalu menjadi malas berolahraga di usia tuanya. Hal ini membuktikan bahwa orang tidak pernah terlalu tua untuk mulai berolahraga. 2. Makanlah makanan yang sehat Apa yang kita makan sangat mempengaruhi seluruh proses dalam tubuh dan hal ini akan terpancar keluar. Beberapa tips yang dapat digunakan dalam memilih makanan yang dapat membantu memperlambat proses penuaan dalam tubuh kita : Batasi konsumsi gula olahan dan lemak terutama lemak jenuh hewani, konsumsi makanan berserat tinggi (seperti, gandum, buah dan sayuran segar), lebih baik mengkonsumsi karbohidrat

kompleks/polisakarida dibandingkan glukosa (nasi, roti, pasta), Konsumsi kalsium yang cukup, perbanyak minum air putih 10 gelas setiap hari, dan dianjurkan untuk mengkonsumsi ekstra antioksidan, seperti 100 IU Vit.E. 3. Lakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala yang diperlukan dan sesuai dengan kondisi masing-masing individu. Bagaimana kita bisa mengetahui apakah kondisi tubuhnya kita fit atau tidak untuk tetap dapat menjalankan kehidupan ? Tentu kita tidak bisa mengukurnya hanya dari diri kita sendiri yang merasa tidak ada keluhan dan merasa tidak ada bagian dari tubuh kita yang terasa sakit, itulah pentingnya kita melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala.

Kesadaran akan pentingnya nilai kesehatan inilah yang merupakan salah satu bentuk upaya dari menghambat proses penuaan. 4. Kelola stres dengan selalu berpikir positif Banyak studi ilmiah sudah dilakukan yang menyatakan bahwa kondisi stress psikologis yang berlangsung lama dapat mempercepat proses penuaan dan membuat orang menjadi lebih tua sebelum waktunya. Secara ilmiah dikatakan bahwa, kondisi stress psikologis secara tidak langsung dapat merusak struktur telomere, yaitu suatu komponen biokimia yang terdapat pada kromosom manusia yang berperan pada replikasi sel. Dengan setiap replikasi sel, telomere memendek. Mekanisme telomere ikut menentukan rentang usia sel dan pada akhirnya juga rentang usia organisme itu sendiri. Maka penting sekali untuk dapat mengelola stres kehidupan dengan menjaga pikiran agar senantiasa berpikir positif dan optimis. TERAPI PADAGERIATRI (LANJUT USIA) Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang terjadi . Pemberian obat atau terapi untuk kaum lansia, memang banyak masalahnya, karena beberapa obat sering beinteraksi. Kondisi patologi padagolongan usia lanjut, cenderung membuat lansia mengkonsumsi lebih banyak obatdibandingkan dengan pasien yang lebih muda sehingga memiliki risiko lebih besar untuk mengalami efek samping dan interaksi obat yang merugikan.Penyakit pada usia lanjut sering terjadi pada banyak organ sehingga pemberian obat sering terjadi polifarmasi. Polifarmasi berarti pemakaian banyak obat sekaligus pada seorang pasien, lebih dari yang dibutuhkan secara logis-rasional dihubungkan dengan diagnosis yang diperkirakan.. Diantara demikian banyak obat yang ditelan pasti terjadi interaksi obat yang sebagian dapat bersifatserius dan sering menyebabkan hospitalisasi atau kematian. Kejadian ini lebihsering terjadi pada pasien yang sudah berusia lanjut yang biasanya menderitalebih dari satu penyakit. Penyakit utama yang menyerang lansia ialah

hipertensi,gagal jantung dan infark serta gangguan ritme jantung, diabetes mellitus,gangguan fungsi ginjal dan hati. Selain itu, juga terjadi keadaan yang seringmengganggu lansia seperti gangguan fungsi kognitif, keseimbangan badan, penglihatan dan pendengaran. Semua keadaan ini menyebabkan lansiamemperoleh pengobatan yang banyak jenisnya KONSEP DASAR PEMAKAIAN OBAT Ada tiga faktor yang menjadi acuan dasar dalam pembuatan atau peresepan obat

Diagnosis dan patofisiologi penyakit

Kondisi organ tubuh

Farmakologi klinik obat

Setelah dokter mendiagnosis penyakit pasien, maka sebelum penentuan obat yangdibeikan perlu dipertimbangkan kondisi organ tubuh serta farmakologi dari obatyang akan diresepkan. Pada usia lanjut banyak hal-hal yang lainnya yang perludipertimbangkan dalam pemilihan obat, karena pada golongan lansia berbagai perubahan fisiologik pada organ dan sistema tubuh akan mempengaruhitanggapan tubuh terhadap obat. Adapun prinsip umum penggunaan obat pada usialanjut : 1. Berikan obat hanya yang betul-betul diperlukan artinya hanya bila adaindikasi yang tepat. Bila diperlukan efek plasebo berikan plasebo yangsesungguhnya 2. Pilihlah obat yang memberikan rasio manfaat yang palingmenguntungkandan tidak berinteraksi dengan obat yang lain atau penyakit lainnya 3. Mulai pengobatan dengan dosis separuh lebih sedikit dari dosis yang biasadiberikan pada orang dewasa yang masih muda. 4. Sesuaikan dosis obat berdasarkan dosis klinik pasien, dan bila perlu denganmemonitor kadar plasma pasien. Dosis penuNjang yang tepat umumnyalebih rendah.

5. Berikan regimen dosis yang sederhana dan sediaan obat yang mudah ditelanuntuk memelihara kepatuhan pasien6. Periksa secara berkala semua obat yang dimakan pasien, dan hentikan obatyang tidak diperlukan lagi.

FARMAKOKINETIK Pada usia lanjut perubahan terjadi pada saluran cerna yang didugamengubah absorbsi obat, misalnya meningkatnya pH lambung, menurunnyaaliran darah ke usus akibat penurunan curah jantung dan perubahan waktu pengosongan lambung dan gerak saluran cerna. Oleh karena itu, kecepatandan tingkat absorbsi obat tidak berubah pada usia lanjut, kecuali pada beberapa obat seperti fenotain, barbiturat, dan prozasin (Bustami, 2001). Pada distribusi obat terdapat hubungan antara penyebaran obat dalamcairan tubuh dan ikatannya dengan protein plasma (biasanya dengan albumin,tetapi pada beberapa obat dengan protein lain seperti asam alfa 1 protein),dengan sel darah merah dan jaringan tubuh termasuk organ target. Pada usialanjut terdapat penurunan yang berarti pada massa tubuh tanpa lemak dancairan tubuh total, penambahan lemak tubuh dan penurunan albumin plasma. Penurunan albumin sedikit sekali terjadi pada lansia yang sehat dapat lebihmenjadi berarti bila terjadi pada lansia yang sakit, bergizi buruk atau sangatlemah. Selain itu juga dapat menyebabkan meningkatnya fraksi obat bebas danaktif pada beberapa obat dan kadang-kadang membuat efek obat lebih nyatatetapi eliminasi lebih cepat.Munculnya efek obat sangat ditentukan oleh kecapatan penyerapan dancara penyebarannya. Durasi (lama berlangsungnya efek) lebih banyak dipengaruhi oleh kecepatan ekskresi obat terutama oleh penguraian di hatiyang biasanya membuat obat menjadi lebih larut dalam air dan menjadimetabolit yang kurang aktif atau dengan ekskresi metabolitnya oleh ginjal.Sejumlah obat sangat mudah diekskresi oleh hati, antara lain melalui ambilan(uptake) oleh reseptor dihati dan melalui metabolisme sehingga bersihannyatergantung pada kecepatan pengiriman ke hati oleh darah. Pada usia lanjut, penurunan aliran darah ke hati dan juga kemungkinan pengurangan ekskresiobat yang tinggi terjadi pada labetolol, lidokain, dan propanolol.Efek usia pada ginjal berpengaruh besar pada ekskresi beberapa obat.Umumnya obat diekskresi melalui filtrasi glomerolus yang

sederhana dankecepatan ekskresinya berkaitan dengan kecepatan filtrasi glomerolus (olehkarena itu berhubungan juga dengan bersihan kreatinin). Misalnya digoksindan antibiotik golongan aminoglikosida. Pada usia lanjut, fungsi ginjal berkurang, begitu juga dengan aliran darah ke ginjal sehingga kecepatanfiltrasi glomerolus berkurang sekitar 30 % dibandingkan pada orang yanglebih muda. Akan tetapi, kisarannya cukup lebar dan banyak lansia yangfungsi glomerolusnya tetap normal. Fungsi tubulus juga memburuk akibat bertambahnya usia dan obat semacam penicilin dan litium, yang secara aktif disekresi oleh tubulus ginjal, mengalami penurunan faali glomerolus dantubulus (Bustami, 2001). INTERAKSI FARMAKOKINETIK 1. Fungsi Ginjal Perubahan paling berarti saat memasuki usia lanjut ialah berkurangnyafungsi ginjal dan menurunnya creatinine clearance, walaupun tidak terdapat penyakit ginjal atau kadar kreatininnya normal. Hal inimenyebabkan ekskresi obat sering berkurang, sehingga memperpanjangintensitas kerjanya. Obat yang mempunyai half-life panjang perlu diberidalam dosis lebih kecil bila efek sampingnya berbahaya. Dua obat yangsering diberikan kepada lansia ialah glibenklamid dan digoksin.Glibenklamid, obat diabetes dengan masa kerja panjang (tergantung besarnya dosis) misalnya, perlu diberikan dengan dosis terbagi yang lebihkecil ketimbang dosis tunggal besar yang dianjurkan produsen. Digoksin juga mempunyai waktu-paruh panjang dan merupakan obat lansia yangmenimbulkan efek samping terbanyak di Jerman karena dokter Jermanmemakainya berlebihan, walaupun sekarang digoksin sudah digantikandengan furosemid untuk mengobati payah jantung sebagai firstline drug. Karena kreatinin tidak bisa dipakai sebagai kriteria fungsi ginjal, makaharus digunakan nilai creatinine-clearance untuk memperkirakan dosisobat yang renal-toxic, misalnya

aminoglikoside seperti gentamisin.Penyakit akut seperti infark miokard dan pielonefritis akut juga seringmenyebabkan penurunan fungsi ginjal dan ekskresi obat. NUTRISI PADA LANSIA

1. Pengert ian Nutr is i Nutrisi adalah substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk fungsino r ma l d a r i s is t e m t u bu h, p e r t um bu ha n, p e me l ih a r a a n k e s e ha t a n . N u t r is i didapatkan dari makanan dan cairan yang selanjutnya diasimilasi oleh tubuh

A. Pendahuluan Setiap mahluk hidup membutuhkan makanan untuk mempertahankan kehidupannya, karena didalam makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk melakukan kegiatan metabolismenya. Bagi lansia pemenuhan kebutuhan gizi yang diberikan dengan baik dapat membantu dalam proses beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan perubahanperubahan yang dialaminya selain itu dapat menjaga kelangsungan pergantian sel-sel tubuh sehingga dapat memperpanjang usia. Kebutuhan kalori pada lansia berkurang karena berkurangnya kalori dasar dari kebutuhan fisik. Kalori dasar adalah kalori yang dibutuhkan untuk malakukan kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat, misalnya : untuk jantung, usus, pernafasan dan ginjal. Berdasarkan kegunaannya bagi tubuh, zat gizi dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu :

1. Kelompok zat energi, termasuk ke dalam kelompok ini adalah :


y

Bahan makanan yang mengandung karbohidrat seperti beras, jagung, gandum, ubi, roti, singkong dan lain-lain, selain itu dalam bentuk gula seperti gula, sirup, madu dan lainlain.

Bahan makanan yang mengandung lemak seperti minyak, santan, mentega, margarine, susu dan hasil olahannya.

2. Kelompok zat pembangun

Kelompok ini meliputi makanan makanan yang banyak mengandung protein, baik protein hewani maupun nabati, seperti daging, ikan, susu, telur, kacangkacangan dan olahannya. 3.Kelompok zat pengatur Kelompok ini meliputi bahan-bahan yang banyak mengandung vitamin dan mineral, seperti buah-buahan dan sayuran. M a c a m ma c a m N u t r is i d a n fu ng s i n ya a . Ka r b o h id r a t , s e ba g a i s u m be r e ne r g i u t a ma Contohnya : beras, jagung, roti, sereal, ketela dll

b . P r o t e in , s e ba g a i d a s a r p e m be nt u k a n s t r kt u e t u bu h d a n p e r t u m bu h a n d a n perbaikan jaringan.Contohnya : daging , ikan , unggas, kacang, telur dll

c . L e ma k ,

me m p e r t a ha nk a n

fu ng s i

t u bu h

dan

me n ye r a p

v it a m i n

ya ng

l a r u t dalam tubuhContohnya : susu, minyak, gula dll

d.Vitamin, sebagai pertahanan tubuh terhadap suatu penyakitContohnya : jeruk, mangga, apel, dll

B. Faktor yang mepengaruhi Kebutuhan Gizi pada Lansia


y y

Berkurangnya kemampuan mencerna makanan akibat kerusakan gigi atau ompong. Berkurangnya indera pengecapan mengakibatkan penurunan terhadap cita rasa manis, asin, asam, dan pahit.

y y y

Esophagus/kerongkongan mengalami pelebaran. Rasa lapar menurun, asam lambung menurun. Gerakan usus atau gerak peristaltic lemah dan biasanya menimbulkan konstipasi.

Penyerapan makanan di usus menurun. C. Masalah Gizi pada Lansia 1. Gizi berlebih

Gizi berlebih pada lansia banyak terjadi di negara-negara barat dan kota-kota besar. Kebiasaan makan banyak pada waktu muda menyebabkan berat badan berlebih, apalai pada lansia penggunaan kalori berkurang karena berkurangnya aktivitas fisik. Kebiasaan makan itu sulit untuk diubah walaupun disadari untuk mengurangi makan. Kegemukan merupakan salah satu pencetus berbagai penyakit, misalnya : penyakit jantung, kencing manis, dan darah tinggi. 2. Gizi kurang Gizi kurang sering disebabkan oleh masalah-masalah social ekonomi dan juga karena gangguan penyakit. Bila konsumsi kalori terlalu rendah dari yang dibutuhkan menyebabkan berat badan kurang dari normal. Apabila hal ini disertai dengan kekurangan protein menyebabkan kerusakankerusakan sel yang tidak dapat diperbaiki, akibatnya rambut rontok, daya tahan terhadap penyakit menurun, kemungkinan akan mudah terkena infeksi. 3. Kekurangan vitamin Bila konsumsi buah dan sayuran dalam makanan kurang dan ditambah dengan kekurangan protein dalam makanan akibatnya nafsu makan berkurang, penglihatan menurun, kulit kering, penampilan menjadi lesu dan tidak bersemangat. D. Pemantauan Status Nutrisi 1. Penimbangan Berat Badan a. Penimbangan BB dilakukan secara teratur minimal 1 minggu sekali, waspadai peningkatan BB atau penurunan BB lebih dari 0.5 Kg/minggu. Peningkatan BB lebih dari 0.5 Kg dalam 1 minggu

beresiko terhadap kelebihan berat badan dan penurunan berat badan lebih dari 0.5 Kg /minggu menunjukkan kekurangan berat badan. b. Menghitung berat badan ideal pada dewasa : Rumus : Berat badan ideal = 0.9 x (TB dalam cm 100) Catatan untuk wanita dengan TB kurang dari 150 cm dan pria dengan TB kurang dari 160 cm, digunakan rumus : Berat badan ideal = TB dalam cm 100 Jika BB lebih dari ideal artinya gizi berlebih Jika BB kurang dari ideal artinya gizi kurang 2. Kekurangan kalori protein

Waspadai lansia dengan riwayat : Pendapatan yang kurang, kurang bersosialisasi, hidup sendirian, kehilangan pasangan hidup atau teman, kesulitan mengunyah, pemasangan gigi palsu yang kurang tepat, sulit untuk menyiapkan makanan, sering mangkonsumsi obat-obatan yang mangganggu nafsu makan, nafsu makan berkurang, makanan yang ditawarkan tidak mengundang selera. Karena hal ini dapat menurunkan asupan protein bagi lansia, akibatnya lansia menjadi lebih mudah sakit dan tidak bersemangat. 3. Kekurangan vitamin D

Biasanya terjadi pada lansia yang kurang mendapatkan paparan sinar matahari, jarang atau tidak pernah minum susu, dan kurang mengkonsumsi vitamin D yang banyak terkandung pada ikan, hati, susu dan produk olahannya.

E.

Perencanaan

Makanan

untuk

Lansia

Perencanaan

makan

secara

umum

1. Makanan harus mengandung zat gizi dari makanan yang beraneka ragam, yang terdiri dari :

zat

tenaga,

zat

pembangun

dan

zat

pengatur.

2. Perlu diperhatikan porsi makanan, jangan terlalu kenyang. Porsi makan hendaknya diatur merata dalam satu hari sehingga dapat makan lebih sering dengan porsi yang kecil. Contoh menu :
y y y y y

Pagi : Bubur ayam Jam 10.00 : Roti Siang : Nasi, pindang telur, sup, pepaya Jam 16.00 : Nagasari Malam : Nasi, sayur bayam, tempe goreng, pepes ikan, pisang

3. Banyak minum dan kurangi garam, dengan banyak minum dapat memperlancar pengeluaran sisa makanan, dan menghindari makanan yang terlalu asin akan memperingan kerja ginjal serta mencegah kemungkinan terjadinya darah tinggi.

4. Batasi makanan yang manis-manis atau gula, minyak dan makanan yang berlemak seperti santan, mentega dll.

5. Bagi pasien lansia yang prose penuaannya sudah lebih lanjut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
y y y

Makanlah makanan yang mudah dicerna Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan goring-gorengan Bila kesulitan mengunyah karena gigirusak atau gigi palsu kurang baik, makanan harus lunak/lembek atau dicincang

y y

Makan dalam porsi kecil tetapi sering Makanan selingan atau snack, susu, buah, dan sari buah sebaiknya diberikan

6. Batasi minum kopi atau teh, boleh diberikan tetapi harus diencerkan sebab berguna pula untuk merangsang gerakan usus dan menambah nafsu makan.

7. Makanan mengandung zat besi seperti : kacang-kacangan, hati, telur, daging rendah lemak, bayam, dan sayuran hijau.

8. Lebih dianjurkan untuk mengolah makanan dengan cara dikukus, direbus, atau dipanggang kurangi makanan yang digoreng

Perencanaan

makan

untuk

mengatasi

perubahan

saluran

cerna

Untuk mengurangi resiko konstipasi dan hemoroid : 1. Sarankan untuk mengkonsumsi makanan berserat tinggi setiap hari, seperti sayuran dan buah-buahan segar, roti dan sereal. 2. Anjurkan pasien untuk minum paling sedikit 8 gelas cairan setiap hari untuk melembutkan feses. 3. Anjurkan untuk tidak menggunakan laksatif secara rutin , karena pasien akan menjadi tergantung pada laksatif.

F. Cara Memberi Makan Melalui Mulut (oral) 1. Siapkan makanan dan minuman yang akan diberikan 2. Posisikan pasien duduk atau setengah duduk. 3. Berikan sedikit minum air hangat sebelum makan. 4. Biarkan pasien untuk mengosongkan mulutnya setelah setiap sendokan. 5. Selaraskan kecepatan pemberian makan dengan kesiapan pasien, tanyakan pemberian makan terlalu cepat atau lambat. 6. Perbolehkan pasien untuk menunjukkan perintah tentang makanan pilihan pasien yang ingin dimakan.

7. Setelah selesai makan, posisi pasien tetap dipertahankan selama

30 menit.

G.

Prinsip

Pemberian

Makan

Melalui

Sonde

(NGT)

Pemberian makan melalui sonde ditujukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien yang memiliki masalah dalam menelan dan mengunyah makanan, seperti pada pasien-pasien stoke. Adapun prinsip pemberiannya adalah sebagai berikut : 1. Siapkan makanan cair dan minuman hangat 2. Naikkan bagian kepala tempat tidur 30 45 derajat pada saat memberi makan dan 30 menit setelah memberi makan. 3. Bilas selang sonde dengan air hangat terlebih dahulu. 4. Pastikan tidak ada udara yang masuk ke dalam sonde pada saat memberi makan atau air. Pastikan pula selang dalam keadaan tertutup selama tidak diberi makan. 5. Periksa kerekatan selang, jika selang longgar beritahu perawat. 6. Laporkan adanya mual dan muntah dengan segera. 7. Lakukan perawatan kebersihan mulut dengan sering.

