You are on page 1of 14

Chapter 2 Refutations: Misunderstandings and Misinferences Review Buku : Philosophy, Science, and Social Inquiry DC Phillips Standford University

Nama NIM Mata Kuliah Dosen Pengampu : Nindita Farah Sasmaya : 117120100111002 : Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian Kualitatif : Prof. Dr. Ir. Darsono Wisadirana, MS

SANGGAHAN Kesalahpahaman dan Salah Menyimpulkan


1. Pengantar Karl Popper dalam bukunya Sejarah Kemiskinan mengemukakan suatu konsep dalam mempelajari ilmu sosial yakni aliran anti naturalistik. Popper berargumentasi bahwa selama ini dalam mempelajari ilmu sosial, para ilmuwan sosial selalu menggunakan metode historisisme, yang di mana gagasan yang terdapat di dalamnya mempunyai keterkaitan yang sangat longgar, namun digunakan sebagai bagian dari atmosfer spiritual suatu penelitian sosial. Bagi Popper, historisisme ini berarti suatu metode yang secara eksplisit melibatkan individu atau kelompok-kelompok terpilih yang kemudian secara doktrinasi diangkat untuk merepresenta-sikan terhadap peristiwa apa yang terjadi dalam masyarakat tersebut. Selanjutnya, doktrin dari orang-orang terpilih diyakini berasal dari bentuk tribal kehidipan sosial. Tribalisme menurut Popper merupakan paham yang menekankan pada supremasi kepentingan kelompok, di mana individu tidak akan berarti apa-apa tanpa keberadaan kelompok. Tribalisme merupakan elemen utama yang akan sering kita temui dalam berbagai bentuk teori-teori historis. Popper tidak merekomendasikan metode naturalis digunakan dalam ilmu social karena metode tersebut hanyalah pengejawantahan dari metode pengetahuan alam atau metode fisika. Setengah abad yang lalu, anti-naturalis menjadi popular serta digunakan dalam metode penelitian social. Tak hanya itu, metode antinaturalis ini kemudian mengalami kebangkitan; karena keunggulan yang digunakan dalam metode naturalis adalah kemampuannya untuk mendefinisikan konsep serta menggali suatu konsep dalam pengetahuan social secara mendalam. Dengan demikian, maka metode anti-naturalis menjadi metode andalan yang digunakan dalam metode penelitian social, yang sebelumnya sering meniru model penelitian yang digunakan dalam penelitian alam (sciences). Kebangkitan metode naturalis menimbulkan semangat baru terhadap pada ilmuwan social, misalnya pertama, para ilmuwan social tersebut menjadi terbuka terhadap metode-metode filosofis serta pada akhirnya mereka akan mengembangkan metode-metode penelitian social yang bersifat relativitas social. Kedua, di berbagai tempat di beberapa belahan dunia yang menggunakan ahasa pengantar bahasa Inggris, maka para ilmuwan social di tempat tersebut mementingkan metode berpikir yang berkaitan dengan atau sesuai dengan yang digunakan di Negara 1

tempat mereka meneliti penelitian social tersebut; metode yang paling relevan diguanakan untuk penggalian konsep; mislanya metode hermeneutika dan fenomenologi, mampu menghasilkan pandangan atau paradigm baru yang bisa digunakan sebagai metode untuk melakukan penelitian terhadap masalah-masalah social. 2. Kesalahan Pragmatis dalam Penelitian Sosial Dari waktu ke waktu, ilmuwan social sering menemui kendala menemukan metode yang paling pas yang digunakan untuk meneliti dalam suatu penelitian social. Situasi ini terkadang menimbulkan keputusasaan karena muncul kesulitan pragmatis yang mucul dalam penelitian social. Kesulitan pragmatis muncul ketika para ilmuwan tersebut berusaha untuk mendapatkan data dari responden secara detail. Hal ini muncul, karena dalam penelitian social, maka interaksi para individu didalamnya terjadi secara kompleks. Kesulitan tersebut antara lain, pengumpulan data yang susah karena harus mampu menerjemahkan manusia beserta atribut interaksi yang melekat di dalamnya, adanya kesulitan untuk mengukur beberapa konsep yang tak bisa diukur, kebijakana tau pengambilan keputusan berdasarkan pengetahuan social, dan adanya baatasan metode eksperimental untuk meneliti manusia serta hubungan social yang melingkupinya. a. Metode Interaksionisme yang diterapkan secara Universal Dalam melakukan suatu penelitian social, maka kedekatan psikologis antara peneliti dengan responden yang diteliti harus bisa terbina serta terpelihara dengan intensif. Interaksi yang digunakan dalam ilmu yang berlatar belakang pengetahuan social harus memperhatikan kondisi, antara lain factor social ekonomi responden, jenis kelamin responden, latar belakang responden, dan lain sebagainya. Interaksi secara universal diperlukan dalam menggali informasi social secara mendalam, di mana untuk penelitian yang bersifat penelitian kebijakan; maka hasil penelitian social ini bisa digunakan untuk menanggulangi permasalahan yang terjadi pada responden secara berlainan, sesuai dengan kondisi yang mereka alami. b. Batas Interaksi Sosial Dalam dunia interaksi seperti ini, maka memikirkan metode yang diguanakan untuk menggeneralisasi metode social bukanlah suatu hal yang mudah. Dalam suatu masalah social, ada suatu persoalan melankolis yang kadang sangat sulit untuk digali oleh seorang ilmuwan social. Cronbach mengemukakan bahwa teori tidak selamanya bisa memecahkan suatu permasalahan. Teori hanya mampu bertindak untuk memotret permasalahan social, namun penyelesaian dari permasalahan sosial tersebut terkadang menjadi suatu hal yang rumit serta membutuhkan waktu yang panjang. c. Paradigma Falsifikasi Popper dan Kritik Kuhn Karl Popper berpendapat bahwa kita tidak dapat membuktikan bahwa suatu teori ilmu pengetahuan itu benar hanya dengan menambahkan bukti-bukti empiris yang baru. Sebaliknya, jika suatu bukti telah berhasil menunjukan kesalahan suatu teori, hal cukup menunjukan bahwa teori tersebut tidak tepat. Kemudian, ia menunjukan bahwa suatu teori ilmiah tidak dapat selalu cocok dengan bukti bukti yang ada. Bahkan, jika suatu teori mau dianggap sebagai teori ilmiah, teori tersebut justru 2

