You are on page 1of 38

46

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1. Kondisi Geografis dan Topografi Kabupaten Muaro Jambi merupakan salah satu Kabupaten dalam wilayah Propinsi Jambi. Secara geografis Kabupaten Muaro Jambi terletak di antara 1 15- 2 20 Lintang Selatan dan di antara 103 10 104 20 Bujur Timur. Ibukota Kabupaten Muaro Jambi adalah Sengeti. Jarak Ibukota Kabupaten Muaro Jambi dengan Kota Jambi adalah 38 km, dengan batas wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Propinsi Sumatera Selatan 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat Posisi Kabupaten Muaro Jambi sangat berdekatan dengan Ibukota Propinsi Jambi yaitu Kota Jambi. Kondisi ini berpotensi sebagai penunjang perekonomian masyarakat, karena arus transportasi yang cukup lancar. Dalam aspek topografi, daerah ini merupakan dataran dengan ketinggian beragam. Untuk ketinggian 0-10 m dari permukaan laut meliputi 19,19% dari total luas wilayah dan 0-100 m dari permukaan laut meliputi 80-81% dari luas total wilayah. Ini berarti wilayah Kabupaten Muaro Jambi bebentuk aliran sungai (anak sungai) dan rawa-rawa dan hanya sebagian kecil yang merupakan dataran tinggi. Dari aspek iklim, Kabupaten Muaro Jambi beriklim tropis dengan suhu

47

udara rata-rata adalah 26,2 C pada tahun 2009, kelembaban udara rata-rata adalah 87% serta curah hujan rata-rata 182,2 mm. 4.1.2. Keadaan Fisik Daerah dan Jarak Desa Luas Kabupaten Muaro Jambi adalah 5.246 km2 dan terdiri dari 8 kecamatan, dari masing-masing kecamatan memiliki jarak yang berbeda-beda ke Ibukota Kecamatan maupun ke Ibukota Kabupaten. Terlihat pada Tabel 3 berikut: Tabel 3. Distribusi Luas Kecamatan dan Jarak Antar Kecamatan dengan Ibukota Kecamatan dan Ibukota Kabupaten di Kabupaten Muaro Jambi Ibukota Kecamatan Sebapo Marga Pudak Sungai Gelam Tanjung Jambi Kecil Pijoan Sengeti Jumlah Desa 13 24 17 11 16 20 15 15 Luas (Km2) 461,95 618,50 405,88 628,96 1.678,94 598,89 335,11 517,77 Jarak ke Ibukota Kabupaten (Km) 65 185 48 80 100 14 50 -

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Kecamatan Mestong Sungai Bahar Kumpeh Ulu Sungai Gelam Kumpeh Maro Sebo Jambi Luar Kota Sekernan

Sumber: Kabupaten Muaro Jambi Dalam Angka Tahun 2010

Dari Tabel diatas terlihat bahwa kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan Kumpeh dengan luas 1.678,94 Km2 dengan Ibukota Kecamatan adalah desa Tanjung, jumlah desa yang dimiliki sebanyak 16 desa. Sedangkan

Kecamatan yang memiliki luas paling kecil adalah Kecamatan Jambi Luar Kota dengan luas 335,11 Km2 dengan Ibukota Kecamatan Desa Pijoan yang memiliki jumlah desa sebanyak 15 desa. Terlihat juga bahwa Kecamatan yang memiliki jarak terjauh dari Ibukota Kabupaten Muaro Jambi adalah Kecamatan Sungai Bahar dengan jarak 185 Km. Sedangkan Kecamatan yang letaknya dekat dengan Ibukota Kabupaten adalah Kecamatan Maro Sebo dengan jarak 14 Km.

48

4.1.3. Keaadan Penduduk Keadaan penduduk merupakan hal yang penting bagi pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Hal ini berkaitan dengan kuantitas dan kualitas penduduk yang mengelola sumber daya pada daerah tersebut. Potensi penduduk yang besar dapat dimanfaatkan untuk mengelola sumber daya alam yang tersedia dengan baik, sesuai dengan tingkat pengetahuan dan kemampuannya. Kabupaten Muaro Jambi pada tahun 2009 memiliki jumlah penduduk sebesar 314.598 jiwa yang terdiri dari 154.193 jiwa penduduk perempuan dan penduduk laki-laki sebesar 160.405 jiwa dengan kepadatan rata-rata penduduk 59,97 jiwa/km2. Dari jumlah tersebut Kecamatan yang memiliki penduduk

terbanyak adalah Kecamatan Jambi Luar Kota sebanyak 53.552 jiwa. Sedangkan Kecamatan yang memiliki penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Kumpeh sebanyak 24.271 jiwa. Secara lengkap Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2009 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Kecamatan Mestong Sungai Bahar Kumpeh Ulu Sungai Gelam Kumpeh Maro Sebo Jambi Luar Kota Sekernan Jumlah Jumlah Penduduk (Jiwa) Laki-laki Perempuan 17.644 17.122 26.428 23.930 18.661 17.790 24.310 23.416 12.151 12.119 15.312 15.271 26.931 26.621 18.967 17.923 60.405 154.193 Jumlah Total (Jiwa) 34.766 50.359 36.450 47.726 24.271 30.583 53.552 36.891 314.598 Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) 75,26 81,42 89,81 75,88 14,46 51,07 159,80 71,25 59,97

Sumber: Kabupaten Muaro Jambi Dalam Angka Tahun 2010

49

4.1.4. Keadaan Sosial Ekonomi 4.1.4.1. Pendidikan Keberhasilan pembangunan suatu daerah dapat dilihat dari tingkat pendidikan masyarakatnya. Untuk menunjang dan memenuhi kebutuhan pendidikan di Kabupaten Muaro Jambi terdapat berbagai tingkatan pendidikan yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTS), Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) baik yang dimiliki oleh pemerintah (Negeri) maupun yang non milik pemerintah (Swasta). Gambaran tentang banyaknya sekolah, gedung, murid dan guru pada berbagai tingkatan pendidikan di Kabupaten Muaro Jambi dapat dilihat pada Tabel 5 berikut: Tabel 5. Banyaknya Jenis Sekolah, Gedung, Murid dan Guru di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2009 Jenis Pendidikan 1. PAUD 2. TK 3. SD 4. MI 5. SMP 6. MTS 7. SMA 8. SMK 9. MA Jumlah Jenis Bangunan Negeri Swasta 10 107 10 110 236 1 5 16 68 16 2 33 10 6 8 3 2 12 351 304 Jumlah Murid 3621 3561 41597 1767 16134 3436 4888 1551 1028 77583 Jumlah Guru 350 332 2578 258 1110 596 467 256 158 6105

Sumber: Kabupaten Muaro Jambi Dalam Angka Tahun 2010

Dari Tabel diatas terlihat bahwa jenis pendidikan serta sarana pendidikan telah cukup memadai pada tingkat Kabupaten, bahakan pelajar juga dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang Universitas, yaitu Universitas Jambi yang terdapat di wilayah Kabupaten Muaro Jambi namun, pusat kampus terdapat di

50

Kota Jambi, maka Universitas Jambi termasuk dalam wilayah Kota Jambi. Namun, letak kampus yang berada di Kabupaten Muaro Jambi mempermudah pelajar untuk mengakses tingkat pendidikan lebih tinggi. 4.1.4.2. Kesehatan Kesehatan penduduk pada suatu wilayah sangat penting diperhatiakan agar kelangsungan hidup penduduk suatu daerah tetap terjamin agar dapat bekerja dan belajar dengan baik. Upaya pemerintah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yaitu dengan menyediakan sarana kesehatan dan tenaga kerja kesehatan. Pada Tabel 6 terlihat jumlah sarana kesehatan dan tenaga kerja kesehatan setiap Kecamatan di Kabupaten Muaro Jambi pada tahun 2009 sebagai berikut: Tabel 6. Sarana Kesehatan dan Tenaga Kerja Kesehatan di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2009 Kecamatan Rumah Sakit 1 Puskesmas Dokter Perawa t 21 22 7 15 15 9 27 Bidan Total 32 30 36 42 15 25 49 26 113 61 69 48 69 37 42 89 55 328

Mestong 2 6 Sungai Bahar 4 12 Kumpeh Ulu 1 4 Sungai Gelam 2 10 Kumpeh 2 5 Maro Sebo 2 6 Jambi Luar 3 10 Kota Sekernan 1 2 7 19 Jumlah 2 18 60 135 Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2010 4.1.4.3. Kelembagaan

