You are on page 1of 43

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN PRAKTIKUM UJI BIOAKTIFITAS (BST) DAN UJI ANTIMITOSIS

OLEH : NAMA NIM : WHYLLIES AGUNG AJIE BUANA : N11109254

KELOMPOK : VI (ENAM) GOLONGAN : KAMIS ASISTEN : NIFTY M. ITALIANI

MAKASSAR 2011

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sebagai Negara kepulauan yang besar di dunia yang memiliki wilayah laut sangat luas, dua pertiganya merupakan wilayah laut, Indonesia memiliki sumberdaya alam hayati laut yang besar. Salah satu sumber daya alam tersebut adalah ekosistem terumbu karang. Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang bisa hidup lebih dari 300 jenis karang, lebih dari 200 jenis ikan dan berpuluh-puluh jenis moluska, krustasea, sponge, algae, lamun dan biota lainnya .(1) Beberapa tahun terakhir ini peneliti kimia memperlihatkan perhatian pada spons, karena keberadaan senyawa bahan alam yang

dikandungnya. Senyawa bahan alam ini banyak dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan harganya sangat mahal dalam katalog hasil laboratorium. Ekstrak metabolit dari spons mengandung senyawa bioaktif yang diketahui mempunyai sifat aktifitas seperti: sitotoksik dan antitumor, antivirus, anti HIV dan antiinflamasi, antileukimia, penghambat aktivitas enzim. (1) Untuk itu, perlu adanya pemanfaatan kekayaan laut Indonesia dalam bidang medis dan pengobatan. Mengingat prospek yang besar dari sumber-sumber hayati di laut sebagai bahan-bahan obat-obatan itu,

laboratorium fitokimia merasa perlu memanfaatkan biota laut, salah satunya dengan isolasi senyawa bioaktif. Senyawa bioaktif hampir selalu toksik pada dosis tinggi, oleh karena itu daya bunuh in vivo dari senyawa terhadap organisme hewan dapat digunakan untuk menapis ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktivitas dan juga memonitor fraksi bioaktif selama fraksinasi dan pemurnian. Salah satu organisme yang sesuai untuk hewan uji adalah brine shrimp (udang laut). Selain itu, pada isolasi senyawa bioaktif juga diuji potensi suatu senyawa sebagai antikanker, dengan menguji sifat antimitosisnya terhadap sel telur dan sel sperma bulu babi. Oleh karena itu, rasanya perlu untuk melakukan praktikum ini, mengingat pentingnya pengujian toksisitas dengan dan kemampuannya sebagai anti mitosis. I.2 I.2.1 Maksud dan Tujuan Percobaan Maksud Percobaan Mengetahui dan memahami prinsip dasar uji bioaktifitas dan uji antimitosis dengan metode tertentu terhadap suatu isolat. I.2.2 Tujuan Percobaan Mengetahui dan memahami prinsip dasar uji bioaktifitas BST (Brain Shrimp test) dan uji antimitosis terhadap suatu isolat.

I.3

Prinsip Percobaan

1. Pengujian bioaktifitas BST terhadap suatu isolat dengan menggunakan larva udang Artemia salina Leach dengan mengamati kematian dari hewan uji dengan menghitung LC50. 2. Pengujian anti mitosis terhadap suatu isolat dengan menggunakan sel telur dan sel sperma bulu babi, kemudian dilihat perkembangannya dengan melihat ada tidaknya daya hambat isolat tersebut terhadap pembelahan sel telur dan sel sperma bulu babi dengan menghitung IC50.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Uraian Sampel Adapun klasifikasi atau taksonominya adalah : (2) Domain Kingdom : Eukaryota : Animalia

Subkingdom : Radiata Intrakingdom : Spongaria Filum Subfilum Kelas Subkelas Ordo Suborder Family Genus Spesies : Porifera : Cellutaria : Demospongiae : Ceractinomorpha : Poecilosclerida : Microclonina : Micronidae : Clathria : Clathria basilana

Spons yang diambil merupakan golongan kelas Demospongia, spesias Clathria basilana, yang biasa juga disebut dengan red vase sponge. Dari beberapa jurnal, diketahui bahwa spons ini memiliki senyawa bioaktif berupa klatirimin yang merupakan senyawa alkaloid yang memiliki aktivitas antivirus terhadap Simian retrovirus serotype-2 (SRV-2). (3:3)

II.2

Teori Umum Bioassay adalah suatu test atau uji yang menggunakan organisme

hidup untuk mengetahui efektifitas suatu bahan hidup ataupun bahan organik dan anorganik terhadap suatu organisme hidup. Senyawa bioaktif hampir selalu toksik pada dosis tinggi, oleh karena itu daya bunuh in vivo dari senyawa terhadap organisme hewan dapat digunakan untuk menapis ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktivitas dan juga memonitor fraksi bioaktif selama fraksinasi dan pemurnian. Salah satu organisme yang sesuai untuk hewan uji adalah brine shrimp (udang laut). (4) Brine Shrimp Lethality Test (BST) merupakan salah satu metode uji toksisitas yang banyak digunakan dalam penelusuran senyawa bioaktif yang toksik dari bahan alam. Metode ini menunjukkan aktifitas

farmakologis yang luas, tidak spesifik dan dimanifestasikan sebagai toksisitas senyawa terhadap larva udang Artemia salina Leach. (5) Metode ini dapat dilakukan dengan cepat, murah, mudah dan cukup reproduksibel sehingga dapat digunakan sebagai Bioassay Guided Isolation yaitu isolasi komponen kimia berdasarkan aktifitas yang ditunjukkan oleh bioassay tersebut. Dengan mengetahui aktifitas dari suatu kelompok komponen kimia (fraksi), dapat dilakukan isolasi senyawa sehingga diperoleh senyawa tunggal aktif. (5) Toksisitas adalah efek berbahaya dari suatu bahan obat pada organ target. Uji toksisitas dilakukan untuk mengetahui tingkat keamanan

