You are on page 1of 26

BAB I PENDAHULUAN Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population)

karena mempunyai jumlah penduduk dengan usia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Pulau yangmempunyai jumlah penduduk lansia terbanyak (7%) adalah pulau Jawa dan Bali. Peningkatan jumlah penduduk lansia ini antara lain disebabkan karena tingkat sosial ekonomi masyarakat yang meningkat, kemajuan dibidang pelayanan kesehatan, dan tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat. Jumlah penduduk lansia pada tahun 2006 sebesar 19 juta jiwa dengan usia harapan hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010, diprediksikan jumlah lansia sebesar 23,9 juta (9,77%) dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Sedangkan, pada tahun 2020 diprediksi jumlah lansia sebesar 28,8 juta (11,34%) dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Efendi, 2009). Seiring perubahan usia, tanpa disadari pada orang lanjut usia akan mengalami perubahanperubahan fisik, psikososial dan spiritual. Salah satu perubahan tersebut adalah perubahan pola tidur. Menurut National Sleep Foundation sekitar 67% dari 1.508 lansia di Amerika usia 65 tahun keatas melaporkan mengalami gangguan tidur dan sebanyak 7,3 % lansia mengeluhkan gangguan memulai dan mempertahankan tidur atau insomnia. Kebanyakan lansia beresiko mengalami gangguan tidur yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti pensiunan, kematian pasangan atau teman dekat, peningkatan obat-obatan, dan penyakit yang dialami. Di Indonesia gangguan tidur menyerang sekitar 50% orang yang berusia 65 tahun. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan, setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% lansia melaporkan adanya insomnia dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi insomnia pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67%.

Usia harapan hidup semakin meningkat juga membawa konsekuensi tersendiri bagi semua sektor yang terkait dengan pembangunan. Tidak hanya sektor kesehatan tetapi juga sektor ekonomi, sosial-budaya, serta sektor lainnya. Oleh sebab itu, peningkatan jumlah penduduk lansia perlu diantisipasi mulai saat ini, yang dapat dimulai dari sektor kesehatan dengan mempersiapkan layanankeperawatan yang komprehensif bagi lansia (Efendi, 2009).Terdapat banyak perubahan fisiologis yang normal pada lansia. Perubahan ini tidak bersifat patologis, tetapi dapat membuat lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit. Perubahan terjadi terus menerus seiring usia. Perubahan spesifik pada lansia dipengaruhi kondisi kesehatan, gaya hidup, stressor, dan lingkungan. Perawat harus mengetahui proses perubahan normal tersebut sehingga dapat memberikan pelayanan tepat dan membantu adaptasi lansia terhadap perubahan. Salah satunya adalah perubahan neurologis. Akibat penurunan jumlah neuron fungsi neurotransmitter juga berkurang. Lansia sering mengeluh meliputi kesulitan untuk tidur, kesulitan untuk tetap terjaga, kesulitan untuk tidur kembali tidur setelah terbangun di malam hari, terjaga terlalu cepat, dan tidur siang yang berlebihan. Masalah ini diakibatkan oleh perubahan terkait usia dalam siklus tidur-terjaga (Potter & Perry 2009). Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur. Diyakini bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan penyakit, karena tidur bermanfaat untuk menyimpan energi, meningkatkan imunitas tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit karena pada saat tidur tubuh mereparasi bagian-bagian tubuh yang sudah aus. Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan (Suyono, 2008). Kesempatan untuk istirahat dan tidur sama pentingnya dengan kebutuhan makan, aktivitas, maupun kebutuhan dasar lainnya. Istirahat yang cukup dapat mempengaruhi kondisi fisik, psikis dan sosial lansia. Setiap individu membutuhkan istirahat dan tidur untuk memulihkan kembali kesehatannya.

