You are on page 1of 8

Evaluasi dan Peningkatan Kemampuan Pebelajar untuk Membentuk Pertanyaan (Question Posing) dalam Tatanan Blended Learning

Johandana Hak bertanya dalam proses belajar mengajar sering kali didominasi oleh pembelajar. Di kelas tradisional yang banyak dilakukan secara tatap muka, pembelajar melontarkan sejumlah pertanyaan untuk mengetahui kesiapan pebelajarnya dalam menerima materi baru. Kegiatan yang serupa juga dilakukan pembelajar pada pertengahan dan akhir suatu kegiatan pembelajaran dengan tujuan untuk mengetahui keberhasilan proses belajar mengajar yang dilakukan. Pembelajar akan merasa bangga bila sebagian besar pertanyaan yang diajukannya dapat dijawab dengan benar oleh sebagian besar pebelajarnya. Pada sudut pandang yang berbeda tentang proses bertanya; Jika seorang pebelajar mengajukan pertanyaan, ada kecenderungan penilaian pembelajar atau pebelajar yang lain menyatakan bahwa pebelajar yang bertanya adalah orang yang bodoh atau lambat dalam menerima informasi baru. Pandangan tersebut tidak sepenuhnya salah, karena bertanya pada dasarnya adalah proses penggalian informasi. Kemampuan pebelajar untuk bertanya sering kali lolos dari pandangan pembelajar. Dengan mengamati cara pebelajar untuk mengajukan pertanyaan, pembelajar dapat mengetahui kualitas dan kuantitas informasi yang telah diserap oleh pebelajar. Lan dan Lin (2011) menyatakan bahwa proses mengajukan pertanyaan telah menjadi bagian penting kegiatan belajar mengajar. Meskipun tidak dapat dikaitkan dalam suatu hubungan yang pasti, pertanyaan yang baik dari seorang pebelajar mencerminkan kualitas penerimaan informasi yang baik oleh pebelajar itu. Dan jika pebelajar itu mampu membuat pertanyaan yang baik dan juga mampu membuat jawaban yang sama baiknya, sangat besar kemungkinannya bahwa prestasi belajar yang akan dicapai pun akan baik (Yu, dkk. 2005). Question Posing Banyak sekali definisi yang terbentuk dari istilah ini setelah melakukan pengamatan atas pelaksanaannya. Barak dan Rafaeli (2004), Yu dkk (2005), Denny, Hamer, Luxton-Reilly dan Purchase (2008) memandang question posing sebagai aktivitas belajar berupa strategi untuk meningkatkan kemampuan mencipta dan membagi. Sedangkan Lan dan Lin (2011) memandang question posing sebagai kemampuan pebelajar untuk menyerap informasi secara mandiri menggunakan strategi-strategi kognitifnya, berkolaborasi belajar, dan pertukaran ide dengan teman setingkat serta pembelajar. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lan dan Lin (2011), pebelajar berhasil dipacu untuk berperan aktif dalam belajar, dapat berfikir kritis, dan dapat berbagi pengetahuan dengan pebelajar lain.
Johandana - Presentasi Isu dan Trend TEP halaman 1

Dengan hasil di atas, pebelajar akan menyadari akan manfaat dan mudahnya belajar jika dilakukan secara bersama-sama. Berdasarkan langkah-langkah yang dilakukan Lan dan Lin dalam penelitiannya, dapat disimpulkan bahwa Question Posing adalah suatu proses dalam belajar yang melibatkan keterampilan pebelajar dalam menggali pertanyaan dari sumber belajar yang telah disampaikan pembelajar. Pertanyaan yang dibuat oleh pebelajar bukanlah tanpa persiapan yang matang, tetapi pertanyaan yang telah disiapkan jawabannya sendiri oleh pebelajar. Dengan menyiapkan pertanyaan dan menggali pertanyaannya sendiri, pebelajar akan berusaha untuk menggali potensi lebih tentang materi yang dipelajari. Hal ini akan memberikan pengaruh pada kualitas pertanyaan yang akan disampaikan pebelajar kepada pembelajar atau sesama pebelajar. Pebelajar akan menanyakan hal-hal yang tidak terdapat dalam sumber belajar dan yang tidak dapat dimengerti oleh proses kognitifnya. Pernyataan-pernyataan dari experimen yang dilakukan Lan dan Lin tersebut sesuai dengan teori-teori yang melandasi penelitiannya. Landasan teori yang melandasi penelitian tersebut, menyatakan bahwa:
a. Question posing akan meningkatkan pertumbuhan kognitif pebelajar

