Professional Documents
Culture Documents
82. Infeksi Nosonomial (I) International Standard Serial Number: 0125 – 913X
Januari 1993
Daftar Isi :
2. Editorial
4. English Summary
5. Pengendalian Infeksi Nosokomial di RS Dr Cipto Mangunkusumo
dengan Sumber Daya Minimal – Robert Utji
8. Pengendalian Infeksi Nosokomial di RS Persahabatan, Jakarta – H
Thamrin Hasbullah
13. Pengendalian Infeksi Nosokomial di RSUD Dr Soetomo, Surabaya
– Djoko Roeshadi, Alit Winarti
16. Upaya Pencegahan Infeksi Nosokomial di RS Mitra Keluarga,
Jakarta – Hartati Kurniadi
18. Pengendalian Infeksi Nosokomial di RSU Bekasi –Dean Wahyudi
Satyaputra
21. Sterilitas Udara Ruang Operasi dan Peralatan Bedah serta Higiene
Petugas Beberapa Rumah Sakit di Jakarta – Pudjarwoto Triatmodjo
25. Peranan Laboratorium dalam Pencegahan dan Penanggulangan
Infeksi Nosokomial – Dalima Ari Wahono Astrawinata
28. Kebiasaan Cuci Tangan Petugas Rumah Sakit dalam Pencegahan
Karya Sriwidodo Infeksi Nosokomial–DAnwar Musadad, Agustirta Lubis, Kasno-
dihardjo
32. Air sebagai Sumber Kontaminasi – Usman Suwandi
36. Infeksi pada Transplantasi Ginjal dan Pencegahannya – R.P.
Sidabutar, Suhardjono
REDAKSI KEHORMATAN
KETUA PENGARAH
– Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro – Prof. DR. B. Chandra
Dr Oen L.H Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa Guru Besar Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,
KETUA PENYUNTING Jakarta. Surabaya.
Dr Budi Riyanto W – Prof. Dr. R.P. Sidabutar
PELAKSANA Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam – Prof. Dr. R. Budhi Darmojo
Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam
Sriwidodo WS Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Semarang.
TATA USAHA Jakarta.
Sigit Hardiantoro – Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo
Guru Besar Ilmu Patologi Anatomi
– Drg. I. Sadrach
ALAMAT REDAKSI Lembaga Penelitian Universitas Trisakti,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Majalah Cermin Dunia Kedokteran Jakarta.
Jakarta
P.O. Box 3105 Jakarta 10002 – Prof. DR. Sumarmo Poorwo Soe-
Telp. 4892808 darmo – DR. Arini Setiawati
Fax. 4893549, 4891502 Bagian Farmakologi
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Kesehatan, Departemen Kesehatan RI,
NOMOR IJIN Jakarta,
Jakarta
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976
Tanggal 3 Juli 1976
PENERBIT REDAKSI KEHORMATAN
Grup PT Kalbe Farma
– DR. B. Setiawan – Drs. Victor S Ringoringo, SE, MSc.
PENCETAK – Drs. Oka Wangsaputra – Dr. P.J. Gunadi Budipranoto
PT Midas Surya Grafindo – DR. Ranti Atmodjo – DR. Susy Tejayadi
Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang- yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk meng-
bidang tersebut. hindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pernah dibahas atau Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Manuseripts Submitted
dibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan menge- to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh:
nai nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore. London:
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan William and Wilkins, 1984; Hal 174–9.
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading microorganisms.
berlaku. Istilah media sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mecha-
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak nisms of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974; 457-72.
mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus di- Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin
sertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pem- Dunia Kedokt. l990 64 : 7-10.
baca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,
dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.
berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ P.O. Box 3105
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebih Jakarta 10002
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) pe- Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu
ngarang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat secara tertulis.
bekerjanya. Tabel/skema/grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas- Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai dengan
jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.
Gambar 1.
Example of time spent in infection control activities in programs 1–2 years old,
by size and type of institution. After a program has been well established, less time
is needed for surveillance and reporting activities. Additionally, once infection
control manuals (hospitalwide and departmental sections) have been completed,
only annual review is necessary, so that administrative time can be decreased.
More time is then allocated to teaching, consulting, or special studies.
Gambar 3.
Examples of time spent in setting up infection control programs, by size and type
of institution. In setting up a program, much time is needed for surveillance and
reporting infections to establish baseline infection rates. Smaller institutions will
generally require less time to do total hospital data collection than will larger
facilities because of the increased complexity of care. Little time is spent in For an infection to occur, all three parts of the infection chain must be present,
teaching and consulting, partly because personnel do not know of the availability and all criteria must be met.
of the ICP. Administrative activities consume a great amount of time because of
the need to develop infection control manuals, in both hospitalwide manual and
the infection control sections of departmental manuals. Di dalam menentukan skala prioritas untuk melakukan
pengendalian, kita harus dapat tentukan faktor yang paling utama.