Jumlah kebutuhan istirahat setiap individu relatif tidak sama. Sebagian lansia menghabiskan waktu yang cukup lama untuk istirahat, namun terdapat sebagian kecil lansia yang menghabiskan waktunya untuk beraktivitas sehingga waktu yang dipergunakan untuk beristirahat menjadi berkurang. Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk memperoleh istirahat dan tidur yang cukup. Dalam kesehatan komunitas dan rumah, perawat bisa membantu klien mengembangkan perilaku yang kondusif terhadap istirahat dan relaksasi. Pada tatanan pelayanan kesehatan perawat meningkatkan istirahat dengan menggunakan tindakan untuk mengontrol fisik klien dengan mengubah faktor yang membuat stres di lingkungan (Potter & Perry 2009).Keluhan tentang kesulitan istirahat dan tidur waktu malam seringkaliterjadi pada lansia. Sebagai contoh, seorang lansia yang mengalami arthritis mempunyai kesulitan tidur akibat nyeri sendi. Kecenderungan untuk tidur siang kelihatannya meningkat secara progresif dengan bertambahnya usia. Peningkatan waktu siang hari yang dipakai untuk tidur dapat terjadi karena seringnya terbangun pada malam hari. Dibandingkan dengan jumlah waktu yang dihabiskan di tempat tidur, waktu yang dipakai tidur menurun sejam atau lebih. Perubahan pola tidur pada lansia disebabkan perubahan SSP yang mempengaruhi pengaturan tidur. Kerusakan sensorik, umum dengan penuaan, dapat mengurangi sensivitas terhadap waktu yang mempertahankan irama sirkadian (Potter & Perry, 2006).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Istirahat dan Tidur Istirahat adalah keadaan seseorang dapat merasakan relaks secara mental, bebas dari kecemasan, dan tenang secara fisik (Potter & Perry, 2006). Istirahat tidak berarti tanpa aktivitas. Istirahat dapat diperoleh dengan membaca buku, mempraktikkan latihan relaksasi, atau berjalan santai. Terdapat beberapa karakteristik dari istirahat. Narrow (1967) yang dikutip oleh Potter dan Perry (2006) mengemukakan enam karakteristik yang berhubungan dengan istirahat, di antaranya: merasakan bahwa segala sesuatu dapat diatasi, merasa diterima, mengetahui apa yang sedang terjadi, bebas dari gangguan ketidaknyamanan, mempunyai sejumlah kepuasan terhadap aktivitas yang mempunyai tujuan,dan mengetahui adanya bantuan sewaktu memerlukan. Kebutuhan istirahat dapat dirasakan apabila karakteristik tersebut di atas dapat terpenuhi. Dalam memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur dibutuhkan kondisi yang yang cukup agar kebutuhan istirahat dan tidur tersebut dapat dipenuhi. Adapun kondisi untuk istirahat yang cukup menurut Potter & Perry (2006) adalah sebagai berikut: a. Kenyaman fisik antara lain : eliminasi sumber-sumber yang mengiritasi kulit, kontrol sumber nyeri, kontrol suhu ruangan, pertahankan kesejajaran anatomis yang tepat atau posisi yang sesuai, pindahkan distraksi lingkungan, sediakan ventilasi yang cukup. b. Bebas dari kecemasan dengan cara buat keputusan sendiri, berpartisipasi di dalam pelayanan kesehatan, praktikkan aktivitas yang mengistirahatkan secara teratur, mengetahui bahwa lingkungan aman. c. Tidur yang cukup sehingga memperoleh jumlah jam tidur yang dibutuhkan untuk merasa segar kembali dengan mengikuti kebiasaan hygiene yang baik sebelum tidur.

B. Aktifitas dan istirahat

Aktivitas rutin mendorong istirahat dan relaksasi. Jumlah yang lebih besar untuk istirahat diperlukan oleh lansia dan harus diselingi dengan periode aktivitas sepanjang hari. Pada waktu bangun, lansia harus meluangkan beberapa menit beristirahat di tempat tidur dan peregangan otot mereka, diikuti dengan beberapa menit duduk di sisi tempat tidur sebelum bangkit berdiri. Hal ini akan mengurangi kekakuan otot di pagi hari dan mencegah pusing dan jatuh akibat hipotensi postural (Eliopoulos, 2005). Banyak lansia memusatkan semua aktivitas mereka di pagi hari sehingga mereka akan memiliki waktu luang di malam hari. Misalnya, pagi hari dapat digunakan untuk membersihkan rumah, belanja, berkumpul dengan group, berkebun, memasak, dan mencuci. Malam hari mungkin dihabiskan menonton televisi, membaca, atau menjahit. Pola ini mungkin merupakan hasil dari puluhan tahun kerja, dimana seseorang bekerja di siang hari dan santai di malam hari. Lansia perlu wawasan tentang keuntungan dari beraktivitas sepanjang hari dan memberikan waktu yang cukup untuk istirahat dan tidur siang disela-sela aktivitas. Perawat perlu meninjau kegiatan harian lansia per jam dan membantu dalam mengembangkan pola-pola yang lebih merata mendistribusikan aktivitas dan istirahat sepanjang hari (Eliopoulos, 2005). C. Kebutuhan waktu tidur
D. Perubahan fisiologis pola tidur

Dengan bertambahnya usia, ada perubahan dalam tahap tidur. Tidur yang normal berlangsung melalui 4 tahap. Tahap 1 adalah tingkat paling ringan dari tidur, dimana seseorang dapat dengan mudah dibangunkan. Lansia menghabiskan lebih banyak waktu pada tahap tidur ringan (tahap 1 dan 2), yang mengakibatkan gangguan tidur malam. Tahap 3 dan 4 adalah level yang lebih dalam dari tidur. Dewasa tua menghabiskan sedikit waktu dalam tahap 3 dan 4. Beberapa studi menunjukkan bahwa pada tahap ekstrem usia tua, tahap 3 dan 4 dapat menghilang sepenuhnya (Roach, 2001).