H. Contoh Bahan Makanan untuk Setiap Kelompok Makanan 1. Bahan makanan sumber karbohidrat (zat energi) : nasi, bubur beras, nasi jagung, kentang, singkong, ubi, talas, biskuit, roti , crakers, maizena, tepung beras, tepung terigu, tepung hunkwe, mie, bihun. 2. Bahan makanan sumber lemak (zat energi) : Minyak goreng, minyak ikan, margarin, kelapa, kelapa parut, santan, lemak daging. 3. Bahan makanan sumber protein hewani : Daging sapi, daging ayam, hati, babat, usus, telur, ikan, udang. 4. Bahan makanan sumber protein nabati : Kacang ijo, kacang kedelai, kacang merah,

kacang tanah, oncom, tahu, tempe.

I. Prinsip Lima benar Pemberian Obat Oral 1. Benar obat : obat yang diberikan harus sesuai dengan resep dokter. 2. Benar dosis : jumlah obat yang diberikan tidak dikurangi atau dilebihkan. Penting diingat jenis obat antibiotik harus diberikan sampai habis. 3. Benar pasien : Pastikan obat diminum oleh pasien yang bersangkutan. 4. Benar cara pemberian yaitu melalui oral : berikan obat melalui mulut atau sonde. 5. Benar waktu : Pastikan pemberian obat tepat pada jadwalnya, misalnya 3 x 1 berarti obat diberikan setiap 8 jam dalam 24 jam ; jika 2 x1 berarti obat diberikan setiap 12 jam sekali.

UROLOGI Inkotinensia urine


Inkontinensia urin adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan bahkan tidak bisa sama sekali menahan kencing. Berdasarkan etiologinya, inkontinensia urin dibagi menjadi 1. Urgent Urinary Incontinence 2. Stress Urinary Incontinence 3. Overflow Urinary Incontinence 4. Inkontinensia Continue 5. Inkontinensia Urin Fungsional

URGENT URINARY INCONTINENCE (UUI) Penderita mengeluh tidak dapat menahan miksi segera setelah timbul sensasi ingin miksi.

Keadaan ini disebabkan oleh : 1. Hiperefleksia muskulus Detrusor disebabkan oleh adanya kelainan neurologis, di antaranya adalah GPDO/Stroke, trauma korda spinalis, sklerosis multipel, spina bifida atau mielitis transversal. 2. Instabilitas muskulus Detrusor sering disebabkan oleh adanya kelainan non neurologis, di antaranya adalah : obstruksi infravesika, post operasi infravesika, batu buli-buli, tumor buli- buli, dan sistitis. 3. Penurunan bladder compliance dapat disebabkan oleh kandungan kolagen pada matriks detrusor bertambah (misalnya pada sistitis tuberkulosa, sistitis post radiasi, pemakaian kateter menetap dalam jangka waktu lama, atau obstruksi infravesika oleh karena hiperplasi prostat), atau adanya kelainan neurologis (misalnya trauma spinal pada regio thorako-lumbal, pasca histerektomi radikal, reseksi abdomino perineal, dan mielodisplasia yang mencederai persarafan vesika) Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan urodinamik pada sistometrogram. Penanggulangan inkontinensia urgensi terdiri atas pengobatan penyakit penyebab bila ada. Hiperaktivitas detrusor dapat dihambat dengan parasimpatolitik, seperti probantin atau antrenil. Kadang digunakan juga latihan kandung kemih. Terapi bedah, seperti transeksi kandung kemih, blok sakral saraf, atau neurektomi sakral, jarang menghasilkan perubahan atau keadaan memuaskan.

INKONTINENSIA STRESS (STRESS URINARY INCONTINENCE SUI) SUI adalah keluarnya urin dari urethra pada saat terjadi peningkatan tekanan intraabdominal (dipacu oleh batuk, bersin, tertawa, berjalan, berdiri, atau mengangkat benda berat), terjadi karena faktor sfingter yang tidak mampu menahan tekanan intraurethra pada saat tekanan intravesika me-ningkat (bulibuli terisi). Pada pria biasanya terjadi oleh karena kerusakan sfingter urethra eksterna pasca prostatek-tomi radikal, sedangkan pada wanita disebabkan oleh 2 keadaan yaitu :  Hipermobilitas urethra Kelemahan otot-otot dasar panggul menyebabkan terjadinya penurunan (herniasi) dan angulasi diafragma urogenital pada saat terjadinya peningkatan tekanan intraabdominal sehingga menyebabkan bocornya urin dari vesika meskipun tidak ada peningkatan tekanan intravesika. Selain itu, kelemahan otot ini dapat menyebabkan prolapsus uteri, sistokel, atau enterokel. Penyebab kelemahan

ini adalah trauma persalinan, histerektomi, perubahan hormonal (misalnya defisiensi estrogen pada masa menopause menyebabkan terjadinya atrofi jaringan genitourinaria), atau ke-lainan neurologi.  Defisiensi intrinsik sfingter urethra dapat disebabkan karena suatu trauma, penyulit dari operasi, radiasi, atau kelainan neurologi, dimana ciri-cirinya adalah sfingter urethra interna dan eksterna tetap terbuka pada keadaan istirahat meskipun tidak ada kontraksi dari muskulus Detrusor. Pembagian SUI (Blaivas dan Olsson (1988) atas dasar penurunan letak diafragma urogenital dan urethra setelah penderita diminta melakukan manuver Valsava adalah : tipe 0 : penderita mengeluh SUI tetap pada pemeriksaan tidak ditemukan adanya kebocoran urin, akan tetapi pada video urodinamika paska manuver Valsava terlihat diafragma urogenital terbuka. tipe I : jika terdapat penurunan < 2 cm dan kadang-kadang disertai dengan sistokel yang kecil. tipe II : jika penurunan > 2 cm dan seringkali disertai dengan adanya sistokel; dalam hal ini mungkin sistokel terdapat di dalam vagina (tipe IIa) atau di luar vagina (tipe IIb). tipe III : diafragma urogenital tetap terbuka meskipun tanpa adanya kontraksi detrusor maupun manuver Valsava, sehingga urin selalu keluar karena faktor gravitasi atau peningkatan minimal tekanan intravesika (oleh karena defisiensi intrinsik sfingter urethra).

Penatalaksanaan 1. Non medikamentosa 2. Medikamentosa Agonis adrenergik (oksibutinin, propantheline bromide, tolterodine tartrate), Antidepresan trisiklik Latihan Kegel

(imipramine), Hormonal (estrogen) 3. Operatif Kolposuspensi, TVT (Tension Free Vaginal Tape), injeksi kolagen periurethral

INKONTINENSIA PARADOKSAL (OVERFLOW URINARY INCONTINENCE OUI)  OUI adalah keluarnya urin tanpa dapat dikontrol pada keadaan volume urin dalam buli-buli yang melebihi kapasitasnya.  Kondisi muskulus detrusor atoni atau arefleksia.

 Hal ini ditandai dengan overdistensi vesika urinaria, sehingga urin selalu menetes keluar dengan sendirinya.  Kelemahan muskulus Detrusor ini dapat disebabkan karena obstruksi urethra, neuropati diabetikum, trauma spinal, defisiensi vitamin B12, efek samping pemakaian obat, maupun post operasi daerah pelvis.  Penatalaksanaan nonmedikamentosa OUI adalah dengan menggunakan bladder retraining.  Penatalaksanaan operatif OUI adalah dengan menggunakan desobstruksi maupun kateterisasi intermitten atau menetap.

INKONTINENSIA CONTINUE Definisi Urin yang selalu keluar setiap saat dan dalam berbagai posisi. Etiologi Fistula sistem urinaria yang menyebabkan urin tidak melewati sfingter urethra. 2 macam fistula 1. Fistula vesikovagina terdapat lubang yang menghubungkan buli-buli dan vagina. Jika lubangnya cukup besar, buli-buli tidak pernah terisi dengan urin, karena urin yang berasal dari kedua ureter tidak sempat tertampung di buli-buli dan keluar melalui fistula ke vagina. Fistula vesikovagina sering kali disebabkan oleh operasi ginekologi, trauma obstetri, atau pasca radiasi di daerah pelvik 2. Fistula ureterovagina yaitu terdapat hubungan langsung antara ureter dengan vagina. Keadaan ini juga disebabkan karena cedera ureter pasca operasi daerah pelvis Penyebab lain Muara ureter ektopik pada anak perempuan. Pada kelainan bawaan ini, salah satu ureter ber-muara pada uretra di sebelah distal dari sfingter uretra eksternum. Urin yang disalurkan melalui ureter ektopik langsung keluar tanpa melalui hambatan sfingter uretra eksterna sehingga selalu bocor. Gejala khas muara ureter ektopik sama dengan fistula ureterovagina, yaitu selalu merembes keluar,

tetapi pasien masih bisa melakukan miksi seperti orang normal

INKONTINENSIA URIN FUNGSIONAL Sebenarnya pasien ini kontinen, tetapi karena adanya hambatan tertentu, pasien tidak mampu untuk menjangkau toilet pada saat keinginan miksi timbul sehingga kencingnya keluar tanpa dapat ditahan. Hambatan itu dapat berupa gangguan fisis, gangguan kognitif, maupun pasien yang sedang mengkonsumsi obat-obat tertentu. Gangguan fisis yang dapat menimbulkan inkontinensia fungsional antara lain : gangguan mobilitas akibat arthritis, paraplegia inferior, stroke, atau gangguan kognitif akibat suatu delirium maupun demensia. Beberapa jenis obat-obatan yang dapat mem-pengaruhi kontinensi d iantaranya Jenis obat Diuretikum Antikolinergik Sedative / hipnotikum Narkotikum Antagonis adrenergik alfa Penghambat kanal kalsium Efek pada kontinensia Buli-buli cepat terisi Gangguan kontraksi detrusor Gangguan kognitif Gangguan kontraksi detrusor Menurunkan tonus sfingter internus Menurunkan kontraksi detrusor

Pada pasien tua seringkali mengeluh inkontinensia urin sementara (transient), yang dipacu oleh beberapa keadaan yang disingkat DIAPPERS, yakni Delirium, Infection (infeksi saluran kemih), Atrophic vaginitis/uretrhitis, pharmaceutical, Psychological, Excess urin output, Restricted mobility, dan Stool impaction.

HIPERPLASIA PROSTAT

McNeal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, yaitu : 1. Zona perifer

2. Zona central 3. Zona transisional 4. Zona fibromusler anterior 5. Zona periuretra Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5 - reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu mRNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor dalam memacu pertumbuhan kelenjar prostat. Etiologi Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah : 1. Teori dihidrotestosteron Dihidrotestosteron adalaa metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron dalam sel prostat oleh enzim 5 reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. 2. Ketidak seimbangan esterogen dan testosteron Pada usia semakin tua, kadar testosteron menurun sedangkan kadar estrigen relatif tetap sehingga perbandingan antara esterogen : testosteron relatif meningkat. Telah diketahui bahwa esterogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar. 3. Interaksi stroma epitel Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak

langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma. 4. Berkurangnya kematian sel prostat Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologi untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada keadaan normal, berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehinga menyebabkan pertambahan massa prostat. Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang menghambat proses apoptosis. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktifitas kematian sel kelenjar prostat. Esterogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGF berperan dalam proses apoptosis. 5. Teori sel stem Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatannya aktifitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupu sel epitel. Patofisiologi Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghanbat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, bulibuli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau Lower Urinary Tract Symtom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus.

Tekanan intravasikal yang tinggi diteruskan keseluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari bulibuli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. Manifestasi klinis Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih 1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah Gejala obstruksi dan iritasi sesuai dengan IPSS (International Prostat Symptom Score) : Keluhan miksi : y y y y y y y Incomplete voiding Frequency Intermitten Urgency Weak stream Straining Nocturia

Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai dari 0-5 y y y y y y 0 = tidak pernah 1 = pernah 2 = kurang dari separuh waktu 3 = separuh waktu 4 = lebih dari separuh waktu 5 = hampir selalu

Kualitas hidup pasien : Setiap pertanyaan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai 1-7 y y y 1 = Seperti biasa 2 = Sangat Senang 3 = Senang

y y y y

4 = Satisfied 5 = Terganggu 6 = Tidak bahagia 7 = Terrible gara-gara gejalanya

Dari IPSS itu dapat dikelompokkan gejala saluran kemih bawah dalam 3 derajat, yaitu : 0-7 (Ringan), 8-19 (Sedang) 20-35 (Berat) 2. Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis 3. Gejala di luar saluran kemih Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh karena adanya hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal

Pemeriksaan Fisik Derajat berat BPH berdasarkan gambaran klinis Derajat I II III IV Colok dubur Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai Batas atas tidak dapat diraba Sisa volume urin <50 ml 50-100 ml >100ml Retensi urin total

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urin berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan. Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas, sedangkan gula darah dimaksudkan untuk mencari kemungkinman adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelinan persyarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik). Jika dicurigai adanya keganasan prostat perlu dipriksa kadar penanda tumor PSA.

Pencitraan Poto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urin. Pemeriksaan PIV dapat menerangkan kemungkinan adanya (1) kelainan pada ginjal maupun urete berupa hidroureter atau hidronefrosis, (2) memper-kirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter disebelah distal yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish, dan (3) penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau sakulasi buli-buli. Pemeriksaan PIV ini sekarang tidak direkomendasikan pada BPH. Pemeriksaan ultrasonografgi transrektal atau TRUS, dimaksudkan unutk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna, sebagai guidance (petunjuk) untuk melakukan biopsy aspirasi prostat, menentukan jumlah residual urin, dan mencari kelainan lain yang mungkin ada di dalam buli-buli. Di samping itu ultrasonografi transabdominal mampu untuk mendeteksi adanya hidronefrosis atauapun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama. Pemeriksaan Lain Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur o Residual urin yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin dapat dihitung dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah

miksi o Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan menghitung

Penatalaksanaan Tidak semua pasien BPH perlu menjalani tindakan medis. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat dan konsultasi saja. Namun di antara mereka akhirnya ada yang medikamentosa atau tindakan medik lainnya karena keluhan makin parah. Tujuan terapi pada pasien BPH adalah : 1. memperbaiki keluhan miksi 2. meningkatkan kualitas hidup 3. mengurangi obstruksi infravesika 4. mengembalikan fungsi ginjal bila terjadi gagal ginjal 5. mengurangi volume residu urin setelah miksi 6. mencegah progresifitas penyakit Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endouroligi yang kurang invasif.

Observasi Watchfull waiting

Medikamentosa Penghambat adrenergic

Operasi Prostatktomi terbuka Endourologi

Invasif minimal TUMT TUBD Stent Uretra TUNA

Penghambat reduktase 1. TUR P 2. TUIP Filoterapi Hormonal 3. TULP Elektrovaporasi

Watchfull waiting Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasienn bph dengan skor IPPS dibawah tujuh, yaitu keluhan ringan yang tidak menggaunggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendaptkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dap memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi bulbuli (kopi atau cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama. Secara periodic pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memekai skor yang baku), di samping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau oroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu difikirkan untuk memilih terapi yang lain.

Medikamentosa Tujuan terapi madiakmentosa adalah berusaha untuk : 1. mengurangi resistensi otot polos prostat sebaagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa 2. mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengancara menurunkan kadar hormon testosterone/dehidrostestosteron (DHT) melalui penghambat 5 reduktase Selain kedua cara di atas, sekarnag banyak dipakai terapi menggunakan fitofarmaka yang mekanisme kerjanya masih belum jelas.

Penghamabat reseptor adrenergicCaine adalah yang pertamakali melaporkan penggunaan oabat penghambat adrenergic alfa sebagai salah satu terapi BPH. Pada saat itu dipakai fenoksibenzamin, yaitu penghambat alfa yang tidak selektif yang ternyata mampu memperbaiki laju pancara miksi dan mengurang keluhan miksi. Sayangnya obat ini tidak disenangi oleh pasien karena menyebabkan komplikasi sistemik yang tidak diharapkan, di antaranya adalah ipotensi postrural dan kelainan kardivaskulaer lainnya.

Diketemukannya obat penghambat adrenergic- 1 dapat mengurangi penyulit sistemik yang diakibatkan oleh efek hambatan pada 2 pada fenoksibenzamin. Beberapa golongan obat peng-hambat adrenergic- 1 adalah : prazisin ang diberikan 2 kali sehari. Obat-obatan golongan ini di-laporkan dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin. Akhir-akhir ini telah diketemukan pada golongan penghambat adrenergic- 1A, yaitu tamsulosin yang sangat selektif terhadap otot polos prostat. Dilaporkan bahwa obat ini mempu memperbaiki pancaran miksi tanpa menimbulkan efek terhadap tekanan darah maupun denyut jantung.

Penghambat 5 -reduktase Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan DHT dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 -reduktase di dalam sel-sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Dilaporkan bahwa pemberian obat ini (Finasteride) 5 mg sehari yang diberikan sekali setelah enam bulan mampu menyebabkan penuruanan prostat hingga 28%; hal ini memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi.

Fitofarmako Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai anti estrogen, anti androgen, menurunkan kadar sex hormon binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factor (BFGF) dan inflamasi, menurunkan outflow resistance, dan memperkecil volume prostat. Diantara fititerapi yang banyak dipasarkan adalah : Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica, dan masih banyak lagi.

Operasi

Pembedahan Penyelesaian masalah pasien BPH jangka panjang yang paling baik saat ini adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non invasif lainnya membutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk melihat hasil terapi. Deobstruksi kelenjar prostat akan memyembuhkan gejala obstruksi dan miksi yang tidak lampias. Hal ini dapat dikerjakan dengan cara operasi terbuka, reseksi prostat transuretral (TURP) atau insisi prostat transuretra (TUIP atau BNI). Pembedahan direkomendasikan pada pasien-pasien BPH yang : 1. Tidak menunjukkkan perbaikan setelah terapi medikamentosa 2. Mengalami retensi urin 3. ISK berulang 4. Hematuri 5. Gagal ginjal 6. timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah.

Pembedahan Terbuka Beberapa macam teknik operasi prostatktomi terbuka adalah metode dari milin yaitu melakukan enukliasi kelenjar prostat melalui pendekatan retropubik infravesika, freyer melalui pen dekatan suprapubik transvesika, atau transperineal. Prostatktomi terbuka adalah tindakan yang paling tua yang masih banyak dikerjakan saat ini, paling invasif dan paling efisien bagi terapi BPH. Prostatktomi terbuka dapt dilakukan melalui pendekatan suprabubik transvesikal (freyer), atau retropubik infravesikal (milin). Prostatktomi terbuka dianjurkan untuk prostat yang sangat besar (> 100 g) Penyulit yang dapat terjadi setelah prostatktomi terbuka adalah inkontinensia urin (3%) impotensi (5-10%) ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (3-5%). Dibandingkan dengan TURP dan BNI, penyulit yang terjadi berupa striktura uretra dan ejakulasi retrograde lebih banyak dijumpai pada prostatktomi terbuka. Perbaikan gejala klinis sebanyak 85-100% dan angka mortalitas sebanyak 2%.

Pembedahan Endourologi Saat ini tindakan TURP merupkan perasi paling banyak dikerjakan di eluruh dunia. Operasi ini

lebih disenangi karena tidak perlu diinsisi pada kulit perut, masa mondok lebih cepat, dan memberkan hasil yang tidak banyak berbeda dengan operasi terbuka. Pembedahan endourologi trasuretra dapat dilakukan dengan memakai tenaga elktrik TURP atau denga memakai energi laser. Operasi terhadap prostat berupa reseksi (TUPR) atau insisi (TUIP), atau evaporasi.