haruslah dapat difalsifikasi. Tentu saja, didalam prakteknya, suatu teori tidak otomatis dinilai tidak memadai, hanya karena ada satu bukti yang berlawanan dengant teori tersebut. Mungkin saja, bukti bukti yang diajukan untuk memfal-sifikasi suatu teori itulah yang justru tidak tepat. Popper berpendapat bahwa suatu teori ilmu pengetahuan yang memadai adalah teori yang bersifat konsisten, koheren serta selalu dapat difalsifikasi. Tidak ada teori ilmiah yang selalu dapat cocok secara logis dengan bukti bukti yang ada. Dengan kata lain, teori yang tidak dapat ditolak bukanlah teori ilmu pengetahuan. Sedangkan Thomas Khun, ia memahami tentang kemajuan di dalam ilmu pengetahuan dengan berpijak pada teori falsifikasi Popper. Ia merumuskan teori baru yang didasarkan pada penelitian historis bagaimana ilmu pengetahuan mengalami perubahan dan perkembangan dalam sejarahnya. Ia menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan tidak secara otomatis menyingkirkan suatu teori ketika ada buktibukti yang berlawanan dengan teori tersebut, melainkan perubahan tersebut terjadi melalui proses yang bersifat gradual dan kumulatif. Diketahui bahwa seluruh cara berpikir seorang ilmuwan pun selalu sudah dipengaruhi oleh paradigma tertentu, serta membutuhkan argumentasi yang sangat kuat dan signifikan untuk mengubah paradigma tersebut. Menurut Khun, suatu paradigma tidak selalu terbuka pada proses falsifikasi secara langsung. Dan karena suatu paradigma mempengaruhi proses penafsiran atas suatu bukti, maka buktibukti yang ada menyesuaikan dengan paradigma. Dapat disimpulkan dari Kuhn bahwa dengan ilmu pengetahuan dan proses perkembangannya, ilmu pengetahuan merupakan proses rutin pengumpulan data serta informasi, proses perluasan pengetahuan manusia yang ditandai dengan adanya pemikiranpemikiran baru, dimana semua informasi yang telah didapat diperiksa kembali dan diletakkan dalam suatu perpektif yang baru. Seperti yang dikatakan Popper sebelumnya bahwa proses perkembangan dan perubahan didalam paradigma ilmu pengetahuan berjalan lambat dan sangat bertahap. Dengan perkembangan di dalam pemikiran Kuhn, kita dapat melihat hal yang sebaliknya, yakni kemajuan di dalam ilmu pengetahuan adalah sebuah proses yang tak menentu dan tak teratur dengan perubahan tiba-tiba. Dari beberapa uraian diatas bisa diambil kesimpulan bahwa kedua Filsuf mempunya visi dan pandangan yang sama untuk menciptakan ilmuilmu baru namun perbedaannya terletak pada cara mendapatkan atau menciptakan ilmuilmu baru tersebut. Jika kita setuju dengan pendapat Popper tentang proses falsifikasi, mungkin tidak akan banyak ditemukan perkembangan dan kemajuan di dalam ilmu pengetahuan. Suatu eksperimen ilmiah tidak pernah sepenuhnya benar, tetapi juga tidak pernah sepenuhnya ambigu, sehingga harus digantikan saat itu juga. Popper berpendapat bahwa suatu data yang berlawan dengan teori yang ada dapat secara otomatis menyingkirkan teori yang ada tersebut. Namun dalam prak-teknya, hal tersebut tidak terjadi. Jika ditemukan suatu data yang berlawanan dengan teori yang ada, ilmuwan biasanya akan mencari penjelasan terlebih dahulu tentang hal tersebut, seperti melihat kemungkinan bahwa eksperimen yang dilakukannya mungkin tidak tepat.

d. Mengatur Kriteria dan Mengukur Hal yang tak bisa diukur Secara lengkap, maka ada perbedaan utama dalam penelitian sosial yang jika dikaitkan dengan metode anti-naturalis, yang kebanyakan berkutat pada variabel-variabel yang bisa diukur. Edward Deming menulis setelah sepanjang waktu meneliti mengenai pengetahuan sosial dan mengevaluasinya: Dalam sejarah manusia terdahulu, belum dikenal adanya perdagangan narkotika, sistem perdagangan, keselamatan kerja, mengurangi polusi, berperang melawan kemiskinan, AIDS, sampai kurang nya penghargaan terhadap anak, dan semua masalah sosial lainnya. Masalahnya terletak pada kegagalan untuk menerjemahkan konsep dan mengukur konsep tersebut. Ada beberapa istilah yang digunakan untuk meneliti konsep-konsep secara operasional yang hanya bisa diukur dan dinyatakan secara statistik. Konsep-konsep seperti pengangguran, tidak berkembang, baik, bisa diterima, aman, sekeliling, dapat diwujudkan, akurat, bahaya, terpolusi, terjangkiti; tidak mempunyai penjabaran dalam hal kualitatif, kecuali harus dijabarkan dalam suatu metode statistik. Dalam buku The Poverty of Historicism, maka Popper membuat beberapa penelitian sosial yang berbeda dengan yang digunakan oleh Deming. Konsep seperti laki-laki yang membuka toko buah dan sayur, seorang monopolis yang menaikkan harga produknya, untuk mengembangkan situasi kerja dalam mendapatkan keuntungan. Akan tetapi, Popper tidak meneliti seperti apa yang diteliti oleh Deming, dimana derajat dari besarnya keuntungan akan diukur sebagai kesuksesan seorang monopolis; atau bagaimana gaya hidupnya; sampai berapa lama toko buah dan sayur tersebut tetap terjaga keuntungannya. Tentunya Popper tidak mendiskusikan hal ini karena ia menghargai konsep. Dalam rangka melakukan suatu klaim atau mengetes kebenaran atau prinsip, maka kriteria yang tepat sangat penting digunakan dalam melakukan kajian penelitian sosial. 3. Kritik dari Tradisi Neo-Hegelian System teori filosofi modern menampakkan wujud bahwa mereka dikembangkan langsung sebagai jawaban atas pemikiran tradisional yang sifatnya naturalis atau mekanistis. Pendekatan tradisional digunakan untuk membedakan system dalam bagian-bagian tertentu. Ludwig von Bertalanffy mengemukakan suatu system teori general, yang sepertinya ia kembangkan karena latar belakang Bertalanffy yang merupakan seorang ahli biologi. Dlam metode ini, ia menggunakan metode mekanistis untuk memeriksa suatu organism atau melihat system yang bekerja dalam tubuh suatu mahluk hidup. Ia melihat pada system pencernaan yang terdapat dalam tubuh Kanguru. Kanguru memliki system pencernaan yang sangat rumit; untuk mencerna makanan dari apa yang dimakannya, maka makanan tersebut harus difermentasikan terlebih dahulu ke dalam ususnya, sehingga kemudian nutrisi dari makanan tersebut barus dapat diserap ke tubuh kanguru. Dengan demikian, maka kanguru harus terus menerus makan dan mengunyah untuk menjaganya tetap hidup. Berpijak dari penelitiannya terhadap kanguru, maka von Bertalanffy menyimpulkan bahwa semua organ dalam tubuh kanguru mempunyai fungsi yang sangat berbeda satu sama lain yang mempunyai cara kerja berlawanan, namun organ tersebut dapat mengorganisir satu sama lain untuk membuat system organ dalam tubuh kanguru tetap bekerja. Ia 4