dan keberbahayaan zat yang akan diuji. Adapun sumber zat toksik dapat berasal dari bahan alam maupun sintetik. (5) Toksisitas diukur dengan mengamati kematian hewan percobaan. Kematian hewan percobaan dianggap sebagai respon dengan

menggunakan kematian sebagai jawaban toksik adalah titik awal untuk mempelajari toksisitas. (5) Angka kematian dari hewan percobaan dihitung sebagai Median Letal Dosis (LD50) atau Median Letal Concentration (LC50). Penggunaan (LC50) dimaksudkan untuk pengujian ketoksikan dengan perlakuan terhadap hewan coba secara inhalasi atau dengan media air. (5) Median Letal Dose (LD50) adalah dosis dari sampel yang diuji yang mematikan 50% dari hewan coba, sedangkan Median Letal Concentration (LC50) adalah konsentrasi sampel yang diuji yang dapat mematikan 50% dari hewan coba. (5) Senyawa bioaktif sering toksis terhadap larva Artemia salina Leach. Oleh karena itu, uji letal secara in vitro terhadap larva udang Artemia salina Leach dapat digunakan sebagai monitor yang bekerja dengan cepat dan sederhana untuk senyawa bioaktif selama isolasi dari bahan alam. Telur larva udang Artemia salina Leach ketika ditempatkan pada air laut, telur akan menetas setelah 48 jam, menghasilkan larva dalam jumlah banyak. (5)

Artemia

merupakan

kelompok

udang-udangan

dari

phylum

Arthopoda. Mereka berkerabat dekat dengan zooplankton lain seperti copepode dan daphnia (kutu air). (6) Artemia hidup di danau-danau garam (berair asin) yang ada di seluruh dunia. Udang ini toleran terhadap selang salinitas yang sangat luas, mulai dari nyaris tawar hingga jenuh garam. Secara alamiah salinitas danau dimana mereka hidup sangat bervariasi, tergantung pada jumlah hujan dan penguapan yang terjadi. Apabila kadar garam kurang dari 6 % telur artemia akan tenggelam sehingga telur tidak bisa menetas, hal ini biasanya terjadi apabila air tawar banyak masuk kedalam danau dimusim penghujan. Sedangkan apabila kadar garam lebih dari 25% telur akan tetap berada dalam kondisi tersuspensi, sehingga dapat menetas dengan normal. (6) Klasifikasi Artemia salina adalah sebagai berikut: (7) Divisi Phylum Kelas Subkelas Ordo Familia Genus Species : Animal : Arthropoda : Crustaceae : Branchiopoda : Anostraca : Arthemidae : Artemia : Artemia salina Leach

Artemia salina, Leach diperdagangkan dalam bentuk telur istirahat yang dinamakan kista. Kista ini bentuk bulatan-bulatan kecil berwarna kelabu kecoklatan dengan diameter berkisar 200-300 m

(Mudjiman,1995). Kista berkualitas baik, apabila diinkubasi dalam air berkadar garam 5-70 permil akan menetas sekitar 18-24 jam. Artemia yang baru menetas disebut nauplius, berwarna orange, berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron, lebar 170 mikron dan berat 0,002 mg. Nauplius berangsur angsur mengalami perkembangan dan perubahan morfologis dengan 15 kali pergantian kulit hingga menjadi dewasa. Pada setiap pergantian kulit dis ebut instar (Mujiman, 1995). Ada beberapa tahap penetasan Artemia yaitu tahap hidrasi, tahap pecah cangkang, dan tahap payung atau tahap pengeluaran. Tahap hidrasi terjadi penyerapan air sehingga kista yang diawetkan dalam bentuk kering tersebut akan menjadi bulat dan aktif bermetabolisme. Tahap selanjutnya adalah tahap pecah cangkang dan disusul dengan tahap payung yang terjadi beberapa saat sebelum nauplius keluar dari cangkang (8). Pertama kali menetas larva artemia disebut Instar I. Nauplius stadia I (Instar I) ukuran 400 mikron, lebar 170 mikron dan berat 15 mikrongram, berwarna orange kecoklatan. Setelah 24 jam menetas, naupli akan berubah menjadi Instar II, Gnatobasen sudah berbulu, bermulut, terdapat saluran pencernakan dan dubur. Tingkatan selanjutnya, pada kanan dan kiri mata nauplius terbentuk sepasang mata majemuk. Bagian samping

badannya mulai tumbuh tunas-tunas kaki, setelah instar XV kakinya sudah lengkap sebanyak 11 pasang. Nauplius menjadi artemia dewasa (Proses instar I-XV) antara 1-3 minggu. (8) Pada tiap tahapan perubahan instar nauplius mengalami moulting. Artemia dewasa memiliki panjang 8-10 mm ditandai dengan terlihat jelas tangkai mata pada kedua sisi bagian kepala, antena berfungsi untuk sensori. Pada jenis jantan antena berubah menjadi alat penjepit (muscular grasper), sepasang penis terdapat pada bagian belakang tubuh. (8) Siklus hidup artemia bisa dimulai dari saat menetasnya kista atau telur. Setelah 15 20 jam pada suhu 25C kista akan menetas manjadi embrio. Dalam waktu beberapa jam embrio ini masih akan tetap menempel pada kulit kista. Pada fase ini embrio akan menyelesaikan perkembangannya kemudian berubah menjadi naupli yang sudah akan bisa berenang bebas. Pada awalnya naupli akan berwarna orange kecoklatan akibat masih mengandung kuning telur. Artemia yang baru menetas tidak akan makan, karena mulut dan anusnya belum terbentuk dengan sempurna. Setelah 12 jam menetas mereka akan ganti kulit dan memasuki tahap larva kedua. Dalam fase ini mereka akan mulai makan, dengan pakan berupa mikro alga, bakteri, dan detritus organik lainnya. Pada dasarnya mereka tidak akan peduli (tidak pemilih) jenis pakan yang dikonsumsinya selama bahan tersebut tersedia diair dengan ukuran yang sesuai. Naupli akan berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum menjadi dewasa dalam waktu 8 hari. Artemia dewasa rata-rata berukuran sekitar 8