Penduduk Kabupaten Muaro Jambi sebagian besar berkerja pada sektor pertanian, peternakan dan industri kecil, maka petani memerlukan lembaga untuk menjamin aspek jual beli produk yang mereka hasilkan, antara lain adanya lemaga koperasi yang dimanfaatkan untuk menyediakan modal dan faktor produksi bagi usaha masyarakat dan sebagai tempat menjual dan membeli hasil produksi yang

51

mereka hasilkan. Adapun jenis koperasi yang berkembang di Kabupaten Muaro Jambi yaitu Koperasi Unit Desa (KUD), Koperasi Karyawan (Kopkar), Koperasi Pegawai Negeri (KPN), maupun Koperasi Wanita (Kop.Wanita) terlihat pada Tabel 7 berikut: Tabel 7. Jumlah Koperasi Menurut Jenis Koperasi Per Kecamatan di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2009 KOP. Lainnya WANITA Mestong 3 2 12 Sungai Bahar 20 9 3 19 Kumpeh Ulu 7 1 17 Sungai Gelam 5 3 1 5 28 Kumpeh 5 2 21 Maro Sebo 3 2 16 Jambi Luar Kota 6 3 3 3 18 Sekernan 4 2 1 1 43 Jumlah 53 21 12 15 174 Sumber: Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2010 Kecamatan KUD KOPKAR KPN 4.2. Identitas Petani Sampel Identitas petani dalam penelitian ini dibatasi pada beberapa karakteristik yang diperkirakan dapat mempengaruhi kemampuan dan pengetahuan petani dalam berusahatani. Adapun kriteria yang dimaksud adalah umur petani, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga dan pengalaman dalam berusahatani jagung. 4.2.1 Umur Petani Umur petani mempunyai pengaruh terhadap kemampuan fisik petani dalam mengelola usahatani maupun usaha lain diluar usahatani. Semakin tinggi umur petani kemampuan fisik petani untuk bekerja pada lahan usahatani relatif menurun. Dalam menjalankan usahatani menurut Daniel (2004), petani bertindak sebagai juru tani yaitu menanam, memelihara tanaman sekaligus sebagai seorang pengelola (manajer) yaitu berusaha mengambil keputusan dalam menentukan

52

kegiatan usahatani yang akan dilaksanakan.

Usia seorang petani sangat

tergantung pada produktivitas tanaman yang dihasilkan. Soeharjo dan Patong (1973) mengatakan bahwa usia produktif dalam usahatani adalah usia antara 1550 tahun. Secara umum dapat dikatakan bahwa petani yang masih berusia muda dan sehat secara fisik dan mentalnya akan memiliki kemampuan fisik dan produktivitas kerja yang lebih baik. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat variasi umur petani yang diperoleh, penyebaran umur petani sampel dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Distribusi Petani Berdasarkan Kelompok Umur di Daerah Penelitian Tahun 2010

Kelompok Umur Frekuensi Persentase (tahun) (orang) (%) 25 - 30 5 6,25 31 - 36 9 11,25 37 - 42 16 20,00 43 - 48 14 17,50 49 - 54 16 20,00 55 - 60 17 21,25 > 60 3 3,75 Jumlah 80 100 Sumber: Petani Jagung Hibrida di Kabupaten Muaro Jambi 2010 Berdasarkan Tabel diatas maka dapat dilihat bahwa frekuensi terbanyak dari kelompok umur petani jagung hibrida adalah pada kelompok usia 55 sampai 60 tahun dengan frekuensi sebesar 17 orang dari total 80 orang responden penelitian. Sedangkan frekuensi umur yang paling sedikit adalah frekuensi usia lebih dari 60 tahun dengan persentase sebesar 3,75% dari total responden. Pada usahatani jagung hibrida di daerah penelitian sebagian besar petani merupakan kelompok usia produktif.

53

4.2.2 Tingkat Pendidikan Pendidikan menunjukkan tingkat pengetahuan, wawasan, pola pikir dan perilaku seseorang. Semakin tinggi umur, pengalaman dan tingkat pendidikan maka semakin banyak pengetahuan petani dalam mengelola usahatani. Tingkat pendidikan akan berpengaruh tehadap kecerdasan, hal ini sejalan dengan pendapat Hernanto (1996) bahwa tingkat pendidikan petani akan mempengaruhi cara berpikir, menerima dan mencoba hal baru. Berdasarkan pengamatan di lapangan kepada petani jagung hibrida terdapat perbedaan tingkat pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga SMU terlihat pada Tabel 9. Tabel 9. Distribusi Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Daerah Penelitian Tahun 2010 Frekuensi (orang) Tidak Sekolah 5 Tamat SD/Sederajat 63 Tamat SMP/Sederajat 10 Tamat SMA/Sederajat 2 Jumlah 80 Sumber : Data Olahan Primer, 2011 Tingkat Pendidikan Presentase (%) 6,25 78,75 12,50 2,50 100

Dari Tabel diatas diketahui bahwa tingkat pendidikan petani sampel pada usahatani jagung hibrida bervariasi. Terlihat bahwa mayoritas petani hanya

berpendidikan Sekolah Dasar (SD) atau sederajat, ini terlihat bahwa jumlah petani yang berpendidikan hanya tamat SD/sederajat memiliki persentase terbesar yaitu sebanyak 63 orang (78,75%), kemudian petani yang berpendidikan SMP/sederajat sebanyak 10 orang (12,50%), sedangkan petani yang berpendidikan

SMA/sederajat sebanyak 2 orang (2,50%) dan petani yang tidak bersekolah sebanyak 5 orang (6,25%). Dari data yang diperoleh terlihat bahwa tingkat

pendidikan di daerah penelitian relatif rendah namun sebagian besar petani jagung

54

hibrida didaerah penelitian dapat dikatakan berpendidikan karena hampir semua petani telah mengikuti dan menamatkan pendidikan formal yang diikutinya.

Keadaan tingkat pendidikan seperti di atas memperlihatkan bahwa dalam pengelolaan usaha pertanian lebih banyak menitik beratkan pada keahlian teknis atau technical skill daripada keahlian konsep atau conceptual skill. Hal ini dapat diketahui dengan kondisi dilapangan bahwa petani yang berpendidikan sekolah dasar memiliki persentase terbesar. 4.2.3. Jumlah Anggota Keluarga Anggota keluarga merupakan salah satu sumber daya manusia yang berpotensi sebagai tenaga kerja dalam mengelola usahatani. Anggota keluarga diharapkan dapat membantu petani dalam usahatani yang dilakukan. Anggota keluarga adalah semua orang yang tinggal dalam satu rumah, memiliki hubungan kekeluargaan serta menjadi tanggungan biaya hidup oleh kepala keluarga dalam hal ini adalah petani jagung hibrida. Jumlah anggota keluarga disamping dapat mendorong petani untuk bekerja lebih giat guna memenuhi kebutuhan keluarga, namun dapat juga digunakan sebagai tenaga kerja dalam mengelola usahatani. Pada daerah penelitian diketahui bahwa anggota keluarga petani jagung hibrida bervariasi namun sebagian besar petani hanya memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak 3 sampai 4 orang hal ini terlihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Distribusi Petani Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Daerah Penelitian Tahun 2010

55

Jumlah Anggota Keluarga Frekuensi (orang) (orang) 12 12 34 45 56 22 78 1 Jumlah 80 Sumber : Data Olahan Primer, 2011

Persentase (%) 15,00 56,25 27,50 1,25 100

Dari Tabel diatas terlihat bahwa jumlah anggota keluarga petani jagung hibrida terbanyak adalah sejumlah 3 - 4 orang yaitu sebanyak 45 orang (56,25%), sedangkan urutan kedua terbanyak adalah 5 - 6 orang yaitu sebanyak 22 orang (27,50%), dan urutan ketiga terbanyak adalah 1-2 orang yaitu sebanyak 12 orang (15,00%) sedangkan jumlah petani yang memiliki jumlah kelurga 7-8 orang hanya 1 orang petani dari keseluruhan sampel. 4.2.4. Pengalaman Berusahatani Jagung Hibrida Pengalaman berusahatani mempengaruhi kemampuan petani dalam mengelola maupun mengambil keputusan bagi pengelolaan usahatani.