EPIDEMIOLOGI
Untuk pelaksanaan pengendalian dan pencegahan perlu Sumber
diketahui epidemiologi INOK. Kita akan melihat 3 faktor yang Sumber infeksi dapat berupa kuman, virus, protozoa dan
bersama-sama menentukan terjadinya INOK (Gambar 3). parasit yang terdapat di alam. Bahkan manusia sehat juga penuh
KALENDER PERISTIWA
Lingkungan
Perlu diperhatikan: Kebersihan lingkungan, air yang di-
pakai, dan udara supaya tetap bersih, mengalir dan dengan
kelembaban tertentu. Dalam hal tertentu udara perlu disaring
(filtrasi).
Bahan yang harus dibuang (disposal) diusahakan tidak
menjadi sumber infeksi, misalnya dengan memakai kantong
plastik yang dapat segera ditutup, tempat-tempat sampah yang
tertutup, dan kadang-kadang perlu fumigasi atau pemusnahan
bahan.
Dalam pengendaliannya perlu diingat bahwa pencegahan
lebih baik daripada pengobatan, lebih mudah, lebih murah dan
tidak berbahaya baik bagi penderita maupun lingkungannya.
Caranya adalah dengan memutus mata rantai terjadinya
infeksi nosokomial :
– Meningkatkan pengetahuan personil rumah sakit tentang
infeksi nosokomial.
– Meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang risiko
infeksi nosokomial bagi pasien yang dirawatnya.
– Melakukan semua standar prosedur kerja dengan benar dan
sempurna (SOP : perawatan, tindakan dan penggunaan/pemilih-
an alat-alat dan lain-lain).
Penderita
Penting diketahui antara lain : keadaan umum, penyakit pe-
nyerta seperti DM, obesitas atau penyakit khronis lainnya, dan
keadaan kulit penderita, apakah normal atau ada luka. Kulit
normal sudah mengandung banyak kuman yang bisa menjadi
penyebab infeksi; ada kuman komensal, yakni kuman yang
"normal" berada dalam pori kulit. Jumlahnya dapat dikurangi
dengan cara perawatan kulit pra bedah dan pemakaian desin-
fektan. Sedangkan kuman pendatang yang berasal dari ling-
kungan terletak di permukaan kulit; ini dapat dihilangkan dengan
cara perawatan kulit pra bedah dan pemakaian desinfektan.
Staf rumah sakit
Dokter dan personil paramedis merupakan sumber infeksi
yang penting dalam terjadinya infeksi nosokomial; perlu diper-
hatikan kesehatan dan kebersihannya, pengetahuan tentang sep-
Terinfeksi – – 7 –
Kendala yang dihadapi
% – – 11% –
1) Komite Nosokomial beranggotakan 16 orang, yang telah
mengikuti penataran tentang infeksi nosokomial hanya 4 (empat) II. Ruang Rawat ICCU : dari 12 kasus (total), 3 kasus (terkena infeksi (25%).
orang.
2) Tidak ada dana sama sekali.
Cara kerja
1) Membuat program jangka pendek, yakni menyebarluaskan
pengetahuan tentang infeksi nosokomial melalui :
– Membagi dan menyebarkan pengetahuan tentang infeksi B. ILO (Infeksi Luka Operasi) pada operasi bersih/bersih terkontaminasi
nosokomial kepada seluruh anggota Komite. (12 Mel 1991 sd.10 Juni 1991)
– Mengisi acara Siang Klinik Dokter.
Operasi Bersih
– Mengisi acara Siang Klinik Paramedis. Operasi Bersih
Terkontaminasi
Ruang Jumlah
2) Membuat program jangka panjang yakni :
– Mengadakan penataran untuk paramedis semua UPF secara Jumlah Terinfeksi Jumlah Terinfeksi
bertahap. Bedah Kelas 26 – 2 – 28
– Mengirim tenaga PRU UPF ke Seminar dan Penataran Kebidanan Kelas 8 – – – 8
Nosokomial.
– Menyusun Buku Panduan. Cempaka A 13 – 1 – 14
– Mengadakan surveilans (terbatas). Cempaka B 39 – 1 1 40
– Mencari angka dasar infeksi nosokomial.
Jumlah 86 – 4 1 90
– Membuat peta mikroba kuman-kuman rumah sakit, beserta
resistensi testnya. Dari 90 kasus, yang terinfeksi 1 = 1,1%.