mm, meskipun demikian pada kondisi yang tepat mereka dapat mencapai ukuran sampai dengan 20 mm. Pada kondisi demikian biomasnya akan mencapi 500 kali dibandingakan biomas pada fase naupli. (8) Berikut siklus hidup Artemia : (8)

Dalam tingkat salinitas rendah dan dengan pakan yang optimal, betina Artemia bisa mengahasilkan naupli sebanyak 75 ekor perhari. Selama masa hidupnya (sekitar 50 hari) mereka bisa memproduksi naupli rata-rata sebanyak 10 -11 kali. Dalam kondisi super ideal, Artemia dewasa bisa hidup selama 3 bulan dan memproduksi nauplii atau kista sebanyak 300 ekor(butir) per 4 hari. Kista akan terbentuk apabila lingkungannya berubah menjadi sangat salin dan bahan pakana sangat kurang dengan fluktuasi oksigen sangat tinggi antara siang dan malam hari. (8) Artemia dewasa toleran terhadap selang suhu -18 hingga 40 C. Sedangkan tempertur optimal untuk penetasan kista dan pertubuhan adalah 25 - 30 C. Meskipun demikian hal ini akan ditentukan oleh strain

masing-masing. Artemia menghendaki kadar salinitas antara 30 - 35 ppt, dan mereka dapat hidup dalam air tawar salama 5 jam sebelum akhirnya mati. (8) Variable lain yang penting adalah pH, cahaya dan oksigen. pH dengan selang 8-9 merupakan selang yang paling baik, sedangkan pH di bawah 5 atau lebih tinggi dari 10 dapat membunuh Artemia. Cahaya minimal diperlukan dalam proses penetasan dan akan sangat

menguntungkan bagi pertumbuhan mereka. Lampu standar grow-lite sudah cukup untuk keperluan hidup Artemia. Kadar oksigen harus dijaga dengan baik untuk pertumbuhan Artemia. Dengan suplai oksigen yang baik, Artemia akan berwarna kuning atau merah jambu. Warna ini bisa berubah menjadi kehijauan apabila mereka banyak mengkonsumsi mikro algae. (8) Pada kondisi yang ideal seperti ini, Artemia akan tumbuh dan beranak-pinak dengan cepat. Sehingga suplai Artemia untuk ikan yang kita pelihara bisa terus berlanjut secara kontinyu. Apabila kadar oksigen dalam air rendah, dan air banyak mengandung bahan organik, atau apabila salintas meningkat, artemia akan memakan bakteria, detritus, dan sel-sel kamir (yeast). Pada kondisi demikian mereka akan memproduksi hemoglobin sehingga tampak berwarna merah atau orange. Apabila keadaan ini terus berlanjut mereka akan mulai memproduksi kista. (8) Suatu metode uji hayati yang tepat dan murah untuk skrining dalam menentukan toksisitas suatu ekstrak tanaman aktif dengan menggunakan

hewan uji Artemia salina Leach. Artemia sebelumnya telah digunakan dalam bermacam-macam uji hayati seperti uji pestisida, polutan, mikotoksin, anestetik, komponen seperti morfin, kekarsinogenikan dan toksikan dalam air laut. Uji dengan organisme ini sesuai untuk aktifitas farmakologi dalam ekstrak tanaman yang bersifat toksik. Penelitian menggunakan Artemia salina memiliki beberapa keuntungan antara lain cepat, mudah, murah dan sederhana. Penelitian dengan larva Artemia salina Leach telah digunakan oleh Pusat Kanker Purdue, Universitas Purdue di Lafayette untuk senyawa aktif tanaman secara umum dan tidak spesifik untuk zat anti kanker. Namun demikian hubungan yang signifikan dari sampel yang bersifat toksik terhadap larva Artemia salina Leach ternyata juga mempunyai aktifitas sitotoksik. Berdasarkan hal tersebut maka larva Artemia salina Leach dapat digunakan untuk uji toksisitas. (4) Perkembangan telur sampai menetas : (8)

Klasifikasi bulu babi : (9) Filum Kelas Sub kelas Sub Ordo Ordo Famili Genus Spesies Bulu : Echinodermata : Echinoidea : Euchenoidea : Echinacea : Echinoida : Echinometridae : Echinometra : Echinometra mathaei babi merupakan hewan yang termasuk dalam filum