Pengalaman usahatani berpengaruh pada kegiatan usahatani yang dilakukan, semakin lama kegiatan yang telah dilakukan maka semakin banyak pula pengalaman yang telah diperoleh petani, namun hal ini tidak menjamin kualitas dari usahatani yang dilakukan, petani yang masih memiliki pengalaman sedikit tetap bisa melakukan usahatani dengan baik melalui pengetahuan dan keterampilannya. Petani pada usahatani jagung hibrida didaerah penelitian

sebagian besar telah cukup berpengalaman dalam mengelola usahatani, hal ini terlihat pada tabel berikut: Tabel 11. Distribusi Petani Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Jagung di Daerah Penelitian Tahun 2010

56

Pengalaman Berusahatani (tahun) 24 57 8 10 11 13 14 16 17 19 20 22 23 25 > 25 Jumlah Sumber : Data Olahan Primer, 2011

Frekuensi (orang) 4 20 21 3 8 9 8 1 6 80

Persentase (%) 5,00 25,00 26,25 3,75 10,00 11,25 10,00 1,25 7,50 100

Pengalaman dalam berusahatani dapat mempengaruhi pola pikir petani guna mengembangkan usahatani yang dilakukan pada masa yang akan datang. Petani jagung hibrida di daerah penelitian sebagian besar telah berpengalaman dalam mengelola usahatani jagung hibrida, ini terlihat pada Tabel diatas, pengalaman berusahatani yang memiliki frekuensi terbesar adalah 8-10 tahun yaitu sebanyak 21 orang (26,25%), sedangkan jumlah petani yang memiliki pengalaman berusahatani terlama yaitu lebih dari 25 tahun sebanyak 6 orang (7,5%). 4.3. Usahatani Jagung Hibrida di Daerah Penelitian Usahatani jagung hibrida merupakan usahatani yang memiliki prospek yang cerah dan dapat dikembangkan di Kabupaten Muaro Jambi. Sejak tahun 2007, Kabupaten Muaro Jambi merupakan daerah sentra penghasil komoditi jagung di Provinsi Jambi. Produksi yang dihasilkan bukan hanya jagung hibrida untuk pakan ternak, namun juga jagung hibrida untuk dikonsumsi. Usahatani jagung hibrida bukanlah satu-satunya budidaya yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Muaro Jambi, disamping sebagai petani jagung, sebagian besar dari

57

mereka juga mengelola usahatani padi ladang maupun berusaha pada komoditi perkebunan, antara lain karet dan kelapa sawit. Usahatani jagung hibrida didaerah penelitian dibudidayakan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang optimal guna menambah penghasilan rumah tangga petani. Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan maka

tanaman harus dipelihara dengan baik dengan cara melakukan perawatan yang teratur dan penggunaan faktor produksi yang efektif. Pada daerah penelitian, tanaman jagung ditanam dengan menggunakan pola tumpang gilir dengan tanaman padi ladang. Penanaman jagung hibrida sangat bergantung pada keadaan cuaca dan iklim pada daerah penelitian hal ini dikarenakan di Kabupaten Muaro Jambi merupakan daerah yang memiliki jenis tanah gambut yang airnya mudah meluap apabila hujan terus-menerus. Usahatani jagung di daerah penelitian dilakukan pada lahan kering dan pada musim kemarau, dimana lahan tersebut akan mengalami permasalahan dalam pengelolaan kebutuhan air jika penanaman dilakukan pada musim kemarau, air yang dibutuhkan akan berkurang maka alternatif yang digunakan hanya penggunaan air hujan untuk memenuhi kebutuhan perairan usahatani jagung. Dalam usahatani jagung hibrida pada daerah penelitian terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan untuk memeproleh sejumlah produksi jagung hibrida mulai dari awal persiapan lahan hingga teknik pemanenan dan pemasaran hasil jagung hibrida yang berbentuk pipilan kering. Tahapan-tahapan tersebut diantaranya adalah persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan.

4.3.1. Persiapan Lahan

58

Tanaman jagung termasuk tanaman yang tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus dalam penanamannya. Jagung biasanya tumbuh di lahan

kering, sawah dan pasang surut, asalkan syarat tumbuh diperlukan terpenuhi. Pengolahan tanah diperlukan untuk mengubah keadaan tanah pertanian sebagai tempat tumbuh tanaman agar sesuai dengan kondisi tanah yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman jagung. Persiapan lahan jagung hibrida di Kecamatan

Kumpeh pada umumnya terdiri dari beberapa kegiatan yaitu, pembersihan, pengolahan tanah, dan pemberian pupuk dasar. Pembersihan lahan dilakukan dengan cara memberantas tanaman yang tumbuh dilahan garapan dengan menggunakan cangkul, parang, sabit dan garu kemudian membuang segala bendabenda yang mengganggu seperti batu, kayu, kaleng, dan lain sebagainya. Kemudian setelah pembersihan dilakukan pengolahan tanah dengan tujuan untuk memberikan kondisi yang terbaik bagi pertumbuhan dan perkembangan jagung hibrida. Disamping itu, pengolahan tanah juga berguna untuk memperbaiki sifat fisik tanah dan memberantas atau mencegah tumbuhnya gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan jagung hibrida. Pengolahan tanah yang dilakukan petani di Kecamatan Kumpeh masih menggunakan cara tradisional yaitu menggunakan cangkul. Tanah diolah pada kondisi lembap, tetapi tidak terlalu

basah. Tanah yang gembur hanya diolah secara umum. Melalui pengolahan tanah, drainase dan aerasi yang kurang baik dapat menjadi lebih baik untuk pertumbuhan tanaman jagung. Setalah lahan dibersihkan, maka langkah selajuntya adalah pembentukan saluran air atau drainase, pembuatan drainase dilakukan dengan menggunakan cangkul, dengan cara membuat saluran pada setiap 3 meter di sepanjang barisan

59

tanaman.

Lebar saluran yang biasa digunakan sekitar 25-30 cm dengan Pembuatan saluran drainase bertujuan untuk mengatur

kedalaman 30 cm.

jalannya proses mengalirnya air bagi tanaman jagung agar tanaman memperoleh kecukupan air bagi pertumbuhannya. 4.3.2. Penanaman Setelah lahan dibersihkan dan diolah, maka tahap selanjutnya yaitu penanaman jagung. Penanaman jagung dilakukan selama 80-100 hari. Jarak tanam jagung yang biasa digunakan petani di daerah penelitian adalah 75 x 25 cm dengan 1 tanaman per lubang tanam. Lubang tanam dibuat dengan alat tugal. Alat tugal dibuat secara tradisional dengan menggunakan kayu bulat ataupun bambu dengan ujungnya yang dibuat meruncing. Kedalam lubang tanam sekitar 3-5 cm. Setiap lubang diisi 1 atau 2 butir benih, tergantung dengan jarak tanam yang digunakan, apabila jarak tanam sempit maka benih yang ditanam haruslah 1-2 benih karena jarak tanam mempengaruhi produktivitas hasil tanaman jagung. Untuk jarak tanam 75 x 25 cm, setiap lubang ditanam satu tanaman. Tanaman yang telah ditanam harus dilakukan penyiraman dengan baik. Tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik pada saat air kurang atau saat air berlebihan. Pada waktu musim penghujan atau waktu musim hujan hampir berakhir, benih jagung dapat ditanam. Sebelum melakukan penanaman, petani menyiapkan benih. Benih yang baik dan bermutu tinggi merupakan salah satu penentu keberhasilan usahatani jagung karena berkaitan dengan produktivitas yang dicapai. Di daerah penelitian benih jagung yag disiapkan merupakan benih bantuan yang diberikan pemerintah kepada petani guna meningkatkan produksi jagung, bantuan benih yang diberikan