KRONOLOGI
Program ini dimulai tahun 1985; selama ± 1 tahun oleh ang-
gota panitia hanya dilakukan penelaahan kepustakaan dengan
tujuan untuk memperoleh kesatuan pendapat tentang infeksi
nosokomial. Pada periode ini telah berhasil disusun standar, baik
standar pelaksanaan perasat perawatan, standar diagnosis, stan-
dar surveilan maupun standar organisasi. Standar ini dapat ter-
laksana pembuatannya setelah melalui miniseminar yang diha-
diri oleh semua wakil-wakil UPF sehingga dicapai kesepakatan. MATERI DAN CARA
Pada tahun itu juga telah dilakukan surveilan untuk memper- Surveilan infeksi lukā operasi dilakukan UPF Bedah yang
oleh angka dasar kejadian infeksi luka operasi bersih di lingkup dilaksanakan tileh semua peserta PPDS I; jenis surveilan adalah
UPF Bedah dan UPF Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Pada continuous observation terhadap semua kasus bedah. Surveilan
tahun-tahun berikutnya telah dilakukan continuous surveillance untuk keseluruhan jenis infeksi nosokomial dilakukan oleh pe-
HASIL
Mulai dan 1985 s/d Desember 1991 telah diperoleh hasil
seperti tercantum di bawah ini (Tabel 1,2,3,4):
Tabel 1. Hasil surveilan Infeksi Luka Operasi bersih di UPF Bedah tahun
1985 s/d Desember 1989 oleh peserta PPDS I
PEMBICARAAN
Dari motto yang ditulis oleh Haley tampak jelas bahwa ke-
sadaran petugas untuk melaksanakan standar perasat perawat
adalah merupakan kunci pokok keberhasilan dari program pengen-
dalian infeksi nosokomial.
Dari hasil yang kita peroleh, hipotesa ini terbukti kebenaran-
nya. Dalam surveilan infeksi luka operasi bersih yang dilak-
sanakan oleh dokter dengan angka dasar infection rate 3,75%
pada tahun 1985, pada tahun 1986 didapatkan outbreak dengan lang ikan seperti yang tercantum dalam gambar 2; didapatkan
dugaan penyebabnya (risk factor) adalah penjadwalan, pember- dugaan penyebab (risk factor) adalah penjadwalan, pember-
infection rate 5,85%. Dalam keadaan ini dilakukan analisis tu- sihan alat dan ruangan, kerja CSSD dan persiapan kulit penderita.
PENDAHULUAN nosokomial. Oleh sebab itu sejak bulan Desember 1991, mulai
Rumah Sakit Mitra Keluarga adalah rumah sakit swasta dipikirkan bentuk organisasi yang kira-kira cocok untuk RSMK.
yang dibangun dan diasuh oleh Yayasan Mitra Keluarga. Rumah Maka pada bulan Januari 1992, diresmikanlah organisasi
Sakit ini diresmikan oleh Gubemur DKI, Bapak Wiyogo Atmo- tersebut dengan susunan sebagai berikut :
darminto pada tangga125 Maret 1989. Ketua Tim : Dr. Jan Tambajong.
Pada saat diresmikan, rumah sakit ini terdiri dari 5 lantai Ketua Pelaksana Harian : Dr. Hartati Kurniadi.
dengan kapasitas 100 tempat tidur, kemudian pada bulan April Pelaksana Harlan : Para Koordinator Lantai.
1991 menjadi 6 lantai dengan kapasitas 152 tempat tidur, lalu Pelaksana Ruangan : Perawat-perawat di Ruangan.
bulan November 1991 menjadi 7 lantai dengan kapasitas 212 Meskipun organisasi ini baru diresmilcan pada bulan Januari
tempat tidur dan sejak bulan Februari 1992 menjadi 8 lantai 1992, tetapi sejak bulan Desember 1991, tim ini sudah mulai
dengan kapasitas 254 tempat tidur. Karena keterbatasan ruang- berjalan meskipun dengan sepia keterbatasannya.
an, maka Rumah Sakit Mitra Keluarga hanya membedakan Pencegahan infeksi nosokomial di RSMK terutama ditujukan
ruangan-ruangan atas ruangan anak dan dewasa serta ruangan untuk kepentingan operasional yang berkaitan dengan peningkatan
infeksi dan non infeksi; tidak ada ruangan khusus penyakit mutu pelayanan (quality assurance) yang kini masih terbatas
dalam, penyakit syaraf, penyakit bedah dan sebagainya. pada aspek surveilans. Tujuan surveilans tersebut adalah untuk
Makalah ini tidak akan membahas infeksi nosokomial dari memantau sejauh mana keadaan aseptik/steril di bagian-bagian
segi ilmiahnya, tetapi lebih merupakan suatu laporan tentang tertentu dari RSMK telah tercapai agar dapat diambil langkah-
pengalaman kegiatan awal Tim Pencegahan Infeksi Nosokomial langkah perbaikan manajemennya.
di Rumah Sakit Mitra Keluarga. Upaya pencegahan infeksi nosokomial di RSMK secara
umum meliputi :
UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL 1. Mengingat kembali tentangkemungkinan terjadinya infeksi
Untuk memberikan kualitas pelayanan yang lebih baik ter- nosokomial akibat tingkah laku personil rumah sakit (medik dan
hadap pasien, maka sejak tahun 1990, salah satu cara pencegahan paramedik).