sampai pada tataran bahwa di dalam pengetahuan, maka ada beberapa mahluk yang unik, di mana jika diterapkan dalam ilmu social, maka von Bertalanffy mengatakan bahwa terdapat beberapa fenomena social yang mempunyai spesifikasi tersendiri, serta harus dianalisis dengan metode yang khusus pula. Selanjutnya, von Bertalanffy mengatakan bahwa titik focus dari metode mekanistik dalam penelitian social adalah adanya koordinasi dari seluruh bagian yang ada pada suatu system social, sehingga mampu bekerja untuk melakukan tujuan yang dikehendaki. Bertalanffy selanjutnya menerapkan hal ini ke dalam masalah social, dan ia menemukan bahwa dalam ilmu psikologi metode seperti ini sangat relevan untuk diterapkan; karena ada suatu bagian-bagian yang menggerakkan individu melakukan tindakan social. Tindakan yang terus berulang-ulang ini kemudian meluas serta menjadi objek kajian dalam psikologi, yakni perilaku social. Teori sistem mengembangkan sejumlah teknik yang bertujuan untuk memperluas system yang lebih luas serta lebih rumit. Arthur Koestler yang merupakan ilmuwan yang mendukung pendapat Von Bertalanffy mengemukakan pemikirannya dalam buku The Ghost in the Machine, menggunakan istilah holon sebagai cerminan dari setiap entitas yang dinamakan dengan janus effect. Janus effect merupakan kemampuan berinteraksi dengan entitas lainnya, baik dalam peran yang menekankan kebebasan maupun dalam peran ketergantungan. Janus effect yang dikumpulkan dan membentuk jaringan interaktif dalam jumlah besar dan menunjukkan jaring-jaring sosial inilah yang kemudian dinamakan Koestler dengan holon. Selanjutnya, Andreas Angyal menulis suatu buku yang merupakan penggambaran dari cara pandang dalam penelitian sosial. Ia menggambarkan dua garis lurus yang melambangkan ilmu sosiologi dan ilmu psikologi. Sosiologi dan Psikologi tidak akan pernah bisa bertemu, namun jika metode mekanistis diterapkan, maka kedua ilmu ini dapat saling bertautan; karena keduanya memiliki komponen penelitian sosial yang satu bidang, misalnya penelitian sosial tentang perilaku sosial manusia. Pembagian Timbal Balik dalam Teori Pembelajaran Kognitif Hegel pada suatu masa lampau, pernah mengemukakan suatu metode yang kemudian secara tidak sengaja ditemukan kembali oleh Albert Bandura. Dalam Journal American Psychologist 1978, Bandura mengemukakan suatu gagasan, bahwa untuk memahami perilaku manusia maka ada beberapa hal yang kadang kurang menjadi perhatian oleh para ilmuwan sosial, yakni mengenai prinsip analisis yang tersusun secara turun temurun dan bersifat genetis, yakni adanya konsep timbal balik. Bandura menyatakan bahwa perilaku manusia secara tidak langsung mempunyai fungsi dari dalam dan keluar. Bandura menyatakan melalui konsepnya, bahwa tindakan sosial terdiri atas tiga faktor, antara lain perilaku, individu, dan pengaruh lingkungan. Dapat dijelaskan secara singkat bahwa ketiga konsep ini memiliki hubungan yang besifat timbal balik antara satu sama lain. Sebagai contoh, misalnya seorang suami membeli mobil baru. Perilaku suami membeli mobil baru ini bisa jadi karena isterinya menginginkan mobil yang baru (faktor lingkungan) yang mempengaruhi suami untuk mempunyai keinginan membeli mobil baru (faktor individu) di mana kemudian muncul tindakan membeli mobil baru (faktor perilaku). Kemudian, tindakan 5