60

didaerah penelitian ini merupakan benih jagung yang bermutu dengan jenis hibrida BISI-2 yang memiliki keunggulan lebih tahan terhadap hama dan penyakit. 4.3.3. Pemeliharaan Pemeliharaan yang dilakukan petani jagung hibrida di daerah penelitian meliputi pemupukan dasar, pembumbunan, penyiangan, pemupukan dan penyemprotan pestisida. Bersamaan dengan penanaman benih, petani melakukan pemupukan dasar dengan pupuk buatan yaitu pupuk urea dan pupuk SP-36. pada daerah penelitian Desa Mekar sari dan Desa Londerang terdapat perbedaan jenis pupuk yang digunakan. Pada desa Mekar sari, petani telah mendapatkan sejumlah bantuan melalui program PUAP yaitu sejumlah pinjaman dana kredit dan bantun pupuk serta pestisida. Petani pada desa mekar sari menggunakan pupuk urea, pupuk SP-36 dan pupuk KCL dalam pemupukan awal, sedangkan pada desa londerang beberapa petani hanya mengggunakan pupuk urea. Pada proses pemupukan dasar, pupuk urea dan pupuk SP-36 ditanam bersamaan dengan benih yang ditanam. Pemupukan dilakukan dengan cara meyebarkan pada alur yang dibuat 7,5-10 cm dan barisan tanaman dengan kedalam 10 cm. Pupuk ditebar merata dalam alur dan segera ditutup. Kegiatan selanjutnya adalah setelah penanaman jagung berumur 14-21 hari, dilakukan kegiatan pemupukan susulan dengan menggunakan pupuk buatan, dosis pemupukan sekitar 1/3 dari dosis pupuk dasar. Cara pemberian pupuk susulan dengan cara disebar pada larikan setiap tanaman. Pemberian pupuk susulan disertai juga dengan pembumunan tanah dan penyiangan. Hal ini

bertujuan untuk menggemburkan, membersihkan dan menambah unsur hara yang

61

terdapat pada tanah. Tujuan pembumbunan yaitu untuk memperkokoh posisi batang sehingga tanaman tidak mudah rebah. Selain itu, pembumbunan juga bertujuan untuk menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah karena adanya aerasi. Pada proses pembumbunan dan penyiangan, pemupukan juga dilakukan dengan menabur pupuk pada daerah sekitar tanaman jagung dan menutupnya dengan tanah bumbunan. Pada petani di desa mekar sari, pupuk yang digunakan adalah pupuk urea, pupuk KCL dan SP-36 dengan perbandingan 1:1:1. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan semenjak benih ditanam hingga menjelang panen. Hama yang sering terjadi adalah lalat bibit, Ulat pemotong dan Penggerek tongkol. Petani melakukan pengendalian terhadap hama dengan cara kimiawi dengan insektisida pada saat tanam dan pemeliharaan.

Sedangkan penyakit yang biasanya menyerang tanaman jagung adalah penyakit bulai (downy mildew), penyakit bercak daun (leaf blight), penyakit karat (rust), penyakit gosong bengkak (corn smut/boil smut) dan penyakit busuk tongkol dan busuk biji. Petani pada daerah penelitian menggunakan insektisida decis guna memberantas hama dan penyakit yang menyerang tanaman jagung. 4.3.4. Pemanenan Setelah proses penanaman dan pemeliharaan, tahap selanjutnya adalah panen dan pascapanen. Kedua proses ini harus dilakukan secara baik karena hal ini sangat berkaitan dengan hasil produksi. Dengan proses panen dan pascapanen yang baik dan benar akan mendukung peningkatan produksi jagung berkualitas yang diperoleh. Petani di daerah penelitian melakukan panen ketika tanaman jagung berumur 80-100 hari. Selain berdasarkan umur panen, panen jagung dapat

62

diketahui dengan tanda-tanda sebagai berikut: 1) Batang, daun dan klobot jagung buah berubah menjadi kuning, bernas dan mengkilat 3) Pada butiran jagung sudah bebentuk jaringan tertutup berwarna hitam. Teknik pemanenan yang digunakan di daerah penelitian yaitu dengan teknik manual dengan cara mematahkan tangkai buah jagung, sementara batang jagung dibiarkan berdiri di lahan penanaman dan sebagian petani sampel juga ada yang memotong batang jagung tersebut yang dikumpulkan untuk pakan ternak. Pada saat pemanenan haruslah memperhatikan cuaca pada saat itu, panen pada saat mendung atau hujan akan mempengaruhi tingkat kelembaban lingkungan. Sebaiknya panen dilakukan pada saat cuaca kering atau panas agar hasil panen tidak menimbulkan pertumbuhan jamur yang disebabkan oleh kelembaban dan kadar air yang tinggi. Hasil panen yang telah diperoleh kemudian dibawa

menggunakan karung untuk selanjutnya dilakukan pengupasan dan pemipilan. Pengupasan kulit jagung dapat dilakukan pada saat jagung masih menempel pada batang jagung ataupun pada saat jagung telah dipetik dari batangnya. Pengupasan ini dilakukan untuk menurunkan kadar air dalam tongkol dan kelembaban di sekitar biji agar tidak mngakibatkan kerusakan biji dan tumbuhnya jamur. Pengupasan dapat memudahkan pengangkutan selama proses pengeringan. Pada daerah penelitian, pengupasan kulit jagung, pengeringan

tongkol melalui penjemuran dengan pemanfaatan sinar matahari, sortasi dan pemipilan yang dilakukan dengan menggunakan mesin perontok yang disediakan oleh dinas pertanian yang dikelola oleh sekelompok orang yang diberikan kepercayaan terhadap penggunaan mesin perontok tersebut. Setelah dilakukan perontokan maka langkah selanjutnya adalah menjemur jagung pipilan dibawah

63

sinar matahari hingga benar-benar kering. Pada daerah penelitian, penjemuran dilakukan dalam waktu 6-7 hari. Setelah jagung pipilan kering, jagung siap

dikemas di dalam karung kemudian di jual pada pedangang pengumpul setempat. 4.4. Tingkat Produksi dan Penggunaan Faktor Produksi Pada Usahatani Jagung Hibrida Produksi adalah hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasi berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output. Dalam penelitian ini, produksi yang

dimaksud adalah jumlah jagung pipilan kering yang siap dipasarkan. Produksi rata-rata jagung di daerah penelitan dengan bantuan program PUAP sebesar 137700 kg dengan produksi tertinggi yang dihasilkan petani sebesar 5700 kg pada , sedangkan produksi terrendah yang dihasilkan petani yaitu sebesar 900 kg sedangkan pada non program PUAP jumlah produksi sebesar 130200 dengan produksi tertinggi yang dihasilkan petani adalah 6000 kg dan produksi terrendah yang dihasilkan petani sebesar 1000 kg. Distribusi petani berdasarkan produksi jagung yang dihasilkan di daerah penelitian dapat dilihat pada tabel 12 berikut: Tabel 12. Distribusi Petani Berdasarkan Produksi Jagung Hibrida Yang Dihasilkan di Daerah Penelitian Tahun 2010. Produksi (Kg) 900 1750 1751 2601 2602 3452 3453 4303 4304 5154 5155 6005 Jumlah Jumlah Petani (KK) 9 19 16 10 19 7 80 Presentase (%) 11,25 23,75 20,00 12,50 23,75 8,75 100

64

Tabel 12 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar petani di daerah penelitian menghasilkan produksi jagung dengan jumlah produksi sebesar 43045154 Kg dengan jumlah petani sebanyak 19 orang petani sampel atau 23,75 % dan sebesar 1751-2601 kg dan jumlah petani yang yang paling sedikit yaitu sebanyak 7 orang yaitu petani yang menghasilkan produksi antara 5155 - 6005 Kg atau sebesar 8,75 %. Sedangkan produksi jagung berdasarkan luas lahan yang dimiliki petani pada daerah penelitian dapat dilihat pada tabel 13: Tabel 13. Distribusi Jumlah Produksi Berdasarkan Luas lahan pada Usahatani Jagung Hibrida di Daerah Penelitian Tahun 2010. Luas Lahan (Ha) < 0,25 0,25 - < 0,5 0,5 - < 0,75 0,75 - < 1 1 Jumlah Produksi Sumber : Data Olahan Primer, 2011 Rata-Rata Produksi (Kg) 2492,45 2514,20 3162,50 3615,00 3788,00 267900

Pada tabel 13 diatas terlihat bahwa rata-rata produksi tertinggi yang dihasilkan adalah pada luas lahan lebih besar dari 1 hektar yaitu 3788 kg, sedangkan produksi yang paling sedikit dihasilkan pada luas lahan lebih kecil dari 0,25 hektar yaitu sebesar 2492,45 kg. Hal ini membuktikan bahwa semakin luas lahan pada usahatani jagung maka, semakin tinggi produksi yang dihasilkan. Pada daerah penelitian, produksi jagung pipilan yang telah dihasilkan kemudian dijual kepada pedagang pengumpul Kecamatan atau Kabupaten dan kemudian di dijual pada pedagang besar di Kota Jambi.

65

4.5.