infeksi nosokomial yang dilakukan adalah, mengikutsertakan Perawat dan dokter yang telah mengikuti Simposium Pengen-
perawat-perawatdan beberapadokterdalam Simposium Pengen- dalian Infeksi Nosokomial secara bergantian memberikan ilmu
dalian Infeksi Nosokomial. Ketnudian para peserta simposium yang mereka peroleh lalu dilanjutkan dengan diskusi.
tersebut mencoba mempraktekkannya di RSMK, meskipun pada 2. Keharusan untuk mentaati prosedur pelayanan yang telah
waktu itu dari pengamatan jarang sekali terdapat kasus infeksi ditetapkan.
nosokomial. Pemantauan pelaksanaan prosedur pelayanan.
Melihat perkembangan jumlah pasien serta kapasitas tempat 3. Peningkatan kemampuan opersonil.
tidur di RSMK, dan untuk tetap menjaga mutu pelayanan rumah Pendidikan dan pelatihan dalam bidang infeksi nosokomial.
sakit maka pada bulan November 1991 dipikirkan perlunya 4. Pemantauan terjadinya infeksi nosokomial.
membentuk suatu organisasi khusus untuk pencegahan infeksi Dilakukan pengamatan tentang kemungkinan terjadinya
ABSTRAK
Untuk mendapatkan gambaran mengenai sumber penularan kejadian infeksi no-
sokomial di rumah sakit, telah dilakukan pemeriksaan mikrobiologis terhadap udara
ruang operasi dan bebērapa jenis ruang perawatan, serta peralatan bedah. Di swiping im
diperiksa pula hygiene petugas melalui pemeriksaan terhadap tangan (hand swab)
perawat.
Dari hasil pemeriksaan tampak bahwa angka kuman pada beberapa ruang bedah
mencapai lebih dari 5 CPU/15' sehingga melebihi ambang batas yang ditetapkan.
Staphylococcus merupakan bakteri penyebab infeksi nosokomial yang paling banyak
mencemari udara ruang operasi. Angka kuman pada beberapa ruang perawatan berkisar
antara 10-300 CPU/15'.
Sebesar 34,4% tangan petugas rumah sakit (perawat) diketahui terkontaminasi oleh
beberapa jenis mikroba penyebab infeksi nosokomial seperti E. coli, Staphylococcus,
Pseudomonas, Proteus, Streptococcus dan spesies jamur Aspergillus sp. Beberapa jenis
perlengkapan bedah d>7cetahui tidak steril dan ditemukan mengandung bakteri.
Usman Suwandi
Pusat Penelitian dan Pengembangan P.T. Kalbe Farma, Jakarta
2. Distilasi
Distilasi merupakan salah satu cara untuk memproduksi water
for injection. Pada prinsipnya merupakan pemanasan air sampai
mendidih dan uap aimya kemudian dilewatkan kondensor de-
ngan temperatur rendah sehingga uap terkondensasi, lalu di-
kumpulkan dan disimpan. Kelemahannya beberapa kontaminan
atau residu dapat terbawa kondensat.
Untuk mengurangi residu atau kontaminan dan gangguan
lain, diperlukan batas kandungan berbagai zat dalam air yang
digunakan antara lain :
1. Magnesium,kalsium dan karbonat
Pada saat evaporasi ion ini dapat mengendap bersama anion
karbonat membentuk kerak hard scale. Pembentukan kerak
pada tabung evaporator tentu dapat mengurangi transfer panas
dan kapasitas.
2. Klorid,klorin bebas dan silika
Klorid dan klorin bebas pada stainless steel dapat menye-
babkan stress corrosion cracking, terutama pada daerah sam-
bungan. Ini dapat terjadi pada konsentrasi relatip rendah.
KEPUSTAKAAN
1. Ultrafiltration or reverse osmosis for low bacteria count water for purified
water. Hartech.
2. The United States Pharmacopea 21st. rev. Rockville USP Convention, Inc.
1984.
3. Groves MJ. Parenteral Products, London: William Heinemann Medical
Books Ltd. 1973 : 48 - 166.
4. Kruger D. Water as Source of Microbial Contamination-a New Possible
Method of Influence. Part I. Drug Made in German 1980; 23 (1) : 16 - 20.
5. Mahoney RF. Distillation Pretreatment Equipment Considerations, Pharma-
ceutical Engineering, 1984; March - April : 26 - 32.
6. Marquadi K. State of the An in Ultra - Pure Water Technology - New
Trends, Drug Made in German, 1985; 28 (2) : 82 - 94.
7. Rossler R. Water and Air, two important Media in the Manufacture of
Note : Sterile Pharmaceuticals, with regard to the GMP, Drug Made in German,
E – Excellent - capable of complete or total removal 1976 ; 19 (4) t 130 - 6.