membeli mobil ini akan mempengaruhi faktor lain, misalnya isteri senang karena suami mempunyai mobil baru, kemudian suami juga senang karena mempunyai mobil baru, sehingga pekerjaannya lebih optimal, dan timbal balik pula ke perilaku yang lain, misalnya menambahkan kenyamanan di mobil tersebut, sehingga faktor faktor lainnya merasa lebih puas akibat perilaku tersebut. Konsep di Masa Lalu yang Lahir Kembali Bandura dan Von Bertalanffy menemukan kembali prinsip mengenai hubungan internal dalam interaksi manusia, yang sejatinya dahulu pernah diketengahkan oleh Hegel. Pada masa lalu, aliran Neo-Hegelian bersifat holistik dan organis (aliran naturalis) beramai-ramai melakukan kritisi terhadap metode pengetahuan yang bersifat doktrinasi dan adiktif dengan kepercayaan bahwa ada roh dan kekuatan gaib yang mereka sebut Simple Galileanism. Kemudian, pada tahun 1884 JS Haldane mempublikasikan suatu buku yang dinamakan Life and Mechanism dalam suatu jurnal pemikiran. Haldane merepresentasikan dalam pelajaran Biologi bahwa pengetahuan yang sebatas bersifat fisikal atau nampak tidak cukup jika digunakan untuk menerjemahkan fenomena kehidupan. Nyaris sama dengan Bandura; maka Haldane juga menggunakan metode resiprokal atau timbal balik dalam mengemukakan suatu ide guna mempelajari pengetahuan sosial. Jika Bandura menggunakan konsep 3 komponen BPE (Behaviour, Personal, Environmental) dalam melakukan analisis terhadap suatu interaksi sosial, maka Haldane menggunakan dua konsep (Stimulus and Response); di mana hal ini secara tak disadari merupakan suatu proses dialektika model Hegelian yang mengalami penyempurnaan. Setelah Haldane mengemukakan konsepnya, dua belas tahun kemudian John Dewey mempublikasikan The Reflex are Conception Psychology yang kemudian menjadi pemikiran yang cukup berpengaruh dalam bidang psikologi. Dewey mengkritisi gagasan mengenai stimulus dan respon dan menyatakan bahwa ada penghubung di antara kedua komponen tersebut, yakni koordinasi. Jika ketiga sistem tersebut terjadi hubungan resiprokal satu sama lain, maka hal ini akan membentuk tindakan manusia. Dari pemikiran John Dewey, Haldane, Bertalanffy, dan Bandura maka bisa disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang rumit dan saling berintegrasi satu sama lain sehingga memotivasi adanya hubungn internal dalam perilaku manusia. Masalah utama yang dihadapi oleh para ilmuwan sosial tersebut adalah, bahwa tidak semua karakteristik dari entitas tersebut mampu mendefinisikan makna di balik tindakan seseorang. Dengan demikian, gagasan dari para ilmuwan sosial ini masih perlu pengujian dan revisi teori lebih lanjut karena objek sosial merupakan objek yang tak terbatas selama mahluk bernama manusia itu masih ada. 4. Filosofi Baru dari Ilmu Pengetahuan yang Populer dan Merajalela Dalam bidang metodologi penelitian dan ilmu-ilmu sosial, serta bidang sosial terapan seperti penelitian sosial mengenai pendidikan, serta penelitian sosial mengenai keperawatan, maka ada dua aliran yang bertolak belakang. Akan tetapi, dalam suatu bidang kelimuan, maka dua hal yang bertikai ini merupakan suatu 6

resiko pekerjaan. Di satu sisi, apa yang mungkin dianggap sebagai hal yang sulit dalam ilmu pengetahuan (atau dalam terminologi Popper disebut dengan naturalisme) mau tak mau memang harus diikuti. Banyak dari aliran ini yang memegang pandangan yang cukup tradisional dalam ilmu pengetahuan, serta mempunyai pendapat bahwa dalam istilah-istilah serta hal-hal yang berhubungan dengan konsep, maka penelitian sosial memang condong ke arah tersebut, yakni berkaitan dengan sesuatu hal yang bersifat abstrak. Skinner tidak pernah bergeming; sama halnya dengan James Popham, serta Fred Kerlinger, di mana ketiganya menganggap bahwa penelitian berbasis perilaku sosial adalah metode penelitian sosial yang paling berhasil; karena menyajikan suatu aplikasi metodologis yang kuat dari metode ilmiah; sama halnya dengan Gage Nathaniel. Pengujian, pengukuran, tujuan perilaku, definisi operasional, inferensi statistik, analisis jalur, dan rotasi sumbu merupakan modal yang tepat sebagai landasan dalam penelitian sosial. Percobaan juga digunakan dalam penelitian sosial tersebut, dan dianggap sebagai jalan untuk memperoleh kebenaran. Tidak hanya peneliti empiris yang mengadopsi pendekatan filosofis secara mendasar; akan tetapi beberapa filosof seperti Hempeians percaya bahwa ada semacam hukum yang mencakup beberapa hal yang menjelaskan tentang tindakan yang diambil oleh manusia guna mencapai tujuannya. Beberapa filsuf yang mempunyai aliran yang sama, bagaimanapun mengakui bahwa adalah suatu jalan yang sulit untuk mengambil keputusan sosial, sehingga mereka memikirkan jalan yang mudah untuk naturalisme dalam ilmu pengetahuan sosial. Pada akhirnya, mereka berpendapat bahwa tidak ada perbedaan epistemologis yang berarti antara ilmu alam dan ilmu sosial, akan tetapi mereka membedakan hal ini secara samar. Mengingat bahwa sifat ilmu pengetahuan, maka banyak dari pandangan-pandangan dalam ilmu pengetahuan tersebut yang dipengaruhi oleh filsafat ilmu pengetahuan yang baru. Para filsuf ini bisa saja mengutip Popper sebagai seorang sekutu, karena Popper mempunyai prinsip yang kuat bahwa tidak ada perbedaan antara ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial, dan pandangan Popper atas ilmu pengetahuan adalah non-positivistik. Dengan demikian, masuk akal pula jika menafsirkan John Dewey sebagai pemikir yang efektif dalam aliran non-positivistik. Pada tahun 1916, Dewey menulis bahwa ilmu pengetahuan yang bersifat eksperimental berarti adalah ilmu pengetahuan yang menggunakan masa lalu sebagai acuan dan tidak menguasai pikiran. Aliran positivistik lebih sulit untuk dibedakan. Ada beberapa gangguan besar, karena aliran positivistik merupakan aliran yangs angat kompleks. Graham Mc Donald dan Philip Pettit menyatakan bahwa ilmu sosial merupakan ilmu yang kadang bertentangan dengan akal sehat. Dengan demikian, maka aliran positivistik mewujudkan ide dari filsafat ilmu baru untuk memeriksa suatu kasus dalam penelitian sosial. a. Pemeriksaann dari Era Sebelumnya Tak dapat disangkal bahwa sejarah selalu berulang, namun kontroversi mengenai ilmu-ilmu sosial tentang bagaimana pemahaman masyarakat tentang bagaimana tatanan terbaik dalam masyarakat tidak akan pernah tercapai formula yang pasti. Tatanan masyarakat dapat dipelajari dengan cara mempelajari cara orang-orang se7