(Topping & Ehly. 2001; English. 1998) b. Question posing membuat pebelajar mandiri dalam belajar (Brunner. 1990; Marbach-Ad & Sokolove. 2000) 1. Dari aspek teori pemrosesan informasi (Gagne. 1985; Shiffrin & Atkinson. 1969) 2. Dari aspek pembentukan pengetahuan oleh lingkungan sosial (King. 1989; Piaget. 1962) Oleh sebab itu, pebelajar dalam tatanan ini diarahkan untuk mengikuti kaidah rancangan aktifitas konstruktif Papert (1980 dalam Reiser & Dempsey. 2002), yang meliputi: 1. Seorang individu adalah pebelajar aktif dan mengendalikan proses belajarnya sendiri. 2. Seorang individu membentuk karya yang nyata, dapat dibuktikan yang mencerminkan pemahamannya. 3. Karyanya dapat dibagikan secara luas dengan cara yang sama dalam mendapatkan pemahamannya . 4. Masalah pembelajaran dan konteksnya adalah khas, dan pemecahan masalahnya berfokus pada permasalahan praktis.

Blended Learning

Johandana - Presentasi Isu dan Trend TEP

halaman 2

Charles R. Graham (2006: 1) menyatakan bahwa blended learning adalah perpaduan antara lingkungan belajar tatap muka tradisional dengan lingkungan belajar yang difasilitasi komputer. Pendapat yang serupa disampaikan oleh Reay (2001), Rooney (2003), Sands (2002), Ward dan LaBlanche (2003) serta Young (2002). Secara epistemologi, blended learning dibentuk dari penggabungan beberapa hal. Bersin (2003), Orey (2002), Singh dan Reed (2001), serta Thomson (2002) menilai bahwa blended learning combining instructional modalities (or delivery media), sedangkan Drisscoll (2002), House (2002), dan Rosset (2002) menyatakan bahwa blended learning combining instructional methods. Kedua deskripsi di atas menyatakan adanya suatu perbedaan yang dilandasi oleh pengaruh penggunaan media dalam belajar, namun keduanya mempunyai suatu persamaan yaitu mensyaratkan adanya penggabungan cara menyampaikan pesan pembelajaran. Pesan-pesan pembelajaran dalam blended learning pada umumnya disampaikan dalam dua model. Model pertama adalah pembelajaran yang disampaikan di dalam kelas tradisional, dimana pebelajar dan pembelajar berada dalam suatu ruang kelas nyata dan mereka dapat bertatap muka serta berinteraksi secara simultan (syncronous). Model kedua adalah pembelajaran yang disampaikan menggunakan media komputer. Komputer dalam hal ini adalah perangkat elektronik yang dapat digunakan untuk menampilkan pesan pembelajaran. Dalam blended learning, komputer digunakan dengan dua cara, yaitu: a) penggunaan komputer berjaringan (online), dan b) penggunaan komputer tanpa jaringan (stand-alone atau offline). Penggunaan jaringan pun ada dua macam berdasarkan luas jaringannya. Jika komputer hanya dapat mengakses data dari komputer lain yang berada dalam kelompoknya, maka jaringan tersebut bernama local area network (LAN), sedangkan bila komputer dapat terhubung lintas kelompok dalam cakupan yang luas, jaringan tersebut bernama wide area network (WAN) yang kemudian lebih sering disebut internet atau web-based (Lee & Owens. 2004: 55). Pada modus komputer berjaringan ini ditujukan untuk memudahkan pertukaran pesan pembelajaran antara pebelajar yang menggunakan suatu komputer dengan pebelajar lain, pembelajar, atau pun kumpulan data yang telah tersimpan pada komputer penyimpan data (server). Komputer yang dioperasikan tanpa jaringan harus memuat informasi pembelajaran dan perangkat lunak untuk membuka data yang berupa informasi pembelajaran. Jika informasi pembelajaran tidak tersedia, komputer dapat digunakan sebagai media pembelajaran jika menyediakan perangkat keras untuk memasukkan data pembelajaran. Perangkat keras yang dimaksud, contohnya: perangkat optik pembaca piringan (CD, DVD, Blueray) dan universal serial bus (USB).