TURP Reseksi kelenjar prostat silakukan transuretra dengna menggunakan cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adaah berupa larutan non ionic, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah, yaitu H2O steril (aquadest). Salah satu kerugian dari aquadest adalah sifatnya yang hipotonik sehingga caira ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan H2O dapat menyebabkan hiponatremia relative atau gejala toksikasi air (sindroma TURP). Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelsah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami oedema otak yang akhirnya jath adlam koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini sebesar 0,99%. Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP operator harus membatasi diri untuk tidak melaukukan operasi lebih dari 1jam. Disamping itu, beberapa operator memasang sistostomi suprapubik terlebih dahulu sebelum reseksi diharaka dapat mengurangi penyerapan air ke sirkulasi sistemik. Penggunaan cairan non ionic lain selain H2O yaitu glisin, dapat mengurangi resiko hiponatremi pada TURP, tetapi karena harganya cukup mahal, beberapa klinik urologi di Indonesia lebih memilih pemakaian aQuades sebagai cairan irigasi. Selain sindroma TURP beberapa penyulit bias terjadi pada saat operasi, pasca bedah dini, maupun pasca bedah lanjut. Selama operasi Perdarahan Sindroma TURP Perforasi Pasca bedah dini Perdarahan Infeksi sistemik Ejakulasi dini local atau Pasca bedah lanjut Inkontinensia Disfungsi ereksi

Striktura uretra

Pada BPH yang tidak begitu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan ada ppasien yang umurnya masih muda hanya diperlukan insisi kelenjar prostat atau TUIP (insisi leher buli-buli) atau BNI. Sebelum melakukan tindakan ini, harus disingkirkan kemungkianan adanya kasinoma prostat dengan melakukan colok dubur, melakukan pemeriksaan USG transrectal dan pengukuran kadar PSA.

Elektrovaporasi prostat Cara ini sama dengan TURP hanya saja teknik memakai roller ball yang spesifik dan dengan mesin diaterm yang cukup kuat sehingga mampu membuat vaporisisasi kelenjar prostat. Tekhnik cukup aman, tidak banyak menimbulkan perdar ahan saat operasi, dan masa mondok di RS lebih singkat. Namun teknik ini hanya diperuntukkan pada prostat yang tidak terlaluabesar (<50 g) dan memutuhkan waktu operasi lebih lama.

Laser postatektomi Energi laser mulai dipakai sebagai terapi BPH sejak tahun 1986 yang dari tahun ke atahun mengalami peneyempurnaan. Terdapat 4 jenis energi yang dipakai yaitu Nd: YAG, holmium:YAG, KTP: YAG, dan diode yang dapat dipancarkan melalaui bare fibre, right angle fibre, interstitial fibre. Kelenjar prostat pada suhu 60-65 0 Celcius akan mengalami koagulasi dan pada suhu 100 0 celcius mengalami vaporisasi. Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian laser ternyata lebih sedikit menimbulkan komplikasi, dapat dikerjakan secar poliklinis, penyembuhan lebih cepat, dan dengan hasil yan kurang lebih sama. Sayangnya terapi ini membutuhkan terapio ulang 2 % setiap tahun. Kekurangannya ialah: tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali pada Ho:YAG), sering banyak menimbulkan disuria pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi, dan peak flow rate lebih rendah dari pasca TURP. Penggunaan pembedahan dengan energi laser telah berkembang akhir-akhr ini. Penelitian memakai Nd:YAg menunjukkan hasil yang hamper sama dengan cara diobstruksi TURP terutama dalam perbaikan skor miksi dan pancaran urin. Meskipun demikian efek lbih lanjut dari laser masih belum diketahui dengan pasti. Teknik ini

dianjurkan padfa pasien yang memakai terapi antikoagulan dalam jangka waktu lama atau tidak dapat dilakukkan TURP karena kesehatannya.

Tindakan invasif minimal Saat ini sedang dikembangkan tindakan invasif minimal yang terutama ditujukan untuk pasien yang mempunyai resiko tinggi terhadap pembedahan. Tindakan invasif minimal antara lain : 1. termoterapi termoterapi kelenjar prosatat adalah pemenasan kelenjar dengan gelombang mikro pada frekuensi 915-1296 MHz yang dipancarkan melalui antena yang diletakkan didalam uretra. Dengan pemanasan yang melebihi 44 0 celcius menyebabkan destruksi jaringan pada zona transisional prostat karena nekrosisi koagulasi. Prosedur ini dapat dikerjakan secara poliklinis tanpa pemberian pembiusan, morbiditasnya relative rendah, dan dapat dijalani oleh pasien yang kondisinya kurang baik jika menjalani pembedahan. Cara ini direkomendasikan bagi prostat yang ukurannya kecil. 2. TUNA (transurethral Needle ablation of the prostate) Teknik ini memakai energi darai frekuensi radio yang menimbulkan panas sampai mencapai 100 0 C, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostt. System ini terdiri atas kateter TUNA yang dihubungkan dengan generator yang dapat membangkitkan energi pada frekuensi radio 490 kHz. Kateter dimasukkan ke dalam uretra melalui sistoskopi dengan pemberian silokain topical sehingga jarumyang terletak pada ujung kateter terletakpada kelenjar prostat. Pasien serig kali masih mengeluh hematuria, disuria, retensi urin dan epididimo orchitis. 3. Stent Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal diantara leher buli-buli dan disebelah proksimal verumontanum sehingga urin dapat leluasa melewati lumen uretra prostatika. Stent dapat dipasang secara temporer atau permanent. Yang temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak terserap dan tidak mengadakan reaksi dengan jaringan. Alat ini dipasang dan dilepas kembali secar endoskopi Stent yang permanent, terbuat dari anyaman dari bahan logam super alloy , nikel, atau titanium. Dalam jangka waktu lama, bahn ini akan diliputi oleh urotelium sehingga jika suatu saat ingin dilepas, harus membutuhkan anestesi umum atau regional. Pemasangan alat ini diperuntukkan bagi pasien yang tidak mungkin menjalani operasi Karena resiko pembedahan yang cukup tinggi.

Seringkali stent sapat terlepas dari insersinya di uretra posterior atau mengalami encrustasi. Sayangnya etelah pemasangn kateter ini, pasien masih merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif, perdarahan uretra, atau ras tidak enak di daerah penis. 4. HIFU (High Intensity Fokused Ultrasound) Energi panas yang ditujukan untuk menimbulakn nekrosis pada prostat berasla dari gelombang ultrasonografi dari transduser piezokeramik yang mempunyai frekuensi 0,5-10 MHz. Energi dipancarkan melalui alat yang diletakkan transrectal dan difokuskan pada kelenjar prostat. Teknik ini memmerlukan anestesi umum. Data klinis menunjukkan terjadi perbaikan klinis 50-60% dan Q maks rata-rata 40-50%. Efek lebih lanjut dari tindakan belum diketahui, dan semantara tercatat bahwa kegagalan terapi terjadi sebanyak 10% setiap tahun. Meskipun sudah banyak modalitas yang telah diketemukan, untuk mengobati pembesaran prostat, sampai saat ini terapi yang memberikan hasil paling memuaskan adalah TURP.

Kontrol berkala Setiap pasien hiperplasi prostat yang telah mendapatkan pengobatan perlu kontrol secara teratur untuk mengetahui perkembangan penyakitnya. Jadwal kontrol tergantung pada tindakan apa yang sudah dijalaninya. Pasien yang hanya mendapatkan pengawasan dianjurkan kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah terjadi perbaikan klinis. Penilaian dilakukan dengan pemeriksaan skor IPPS, uroflometri, dan residu urin pasca miksi. Pasien yang mendapatkan terapi penghambat 5 -reduktase harus dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke 6 untuk menilai respon terhadap terapi. Kemudian setiap tahun ntuk menilai perubahan gejala miksi. Pasien yang menjalani pengobatan penghambat 5 -adrenergik harus dinilai respon terhadap pengobatan setelah 6 minggu dengan melakukan pemeriksaan IPPS, uroflometri, dan residu urin pasca miksi. Kalau terjadi perbaikan gejala tanpa menunjukkan penyulit yang berarti, pengobatan dapat diteruskan. Selanjutnya kontrol dilakukan setelah 6 bulan dan kemudian setiap tahun. Pasien setelah menerima pengobatan secara mediaka mentosa dan tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan perlu dipkirkan tindakan pembedahan atau terapi intervensi yang lain. Setelah pembedahan, pasien harus menjlani kontrol paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk

menegetahui kemungkinan terjadinya penyulit. Kontrol selanjutnya setelah 3 bulan untuk mengetahui hasil akhir operasi. Pasien yang mendapatkan terapi invasif minimal harus menjalani kontrol secara teratur dalam jangka waktu lama, yaitu setelah 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan setiap tahun. Pada pasien yang mendapatkan terapi invasif minimal, selain dilakukan penilaian terhadap skor miksi, dilakukan pemeriksaan kultur urin.

NEUROLOGI

DEMENSIA
DEMENSIA

Definisi Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak organik, diikuti keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk gangguan fungsi kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran konseptual. Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif. Demensia adalah Sindrom penyakit akibat kelainan otak bersifat kronik / progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (Kortikal yang multiple) yaitu ; daya ingat , daya fikir , daya orientasi , daya pemahaman , berhitung , kemampuan belajar, berbahasa , kemampuan menilai. Kesadaran tidak berkabut , Biasanya disertai hendaya fungsi kognitif , dan ada kalanya diawali oleh kemerosotan (detetioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial atau motivasi sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit kardiovaskular, dan pada kondisi lain yang

secara primer atau sekunder mengenai otak. Epidemiologi Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada kelompok usia diatas 65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat mencapai 5 persen, sedangkan pada kelompok usia diatas 85 tahun prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen.

Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer (Alzheimers diseases). Prevalensi demensia tipe Alzheimer meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk seseorang yang berusia 65 tahun prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen pada wanita. Pada usia 90 tahun, prevalensinya mencapai 21 persen. Pasien dengan demensia tipe Alzheimer membutuhkan lebih dari 50 persen perawatan rumah (nursing home bed).

Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia

vaskuler, yang

secara kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler. Hipertensi merupakan faktor predisposisi bagi seseorang untuk menderita demensia. Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30 persen dari seluruh kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemui pada seseorang yang berusia antara 60 hingga 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar 10 hingga 15 persen pasien menderita kedua jenis demensia tersebut. Penyebab demensia paling sering lainnya, masing-masing mencerminkan 1 hingga 5 persen kasus adalah trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan alkohol, dan berbagai jenis demensia yang berhubungan dengan gangguan pergerakan, misalnya penyakit Huntington dan penyakit Parkinson. Karena demensia adalah suatu sindrom yang umum, dan mempunyai banyak penyebab, dokter harus melakukan pemeriksaan klinis dengan cermat pada seorang pasien

dengan demensia untuk menegakkan penyebab demensia pada pasien tertentu. Etiologi Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas 65 tahun adalah (1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3) campuran antara keduanya. Penyebab lain yang mencapai kira-kira 10 persen diantaranya adalah demensia jisim Lewy (Lewy body dementia), penyakit Pick, demensia frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal, demensia alkoholik, demensia infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV) atau sifilis) dan penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan penatalaksanaan klinis berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti kelaianan metabolik (misalnya hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat), atau sindrom demensia akibat depresi. Pada tabel 2.1 berikut ini dapat dilihat kemungkinan penyebab demensia :

Demensia Degeneratif Penyakit Alzheimer Demensia frontotemporal (misalnya; Penyakit Pick) Penyakit Parkinson Demensia Jisim Lewy Ferokalsinosis serebral idiopatik (penyakit Fahr) Kelumphan supranuklear yang progresif Lain-lain Penyakit Huntington Penyakit Wilson

Leukodistrofi metakromatik Trauma Dementia pugilistica, posttraumatic dementia Subdural hematoma Infeksi Penyakit Prion (misalnya penyakit Creutzfeldt-Jakob, bovine spongiform encephalitis, (Sindrom GerstmannStraussler) Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) Sifilis Kelainan jantung, vaskuler dan 5

Neuroakantosistosis Kelainan Psikiatrik Pseudodemensia pada depresi Penurunan fungsi kognitif pada skizofrenia lanjut Fisiologis Hidrosefalus tekanan normal Kelainan Metabolik Defisiensi vitamin (misalnya

vitamin B12, folat) Endokrinopati (e.g., hipotiroidisme) Gangguan metabolisme kronik (contoh : uremia) Tumor Tumor primer maupun metastase (misalnya meningioma atau tumor metastasis dari tumor payudara atau tumor paru) anoksia Infark serebri (infark tunggak mauapun mulitpel atau infark lakunar) Penyakit Binswanger (subcortical arteriosclerotic encephalopathy) Insufisiensi hemodinamik (hipoperfusi atau hipoksia) Penyakit demielinisasi Sklerosis multipel Obat-obatan dan toksin Alkohol Logam berat Radiasi Pseudodemensia akibat

pengobatan (misalnya penggunaan antikolinergik) Karbon monoksida

Demensia Tipe Alzheimer Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang selanjutnya diberi nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia menggambarkan seorang wanita berusia 51 tahun dengan perjalanan demensia progresif selama 4,5 tahun. Diagnosis akhir Alzheimer didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak; meskipun demikian, demensia Alzheimer biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab demensia lain telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostik. Faktor Genetik Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih belum diketahui, telah terjadi kemajuan dalam molekular dari deposit amiloid yang merupakan tanda utama neuropatologi gangguan. Beberapa peneliti menyatakan bahwa 40 % dari pasien demensia mempunyai riwayat keluarga menderita demensia tipe Alzheimer, jadi setidaknya pada beberapa kasus, faktor genetik dianggap berperan dalam perkembangan demensia tipe Alzheimer tersebut. Dukungan tambahan tentang peranan genetik adalah bahwa terdapat angka persesuaian untuk kembar monozigotik, dimana angka kejadian demensia tipe Alzheimer lebih tinggi daripada angka kejadian pada kembar dizigotik. Dalam beberapa kasus yang telah tercatat dengan baik, gangguan ditransmisikan dalam keluarga melalui satu gen autosomal dominan, walau transmisi tersebut jarang terjadi. Protein prekursor amiloid Gen untuk protein prekusor amiloid terletak pada lengan panjang kromosom 21. Melalui proses penyambungan diferensial, dihasilkan empat bentuk protein prekusor amiloid. Protein beta/ A4, yang merupakan konstituen utama dari plak senilis, adalah suatu peptida dengan 42-asam

amino yang merupakan hasil pemecahan dari protein prekusor amiloid. Pada kasus sindrom Down (trisomi kromosom 21) ditemukan tiga cetakan gen protein prekusor amiloid, dan pada kelainan dengan mutasi yang terjadi pada kodon 717 dalam gen protein prekusor amiloid, suatu proses patologis yang menghasilkan deposit protein beta/A4 yang berlebihan. Bagaimana proses yang terjadi pada protein prekusor amiloid dalam perannya sebagai penyebab utama penyakit Alzheimer masih belum diketahui, akan tetapi banyak kelompok studi yang meneliti baik proses metabolisme yang normal dari protein prekusor amiloid maupun proses metabolisme yang terjadi pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Gen E4 multipel Sebuah penelitian menunjukkan peran gen E4 dalam perjalanan penyakit Alzheimer. Individu yang memiliki satu kopi gen tersebut memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar daripada individu yang tidak memiliki gen E4 tersebut, dan individu yang memiliki dua kopi gen E4 memiliki kemungkinan delapan kali lebih besar daripada yang tidak memiliki gen tersebut. Pemeriksaan diagnostik terhadap gen ini tidal direkomendasikan untuk saat ini, karena gen tersebut ditemukan juga pada individu tanpa demensia dan juga belum tentu ditemukan pada seluruh penderita demensia. Neuropatologi Penelitian neuroanatomi otak klasik pada pasien dengan penyakit Alzheimer

menunjukkan adanya atrofi dengan pendataran sulkus kortikalis dan pelebaran ventrikel serebri. Gambaran mikroskopis klasik dan patognomonik dari demensia tipe Alzheimer adalah plak senilis, kekusutan serabut neuron, neuronal loss (biasanya ditemukan pada korteks dan hipokampus), dan degenerasi granulovaskuler pada sel saraf. Kekusutan serabut neuron (neurofibrillary tangles) terdiri dari elemen sitoskletal dan protein primer terfosforilasi, meskipun jenis protein sitoskletal lainnya dapat juga terjadi. Kekusutan serabut neuron tersebut tidak khas ditemukan pada penyakit Alzheimer, fenomena tersebut juga ditemukan pada sindrom Down,

demensia pugilistika (punch-drunk syndrome) kompleks Parkinson-demensia Guam, penyakit Hallervon-Spatz, dan otak yang normal pada seseorang dengan usia lanjut. Kekusutan serabut neuron biasanya ditemukan di daerah korteks, hipokampus, substansia nigra, dan lokus sereleus.

Plak senilis (disebut juga plak amiloid), lebih kuat mendukung untuk diagnosis penyakit Alzheimer meskipun plak senilis tersebut juga ditemukan pada sindrom Down dan dalam beberapa kasus ditemukan pada proses penuaan yang normal. Neurotransmiter Neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi dari demensia Alzheimer adalah asetilkolin dan norepinefrin. Keduanya dihipotesis menjadi hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Beberapa penelitian melaporkan pada penyakit Alzheimer ditemukannya suatu degenerasi spesifik pada neuron kolinergik pada nukleus basalis meynert. Data lain yang mendukung adanya defisit kolinergik pada Alzheimer adalah ditemukan konsentrasi asetilkolin dan asetilkolintransferase menurun. Penyebab potensial lainnya Teori kausatif lainnya telah diajukan untuk menjelaskan perkembangan penyakit Alzheimer. Satu teori adalah bahwa kelainan dalam pengaturan metabolisme fosfolipid membran menyebabkan membran yang kurang cairan yaitu, lebih kaku dibandingkan dengan membran yang normal. Penelitian melalui spektroskopik resonansi molekular (Molecular Resonance Spectroscopic; MRS) mendapatkan kadar alumunium yang tinggi dalam beberapa otak pasien dengan penyakit Alzheimer. Familial Multipel System Taupathy dengan presenile demensia Baru-baru ini ditemukan demensia tipe baru, yaitu Familial Multipel System Taupathy, biasanya ditemukan bersamaan dengan kelainan otak yang lain ditemukan pada orang dengan penyakit Alzheimer. Gen bawaan yang menjadi pencetus adalah kromosom 17. Gejala penyakit berupa gangguan pada memori jangka pendek dan kesulitan mempertahankan keseimbangan dan

pada saat berjalan. Onset penyakit ini biasanya sekitar 40 50 detik, dan orang dengan penyakit ini hidup rata-rata 11 tahun setelah terjadinya gejala. Seorang pasien dengan penyakit Alzheimer memiliki protein pada sel neuron dan glial seperti pada Familial Multipel System Taupathy dimana protein ini membunuh sel-sel otak. Kelainan ini tidak berhubungan dengan plaq senile pada pasien dengan penyakit Alzheimer.

Demensia vaskuler Penyebabnya adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel yang menimbulkan gejala berpola demensia. Ditemukan umumnya pada laki-laki, khususnya dengan riwayat hipertensi dan faktor resiko kardiovaskuler lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkhim multipel yang menyebar luas pada otak (gambar 2.2). Penyebab infark berupa oklusi pembuluh darah oleh plaq arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat lain( misalnya katup jantung). Pada pemeriksaan akan ditemukan bruit karotis, hasil funduskopi yang tidak normal atau pembesaran jantung.Makroskopis korteks serebral pada potongan koronal dari suatu kasus demensia vascular. Infark lakunar bilateral multipel mengenai thalamus, kapsula interna dan globus palidus.Pasien dengan demensia kronik biasanya memerlukan perawatan custodial. Pasien biasanya mengalami kemunduran perilaku, seperti menghisap jari,khas pada jenis ini. Penyakit Binswanger Dikenal juga sebagai ensefalopati arteriosklerotik subkortikal, ditandai dengan ditemukannya infark-infark kecil pada subtansia alba yang juga mengenai daerah korteks serebri (Gambar 2.4). Dulu dianggap penyakit yang jarang terjadi tapi dengan pencitraan yang canggih dan kuat seperti resonansi magnetik (Magnetic Resonance Imaging; MRI) membuat penemuan kasus ini menjadi lebih sering. Penyakit Pick

Penyakit Pick ditandai atrofi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal. Daerah tersebut mengalami kehilangan neuronal, gliosis dan adanya badan Pick neuronal, yang merupakan massa elemen sitoskeletal. Badan Pick ditemukan pada beberapa spesimen postmortem tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis. Penyebab dari penyakit Pick tidak diketahui. Penyakit Pick berjumlah kira-kira 5% dari semua demensia ireversibel. Penyakit ini paling sering pada laki-laki, khususnya yang memiliki keluarga derajat pertama dengan penyakit ini. Penyakit Pick sukar dibedakan dengan demensia Alzheimer. Walaupun stadium awal penyakit lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang relatif bertahan. Gambaran sindrom Kluver-Bucy (contohnya: hiperseksualitas, flaksiditas, hiperoralitas) lebih sering ditemukan pada penyakit Pick daripada pada penyakit Alzheimer.