Echinodermata yang memiliki bentuk tubuh bulat dan memiliki banyak duri atau lengan yang mengelilingi cangkangnya. Fungsi duri ini salah satunya untuk berjalan. (10:4) Siklus hidup atau perkembangan larva setelah terjadi fertilisasi, terbentuklah buluh babi berlengan dua. Kemudian perkembangan dari berlengan dua ke berlengan empat terjadi 3-4 hari setelah pembuahan. Dari berlengan empat ke berlengan enam terjadi pada 7-9 hari setelah pembuahan. Tahap larva berlengan delapan dapat dicapai pada saat larva mencapai umur12-15 hari setelah pembuahan. Kecepatan perkembangan umumya dipengaruhi oleh suhu. Bila suhu ruang lebih rendah dari suhu normal (24 oC) maka perkembangan larva akan berlangsung lebih lambat. Bila suhu dalam keadaan optimum, larva akan mencapai tahap metamorphosis sekitar 3 minggu setelah pembuahan. (10:51)

Pertumbuhan larva tertinggi terjadi pada tahap larva berlengan empat ke larva berlengan enam. Hal ini mungkin disebabkan perubahan pola makan dari kuning telur (yolk) ke makanan alami (Chaetocheros sp) yang terjadi 3-4 hari setelah pembuahan. (10:52) Bulu babi yang telah berhasil melewati tahap metamorphosis akan mudah tumbuh hingga mencapai matang kelamin. Saat berumur 3-6 bulan cangkang bulu babi ini umumnya berbentuk bulat sehingga tidak ada perbendaan antara panajng dan pendek cangkang. Oleh karena itu, pengukuran cangkang dianggap sebagai diameter cangkang itu sendiri. Tetapi pada saat memasuki Sembilan bulan Nampak perbedaan antara panjang dan pendek cangkang.hal lain yang menarik untuk diteliti lebih lanjut adalah pertumbuhan duri (spie) bulu babi saat juvenile hingga dewasa. Saat memasuki enam bulan, pertumbuhan duri sangat cepat. Tetapi pada saat memasuki umur 12 bulan pertumbuhannya menurun bahkan cenderung tidak bertambah. Rendahnya pertumbuhan duri ini (pertumbuhan negative) menggambarkan bahwa ada kecenderungan puncak pertumbuhan bulu babi terjadi pada saat bulu babi berumur 6-9 bulan. (10:52)

Berikut gambar tahapan perkembangan sel bulu babi (10:55)

Keterangan : A . Sperma (skala 10 m) B. Telur (skala 100 m) C. Larva berlengan 4 (skala 200 m) D. Larva berlengan 6 (skala 200 m) Perkembangan Larva menjadi dewasa : (10:56)

Keterangan : A . Larva berlengan 8 (skala 200 m) B. Tahap akhir larva berlengan 8 (skala 200 m) C. Saat dewasa (oral), mulut ditandai dengan panah (skala 1 cm) D. Saat dewasa (aboral) (skala 1 cm) Bulu babi mencapai matang kelamin saat berumur 12 bulan setelah metamorphosis. Walaupun belum semua sperma dan telur matang dari semua individu bulu babi yang dibudidayakan, namun telur dan sperma sudah ada yang matang dan siap untuk dipijahkan. Ukuran sperma dan telur yang dihasiklan oleh bulu babi yang pertama kali memijah, sudah menyamai ukuran gamet bulu babi yang ada di alam. (10:52) Metode biassay lain selain BST adalah : 1. Metode Potato Disk (menghambat tumor crown gall) `Metode Potato Disk (menghambat tumor crown gall) crown gall adalah penyakit tumor pada tumbuhan yang ditimbulkan oleh strain yang spesifik dari bakteri gram negatif Agrobacterium tumefaciens. Terdapat kesamaan antara mekanisme terjadinya tumor pada tumbuhan dan pada hewan, senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan tumor pada tumbuhan juga dapa berfungsi sebagai antitumor pada hewan. Uji ini merupakan uji pendahuluan yang sederhana untuk menemukan senyawa antikanker dari bahan alami. Penghambatan pertumbuhan crown gall

tumor pada potato disk oleh ekstrak bahan alami, menunjukkan bahwa ekstrak bahan alami tersebut aktif (McLaughlin, 1998). 2. Uji terhadap Lemna minor L. Lemna minor L. adalah tumbuhan monokotil yang hidup di daerah perairan. Pada kondisi normal, kondisi ini secara langsung menghasilkan anak daun. Jika ekstrak bahan alami dapat menghambat pertumbuhan dari anak daun tumbuhan Lemna minor L., maka ekstrak bahan alami tersebut dikatakan aktif (McLaughlin, 1998). 3. Uji terhadap cell line Bahan alami yang telah dinyatakan aktif pada uji pendahuluan, selanjutnya dilakukan uji pada tahap berikutnya yaitu uji terhadap cell line. Uji ini menggunakan sel-sel kanker secara in vitro, zat-zat antikanker diuji langsung terhadap sel kanker. Contoh-contoh cell line yang banyak digunakan dalam pengujian zat-zat antikanker antara lain L-1210 (leukimia pada tikus), S-256 (sarcoma pada manusia) (McLaughlin, 1998).

BAB III METODE KERJA III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mikropipet, lampu pijar, wadah penetas, wadah plastik, tabung effendorf, vial, gelas piala dan aerator. III.1.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah air laut, ekstrak bahan alam, DMSO atau pelarut yang lain, larva Artemia salina Leach, ragi, air suling, air laut, air laut bebas protozoa, vinkristrin, dan sel telur dan sel sperma bulu babi.

III.2

Cara Kerja

III.2.1 BST a. Penetasan Larva 1. Disiapkan alat dan bahan. 2. Diambil telur udang Artemia salina L. sucukupnya dan direndam dalam air suling selama 10 menit. 3. Dipisahkan telur udang yang terapung dan yang tenggelam. Telur udang yang terapung dibuang kerena tidak berisi, sedangkan yang tenggelam digunakan untuk penetasan.