Penggunaan Question Posing (QP) pada Blended Learning (BL)

Johandana - Presentasi Isu dan Trend TEP

halaman 3

Jika BL adalah strategi menyampaikan pesan, maka QP adalah strategi evaluasi atas pesan yang telah disampaikan. QP bukanlah strategi yang hanya mengevaluasi pebelajar. QP juga dapat digunakan oleh guru untuk mengevaluasi dirinya sendiri. Hal ini tercermin dari langkah-langkah yang digunakan dalam QP, antara lain:
1. Menentukan

peran

penanya

utama

(misalnya:

pebelajar

atau

pembelajar) 2. Menentukan pihak-pihak yang terlibat dalam asesmen dan mengantisipasi perbedaan-perbedaan penilaian asesor (misalnya: diri sendiri, teman setingkat, atau pembelajar) 3. Menentukan bentuk/muatan pertanyaan yang diperbolehkan (misalnya: teks, gambar, tabel, foto, atau kombinasi) 4. Menentukan cara membangun komunikasi (misalnya: kelompok diskusi, diskusi tak langsung, dan lain-lain). Variabel BL dapat dimasukkan pada langkah ketiga dan keempat. Dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, format digital memungkinkan muatan pertanyaan tidak hanya berbentuk visual, tetapi juga dapat berbentuk audio. Komunikasi dalam BL menjadi semakin intensif dengan segala keunggulan yang terdapat dalam tatanan belajar tradisional (face to face) dan tatanan belajar maya (computer mediated) sehingga memungkinkan pebelajar untuk berkomunikasi dengan pembelajar atau dengan teman setingkatnya secara intensif tanpa batas ruang dan waktu. Dengan tatanan belajar ini pun, pebelajar dapat melatih kemampuan komunikasi secara lisan dan tertulis dalam kolaborasi bersama komunitas belajarnya. Interaksi adalah perekat yang menyatukan komponen-komponen belajar. Interaksi dapat menciptakan pengalaman yang memacu pebelajar supaya haus untuk belajar. (Cross dalam Bonk & Graham. 2006: xix). Asesmen yang dilakukan dalam penelitian Lan dan Lin menggunakan Microsoft SQL server sebagai piranti lunak utama (gambar 1). Dalam BL, pembelajar yang tidak memapu menggunakan program tersebut dapat leluasa menggunakan program lain yang terdapat bebas di internet dan mudah. Dalam tatanan ini, penulis melihat peluang yang baik untuk menggunakan jejaring sosial untuk melakukan asesmen dan evaluasi pebelajar. Mengapa penulis memilih jejaring sosial? Jejaring sosial telah banyak digunakan di Indonesia. Tidak hanya murid Sekolah Dasar, banyak guru besar di perguruan tinggi ternama dan pakar pendidikan menggunakan jejaring sosial. Hal ini membuktikan bahwa jejaring sosial (dalam hal ini Facebook) telah terbukti mudah untuk digunakan. Fitur question atau pertanyaan pada Facebook, memungkinkan pebelajar menuliskan pertanyaan dan jawaban yang berhasil digali dalam proses belajarnya, dan kemudian mendapatkan penilaian dari asesornya secara online. Hal ini sesuai dengan bagian-bagian utama dalam program question
Johandana - Presentasi Isu dan Trend TEP halaman 4

posing indicators service (QPIS) yaitu terdapatnya ruang untuk pertanyaan, jawaban sendiri, respon (dalam facebook berbentuk pooling, tambahan opsi pooling, komentar, dan suka).

