You are on page 1of 2

TUGAS SOSIOLOGI KEHIDUPAN SUKU RIMBA

Suku Kubu atau juga dikenal dengan Suku Anak Dalam atau Orang Rimba adalah salah satu suku bangsa minoritas yang hidup di Pulau Sumatra, tepatnya di Provinsi Jambi dan Sumatra Selatan. Mereka mayoritas hidup di propinsi Jambi, dengan perkiraan jumlah populasi sekitar 200.000 orang. Menurut tradisi lisan suku Anak Dalam merupakan orang Maalau Sesat, yang m lari ke hutan rimba di sekitar Air Hitam, Taman Nasional Bukit Duabelas. Mereka kemudian dinamakan Moyang Segayo. Tradisi lain menyebutkan mereka berasal dari Pagaruyung, yang mengungsi ke Jambi. Ini diperkuat kenyataan adat suku Anak Dalam punya kesamaan bahasa dan adat dengan suku Minangkabau, seperti sistem matrilineal. Secara garis besar di Jambi mereka hidup di 3 wilayah ekologis yang berbeda, yaitu Orang Kubu yang di utara Provinsi Jambi (sekitaran Taman Nasional Bukit 30), Taman Nasional Bukit 12, dan wilayah selatan Provinsi Jambi (sepanjang jalan lintas Sumatra). Mereka hidup secara nomaden dan mendasarkan hidupnya pada berburu dan meramu, walaupun banyak dari mereka sekarang telah memiliki lahan karet dan pertanian lainnya. Kehidupan mereka sangat mengenaskan seiring dengan hilangnya sumber daya hutan yang ada di Jambi dan Sumatra Selatan, dan proses-proses marginalisasi yang dilakukan oleh pemerintah dan suku bangsa dominan (Orang Melayu) yang ada di Jambi dan Sumatra Selatan.Mayoritas suku kubu menganut kepercayaan animisme, tetapi ada juga beberapa puluh keluarga suku kubu yang pindah ke agama Islam

Kain dan maknanya


Fungsi kain atau koin disini dapat dilihat dalam 2 makna fungsi. Antara lain adalah makna secara fungsional-praktikal dan maknanya secara kultural sosial. Makna kain secara fungsional-praktikal, dapat diartikan sebagai makna kain secara fungsional, yaitu untuk melindungi tubuh kita dari situasi kondisi cuaca dan bahkan bahaya yang ada diluar kita. Sedangkan makna kain secara kultural sosial, adalah pemaknaan kain bagi Orang Rimba bagi kepentingan kelangsungan adat budaya mereka. Seperti bride-price atau mas kawin dan denda adat serta status sosial seseorang. Tradisi Melangun Melangun bagi suku Kubu, Orang Rimba atau Anak Dalam yang menetap di perbatasan Provinsi Riau dan Jambi adalah pergi jauh. Melangkahkan kaki menjauh dari kampung halaman menghilangkan kesedihan akibat ditinggal mati sanak saudara. Berjalan kaki melintasi sejumlah kota kecamatan, kabupaten hingga provinsi berharap kesedihan ditinggalkan keluarga akan sirna. Menatap jalanan yang dilalui dan berusaha melupakan kesedihan. Lelaki yang mengaku tidak mengetahui berapa usianya ini, mengatakan untuk menghilangkan kesedihan akibat kematian anaknya, ia bahkan melangun hingga bertahun-tahun. Bahkan sampai ke Padang Panjang.Tradisi wajib diikuti seluruh keluarga yang tertimpa kemalangan. Dengan berjalan kaki, Sukur dan keluarga mampu berjalan ke Padang Panjang dan Taluk Kuantan, yang berjarak ratusan kilometer di tempatnya menetap. Dulu, melangun dilakukan hingga puluhan tahun karena dianggap sebuah kesialan. Namun sejak beberapa tahun belakangan tradisi tersebut dilakukan dalam waktu yang singkat. Tradisi ini, lanjutnya, diawali dengan ratapan yang

dilakukan keluarga dihadapan mayat. Menangis, meraung dan menghempaskan badan ke tanah hingga berpekan-pekan lamanya, berharap nyawa yang telah dicabut dikembalikan kepada mayat tersebut. Sebelum Melangun dilakukan pun, mayat yang telah ditutup kain tersebut dibiarkan diatas Sesudungon. Sesudungon yaitu tempat berteduh yang berukuran 2x2 meter dan beratap daun atau plastik yang tingginya 12 undukan dari tanah. Jika untuk anak-anak, tingginya 4 undukan dari tanah. Baru ketika tradisi Melangun usai, mereka mulai melakukan aktivitas normalnya kembali seperti berladang, berburu dan menangkap ikan. Tempatnya pun, agak jauh dari tempanya semula, namun selalu berada di pinggiran sungai yang merupakan sumber kehidupan mereka. Namun tradisi, menurutnya lambat laun akan hilang, karena suku Kubu ini saat ini tengah berjuang melawan konversi hutan alam yang dilakukan sejumlah perusahaan yang mengantongi izin HTI seperti PT Lestari Asri Jaya (LAJ). Kehadiran perusahaan ini akan membuat hutan yang menjadi warisan nenek moyang mereka, hanya tinggal cerita. Kelangsungan hidup mereka juga terancam, karena mereka sangat menggantungkan hidup pada hutan.

You might also like