You are on page 1of 12

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kurikulum 2006 atau KTSP baru dilaksanakan di Indonesia mulai tahun ajaran 2006/2007. Kurikulum 2006 merupakan refleksi dan pengkajian ulang terhadap kurikulum 2004 atau kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum 2006 berprinsip bahwa standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, dan global (Depdiknas dalam Asep 2008:2). Keterampilan berbahasa memiliki empat komponen yang saling memengaruhi. Keempat komponen tersebut adalah keterampilan menyimak (listening skills), keterampilan berbicara (speaking skills), keterampilan membaca (reading skills), dan keterampilan menulis (writing skills). Setiap keterampilan tersebut berhubungan erat dengan tiga keterampilan lainnya dengan cara yang beranekaragam. Dalam memperoleh keterampilan berbahasa, biasanya kita melalui suatu hubungan dengan urutan yang teratur. Mula-mula sejak kecil kita belajar menyimak bahasa kemudian disusul dengan berbicara, sesudah itu kita belajar membaca dan menulis. Keterampilan menyimak dan berbicara didapatkan oleh seseorang melalui peniruan yang bersifat alamiah

dan langsung dalam proses komunikasi. Sedangkan keterampilan membaca dan menulis diperoleh secara sengaja melalui proses belajar. Kedua keterampilan berbahasa tersebut digunakan dalam komunikasi tertulis, tidak secara langsung bertatap muka dengan orang lain. Belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Salah satunya dengan berbicara. Menurut Tarigan (1997:13) berbicara adalah keterampilan

menyampaikan pesan melalui bahasa lisan kepada orang lain. Berbicara identik dengan penggunaan bahasa secara lisan. Selama ini kemampuan berbicara siswa kurang mendapat perhatian dari guru. Pada umumnya guru lebih sering memberi penjelasan teoretis dan penilaian secara tertulis pada pembelajaran berbicara. Hal tersebut membuat pembelajaran berbicara kurang optimal sehingga sebagian besar siswa akan merasa kesulitan saat dituntut untuk berbicara di depan orang lain ataupun di depan umum. Pembelajaran berbicara di sekolah terdiri atas beberapa keterampilan yaitu keterampilan berpidato, bercerita, bertelepon, serta berwawancara. Pembelajaran berbicara khusunya keterampilan berwawancara di sekolah dasar kualitasnya masih jauh dari harapan. Masih terdapat beberapa sekolah yang belum melakukan penilaian proses atau praktik pada siswa dalam pembelajaran berbicara. Menurut pengakuan beberapa guru, hal tersebut dikarenakan keterbatasan ruang, waktu, serta media untuk melakukannya. Terutama di sekolah pinggiran yang minat belajar siswanya kurang disertai keterbatasan media. Sebagian besar siswa mengalami kesulitan jika diberi tugas untuk wawancara dengan beberapa narasumber di sekitar mereka.

Kenyataan di atas akan menjadi hambatan dalam proses pembelajaran terutama aspek berbicara. Jika anak tidak dibiasakan berani berbicara sejak awal, akan menghambat kemampuan berkomunikasi mereka di kemudian hari. Untuk itu, masalah ini harus segera diatasi. Hal ini dikarenakan perwujudan masyarakat yang berkualitas adalah tanggung jawab pendidikan, khususnya dalam mempersiapkan peserta didik sebagai subjek yang berperan menampilkan keunggulan dan potensi yang dimiliki untuk dapat bertahan dalam mengantisipasi era globalisasi. Upaya peningkatan kualitas pendidikan dilakukan secara terusmenerus baik secara konvensional maupun inovatif. Hal tersebut lebih difokuskan lagi setelah diamanatkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Untuk kepentingan mencapai tujuan tersebut diperlukan perubahan yang cukup mendasar dalam sistem pendidikan nasional termasuk adanya perubahan kurikulum. Apalagi ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang sehingga menyebabkan adanya pembaharuan dalam proses upaya pencapaian hasil belajar. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat akan menyebabkan perubahan standar kualitas pendidikan yang sekaligus memengaruhi kualitas suatu bahan pengajaran yang meliputi bahan ajar maupun media pembelajaran. Dalam hal ini media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara optimal. Media pembelajaran adalah sebuah alat