4. Dimasukkan telur tersebut ke dalam wadah plastik berbentuk kerucut, lalu ditambahkan air laut. 5. Dimasukkan aerator ke dalam wadah penetas dan berikan cahaya lampu pijar. 6. Setelah 48 jam, larva siap digunakan untuk pengujian. b. Pembuatan Konsentrasi Uji 1. Disiapkan alat dan bahan. 2. Dilarutkan ekstrak atau sampel dalam pelarut kloroform : methanol = (1:1) atau pelarut lain yang sesuai. 3. Buat seri kadar dengan konsentrasi 10 g/ml, 100 g/ml, dan 1000 g/ml, uapkan pelarutnya hingga kering dan tidak berbau pelarut lagi kemudian ditambahkan air laut sebanyak 2 ml. 4. Selanjutnya diuji pada larva udang Artemia salina Leach. 5. Sebagai kontrol negatif, digunakan pelarut yang digunakan pada pengenceran ekstrak. c. Pelaksanaan Uji 1. Disiapkan alat dan bahan. 2. Dimasukkan larva yang telah menetas dan telah diadaptasikan ke dalam masing-masing vial sebangak 10 ekor. 3. Dicukupkan volume tiap vial sampei 5 ml (batas tanda) dengan air laut. 4. Dibuat makanan larva yaitu suspensi ragi dengan cara menimbang 3 mg ragi (fermipan) dan dilarutkan dalam 5 ml air laut.

5. Dimasukkan 1 tetes makanan (suspensi ragi) ke dalam tiap-tiap vial. 6. Dibiarkan selama 24 jam kemudian dihitung jumlah larva yang mati. 7. Dihitung prosentase jumlah larva yang mati dan tentukan LC50 dengan analisis probit. III.2.2 Uji Antimitosis a. Penyiapan Sel Telur dan Sperma bulu babi 1. Disiapkan alat dan bahan berupa gonad bulu babi jantan dan betina. 2. Ditambah 1 ml KCl 10% untuk menginduksi pertumbuhan sel tersebut dan ditampung pada gelas kimia berbeda. 3. Ditambahkan 1 ml sperma dengan 4 ml sel telur dan dimasukkan ke dalam gelas kimia 50 ml air laut bebas protozoa b. Pengujian 1. Disiapkan alat dan bahan. 2. Ditimbang ekstrak metanol, larut etil asetat, dan tidak larut etil asetat 10 mg dan ditambah 10 ml DMSO dan air laut hingga 10 ml. 3. Dimasukkan dalam tabung effendoft 1, 10 dan 100 L. 4. Ditambahkan air laut hingga 900 L. 5. Ditambahkan zigot hingga 100 L dengan pengocokan pada suhu 15-200C dan diinkubasi selama 2 jam. 6. Diamati kontrol positif (pada air laut dan DMSO) dan kontrol positif vinkristin.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1

Hasil Pengamatan

IV.1.1 Tabel Pengamatan IV.1.1.1 Tabel pengamatan terhadap sampel Penghambatan pembelahan sel telur bulu babi terfertilisasi oleh Konsentrasi (g/ml) Jumlah sel yang tidak membelah 4 14 1 g/ml 9 24 12 12 89 129 215 209 109 83 Jumlah total sel Fraksi Larut Kloroform Fraksi Tidak Larut Kloroform Jumlah sel yang tidak membelah 17 18 11 12 13 11 121 148 156 198 89 120 Jumlah total sel

35 22 10 g/ml 30

76 61 71

23 14 15

72 79 74

23 21 33

65 117 155

4 30 26

51 167 195

149 128 100 g/ml 63 52 48 52

152 133 67 55 53 58

51 43 101 44 64 48

57 50 113 52 78 62

IV.1.2 Tabel pengamatan terhadap kontrol Jumlah sel tidak membelah 6 Kontrol negatif (larutan DMSO 10 l/1 ml air laut) 6 12 9 8 5 63 75 109 134 72 64 Jumlah/ total sel

14 5 Kontrol Positif (Vinkristin) 1 g/ml 6 6 8 8

90 57 58 80 69 72

11 10 Vinkristin) 10 g/ml 20 9 6 6

41 39 69 47 27 26

49 21 Vinkristin 100 g/ml 66 92 72 72

65 38 96 125 89 89

IV.1.2 Perhitungan Perhitungan persentase probit : A. Untuk Fraksi larut Kloroform 1. Konsentrasi 1 g/ml R1 R2 R3 R4 R5 R6 4/89 x 100% 14/129 x 100% 9/215 x 100% 24/209 x 100% 12/109 x 100% 12/83 x 100% = = = = = = 4,494% 10,852% 4,186% 11,483% 11,009% 14,458%

%Probit

= R1 + R2 + R3 + R4 + R5 + R6 6 = (4,494 + 10,852 + 4,186 + 11,483 + 11,009 + 14,458)% 6 = 56,482% 6 = 9,414%

2. Konsentrasi 10 g/ml R1 R2 R3 R4 R5 R6 35/76 x 100% 22/61 x 100% 30/71 x 100% 23/65 x 100% 21/117 x 100% 33/155 x 100% = = = = = = 46,053% 36,066% 42,254% 35,385% 17,949% 21,290%

%Probit

= R1 + R2 + R3 + R4 + R5 + R6 6 = (46,053 + 36,066 + 42,254 + 35,385 + 17,949 + 21,290)% 6 = 198,997% 6 = 33,166%

3. Konsentrasi 100 g/ml R1 R2 R3 R4 R5 R6 %Probit 149/152 x 100% 128/133 x 100% 63/67 52/55 48/53 52/58 x 100% x 100% x 100% x 100% = = = = = = 98,026% 96,241% 94,029% 94,545% 90,566% 89,655%