Tidur normal terdiri dari rapid eye movement (REM) dan non-REM. Tidur nonREM terbagi atas 4 tahap: Tahap 1, jatuh dalam tidur, seseorang mudah terbangun dan tidak menyadari telah tertidur. Tahap II dan III menunjukkan tidur yang semakin dalam. Pada tahap IV merupakan tahap tidur yang terdalam dan sulit untuk dibangunkan. Pola tidur lansia ditandai oleh sering terbangun, waktu non-REM stadium III dan IV berkurang, lebih banyak waktu yang dihabiskan terjaga pada malam hari secara keseluruhan, dan tidur siang lebih sering. Kebanyakan orang dewasa sehat tidak ada laporan gejala yang berkaitan dengan perubahan ini selain tidak cukup tidur atau tidur buruk. Studi menunjukkan bahwa tidur siang hari dapat mengurangi waktu tidur malam dan kualitas pada beberapa lansia. Jika diindikasikan, sarankan pasien untuk memonitor efek dari tidur siang pada tidur malam mereka dan perasaan mereka sepanjang hari. Dari stadium IV, berkembang menjadi tidur REM. Tidur REM terjadi beberapa kali dalam siklus tidur malam, tetapi yang paling menonjol di pagi hari. Dalam tidur REM, aktivitas fisiologis dan tanda-tanda vital meningkat, sehingga rangsangan meningkat dan ketegangan menurun-dimanifestasikan dalam penurunan tonus otot, dan meningkatnya laju pernafasan, denyut jantung, dan tekanan darah. Pernapasan dan detak jantung yang lebih tinggi dapat mempengaruhi pasien yang memiliki masalah cardiopulmonary kronis. Namun disisi lain, tidur REM membantu melepaskan ketegangan dan membantu metabolisme sistem saraf pusat. Kurang tidur REM telah terbukti menyebabkan iritabilitas (lekas marah) dan kecemasan (). Selama penuaan, pola tidur mengalami perubahan-perubahan yang khas yang membedakannya dari orang-orang yang lebih muda. Perubahan-perubahan tersebut mencakup kelatenan tidur, terbangun pada dini hari, dan peningkatan jumlah tidur siang. Jumlah waktu yang dihabiskan untuk tidur yang lebih dalam juga menurun (Stanley, 2006). E. Faktor-faktor yang mempengaruhi istirahat tidur

Pemenuhan kebutuhan istirahat tidur setiap orang berbeda-beda. Ada yang kebutuhannya terpenuhi dengan baik, ada pula yang mengalami gangguan kualitas dan kuantitas istirahat dan tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang dapat mempengaruhinya adalah: a. Status kesehatan. Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan ia dapat tidur dengan nyenyak. Tetapi pada orang yang sakit dan rasa nyeri, maka kebutuhan istirahat tidurnya tidak dapat dipenuhi dengan baik sehingga ia tidak dapat tidur dengan nyenyak. Misalnya, pada klien yang menderita gangguan pada sistem pernapasan. Dalam kondisinya yang sesak napas, maka seseorang tidak mungkin dapat istirahat dan tidur. b. Lingkungan. Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk istirahat dan tidur. Pada lingkungan yang tenang memungkinkan seseorang akan istirahat dan tidur dengan tenang. Sebaliknya lingkungan yang ribut, bising dan gaduh akan menghambat seseorang untuk istirahat dan tidur. c. Stres psikologis. Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada frekuensi istirahat dan tidur. Hal ini disebabkan karena pada kondisi cemas akan meningkatkan norepinefrin darah melalui sistem saraf simpatis. Zat ini akan mengurangi tahap IV NREM dan REM. d. Diet. Makanan yang banyak mengandung L-Triptofan seperti keju, susu, daging, dan ikan tuna dapat menyebabkan seseorang mudah tidur. Sebaliknya, minuman yang mengandung kafein maupun alkohol akan mengganggu tidur. e. Gaya hidup. Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Kelelahan tingkat menengah seseorang dapat tidur dengan nyenyak. Sedangkan pada kelelahan yang berlebihan akan menyebabkan periode tidur REM lebih pendek. f. Obat-obatan. Obat-obatan yang dikonsumsi seseorang ada yang berefek menyebabkan tidur, ada pula yang sebaliknya mengganggu tidur. Selain faktor-faktor di atas, motivasi juga dapat mempengaruhi kebutuhan istirahat dan tidur. Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk tidur, yang dapat memengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk menahan tidak tidur dapat menimbulkan gangguan proses tidur.

F. Gangguan istirahat dan tidur Sebagian besar lansia beresiko tinggi mengalami gangguan tidur akibat berbagai faktor. Gangguan tidur memengaruhi kualitas hidup dan berhubungan dengan angka mortalitas yang lebih tinggi. Gangguan tidur pada lansia dalam Stanley (2006), antara lain: 1. Insomnia Insomnia adalah ketidakmampuan untuk tidur walaupun ada keinginan untuk melakukannya. Lansia rentan terhadap insomnia karena adanya perubahan pola tidur, biasanya menyerang tahap 4 (tidur dalam). Keluhan insomnia mencakup ketidakmampuan untuk tertidur, sering bangun, ketidakmampuan untuk kembali tidur dan terbangun pada dini hari. Karena insomnia merupakan gejala, maka perhatian harus diberikan pada faktor-faktor biologis, emosional, dan medis yang berperan, juga pada kebiasaan tidur yang buruk. Insomnia terdiri dari 3 jenis :
a) Jangka pendek : berakhir beberapa minggu dan muncul akibat

pengalaman stres yang bersifat sementara seperti kehilangan orang yang dicintai, tekanan ditempat kerja, atau takut kehilangan pekerjaan. Biasanya kondisi dapat hilang tanpa intervensi medis setelah orang tersebut beradaptasi terhadap stresor.
b) Sementara : episode malam gelisah yang tidak sering terjadi disebabkan

oleh perubahan-perubahan lingkungan seperti jet lag, kontruksi bangunan yang bising, atau pengalaman yang menimbulkan ansietas.
c) Kronis : berlangsung selama 3 minggu atau seumur hidup. Kondisi ini

dapat disebabkan oleh kebiasaan tidur yang buruk, masalah psikologis, pengguanan obat tidur yang berlebihan, penggunaan alkohol yang berlebihan, gangguan jadwal tidur-bangun, dan masalah kesehatan lainnya. 40% insomnia kronis disebabkan oleh masalah fisik seperti apnea tidur, sindrom kaki gelisah, atau nyeri kronis karena atritis. Insomnia kronik memerlukan intervensi psikiatrik atau medis. 2. Hipersomnia