yang berfungsi dan digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran (Sanaky 2009:3). Melihat cukup lengkapnya fasilitas yang disediakan di sekolah-sekolah saat ini, misalnya keberadaan laboratorium bahasa, media elektronika seperti VCD player, televisi, internet, dan komputer seharusnya dapat meningkatkan kualitas belajar siswa. Namun pada kenyataannya fasilitas tersebut belum dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh guru. Hal ini terjadi karena sulitnya mendapatkan contoh materi dan literatur yang berwujud media, misalnya VCD pembelajaran. Selain itu buku-buku atau bahan ajar yang beredar di lapangan lebih banyak membahas tentang hal-hal yang teoretis dan tidak dilengkapi dengan halhal yang bersifat praktis. Buku dan bahan ajar tersebut cenderung hanya mengarahkan cara atau teknik untuk melakukan wawancara tanpa diimbangi pemaparan mengenai contoh dan teknik latihan untuk berwawancara agar memilki vokal, penampilan, dan penguasaan materi yang baik secara total. Bahan ajar yang beredar di lapangan juga belum mampu menjadi solusi akan kendala-kendala yang sering dihadapi siswa seperti kurangnya kepercayaan diri, kecemasan, kurangnya persiapan, dan kendala mood atau suasana hati yang berubah-ubah. Melihat paradigma tersebut, muncul permintaan dari guru dan siswa untuk tersedianya media pembelajaran berwawancara dengan narasumber. Apabila ada sebuah buku yang memaparkan teori tentang berwawancara, akan lebih baik apabila dilengkapi VCD sebagai wujud pandang-dengar (ilustrasi) dari teori yang ada pada buku. Ketika pembelajaran memiliki dimensi audio-visual, pesan yang diberikan akan menjadi lebih kuat berkat kedua sistem penyampaian tersebut.

Belajar tidaklah cukup hanya dengan membaca, mendengarkan, dan didikte tetapi juga perlu melihat dan harus mempraktikkan. Agar dapat belajar dengan melihat, mendengar, dan mempraktikkan dibutuhkan media pembelajaran yang tidak hanya bisa dibaca namun juga bisa dilihat dan didengar. Menghadapi tantangan tersebut, peneliti berusaha mengembangkan media pembelajaran berupa VCD pembelajaran berwawancara. Media pembelajaran yang dihasilkan peneliti tidak hanya berisi tentang pengetahuan seputar teori namun juga teknik-teknik berwawancara beserta contohnya yang dikemas secara menarik agar meningkatkan minat belajar siswa. Dengan melihat petunjuk dan contoh berwawancara diharapkan siswa dapat mengatasi kendala dan keterbatasan yang muncul dari dalam diri dan memiliki kemampuan untuk melakukan persiapan, melatih vokal, penampilan, dan penguasaan materi dalam

berwawancara. Pewawancara dituntut dapat menempatkan diri dan dapat mewakili

khalayak sehingga pertanyaannya memancing jawaban narasumber. Karena jawaban ini merupakan informasi yang benar-benar diperlukan dan diinginkan khalayak (Wahyudi dalam Fadli 2003:27). Seseorang yang telah mampu melakukan wawancara dengan baik, akan mendukung kelancaran komunikasinya. Untuk itu, berkomunikasi dengan orang lain, dalam hal ini wawancara juga harus mulai diajarkan pada anak-anak. Melihat perkembangan zaman saat ini, siswa kelas V SD diharapkan sudah mampu melakukan wawancara dengan baik. Mereka dituntut dapat mempersiapkan diri mengahadapi segala tuntutan terutama saat berwawancara dengan narasumber. Kemungkinan mereka akan mengalami

krisis percaya diri. Dengan mengetahui bagaimana teknik berwawancara yang baik kemudian berlatih dan menguasai apa saja yang perlu dipersipkan sebelum berwawancara, diharapkan siswa mampu berwawancara dengan narasumber dengan baik. Untuk mempermudah pembelajaran berwawancara pada siswa Sekolah Dasar, dibutuhkan media pembelajaran yang dapat menunjang siswa untuk menguasai teknik berwawancara. Media yang dibutuhkan merupakan media yang komunikatif dan menarik. Usia anak SD merupakan usia kreatif, yaitu anak lebih menunjukkan kreativitas dalam bermain selama masa kanak-kanak dibandingkan masa-masa lain. Pada usia ini juga anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan penting tertentu (Soeparwoto, dkk 2007:60-61). Ciri-ciri anak pada tahap ini juga ditandai dengan perkembangan bahasa dan kemampuan berpikir memecahkan persoalan dengan menggunakan lambang tertentu (Semiawan 2008:21). Dari karakteristik anak usia SD tersebut dapat diketahui bagaimana media yang sesuai dengan mereka. Hal tersebut secara rinci akan dibahas oleh peneliti pada bab berikutnya. Peneliti melalui produk yang akan dihasilkan mencoba mengemas media pembelajaran yang mampu menjadi jawaban dari permasalahan kebutuhan guru dan siswa, dengan belajar dari kekurangan-kekurangan pada pembelajaran dan beberapa bahan ajar berwawancara yang telah ada di lapangan.