= R1 + R2 + R3 + R4 + R5 + R6 6 = (98,026 + 96,241 + 94,029 + 94,545 + 90,566 + 89,655)% 6 = 563,062% 6 = 93,844%

Konsentrasi (g/ml) 1 10 100

Log Konsentrasi (x) 0 1 2

%Probit

Nilai Probit (y)

9,414% 33,166% 93,844%

3,662484 4,560498 6,485908

Berdasarkan hasil regresi diperoleh hasil: a = 3,49125 b = 1,41171 r = 0,97864, sehingga

Nilai IC50 yaitu : y = 5 (nilai probit dari 50%) y = a + bx 5 = 3,49125 + 1,41171 x 1,41171 x = 5 3,49125 x = 5 3,49125 1,41171 x = 1,068739 Sehingga nilai IC50 = antilog 1,068739 = 11,71491 g/ml B. Untuk Fraksi tidak Larut Kloroform 1. Konsentrasi 1 g/ml R1 R2 R3 R4 R5 R6 %Probit 17/121 x 100% 18/148 x 100% 11/156 x 100% 12/198 x 100% 13/89 x 100% 11/120 x 100% = = = = = = 14,049% 12,162% 7,051% 6,061% 14,607% 9,167%

= R1 + R2 + R3 + R4 + R5 + R6 6 = (14,049 + 12,162 + 7,051 + 6,061 + 14,607 + 9,167)% 6

= 63,097% 6 = 10,516% 2. Konsentrasi 10 g/ml R1 R2 R3 R4 R5 R6 %Probit 23/72 x 100% 14/79 x 100% 15/74 x 100% 4/51 x 100% = = = = = = 31,944% 17,722% 20,270% 7,843% 17,964% 13,333%

30/167 x 100% 26/195 x 100%

= R1 + R2 + R3 + R4 + R5 + R6 6 = (31,944 + 17,722 + 20,270 + 7,843 + 17,964 + 13,333)% 6 = 109,076% 6

= 18,179% 3. Konsentrasi 100 g/ml R1 R2 R3 R4 R5 R6 %Probit 51/57 43/50 x 100% x 100% = = = = = = 89,474% 86,000% 89,381% 84,615% 82,051% 77,419%

101/113 x 100% 44/52 64/78 48/62 x 100% x 100% x 100%

= R1 + R2 + R3 + R4 + R5 + R6 6

= (89,474 + 86,000 + 89,381 + 84,615 + 82,051 + 77,419)% 6 = 508,94% 6 = 84,823% Konsentrasi (g/ml) 1 10 100 Log Konsentrasi (x) 0 1 2 10,516% 18,179% 84,823% 3,72258 4,080716 5,994115 %Probit Nilai Probit (y)

Berdasarkan hasil regresi diperoleh hasil: a = 3,4633695 b = 1,1357675 r = 0,929977 , sehingga

Nilai IC50 yaitu : y = 5 (nilai probit dari 50%) y = a + bx 5 = 3,4633695 + 1,1357675 x 1,1357675 x = 5 3,4633695 x = 5 3,4633695 1,1357675 x = 1,352945 Sehingga nilai IC50 = antilog 1,352945 = 22,5395 g/ml

C. Untuk Kontrol 1. Kontrol negatif R1 R2 R3 R4 R5 R6 %Probit 6/63 6/75 x 100% x 100% = = = = = = 9,524% 8% 11,009% 6,716% 11,111% 7,8125%

12/109 x 100% 9/134 8/72 5/64 x 100% x 100% x 100%

= R1 + R2 + R3 + R4 + R5 + R6 6 = (9,524 + 8 + 11,009 + 6,716 + 11,111 + 7,8125)% 6 = 54,1725% 6

= 9,029% 2. Kontrol Positif (Vinkristin 1 g/ml) R1 R2 R3 R4 R5 R6 %Probit 14/90 x 100% 5/57 6/58 6/80 8/69 8/72 x 100% x 100% x 100% x 100% x 100% = = = = = = 15,556% 8,772% 10,345% 7,5% 11,594% 11,111%

= R1 + R2 + R3 + R4 + R5 + R6 6 = (15,556 + 8,772 + 10,345 + 7,5 + 11,594 + 11,111)% 6

= 64,878% 6 = 10,813% 3. Kontrol Positif (Vinkristin 10 g/ml) R1 R2 R3 R4 R5 R6 %Probit 11/41 x 100% 10/39 x 100% 20/69 x 100% 9/47 6/27 6/26 x 100% x 100% x 100% = = = = = = 26,829% 25,641% 28,986% 19,149% 22,222% 23,077%

= R1 + R2 + R3 + R4 + R5 + R6 6 = (26,829 + 25,641 + 28,986 + 19,149 + 22,222 + 23,077)% 6 = 145,904% 6 = 24,317%

4. Kontrol Positif (Vinkristin 100 g/ml) R1 R2 R3 R4 R5 R6 49/65 21/38 66/98 x 100% x 100% x 100% = = = = = = 75,385% 55,263% 67,347% 73,6% 80,899% 80,899%

92/125 x 100% 72/89 72/89 x 100% x 100%

%Probit

= R1 + R2 + R3 + R4 + R5 + R6 6 = (75,385 + 55,263 + 67,347 + 73,6 + 80,899 + 80,899)% 6 = 433,393% 6 = 72,232%

Kontrol Negatif (larutan DMSO 1 l/ 1 ml air laut) 1 0 9,02875% 3,6601725 Log Konsentrasi (x) %Probit Nilai Probit (y)