Hipersomnia dicirikan dengan tidur lebih dari 8 atau 9 jam per periode 24 jam, dengan keluhan tidur berlebihan. Penyebab hipersomnia masih bersifat spekulatif tetapi dapat berhubungan dengan ketidakaktifan, gaya hidup yang membosankan, atau depresi. Orang tersebut dapat menunjukkan mengantuk disiang hari yang persisten, mengalami serangan tidur, tampak mabuk, atau mengalami mengantuk pascaensefalitik. Keluhan keletihan, kelemahan, dan kesulitan mengingat atau belajar merupakan hal yang sering. 3. Gangguan perilaku REM Ganguan perilaku REM ini sangat jarang, tetapi sering muncul pada lansia. Proses yang mendasari terjadinya gangguan ini adalah adanya inhibisi transmisi aktifitas motorik saat bermimpi. Pasien sering jatuh atau melompat dari tempat tidur sehingga terjadi perlukaan. Terapi diberikan obat golongan benzodiazepine kerja lama seperti klonasepam saat mau tidur sekali sehari, dapat mengontrol gejala gangguan ini. Gangguan tidur primer Gangguan tidur primer terdiri atas :
1. Gangguan tidur karena gangguan pernafasan (sleep disordered breathing) 2. Sindrom kaki kurang tenang (retless legs syndrome) dan gangguan gerakan

tungkai yang periodi (periodic limb movement disorder)


3. Gangguan perilaku REM (REM behavior disoreder). G. Gangguan tidur karena gangguan pernafasan (sleep disordered breathing)

1. Definisi Apnue tidur adalah berhentinya pernafasan selama tidur. 2. Klasifikasi Gangguan tidur karena gangguan pernafasan dibagi menjadi 3 yaitu :

a. Sindrom tahanan saluran nafas atas (upper airway resistance syndrome =

UARS)
b. Henti napas karena obstruksi (obstruksi sleep apne = OSA) c. Sindrom hipoventilasi karena obesitas (obesity hypoventilation syndrome

= OHS) Gangguan tidur karena gangguan pernafasan ini sering juga disebut Sleep apnea/hypopnea syndrome. Terdapat 3 tipe gangguan yaitu : henti napas karena obstruksi (OSA) yaitu henti napas terjadi karena oklusi sebagian atau total saluran napas atas; henti napas karena proses sentral (CSA) yaitu penurunan kemampuan/tonus otot pernapsan karena gangguan rangsang bernapas dari pusat pernapsan di medula oblongata dan tipe campuran keduanya. 3. Patofisiologi Patofisiologi gangguan tidur karena gangguan pernafasan merupakan interaksi kompleks dari sistem syaraf pusat dan perifer, otot saluaran nafas atas dan beberapa neuotransmiter yang menghasilkan kolloaps sebagian atau seluruh lubang pernafasan atas (faring), sehingga mengakibatkan obstruksi jalan napas dan hipoksia. 4. Faktor risiko Faktor risiko terjadinya GTGP antara lain : obesitas, kelamin laki-laki, ras, depresi system syaraf pusat (alkohol, obat-obat sedatif), penyempitan saluran nafas atas, hipertensi, penyakit jantung, stoke, hipotiroid, akromegali, keturunan, penyakit paru obstruktif. 5. Manifestasi klinis Dengkuran yang keras dan periodik Tersedak dan batuk-batuk

10

Henti nafas beberapa detik, terdapat gerakan-gerakan seperti orang kehabisan nafas

Sering terbangun tanpa sebab Aktifitas malam hari yang tidak biasa, seperti duduk tegak, berjalan dalam tidur, terjatuh dari tempat tidur

Sakit kepala dipagi hari Rasa kantuk yang berlebihan di siang hari Ortopnea akibat apnue tidur Bila berlangsung terus akan muncul gangguan kognitif, penurunan intelektual,, depresi dan penurunan gairah seksual.

H. Sindrom kaki kurang tenang (retless legs syndrome) dan gangguan gerakan tungkai yang periodik (periodic limb movement disorder) Sindrom kaki kurang tenang karekteristik ditandai dengan rasa tidak enak yang berlebihan terutama pada kaki selama malam saat penderita istirahat. Ini dalah bentuk dari akathisia, sering disebut sebagai perasaan seperti dirayapi semut atau hewan kecil. Perasaan ini menyebabkan pasien menggerakkan kakinya, atau bangun lagi untuk berjalan guna menghilangkan rasa tak enak ini. Secara nyata gangguan ini menyebabkan lansia sulit tidur atau terbangun berkalikali. Gangguan gerakan tungkai yang periodik, mungkin menyertai sindrom kaki kurang tenang atau berdiri sendiri. Karakteristik ditandai dengan munculnya episode gerakan yang sama dan berulang, biasanya pada kaki tapi tidak jarang muncul juga pada tangan. Biasanya pasangan tidurnya melaporkan ada episode gerakan menendang yang muncul salam 20-40 detik saat tidur dan muncul berulang-ulang. Gerakan-gerakan ini sebagian besar tidak membangunkan pasien

11

meskipun pasien melakukan 100 kali tendangan semalam. Hanya tendangan dengan frekuensi dan intensitas tinggi dapat membangunkan pasien. Pasien sering mengeluhkan rasa lelah yang berlebihan saat bangun tidur dan tidur tidak nyenyak, sehingga berakibat mengantuk sepanjang hari. Faktor risiko kedua kelainan ini antara lain usia lanjut, gagal ginjal, defisiensi besi (kadar ferritin serum < 50 mg/dl).