belumnya, di mana setiap kali terlibat masalah, mereka memecahkan hal tersebut dengan cara berperang. Pada akhirnya, peperangan ini dianggap sebagai suatu hal yang menyakitkan, membuang waktu dan tenaga serta biaya yang banyak. Para filsuf memberikan beberapa poin. Morton White-William James akan melakukan analisis mendalam mengenai hal yang penting apa yang bisa diperdebatkan dalam perselisihan metode ini. y Anti Formalisme Berdasarkan pada keterangan sebagai berikut: Hal ini tidaklah mengejutkan sejak sebelumnya menemukan para intelektual Amerika menggolongkan diri mereka melawan formalisme, semenjak mereka telah yakin bahwa abstraksi, deduksi, matematik, dan mekanik, tidak memadai untuk penelitian sosial serta tidak pantas dalam mengandung kekayaan, pergerakan, kondisi hidup saat ini dalam kehidupan sosial. Hal ini merupakan suatu kesalahan atas konsep yang bisa dijelaskan sebagai suatu hal yang tepat namun sedikit sulit. Menerjemahkan konsep mengandung keuntungan namun juga mendatangkan masalah. Menurut analisis White, maka pemberontakan terhadap formalisme (yang melawan logika abstraksi, deduksi, matematika, dan mekanik) di Amerika Serikat pada pergantian abad ini terinspirasi oleh faktor-faktor sebagai berikut: keyakinan dan kebutuhan untuk kreativitas dan kecerdasan dalam memproduksi arah baru untuk perbaikan sosial, suatu keyakinan dalam historisisme, yakni keyakinan tentang dunia; termasuk pikiran manusia bahwa manusia berpikir, berubah, berkembang, dan bahwa masalah ini dapat dipahami hanya ketika dilihat sebagai jalan keluar dari kondisi masa lalu, suatu keyakinan mengenai organisme, yakni kepercayaan bahwa masalah sosial saling berkaitan dan bahwa pengetahuan sosial tidak dapat dikategorikan ke dalam ekonomi, politik, psikologi. Faktor terakhir adalah keyakinan demokrasi sebagai suatu bentuk organisasi sosial yang mengijinkan manusia untuk berkembang. David dan Judith willer menulis bahwa pada tahun 1977 serangan mereka terhadap pseudoscience dalam ilmu pengetahuan sosial bahwa metde dari pencapaian sosiologi ilmiah bagaimanapun tidak bisa sebatas menyertakan metode statistika atau metode pengukuran, namun ilmuwan sosiologi harus menyertakan metode lain yang lengkap. Dilthey menyebut hal ini sebagai metode naturalis dan bukan metode yang bersifat formal. Metode ini selanjutnya menggunakan rasa empati serta mengerti yang ditanamkan dari ilmuwan sosial kepada para respondennya. y Kelembutan Dalam bagian pertama dari Pragmatisme (1907) maka William James menunjukkan bahwa sejarah intelektual barat telah ditandai dengan bentrokan temperamen. Di satu sisi berpikiran lembut dijelaskan oleh James sebagai inter alia yang rasional, intelek, idealis, dan bebas nilai. Sedangkan di sisi lain digambarkan sebagai keras hati, empiris, sensasional, materialis, fatalistik, serta skeptis. Para dua kelompok ini memiliki pandangan sebagai berikut : y Kedua kelompok memandang rendah satu sama lain. y Sulit diartikan bahwa kelembutan merupakan sentimentalisme dan suatu bentuk kerendah hatian.

Reaksi timbal balik mereka seperti turis Boston yang bergaul dengan Cripple Creek. y Setiap kelompok percaya bahwa yang lain akan kalah dengan dirinya sendiri. Siapa yang bisa meragukan kata-kata dari James yang dipadankan dengan adegan kontemporer seperti berikut? Kerlinger, Gage, Skinner, dan Hempel memang dilihat sebagai tidak murni dan brutal oleh para kritikus. Sedangkan Stake, Eisner, dan para praktisi ilmu sosial yang berbasis hermeneutik dipandang sebagai seorang sentimentalis, dan lagi beberapa penulis Kontinental banyak dianggap sebagai aliran lunak. Beberapa penjabaran dari James ditambahkan dalam dua kategori pokok, yakni untuk daftar aliran lembut, maka dapat dikatakan sebagai anti-naturalistik, anti-realistik, relativis, hermeneutik/interpretatif, kualitatif, epistemologis. Sedangkan untuk aliran yang berbasis keras, misalnya aliran naturalistik, falibilist, epistemologis yang tak mengenal belas kasihan dan pro ilmiah rasionalistis. Dengan cara mengilustrasikan, maka White dan James saling bertindihan dalam mengintisarikan pemikiran Elliott Eisner dalam Jurnal American Educational Research Association, The Educational Researcher. Aliran rasionalisme yang menekankan peran dari ide, gagasan, atau pemikiran dalam penyelidikan, dan degradasi halhal yang empiris, relativisme, adalah dihitung sebagai pengetahuan, sangat jelas menekankan pada hal-hal berikut: a. Relativisme dalam tabel akan bisa diterima jika istilah ini mengacu pada seseorang yang mengakui bahwa sistem teoretis yan berbeda memandang fenomena yang berbeda sebagai data; bahwa apa yang merupakan bukti-bukti empiris ditentukan melalui suatu sistem teoretis yang beroperasi dari satu hal, dan kesimpulan mengenai realitas tidak dapat dibedah dari prosedur teoretis serta metodologis yang digunakan untuk menghasilkan satu kesimpulan. b. Saya bisa menerima jika label eklektik atau percampuran dari dua metode bisa digunakan, namun tidak saat ini, di mana terkadang ada satu teori yang bisa menunjukkan realitas sosial yang sesungguhnya. c. Para ahli yang terampil seperti guru dan psikiater harus mempunyai pengetahuan dalam tindakan mereka, mereka sebenarnya mempunyai pengetahuan namun tidak bisa mengartikulasikan. Dengan demikian, mereka bisa saja menghasilkan suatu proposisi yang menjelaskan tentang tindakan mereka dan konsekuensinya, namun mereka tidak dapat menjelaskannya. Yvonna Lincoln dan Guba Egon menganggap bahwa ada suatu permasalahan terminologis yang mereka sebut sebagai pandangan naturalistic; yang meskipun dalam pandangan Popperian, terminology yang dikemukakan oleh Lincoln dan Guba ini dianggap sebagai metode anti-naturalistik. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan metodologi terkadang disesuaikan dengan mindset dalam penelitian social tersebut. Seorang ilmuwan social diperbolehkan menggunakan metode naturalistic, akan tetapi pada zaman keterbukaan dewasa ini, maka penggunaan metode anti-naturalistik juga diperlukan untuk memperoleh data-data yang sebenarnya terjadi di lapangan. y