Gambar 1. Tampilan Program QPIS menggunakan SQL Server (Sumber: Lan & Lin dalam AJET. 2011:585)

Pentingnya mendapat respon berupa mekanisme penilaian dari teman setingkat atau pembelajar adalah untuk membantu pembelajar dalam mengevaluasi kemampuan pencarian pertanyaan pebelajar secara individu. Dengan demikian, pembelajar dapat memahami secara tepat mutu pertanyaan pebelajar, daya serapnya (learning status), kemampuan interaksinya, dan juga kinerjanya (Lan & Lin. 2011:587). Kesimpulan Dengan melakukan QP yang digunakan dalam lingkungan BL, ada beberapa pengaruh yang akan diperoleh, antara lain: 1) pemahaman yang lebih baik pada kemampuan QP pebelajar oleh pembelajar, sehingga pembelajar dengan mudah mengetahuan keberhasilan strategi pembelajarannya, yang bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan belajar pebelajar. 2) pembelajar dapat dengan mudah memberikan motivasi pada pebelajar untuk mengembangan suatu jenis pertanyaan ke tingkat yang lebih tinggi untuk meningkatkan respon teman setingkat dan pembelajar dalam melakukan asesmen. 3) pebelajar dapat mengikuti langkahlangkah menyusun pertanyaan, menjawabnya, meninjau literatur, dan merefleksi kemampuan diri sendiri maupun teman setingkatnya, sehingga menemukan
Johandana - Presentasi Isu dan Trend TEP halaman 5

pembelajaran yang bermakna. 4) Pebelajar mempunyai keterampilan dalam menyampaikan pendapat dengan baik, mengapresiasi kritik dengan bijak, dan berlatih untuk berani untuk menyampaikan potensinya untuk dinilai oleh orang lain.

Gambar 2. Tampilan Fitur Question pada Facebook (Sumber: http://www.facebook.com/groups/172284606115574/, pada 22 Agustus 2011)

diakses

Daftar Rujukan Graham, Charles R. & Bonk, Curtis J. 2006. The Handbook of Blended Learning: Global Prespectives, Local Design. San Francisco: John Wiley & Sons, Inc. Graham, Charles R. & Dziuban, Charles. 2007. Blended Learning Environments. AECT, 23: hlm. 269. Lan, Yu Feng & Lin, Pin Chuan. 2011. Evaluation and Improvement of Students Question Posing Ability in a Web-based Learning Environment. AJET, 27(4): hlm 581, (online), dalam AJET (www.ascilite.or.au/ajet/ajet27/lan.html) Lee, William W. & Owens, Diana L. 2004. Multimedia-based Instructional Design: CBT, WBT, DBT, and PBS. San Francisco: John Wiley & Sons, Inc.

Evaluasi dan Peningkatan Kemampuan Pebelajar untuk Membentuk Pertanyaan (Question Posing)
Johandana - Presentasi Isu dan Trend TEP halaman 6

dalam Tatanan Blended Learning


Makalah

Diajukan dalam presentasi sebagai prasarat mengikuti perkuliahan Mata Kuliah Isu dan Tren Teknologi Pembelajaran Yang diampu oleh: 1. 2. Prof. Dr. Punaji Setyosari, M.Ed, M.Pd Dr. Dedi Kuswandi, M.Pd

I Gede Johandana P. Putera MTEP 2010 / 100121507420

Johandana - Presentasi Isu dan Trend TEP

halaman 7

Universitas Negeri Malang


Program Pascasarjana Program Studi Teknologi Pembelajaran Agustus 2011

Johandana - Presentasi Isu dan Trend TEP

halaman 8

You might also like