Penyakit Jisim lewy (Lewy body diseases) Penyakit Jisim Lewy adalah suatudemensia yang secara klinis mirip dengan penyakit Alzheimer dan sering ditandai oleh adanya halusinasi, gambaran Parkinsonisme, dan gejala ekstrapiramidal. Inklusi Jisim Lewy ditemukan di daerah korteks serebri. Insiden yang sesungguhnya tidak diketahui. Pasien dengan penyakit Jisim Lewy ini menunjukkan efek yang menyimpang (adverse effect) ketika diberi pengobatan dengan antipsikotik. Penyakit Huntington Penyakit Huntington secara klasik dikaitkan dengan perkembangan demensia. Demensia pada penyakit ini terlihat sebagai demensia tipe subkortikal yang ditandai dengan abnormalitas motorik yang lebih menonjol dan gangguan kemampuan berbahasa yang lebih ringan dibandingkan demensia tipe kortikal. Demensia pada penyakit Huntington menunjukkan

perlambatan psikomotor dan kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan yang kompleks, akan tetapi memori, bahasa, dan tilikan relatif utuh pada stadium awal dan pertengahan penyakit. Dalam perkembangannya, demensia menjadi lengkap dan gambaran klinis yang membedakannya dengan demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insiden depresi dan psikosis, selain gangguan

pergerakan berupa gambaran koreoatetoid klasik. Penyakit Parkinson Sebagaimana pada penyakit Huntington, Parkinsonisme merupakan penyakit pada ganglia basalis yang biasanya dikaitkan dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20 hingga 30 persen pasien dengan penyakit Parkinson mengalami gangguan kemampuan kognitif. Gerakan lambat pada pasien dengan penyakit Parkinson sejajar dengan perlambatan berpikir pada beberapa pasien, suatu gambaran yang sering disebut oleh para klinis sebagai bradifrenia. Gambaran Klinis Perubahan Psikiatrik dan Neurologis Kepribadian Perubahan kepribadian pada seseorang yang menderita demensia biasanya akan mengganggu bagi keluarganya. Ciri kepribadiaan sebelum sakit mungkin dapat menonjol selama perkembangan demensia. Pasien dengan demensia juga menjadi tertutup serta menjadi kurang perhatian dibandingkan sebelumnya. Seseorang dengan demensia yang memiliki waham paranoid umumnya lebih cenderung memusuhi anggota keluarganya dan pengasuhnya. Pasien yang mengalami kelainan pada lobus fraontalis dan temporalis biasanya mengalami perubahan kepribadian dan mungkin lebih iritabel dan eksplosif. Halusinasi dan Waham Diperkirakan sekitar 20 hingga 30 persen dengan demensia (terutama pasien dengan demensia tipe Alzheimer) memiliki halusinasi, dan 30 hingga 40 persen memiliki waham, terutama waham paranoid yang bersifat tidak sistematis, meskipun waham yang sistematis juga dilaporkan pada pasien tersebut. Agresi fisik dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya lazim ditemukan pada pasien dengan demensia yang juga memiliki gejala-gejala psikotik. Mood Pada pasien dengan gejala psikosis dan perubahan kepribadian, depresi dan kecemasan merupakan gejala utama yang ditemukan pada 40 hingga 50 persen pasien dengan demensia,

meskipun sindrom depresif secara utuh hanya tampak pada 10 hingga 20 persen pasien. Pasien dengan demensia juga dapat menujukkan perubahan emosi yang ekstrem tanpa provokasi yang nyata (misalnya tertawa dan menangis yang patologis). Perubahan Kognitif Pada pasien demensia yang disertai afasia lazim ditemukan adanya apraksia dan agnosia dimana gejala-gejala tersebut masuk dalam kriteria DSM IV. Tanda-tanda neurologis lainnya yang dikaitkan dengan demensia adalah bangkitan yaitu ditemukan kira-kira pada 10 persen pasien dengan demensia tipe Alzheimer serta 20 persen pada pasien dengan demensia vaskuler. Refleks primitif seperti refleks menggenggam, refleks moncong (snout), refleks mengisap, refleks tonus kaki serta refleks palmomental dapat ditemukan melalui pemeriksaan neurologis pada 5 hingga 10 persen pasien. Pasien dengan demensia vaskuler mungkin mempunyai gejala-gejala neurologis tambahan seperti sakit kepala, pusing, kepala terasa ringan, kelemahan, tanda defisit neurologis fokal terutama yang terkait dengan penyakit serebro-vaskuler, pseudobulber palsy, disartria, dan disfagia yang lebih menonjol dibandingkan dengan gejala-gejala diatas pada jenis-jenis demensia lainnya. Reaksi Katastrofik Pasien dengan demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan yang oleh Kurt Goldstein disebut perilaku abstrak. Pasien mengalami kesulitan untuk memahami suatu konsep dan menjelaskan perbedaan konsep-konsep tersebut. Lebih jauh lagi, kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah, berpikir logis, dan kemampuan menilai suara juga terganggu. Goldstein juga menggambarkan reaksi katastrofik berupa agitasi terhadap kesadaran subyektif dari defisit intelektual dalam kondisi yang penuh tekanan. Pasien biasanya mengkompensasi defek yang dialami dengan cara menghindari kegagalan dalam kemampuan intelektualnya, misalnya dengan cara bercanda atau dengan mengalihkan pembicaraannya dengan pemeriksa. Buruknya penilaian dan kemampuan mengendalikan impuls adalah lazim, biasanya ditemukan

pada demensia yang secara primer mengenai daerah lobus frontalis. Contoh dari kelainan ini adalah penggunaan kata-kata yang kasar, bercanda dengan tidak wajar, ketidakpedulian terhadap penampilan dan kebersihan diri, serta sikap acuh tak acuh dalam hubungan sosialnya. Sindrom Sundowner Sindrom sundowner ditandai dengan keadaan mengantuk, bingung, ataksia dan terjatuh secara tiba-tiba. Gejala-gejala tersebut muncul pada pasien yang berumur lebih tua yang mengalami sedasi yang berlebihan dan penderita demensia yang bereaksi secara berlebihan terhadap obat-obat psikoaktif bahkan dengan dosis yang kecli sekalipun. Sindrom tersebut juga muncul pada pasien demensia saat sitmulus eksternal seperti cahaya dan isyarat interpersonal dihilangkan. Klasifikasi Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit, kerusakan struktur otak,sifat klinisnya dan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III). Diagnosis 1. Anamnesis Ditanyakan factor resiko yang menimbulkan demensia seperti trauma kepala berulang, infeksi SSP akibat sifilis (neurosifilis), alcohol berlebihan, intosikasi bahan kimia pada pekerja pabrik, obatobatan jangka panjang (sedative dan transquilizer). Riwayat keluarga juga ditanyakan. 2. Pemeriksaan fisis dan neurologis Dilakukan untuk mencari keterlibatan system saraf dan penyakit sistemik yang dapat dihubungkan dengan gangguan kognitifnya. Umumnya penyakit Alzheimer tidak menunjukkan gangguan motorik kecuali tahap lanjut. Kekakuan motorik dan bagian tubuh aksial, hemiparesis, parkinsonisme, mioklonus, atau berbagai gangguan motorik lain umumnya timbul pada FTD, DLB, atau demensia multi-infark. Tidak boleh dilupakan adanya gangguan pendengaran dan pengelihatan yang menimbulkan kebingungan dan disorientasi pada pasien yang sering disalahartikan sebagai dimensia. Pada usia lanjut deficit neurologic seperti ini sering terjadi.

3. Pemeriksaan kognitif dan neuropsikiatri Yang sering digunakan untuk evaluasi dan konfirmasi penurunan fungsi kognitif adalah the mini mental status examination (MMSE) , yang dapat pula digunakan untuk memantau perjalanan prnyakit. Pengkajian status fungsional juga harus dilakukan. Dokter harus menentukan dampak kelainan terhadap memori pasien, hubungan di komunitas, hobi, penilaian, berpakaian, dan makanan. Pengetahuan mengenai status fungsional pasien sehari-hari akan membantu mengatur pendekatan terapi dengan keluarga.

4. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan fungsi tiroid, kadar vitamin B12, darah lengkap, elektrolit, dan VDRL diperiksa secara rutin. Pemeriksaan tambahan yang perlu dipertimbangkan adalah : lumbal pungsi, fungsi hati, fungsi ginjal, pemeriksaan toksin di urin / darah, dan Apolipoprotein E, juga CT / MRI kepala.

Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan umum Tujuannya adalah : mengobati penyebab demensia yang dapat dikoreksi dan menyediakan situasi yang nyaman dan mendukung bagi pasien dan pramuwerdhanya (caregivers). Pada pasien demensia dengan depresi dapat diberikan SSRI, yang memiliki efek minimal. Antikonvulsi akdang juga diperlukan. Terapi kolinesterase inhibitor digunakan untuk meningkatkan fungsi kognitif pada pasien demensia, seringkali dapat mengurangi gejala apati, halusinasi visual, dan beberapa gejala psikiatrik lainnya. Dalam mengelola pasien demensia perlu pula diperhatikan upaya-upaya mempertahankan kondisi fisis atau kesehatan pasien. Yang juga sangat penting dalam pengelolaan secara paripurna pasien demensia adalah kerjasama yang baik antara dokter dengan pramuwerdha. 2. Pengobatan untuk mempertahankan fungsi kognitif Penyakit Alzheimer tidak dapat disembuhkan dan belum ada obat yang terbukti tinggi

efektifitasnya. Focus pengobatan fungsi kognitif adalah pada deficit system kolinergik. Kolinesterase inhibitor Tacrine, donepezil, rivastigmin, dan galantamin adalah kolinesterase inhibitor yang telah disetujui FDA untuk penyakit Alzheimer. Efek farmakologi obat-obat tersebut adalah : menghambat enzim kolinesterase, dengan hasil meningkatnya asetilkolin dalam jaringan otak. Efek samping yang timbul : mual, muntah, dan diare, dapat pula penurunan berat badan, insomnia, mimpi abnormal, kram otot, bradikardia, sinkop, dan fatig. Efek tersebut muncul di awal terapi dan dapat dikurangi bila interval peningkatan dosis diperpanjang dan dosis rumatan diminimalkan. Efek gastrointestinal dapt diminimalkan bila obat diberikan bersama dengan makan. Kolinesterase inhibitor biasanya digunakan bersama dengan memantin dan vitamin E. Antioksidan Yang digunakan adalah Alfa tokoferol (vitamin E). Memantin Yaitu : suatu antagonis N-metil-D-aspartat. Efek terapi adalah melalui pengaruhnya pada glutamicnergic excitotoxicity dan fungsi neuron di hipokampus. Terapi lain Dengan adanya bukti bahwa proses inflamasi pada jaringan otak terlibat pada pathogenesis timbulnya penyakit Alzheimer, maka digunakan obat-obat anti inflamasi baik untuk pencegahan maupun terapi. Beberapa obat lain yang mempinyai potensi untuk dapat digunakan sebagai pencegahan dan pengobatan demensia adalah : ginko biloba, huperzin A ( suatu kolinesterase inhibitor ) , imunisasi / vaksinasi terhadap amyloid, dan beberapa pendekatan yang bersifat neuroprotektif.

PENYAKIT PARKINSON

Merupakan 80% dari kasus-kasus parkinsonism. Terdapat dua istilah yang harus dibedakan yaitu Penyakit Parkinson dan Parkinsonism. Penyakit Parkinson adalah bagian dari Parkinsonism yang secara patologis ditandai oleh degenerasi

ganglia basalis terutama substansia nigra pars compacta disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik yang disebut Lewy bodies Parkinsonism adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, kekakuan, bradikinesia, dan hilangnya reflek postural akibat penurunan kadar dopamin dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini sering disebut sindrom parkinson. Sindrom parkinson (SP) diklasifikasikan sebagai berikut : y Primer atau Idiopatik : -Penyebab tidak diketahui -Sebagian besar merupakan penyakit parkinson -Ada peran toksin yang berasal dari lingkungan -Ada peran genetik, bersifat sporadis y Sekunder atau akuisita : -Timbul setelah terpapar suatu penyakit/zat -Infeksi dan pasca infeksi otak (ensefalitis) -Terpapar kronis oleh toksin seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine (MPTP), Mn, CO, sianida dll -Efek samping obat penghambat reseptor dopamin (sebagian besar obat anti psikotik) dan obat yang menurunkan cadangan dopamin (reserpin) -Pasca strok (vaskular) -lain-lain : hipoparatiroid, tumor/trauma otak, hidrosefalus bertekanan normal y Sindrom parkinson plus : Gejala parkinson timbul bersama gejala neurologi lain seperti : progresive supraneural palsy, multiple system atrophy, cortical basal ganglionic degeneration, difuse Lewy body disease (DLBD) y Kelainan degeneratif diturunkan : Gejala parkinson menyertai penyakit yang diduga berhubungan dengan penyakit neurologi lain yang faktor keturunan memegang peran sebagai etiologi, seperti : Penyakit Alzheimer, Penyakit wilson, dementia frontotemporal pada kromosom 17q21. Etiologi Penyakit Parkinson : Penyebab kematian sel-sel SNc belum diketahui dengan pasti. Beberapa dugaan penyebab PP sebagai berikut : 1. Faktor genetik : 3 gen yang menjadi penyebab gangguan degradasi protein dan mengakibatkan protein beracun tak dapat didegradasi di ubquitin-proteasomal pathway. Kegagalan degradasi ini

menyebabkan peningkatan apoptosis di sel sel SNc sehingga meningkatkan kematian sel neuron di SNc. Inilah yang mendasari terjadinya PP sporadik yang bersifat familial. Kembar monozigot intrapair concordance pada MZ jauh lebih tinggi dibandingkan DZ. 2. Faktor lingkungan : Bahan bahan beracun penyebab terjadinya PP seperti carbon disulfide, manganese, dan pelarut hidrokarbon yang menyebabkan sindrom parkinson, demikian juga pasca ensefalitis. Saat ini yang paling diterima sebagai etiologi PP adalah proses stres oksidatif yang terjadi di ganglia basalis, apapun penyebabnya. Peranan xenobiotik (MPTP), pestisida/herbisida, terpapar zat kimia seperti bahan cat dan logam, kafein, alkohol, diet tinggi protein, merokok, trauma kepala, depresi dan stres; semuanya menunjukkan peranan masing masing melalui jalan yang berbeda dapat menyebabkan PP maupun sindrom parkinson. 3. Umur (proses menua) : Tidak semua orang tua akan menderita PP. Pada penderita PP terdapat suatu reaksi mikroglial pada neuron yang rusak dan tanda ini tidak terdapat pada proses menua yang normal, sehingga disimpulkan bahwa proses menua merupakan faktor resiko yang mempermudah terjadinya proses degenerasi di SNc tetapi memerlukan penyebab lain untuk terjadinya PP. 4. RAS : PP lebih tinggi pada kulit putih dibandingkan kulit berwarna 5. Cedera Kranioserebral : 6. Proses belum jelas. Trauma kepala, infeksi, tumor otak lebih berhubungan dengan sindrom parkinson daripada PP. 7. Stres Emosional : Diduga merupakan faktor resiko.

Patofis Penyakit Parkinson : Penyakit parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di substansia nigra pars compacta (SNc) sebesar 40-50% yang disertai dengan inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies) dengan penyebab multifaktor. Substansia nigra (black substance) adalah suatu regio kecil di otak (brain stem) yang terletak sedikit diatas medula spinalis. Bagian ini menjadi pusat kontrol/koordinasi dari seluruh pergerakan. Selselnya menghasilkan neurotransmitter yang disebut dopamin, yang berfungsi untuk mengatur seluruh pergerakan otot dan keseimbangan badan yang dilakukan oleh SSP. Dopamin diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel sel neuron di otak terutama dalam mengatur pergerakan,

keseimbangan dan reflek postural serta kelancaran komunikasi(bicara). Pada PP sel sel neuron di SNc mengalami degenerasi, sehingga produksi dopamin menurun akibatnya semua fungsi neuron di SSP menurun dan menghasilkan kelambanan gerak (bradikinesia), kelambanan berbicara dan berfikir (bradifrenia), tremor, dan kekakuan (rigiditas) Hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi neuron SNc adalah stres oksidatif. Stres oksidatif menyebabkan terbentuknya formasi oksiradikal, seperti dopamin quinon, yang dapat bereaksi dengan alfa sinuklein (disebut protofibrils). Formasi ini menumpuk tidak dapat didegradasi oleh ubquitin-proteasomal pathway sehingga menyebabkan kematian sel-sel SNc. Mekanisme patogenik lain yang perlu dipertimbangkan :  Efek lain dari stres oksidatif adalah terjadinya reaksi antara oksiradikal dengan NO yang menghasilkan peroxynitric radikal.  Kerusakan mitokondria sebagai akibat pnurunan produksi ATP dan akumulasi elektron elektron yang memperburuk stres oksidatif, akhirnya menghasilkan peningkatan apoptosis dan kematian sel  Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi sitokin yang memicu apoptosis di sel-sel SNc. Diagnosis :  Gambaran klinis  CT-scan, MRI, PET atas indikasi untuk menyingkirkan sindrom parkinson selain PP. Gambaran Klinis PP : Umum : 1. Gx mulai pd 1 sisi (hemiparkinsonism) 2. Tremor saat istirahat 3. Tidak didapatkan gx neurologis lain 4. Tidak dijumpai kelainan laboratorik dan radiologis 5. Perkembangan lambat 6. Respon terhadap levodopa cepat dan dramatis 7. Gangguan refleks postural tidak dijumpai pada awal penyakit Khusus : 1. Tremor : laten, saat istirahat, bertahan saat istirahat, saat gerak disamping adanya tremor saat istirahat

2. Rigiditas 3. Akinesia/bradikinesia : kedipan mata berkurang, wajah seperti topeng, hipofonia (suara kcl), airliur menetes, akatisia/takikinesia (gerakan cepat tidak terkontrol), mikrografia (tulisan semakin kcl), cara berjalan: langkah kecil kecil, kegelisahan motorik (sulit duduk atau berdiri) 4. Hilangnya refleks postural. Kriteria Diagnosis Klinis : y y Didapatkan 2 dari tanda kardinal gangguan motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia atau Tiga dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia, ketidakstabilan postural