Kesalahan Membaca dalam Filsafat Para pendukung dua mazhab dalam metode penelitian social mempunyai ide yang berseberangan, di mana adakalanya ide yang berseberangan tersebut saling bertentangan meskipun tujuannya sama. MacDonald dan Pettit dalam Semantic and Social Science (1981), menolak beberapa argument yang sering diperdebatkan dalam metodologi penelitian social. Beberapa topic yang sering menjadi mainstream perdebatan para ilmuwan social antara lain: y Aliran Hansonian Hanson mendiskusikan dalam bagian kedua dimana tesisnya dijadikan satu kalimat: bahwa teori, hipotesis, para-digma, atau latar belakang pengetahuan yang dimiliki oleh peneliti dapat mempeng-aruhi tentang apa yang bisa diamati. Ada banyak bukti yang menyatakan bahwa hal ini benar adanya, di mana hal ini juga didukung oleh penelitian berbasis psikologi. Dengan melihat pandangan Hanson, maka Hanson sering dikatakan menghancurkan empirisme naf, di mana adanya kredibilitas gagasan seperti objektivitas dan pengujian sangat krusial jika digunakan dalam metode penelitian social non naif. Karl Popper menerima tesis Hanson dan ia bersikeras bahwa keyakinan dalam ilmu pengetahuan merupakan hasil dari observasi ke teori masih begitu luas dan begitu tegas menyatakan bahwa penolakan terkadang sering berakhir dengan persetujuan. Elliot Eisner menulis bahwa dalam setiap sistem secara teoretis menentukan apa yang akan dihitung sebagai data sendiri. Kesimpulan mengenai realitas tidak dapat dibedah dari prosedur teoretis yang akan digunakan untuk menghasilkan kesimpulan. Posisi pendukung dari Hanson yang menarik lainnya adalah observasi apapun dapat disaksikan oleh pengamat yang bekerja dari sudut pandang teoretis, bergantung latar belakang mereka masing-masing. Sebagai contoh, jika seorang ilmuwan melihat suatu mikroba dengan mikroskop elektron, maka ilmuwan bisa melihat hal ini dari sudut pandang yang berlainan. Ilmuwan yang mendalami biologi, maka ia akan menganggap bahwa mikroba tersebut merupakan suatu hal yang menarik dan ia mengerti sesuai dengan kajian ilmunya. Akan tetapi, jika ilmuwan tersebut mendalami kajian yang berhubungan dengan teknologi kedokteran atau biomedik, maka ia akan menganggap bahwa justru mikroskop elektron itulah yang pantas untuk ia kaji, karena kecanggihan dari mikroskop tersebut mampu melihat hal-hal sekecil mikroba. Hanson meyakini bahwa teori yang telah lama diyakini harus ditantang kembali, diuji validitasnya, serta apakah seiring dengan berjalan nya waktu, apakah teori tersebut masih relevan atau tidak. Dengan demikian, aliran Hansonian meyakini bahwa suatu teori sosial merupakan suatu objek yang sangat terbuka untuk dikritisi oleh ilmuwan-ilmuwan sosial. y Aliran Kuhnisme Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, maka ada kecenderungan dalam aliran Hansonian untuk menjadi aliran mainstream seperti yang dialami oleh aliran Kuhnisme. Akan tetapi, karena Hanson cenderung kepada metodologi yang rapuh serta terbuka untuk dikritisi terus menerus. Kritik terhadap Kuhn berasal dari Popper dan Lakatos, serta murid-muridnya antara lain Wittgenstein, Tolin dari Secheffler dan Siegel dari Shapero. Fakta dari masalah ini adalah, banyak dari ilmu10