I.

Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

Pengkajian rinci pada lansia dengan gangguan tidur termasuk pengamatan langsung, bertanya pada pasien dan anggota keluarga tentang pola tidurnya, dan mungkin meminta pasien membuat buku harian tentang tidurnya selama 3 sampai 4 minggu. Perawat dapat melakukan pengkajian dengan melakukan wawancara langsung mengenai hal-hal berikut:
a. Seberapa baik orang tersebut tidur di rumah b. Waktu tidur dan waktu bangun

Ritual sebelum tidur dan lingkungan yang diinginkan (jumlah cahaya dan ventilasi, suhu kamar, pintu terbuka atau tertutup, musik, jenis pakaian tidur)

Frekuensi dan durasi terbangun di malam hari Aktivitas yang biasa dilakukan di awal jam malam Makanan dan minuman yang dikonsumsi tepat sebelum tidur Aktivitas dan hobi yang dilakukan di waktu luang Obat-obat yang digunakan, termasuk obat tidur Cenderung untuk tidur sendirian atau bersama seorang teman

12

Status kesehatan yang dirasakan dan kepuasan terhadap hidup Berapa kali terbangun dan keluar ke kamar mandi

Jika pasien membuat catatan harian tentang tidurnya, minta pasien untuk mencatat data berikut: Jam berapa dia terbangun Jam dan jumlah obat tidur diambil (termasuk penambahan dosis) Episode disorientasi atau kebingungan Frekuensi kebutuhan akan obat nyeri atau kebutuhan akan bantuan ke toilet Waktu yang dihabiskan di tempat tidur

2. Kemungkinan diagnosa keperawatan 1. Gangguan pola tidur b.d penurunan kemampuan fungsi 2. Kelelahan b.d kondisi fisik kurang

3. Intervensi Diagnosa I : Gangguan pola tidur b.d penurunan kemampuan fungsi Intervensi: Tetapkan pola kegiatan dan tidur pasien, jumlah jam tidurnya dan kualitas tidur Bantu pasien untuk menghilangkan situasi stress sebelum jam tidurnya Pertahankan jadwal harian Bangunlah di waktu yang biasa Hindari makanan dan minuman yang mengandung kafein (coklat, teh, kopi), beralkohol saat siang dan petang hari

13

Upayakan mengkonsumsi kudapan yang kaya L-triptofan (misalnya susu atau kacang) menjelang tidur

Jelaskan pentingnya olah raga secara teratur (jalan kaki, lari, senam aerobik dan latihan)

Hindarkan bahwa obat-obat hipnotik Manipulasi lingkungan dan penyebab eksternal/hilangkan distraksi lingkungan dengan gangguan tidur

Identifikasi faktor yang menyebabkan gangguan tidur Olahraga teratur, paparan sinar matahari pada siang hari, dan teh herbal noncaffeinated pada waktu tidur

Manipulasi lingkungan dan penyebab eksternal/ hilangkan distraksi lingkungan dan gangguan tidur

Hindari prosedur yang tidak perlu selama periode tidur Batasi asupan cairan pada malam hari dan berkemih sebelum tidur Tingkatkan aktivitas di siang hari sesuai indikasi Buat jadwal program aktivitas untuk siang hari bersama klien (jalan kaki, terapi fisik) Jangan tidur siang lebih dari 90 menit Anjurkan klien untuk bangun pagi hari Anjurkan orang lain untuk berkomunikasi dengan klien, rangsang ia untuk tetap terjaga

Bantu upaya tidur

14

Kaji rutinitas tidur yang biasa dilakukan klien, keluarga, praktik hygiene, ritual (membaca, bermain) dan patuhi semaksimal mungkin

Anjurkan atau berikan perawatan pada petang hari Gunakan alat bantu tidur Pastikan klien tidur tanpa gangguan selama sedikitnya 4 sampai 5 periode, masing-masing 90 menit, setiap 24 jam

Catat lamanya tidur tanpa gangguan untuk setiap shift.

3. Diagnosa II : Kelelahan b.d kondisi fisik kurang Intervensi: Activity tolerance Memonitor usaha bernapas dalam respon aktivitas Melaporkan aktivitas harian Memonitor ECG dalam batas normal Memonitor warna kulit

Energi management Monitor intake nutrisi Tentukan keterbatasan fisik pasien, penyebab kelelahan Bantu pasien untuk jadwal istirahat

