You are on page 1of 5

Sejarah Jamu

Jamu sudah dikenal sudah berabad-abad di Indonesia yang mana pertama kali jamu dikenal dalam lingkungan Istana atau keraton yaitu Kesultanan di Djogjakarta dan Kasunanan di Surakarta. Jaman dahulu resep jamu hanya dikenal dikalangan keraton dan tidak diperbolehkan keluar dari keraton. Tetapi seiring dengan perkembangan jaman, orang-orang lingkungan keraton sendiri yang sudah modern, mereka mulai mengajarkan meracik jamu kepada masyarakat diluar keraton sehingga jamu berkembang sampai saat ini tidak saja hanya di Indonesia tetapi sampai ke luar negeri. Bagi masyarakat Indonesia, Jamu adalah resep turun temurun dari leluhurnya agar dapat dipertahankan dan dikembangkan. Bahan-bahan jamu sendiri diambil dari tumbuh-tumbuhan yang ada di Indonesia baik itu dari akar, daun, buah, bunga, maupun kulit kayu. Sejak dahulu kala, Indonesia telah dikenal akan kekayaannya, tanah yang subur dengan hamparan bermacam-macam tumbuhan yang luas. Tanah yang subur dengan kekayaan tanaman sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia karena mereka bergantung dari alam dalam usahanya untuk memenuhi bermacam-macam kebutuhan. Pengolahan tanah, pemungutan hasil panen, proses alam tidak hanya menghasilkan makanan, tetapi juga berbagai produk yang berguna untuk perawatan kesehatan dan kecantikan. Leluhur kita menggunakan resep yang terbuat dari daun, akar dan umbi-umbian untuk mendapatkan kesehatan dan menyembuhkan berbagai penyakit, serta persiapan-persiapan lain yang menyediakan perawatan kecantikan muka dan tubuh yang lengkap. Campuran tanaman obat traditional ini di kenal sebagai JAMU. Dimana Indonesia dikenal sebagai Negara nomor 2 dengan tanaman obat tradisional setelah Brazilia.

Sejarah Jamu

Pembuatan Jamu Bahan-bahan

Minat membeli Woodworth dan Marquis (Sabatun, 2001) berpendapat, minat merupakan suatu motif yang menyebabkan individu berhubungan secara aktif dengan obyek yang menarik baginya. Oleh karena itu minat dikatakan sebagai suatu dorongan untuk berhubungan dengan lingkungannya, kecenderungan untuk memeriksa, menyelidiki atau mengerjakan suatu aktivitas yang menarik baginya. Apabila individu menaruh minat terhadap sesuatu hal ini disebabkan obyek itu berguna untuk menenuhi kebutuhannya.

Blum dan Balinsky (Sumarni, 2000) membedakan minat menjadi dua, yaitu : a. Minat subyektif adalah perasaan senang atau tidak senang pada suatu obyek yang berdasar pada pengalaman. b. Minat obyektif adalah suatu reaksi menerima atau menolak suatu obyek disekitarnya. Engel dkk (1995) berpendapat bahwa minat membeli sebagai suatu kekuatan pendorong atau sebagai motif yang bersifat instrinsik yang mampu mendorong seseorang untuk menaruh perhatian secara spontan, wajar, mudah, tanpa paksaan dan selektif pada suatu produk untuk kemudian mengambil keputusan membeli. Hal ini dimungkinkan oleh adanya kesesuaian dengan kepentingan individu yang bersangkutan serta memberi kesenangan, kepuasan pada dirinya. Jadi sangatlah jelas bahwa minat membeli diartikan sebagai suatusikap menyukai yang ditujukan dengan kecenderungan untuk selalu membeli yang disesuaikan dengan kesenangan dan kepentingannya. JENIS-JENIS MINAT Menurut Syamsudin (Lidyawati, 1998) minat terbagi menjadi dua jenis, yaitu :

a. Minat spontan, yaitu minat yang secara spontan timbul dengan sendirinya. b. Minat dengan sengaja, yaitu minat yang timbul karena sengaja dibangkitkan melalui rangsangan yang sengaja dipergunakan untuk membangkitkannya.