Kontrol Positif (Vinkristin) 1 10 100

Log Konsentrasi (x) 0 1 2

%Probit

Nilai Probit (y)

10,813% 24,317% 72,232%

3,724065 4,291268 5,580696

Berdasarkan hasil regresi diperoleh hasil: a = 3,603694 b = 0,928316 r = 0,975696 , sehingga

Nilai IC50 yaitu : y = 5 (nilai probit dari 50%)

y = a + bx 5 = 3,603694 + 0,928316 x 0,928316 x = 5 3,603694 x = 5 3,603694 0,928316 x = 1,504128 Sehingga nilai IC50 = antilog 1,504128 = 31,92479 g/ml

IV.1.3 Grafik Regresi

Fraksi Larut Kloroform


7.000000 6.000000 y = 1.4117x + 3.4913 Nilai Probit 5.000000 4.000000 3.000000 2.000000 1.000000 0.000000 0 1 2 3 Fraksi Larut Kloroform Linear (Fraksi Larut Kloroform)

Log Konsentrasi

Fraksi Tidak Larut Kloroform


7.000000 6.000000 Nilai Probit 5.000000 4.000000 3.000000 2.000000 1.000000 0.000000 0 0.5 1 1.5 2 2.5 Fraksi Tidak Larut Kloroform Linear (Fraksi Tidak Larut Kloroform) y = 1.1358x + 3.4634

Log Konsentrasi

Kontrol Positif
6.000000 5.000000 Nilai Probit 4.000000 3.000000 2.000000 1.000000 0.000000 0 0.5 1 1.5 2 2.5 Kontrol Positif Linear (Kontrol Positif) y = 0.9283x + 3.6037

Log Konsentrasi

IV.2

Pembahasan Uji BST digunakan sebagai uji permulaan untuk mengetahui

aktivitas dari suatu zat atau senyawa yang terkandung dalam suatu ekstrak atau suatu isolat murni. Uji sitotoksik digunakan untuk menentukan parameter nilai IC50. Nilai IC50 menunjukkan nilai konsentrasi yang menghasilkan hambatan proliferasi sel 50 % dan menunjukkan potensi ketoksikan suatu senyawa terhadap sel. Nilai ini merupakan patokan untuk melakukan uji pengamatan kinetika sel. Nilai IC50 yang menunjukkan potensi suatu senyawa sebagai sitostatik. Semakin besar harga IC50 maka senyawa tersebut semakin tidak toksik dan semakin toksik suatu senyawa, akan semakin berpotensi sebagai antimitosis terhadap sel kanker. Pada pengamatan penghambatan sel telur bulu babi, dilakukan pada fraksi larut kloroform dan fraksi tidak larut kloroform, yang masing-

masing dibuat dalam 3 konsentrasi yaitu 1 g/ml, 10 g/ml, dan 100 g/ml, serta dilakukan juga pengamatan terhadap kontrol, yaitu kontrol positif dan kontrol negative. Kontrol negative berupa larutan DMSO 10 g/ml atau 1 ml air laut, sedangkan untuk kontrol positif digunakan vinkristin (obat kanker) dengan 3 konsentrasi yaitu 1 g/ml, 10 g/ml, dan 100 g/ml. Untuk fraksi larut kloroform, pada konsentrasi 1 g/ml, diperoleh persen probit 9,414%, pada konsentrasi 10 g/ml diperoleh 33,166%, dan untuk konsentrasi 100 g/ml diperoleh 93,844%. Kemudian nilai ini dimasukkan kedalam persamaan regresi dan diperoleh nilai IC50 sebesar 11,71491 g/ml. Sedangkan untuk fraksi tidak larut kloroform, pada konsentrasi 1 g/ml, diperoleh persen probit 10,516%, pada konsentrasi 10 g/ml diperoleh 18,179%, dan untuk konsentrasi 100 g/ml diperoleh 84,823%. Dan setelah dimasukkan ke persamaan regresi diperolehlah nilai IC50 sebesar 22,5395 g/ml. Untuk kontrol negative, diperoleh persen probit sebesar 9,029 %. Sedangkan untuk kontrol positif, diperoleh persen probit 10,813 % untuk konsentrasi vinkristin 1 g/ml, 24,317% untuk konsentrasi vinkristin 10 g/ml, dan 72,232 % untuk konsentrasi vinkristin 100g/ml. Kemudian dari persamaan regresi untuk kontrol positif diperoleh nilai IC50 sebesar 31,92479 g/ml. Dari hasil fraksi larut kloroform, fraksi tidak larut kloroform, dan kontrol positif (vinkristin), diperoleh hasil bahwa fraksi tidak larut kloroform

memiliki kemampuan menghambat pembelahan sel bulu babi sekitar 70,6% dari kemampuan obat kanker (vinkristin) menghambat pembelahan sel. Sedangkan untuk fraksi larut kloroform hanya memiliki kemampuan menghambat sel 37,4% jika dibandingkan dengan vinkristin. Jadi, dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa fraksi tidak larut kloroform memiliki potensi sebagai obat antikanker karena mempunyai efektifitas yang hampir sama dengan vinkristin. Sedangkan untuk fraksi larut kloroform juga memiliki kemampuan untuk menghambat sel, namun kurang efektif.

BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Dari percobaan kali ini diperoleh bahwa fraksi tidak larut kloroform memiliki potensi sebagai obat antikanker atau antimitosis karena mempunyai efektifitas penghambatan pembelahan sel yang cukup besar.