wan sosial dan peneliti pendidikan yang memegang posisi selektif, di mana posisi filsuf Kuhn menegaskan bahwa ia adalah filsuf yang menegakkan kebenaran atau empirisme. Barry Barnas mencatat bahwa aliran liberal rasional dianggap sebagai cara berpikir dalam masyarakat karena dianggap bahwa Kuhn merupakan pemikir yang anti terhadap polemik. Lincoln dan Guba menyatakan bahwa dalam posisi ontologis, maka ada beberap konstyruksi yang mungkin dibuat dalam relasi satu persatu dengan konstruksi yang sama. Definisi menggunakan referensi yang sama dibedakan pemahamannya oleh masing-masing individu. Hal yang menonjol dalam aliran Kuhn adalah ketidaksebandingan paradigma yang berada dalam dunia yang berbeda pula. Dengan demikian, isu penting yang berbeda dalam aliran Kuhn lebih rumit dan lebih komppleks. Keyakinan standar bisa diterima, namun ada bagian-bagian fundamental dalam masalah sosial yang akadang bertentangan dengan relativisme. y Aliran Pseudo-Polanysme Michael Polanyi mengembangkan gagasan tentang pengetahuan bayangan. Ia berpendapat bahwa terkadang seseorang lebih mengetahui hal-hal sebenarnya, namun hal ini tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Sebagai contoh, seorang peternak ayam mampu menyortir ayam berdasarkan atas jenis kelamin ayam tersebut. Ia menguasai keterampilan ini, namun ia tidak dapat menjelaskan pengetahuan ini. Polanyi mendasarkan pemikirannya bahwa pengetahuan manusia dimulai dari kenyataan bahwa kita dapat mengetahui lebih dari apa yang kita tahu. Contoh yang unik lainnya adalah pengenalan wajah seseorang. Bagaimana bisa kita melakukan pengenalan terhadap wajah seseorang meskipun ada beratus-ratus juta wajah di dunia ini? Dan bagaimana bisa kita mencocokkan wajah dengan identitas milik seseorang serta mengingatnya dalam waktu yang lama? Eisner sering menyerang tentang apa yang dibutuhkan untuk membuat suatu pandangan menjadi pandangan beraliran positivis. Ia membela Polanyi, dengan mengatakan bahwa seseorang memang bisa mengenali wajah yang menjadi milik dari ibu orang tersebut, akan tetapi orang tersebut tidak akan bisa menjelaskan, mengapa ia bisa mengenali wajah ibunya. Lincoln dan Guba menyatakan bahwa dalam penelitian sosial, maka pemeluk metodologi ingin mendukung pendapat untuk saluran pemikiran yang bersifat intuitif (legitimasi diam-diam) disamping pengetahuan proposisional (pengetahuan yang dinyatakan dalam bentuk bahasa); dimana nuansa realitas ganda dapat dihargai dengan cara demikian, di mana banyak interaksi yang terjadi antara peneliti dengan responden dalam penelitian ini. Untuk mendukung hal ini, maka filsuf Gilbert Ryle menulis dalam buku klasiknya The Concept of Mine (1949) yang meyatakan bahwa di era sebelum Aristoteles orang-orang sudah mampu melakukan perdebatan dengan baik, meskipun teori wacana logis belum dirumuskan pada saat itu. Dengan demikian, maka ilmu pengetahuan bayangan melibatkan dua hal yaitu seseorang tidak perlu mampu mengartikulasikan teori di balik keahliannya; dan seseorang dianggap terampil jika dalam hal berpikir ilmiah, apa yang disampaikannya bisa diuji atau dibenarkan keyakinannya.

11

Anti Positivisme Para filsuf penganut posisi tertentu terkadang bertentangan satu sama lain sehingga mereka selalu berseberangan. Lincoln dan Guba merupakan ilmuwan yang dianggap paling netral di antara kesemua ilmuwan bermadzhab tertentu. Jalan termudah yang dikemukakan oleh Henry Giroux bahwa ada beberapa cara untuk menjembatani hal ini, yakni pertama kesalahan faktual banyak diperbuat ketika peneliti mengacu pada positivisme. Positivisme dianggap mamapu membangkitkan perasaan negatif seperti kelonggaran dalam menggambarkan segala bentuk penyimpangan dalam penelitian. elliot Eisner menulis bahwa tradisi behaviourist positivist dalam penelitian Amerika cenderung menganggap pengalaman sebagai suatu hal yang diketahui dan karenanya berfokus pada apa yang dilakukan oleh seorang anak; di mana dengan demikiian, maka pengalaman dianggap sebagai satu-satunya hal yang digunakan sebagai sumber pengetahuan. Teori Polanyi juga bisa menyampaikan bahwa seseorang dapat mengetahui lebih dari dia atau menyiratkan bahwa orang tersebut dapat menampilkan pengetahuan dalam bentuk perilaku. Maka dari itu, kesalahan dalam proses identifikasi positivisme dengan metode penelitian tertentu dapat menggunakan desain eksperimental dan metode statistik. Lebih lanjut, maka penelitian positivistik memungkinkan seorang peneliti harus menghindari beberapa kesalahan, mislanya seorang peneliti positivis seharusnya tidak terlalu berkomitmen terhadap metode penelitian tertentu. Dengan demikian, maka dalam metode penelitiannya ia seharusnya menggunakan metode eksperimental dan teknik korelasional; sedangkan ketiga prosedur subjektif dianggap lebih lemah daripada positivis. Dari hal-hal diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa positivis sering digunakan dalam penelitian sebagai metode yang mempercayai realitas secara mutlak. Selain itu, positivis merupakan satu-satunya metode yang membuka kesempatan untuk mempergunakan metode realitas tersebut. Putnam menambahkan, bahwa tidak peduli seberapa dalam wawasan seseorang, maka teori yang dihasilkan oleh seseorang tidak dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan jika belum teruji realitasnya secara universal. Kesimpulan Para pendukung posisi memang diperlukan untuk menentang pengetahuan yang sempit serta mampu membuka cakrawala ilmu pengetahuan. Mereka bisa mengambil gambaran ide dari Kuhn dan dari matinya aliran positivisme, mendapat beberapa gagasan menarik dari Hanson dan Polanyi. Sikap yang harus dihindari adalah jika harus mengambil gagasan dari mereka hanya setengah-setengah, tanpa memahami totalitas dari makna aliran tersebut. William James mengungkapkan bahwa lebih baik condong pada satu aliran, namun mendalami aliran tersebut daripada berpihak pada semua aliran namun tidak memahami terlalu dalam.

5. Aliran Hermeneutik VS Aliran Naturalis dalam Ilmu Pengetahuan Sosial Dalam ilmu pengetahuan sosial dan bidang-bidang seperti pendidikan dan keperawatan patut diperhatikan bagi mereka. Melihat fenomena seperti demikian, ma12