Penggunaan Faktor Produksi Pada Usahatani Jagung Hibrida di Daerah Penelitian Faktor produksi yang menjadi fokus penelitian ini adalah faktor produksi

lahan (Ha), tenaga kerja (HOK), benih (Kg), pengguaan pupuk urea (Kg), penggunaan pupuk KCL (Kg), penggunaan pupuk SP-36 (Kg) dan pestisida (ml). Pada lokasi penelitian terdapat beberapa faktor alam yang mempengaruhi usahatani jagung yang dilakukan yaitu iklim, suhu, kelembaban, struktur tanah, namun variabel yang menjadi fokus penelitian hanya beberapa faktor utama yang telah disebutkan diatas. Untuk mengetahui penggunaan input pada usahatani

jagung hibrda di daerah penelitian dengan dapat dilihat pada Tabel 14 berikut: Tabel 14. Penggunaan Input Pada Usahatani Jagung Hibrida di Daerah Penelitian tahun 2010. Faktor Produksi Luas Lahan (Ha) Benih (Kg) Tenaga Kerja (HOK) Pupuk Urea (Kg) Pupuk KCL (Kg) Pupuk SP-36 (Kg) Pestisida (ml) Produksi (Kg) Sumber : Data Olahan Primer, 2011 Jumlah 56,65 730 6481 9258 1600 1741 21685 267900 Rata Rata 0,70 9,13 81,01 115,73 20,00 21,76 271,06 3348,75

Dari Tabel 14 diatas dapat dilihat bahwa pada daerah penelitian rata-rata petani memiliki luas lahan seluas 0,70 Ha, rata-rata petani menggunakan pencurahan tenaga kerja adalah sebesar 81,01 HOK, penggunaan benih sebesar 9,12 Kg, penggunaan pupuk Urea sebanyak 115,73 Kg, penggunaan pupuk KCL sebanyak 20 Kg, penggunaan pupuk SP-36 sebanyak 21,76 Kg, penggunaan pestisida 271,06 ml. Dari penggunaan input diatas didapat total produksi jagung pipilan yang dihasilkan adalah sebanyak 267900 kg dan rata-rata produksi

66

3348,75 kg. Input produksi merupakan faktor yang sangat mempengaruhi tinggi rendahnya produksi yang dihasilkan. 4.5.1. Faktor Produksi Lahan lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang digarap/ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Lahan jagung hibrida yang dimanfaatkan petani sampel semuanya merupakan lahan milik sendiri. Usahatani jagung di daerah penelitian dilakukan pada lahan kering dan ditanam pada musim kemarau, lahan tersebut menghadapi permasalahan utama dalam pemenuhan kebutuhan air karena ketersediaan air pada tanaman jagung didaerah penelitian sangat bergantung pada air tanah, bila pada musim kemarau air tanah berkurang, ini menyebabkan kurangnya asupan air bagi tanaman jagung yang dapat menyebabkan menurunnya produksi jagung pada masa mendatang hal ini memerlukan penanganan yang lebih bijaksana. jagung di daerah penelitian terlihat pada tabel 15: Tabel 15. Distribusi Petani Berdasarkan Luas Lahan di Daerah Penelitian Tahun 2010 Luas Lahan (Ha) Frekuensi (KK) < 0,25 7 0,25 - < 0,5 6 0,5 - < 0,75 29 0,75 - < 1 17 1 21 Jumlah 80 Sumber : Data Olahan Primer, 2011 Persentase (%) 8,75 7,50 36,25 21,25 26,25 100 Gambaran luas lahan petani

Dari tabel 15 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar petani sampel memiliki luas lahan antara 0,5 hingga 0,75 hektar yaitu sebesar 36,25 % dengan

67

jumlah petani sebanyak 29 petani. Sedangkan luas lahan yang dimiliki petani paling sedikit yaitu pada luas lahan kecil dari 0,25 hinnga 0,5 hektar yaitu sebesar 7,5 % atau sebanyak 6 petani. Luas lahan di daerah penelitian sangat

mempengaruhi tingkat produksi yang akan dihasilkan. 4.5.2. Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan pada daerah penelitian dimulai sejak pembersihan lahan sampai dengan proses pemanenan. Untuk jam kerja yang digunakan oleh petani didaerah penelitian adalah rata-rata selama 8 jam perhari dimulai pukul 07.00 11.00 WIB. Kemudian petani beristirahat dan melanjutkan aktivitasnya kembali pada pukul 13.00 17.00 WIB. Petani di daerah penelitian bekerja selama 6 hari dalam 1 minggu yaitu hari senin hingga sabtu, sedangkan hari minggu mereka beristirahat ataupun melakukan kegiatan lain. Untuk

mengetahui produksi petani sampel dari pencurahan tenaga kerja di daerah penelitian dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 16. Produksi Usahatani Jagung Berdasarkan Penggunaan Tenaga Kerja di Daerah Penelitian Tahun 2010 Rata-Rata Pencurahan Tenaga Kerja (HOK) < 0,25 70,20 0,25 - < 0,5 73,00 0,5 - < 0,75 79,87 0,75 - < 1 83,00 1 94,50 Sumber : Data Olahan Primer, 2011 Luas Lahan (Ha) Rata-Rata Produksi (Kg) 2492,45 2514,20 3162,50 3615,00 3788,00

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa petani sampel yang memiliki rata-rata penggunaan tenaga kerja terbesar adalah petani yang mempunyai luas lahan lebih besar dari 1 hektar yaitu menggunakan tenaga kerja sebanyak 94,5 HOK dengan rata-rata produksi 3788 kg . Sedangkan petani yang menggunakan

68

tingkat pencurahan tenaga kerja paling sedikit adalah petani yang memiliki luas lahan kurang dari 0,25 yaitu sebanyak 70,2 HOK dengan jumlah produksi 2492,45. Hal ini dikarenakan petani yang memiliki luasan lahan kecil, banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga untuk mengelola usahataninya. 4.5.3. Benih Jagung Benih merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat produksi yang dihasilkan. Benih yang bermutu dapat dilihat dari penampilan fisik dan tekstur dari benih jagung. Benih yang baik merupakan benih yang memiliki sertifikat atau lisensi dari dinas terkait. Oleh karena itu penggunaan benih harus yang benar-benar baik dari segi kualitas, agar dapat memperoleh produksi yang optimal. Benih unggul diberikan oleh pemerintah kepada petani dengan tujuan agar memperoleh hasil yang maksimal namun dengan syarat pola tanam dan pegelolaan harus benar-benar diperhatikan dimulai dari penanaman benih hingga panen dan pasca panen, misalnya kondisi iklim dan pengairan. Benih yang

digunakan pada daerah penelitian adalah benih unggul berlabel dan bermutu yang merupakan bantuan dari pemerintah. Bantuan ini disalurkan melalui kelompok tani yang ada di daerah penelitian. Penggunaan benih yang diberikan kepada masing-masing petani disesuaikan dengan luasan lahan yang dimiliki petani. Benih jagung yang diberikan kepada petani pada daerah penelitian yang menerima program PUAP dan tidak menerima program PUAP adalah sama yaitu jagung hibrida BISI-2. Bantuan benih jagung melalui program BLBU diberikan sesuai dengan luas lahan yang dimiliki petani, untuk 1 hektar petani diberikan 15 kg benih.

69

Harga jual benih yang biasa dijumpai dipasaran adalah berkisar Rp. 35.000,- per kg. Total penggunaan benih pada daerah yang menerima PUAP adalah 531 kg dengan rata-rata penggunaan 13 kg per hektar, kondisi ini belum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu sebanyak 15 kg/ha. Adapun jumlah penggunaan benih jagung hibrida pada daerah penelitian terlihat pada Tabel 17 berikut: Tabel 17. Produksi Usahatani Jagung Berdasarkan Penggunaan Benih di Daerah Penelitian Tahun 2010 Luas Lahan (Ha) Frekuensi (KK) Rata-Rata Peggunaan Benih 5,57 5,00 7,50 8,35 16,0 Rata-Rata Produksi (Kg) 2492,45 2514,20 3162,50 3615,00 3788,00

< 0,25 8 0,25 - < 0,5 7 0,5 - < 0,75 28 0,75 - < 1 17 1 20 Sumber : Data Olahan Primer, 2011

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa petani sampel yang menggunakan benih terbanyak adalah petani yang memiliki luas lahan lebih dari 1 hektar yaitu dengan rata-rata penggunaan sebanyak 16 kg. Sedangkan pemakaian benih terbanyak adalah 7,5 kg dengan jumlah 28 petani. Penggunaan benih pada daerah penelitian telah memenuhi standar yaitu sebanyak 15 kg perhektar, hal ini terlihat pada luas lahan lebih besar atau sama dengan 1 hektar, rata-rata penggunaan benih sebanyak 16 kg. 4.5.4. Penggunan Pupuk Tanaman jagung memerlukan unsur hara untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Pupuk mengandung unsur hara dalam setiap bahan kimia yang digunakan untuk melengkapi zat-zat atau nutrisi yang ada pada tanah yang diperlukan bagi tanaman. didalam tanah sebenarnya telah memiliki unsur hara