1.2 Identifikasi Masalah Pembelajaran berwawancara dengan narasumber merupakan salah satu bagian dari pembelajaran bahasa yang sangat perlu mendapatkan perhatian khusus karena selama ini pembelajaran berwawancara masih dipandang sebelah mata oleh siswa, bahkan oleh guru mata pelajaran bahasa Indonesia sekalipun. Kurangnya perhatian khusus terhadap dalam pembelajaran mengembangkan berwawancara keterampilan

mengakibatkan

keterampilan

siswa

berwawancara masih kurang. Masih banyak siswa yang belum mampu berwawancara dengan vokal, penguasaan materi yang memadai, persiapan diri, dan penampilan yang baik. Berhasil atau tidaknya sebuah pembelajaran berwawancara ditentukan oleh berbagai faktor. Berdasarkan uraian tersebut, terdapat tiga faktor yang memengaruhi keberhasilan pembelajaran berwawancara yaitu faktor teknik dan pendekatan dalam pembelajaran yang digunakan oleh guru, faktor siswa, dan faktor bahan ajar. 1.2.1 Faktor Teknik dan Pendekatan yang Digunakan Guru

Selama ini dalam pembelajaran berwawancara dengan narasumber, teknik dan pendekatan yang digunakan masih konvensional dan kurang bervariasi. Kesan monoton dan pembelajaran yang membosankan masih sangat terasa. Belajar tidaklah cukup hanya dengan membaca, mendengarkan dan didikte tetapi juga perlu melihat dan harus mempraktikkan. Namun, yang terjadi selama ini justru sebaliknya, guru dalam mengajarkan berwawancara dengan narasumber hanya memberikan teori-teori tanpa berani untuk membimbing dalam praktik latihan

berwawancara dengan narasumber baik dalam kelas ataupun praktik lapangan. 1.2.2 Faktor Siswa

Banyak siswa beranggapan bahwa berwawancara dengan narasumber adalah pekerjaan yang sulit. Sebagian besar mereka masih merasa kurang percaya diri dan kurang menguasai apa saja yang harus dilakukan baik sebelum maupun saat berwawancara. Untuk melakukan wawancara dibutuhkan sikap percaya diri, persiapan materi dan penguasaannya, serta penampilan yang baik. Seorang pewawancara yang baik juga harus mampu memancing jawaban yang dapat memecahkan masalah yang hangat sesuai pada porsinya. Siswa dituntut tidak hanya asal bicara saja, tetapi juga menguasai segala sesuatu yang berkaitan dengan apa yang akan dibicarakan dan sikap mereka harus sesuai dengan etika dan tata cara berwawancara. Namun, keadaan itu masih sangat jarang dijumpai. Sebagian besar siswa masih merasa kurang percaya diri jika diminta untuk melakukan komunikasi dengan orang lain. Apalagi jika diminta mempersiapkan bahan untuk melakukan wawancara dan menguasai materinya. Mereka masih menganggap hal itu merupakan pekerjaan yang sangat berat, padahal sebenarnya berwawancara merupakan hal yang mengasyikkan dan sangat bermanfaat bagi mereka kelak. 1.2.3 Faktor Bahan Ajar dan Media Pembelajaran