G – Good - capable of removing large percentages 8. Standnisky W. Reverse Osmosis, Technology and Systems for Water Purifi-
P – Poor, little or no removal cation, Pharmaceutical Engineering, 1984 : March - April : 34 - 6.
Men's natures are all -alike; it is their habit that carry them apart
(Confucius)
Infeksi pada Transplantasi Ginjal dan
Pencegahannya
R.P. Sidabutar, Suhardjono
Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta
PENUTUP
Infeksi pada transplantasi ginjal amat menentukan survival
penderita dan ginjal cangkoknya. Oleh karena itu tindak pen-
cegahan dan pengobatannya perlu terus diperbaiki. Sampai saat
ini angka kejadian infeksi yang didapat di Indonesia tak berbeda
dengan di negara maju. Hal ini juga membuktikan bahwa tidak
selalu hal-hal yang dilakukan di luar negeri harus selalu diterap-
kan di sini. Banyak biaya yang dapat dihemat oleh karenanya.
KEPUSTAKAAN
Gambar 3. Keseringan Inreksi dari 100 Transplantasl Ginjal dl Jakarta 1. Hill RB, Dahrling BE, Starzl TE, Rifkind D. Death after transplantation. An
(Sidabutar, Suhardjono dan Sumardjono 1990). analysis of sixty cases. Am J Med. 1967; 42: 327-33.
2. Hill MN, Grossman RA, Feldman HI, Hurwitz SH, Dafoe DC. Changes in
casse, of death after renal transplantation, 1966 to 1987. Am J Kidney Dis.
albus yang masih sensitif terhadap ampisilin. Kami mendapatkan 1991; 17: 512-S.
seorang penderita dengan abses yang cukup besar di bekas luka 3. Winearls CG, Lane DJ, Kurtz J. Infectious complications after renal trans-
operasi dengan febris yang tinggi, setelah hampir 2 bulan pasca plantation. Dalam Morris PJ (Ed.). Kidney Transplantation. Principles and
Practice. 2nd ed. London, Grune & Stratton, 1984.
bedah. Dengan insisi dan pemberian ampisilin penderita ini dapat 4. Kyrriakides GK, Simmons RL, Najarian JS. Wound infections in renal
sembuh. Dalam kepustakaan pernah dilaporkan tetjadinya in- transplant wounds. Padaogenetic and prognostic factor. Ann. Surg. 1975;
feksi pada daerah bekas luka operasi pada 2 penderita setelah 182: 770.
transplantasi ginjal 4½ dan 17 tahun(5). Pada satu kasus terdapat 5. Francis DMA, d'Apice AJ, Clunie GJA. Wound infections presenting several
years after successful renal transplantation. Transpl. Proc. 1988; 20: 128-30.
sisa benang nilon dan pada kasus yang kedua tidak diketemukan. 6. Migliori RJ, Simmons RL. Infection prophylaxis after organ transplantation.
Untuk profilaksis di awal program transplantasi ginjal kami Transplantation Proc 1988; 20: 396-399.
memakai cephalosporin generasi ke-3 selama 7 hari. Dengan 7. Rubin RH. Infection in the renal transplan patient. Dalam: Rubin RH, Young
dimulainya pemakaian cyclosporin, kami mencurigai adanya pe- LS (eds). Clinical Aproach to Infection in Compromised Host. New York:
Plenum, 1981. p 553-605.
ningkatan nefrotoksitas akibat kombinasi obat-obat ini, sehingga 8. Sidabutar RP, Suhardjono, Sumardjono. Transplantasi ginjal, pengalaman
antimikroba ini kami hindari. Dari kesan yang kami alami selama dan beberapa aspek khusus di Indonesia. Proc. Simposium Beberapa Aspek
ini, pemakaian antimikroba yang mempunyai spektrum lebar Penatalaksanaan Penyakit Ginjal, Jakarta 1990: 111-125.
ABSTRAK
Human Taint
Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RS Cipto Mangunkusumo , Jakarta
ABSTRAK
Mata tidak luput dari pengaruh penyakit sistemik. Ada pengaruh yang langsung
mengakibatkan kebutaan dan ada juga pengaruh yang tidak mengakibatkan kebutaan.
Pemeriksaan fundus penderita hipertensi, arteriosklerosis dan eklamsi sangat
membantu menentukan keparahan penyakit, terutāmma dalam diagnosis awal dan peng-
amatan hasil pengobatan.
Penurunan daya tahan tubuh penderita AIDS mengundang penyakit oportunis pada
mata dan menyebabkan penyakit infeksi sukar disembuhkan.
Diabetes melitus tergolong penyakit yang membutakan. Kebutaan di hari tua yang
mengancam penderita diabetes dapat dihindarkan dengan pemantauan retinopati secara
ketat dan penanganan yang tepat waktunya.