Penatalaksanaan Penyakit Parkinson : Konsep tx dibedakan jadi 3 :  Simtomatis memperbaiki gx dan tanda penyakit  Protektif mempengaruhi patofis penyakit  Restoratif mendorong neuron baru atau merangsang pertumbuhan dan fungsi sel neuron yang masih ada. I. Pilihan Terapi PP dapat dibagi menjadi :  Meningkatkan transmisi dopaminergik dengan jalan : 1)Meningkatkan konsentrasi dopamin pd sinaps (levodopa), 2)Memberikan agonis dopamin,3)Meningkatkan pelepasan dopamin, 4)Menghambat re-uptake dopamin, 5)Menghambat degradasi dopamin  Manipulasi neurotransmiter non-dopaminergik dengan obat-obat antikolinergik dan obat obat lain yang dapat memodulasi sistem non dopaminergik  Memberikan tx simtomatik terhadap gx parkinsonism yg muncul  Memberikan obat obat neuroprotektif untuk menghambat progresivitas PP dengan mencegah kematian sel sel neuron  Terapi pembedahan :ablasi(tallamotomy, palidotomy), stimulasi otak dalam, brain grafting (bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses patologis yg mendasari)  Tx pencegahan : menghilangkan faktor resiko atau penyebab PP Tujuan utama tx PP : memulihkan disabilitas fungsional yg disandang px. Untuk dapat memahami pemilihan tx obat kita perlu mengetahui proses degradasi dopamin (DA) di otak. Dopamin memiliki 2 reseptor yaitu D1 yang bersifat eksitatorik dan reseptor D2 yg bersifat inhibitorik. Dalam keadaan normal

setelah DA dilepaskan akan merangsang reseptor D1 dan D2. Keberadaan DA bila tidak diperlukan lagi akan dikonversi sebagai : COMT dan MAO TERAPI MEDIKAMENTOSA : Ada 6 mcm obat utama untuk PP : 1. Obat yg mengganti dopamin (Levodopa, Carbidopa) 2. Agonis dopamin (Bromocriptine, Pergolide, Pramipexole, Ropinirol) 3. Antikolinergik (Benztropin, Triheksifenidil, Biperiden) 4. MAO (Selegiline) 5. Amantadin 6. Penghambat COMT (Tolcapone, Entacapone) TERAPI PEMBEDAHAN : 1) Tx ablasi lesi di otak 2) Tx stimulasi otak dlm 3) Transplantasi otak TERAPI REHABILITASI 1. Latihan fisiotx 2. Latihan okupasi yg memerlukan pengkajian AKS px 3. Psikotx

TIA
DEFINISI Serangan Iskemik Sesaat (Transient Ischemic Attacks, TIA) adalah gangguan fungsi otak yang merupakan akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak untuk sementara waktu. TIA lebih banyak terjadi pada usia setengah baya dan resikonya meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Kadang-kadang TIA terjadi pada anak-anak atau dewasa muda yang memiliki penyakit jantung atau kelainan darah. PENYEBAB

Serpihan kecil dari endapan lemak dan kalsium pada dinding pembuluh darah (ateroma) bisa lepas, mengikuti aliran darah dan menyumbat pembuluh darah kecil yang menuju ke otak, sehingga untuk sementara waktu menyumbat aliran darah ke otak dan menyebabkan terjadinya TIA. Resiko terjadinya TIA meningkat pada: - tekanan darah tinggi - aterosklerosis - penyakit jantung (terutama pada kelainan katup atau irama jantung) - diabetes - kelebihan sel darah merah (polisitemia). GEJALA TIA terjadi secara tiba-tiba dan biasanya berlangsung selama 2-30 menit, jarang sampai lebih dari 1-2 jam. Gejalanya tergantung kepada bagian otak mana yang mengalami kekuranan darah: - Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri karotis, maka yang paling sering ditemukan adalah kebutaan pada salah satu mata atau kelainan rasa dan kelemahan - Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri vertebralis, biasanya terjadi pusing, penglihatan ganda dan kelemahan menyeluruh. Gejala lainnya yang biasa ditemukan adalah: - Hilangnya rasa atau kelainan sensasi pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh - Kelemahan atau kelumpuhan pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh - Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran - Penglihatan ganda - Pusing - Bicara tidak jelas - Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat - Tidak mampu mengenali bagian tubuh - Gerakan yang tidak biasa - Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih - Ketidakseimbangan dan terjatuh - Pingsan. Gejala-gejala yang sama akan ditemukan pada stroke, tetapi pada TIA gejala ini bersifat sementara dan reversibel. Tetapi TIA cenderung kambuh; penderita bisa mengalami beberapa kali serangan dalam 1 hari atau hanya 2-3 kali dalam beberapa tahun. Sekitar sepertiga kasus TIA berakhir menjadi stroke dan secara kasar separuh dari stroke ini terjadi dalam waktu 1 tahun setelah TIA. DIAGNOSA Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.

Karena tidak terjadi kerusakan otak, maka diagnosis tidak dapat ditegakkan dengan bantuan CT scan maupun MRI. Digunakan beberapa teknik untuk menilai kemungkinan adanya penyumbatan pada salah satu atau kedua arteri karotis. Aliran darah yang tidak biasa menyebabkan suara (bruit) yang terdengar melalui stetoskop. Dilakukan skening ultrasonik dan teknik Doppler secara bersamaan untuk mengetahui ukuran sumbatan dan jumlah darah yang bisa mengalir di sekitarnya. Angiografi serebral dilakukan untuk menentukan ukuran dan lokasi sumbatan. Untuk menilai arteri karotis biasanya dilakukan pemeriksaan MRI atau angiografi, sedangkan untuk menilai arteri vertebralis dilakukan pemeriksaan ultrasonik dan teknik Doppler. Sumbatan di dalam arteri vertebral tidak dapat diangkat karena pembedahannya lebih sulit bila dibandingkan dengan pembedahan pada arteri karotis. PENGOBATAN Tujuan pengobatan adalah untuk mencegah stroke. Faktor resiko utama untuk stroke adalah tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tinggi, merokok dan diabetes; karena itu langkah pertama adalah memperbaiki faktor-faktor resiko tersebut. Setelah dipastikan tidak ada perdarahan di otak maka harus segera diberikan anti trombotik untuk mengurangi kecenderungan pembentukan bekuan darah, yang merupakan penyebab utama dari stroke. Obat-obatan yang dugunakan adalah Aspirin , Dipyridamole , Clopidogrel , Ticlopidine , Warfarin Kadang diberikan dipiridamol, tetapi obat ini hanya efektif untuk sebagian kecil penderita. Untuk yang alergi terhadap Aspirin, bisa diganti dengan tiklopidin. Jika diperlukan obat yang lebih kuat, bisa diberikan antikoagulan (misalnya heparin atau warfarin). Luasnya penyumbatan pada arteri karotis membantu dalam menentukan pengobatan. Jika lebih dari 70% pembuluh darah yang tersumbat dan penderita memiliki gejala yang menyerupai stroke selama 6 bulan terakhir, maka perlu dilakukan pembedahan untuk mencegah stroke. Sumbatan yang kecil diangkat hanya jika telah menyebabkan TIA yang lebih lanjut atau stroke.

Pada pembedahan enarterektomi, endapan lemak (ateroma) di dalam arteri dibuang. Pembedahan ini memiliki resiko terjadinya stroke sebesar 2%.

Pada sumbatan kecil yang tidak menimbulkan gejala sebaiknya tidak dilakukan pembedahan, karena resiko pembedahan tampaknya lebih besar.

C. VASKULAR Penyakit Jantung Coroner Definisi Penyakit Jantung Koroner adalah penyempitan/penyumbatan pembuluh arteri koroner yang disebabkan oleh penumpukan dari zat-zat lemak (kolesterol, trigliserida) yang makin lama makin banyak dan menumpuk di bawah lapisan terdalam (endothelium) dari dinding pembuluh nadi. ETIOLOGI 1. Penyempitan (stenosis) dan penciutan (spame) a.coronaria, akan tetapi penyempitan bertahap akan memungkinkan perkembangan kolateral yang cukup sebagai pengganti. 2. Aterosklerosis, menyebabkan sekitar 98 % kasus PJK. 3. Penyempitan a.coronaria pada sifilis, aortitis takayasu, berbagai jenis arteritis yang mengenai a.coronaria, dll.

Faktor-faktor resiko PJK Faktor-faktor resiko penyakit jantung koroner dikenal sejak lama berupa: 1. Hipertensi 2. Kolesterol darah 3. Merokok 4. Diet 5. Usia 6. Sex 7. Kurang latihan 8. Turunan Tabel. Mengenali ciri coronary pain dan yang bukan. Karakteristik dari nyeri koroner Deskripsi nyeri bukan dari koroner

Lokasi: dimana saja pada dada kiri bagian Dibawah payudara kiri, setempat. depan, lengan kiri/bahu kiri, leher(depan dan Coronary pain tidak pernah timbul dan hilang

bagian lainnya) Sangat jarang: pada dada kanan bagian depan.

dengan bernafas, jika nyeri bertambah parah dengan bernafas dan jika nyeri berkurang dengan pasien menhan nafasnya, ini bukan coronary pain

Penyebab: anginal pain, hampir selalu timbul Coronary pain tidak pernah timbul dari batuk. dengan latihan fisik, mengangkat beban berat Jika pasien mengatakan terasa nyeri saat batuk setinggi diatas kepala. maka nyeri bukan berasal dari coronary pain. Prizemetal angina: tidak ada hubungannya dengan exercise, seringkali timbul saat pasien tidur. Myocardial infarction: sering terjadi tanpa presipitasi. dari semua infarct terjadi selama tidur. Kerja berat yang tiba2, terutama isometric straining, pemicu sekitar 5% kasus. Deskripsi nyeri: nyeri terus menerus, seperti Coronary pain tidak diakibatkan oleh gerakan tertempa benda berat, tertekan, tumpul,seperti dari lengan atau tubuh. Jika ketidaknyamanan terperas, seperti dijepit. timbul akibat pergerakan tubuh/lengan/bahu atau dengan menggerakkan leher, ini bukan Pasien mungkin gelisah dan cemas. nyeri koroner.

CLINICAL ASSESMENT ANAMNESIS Evaluasi sakit dada iskemia, terdiri dari 5 pertanyaan :

1. Dimanan sakitnya ? (lokasi) 2. Seperti apa sakitnya ? (sifat) 3. Apa penyebabnya ? (sebab/pencetus) 4. Kemana menjalarnya ? (radiasi) 5. Apa yang mengurangi sakitnya ? dan apa yang dilakukan bila sakitnya datang ? Ditanyakan pula factor resiko dari pasien seperti, apakah dia merokok ? apakah memilki riwayat keluarga yang mengidap penyakit PJK ? memilki riwayat penyakit lain, seperti dibetes mellitus atau hipertensi ?

PEMERIKASAAN FISIK Bila riwayat klinis pada pasien dengan angina merupakan kunci diagnosis, maka pemeriksaan fisik sering tidak memberikan hasil apapun kecuali bila gejala terjadi akibat satu kondisi lain PJK. Pemeriksaan pasien salama satu episode nyeri dada dapat membantu dalam menunjukkan adanya bunyi jantung tambahan transien (bunyi jantung ke 3 / s3, keempat / s4) atau murmur (misalnya sekunder karena regurgitasi mitral). Tekanan darah sistemik Peningkatan tekanan darah merupakan factor resiko penting PJK. Denyut nadi Denyut nadi sering normal pada pasien dengan angina stabil. Selama serangan akut, takikardi atau aritmia transien ( misalnya fibrilasi atrium, takikardi ventrikel ) dapat terjadi. Takikardi saat istirahat atau pulsus alternans dapat mengindikasikan disfungsi miokard iskemik berat sbg akibat infark sebelumnya. Tekanan vena Normal pada angina tanpa komplikasi, namun tekanan vena dapat meningkat sebagai akibat infark miokard sebelumnya. Palpasi prekordal Apeks yang mengalami diskinesia atau pergeseran letak dapat merupakan tanda infark miokard sebelumnya dengan dilatasi ventrikel atau adanya aneurisma ventrikel kiri, selain pemeriksaan prekordal normal Auskultasi Selama serangan angina, penurunan komplians ventrikel menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri dengan S4 yang dapat terdengar. Ejeksi ventrikel yang memanjang dapat menghasilkan pemisahan peradoksal ( terbalik ) bunyi jantung kedua (S2) . S3 tidak umum pada pasien dengan angina , kecuali telah ada kerusakan miokard sebelumnya. Iskemi otot papilaris atau abnormalitas

konfigurasi otot papilaris ( yang dapat transien ) bias menyebabkan murmur akhir systole akibat MR ringan. Yang menarik adalah murmur mid diastolic yang terdengar pada batas sterna kiri dan di apeks skibat stenosis arteri koroner proksimal Bunyi penyakit vascular lain Pemeriksaan fisik pasien dengan penyakit koroner harus harus meliputi pemeriksaan pembuluh darah perifer dan ekstrakranial untuk mencari adanya bruit atau denyut nadi yang hilang. Pulsasi abdominal abnormal dari pembentukan aneurisma aorta juga bias didapatkan. Pemeriksaan Penunjang PJK

- Uji Latih Jantung dengan Beban


Uji latih dengan beban (ULJB) dianjurkan pada semua orang yang dicurigai angina, kecuali pada usia lanjut sekali dan pada yang cacat. Anjuran ini terutama berlaku untuk penderita dengan angina stabil, bukan untuk penderita dengan sakit yang lama dan berulang-ulang dengan kelainan segmen ST atau dimana dicurigai infark miokard. Angiografi Koroner

- Angiografi koroner dilakukan pada penderita dengan angina stabil yang kronik dimana diagnosis masih diragukan atau sebagai persiapan operasi pintas koroner dan angioplasty. Pemeriksaan ini merupakan cara paling akurat untuk menentukan luas dan beratnya penyakit koroner. - Pemeriksaan 64-Sclice CT SCAN Teknologi terbaru yaitu 64-slice ct scan dapat secara cepat dan efisien memeriksa pasien yang datang dengan keluhan sakit dada. Pemeriksaan ini dapat mengurangi banyak waktu dan biaya untuk pemeriksaan-pemeriksaan lain dan biaya tinggal di rumah sakit. Multi-Slice CT ini adalah teknologi baru dari computed tomography technology, yang dapat melihat arteri koroner dan fungsi jantung sehingga membantu dokter untuk melihat persoalan tanpa harus melakukan prosedur diagnosis yang invasiv.
TERAPI NUTRISI Berikut ini beberapa hal harus diperhatikan dalam perawatan diet penderita jantung koroner :

1. Pembatasan kandungan kalori dalam diet perlu dilakukan lebih-lebih jika penderita tergolong obesitas atau berat badannya melebihi berat badan ideal. Penderita penyakit jantung koroner sebaiknya mempunyai berat badan sedikit di bawah berat badan ideal. 2. Penggunaan lemak jenuh harus dihindarkan, sedangkan lemak tak jenuh berganda (polyunsatrated fatty acid) yang dapat menurunkan kadar kolesterol darah, dapat diperbanyak untuk menggantikan lemak jenuh.
. Hipertensi Pengertian Hipertensi Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus menerus sehingga melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah 110/90 mmHg. Hipertensi merupakan produk dari resistensi pembuluh darah perifer dan kardiak output Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan penyebab dikenal dua jenis hipertensi, yaitu : Hipertensi primer (esensial) Adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal, Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan mencakup + 90% dari kasus hipertensi Hipertensi sekunder Adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar kedua selain hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui dan ini menyangkut + 10% dari kasus-kasus hipertensi.

Berdasarkan bentuk hipertensi,yaitu hipertensi diastolic,campuran,dan sistolik. Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan diastolik tanpa

diikuti peningkatan tekanan sistolik. Biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi) yaitu peningkatan tekanan darah pada sistol dan diastol. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik. Umumnya ditemukan pada usia lanjut. Etiologi hipertensi menjelaskan bahwa hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR). Maka peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus SA. Peningkatan kecepatan denyut jantung yang berlangsung kronik sering menyertai keadaan hipertiroidisme. Namun, peningkatan kecepatan denyut jantung biasanya dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak meninbulkan hipertensi Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik

Peningkatan Total Periperial Resistence yang berlangsung lama dapat terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada peningkatan Total Periperial

Resistence, jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Apabila peningkatan afterload berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrifi (membesar). Dengan hipertrofi, kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup.

Patofisiologi hipertensi Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah

sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliput i aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan Perifer.

Tanda dan Gejala Hipertensi Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus). Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan

manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma [peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin]. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan Crowin (2000: 359) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa :Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial,Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi,Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat,Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus,Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain .

Faktor-faktor Resiko Hipertensi Faktor resiko hipertensi meliputi : Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi. Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur Jenis kelamin juga sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi dimana pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada laki-laki dan pada wanita

lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita mengalami menopause Perbandingan antara pria dan wanita, ternyata wanita lebih banyak menderita hipertensi. Dari laporan sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6% dari pria dan 11% pada wanita. Laporan dari Sumatra Barat menunjukan 18,6% pada pria dan 17,4% wanita. Di daerah perkotaan Semarang didapatkan 7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita. Sedangkan di daerah perkotaan Jakarta didapatkan 14,6 pada pria dan 13,7% pada wanita Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang memicu masalah terjadinya hipertensi hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua kita memiliki riwayat hipertensi maka sepanjang hidup kita memiliki kemungkinan 25% terkena hipertensi kelenjar adrenal untuk melepas efinefrin (Adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembulu darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi.Selain itu, karbon monoksida dalam asap rokokmenggantikan iksigen dalam darah. Hal ini akan menagakibatkan tekana darah karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup kedalam orga dan jaringan tubuh Aktivitas sangat mempengaruhiterjadinya hipertensi, dimana pada orang yang kuan aktvitas akan cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tingi sehingga otot jantung akan harus bekerja lebih keras pada tiap kontraksi.Makin keras dan sering otot jantung memompa maka makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri Stress juga sangat erat merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi dimana hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress

yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota Komplikasi Hipertensi Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti, orang bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak. Infark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik

Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya kejantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru,kaki dan jaringan lain sering disebut edma.Cairan didalam paru paru menyebabkan sesak napas,timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema Ensefalopati dapat terjadi terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Neronneron disekitarnya kolap dan terjadi koma serta kematian

Perawatan Penderita Hipertensi di Rumah Perawatan penderita hipertensi pada umumnya dilakukan oleh keluarga dengan memperhatikan pola hidup dan menjaga psikis dari anggota keluarga yang menderita hipertensi. Pengaturan pola hidup sehat sangat penting pada klien hipertensi guna untuk mengurangai efek buruk dari pada hipertensi. Adapun cakupan pola hidup antara lain berhenti merokok, mengurangi kelebihan berat badan, menghindari alkohol, modifikasi diet. Dan yang mencakup psikis antara lain mengurangi sres, olahraga, dan istirahat Merokok sangat besar perananya meningkatkan tekanan darah, hal ini disebabkan oleh nikotin yag terdapat didalam rokok yang memicu hormon adrenalin yang menyebabkan tekana darah meningkat. Nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah didalam paru dan diedarkan keseluruh aliran darah lainnya sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kerja jantung semakin meningkat untuk memompa darah keseluruh tubuh melalui pembuluh darah yang sempit. Dengan berhenti merokok tekanan darah akan turun secara perlahan , disamping itu jika masih merokok maka obat yang dikonsumsi tidak akan bekerja secar optimal dan dengan berhenti merokok efektifitas obat akan meningkat Mengurangi berat badan juga menurunkan resiko diabetes, penyakit kardiovaskular,

dan kanker .Secara umum, semakin berat tubuh semakin tinggi tekanan darah, jika menerapkan pola makan seimbang maka dapat mengurangi berat badan dan menurunkan tekanan darah dengan cara yang terkontrol . Alkohol dalam darah merangsang adrenalin dan hormone hormon lain yang membuat pembuluh darah menyempit atau menyebabkan penumpukan natrium dan air. Minum-minuman yang beralkohol yang berlebih juga dapat menyebabkan kekurangan gizi yaitu penurunan kadar kalsium.Mengurangi alkohol dapat menurunkan tekanan sistolik 10 mmhg dan diastolik 7 mmhg. Modifikasi diet atau pengaturan diet sangat penting pada klien hipertensi, tujuan utama dari pengaturan diet hipertensi adalah mengatur tentang makanan sehat yang dapat mengontrol tekanan darah tinggi dan mengurangi penyakiit kardiovaskuler. Secara garis besar, ada empat macam diet untuk menanggulangi atau minimal mempertahankan keadaan tekana darah , yakni : diet rendah garam , diet rendah kolestrol, lemak terbatas serta tinggi serat, dan rendah kalori bila kelebihan berat baadan . Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau asites serta hipertensi. Tujuan diet rendah garam adalah untuk menurunkan tekanan darah dan untuk mencegah edema dan penyakit jantung ( lemah jantung ). Adapun yang disebut rendah garam bukan hanya membatasi konsumsi garam dapur tetapi mengkonsumsi makanan rendah sodium atau natrium ( Na).Oleh karena itu yang sangat penting untuk diperhatikan dalam melakukan diet rendah garam adalah komposisi makanan yang harus mengandung cukup zat zat gizi, baik kalori, protein, mineral maupun vitamin dan rendah sodium dan natrium.