70

yang dibutuhkan oleh tanaman, hanya saja jumlahnya sedikit, oleh karena itu untuk mencukupi kebutuhan unsur hara dan nutrisi bagi tanaman maka pupuk alami maupun buatan sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung. Pemupukan dilakukan sebagai penambah unsur hara yang ada di dalam tanah. Dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman sangat bergantung pada kesuburan tanah dan varietas jagung yang ditanam. Dosis anjuran pemupukan jagung

perhektar yaitu 200 300 kg urea, 100 200 kg SP-36 dan 50 100 KCL. Untuk varietas hibrida dosis yang digunakan yaitu 300 kg urea, 200 kg SP-36 dan 100 kg KCL. Adapun distribusi penggunaan pupuk urea, pupuk KCL, pupuk SP-36 terhadap luas lahan usahatani jagung pada daerah penelitian dengan adalah sebagai berikut: Tabel 18. Penggunaan Pupuk Berdasarkan Luas Lahan Usahatani Jagung di Daerah Penelitian Tahun 2010 Rata-Rata Penggunaan Pupuk Urea (Kg) KCL (Kg) SP-36 (Kg) < 0,25 100,0 20,62 18,57 0,25 - < 0,5 116,0 35,00 26,87 0,5 - < 0,75 124,0 37,80 27,70 0,75 - < 1 132,5 42,50 48,57 1 134,0 42,70 50,80 Sumber : Data Olahan Primer, 2011 Luas Lahan (Ha) Tabel 18 diatas terlihat bahwa penggunaan pupuk urea terbanyak digunakan pada luas lahan lebih besar dari 1 Ha yaitu sebanyak 134 kg, terlihat bahwa penggunaan pupuk urea terbanyak yaitu 350 kg. Sedangkan penggunaan pupuk KCL terbanyak adalah 42,7 kg, dan pupuk SP-36 sebanyak 50,8 Kg pada luas lahan lebih besar dari 1 Ha. Sedangkan penggunaan pupuk yang paling

71

sedikit digunakan pada luas lahan kurang dari 0,25 Ha yaitu sebanyak 100 kg pupuk urea, 20,62 kg pupuk KCL dan 18,57 kg pupuk SP-36. 4.5.5. Pestisida Pestisida merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan hama, penyakit dan tanaman pengganggu lainnya yang menyerang tanaman jagung baik sebelum ditanam maupun setelah ditanam. Segala gangguan tersebut dapat mempengaruhi hasil produksi dan pertumbuhan tanaman. Pengaruh dari gamgguan tersebut antara lain kerusakan yang terjadi pada organ tanaman seperti batang, daun maupun biji sehingga mengurangi fungsi dari organ tanaman tersebut. Selain itu gangguan tersebut juga dapat berpengaruh terhadap

ketersediaa unsur hara didalam tanah, hal ini dikarenakan adanya persaingan didalam memperoleh zat makanan dari tanah, serta persaingan medapatkan kebutuhan air. Semua akibat diatas pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari hasil panen jagung yang diproduksi. Pada daerah penelitian pestisida yang digunakan antara lain adalah Decis. Untuk mengetahui produksi jagung berdasarkan jumlah penggunaan pestisida di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 19 berikut: Tabel 19. Penggunaan Pestisida Berdasarkan Luas Lahan Usahatani Jagung di Daerah Penelitian Tahun 2010 Rata-rata Luas Lahan (Ha) Penggunaan Pestisida (ml) < 0,25 208,00 0,25 - < 0,5 215,00 0,5 - < 0,75 282,50 0,75 - < 1 298,00 1 374,50 Sumber : Data Olahan Primer, 2011 Rata-Rata (Kg) 2492,45 2514,20 3162,50 3615,00 3788,00

72

Tabel 19 menggambarkan penggunaan pestisida berdasarkan luas lahan yang dimiliki petani di daerah penelitian. Terlihat bahwa petani sampel memiliki rata-rata produksi terbesar pada tingkat penggunaan pestisida terbanyak 374,5 ml dengan produksi 3788 kg. Semakin luas lahan maka semakin tinggi penggunaan pestisida dan produksi yang dihasilkan. 4.6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Pada Usahatani Jagung Hibrida Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan (X1), tenaga kerja (X2), benih (X3), pupuk urea (X4), pupuk KCL (X5), pupuk SP-36 (X6), pestisida (X7), serta variabel Dummy (D), untuk sampel petani penerima program PUAP maka digunakan D=1, sedangkan non penerima PUAP digunakan D=0 serta yang menjadi variabel dependen adalah produksi (Y) pada usahatani jagung hibrida. Untuk melihat pengaruh variabel secara bersama-sama digunakan uji F .Hasil analisis sidik ragam menunjukkan Fhitung(59.684) > Ftabel(2.07) pada taraf kepercayaan 95%. maka dapat ditarik kesimpulan terima H1 tolak H0 bahwa secara bersama-sama variabel indepeden (X) yaitu luas lahan, tenaga kerja, benih, pupuk urea, pupuk KCL, pupuk SP-36, pestisida dan program PUAP mempunyai pengaruh nyata terhadap peningkatan produksi jagung pada taraf kepercayaan 95%. Hasil analisis data dari regresi berganda tersebut dapat dilihat pada tabel 20 berikut:

73

Tabel 20. Hasil Regresi Linear Berganda Pengaruh Faktor-Faktor Produksi Terhadap Produksi Usahatani Jagung Hibrida di Daerah Penelitian Tahun 2010 Koefisien Standar Regresi Erorr Konstanta 0.859 0.215 Lahan 0.102 0.037 Tenaga Kerja 0.950 0.132 Benih 0.215 0.044 Pupuk Urea 0.096 0.036 Pupuk KCL -0.186 0.041 Pupuk SP-36 0.188 0.041 Pestisida 0.021 0.054 Dummy 0.009 0.093 2 Koefisien Determinasi (R ) 0.871 Fhitung 59.684 * Taraf Kepercayaan 95 % Ftabel : 2.07 * Taraf Kepercayaan 99% Ftabel : 2.77 Variabel Tabel diatas menunjukkan Thitung 3.988 2.757 7.218 4.864 2.694 -4.547 4.592 3.851 2.089 ttabel (0.05) ttabel (0.01) regresi Sig. 0.000 0.007 0.000 0.000 0.009 0.000 0.000 0.000 0.400 : 1.66 : 2.39 yang

analisis

faktor-faktor

mempengaruhi produksi pada usahatani jagung hibrida pada daerah penelitian. Berdasarkan hasil perhitungan tesebut dapat diketahui persamaan regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut: Log Y = Log 0.859 + 0.102 Log X1 + 0.950 Log X2 + 0.215 Log X3+ 0.096 Log X4 0.186 Log X5 + 0.188 Log X6 + 0.021 Log X7 + 0.009 Log D Atau Y = 7.227 X10.102 X20.950 X30.215 X40.096 X5-0.0186 X60.188 X70.021 D0.009 Pada penelitian ini terdapat variabel dummy yang digunakan untuk membedakan penerima PUAP dan non penerima PUAP. Perbedaan penggunaan nilai dummy dalam variabel ini adalah sebagai berikut: D =1 adalah usahatani dengan program PUAP

74

D = 0 adalah usahatani non program PUAP Maka, persamaan regresi hubungan faktor-faktor produksi terhadap tingkat produksi pada petani penerima PUAP dengan D=1 ditambahkan pada persamaan regresi diatas maka persamaan regresi menjadi: Log Y = Log 0.868 + 0.102 Log X1 + 0.950 Log X2 + 0.215 Log X3 + 0.096 Log X4 0.186 Log X5 + 0.188 Log X6 + 0.021 Log X7 Atau Y = 7.379 X10.102 X20.950 X30.215 X40.096 X5-0.0186 X60.188 X70.021 Sedangkan persamaan regresi hubungan faktor-faktor produksi terhadap tingkat produksi pada usahatani non program PUAP dengan D=0 yang ditambahkan pada persamaan regresi sebelumnya adalah sebagai berikut: Log Y = Log 0.859 + 0.102 Log X1 + 0.950 Log X2 + 0.215 Log X3 + 0.096 Log X4 0.186 Log X5 + 0.188 Log X6 + 0.021 Log X7 Atau Y = 7.227 X10.102 X20.950 X30.215 X40.096 X5-0.0186 X60.188 X70.021 Berdasarkan analisis regresi tabel 20 terlihat bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar 0.871 berarti bahwa 87,1 % variasi dalam tingkat produksi bersamasama dipengaruhi oleh variabel luas lahan, tenaga kerja, benih, pupuk urea, pupuk KCL, pupuk SP-36, pestisida dan program PUAP sedangkan 12,9 % lainnya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Dengan demikian dapat disimpulkan secara statistik bahwa semua variabel independen lahan (X1), tenaga kerja (X2), benih (X3), pupuk urea (X4), pupuk KCL (X5), pupuk SP-36 (X6), pestisida (X7), serta variabel Dummy (D) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel hasil produksi jagung hibrida (Y).