15

Penatalaksanaan untuk meningkatkan kualitas istirahat dan tidur lanjut usia A. Penatalaksanaan Secara Umum Dengan banyaknya penyebab gangguan tidur pada lanjut usia, maka penatalaksanaan gangguan tidur harus dilakukan secara individual, hal ini dapat dilakukan dengan meneliti dan mengakses gejala dan tanda yang ada pada tiap klien. Tetapi ada beberapa hal yang dapat diterapkan secara umum pada semua jenis gangguan tidur pada lanjut usia. Diantaranya adalah: edukasi tidur, merubah gaya hidup, psikoterapi dan medikamentosa (Darmojo, 2009). Edukasi tidur baik diberikan kepada klien maupun keluarga. Edukasi tersebut meliputi: 1) Tunggu sampai terasa sangat mengantuk sebelum naik ke tempat tidur 2) Hindarkan penggunaan kamar tidur untuk bekerja, membaca atau menonton televisi 3) Bangun tidur pagi hari pada jam yang sama, tidak peduli sudah berapa lama ia tidur 4) Hindarkan minum kopi atau merokok 5) Lakukan olahraga ringan setiap pagi setelah bangun tidur 6) Kurangi tidur siang, lakukan kegiatan/hobi yang menyenangkan 7) Kurangi jumlah minum setelah makan malam, hindari minum alkohol 8) Pelajari teknik relaksasi atau lakukan meditasi 9) Hindarkan gerakan badan yang berlebihan saat ditempat tidur 10) Lakukan doa sebelum tidur Merubah gaya hidup (life style), diperlukan untuk memperbaiki faktor fisik dan psikis yang mendasari terjadinya gangguan tidur pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi:

16

1) Usaha menurunkan berat badan dengan memperbaiki pola makan pada penderita GTGP.
2) Menghindari perjalanan jauh atau bekerja sampai malam hari (sifat malam), agar

tidak terjadi jet lag. 3) Menghindari membaca atau menonton atau mendengarkan cerita-cerita yang menakutkan atau sengat menyedihkan. 4) Jika memungkin buat suasana lingkungan rumah bersih dan menyenangkan. 5) Perbaiki hubungan antar anggota keluarga, tumbuhkan suasana aman dan penuh kasih antar sesama penghuni rumah. 6) Lakukan aktifitas fisik dan jangan hanya duduk diam sepanjang hari.

Psikoterapi perlu diberikan pada klien gangguan tidur yang disebabkan oleh ansietas dan depresi. Disamping psikoterapi dari seorang psikolog dan psikoterapi yang berupa dorongan penghiburan sebaiknya dilakukan oleh anak atau cucu penderita.

B. Penatalaksanaan Secara Khusus Untuk penatalaksanaaan gangguan tidur lanjut usia secara khusus ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan yaitu: pencegahan primer, sekunder dan tersier (Mickey, 2006). a. Pencegahan Primer Sebelas peraturan untuk mendapatkan higiene tidur yang baik telah berhasil diidentifikasikan untuk pencegahan primer gangguan tidur. 1) Tidur seperlunya, tetapi tidak berlebihan, agar merasa segar dan sehat dihari berikutnya. Pembatasan waktu tidur dapat memperkuat tidur,

17

berlebihnya

waktu

tidur

yang

dihabiskan

di

tempat

tidur

tampaknyaberkaitan dengan tidur yang putus-putus dan dangkal. 2) Waktu bangun yang teratur di pagi hari memperkuat siklus sirkadian dan menyebabkan awitan tidur yang teratur. 3) Jumlah latihan yang stabil setiap harinya dapat memperdalam tidur, namun latihan latihan yang dilakukan kadang-kadang tidak dapat memperbaiki tidur pada malam berikutnya. 4) Bunyi bising yang bersifat kadang-kadang (misalnya, pesawat terbang yang melintas)dapat mengganggu tidur sekalipun orang tersebut tidak terbangun oleh bunyinya dan tidak dapat mengingatnya dipagi hari. Kamar tidur kedap suara bagi orang-orang yang harus tidur di dekat kebisingan. 5) Meskipun ruangan yang terlalu hangat dapat mengganggu tidur, namun tidak ada bukti yang menunjukkan kamar yang terlalu dingin dapat membantu tidur. 6) Rasa lapar mengganggu tidur, kedupan ringan dapat membantu tidur. 7) Pil tidur yang hanya kadang-kadang saja digunakan dapat bersifat menguntungkan, namun penggunaannya yang kronis tidak efektif pada kebanyakan penderita insomnia. 8) Kafein dimalam hari dapat mengganngu tidur, meskipun pada orang orang yang tidak berpikir demikian. 9) Alkohol membantu orang-orang yang tegang untuk tertidur lebih mudah, tetapi tidur tersebut kemudian akan terputus-terputus. 10) Orang-orang yang merasa marah dan frustasi karena tidak dapat tidurtidak boleh berusaha terlalu keras untuk tertidur tetapi harus menyalakan lampu dan melakukan hal lain yang berbeda.

18

11) Penggunaan tembakau secara kronis dapat mengganggu tidur. Tindakan pencegahan primer lainnya antara lain adalah: Kasur yanag baik memungkinkan kesejajaran tubuh yang tepat. Suhu kamar harus cukup cukup nyaman. Asupan kalori harus minimal pada saat menjelang tidur. Latihan sedang disiang hari atau sore hari merupakan hal yang

dianjurkan. b. Pencegahan Sekunder Pengkajian oleh perawat harus mencakup faktor-faktor berkut ini: 1) Seberapa baik lansia tersebut tidur di rumah? 2) Berapa kali lansia tersebut terbangun dimalam hari? 3) Kapan lansia tersebut pergi ke tempat tidur dan terbangun? 4) Ritual apa saja yang terjadi menjelang tidur? 5) Berapa jumlah dan jenis latihan yang dilakukan setiap hari? 6) Apakah posisi yang paling disukai ketika berada di tempat tidur? 7) Apa jenis lingkungan kmr yang disukai? 8) Berapa suhu yang disukainya? 9) Berapa banyak ventilasi yang diinginkan? 10) Aktivitas apa yang biasanya dilakukan beberapa jam menjelang tidur?