Sumber sodium antara lain makanan yang mengandung soda kue, baking powder,MSG( Mono Sodium Glutamat ), pengawet makanan atau natrium benzoat ( Biasanya terdapat didalam saos, kecap, selai, jelly ), makanan yang dibuat dari mentega

serta obat yang mengandung natrium ( obat sakit kepala ). Bagi penderita hipertensi, biasakan penggunaan obat dikonsultasikan dengan dokter terlebih dahulu. 1. Asupan kalori dikurangi sekitar 25% dari kebutuhan energi atau 500 kalori untuk penurunan 500 gram atau 0.5 kg berat badan per minggu. 2. Menu makanan harus seimbang dan memenuhi kebutuhan zat gizi. 3. Perlu dilakukan aktifitas olah raga ringan. Stres tidak menyebabkan hipertensi yang menetap, tetapi stress berat dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah yang nersifat sementara yang sangat tinggi. Jika periode stress sering terjadi maka akan mengalami kerusakan pada pembuluh darah, jantung dan ginjal sama halnya seperti yang menetap Manfaat olah raga yang sering di sebut olah raga isotonik seperti jalan kaki, jogging, berenang dan bersepeda sangat mampu meredam hipertensi. Pada olah raga isotonik mampu menyusutkan hormone noradrenalin dan hormone hormone lain penyebab naiknya tekanan darah. Hindari olah raga Isometrik seperti angkat beban, karena justru dapat menaikkan tekanan darah Istirahat merupakan suatu kesempatan untuk memperoleh energi sel dalam tubuh,istirahat dapat dilakukan dengan meluangkan waktu. Meluangkan waktu tidak berarti minta istirahat lebih banyak dari pada bekerja produktif samapai melebihi kepatuhan.Meluangkan waku istiraha itu perlu dilakukan secara rutin diantara ketegangan jam sibuk bekerja sehari hari. Bersantai juga bukan berarti melakukan rekreasi yang melelahkan,tetapi yang dimaksudkan dengan istirahat adalah usaha untuk mengembalikan stamina tubuh dan mengembalikan keseimbangan hormon dan dalam tubuh

D. ENDOKRIN DIABETES MELLITUS a. Definisi

Diabetes mellitus adalah syndrome metabolism genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifest hilangnya toleransi karbohidrat. Bila telah berkembang ditandai hiperglikemi dan postprandial, aterosklerosis dan penyakit vascular microangiopati dan neuropati.

b. Etiologi Etiologi diabetes bermacam-macam, dapat dibedakan menurut type-type nya.

1. Diabetes mellitus type 1 Adalah penyakit autoimun genetis, dengan gejala menuju proses tahap perusakan

imunologik sel-sel yang mproduksi insulin. Manifest dari diabet terjadi jika 90% dari sel-sel beta rusak. Jika diabetes mellitus dalam bentuk yang lebih berat terjadi insulinopenia Bukti determinan genetic DM 1 adalah adanya keterkaitan dengan tipe dimana sel beta telah rusak semuanya, sehingga

histokompatibilitas (HLA-Human Leucosite Antigen) spesifik. Tipe dari gen histokompabilitas berkaitan dengan DM 1 adalah memberi kode kepada protein yang berperan dalam interaksi monosit-limfosit. Protein ini mengatur system imun. Jika terjadi kelainan, fungsi limfosit T terganggu akan berperan dalam patologis sel pulau langerhans yang ditujukan terhadap komponen antigenic tertentu dari sel beta. Kejadian pemicu bisa merupakan virus coxsackie B4, dapat pula obat-obat tertentu.

2. Diabetes mellitus tipe 2 Mempunyai pola familial. Transmisi genetic adalah paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes awitan dewasa muda (MODY) subtype penyakit yang diturunkan dengan pola

autosomal dominan. Jika orang tua menderita diabetes tipe 2, rasio diabetes pada anak 1:1 Diabet tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin serta kerja insulin Awalnya terdapat resistensi sel sasaran terhadap kerja insulin insulin mula-mula

mengikat dirinya pada reseptor sel tertentu

terjadi reaksi intraseluler

mobilisasi

pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan transporter glukosa menembus membrane sel.

c. Klasifikasi Diabetes Melitus Klasifikasi diabetes mellitus berdasarkan ADA diabet dan gangguan toleransi glukosa. Klasifikasi dibagi menjadi 4 gangguan toleransi glukosa : didasari mengenai pathogenesis syndrome

1. DM tipe 1 dan 2 2. DM gestasional 3. Tipe khusus lain.


Dua kategori lain dari toleransi glukosa abnormal adalah gangguan toleransi glukosa abnormal adalah :

Gangguan toleransi glukosa Gangguan glukosa puasa.

DM 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenile onset dan tipe dependen insulin. Dapat dibagi menjadi dua tipe :

a. Autoimun akibat disfungsi autoimun dengan kerusakn sel beta b. Idiopatik tidak ada bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya

DM 2 dikenal sebagai tipe dewasa atau onset maturitas dan tipe nondependent insulin. Obesitas sering dilkaitkan pada kasus ini. Tipe khusus lainnya adalah :

a. Kelainan genetic pada sel beta seperti pada MODY Pasien obesitas dan resisten terhadap insulin

bermanifes sebelum usia 14tahun.

b. Kelainan genetic pada kerja insulin akantosis negrikans c. Penyakit eksokrine pancreas

menyebabkan syndrome resistensi insulin berat dan

menyebabkan pancreatitis chronic .

d. Penyakit endocrine seperti syndrome cushing dan acromegali. e. Obat-obat yang bersifat toxic pada sel beta f. Infeksi.

d. Patofisiologi Klasifikasi DM menurut American diabetes association : 1. DM tipe 1 a. Autoimun, karena disfungsi autoimun b. Idiopatik, karena tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. DM tipe 2, sering dikaitkan dengan obesitas DM gestasional DM kelainan genetic dalam sel beta pancreas DM kelainan genetic pada kerja insulin : sindrom resistensi insulin berat dan akantosis negrikans DM pada eksokrin pancreas : pakreatitis akut DM karena obat yang bersifat toksik sel beta DM karena infeksi

Patofisiologi DM tipe 1 y Penyakit autoimun secara genetik dengan gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap pengrusakan imunologik sel yang memproduksi insulin. Bukti determinan genetik tipe : ada kaitan dengan tipe-tipe gen histokompatibititas (human leucocyte antigen) spesifik seperti DW3 dan DW4 memberi kode kepada protein yang berperan penting dalam interaksi monosit-limfosit. Jika terjadi kelainan, fungsi limfosit T yang terganggu akan berperan dalam patogenesis pengrusakan sel pulau pankreas. Selain itu juga terjadi peningkatan antibodi terhadap sel pulau langerhans. Disertai dengan faktor pemicu berupa infeksi virus doxsackie.

Patofisiologi DM tipe 2

Cirinya pola familial yang kuat, indeks untuk DM tipe 2 : kembar monozigot 100 %, saudara kandung 40%, anak cucu 33%.

y y y

Awalnya terjadi resistensi sel target terhadap kerja insulin Insulin mulanya berikatan dengan reseptor reseptor permukaan membran tertentu. Kemudian terjadi reaksi intraseluler yang menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan peningkatan transpor glukosa menembus membran sel

Pada DM 2, terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini desebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor di membran sel atau ketidaknormalan reseptor insulin akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa.

e. Gejala Diabetes Mellitus Gejala yang terjadi pada diabetes mellitus ada 2, yaitu gejala klasik dan gejala kronik. Gejala DM klasik yaitu : poliuria, polidipsia, dan polifagia. Selain itu dapat ditemukan penurunan maupun peningkatan berat badan serta muntah-muntah dan koma diabetik. Gejala kronik yang sering terjadi adalah lemah badan, kesemutan, mata kabur yang berubahubah, mialgia, artalgia, penurunan kemampuan seksual, dan lain-lain.

1) Patofisiologi Poliuria Poliuria adalah volume urine yang berlebihan, biasanya diatas 3 L/hari. Meningkatnya volume urine bias disertai gejala sering buang air kecil, nokturia, dan polidipsia. Keluhan utama harus segera ditangani dengan hati-hati karena bisa disebabkan oleh penyakit serius. Beberapa kelainan bisa menyebabkan poliuria, pada DM poliuria terjadi karena meningkatnya konsentrasi glukosa memiliki efek diuretik osmotik. Penyebabnya bisa dikelompokkan sebagai berikut :

1) Intake cairan berlebih, misalnya pada polidipsi primer. Keadaan ini sering berhubungan dengan gangguan psikologis yang menyebabkan pasien minum air secara berlebih. Walaupun sangat jarang, adanya lesi hipotalamus structural bias menyebabkan polidipsia primer 2) Peningkatan muatan cairan tubular, misalnya ureum pada gagal ginjal kronis atau glukosa

akibat hiperglikemia pada DM 3) Gradien konsentrasi medulla yang terganggu akibat penyakit medulla ginjal seperti nefrokalsinosis, nefropati analgesic, nekrosis primer papiler ginjal atau penyakit kistik ginjal 4) Menurunnya produksi hormone anti diuretic yang bias terjadi setelah tauma kepala, tumor, atau infeksi hipotalamus atau hipofisis. Keadaan tersebut akan menginduksi DM cranial 5) Keadaan dimana respon tubular terhadap ADH terganggu. Keadaan ini disebut diabetes insipidus nefrogenik, dan diantaranya hiperkalsemia, menurunnya kalsium, toksisitas lithium, dan bentuk insensitivitas ADH turunan yang jarang ditemukan yang diturunkan secara resesif terpaut kromosom X 6) Setelah sembuh dari obstruksi saluran kemih

2) Patofisiologi Polidipsia Dan Hubungan Polidipsia Dengan Dehidrasi Intrasel Pada dasarnya gejala polidipsia disebabkan oleh keadaan dehidrasi akibat gejala poliuria. Pada penderita diabetes berat yang tidak diobati kadar glukosa darahnya dapat meningkat sampai setinggi 1200 mg/dl, yakni 12 kali dari normal. Namun satu-satunya efek yang bermakna akibat peningkatan glukosa tersebut adalah dehidrasi sel-sel jaringan. Hal ini terjadi sebagian glukosa tidak dapat dengan mudah berdifusi melewati pori-pori membrane sel, dan naiknya tekanan osmotic dalam cairan ekstrasel menyebabkan timbulnya perpindahan osmotic air keluar dari sel. Selain efek dehidrasi selular langsung akibat glukosa yang berlebihan, keluarnya glukosa ke dalam urine yang akan menimbulkan keadaan dieresis osmotic. Diuresis osmotic adalah efek osmotic dari glukosa dalm tubulus ginjal yang sangat mengurangi reabsorpsi cairan tubulus. Efek secara keseluruhan adalah kehilangan cairan yang sangat besar dalam urine, sehinggga menyebabkan dehidrasi ekstrasel, yang selanjutnya menimbulkan dehidrasi komponen satorik cairan intrasel. Jadi, salah satu gambaran diabetes yang penting adalah adanya kecenderungan timbulnya dehidrasi ekstrasel maupun intrasel.

3) Patofisiologi Polifagia Diabetes Mellitus merupakan gangguan metabolisme karbohidrat karena jumlah insulin yang kurang, atau bisa juga karena kerja insulin yang tidak optimal. Insulin merupakan hormon yang

dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang tepat. Insulin membuat gula berpindah ke dalam sel sehingga menghasilkan energi, atau disimpan sebagai cadangan energi.

Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum akan merangsang pankreas menghasilkan insulin, sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan. Pada saat melakukan aktivitas fisik, kadar gula darah juga bisa menurun karena otot menggunakan glukosa untuk energi. Gejala polifagia berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan dikeluarkan melalui air kemih. Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, sehingga penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi).

f.

Pemeriksaan Penderita Diabetes Mellitus 1) Pemeriksaan Fisik y y y y y y y anamnesis observasi pasien penderita tampak lemah dan lesu penderita mengeluhkan penurunan berat badan (tergantung type DM) sering kesemutan tidak bisa melipat tangan dalam keadaan posisi praying stle secara normal ada penderita kronis ditemukan gangrene pada kulit

2) Pemeriksaan Penunjang y Tes Gula Darah Tes tradisional yang digunakan untuk menilai buangan gluosa adalah tes toleransi glukosa oral. Tes in digunakan unuk mendiagnosis diabetes awal secara pasti , namun tes ini tdak dibutuhkan untuk penapisan dan sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan manifestasi klinis diabetes dan hiperglikemia. Pada OGTT kadar glukosa serum diukur sebelum dan sesudah mengkonsmsi 75 gram glukosa . kadar glukosa diukur setip jam selama 2 jam setelah pemberian glukosa. Pada keadaan sehat ,kadar gluksa puasa individu yang dirawat jalan dengan

toleransi glukosa normal adalah 70 hingga 110 mg/dl. Setelah pemberian glukosa , kadar glukosa akan meningkat pada awalnya namun akan kembali dalam waktu 2 jam pertama . kadar glukosa serum yang kurang dari 200 mg / dl setelah , 1, dan 1 jam pemberian glukosa dan kurang dari 140 mg /dl setelah 2 jam ditetapkan sebagai nilai OGTT normal.

g. Terapi Pada Penderita Diabetes Mellitus Modalitas pada penatalaksanaan diabetes mellitus terdiri dari: 1. Terapi non farmakologis yang meliputi, y y y y Edukasi pasien Perubahan life style Pengaturan pola makan atau terapi gizi medis Latihan jasmani

2. Terapi farmakologis yang meliputi y Pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi insulin

1) Terapi Non Farmakologis Pada Penderita Diabetes Mellitus 1.1) Terapi Gizi Medis Prinsipnya melakukan pola makan yag didasarkan oleh status gizi diabetesi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Manfaatnya : -menurunkan berat badan -menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolic -menurunkan kadar glukosa darah -memperbaiki profil lipid lipid

-meningkatkan sensitivitas reseptor insulin -memperbaiki sistem koagulasi darah 1.2) Jenis Bahan Makanan a. karbohidrat rekomendasi pemberian karbohidrat:  kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat , lebih ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan dengan jenis karbohidrat itu sendiri.  dari total kebutuhan kalori per hari 60-70 % diantaranya berasal dari sumber karbohidrat.   jumlah serat 25-50 gram per hari jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi , namun jangan sampai lebih dari total kalori per hari.    fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram /hari makanan yang banyak mengandung sukros tidak perlu dibatasi. penggunaan alkohol harus dibatasi tidak lebih dari 10 gram per hari.

b. Protein Rekomendasi:   kebutuhan protein 15 20 % dari total kebutuhan energi per hari pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol , asupan protein tidak akan mempengaruhi konsentrasi gluksa darah  jika terdapat komplikasi kardiovaskuler , maka sumber protein nabati lebih dianjurkan dari protein hewani.  pada keadaan kadar gula yang tidak terkontrol , pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg berat badan / hari  pada gangguan fungsi ginjal ,jumlah asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram / kg berat badan /hari dan tidak kurang dari 40 gram c. Lemak Rekomendasi;  batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh maksimal sampai 10% dari total kebutuhan kalori per hari  batasi asupan asam lemak bentuk trans

jika kadar kolesterol LDL lebih dari sama dengan 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai maksimal 7% dari total kalori per hari.

1.3)

Latihan Jasmani  frekuensi : jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali per minggu    intensitas : ringan dan sedang durasi : 30- 60 menit jenis : latihan jasmani aerobic untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan , jogging , berenang dan bersepeda.

2) Terapi Farmakologis Pada Penderita Diabetes Mellitus Pada diabetes I pancreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya bisa dilakukan melalui suntikan , insulin dihancurkan di lambung sehingga tidak dapat diberikan per oral (ditelan). Insulin terdapat dalam 3 bentk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama kerja yang berbeda : 1. Insulin kerja cepat Contohnya adalah insulin regular , yang bekerja paling cepat dan paling sebentar. Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan bekerja selama 6-8 jam. Insulin kerja cepat biasanya diberikan kepada pasien yang menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan disuntikkan 15-20 menit sebelum makan. 2. Insulin kerja sedang Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi inslin isofan.. mulai kerja dalam waktu 1-3 jam ,menapai puncak maksimum dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari an dapat disuntikkan paa malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam.

3. Insulin kerja lama

Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telh dikembangkan. Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.

Pada diabetes mellitus type II diberikan obat obat antidiabetik a. Golongan Sulfonilurea Mekanisme kerja: golongan obat ini sering disebut insulin secretagogous , kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul sel sel beta langherhans pancreas. Rangsangannya melalui interaksinya dengan ATP sensitive K channel pada membrane sel sel beta yang menimbulkan depolarisasi membrane dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. Dengan terbuka kanal Ca maka ion Ca akan masuk ke sel beta merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptide C. Efek samping: hipoglikemia , mual muntah , diare ,dan gangguan fungsi ginjal.

b. Biguanid Mekanisme kerja : merangsang sel sel reseptor yang mengalami kerusakan atau insensitivitas. Biguanid tidak merangsang ataupun menghambat perubahan glukosa menjadi lemak. Pada pasien diabetes yang gemuk , biguanid dapat menurunkan berat badan dengan mekanisme yang belum jelas . dan pada orang non diabetic yang gemuk tidak timbul penurunan berat badan dan kadar glukoa darah. Efek samping : mual , muntah , diare serta kecap logam dapat dihilangkan dengan cara menurunkan dosis secara perlahan lahan.

h. Komplikasi Komplikasi-komplikasi diabetes melitus dapat dibagi menjadi dua kategori mayor : 1. Komplikasi metabolik akut, dan 2. Komplikasi-komplikasi vaskular jangka panjang

1) Komplikasi Akut Ketoasidosis Diabetik Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah ketoasidosis diabetik (DKA). Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan badan keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok. Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga kesehatan menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin.

DKA ditangani dengan : 1. Perbaikan kekacauan metabolik akibat kekurangan insulin 2. Pemulihan keseimbangan air dan elektrolit, dan 3. Pengobatan keadaan yang mungkin mempercepat ketoasidosis

Pengobatan dengan insulin (regular) masa kerja singkat diberikan melalui infus intravena kontinu atau suntikan intramuskular yang sering dan infus glukosa dalam air atau salin akan meningkatkan penggunaan glukosa, mengurangi lipolisis dan pembentukan badan keton, serta memulihkan keseimbangan asam basa. Selain itu, pasien juga memerlukan penggantian kalium. Karena infeksi berulang dapat meningkatkan kebutuhan insulin pada penderita diabetes, maka tidak mengherankan kalau infeksi dapat mempercepat terjadinya dekompensasi diabeti akut dan DKA. Dengan demikian, pasien dalam keadaan ini mungkin perlu diberi pengobatan antibiotika. Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK) adalah komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes melitus tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat dengan

kadar glukosa serum lebih besar dari 600 mg/dl. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas, diuresis osmotik, dan dehidrasi berat. Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Pengobatan HHNK adalah rehidrasi, penggantian elektrolit, dan insulin regular. Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis.

Hipoglikemia Komplikasi metabolik lain yang sering dari diabetes adalah hipoglikemia. Risiko hipoglikemia timbul akibat ketidaksempurnaan terapi saat ini, di mana kadar insulin di antara dua makan dan pada malam hari meningkat secara tidak proposional dan kemampuan fisiologis tubuh gagal melindungi batas penurunan glukosa darah yang aman. Faktor paling utama yang menyebabkan hipoglikemia sangat penting dalam pengelolaan diabetes adalah ketergantungan jaringan saraf pada asupan glukosa yang berkelanjutan. Glukosa merupakan bahan bakar metabolisme yang utama untuk otak. Oleh karena otak hanya menyimpan glukosa (dalam bentuk glikogen) dalam jumlah yang sangat sedikit, fungsi otak yang normal sangat tergantung asupan glukosa dari sirkulasi. Gangguan pasokan glukosa yang berlangsung lebih dari beberapa menit dapat menimbulkan disfungsi sistem saraf pusat, gangguan kognisi dan koma.