V.2

Saran Praktikum tentang uji toksisitas dan antimitosis sebaiknya

dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suparno. 2005. Kajian Bioaktif Spons Laut (Porifera Demospongiae) Suatu Peluang Alternatif Pemanfaatan Ekosistem Karang Indonesia Dalam Bidang Farmasi.Bogor : IPB. 2. Bisby, Roskov. 2007. Species 2000 & IT IS Catalogue of Life. 2007. Annual Checklist Online. UK : Reading. 3. Tresna, Amor. Aktivitas Antivirus dari Ekstrak Clathria basilana Terhadap Simian Retrovirus Serototipe-2 secara In-Vitro. Bogor : IPB. 4. B.N. Meyer, dkk. 1982. Planta Medica. Halaman 45 31-34. 5. Tim Penyusun. 2011. Penuntun Praktikum Isolasi Senyawa Bioaktif. Makassar: Fakultas Farmasi Unhas. 6. Ismet. 2009. Pakan Alami (Artemia). Melalui http://ismail-

jeunib.blogspot.com/2009/11/pakan-alami-artemia.html. Diakses pada tanggal 8 Desember 2011. 7. Mudjiman, Ahmad. 1995. Makanan Ikan. Jakarta : Swadaya. 8. Isnansetyo, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Yogyakarta : Kanisius. 9. Barnes, R.D. 1987. Invertebrate zoology Fifth Ed. Sounders Coll. London : Publishing. 10. Aslan, Laode. 2008. Siklus Hidup Bulu Babi. Yogyakarta : UGM. 11. Amalia, Nurlina. 2008. Uji Sitotoksik Ekstrak Etanol 70% Buah Merica Hitam (Piper ningrum L.) Terhadap Sel HeLa. Surakarta : UMS.

LAMPIRAN SKEMA KERJA a. Penetasan Larva Diambil telur udang Artemia salina L. sucukupnya dan direndam dalam air suling selama 10 menit.

Dipisahkan telur udang yang terapung dan yang tenggelam. Telur udang yang terapung dibuang kerena tidak berisi, sedangkan yang tenggelam digunakan untuk penetasan. Dimasukkan telur tersebut ke dalam wadah plastic berbentuk kerucut, lalu ditambahkan air laut.

Dimasukkan aerator ke dalam wadah penetas dan berikan cahaya lampu pijar.

Setelah 48 jam, larva siap digunakan untuk pengujian.

b. Pembuatan Konsentrasi Uji Dilarutkan ekstrak atau sampel dalam pelarut kloroform : methanol = (1:1) atau pelarut lain yang sesuai.

Buat seri kadar dengan konsentrasi 10 g/ml, 100 g/ml, dan 1000 g/ml, uapkan pelarutnya hingga kering dan tidak berbau pelarut lagi kemudian ditambahkan air laut sebanyak 2 ml.

Diuji pada larva udang Artemia salina Leach. Sebagai control negatif, digunakan pelarut yang digunakan pada pengenceran ekstrak.

c. Pelaksanaan Uji Dimasukkan larva yang telah menetas dan telah diadaptasikan ke dalam masing-masing vial sebangak 10 ekor.

Dicukupkan volume tiap vial sampei 5 ml (batas tanda) dengan air laut.

Dibuat makanan larva yaitu suspense ragi dengan cara menimbang 3mg ragi (fermipan) dan dilarutkan dalam 5 ml air laut.

Dimasukkan 1 tetes makanan (suspense ragi) ke dalam tiap-tiap vial.

Dibiarkan selama 24 jam kemudian dihitung jumlah larva yang mati. Dihitung prosentase jumlah larva yang mati dan tentukan LC50 dengan analisis probit.

a. Uji Antimitosis 1. Penyiapan Sel Telur dan Sperma bulu babi Gonad bulu babi jantan dan betina induksi Ditambah 1 ml KCl 10%

Ditampung pada gelas kimia berbeda 1 ml sperma + 4 ml sel telur

Dimasukkan ke dalam gelas kimia 50 ml air laut bebas protozoa

2. Pengujian ekstrak metanol, larut etil asetat, dan tidak larut etil asetat 10 mg

Ditambah 10 ml DMSO

Ditambahkan air laut hingga 10 ml

Masukkan dalam tabung effendoft 1, 10 dan 100 L

Ditambahkan air laut hingga 900 L

Ditambahkan zigot hingga 100 L dengan pengocokan pada suhu 15200C

Inkubasi selama 2 jam

Diamati kontrol positif (pada air laut dan DMSO) dan kontrol positif vinkristin

TABEL PROBIT PROBIT Prosentase 0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 3,72 4,17 4,48 4,75 5,00 5,25 5,52 5,84 6,28 0,0 99 7,33 7,37 7,41 7,46 7,51 7,58 7,66 7,75 7,88 8,09 1 2,67 3,77 4,19 4,50 4,77 5,03 5,28 5,55 5,88 6,34 0,1 2 2,95 3,82 4,23 4,53 4,80 5,05 5,31 5,58 5,92 6,41 0,2 3 3,12 3,87 4,26 4,56 4,82 5,08 5,33 5,61 5,95 6,48 0,3 4 3,25 3,92 4,29 4,59 4,85 5,10 5,36 5,64 5,99 6,55 0,4 5 3,36 3,95 4,33 4,61 4,87 5,13 5,39 5,67 6,04 6,64 0,5 6 3,45 4,01 4,36 4,64 4,90 5,15 5,41 5,71 6,08 6,75 0,6 7 3,52 4,05 4,39 4,67 4,92 5,18 5,44 5,74 6,13 6,88 0,7 8 3,59 4,08 4,42 4,69 4,95 5,20 5,47 5,77 6,18 7,05 0,8 9 3,66 4,12 4,45 4,72 4,97 5,23 5,50 5,81 6,23 7,33 0,9

You might also like