75

4.6.1. Pengaruh Luas Lahan Terhadap Tingkat Produksi Koefisien variabel regresi menunjukkan bahwa koefisien untuk variabel luas lahan (X1) diperoleh 0.102. Hal ini menunjukkan bahwa jika luas lahan ditingkatkan sebesar 1% maka akan meningkatkan produksi sebesar 0,102% dengan asumsi bahwa penggunaan input lainnya tetap. Berdasarkan hasil analisis data uji parsial, diketahui thitung (2.752) > ttabel (1.664) maka H0 ditolak H1 diterima atau ada pengaruh luas lahan secara signifkan pada taraf signifikansi 0.05. 4.6.2. Pengaruh Jumlah Tenaga Kerja Terhadap Tingkat Produksi Koefisien variabel regresi menunjukkan bahwa koefisien untuk variabel tenaga kerja (X2) diperoleh 0.950. Hal ini menunjukkan bahwa jika tenaga kerja ditambah sebesar 1% maka akan meningkatkan produksi sebesar 0,950 % dengan asumsi bahwa penggunaan input lainnya tetap. Berdasarkan hasil analisis data uji parsial, diketahui thitung (7.218) > ttabel (1.664) maka H0 ditolak H1 diterima atau ada pengaruh tenaga kerja secara signifkan pada taraf signifikansi 0.05. 4.6.3. Pengaruh Jumlah Benih Terhadap Tingkat Produksi Koefisien variabel regresi menunjukkan bahwa koefisien untuk variabel benih (X3) diperoleh 0.215. Hal ini menunjukkan bahwa jika jumlah benih ditambah sebesar 1% maka akan meningkatkan produksi sebesar 0,215 % dengan asumsi bahwa penggunaan input lainnya tetap. Berdasarkan hasil analisis data uji parsial, diketahui thitung (4.864) > ttabel (1.664) maka H0 ditolak H1 diterima atau ada pengaruh jumlah benih secara signifkan pada taraf signifikansi 0.05. 4.6.4. Pengaruh Jumlah Pupuk Urea Terhadap Tingkat Produksi

76

Koefisien variabel regresi menunjukkan bahwa koefisien untuk variabel pupuk urea (X4) diperoleh 0.096. Hal ini menunjukkan bahwa jika pupuk urea ditambah sebesar 1% maka akan meningkatkan produksi sebesar 0,096 % dengan asumsi bahwa penggunaan input lainnya tetap. Berdasarkan hasil analisis data uji parsial, diketahui thitung (2.694) > ttabel (1.664) maka H0 ditolak H1 diterima atau ada pengaruh tenaga kerja secara signifkan pada taraf signifikansi 0.05. 4.6.5. Pengaruh Jumlah Pupuk KCL Terhadap Tingkat Produksi Koefisien variabel regresi menunjukkan bahwa koefisien untuk variabel pupuk KCL (X5) diperoleh -0.186. Hal ini menunjukkan bahwa jika pupuk KCL ditambah sebesar 1% maka akan menurunkan produksi sebesar 0,186 % dengan asumsi bahwa penggunaan input lainnya tetap. Hal ini berarti apabila ingin meningkatkan produksi jagung dimasa mendatang sebaiknya tidak menambah faktor produksi pupuk KCL karena penambahan tersebut tidak akan menambah produksi, sebaliknya akan mengurangi produksi. Berdasarkan hasil analisis data uji parsial, diketahui thitung (4.547) > ttabel (1.664) maka H0 ditolak H1 diterima atau ada pengaruh pupuk KCL secara signifkan pada taraf signifikansi 0.05. 4.6.6. Pengaruh Jumlah Pupuk SP-36 Terhadap Tingkat Produksi Jagung Hibrida Koefisien variabel regresi menunjukkan bahwa koefisien untuk variabel pupuk SP-36 (X6) diperoleh 0.188. Hal ini menunjukkan bahwa jika pupuk SP-36 ditambah sebesar 1% maka akan meningkatkan produksi sebesar 0,188 % dengan asumsi bahwa penggunaan input lainnya tetap. Berdasarkan hasil analisis data uji parsial, diketahui thitung (4.592) > ttabel (1.664) maka H0 ditolak H1 diterima atau ada pengaruh pupuk SP-36 secara signifkan pada taraf signifikansi 0.05.

77

4.6.7. Pengaruh Jumlah Pestisida Terhadap Tingkat Produksi Jagung Hibrida Koefisien variabel regresi menunjukkan bahwa koefisien untuk variabel pestisida (X7) diperoleh 0.210. Hal ini menunjukkan bahwa jika pestisida ditambah sebesar 1% maka akan meningkatkan produksi sebesar 21,0 % dengan asumsi bahwa penggunaan input lainnya tetap. Berdasarkan hasil analisis data uji parsial, diketahui thitung (3.851) > ttabel (1.664) maka H0 ditolak H1 diterima atau ada pengaruh pestisida secara signifkan pada taraf signifikansi 0.05. 4.6.8. Pengaruh Program PUAP Terhadap Produksi Jagung Hibrida Koefisien variabel regresi menunjukkan bahwa koefisien untuk variabel program PUAP (D) diperoleh 0.009 Hal ini menunjukkan bahwa jika jumlah bantuan PUAP ditambahkan sebesar 1 % maka akan meningkatkan produksi sebesar 0.9% dengan asumsi bahwa penggunaan input lainnya tetap. Berdasarkan hasil analisis data uji parsial, diketahui thitung (2.089) > ttabel (1.990) maka H0 ditolak H1 diterima atau ada pengaruh program PUAP secara signifkan pada taraf signifikansi 0.05. 4.7. Biaya Produksi, Tingkat Produksi dan Pendapatan Pada Usahatani Jagung Hibrida di Daerah Penelitian 4.7.1. Biaya Produksi Pada Usahatani Jagung Petani jagung mengeluarkan sejumlah biaya untuk membiayai seluruh proses pengelolaaan dan produksi usahatani jagung yang diusahakan. Biaya tunai yang dikeluarkan adalah: biaya benih, biaya tenaga kerja, biaya pupuk, biaya pestisida, biaya peralatan dan upah tenaga kerja luar keluarga, dalam hal ini biaya lahan tidak dimasukkan kedalam biaya tunai karena lahan yang digunakan petani

78

adalah lahan milik sendiri. Sedangkan biaya yang diperhitungkan adalah semua biaya yang tidak dikeluarkan oleh petani secara langsung tetapi diperhitungkan jumlahnya antara lain: penyusutan alat dan biaya tenaga kerja dalam keluarga. Komponen biaya yang dikeluarkan petani jagung satu kali musim tanam di daerah penelitian dengan program PUAP dan Non Program PUAP dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 21. Rata-Rata Biaya Usahatani Jagung Hibrida di Daerah Penelitian Dengan Program PUAP dan Non Program PUAP Musim Tanam 2010 Jumlah Biaya (Rp) Jenis Biaya Biaya Tunai : Biaya Benih Biaya Pupuk Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga Biaya Pestisida Biaya Perontokan Biaya Diperhitungkan: Penyusutan Alat Upah Tenaga Kerja Dalam Keluarga Jumlah Usahatani Usahatani Dengan Program PUAP Non Program PUAP 325.500 357.625 1.695.000 50.985 344.250 2.773.360 23.169,37 1.514.000 + 1.537.169,4 4.310.529,4 + 313.250 355.850 1.676.000 46.598 325.500 2.717.198 16.689 1.470.000 1.486.689 4.203.887 +