PENDAHULUAN pertensi. Salah satu target organ hipertensi adalah mata(2). Hi-
pertensi ringan dan moderat yang berlangsung lama pada pen-
Mata sebagai salah satu organ tubuh tidak luput dari pe-
derita umur muda,dapat mempercepat timbulnya sklerosis pem-
ngaruh penyakit sitemik yang dapat berupa kelainan patologi-
buluh darah halus. Perubahan dinding pembuluh darah halus
anatomik ringan sampai ke tingkat lebih parah. Penyakit sistemik
retina dapat menjadi contoh perubahan yang terjadi pada organ
dapat pula berakibat kebutaan.
tubuh lainnya.
Pengenalan manifestasi suatu penyakit mata sistemik pada
Hipertensi berat dan hipertensi maligna akan menimbulkan
maw, dapat meningkatkan ketelitian diagnosis; ketrampilan
kelainan retina yang disebut retinopati. Retinopati ditandai de-
memeriksa setiap organ tubuh, tennasuk bagian luar mata dan
ngan terlihatnya sembab retina, perdarahan retina berbentuk
bagian dalam mata dapat membantu penentuan tingkat keparah-
nyala api dan eksudat berbentuk kapas (cotton wool exudate).
an penyakit dan menetapkan prognosis. Ketrampilan fundus-
Pada hipertensi maligna kecuali retinopati juga terdapat papil
kopi dapat melihat perubahan patologik pembuluh darah halus
edema (sembab papil) dan kadang-kadang disertai sembab koroid.
yang mewakili seluruh tubuho>. Demikian juga kualitas aliran
Pada eklamsi di mana hipertensi terjadi pada ibu hamil tiga
darah di daerah mikrosirkulasi.Penyakit yang jelas manifestasi-
bulan terakhir, sangat akut dan berat, perubahan retina sedikit
nya pada mata, antara lain adalah hipertensi, arteriosklerosis,
berbeda dengan retinopati hipertensi biasa. Kelainan retina yang
sindrom hiperviskositas, anemia, AIDS (Acquired Immune De-
menyolok adalah reaksi terhadap kelainan koroid di bawahnya.
ficiency Syndrome), dan diabetes melitus.
Jaringan koroid mengalami sembab berat dan mengalami
gangguan permeabilitas sehingga terjadi pelepasan cairan yang
HIPERTENSI
mendesak retina, retina mengalami ablasi(3). Keadaan ini dapat
Retina dan pembuluh darahnya mudah dipengaruhi hi- dipakai sebagai indikasi kuat untuk mengakhiri kehamilan (ter-
Sidarta Ilyas
Bagian Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta
PENDAHULUAN TUJUAN
Keratoplasti tolah dilakukan sejak 2 abad yang lalu dan di Bank Mata bertujuan untuk mendapatkan donor mata, bila
Indonesia mulai 30 tahun yang lalu. Adalah sukar mendapatkan perlu mengawetkan, dan meneruskannya kepada ahli bedah
donor pada setiap permulaan usaha cangkok kornea. Pada per- maw. Bank Mata bertanggung jawab untuk membagikan mata
mulaan sejarah keratoplasti di dunia donor didapatkan dari secara cepat dan efisien, sehingga kekurangan donor tidak di-
narapidana yang dihukum mati, kecelakaan lalu lintas ataupun sertai dengan kegagalan menahan bahan yang tersedia.
perang dan dari penderita terlantar yang meninggal di rumah
Bank Mata sebaiknya tanggap terhadap beberapa hal berikut.
sakit.
Bank Mata sebaiknya membahas asupan yang datang dari
Pada tahun 1987 mulai terdapat kerja sama Indonesia de-
masyarakat terhadap kegiatannya. Perlu diadakan pertemuan
ngan Bank Mata Sri Lanka dengan datangnya 4 mata pada tahun
pengurus untuk mendapatkan/membicarakan asupan ini. Asupan
tersebut. Pada saat itu donor lokal belum sangat diharapkan
diperlukan untuk menambah kemungkinan donor memberikan
karena calon donor banyak dipengaruhi oleh hal-hal yang tidak
matanya setelah meninggal. Bank Mata sebaiknya melakukan
jelas dari lingkungannya. Termasuk hal yang merupakan ham-
penelitian untuk mendapatkan hal-hal yang dapat dipertanggung
batan dengan belum adanya peraturan mengenai jenazah ter-
jawabkan mengenai segala sesuatu yang dilakukannya. Dengan
lantar untuk kepentingan donor mata. Jenazah terlantar yang
penelitian akan didapatkan kemungkinan perubahan teknik
meninggal di rumah sakit ataupun di luar rumah sakit hanya
pembedahan serta pelayanan yang sama dan berbobot pada
setelah 48 jam dapat dipergunakan untuk rumah sakit. Sangat
setiap Bank Mata.