Swastha dan Irawan (2001) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi minat membeli berhubungan dengan perasaan dan emosi, bila seseorang merasa senang dan puas dalam membeli barang atau jasa maka hal itu akan memperkuat minat membeli, kegagalan biasanya menghilangkan minat. Super dan Crites (Lidyawatie, 1998) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi minat, yaitu : a. Perbedaan pekerjaan, artinya dengan adanya perbedaan pekerjaan seseorang dapat diperkirakan minat terhadap tingkat pendidikan yang ingin dicapainya, aktivitas yang dilakukan, penggunaan waktu senggangnya, dan lain-lain. b. Perbedaan sosial ekonomi, artinya seseorang yang mempunyai sosial ekonomi tinggi akan lebih mudah mencapai apa yang diinginkannya daripada yang mempunyai sosial ekonomi rendah. c. Perbedaan hobi atau kegemaran, artinya bagaimana seseorang menggunakan waktu senggangnya d. Perbedaan jenis kelamin, artinya minat wanita akan berbeda dengan minat pria, misalnya dalam pembelanjaan. e. Perbedaan usia, artinya usia anak-anak, remaja, dewasa dan orangtua akan berbeda minatnya terhadap suatu barang, aktivitas benda dan seseorang. Swastha (2000) mengatakan bahwa dalam membeli suatu barang, konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor di samping jenis barang, faktor demografi, dan ekonomi juga dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti motif, sikap, keyakinan, minat, kepribadian, angan-angan dan sebagainya. Kotler (1999) mengemukakan bahwa perilaku membeli dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu : a. Budaya (culture, sub culture dan kelas ekonomi) b. Sosial (kelompok acuan, keluarga serta peran dan status) c. Pribadi (usia dan tahapan daur hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta dan konsep diri). d. Psikologis (motivasi, persepsi, belajar, kepercayaan dan sikap) Schiffman dan Kanuk (Cahyono, 1990) mengatakan bahwa persepsi seesorang tentang kualitas produk akan berpengaruh terhadap minat membeli yang terdapat pada individu. Persepsi yang positif tentang kualitas produk akan merangsang timbulnya minat konsumen untuk membeli yang diikuti oleh perilaku pembelian. Perilaku membeli timbul karena didahului oleh adanya minat membeli, minat untuk membeli muncul salah satunya disebabkan oleh persepsi yang didapatkan bahwa produk tersebut memiliki kualitas yang baik, dalam hal ini produk sepeda motor merk

Honda, menimbulkan suatu perilaku membeli produk sepeda motor tersebut. Jadi, minat membeli dapat diamati sejak sebelum perilaku membeli timbul dari konsumen. Berdasarkan uraian di atas maka aspek yang dipilih untuk diukur adalah aspek minat membeli dari Second dan Backman (Sabatun, 2001) yaitu aspek kognitif, afektif dan konatif pada ketertarikan, keinginan, dan keyakinan dalam pengukuran minat membeli.

Chaplin. 1995. Kamus Lengkap Psikologi (Terjemahan Kartono K). Jakarta : Rajawali Engel, James F. Blacwell, Roger D. Miniard, Paul W. 1995. Perilaku Konsumen. Jakarta : Bina Rupa Aksara. Gunarso, S. 1985. Psikologi Remaja. Jakarta : Andi Offset Handayani. 2000. Perilaku melayani ditinjau dari Minat Kerja dan Konsep Diri pada Perawatan Rumah Sakit. Skripsi (tidak diterbitkan). Poerwodarminto. 1991. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Sabatun, I. 2001. Minat Membeli Kosmetik Produk Luar Negeri Ditinjau dari Penerimaan Diri dan Dukungan Sosial Dikalangan Peragawati. Skripsi (tidak diterbitkan). Suntara. 1998. Hubungan antara Sikap Menonton Iklan Rinso di Televisi terhadap Minat Membeli pada Ibu-Ibu Kelurahan Sangkrah. Skripsi (tidak diterbitkan). Swastha, B. Irawan, H. 2000. Manajement Pemasaran Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta : Liberty.

You might also like