19

11) Apa saja obat tidur atau obat lain yang diingesti sebelum tidur secara rutin? 12) Berapa banya waktu yang dihabiskan orang tersebut dalam hobinya? 13) Persepsi orang tersebut tentang kepuasan hidup dan status kesehatannya?

Catatan harian tentang tidur merupakan cara pengkajian yang sangat bagus bagi lansia dirumahnya sendiri. Informasi ini memberikan catan yang akurat tentang masalah tidur. Untuk mendapatkan gambaran sejati tentang gangguan tidur yang dialami lansia di rumah atau di dasilitas kesehatan, catatan haria tersebut mencakup faktor-faktor berikut ini: Seberapa sering bantuan diperlukan untuk memberikan obat nyeri, tidak dapat tidur, atau menggunakan kamar mandi Kapan orang tersebut turun di tempat tidur Berapa kali orang tersebut terbangun atau tertidur pada saat diobservasi oleh perawat atau pemberi perawatan Terjadi konfusi atau disorientasi Penggunaan obat tidur Perkiraan orang tersebut bangun dipagi hari c. Pencegahan Tersier Jika terdapat gangguan tidur seperti apnea tidur yang mengancam kehidupan, kondisi klien memerlukan rehabilitasi melalui tindakan-tinsakan seperti pengangkata jaringan yang menumbat di mulut dan mempengaruhhi jalan napas. Saat ini sudah banyak pusat-pusat gangguan tidur yangn tersedia di seluruh negara untuk membantu mengevaluasi gangguan tidur. Tempat-tempat tersebut,

20

yang biasanya berkaitan dengan lambaga penelitiandan kedoteran klinis atau universitas, dilengkapi dengan peralatan medis yang canggih untuk mendeteksi rekaman listrik di otak dan obstruksi pernapasan. Data-data tersebut membantu menentukan pengobatan yang terbaik untuk mengatasi kesulitan dan merehabilitasi lansia sehingga ia dapat menikmati tidur yang berkualitas baik sampai akhir hidupnya.

C. Penatalaksanan Terapeutik Bootzin dan Nicasio (Stanley, 2006) menganjurkan aturan-aturan berikut untuk mempertahankan kenormalan pola tidur: a. Pergi tidur hanya jika mengantuk. b. Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur, jangan membaca, menonton televisi, atau makan di tempat tidur. c. Jika tidak dapat tidur, bangun dan pindah keruangan lain. Bangun sampai benarbenar mengantuk, kemudian baru kembali ke tempat tidur. Jika tidur masih tidak bisa dilakukan dengan mudah, bangun lagi dari tempat tidur. Tujuannya adalah menguhubungkan antara tempat tidur dengan tidur cepat. Ulangi langkah ini seiring yang diperlukan sepanjang malam. d. Siapkan alarm dan bangun di waktu yang sama setiap pagi tanpa memperdulikan berapa banyak tidur dimalam hari. Hal ini membantu tubuh menetapkan iraa tidur bangun yanng konstan. e. Jangan tidur disiang hari.

Intervensi Keperawatan Berikut ini adalah intervensi keperawatan yang dianjurkan:

21

a) Pertahankan kondisi yang kondusif untuk tidur, yang mencakup perhatian pada faktor-faktor lingkungan dan kegiatan ritual menjelang tidur. b) Bantu klien tersebut untuk rileks pada saat menjelang tidur denganmemberikan usapan punggung, masase kaki atau kedupn tidur bila diinginkan. Latihan pasif gerakan menguap membeikan efek yang menidurkan. c) Memberika posisi yang tepat, menghilangkan nyeri, dan memberikan kehangatan dengan selimut-selimut konvesional atau selimut listrik juga dapat membantu. d) Jangan membiarkan klien meminum kafein (kopi, teh dan cokelat) disore hari dan dimalam hari.
e) Lakukan tindakan-tindakan yang masuk akal seperti memutar musik lembut di

radio dan menawarkan susus hangat dan minuman hangat lainnya atau kedupan yang lebih berat untuk meningkatkan tidur pada lansia tana menggunakan hipnotik. Pada waktu malam secangkir anggur, sherry, brandi atau bir yang memberikan kehangatan internal dan relaksasi pada lansia yang perlu tidur. Namun, efek dari satu minuman hanya berlangsung selama dua pertiga siklus tidur. Sedasi juga bersifat sama, yang menyebabkan tidur terputus-putus. f) Tidur siang merupakan hal yang tepat, namun jumlah tidur siang tidak boleh lebih dari 2 jam. g) Latihan setiap hari juga harus dianjurkan. Hal ini merupakan cara yang terbaik untuk meningkatkan tidur. Latihan harus dilakukan pagi hari daripada menjelang tidur karena pada jam-jam tersebut latihannya hanya akan menimbulkan efek menyegarkan daripada menidurkan.
h)

Mandi air hangat terkadang dapat merilekskan lansia, tetapi beberapa

dinataranya tidak menyukai intervensi ini, karen mengeluh pusing pada saat mereka bangun dari tub (Mickey, 2006).