Klasifikasi Klinis Hipoglikemia Akut Ringan Simtomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas sehari-hari yang nyata Sedang Simtomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari yang nyata Berat Sering (tidak selalu) tidak simtomatik, karena gangguan kognitif pasien tidak mampu mengatasi sendiri 1. 2. 3. Membutuhkan pihak ketiga tetapi tidak memerlukan terapi parenteral Membutuhkan terapi parenteral (glukagon intramuskular atau glukosa intravena Disertai dengan koma atau kejang

Penyebab Hipoglikemia

Pada pasien diabetes, hipoglikemia timbul akibat peningkatan kadar insulin yang kurang tepat, baik sesudah penyuntikan insulin subkutan atau karena obat yang meningkatkan sekresi insulik seperti sulfonilurea. Oleh sebab itu, dijumpai saat-saat dan keadaan tertentu di mana pasien diabetes mungkin akan mengalami kejadian hipoglikemia. Sampai saat ini pemberian insulin masih belum sepenuhnya dapat menirukan (mimicking) pola sekresi insulin yang fisiologis. Makan akan meningkatkan kadar glukosa darah dalam beberapa menit dan mencapai puncak sesudah 1 jam. Bahkan insulin yang bekerjanya paling cepat (insulin analog rapid-acting) bila diberikan subkutan belum mampu menirukan kecepatan peningkatan kadar puncak tersebut dan berakibat menghasilkan puncak konsentrasi insulin 1-2 jam sesudah disuntikkan. Oleh sebab itu pasien rentan terhadap hipoglikemia sekitar 2 jam sesudah makan sampai waktu makan yang berikutnya. Oleh sebab itu waktu dimana resiko hipoglikemia paling tinggi adalah saat menjelang makan berikutnya dan malam hari.

Faktor yang Merupakan Predisposisi atau Mempresipitasi Hipoglikemia Berbagai faktor yang merupakan predisposisi atau mempresipitasi hipoglikemia adalah : 1. Kadar insulin berlebihan y Dosis berlebihan : kesalahan dokter, farmasi, pasien; ketidak sesuaian dengan kebutuhan pasien atau gaya hidup; deliberate overdose (factitious hipoglikemia) y Peningkatan bioavailibilitas insulin : absorbsi yang lebih cepat (aktivitas jasmani, suntik di perut, perubahan ke human insulin; antibodi insulin; gagal ginjal (clearance insulin berkurang); honeymoon periode 2. Peningkatan sensitivitas insulin y y y 3. Defisiensi hormon counter-regulatory : penyakit Addison; hipopituitarisme; Penurunan berat badan Latihan jasmani, postpartum; variasi siklus menstruasi

Asupan karbonhidrat kurang y y y y Makan tertunda atau lupa, porsi makan kurang Diet slimming, anorexia nervosa Muntah, gastroparesis Menyusui

4.

Lain-lain y y Absorbsi yang cepat, pemulihan glikogen otot Alkohol, obat (salsilat, sulfonamid meningkatkan kerja sulfonilurea; penyekat selektif; pentamidin) non-

Keluhan dan Gejala Hipoglikemia Pada pasien diabetes yang masih relatif baru, keluhan dan gejala yang terkait dengan gangguan sistem saraf otonomik seperti palpitasi, tremor, atau berkeringat lebih menonjol dan biasanya mendahului keluhan dan gejala disfungsi serebral yang disebabkan oleh neroglikopeni, seperti gangguan konsentrasi atau koma. Sakit kepala dan mual mungkin bukan merupakan keluhan malaise yang khas. Pada pasien diabetes yang lama intensitas keluhan otonomik cenderung berkurang atau menghilang. Hal tersebut menunjukkan kegagalan yang progresif aktivasi sistem saraf otonomik.

Keluhan dan Gejala Hipoglikemia Akut yang Sering Dijumpai pada Pasien Diabetes Otonomik Berkeringat Jantung berdebar Tremor Lapar Neuroglikopenik Bingung (confusion) Mengantuk Sulit berbicara Perilaku yang berbeda Gangguan visual Parestesi Malaise Mual Sakit kepala

Terapi Hipoglikemia pada Diabetes Glukosa Oral. Sesudah diagnosis hipoglikemia ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler, 10-20 g glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya dalam bentuk tablet, jelly, atau 150-200 ml mnuman yang mengandung glukosa seperti jus buah segar dan non-diet cola. Sebaiknya coklat manis tidak diberikan karena lemak dalam coklat dapat menghambat absorbsi glukosa. Bila belum ada jadwal makan dalam 1-2 jam perlu diberikan tambahan 10-20 g karbonhidrat kompleks. Bila pasien mengalami kesulitan menelan dan keadaan tidak terlalu gawat, pemberian madu atau gel glukosa lewat mukosa rongga mulut (buccal) mungkin dapat dicoba. Glukagon Intramuskular. Glukagon 1 mg intramuskular dapat diberikan oleh tenaga nonprofesional yang terlatih dan hasilnya akan tampak dalam 10 menit. Kecepatan kerja glukagon tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila pasien sudah sadar pemberian glukagon harus diikuti dengan pemberian glukosa oral 20 g dan dilanjutkan dengan pemberian 40 g karbonhidrat dalam bentuk tepung untuk mempertahankan pemullihan. Pada keadaan puasa yang panjang atau hipoglikemia yang diinduksi alkohol, pemberian glukagon mungkin tidak efekif. Efektifitas glukagon tergantung dari stimulasi

glikogenolisis yang terjadi. Glukagon Intravena. Glukosa intravena harus diberikan dengan berhati-hati. Pemberian glukosa dengan konsentrasi 50% terlalu toksik untuk jaringan dan 75-100 ml glukosa 20% atau 150-200 ml glukosa 10% dianggap lebih aman. Ekstravasasi glukosa 50% dapat menimbulkan nekrosis yang memerlukan amputasi.

2) Komplikasi Kronik Komplikasi vaskular jangka panjang dari diabetes melibatkan pembuluh-pembuluh kecil mikroangiopati dan pembuluh-pembuluh sedang dan besar makroangiopati. Mikroangiopati merupakan

lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik), dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot serta kulit. Dipandang dari sudut histokimia, lesi-lesi ini ditandai dengan peningkatan penimbunan glikoprotein. Selain itu, karena senyawa kimia dari membran dasar dapat berasal dari glukosa, maka hiperglikemia menyebabkan bertambahnya kecepatan pembentukan sel-sel membran dasar. Penggunaan glukosa dari sel-sel ini tidak membutuhkan insulin. Bukti histologik mikroangiopati sudah tampak nyata pada penderita IGT. Namun, manifestasi klinis penyakit vaskular, retinopati atau nefropati biasanya baru timbul 15-20 tahun sesudah awitan diabetes. Ada kaitan yang kuat antara hiperglikemia dengan inseidens dan berkembangnya retinopati. Manifestasi dini retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola retina. Akibatnya, perdarahan, neovaskularisasi dan jaringan parut retina dapat mengakibatkan kebutaan. Pengobatan yang paling berhasil untuk retinopati adalah fotokoagulasi keseluruhan retina. Sinar laser difokuskan pada retina, menghasilkan parut korioretinal. Setelah pemberian sinar beberapa seri, maka akan dihasilkan sekitar 1800 parut yang ditempatkan pada kutub posterior retina. Pengobatan dengan cara ini nampaknya dapat menekan neovaskularisasi dan perdarahan yang menyertainya. Manifestasi dini nefropati berupa proteinuria dan hipertensi. Jika hilangnya fungsi nefron terus berlanjut, pasien ini akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Pada tahap ini, pasien mungkin memerlukan dialisis atau transplantasi ginjal. Neuropati dan katarak disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa sorbitol fruktosa)

akibat kekurangan insulin. Terdapat penimbunan sorbitol dalam lensa sehingga mengakibatkan pembentukan katarak dan kebutaan. Pada jaringan saraf, terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan

mengganggu kegiatan metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan hilangnya akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini perjalanan neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik, dan gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dalam, kelemahan otot dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer (mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf kranial atau sistem saraf otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal, keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural dan impotensi. Pasien dengan neuropati otonom diabetik dapat menderita infark miokardial akut tanpa nyeri. Pasien ini juga dapat kehilangan respons katekolamin terhadap hipoglikemia dan tidak menyadari reaksi-reaksi hipoglikemia. Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab jenis penyakit vaskular ini. Gangguan-gangguan ini berupa : 1. Penimbunan sorbitol dalam intima vaskular, 2. Hiperlipoproteinemia, dan 3. Kelainan pembekuan darah.

Pada akhirnya, makroangiopati diabetik ini akan mengakibatkan penyumbatan vaskular. Jika mengenai arteri-arteri perifer, maka dapat mengakibatkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi serebral dan stroke. Jika yang terkena adalah arteria koronaria dan aorta, maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokardium.

Strategi Pengelolaan Berbagai Komplikasi Kronik Dini Dengan mengetahui berbagai faktor resiko terkait terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus secara umum maupun faktor resiko khusus komplikasi kronik diabetes melitus yang tertentu seperti

mikroalbuminuria untuk nefropati atau pun deformitas kaki untuk penyakit pembuluh darah perifer, kemudian dapat segera dilakukan berbagai usaha umum untuk pencegahan kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus. 1. Pengendalian Kadar Glukosa Saat ini, pilar utama pengelolaan DM meliputi penyuluhan, pengaturan makan, kegiatan jasmani dan pemakaian obat hipoglikemik oral maupun insulin, baik sendiri maupun dengan cara kombinasi berbagai

obat hipoglikemik. Usaha menggabungkan berbagai sarana pengelolaan tersebut sudah terbukti dapat dengan bermakna menurunkan insidensi komplikasi kronik DM. 2. Tekanan Darah Sasaran tekanan darah yang harus dicapai pada penyandang diabetes melitus adalah kurang dari 130/80 mmHg. Obat penghambat sistem renin angiotensin ( Inhibitor ACE, ARB atau pun kombinasi keduanya) dapat dipergunakan untuk mencegah kemungkinan terjadinya dan kemungkinan semakin bertambah beratnya mikroalbuminuria. 3. Pengendalian Lipid Pada pengelolaan dislipidemia, DM dianggap sebagai faktor resiko yang setara dengan penyakit jantung koroner, sehingga adanya DM pada dislipidemia harus dikelola secara lebih agresif dan sasaran pengelolaan lipid untuk penyandang DM seyogyanya lebih rendah daripada orang normal, non-DM, yaitu kadar kolesterol LDL kurang dari 100 mg/dL. Dianjurkan untuk menurunkan kadar kolesterol LDL sampai 70 mg/dL pada pasien dengan penyakit pembuluh darah koroner yang disertai DM atau dengan berbagai komponen sindrom metabolik lain seperti kadar kolesterol HDL yang rendah, dan kadar trigliserida yang tinggi. Demikian juga dengan adanya faktor resikko lain yang kuat, seperti misalnya pada perokok berat. 4. Faktor Lain a. Pola Hidup Sehat Pengubahan pola hidup ke arah pola hidup yang lebih sehat merupakan dasar penting utama usaha pencegahan dan pengelolaan komplikasi kronik DM. Pola hidup sehat harus selalu diterapkan dan dibudayakan sepanjang hidup. Merokok berperan penting pada terjadinya kelainan makrovaskular pada penyandang DM. Oleh karena itu berhenti merokok merupakan satu anjuran yang harus digalakkan bagi semua penyandang DM dalam rangka pencegahan terjadinya komplikasi kronik DM secra umum. b. Perencanaan Makan Perencanaan makan yang sesuai dengan anjuran pelaksanaan pola hidup sehat meliputi anjuran mengenai jumlah masukan kalori secara keseluruhan maupun persentase masing komponen diet baik makronutrien maupun mikronutriennya, yang tercakup secara keseluruhan dalam anjuran gizi seimbang bagi penyandang DM.

Cara diagnosis dini Retinopati Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada retina, mulai dari retinopati diabetik non-proliferatif sampai perdarahan retina, kemudian juga ablasio retina dan dapat lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kebutaan. Diagnosis dini dapat diketahui dengan pemeriksaan rutin.

Nefropati Kelainan yang terjadi pada ginjal penyandang DM dimulai dengan adanya mikroalbuminuria, dan kemudian berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan keadaan gagal ginjal. Yang memerlukan pengobatan dengan pengobatan substitusi. Pemeriksaan untuk mencari mikroalbuminuria dilakukan pada saat diagnosis DM ditegakkan dan setelah itu diulang setiap tahun.

Penyakit jantung koroner Kewaspadaan untuk kemungkinan terjadinya penyakit pembuluh darah koroner harus ditingkatkan terutama mereka yang mempunyai resiko tinggi terjadinya kelainan aterosklerosis seperti mereka yang mempunyai riwayat keluarga DM atau penyakit pembuluh darah koroner yang kuat.

Penyakit pembuluh darah perifer Mengenali dan mengelola berbagai faktor risiko terkait terjadinya kaki diabetes merupakan hal yang paling penting dalam usaha pencegahan terjadinya masalah kaki diabetes. Adanya perubahan bentuk kaki merupakan hal yang harus selalu dicari dan diperhatikan.

Cara Khusus Pencegahan dan Pengelolaan Berbagai Komplikasi Kronik DM Di samping usaha pencegahan primer komplikasi kronik DM secara umum seperti yang sudah dikemukakan di atas, berbagai usaha khusus dapat dikerjakan untuk masing-masing komplikasi kronik DM, baik berupa pencegahan primer komplikasi kronik maupun usaha memperlambat progresi

komplikasi kronik yang sudah terjadi.

Retinopati Pengobatan koagulasi dengan sinar laser terbukti dapat bermanfaat mencegah perburukan retina lebih lanjut yang kemudian mungkin akan mengancam mata. Fotokoagulasi dapat dikerjakan secara pan-retinal. Tindakan lain yang mungkin dilakukan adalah vitrektomi dengan berbagai macam cara. Demikian pula tindakan operatif lain seperti perbaikan ablasio retina dapat dilakukan untuk menolong mencegah perburukan fungsi mata.

Nefropati Setelah berbagai cara pencegahan konservatif tidak berhasil menghambat laju perburukan filtrasi glomerular, dan kemudian sudah mencapai tahap gagal ginjal-penyakit ginjal tahap terminal, dapat dilakukan pengelolaan pengganti untuk membantu fungsi ginjal, baik berupa hemodialisis maupun dialisis peritoneal. Di samping kedua modalitas tersebut di atas, transplantasi ginjal merupakan pilihan lain terapi pengganti fungsi ginjal yang dapat dilakukan pada penyandang DM dengan gagal ginjal.

Penyakit Pembuluh Darah Koroner Pengelolaan konservatif untuk penyakit pembuluh darah koroner dapat diberikan kepada penyandang DM. Berbagai obat tersedia untuk keperluan ini. Saat ini banyak cara baik semi-invasif maupun invasif yang dapat dipakai untuk menolong penyandang DM dengan penyakit pembuluh darah koroner secara peniupan dengan balon dan pemasangan gorong-gorong (stent) merupakan cara yang banyak dimanfaatkan untuk memperbaiki fungsi pembuluh darah koroner jantung. Beberapa kasus lain memerlukan tindakan operatif bedah pintas koroner untuk memperbaiki fungsi jantungnya.

Penyakit pembuluh darah perifer Usaha yang dapat dilakukan dalah mengoptimalisasikan pengolaan kaki, mengistirahatkan kaki dan menjaga kaki agar tidak luka

Tambahan Komplikasi
Jika dibiarkan tidak dikelola dengan baik, diabetes melitus akan menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Adanya pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang tidak normal merupakan dasar terjadinya komplikasi kronik diabetes mellitus. Kelainan dasar tersebut sudah dibuktikan terjadi pada para penyandang diabetes mellitus maupun pada berbagai binatang percobaan. Perubahan tersebut biasanya terjadi pada endotel pembuluh darah maupun pada sel meseangial ginjal, semuanya menyebabkan perubahan pada pertumbuhan dan kesintesaan sel. Yang kemudian pada gilirannya akan menyebabkan terjadinya komplikasi vaskular diabetes. Pada retinopati diabetik proliferatif, didapatkan hilangnya sel perisit dan terjadi pembentukan mikroaneurisma. Diseamping terjadi hambatan aliran darah juga terjadi sumbatan kapiler. Semua kelainan tersebut akan menyebabkan kelainan mikrovaskular berupa lokus iskemik dan hipoksia lokal. Sel retina kemufian merespons dengan meningkatnya ekspresi faktor pertumbuhan endotel vaskular (Vascular Endotelial Growth Factor) dan selanjutnya memacu terjadinya neovaskularisasi pembuluh darah. Pada nefropati diabetik terjadi peningkatan tekanan glomerular, dan disertai meningkatnya matriks ekstraselular akan menyebabkan penebalan membran basal, ekspansi mesangial dan hipertrofi glomerular. Semua itu akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi dan kemudian terjadinya perubahan selanjutnya yang mengarah ke terjadinya glomerulosklerosis. Terjadinya plak aterosklerosis pada daerah subintimal pembuluh darah kemudian berlanjut pada terbentuknya penyumbatan pembuluh darah dan kemudian sindrom koroner akut. Patogenesis terjadinya kelainan vaskular pada diabetes melitus meliputi terjadinya imbalans metabolik maupun hormonal. Pertumbuhan sel otot polos pembuluh darah maupun sel mesangial keduanya distimulasi oleh sitokin. Kedua macam sel tersebut juga berespons terhadap berbagai substansi vasoaktif dalam darah, terutama angiotensin II. Dipihak lain adanya hiperinsulinemia seperti yang tampak pada DM tipe 2 atau pun juga pemberian insulin eksogen ternyata akan memberikan stimulus mitogenik yang akan menambah perubahan yang terjadi akibat pengaruh angiotensin pada sel otot polos pembuluh darah maupun pada sel mesaangial. Jelas baik faktor hormonal maupun faktor metabolik berperan dalam patogenesis kelainan vaskular diabetes. Jaringan kardiovaskular, demikian juga jaringan lain yang rentan terhadap terjadinya komplikasi kronik diabetes ( jaringan saraf, sel endotel oembuluh darah dan sel retina lensa). Mempunyai kemampuan untuk memasukkan dari lingkungan sekitar ke dalam sel tanpa memerlukan insulin., agar

dengan demikian jaringan yang sangat penting tersebut diyakinkan mendapat cukup pasokan glukosa sebelum glukosa tersebut dipakai untuk energi di otot maupun kemudian disimpan sebagai cadangan lemak. Tetapi pada keadaan hiperglikemia kronik, tidak cukup terjadi down regulation dari sistem transportasi glukosa yang non insulin dependen ini, sehingga sel akan kebanjiran glukosa, suatu keadaan yang disebut hiperglisolia. E. NEUROSENSORI PRESBIOPI Presbiopia adalah proses kehilangan penglihatan untuk fokus secara aktif pada objek terdekat dengan mata. Hal ini sering kali dialami seseorang yang memasuki 40-an dan terus memburuk hingga sekitar umur 60. Seseorang menyadari dirinya mengalami presbiopia ketika mulai membaca buku dan surat kabar dengan meletakkannya jauh dari mata. Jika seseorang mengalami rabun jauh, untuk sementara mengelola presbiopia dengan membaca tanpa kacamata. Presbiopia merupakan bagian dari proses penuaan yang secara alamiah dialami oleh semua orang. Penderita akan menemukan perubahan kemampuan penglihatan dekatnya pertamakali pada pertengahan usia empat puluhan. Pada usia ini, keadaan lensa kristalin berada dalam kondisi dimana elastisitasnya telah banyak berkurang sehingga menjadi lebih kaku dan menimbulkan hambatan terhadap proses akomodasi, karena proses ini utamanya adalah dengan mengubah bentuk lensa kristalin menjadi lebih cembung. Organ utama penggerak proses akomodasi adalah muskulus siliaris, yaitu suatu jaringan otot yang tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler, dan radial. Fungsi serat-serat sirkuler adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula, yang merupakan kapsul di mana lensa kristalin barada di dalamnya. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa dapat mempunyai berbagai fokus baik untuk objek berjarak dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapangan pandang. Jika elastisitas lensa kristalin berkurang dan menjadi kaku (sclerosis), maka muskulus siliaris menjadi terhambat atau bahkan tertahan dalam mengubah kecembungan lensa kristalin. Penanganan presbiopia adalah dengan membantu akomodasinya menggunakan lensa cembung (plus). Jika penderita presbiopia juga ngin memakai kacamata untuk penglihatan jauhnya, atau mempunyai status refraksi ametropia, maka ukuran dioptri lensa cembung itu diaplikasikan ke dalam apa yang disebut sebagai addisi. Addisi adalah perbedaan dioptri antara koreksi jauh dengan koreksi dekat. Berikut ini merupakan addisi rata rata yang ditemukan pada berbagai tingkatan usia : 40 tahun - +1,00 D. 45 tahun - +1,50 D. 50 tahun - +2,00 D. 55 tahun - +2,50 D.