sukar bagi seseorang dokter mata mendapatkan donor mata,
Pada masyarakat belum ada kejelasan mengenai peraturan
dokter mata tidak ada hubungan langsung dengan donor. Maka
ataupun hukum yang berlaku di dalam masyarakat. Hal yang
diperlukan suatu badan yang dapat mengatur hubungan antara
sering dihadapi adalah masalah siapa yang dianggap sebagai ahli
donor, resipien, dan dokter pembedah.
waris bila telah akan diambil mata donor, apakah sudah ada
Bank Mata adalah jembatan yang dapat menyelesaikan
informed consent. Calon donor diminta mengisi formulir per-
kebutuhan resipien terhadap donor mata. Bank Mata merupakan
nyataan yang disaksikan oleh 2 orang keluarga terdekat. Keluarga
badan yang tidak mencari keuntungan dan berperan terutama
adalah orang yang nantinya dapat menentukan bila tiba saatnya
untuk mendapatkan donor mata yang memberikannya kepada
pengangkatan mata untuk dapat terlaksana sesuai dengan wasiat
dokter-dokter yang memerlukannya untuk transplantasi. Bank
yang telah dibuat.
Mata tidak akan berdiri bila masyarakat dan hukum sekitar belum
memungkinkan untuk memberikan mata. Diperlukan kerja sama
dengan orang awam untuk mendapatkan lebih banyak donor. Di Beberapa etik Bank Mata
Indonesia telah terdapat bentuk organisasi klub donor yang 1. Bank Mata didirikan untuk perlunya mendapatkan donor
terdiri atas calon donor mata yang dapat membantu kegiatan mata.
Bank Mata. 2. Bank Mata bergabung dengan rumah sakit atau universitas
ABSTRAK
Telah dilakukan uji pemakaian kelambu yang dipoles dengan permethrin untuk
penanggulangan malaria di Desa Tarahan, Kecamatan Katibung, Kabupaten Lampung
Selatan, dengan vektor Anopheles sundaicus.
Uji coba dilakukan mulai September 1986 hingga Nopember 1988. Hasil evaluasi
menerangkan bahwa kepadatan vektor (An. sundaicus) dan jumlah penderita malaria
antara sebelum dan sesudah penduduk menggunakan kelambu yang dipoles permethrin
tidak berbeda nyata. Tetapi dari uji hayati langsung ternyata bahwa kelambu yang
dipoles permethrin mempunyai daya bunuh cukup baik terhadap nyamuk, dengan umur
efektif paling tidak selama enam bulan. Enam bulan setelah pemolesan, kelambu katun
memberikan kematian 75,5%, sedang kelambu nilon 51,7%.
Sebalang Sukamaju
KESIMPULAN
(memakai kelambu) (pembanding) Pemakaian kelambu yang dipoles permethrin dengan dosis
0–11 bl 12–23 bl 2–4 th 0–11 bl 12–23 bI 2–4 th 0,5 gr/m2 untuk penanggulangan malaria dengan vektor An.
SPR SPR SPR SPR SPR SPR sundaicus di Lampung, dilihat dari densitas nyamuk dan SPR
Nopember
semua umur ternyata tidak efektif, meskipun kelambu yang
16,6 56,5 61,1 14,3 33,3 34,4 dipoles permethrin mempunyai daya bunuh cukup baik
1986
Pembagian kelambu terhadap nyamuk dengan umur efektif paling tidak enam bulan
Awal Oktober 1987 setelah pemolesan. Tetapi untuk anak-anak di bawah lima
April 16,6 16,6 35 80 37,5 48,4 tahun pembagian kelambu dapat melindungi mereka dari
1988 penularan malaria.
Nopember 0 16,6 23,1 9,1 25 34,3 Kesimpulan lain yang dapat diambil dari hasil uji coba
1988
ialah, bahwa kelambu yang dibuat dari bahan katun lebih baik
Keterangan: – SPR = Slide Positivity Rate. dari pada yang dibuat dari nilon. Kelambu dari bahan katun
yang dipoles permethrin mempunyai umur efektif lebih lama
Pada Tabel 4 terlihat bahwa SPR khusus anak-anak di daripada kelambu nilon. Enam bulan setelah dipoles, daya
bawah lima tahun setelah pembagian kelambu menurun dengan bunuh kelambu katun masih 75,5% sedang yang dari nilon
nyata. Sebelum pembagian kelambu SPR nya antara 16,6% – tinggal 51,7%. Kecuali umur efektifnya lebih panjang, proses
61,1%, sedang setelah pembagian kelambu hanya antara 0% – pemolesan kelambu katun lebih mudah. Kelambu katun lebih
35%. Hal ini menerangkan bahwa bagi anakanak,. karena lebih mudah menyerap larutan permethrin dari pada kelambu nilon.