22

Jika tindakan-tindakan ini gagal memperbaiki kualitas tidur, obat-obatan dapat bermanfaat untuk sementara waktu, tetapi hanya boleh menjadi upaya terakhir. Ebertsole dan Hess telah mengidentifikasi berbagai obat yang dipilih untuk menginduksi tidur.

Tabel. 1 Obat dan pilihan-pilihannya untuk menginduksi tidur Pilihan L-Triptofan Dosis 0,5-1 g tepat sebelum tidur Sherry Segelas menjelang tidur Difendhidramin antihistamin (Benadry) Efek Dikonversi menjadi serotonin di otak dan memfasiliasti tidur. kecil Alkohol deperesan, merupakan sejumlah suatu kecil

depresan dapat membantu tidur. 25-50 mg Menghasilkan terhadap mengurangi ansietas. Hidroksizin antisiotik (Vistaril) Kloral hidrat hipnotik 250-500 mg Benzodiazepin Triazolam (Halcion) Temazepam 0,125 mg Mempercepat awitan tidur. 50 mg Menghasilkan rasa kantuk tetapi dapat menimbulkan efek hiperstimulasi. rasa relaksasi ketegangan kantuk, otot, dan

beberapa orang menjadi sensitif

23

(Restoril)

15-30 mg

Mengurangi distorsi pola tidur.

Perawatan yang terampil harus memiliki kewaspadaan yang tinggi berkaitan dengan penggunaan obat-obatan tersebut dan harus mengkaji lansia dengan sering untuk memastikan bahwa kantuk yang berlebihan disiang hari, konfusi, dan disorientasi tidak terjadi. Jika terdapat bukti-bukti adanya kondisi ini, obat-obat tersebut harus dihentikan secara bertahap dan dilakukan tindakan nonfarmakologis. J. Manajemen stress Stres adalah bagian normal dari kehidupan. Sebagian besar individu menghadapi berbagai stressor fisik dan emosional setiap harinya: perubahan temperature, polutan, virus, cedera, konflik interpersonal, tekanan waktu, takut, berita buruk, dan tugas tidak menyenangkan atau sulit adalah beberapa contoh stres. Terlepas dari sumber stres, tubuh bereaksi dengan cara yang sama yaitu merangsang system saraf simpatik Hal ini menyebabkan stimulasi kelenjar hipofisis, pelepasan hormon adrenokortikotropik (ACTH) dan peningkatan pasokan adrenalin tubuh. Hidup adalah serangkaian episode stress dan pemulihan yang tidak menghasilkan efek berbahaya. Akan tetapi, stres kronis tanpa disertai pemulihan dapat menghasilkan konsekuensi serius, termasuk penyakit jantung, hipertensi, cidera serebrovaskular, kanker, ulkus, komplikasi penyakit yang ada, dan berbagai masalah sosial dan emosional. Hal ini penting, karena itu, perlu mencegah stress kronis berkembang. Kunci untuk mengontrol stress adalah tidak menghindari stres, tetapi mengelolanya dengan belajar langkah kompensasi. Beberapa langkah-langkah diuraikan sebagai berikut ().
a. Merespon stres dengan cara yang sehat.

Gizi yang baik, istirahat, olahraga, dan praktik kesehatan lainnya memperkuat kemampuan tubuh untuk menghadapi stres. Ketika berada dalam situasi penuh tekanan, kepatuhan terhadap prinsip ini terus menjadi penting. Hal ini bermanfaat untuk belajar agar tetap tenang ketika menghadapi stres; bereaksi dalam cara yang tidak sehat memperburuk situasi.
b. Mengelola gaya hidup.

24

Hal kecil dalam kehidupan sebagian banyak orang dapat membawa dunia terhenti jika tidak selesai pada waktunya atau dengan cara tepat. Hal yang harus dimasukkan ke dalam perspektif, yaitu bila mungkin, antisipasi konsekuensi dari sebuah situasi sehingga stress situasi tak terduga dapat dikurangi.
c. Tenang/ rileks.

Baik dengan cara membaca buku yang disukai, berenang, tenun, musik, perjalanan maupun seni ukir kayu. Temukanlah sesuatu yang menyenangkan sehingga ada istirahat sejenak dari tuntutan kehidupan. Yoga, meditasi, guided imagery, dan latihan relaksasi mungkin dapat efektif. Obat herbal juga dapat bermanfaat, termasuk bunga chamomile dan lavender untuk meningkatkan relaksasi, serta ginseng Amerika untuk melindungi tubuh dari efek buruk dari stres.
d. Berdoa.

Seseorang yang memiliki kepercayaan, dapat

mencurahkan masalah dan

mencoba memahami beban hidup yang dialami melalui doa. Doa juga bisa menjadi aktivitas istirahat, yang dapat menginduksi dalam hal ini membersihkan pikiran stress hari itu. Selanjutnya, kata-kata berulang atau ritual yang terkait dengan doa dapat menawarkan manfaat terapeutik yang sama seperti meditasi dan latihan relaksasi.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA Darmojo, Boedhi.(2009). Buku ajar geriatri (Ilmu kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

25

Eliopoulus, Charlotte.(2005). Gerontological nursing 6th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Potter & Perry.(2005). Fundamental keperawatan. Jakarta: EGC. Roach, Sally S.(2001). Introductory gerontological nursing. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Stanley, Mickey.(2006). Gerontological nursing: a health promotion/protection approach 2nd Ed. Philadelphia: Davis Company.

26

You might also like