60 tahun - +3,00 D. Dalam menentukan nilai addisi, penting untuk memperhatikan kebutuhan jarak kerja penderita pada waktu membaca atau melakukan pekerjaan sehari hari yang banyak membutuhkan penglihatan dekat. Karena jarak baca dekat pada umumnya adalah 33 cm, maka lensa S +3,00 D adalah lensa plus terkuat sebagai addisi yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini, mata tidak melakukan akomodasi bila melihat obyek yang berjarak 33 cm, karena obyek tersebut berada pada titik focus lensa S +3,00 D tersebut. Jika penderita merupakan seseorang yang dalam pekerjaannya lebih dominan menggunakan penglihatan dekat, lensa jenis fokus tunggal (monofocal) merupakan koreksi terbaik untuk digunakan sebagai kacamata baca. Lensa bifocal atau multifocal dapat dipilih jika penderita presbiopia menginginkan penglihatan jauh dan dekatnya dapat terkoreksi. Selain dengan lensa kacamata, presbiopia juga dapat dikoreksi dengan lensa kontak multifocal, yang tersedia dalam bentuk lensa kontak keras maupun lensa kontak lunak. Hanya saja, tidak setiap orang dapat menggunakan lensa kontak ini, karena membutuhkan perlakuan dan perawatan secara khusus. Metode lain dalam mengkoreksi presbiopia adalah dengan tehnik monovision ( penglihatan tunggal ), di mana salah satu mata dikondisikan hanya bisa untuk melihat jauh saja, dan mata yang satunya lagi dikondisikan hanya bisa untuk melihat dekat. Alat koreksi yang dipakai bisa berupa lensa kacamata atau lensa kontak. Ada beberapa orang yang dapat menggunakan metode ini, sementara sebagian besar yang lain dapat pusing pusing atau kehilangan kedalaman persepsi atas obyek yang dilihat. Gejala Presbiopia berkembang secara bertahap selama bertahun-tahun. Tanda-tanda dan gejalanya sebagai berikut: * Suatu kecenderungan untuk memegang bahan bacaan lebih jauh untuk mendapatkan pandangan yang jelas. * Penglihatan kabur pada jarak baca normal * Mata lelah atau sakit kepala setelah membaca atau melakukan pekerjaan dekat Perawatan Tujuan pengobatan adalah untuk mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk fokus pada objek terdekat. Pilihan pengobatan termasuk memakai lensa korektif, menjalani pembedahan atau mendapatkan bias lensa implan. KATARAK SENILIS DEFINISI Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun1 Katarak merupakan penyebab kebutaan di dunia saat ini yaitu setengah dari 45 juta kebutaan yang ada. 90% dari penderita

katarak berada di negara berkembang seperti Indonesia, India dan lainnya. Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia, yaitu 50% dari seluruh kasus yang berhubungan dengan penglihatan ETIOLOGI Penyebab katarak senilis sampai saat ini belum diketahui secara pasti, diduga multifaktorial, diantaranya antara lain1,8 : - Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik - Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek buruk terhadap serabu-serabut lensa. - Faktor imunologik - Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari. - Gangguan metabolisme umum MANIFESTASI KLINIS Gejala pada katarak senilis berupa distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur. Pada stadium insipien, pembentukan katarak penderita mengeluh penglihatan jauh yang kabur dan penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga pasien dapat membaca lebih baik tanpa kacamata (second sight). Terjadinya miopia ini disebabkan oleh peningkatan indeks refraksi lensa pada stadium insipient. Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pemeriksa awam sampai menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Katarak pada stadium dini, dapat diketahui melalui pupil yang dilatasi maksimum dengan oftalmoskop, kaca pembesar atau slit lamp Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin

padatnya kekeruhan lensa, hingga reaksi fundus hilang. Derajat klinis pembentukan katarak dinilai terutama dengan uji ketajaman penglihatan Snellen. PENATALAKSANAAN Katarak senilis penanganannya harus dilakukan pembedahan atau operasi. Tindakan bedah ini dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak senil, seperti katarak telah mengganggu pekerjaan sehari-hari walapun katarak belum matur, katarak matur, karena apabila telah menjadi hipermatur akan menimbulkan penyulit (uveitis atau glaukoma) dan katarak telah telah menimbulkan penyulit seperti katarak intumesen yang menimbulkan glaukoma. Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu: - ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction) - ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) yang terdiri dari ECCE konvensional, SICS (Small Incision Cataract Surgery), fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification), Fekoemulsifikasi merupakan bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi Komplikasi dari pembedahan katarak antara lain: - Ruptur kapsul posterior - Glaukoma - Uveitis - Endoftalmitis - Perdarahan suprakoroidal - Prolap iris PRESBIAKUSIS DEFINISI 3 mm11

Seperti organ-organ yang lain, telinga pun mengalami kemunduran pada usia lanjut. Kemunduran ini dirasakan sebagai kurangnya pendengaran, dari derajat yang ringan sampai dengan yang berat. Bila kekurang pendengaran ini berat, akan menimbulkan banyak masalah bagi penderita dengan orangorang sekitarnya. Misalnya salah faham dalam komunikasi. Penderita sering membantah karena mengira orang lain-lain marah-marah kepadanya, tak perduli kepadanya, atau malah mentertawakannya, mengejeknya atau lain-lain lagi. Dalam perjalanan mencapai usia lanjut, alat pendengaran dapat mengalami berbagai gangguan. Gangguan ini dibagi dalam dua bagian besar; yaitu gangguan di bagian konduksi yang biasanya dapat diobati dengan basil memuaskan, dan pada bagian persepsi yang biasanya sulit diobati. Gangguan di bagian konduksi menimbulkan tuli konduksi, penyebabnya ialah : 1. Dalam meatus akustikus eksterna : cairan (sekret, air) dan benda padat (serumen, benda asing) atau tumor. 2. Kerusakan membrana timpani : perforasi, ruptur . 3. Dalam kavum timpani : kelebihan (kekurangan) udara pada okiusi tuba, caftan (darah, sekret pada otitis media), tumor. 4. Pada osikula : gerakannya terganggu oleh sikatriks, destruksi karena otitis media, ankilosis stapes pada otosklerosis dan luksasi oleh trauma. Gangguan di bagian persepsi menimbulkan tuli persepsi, penyebabnya ialah :

1. Toksin. Eksotoksin : obat-obat (dihidrostreptomisin, kanamimisin, kinin, salisilat) dan bahan-bahan dari industri dalam bentuk gas (karbonmonoksid) Endotoksin : (diabetes, penyakit ginjal, penyakit kelenjar tiroid) 2. Avitaminosis 3. Penyakit infeksi (morbili, parotitis, meningitis, lues) 4. Sudden deafness (penyakit tabung darah, alergi, infeksi dengan virus). 5. Trauma akustik : letusan hebat (ledakan born), letusan senjata api, tuli karena suara bising. 6. Fraktur dasar tengkorak (trauma kapitis) 7. Penyakit Meniere. 8. Tumor. 9. Presbiakusis : tuli karena usia lanjut. Maksud tulisan ini ialah untuk sekedar memberi gambaran tentang kurangnya pendengaran karena usia lanjut, dan usahausaha yang dapat dilakukan untuk mengobatinya. ETIOLOGI DAN PATOLOGI2 Ketulian pada usia lanjut (presbiakusis) biasanya bilateral dan simetris. Timbulnya kadang-kadang sangat individuil. Sebagian sudah timbul pada usia 40 tahun atau disebut presbiakusis prekoks, tetapi yang lain pada usia 80 tahun masih mempunyai pendengaran baik. Frekuensi terbanyak pada usia 60 - 65 tahun. Didapatkan pula dalam satu famili ada yang lebih banyak terjadi

dibanding famili lain. Tentang jenis kelamin, kebanyakan penulis menulis laki-laki lebih banyak dari pada wanita. Tetapi Weston menulis sebaliknya dengan perbandingan laki-laki wanita 2 : 3. Faktor lain yang mempengaruhi presbiakusis ialah : 1. Faktor lingkungan dan pekerjaan sebelumnya. Faktor yang penting ialah faktor trauma akustik atau kebisingan. 2. Diet dapat juga mempengaruhi terjadinya presbiakusis. Diet dengan tinggi lemak tidak hanya menyebabkan penyakit kardiovaskular tetapi juga memperjelek pendengaran. Banyak penyelidik melihat hubungan presbiakusis dengan aterosklerosis. Tetapi tidak dengan arteriosklerosis dan hipertensi, kecuali bila menimbulkan ensefalopati. Perubahan terjadi pada koklea akibat insufisiensi vaskular oleh karena spasme, sklerosis, trombosis atau perdarahan-perdarahan kecil. Weston mendapatkan 70% pasien presbiakusis dengan arteriosklerosis. 3. Banyak merokok dan stres diperkirakan sebagai penyebab presbiakusis prekoks.

Proses patologik pada presbiakusis dapat terjadi pada 1. Koklea

2. Nervus auditivus 3. Susunan saraf pucat. KELUHAN YANG MENYERTAI PRESBIAKUSIS 2 Kecuali keluhan pendengaran berkurang, maka keluhan lain ialah : 1. Tinitus : suara berdenging ini dikeluhkan pada 50% dari penderita presbiakusis. Biasanya terus menerus dan bernada tinggi. Lain dengan tinitus pada penyakit Meniere yang biasanya bernada rendah. Tinitus biasanya tidaklah sangat mengganggu seperti intoksikasi telinga atau pada traumatic deafness. 2. Diplakusis : yaitu distorsi dari pada tingginya nada atau frekuensi. Dapat terjadi pada satu atau kedua telinga. Biasanya tak terlalu mengganggu kecuali pada musikus-musikus. 3. Vertigo : dikeluhkan pada 30% dari penderita. Apakah ini berasal dari labirin atau bukan tak bisa dipastikan. Hanya didapatkan 60% dari penderita mempunyai reaksi kalori yang tidak normal. Mungkin vertigo ini pada usia lanjut berasal dari brain stem atau perubahan pembuluh darah di sentral. PEMERIKSAAN Kecuali dari umur, otoskopi dan audiologi penting dalam menegakkan diagnosis presbiakusis. Pemeriksaan audiogram nada murni terjadi penurunan pada frekuensi di atas 1000 Hz. Ada beberapa jenis audiogram yang sesuai dengan kelainan patologik seperti yang didasarkan pada pembagian menurut Schuknecht.

DIAGNOSIS BANDING 1. Tull persepsi pada otosklerosis stadium lanjut Penyakit ini merupakan kelainan tulang yang kebetulan pada " foot plate" dari tulang pendengaran stapes. Hanya di sini pada audiogramnya masih terlihat faktor tuli konduksi. 2. Penyakit Meniere Penyakit yang ditandai dengan vertigo, tinitus dan gejalagejala sistem saraf otonom seperti muntah-muntah, keringat dingin, muka pucat sampai dengan diare. Dapat dibedakan dengan pemeriksaan audiometri, yaitu melihat audiogramnya. 3. Trauma akustik Ketulian sebab kebisingan atau suara-suara keras. Dapat dibedakan dengan pemeriksaan audiometri, yaitu pure tone audiogram, SISI tes, Tone Decay tes dan PENCEGAHAN Ada dua faktor yang relevan yaitu : 1. Hindari suara keras, ramai dan kebisingan. 2. Hindari diet yang berlemak. Hal-hal lain yang dianjurkan ialah hindari dingin yang berlebihan, rokok yang berlebihan dan stres. Anemia, kekurangan vitamin dan insufisiensi kardiovaskular juga harus segera diobati. PENGOBATAN Didasarkan pada 4 kelompok obat-obatan : 1. Hormon speech audiogram.

2. Obat vasodilatator 3. Obat lipoproteinolitik 4. Vitamin 1. Hormon Pernah dicoba dengan hormon hipofise secara intravena. Ada yang mencoba hormon wanita pada wanita usia lanjut. Kemudian kedua seks hormon dikombinasi dan diberikan pada penderita. Mungkin tinitusnya berkurang atau pendengaran subjektif sedikit membaik, tapi secara objektif masih diragukan. 2. Vasodilator Seperti asam nikotinat dan derivatnya menyebabkan vasodilatasi perifer, dan pemberian dosis tinggi dalam waktu yang lama menurunkan bloodlipid pada orang hiperkolesterolemia. Efek terapeutik pada presbiakusis disebabkan oleh dilatasi koklear dan pembuluh darah di otak akibat aksi lipoproteinolitik dari obat tersebut. Contoh lain misalnya Ronicol dan Hydergin. 3. Obat lipoproteinolitik Heparin i.v. 250 mg setiap hari selama 8 hari. Kemajuan audiometrik didapat pada 25% penderita. Vertigo dan tinitus menghilang pada 45% penderita. 4. Vitamin Vitamin B kompleks memberikan 43,5% kemajuan dalam pendengaran. Data-data terperinci dari laporan Weston ini tidak diberitakan. Vitamin A banyak dicoba dengan hasil yang lebih memuaskan.

ALAT PEMBANTU MENDENGAR (APM) Bila semua pengobatan tak memberi hasil, maka harapan terakhir ialah pada APM atau hearing aid. Ada tiga bentuk yang umum : 1. "Pocket". Daya pembesaran baik hanya karena berbentuk agak besar maka penderita kebanyakan mau memakainya. 2. " Ear level ". Diletakkan di belakang telinga hingga bisa ditutupi rambut pada wanita atau laki-laki berambut gondrong. 3. Kacamata. Pembesarannya kurang dan harganya mahal. Ada satu bentuk lagi yang disebut " telinga ajaib", dipasarkan oleh perusahaan tertentu. Hanya pembesarannya sangat terbatas sedang harganya mahal. Untuk pemakaian APM, perlu disesuaikan hasil audiogramnya dengan daya kemampuan APM. Jadi perlu dicoba seperti pemakaian kacamata. PROGNOSIS 2 Ada dua bentuk presbiakusis yang berbeda dalam prognosisnya. 1. Slowly increasing deafness. Ini yang lebih sering, jarang sampai terjadi tuli total atau tuli yang berat.

2. Apoplectiform increase. Ketulian sangat mendadak dan sangat berat. Sebabnya diperkirakan perdarahan atau trombosis.

F. MUSKULOSKELETAL OSTEOPOROSIS Merupakan kelainan metabolic tulang di mana terdapat penurunan massa tulang tanjpa disertai kelainan pada matriks tulang. Insidensi Kelainan ini 2-4 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria. Dari seluruh penderita, satu di antara tiga wanita yang berusia di atas 60 tahun dan satu di antara enam pria berumur di atas 75 tahun akan mengalami patah tulang akibat kelainan ini. Etiologi Merupakan hasil interaksi kompleks yang menahun antara factor genetic dan factor lingkungan.faktor-faktor resiko terjadinya osteoporosis antara lain: y y y y Umur; lebih sering terjadi pada usia lanjut. Ras; kulit putih memiliki resiko paling tinggi. Factor keturunan; ditemukan riwayat keluarga dengan keropos tulang. Adanya kerangka tubuh yang lemahdan skoliosis vertebra. Keadaan ini terutama terjadi pada wanita antara umur 50-60 tahun dengan densitas tulang yang rendah dan di atas umur 70 tahun dengan BMI yang rendah. y y y y Aktivitas fisik yang kurang. Tidak pernah melahirkan. Menopause dini (menopause yang terjadi pada usia 46 tahun). Gizi (antara lain protein), kandungan garam pada makanan, kekurangan protein dan kalsium dalam masa kanak-kanak dan remaja menyebabkan tidak tercapainya massa tulang

yang maksimal pada waktu dewasa. y y y y Gaya hidup seperti peminum alcohol berat, peminum kopi berat, dan perokok berat. Hormonal yaitu kadar oestrogen(terutama oestradiol) plasma yang kurang. Obat, misalnya kortikosteroid. Kerusakan tulang akibat kelelahan fisik misalnya jogging yang berlebihan tanpa diimbangi gizi yang cukup. y Jenis kelamin, 3 kali lebih sering pada wanita disbanding pria. Perbedaan ini mungkin, disebabkan oleh factor hormonal dan rangka tulang yang lebih kecil. Jenis-jenis osteoposis Dikenal beberapa jenis osteoporosis, yaitu: 1. Osteoporosis primer (fisiologis). Terbagi atas dua jenis: a. Tipe 1. Tipe yang timbul pada wanita pasca menopause. b. Tipe 2. Terjadi pada orang lanjut usia baik pria maupun wanita. 2. Osteoporosis sekunder (patologis). Terutama disebabkan oleh penyakit-penyakit tulang erosive (misalnya mieloma multiple, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme) dan akibat obat-obatan yang toksik untuk tulang (misalny glukokortikoid). 3. Osteoporosis idiopatik. Adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan ditemukan pada: y y y y Usia kanak-kanak (juvenile). Usia remaja (adolesen). Wanita pramenopause. Pria usia pertengahan. Osteoporosis jenis ini jauh lebih jarang terjadi dibanding jenis lainnya.

Gambaran klinis Gambaran klinis yang dapat ditemukan antara lain adalah:

1. Nyeri tulang. Terutama terasa pada tulang belakang yang intensitas serangannya meningkat pada malam hari. 2. Deformitas tulang. Dapat terjadi fraktur traumatic dan menyebabkan kifosis anguler yang dapat menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis. Diagnosis Terbagi dalam dua keadaan, yaitu: Sebelum terjadi patah tulang. Penderita (terutama wanita tua) biasanya datang ke dokter dengan nyeri tulang terutama tulang belakang bungkuk dan sudah menopause. Untuk menegakkan diagnosis, dilakukan beberapa pemeriksaan, yaitu: y Pemeriksaan non-invasif. Yang dapat dilakukan adalah: Pemeriksaan analisis aktivasi neutron yang bertujuan untuk memeriksa kalsium total dan massa tulang. y Pemeriksaan absorpsiometri. Pemeriksaan computer tomografi. (CT Scan) Pemeriksaan biopsi. Pemeriksaan ini bersifat invasive dan berguna untuk memberikan informasi mengenai keadaan osteoklas, osteoblas, ketebalan trabekula dan mutu mineralisasi tulang. Biopsy dilakukan pada tulang sternum atau krista iliaka. y y Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan kimia darah dan kimia urine biasanya dalam batas normal, sehingga pemeriksaan ini tidak banyak membantu kecuali pada pemeriksaan biomarkers osteocalcin (G1a protein) dan osteonectin untuk melihat proses mineralisasi serta membedakannya dengan nyeri tulang oleh kausa yang lain. Setelah terjadi patah tulang. Penderita biasanya datang dengan keluhan tiba-tiba punggung terasa sangat nyeri (nyeri punggung

akut), nyeri pada pangkal paha, atau bengkak pada pergelangan tangan setelah jatuh. Dengan pemeriksaan radiologis dapat dilihat gambaran patah tulang pada tempat-tempat tersebut. Penatalaksanaan Penanganan pada penderita osteoporosis meliputi: y y y y Diet. Pemberian kalsium dosis tinggi. Pemberian vitamin D dosis tinggi. Pemasangan penyangga tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi nyeri punggung. Pencegahan: o Menghindari factor-faktor resiko osteoporosis, misalnya merokok, mengurangi konsumsi alcohol, berhati-hati dalam aktivitas fisik. o Penanganan terhadap deformitas serta fracture yang terjadi.

You might also like