mendapat perhatian dari orang tua mereka, maka pembagian
kelambu bermanfaat untuk perlindungan terhadap penularan REKOMENDASI
malaria. Kelambu yang dipoles permethrin akan memberikan efek
Ketidak cocokan antara Tabel 2 dengan Tabel 1 & 3 dapat positif untuk penanggulangan malaria, bila digunakan di daerah
dijelaskan sebagai berikut dengan vektor endofagik atau di daerah di mana penduduknya
1. Densitas An. sundaicus sebelum dan sesudah pembagian mulai masuk tidur tidak terlalu malam. Kelambu yang dipoles
kelambu tidak ada perbedaan bermakna karena nyamuk yang permethrin dapat disarankan untuk perlindungan dari penularan
masuk ke dalam rumah untuk mencari darah relatif sangat kecil malaria bagi tentara yang sedang tugas operasional. Dapat pula
bila dibandingkan dengan populasi keseluruhan. Dari jumlah disarankan digunakan oleh para penebang kayu di hutan dan
yang kecil itu tidak seluruhnya kontak dengan kelambu, siapa saja yang berkaitan dengan tugasnya mempunyai risiko
sehingga jumlah nyamuk yang mat akan lebih kecil lagi dan besar untuk digigit nyamuk.
1. Xu Jinjiang, Zao Meiluan, Luo Xinfu, Geng Rongen, Pan Shina(ang, Liu
Skuyou. Evaluation of Permethrin impregnated mosquito-nets against UCAPAN TERIMA KASIH
mosquito inChina.WHO/VBC/88.892, 1988. Terima kasih diucapkan kepada para pamong Desa Tarahan, atas kerja
2. Jeffrey LK Hii et al. The influence of permethrin-impregnated bed-nets samanya, sehingga uji coba ini dapat berjalan dengan lancar. Terima kasih
and mass drug administration on the incidence of Plasmudium falciparum juga diucapkan kepada Ka. Puskesmas Ketibung, Ka. Puskesmas Panjang dan
malaria in children in Sabah, Malaysia. Medical and Veterinary staf yang terkait, atas segala bantuannya sehingga uji coba dapat berlangsung
Entomology 1987; 1 : 397–407. dengan baik. Juga kepada Ka. Kanwil Departemen Kesehatan dan Ka. Dinas
3. Schreck CE, Self LS. Treating mosquito-nets for better protection from Kesehatan Dati I Prop. I.ampung serta para staf, atas izin dan partisipasi serta
bites and mosquito-borne disease. WHO/VBC/85.914. 1985. bantuan yang diberikan, sehingga uji coba dapat berhasil dengan baik.
4. Anonymous. Manual on Practical Entomology in Malaria. Part II, WHO Akhirnya tidak lupa, terima kasih juga diucapkan kepada WHO yang telah
Geneva, 1975. membiayai uji coba ini sehingga selesai.
ABSTRAK
Sensitivitas P. falciparum terhadap obat antimalaria mempengaruhi keberhasilan
program pemberantasan malaria. Untuk itu dilakukan tes sensitivitas P. falciparum
terhadap klorokuin secara in vivo; terhadap klorokuin, kina, sulfadoxin-pirimetamin,
dan meflokuin secara in vitro; di desa Pekandangan, pada bulan November 1989,
karena sampai saat ini kasus malaria di Pekandangan masih cukup banyak.
Sensitivitas in vivo dilakukan dengan tes 7 hari yang disederhanakan, sensitivitas
in vitro dengan tes mikro, dan menurut standar teknik dari WHO.
Ternyata Parasite Rate : 5,4%, dan seluruhnya adalah P. falciparum Dari pen-
derita tersangka malaria secara klinis dengan demam, hanya 53,5% positif malaria;
dengan splenomegali, 90% positif malaria; dengan panas dan splenomegali, hanya 57,1%
positif malaria. Karakteristik klinis dari 20 penderita malaria adalah 45% dengan
splenomegali, 40% dengan demam, dan 20% dengan demam dan splenomegali. P.
falciparum di Pekandangan ternyata telah resisten secara in vivo terhad`ap klorokuin
dengan derajat R. II dan R. III, sedangkan secara in vitro masih sensitif. Resistensi secara
in vitro juga ditemukan terhadap sulfadoxin-pirimetamin, sedangkan terhadap kina dan
meflokuin masih sensitif.
Dengan demikian desa Pekandangan merupakan daerah malaria P. falciparum
dominan, resisten multidrugs yaitu terhadap klorokuin secara in vivo dan sulfadoxin-
pirimetamin secara in vitro; splenomegali dapat merupakan petunjuk penderita dengan
kemungkinan besar sedang menderita malaria.
ANDA MEMBUTUHKAN
CERMIN DUNIA KEDOKTERAN EDISI LAMA ?
Di dalam persediaan kami masih terdapat Cermin Dunia Kedokteran Edisi lama, sebagai berikut :
Sekiranya sejawat masih memerlukan edisi tersebut dapat memberitahukan kepada kami melalui
surat, kami akan mengirimkannya secara cuma-cuma selama persediaan masih ada.
Redaksi