Dari Tabel 22 diatas terlihat bahwa terdapat perbedaan biaya yang dikeluarkan oleh petani dengan program PUAP dan Non Program PUAP. Pada usahatani dengan Program PUAP rata-rata biaya produksi sebesar Rp. 4.310.529,4. Biaya rata-rata yang paling besar dikeluarkan adalah biaya tunai dimana biaya tenaga kerja dibayarkan paling besar oleh petani yaitu sebanyak Rp 1.695.000, diikuti dengan biaya pupuk Rp. 357.625, biaya benih Rp. 325.500,

79

biaya perontokan Rp. 349.250, biaya pestisida Rp. 50.985. untuk biaya yang diperhitungkan dikeluarkan sebesar Rp. 1.537.169,4 untuk biaya terbesar yang dikeluarkan adalah upah tenaga kerja dalam keluarga Rp. 1.514.000 selanjutnya diikuti biaya penyusutan peralatan 23.169,37. Sedangkan pada usahatani non proram PUAP terdapat perbedaan biaya dikarenakan skala usahatani yang dilakukan lebih kecil. Pada usahatani non Program PUAP rata-rata biaya

produksi sebesar Rp. 4.203.887. Biaya rata-rata yang paling besar dikeluarkan adalah biaya tunai sebesar dimana biaya tenaga kerja dibayarkan paling besar oleh petani yaitu sebanyak Rp 1.676.000 diikuti dengan biaya pupuk Rp. 355.850, biaya benih 313.250, biaya perontokan Rp. 325.500, biaya pestisida Rp. 46.598. Untuk biaya yang diperhitungkan dikeluarkan sebesar Rp. 1.486.689 untuk biaya terbesar yang dikeluarkan adalah upah tenaga kerja dalam keluarga Rp. 1.470.000 selanjutnya diikuti biaya penyusutan peralatan Rp. 16.689. 4.7.2. Jumlah Produksi Pada Usahatani Jagung Produksi adalah sejumlah hasil yang diperoleh dari jenis komoditi yang ditanam dan dikelola pada suatu musim tanam tertentu. Dalam pembahasan ini yang dimaksud produksi adalah hasil produksi fisik yang diperoleh petani dari kegiatan usahatani jagung yang dilakukan dalam satu kali musim tanam dalam bentuk pipilan kering. Dari hasil penelitian terhadap petani penerima dan non penerima PUAP adalah petani Penerima PUAP memperoleh produksi rata-rata 3443 kg. Sedangkan petani non penerima PUAP memperoleh produksi yang lebih kecil yaitu 3255 kg. 4.7.3. Penerimaan Usahatani Jagung

80

Penerimaan merupakan salah satu komponen yang menentukan tingkat pendapatan. Penerimaan usahatani diperoleh melalui perkalian antara total produksi dengan harga jual per satuan produksi. Produksi yang dihasilkan oleh petani jagung hibrida di daerah penelitian adalah jagung hibrida bentuk pipilan kering. Untuk mengetahui komponen penerimaan pada usahatani jagung di

daerah penelitian dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 22. Rata-Rata Produksi, Harga dan Penerimaan Pada Usahatani Jagung Hibrida di Daerah Penelitian Dengan Program PUAP dan Non Program PUAP Musim Tanam 2010 Jumlah UsahaTani Usahatani Dengan Program PUAP Non Program PUAP 3443 2.800 9.633.900 3255 2800 9.114.000

Uraian Produksi (Kg) Harga (Rp) Penerimaan (Rp)

Dari tabel 23 diatas terlihat bahwa terdapat perbedaan penerimaan pada usahatani dengan program PUAP dan non program PUAP hal ini dikarenakan jumlah produksi yang dihasilkan berbeda. Usahatani jagung dengan program PUAP memiliki rata-rata produksi sebesar 3443 Kg sehingga memperoleh penerimaan Rp. 9.633.900. Sedangkan pada usahatani non program PUAP memperoleh produksi rata-rata sebesar 3255 kg maka memperoleh keuntungan sebanyak Rp. 9.114.000. 4.7.4. Pendapatan Usahatani Jagung Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan oleh petani. Dalam menghitung besarnya pendapatan, biaya sewa lahan dan biaya tenaga kerja dalam keluarga tidak masuk didalam perhitungan biaya. Keberhasilan dari suatu usahatani dapat dilihat dari pendapatan bersih

81

yang diperoleh petani dari penggunaan faktor-faktor produksi, pengelolaan dan modal yang digunakan. Pendapatan usahatani yang dimaksud dalam hal ini

adalah pendapatan yang diterima petani dalam satu kali musim tanam. Besarnya pendapatan usahatani yang diperoleh petani pada daerah penelitian adalah sebagai berikut: Tabel 23. Rata-Rata Produksi, Harga dan Penerimaan Pada Usahatani Jagung Hibrida di Daerah Penelitian Dengan Program PUAP dan Non Program PUAP Musim Tanam 2010 Jumlah Uraian Total Penerimaan (TR) Total Biaya (TC) Pendapatan R/C Usahatani Dengan Program PUAP Rp. 9.639.000 Rp. 4.310.529 Rp. 5.328.471 2,28 Usahatani Non Program PUAP Rp. 9.114.000 Rp. 4.203.887 Rp. 4.910.113 2,16

Dari Tabel 24 terlihat bahwa rata-rata pendapatan bersih petani di daerah penelitian dengan program PUAP adalah Rp. 5.328.471 per luas lahan 0,71 ha atau setara dengan Rp.7.612.101/ha. Sedangkan di daerah penelitian non program PUAP pendapatan yang diperoleh adalah sebanyak 4.910.113 per luas lahan 0.68 atau setara dengan Rp.7.793.830/ha. selanjutnya untuk melihat kelayakan

usahatani jagung didaerah penelitian menggunakan analisis Revenue Cost Ratio (R/C). Usahatani di daerah penelitian cukup menguntungkan apabila dilihat dari nilai R/C yaitu masing-masing 2,28 untuk usahatani dengan program PUAP dan 2,16 untuk usahatani non program PUAP. Hal ini menunjukkan bahwa untuk setiap rupiah yang dinvestasikan akan memberikan keuntungan sebesar Rp 2,28 dan Rp2,16 untuk masing-masing daerah penelitian. 4.8. Implikasi Hasil Penelitian

82

Dari studi yang telah dilakukan dapat ditunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jagung pada musim tanam yang diamati adalah luas lahan, tenaga kerja, benih, pupuk Urea, pupuk KCL, pupuk SP-36 dan pestisida dalam arti bahwa dengan menambah jumlah input-input akan

mendorong peningkatan produksi jagung. Meskipun demikian, untuk lebih meningkatkan usaha pertanian jagung di daerah penelitian perlu dianjurkan penggunaan faktor produksi

yang lebih baik, yaitu dengan menekan biaya operasional, sehingga diharapkan dapat memperbaiki efisiensi teknisnya, penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk dan pestisida sesuai standar serta pengaturan pola tanam yaitu jarak tanam sesuai baku teknis, sehingga diharapkan dapat memperoleh hasil yang optimal, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap meningkatkan produksi jagung. Dari hasil penelitian yang dilakukan, faktor produksi lahan di daerah penelitian masih memiliki peranan penting dalam peningkatan produksi jagung. Bila penggunaan lahan terus ditingkatkan oleh petani maka pendapatan yang diperoleh akan lebih menguntungkan. Hal ini tentu saja akan memacu petani dalam peningkatan produksi pada musim tanam berikutnya. Selain faktor

produksi lahan, penggunaan benih unggul jenis hibrida yang diberikan pemerintah melalui program BLBU (Bantuan Langsung Benih Unggul) kepada petani di daerah penelitian juga mampu meningkatkan produksi petani. Program ini diharapkan dapat terus meningkatkan produksi jagung di Kabupaten Muaro Jambi dan . Faktor penting lainnya yang juga berpengaruh terhadap produksi adalah

83

modal yang dimiliki oleh petani. Pada daerah penelitian terdapat perbandingan usahatani penerima program PUAP dan petani yang bukan penerima PUAP. Program PUAP yang diberikan oleh pemerintah bukan hanya berbentuk pinajaman dana bergulir sejumlah Rp. 100 juta per GAPOKTAN namun juga pelatihan dan bimbingan bagi petani, seperti pelatihan dalam pemberantasan hama dan penyakit melalui program SL-PTT (Sekolah Lapang Pertanian Tanaman Terpadu). Dengan adanya program PUAP maka petani memiliki

jaminan pembiayaan bagi usahataninya. Dana PUAP yang diperoleh digunakan untuk membeli sarana produksi seperti pupuk dan pestisida. Program PUAP ini diharapkan dapat diterima oleh seluruh petani jagung di Kabupaten Muaro Jambi.

You might also like