Saat ini kebutuhan akan bahan ajar sangat tinggi. Namun, ternyata ketersediaan bahan ajar masih sangat langka dan sangat sulit diperoleh. Berdasarkan pemaparan pada latar belakang, dapat diketahui bahwa secara umum telah ada beberapa buku dalam berwawancara namun masih terdapat beberapa

permasalahan. Identifikasi secara jelas mengenai masalah-masalah tersebut dijelaskan di bawah ini. 1) Hingga kini masih sangat jarang buku-buku panduan dan VCD panduan berwawancara. Selain itu, buku-buku tersebut memiliki isi yang kurang lengkap dan memiliki cakupan yang terlalu sempit. 2) Buku yang ada saat ini merupakan buku-buku membaca ekspresif yang bersifat umum dan kurang fokus pada pembelajaran berwawancara di Sekolah Dasar serta kendala-kendala wawancara. 3) Siswa cenderung lebih menyukai sesuatu yang bersifat ringan dan menyenangkan. Mereka membutuhkan yang dihadapi saat melakukan

pembelajaran yang rileks dan tidak menegangkan.

1.3 Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi penelitian yang akan diteliti. Peneliti berusaha menghasilkan produk/media pembelajaran berwawncara untuk siswa SD berupa VCD pembelajaran berwawancara.

1.4 Rumusan Masalah Sesuai dengan uraian di atas, maka permasalahan yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah:

1) Bagaimanakah

desain

atau

prototipe

media

pembelajaran

VCD

pembelajaran berwawancara untuk siswa kelas V SD? 2) Bagaimanakah media pembelajaran (VCD pembelajaran) berwawancara untuk siswa kelas V SD? 3) Bagaimanakah penilaian ahli terhadap media pembelajaran (VCD panduan berlatih) wawancara untuk siswa Kelas V SD? 4) Bagaimanakah perbaikan oleh peneliti terhadap media pembelajaran (VCD panduan berlatih) wawancara untuk siswa Kelas V SD?

1.5 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian pengembangan ini adalah: 1) Dibuatnya desain atau prototipe media pembelajaran VCD berwawancara untuk siswa Kelas V SD yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan guru. 2) Dibuatnya media pembelajaran VCD berwawancara untuk siswa Kelas V SD yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan guru. 3) Diperolehnya penilaian oleh ahli terhadap media pembelajaran VCD berwawancara untuk siswa Kelas V SD sesuai kebutuhan siswa dan guru. 4) Dilakukannya perbaikan oleh peneliti terhadap media pembelajaran VCD berwawancara untuk siswa Kelas V SD sesuai kebutuhan siswa dan guru.

1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis dan praktis.

11

1) Manfaat Teoretis Secara teoretis, produk media pembelajaran yang dihasilkan peneliti dapat memberikan manfaat bagi perkembangan pendidikan di Indonesia, khususnya pada bidang penelitian pengembangan pada bahasan berwawancara dengan narasumber. 2) Manfaat Praktis Dibuatnya produk media pembelajaran berwawancara untuk siswa SD berwujud VCD panduan berlatih berwawancara untuk siswa SD, secara praktis akan memiliki manfaat bagi siswa, guru, sekolah, dan juga peneliti lain. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia terutama kompetensi berwawancara dengan narasumber sehingga keterampilan berwawancara dapat meningkat dan berkembang. Bagi siswa, dengan adanya penelitian ini siswa mendapat pengalaman belajar yang bermakna melalui sebuah pembelajaran yang tidak hanya menyenangkan namun juga mencerdaskan; pembelajaran yang tidak hanya mendikte namun juga mempraktikkan; menjadi pewawancara yang tidak hanya memahami teori tetapi juga pandai mempraktikan. Bagi guru, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan acuan untuk meningkatkan dan mengembangkan keterampilan berwawancara bagi siswa dan bahkan guru itu sendiri. Selain itu, hasil dari penelitian ini akan membantu guru dalam mendesain pembelajaran berwawancara dengan konsep yang menyenangkan dan mencerdaskan. Guru akan terpacu untuk melaksanakan pembelajaran yang tidak hanya mendikte dan tidak sebatas pengetahuan tentang

teori tetapi praktik berwawancara. Bagi sekolah, penelitian ini dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di bidang bahasa dan meningkatkan prestasi siswa. Penelitian ini juga memberikan sebuah bentuk media baru, media pembelajaran yang baru. Media pembelajaran yang peneliti hasilkan mampu menjadi solusi dalam pembelajaran berwawancara. Bagi peneliti yang lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan pelengkap terutama dalam hal mengembangkan keterampilan berwawancara. Penelitian ini juga dapat menjadi rujukan dalam penelitian pengembangan khususnya keterampilan berwawancara pada penelitian-penelitian selanjutnya.

You might also like