ka aliran hermeneutika atau interpretatif menjadi lebih berkembang. Buku-buku pegangan dan interpretasi sosial dikemukakan oleh Sullivan, Dilthey, Gadammer, Mac Donald dan Pettit, Ricoeur, Taylor, Winch, Rorty, dan Habermas. Istilah hermeneutika sendiri diambil dari nama utusan dewa dalam mitologi Yunani, yakni dewa Hermes; yang bertugas sebagai pembawa pesan, penafsir, dan komunikator. Kemudian diakibatkan karena berasal dari nama dewa yang agung, maka aliran hermeneutika kemudian berkembang menjadi suatu metode yang digunakan sebagai penafsir terhadap ayat-ayat dalam kitab suci. Hal ini ditandai pada saat Saint Agustinus mencoba menafsirkan ayat-ayat dalam Perjanjian Lama yang kemudian memunculkan ayat-ayat hasil tafsiran dengan metode hermeneutika dan memunculkan ayat-ayat yang dikemas dalam Kitab Perjanjian Baru. Aliran hermeneutika semakin meluas. Banyak para ilmuwan dalam bidang masing-masing yang tertarik menggunakan metode hermeneutika. Dalam bidang hukum, misalnya ahli hukum yang bernama Schleiermacher dan Dilthey memperluas metode hermeneutika, sehingga membentuk suatu hukum baru yang lebih kontemporer dan mengikuti perkembangan zaman. Dalam hal sosial, maka metode hermeneutika sukses dikembangkan oleh Gadammer. Perlu dicatat bahwa asal mula perkembangan ilmu sosial itu sendiri berasal dari metode hermeneutika. Schleiermacher yang terlebih dahulu mengembangkan metode hermeneutika yang diaplikasikan dalam bidang hukum, kemudian mengembangkan cara berpikir hermeneutika yang diaplikasikan dalam hal-hal moralitas. Metode yang dinamakan Geisteswissenschatiert ini kelak menjadi cikal bakal dari ilmu moral, yang setelah diterjemahkan bebas oleh John Stuart Mill, maka ilmu ini menjadi ilmu sosial. Winch (1958) dalam idenya tentang ilmu sosial berpendapat bahwa ilmu-ilmu sosial lebih cenderung ke filsafat daripada ilmu alam. Senada dengan Winch, maka Ricoeur menyatakan bahwa wacana yang dinyatakan secara tertulis ataupun secara lisan bisa dianalisis dengan menggunakan metode hermeneutika. Ricoeur menyatakan bahwa, guna menjadi objek penelitian sosial yang bisa dikaji dengan metode hermeneutika, maka wacana (tindakan manusia) harus diobjektifikasi atau berdasar pada cara penulisan; wacana dan tindakan tersebut haruslah bersifat autonim, yakni hanya sebatas teks, terlepas dari penulis serta menjadi otoritas yang terpisah sehingga suatu tindakan akan mempunyai konsekuensi sendiri-sendiri; seperti sebuah teks maka tindakan harus memiliki suatu kepentingan yang melampaui relevansi dan situasi dimana hal itu berawal; sama seperti teks yang ditujukan secara terbuka dan ditujukan untuk dibaca oleh para pembaca potensial, maka hermeneutika juga ditujukan untuk siapa saja yang bisa membaca serta mencoba untuk mempelajari metode hermeneutika. Dengan demikian, maka salah satu ciri hermeneutika adalah sifatnya yang terbuka serta bisa digunakan oleh semua kalangan yang mampu mempelajari metode tersebut dengan baik. Charles Taylor (1971) menulis dalam tinjauan metafisika di mana ia membuat banyak kasus yang sama, dan kemudian menjadi suatu essai yang sangat terkenal Interpretation and The Science of Man mengemukakan suatu argumen yang sama, akan tetapi ia menurangi syarat-syarat objek metode hermeneutik. Objek dari interpretasi harus mempunyai rasa atau akal, dibedakan dari ekspresi, di mana dari atau 13

untuk subjek itu sendiri. Taylor menyimpulkan bahwa ada beberapa alasan dalam argumen epistemologis dan keingintahuan yang besar sehingga para ilmuwan ini lebih memilih untuk mengabadikan dirinya dalam mengembangkan ilmu hermeneutika. Pada akhirnya dalam kurun waktu dekade terakhir, maka perkembangan yang luar biasa dalam sejarah metode hermeneutika adalah, banyaknya para ilmuwan sosial yang berasal dari aliran-aliran tradisional, bergeser ke arah metode hermeneutiika sebagai salah satu alternatif dalam metode penelitian sosial. Terlalu Banyak Hal Baik (dalam Hermeneutika) Harus diperjelas pada awal diskusi kritis tentang apa yang akan terjadi bahwa banyak manfaat yang diperoleh dalam metode hermeneutika. Ricoeur menyatakan bahwa tindakan manusia selalu harus melalui proses penafsiran terlebih dahulu. Sebagai contoh, orang yang mengacungkan tangan. Mengacungkan tangan disini mempunyai banyak interpretasi, antara lain bisa jadi orang yang bersangkutan tersebut kan menanyakan suatu hal, bisa jadi orang tersebut ingin menarik perhatian, atau bisa jadi juga orang tersebut memanggil temannya. Dengan demikian, hermeneutika merupakan metode yang tidak gegabah dalam menjelaskan suatu fenomena dalam penelitian sosial. Meskipun tindakan manusia memerlukan penafsiran, maka beberapa ilmuwan hermeneutika seperti Ricoeur, Taylor, dan lainnya memperlakukan pengetahuan teks dalam posisi yang setara. Dengan demikian, netralitas merupakan hal penting dalam metode hermeneutika. David Thomas dalam bukunya Naturalism and Social Science (1979) sangat efektif mengemukakan gagasan tentang rasa khusus yang menandai suatu perbedaan penting anatar ilmu alam dan ilmu sosial. Untuk label penjelasan ilmiah sosial yang bermakna atau interpretatif maka harus dilihat logika ilmiah atau latar belakang ilmiah di balik masalah sosial tersebut. Maka dari itu, aliran positivis sering dikatakan sebagai suatu metode yang mempercayai realitas secara mutlak. Pendukung fanatik pendekatan hermeneutika seperti Campbell telah mengemukakan artikel yang isinya persuasif, di mana ada pertanyaan-pertanyaan tentang signifikansi atau konsekuensi hermeneutika tergantung atas dasar pemahaman yang tersembunyi. Pada akhirnya, hermeneutika diakui merupakan suatu metode yang membuka cakrawala baru terhadap ilmu social. Hermeneutika merupakan metode yang sangat layak dipakai dalam menginterpretasikan suatu masalah social , mudah diterima akal sehat, asalkan menggunakan bukti-bukti serta pemahaman teks dengan cermat.

14

You might also like