You are on page 1of 4

Transformasi Kekuatan Urbanisasi

Jusman Dalle - detikNews Jakarta - Salah satu fenomena sosial yang terulang setiap tahun dan menjadi pascalebaran Idul Fitri adalah urbanisasi atau perpindahan penduduk dari desa ke kota. Para kaum urban datang ke kota dengan bergabung bersama kafilah pemudik yang melakukan arus balik. Akibatnya, setiap tahun kota-kota besar di Indonesia mengalami kepadatan karena peningkatan jumlah penduduk. Fenomena urbanisasi ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga marak di negara-negara berkembang. Tak dapat dipungkiri jika urbanisasi ini masih dipandang sebagai momok bagi kota-kota besar. Laporan tahunan Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik (UNESCAP) menunjukkan jika urbanisasi di kawasan Asia Pasifik mencapai tingkat tertinggi di dunia. Khususnya Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Masalah urbanisasi di Asia Pasifik didorong oleh fakta bahwa kemajuan ekonomi umumnya terjadi di kota, sementara aspek pertanian di perdesaan tidak tergarap secara optimal. Sementara itu, data dari State of World Population menunjukkan bahwa pada tahun 2008 lebih dari separuh penduduk dunia atau sekitar 3,3 miliar, menjadi bagian dalam proses urbanisasi. Berdasarkan hasil analisa dari Badan PBB yang mengurusi kependudukan (UNFPA), angka itu diperkirakan akan menjadi 5 miliar pada 2030. Gelombang urbanisasi merupakan gejala, atau proses yang sifatnya multi-sektoral, baik ditinjau dari sebab maupun akibat yang ditimbulkan. Menurut Carlo Ratti dan Kristian Kloeckl pada Juni silam, luas wilayah kota-kota besar dunia hanya dua persen dari total permukaan bumi, namun menampung 50 persen lebih penduduk, menghabiskan 75 persen energi, dan bertanggung jawab atas 80 persen emisi CO2. Gelombang urbanisasi tidak terjadi secara spontan, akan tetapi disebabkan oleh berbagai faktor penarik dan faktor pendorong. Diantara faktor penarik urbanisasi adalah kesan bahwa kehidupan kota lebih menjanjikan kesejahteraan dan kehidupannya yang modern. Persepsi ini dibangun dari konstruksi logika, bahwa kota merupakan pusat pertumbuhan ekonomi sehingga menyediakan banhyak lapangan kerja. Selain itu, opini publik yang terbentuk dari propaganda media massa baik dari berita maupun dari tayangan sinetron dan film- tentang glamour, modern dan majunya kehidupan kota-, memberi prestise dan stratifikasi tersendiri pada masyarakat kota. Ditambah lagi dengan banyaknya kaum urban sukses yang pulang kampung, daya tarik untuk merantau mengikuti jejak mereka semakin kuat. Akibatnya dengan berbekal mimpi, banyak yang nekad ke kota tanpa disertai keterampilan hidup (life skills) dan pendidikan.

Selain faktor penarik tersebut, urbanisasi juga disebabkan oleh faktor pendorong yang lebih tepat disebut sebagai akibat dari kegagalan pembangunan pedesaan. Diantara faktor pendorong tersebut adalah semakin sempitnya lahan pertanian, akibat kapitalisasi atas nama investasi oleh pemerintah, swasta dan asing, maupun dibeli oleh juragan-juragan baru. Faktor pendorong lainnya yaitu, sempitnya lapangan pekerjaan di desa. Selain bertani dan nelayan, hampir tidak ada pekerjaan alternatif lainnya sehingga banyak yang merasa tidak cocok tinggal di desa. Khususnya mereka yang memiliki sedikit keterampilan. Faktor lain yaitu, terbatasnya sarana dan prasarana teknologi yang menjadi penanda majunya tingkat peradaban masyarakat, menyebabkan rasa inferior (minder). Sehingga sarana dan prasarana teknologi ini, turut mendorong kaum urban meninggalkan desanya. Selain faktor-faktor penarik di atas, ada fenomena baru yang terjadi dalam ekskalasi urbanisasi. Yaitu urbanisasi kaum terpelajar. Orang-orang desa semakin sadar akan arti pendidikan, sehingga mendorong anak-anak mereka untuk menuntut ilmu ke kota-kota besar. Ada semacam prestise jika suatu keluarga di desa memiliki anak yang merantau ke kota besar dan kembali ke kampung dengan membawa gelar sarjana. Pandangan ini berkembang seiring dengan trend masyarakat desa yang mulai tersentuh oleh dunia informasi, khususnya televisi. Selain tujuan dan persiapannya jelas, kaum urban seperti ini biasanya hanya bersifat temporal atau sementara, walau tak sedikit juga yang menetap di kota karena berbagai faktor seperti karena pekerjaan dan berkeluarga. Jika kita telusuri, fenomena urbanisasi sebenarnya lahir dari akar budaya kearifan lokal beberapa masyarakat Indonesia yang memang sudah terbiasa merantau, seperti masyarakat Bugis, Jawa, Padang dan Batak. Bagi mereka, merantau merupakan tradisi yang harus dipertahankan dan sudah menjadi ciri khas secara turun temurun. Yang membedakan, jika biasanya mereka merantau tidak harus ke kota (urbanisasi), seiring dengan dampak positif modernisasi dan perkembangan informasi yang menyajikan informasi majunya kehidupan kota, maka kini pilihan-pilihan untuk merantau jatuh ke kota. Tak dapat kita pungkiri jika urbanisasi yang tidak terencana dan dipersiapkan, pada akhirnya hanya memindahkan masalah sosial-ekonomi dari desa ke kota. Para pendatang baru yang tidak siap bekal baik pendidikan maupun keterampilan akan hidup menggelandang sehingga menambah daftar kemiskinan. Hal-hal inilah yang menyebabkan sehingga kehidupan kota semakin rawan kejahatan (kriminalitas). Maka tak heran jika tingkat kriminalitas di kota berbanding lurus dengan tingkat kepadatan penduduknya. Akan tetapi jika dikelola dengan baik, pemerintah tidak seharusnya fobia dengan urbanisasi, karena gelombang urbanisasi ini juga memiliki dampak positif bagi kehidupan kita.

Diantara manfaat dari urbanisasi adalah bisa memodernisasi masyarakat desa. Mereka yang menjadi kaum urban dan pada saatnya kembali ke desa akan membawa budaya baru, yaitu budaya masyarakat kota yang lebih modern. Sehingga terjadi pemerataan yang menyeimbangkan kehidupan kota dan desa. Secara ekonomi, ketika musim mudik tiba kaum urban ini juga mampu menggerakkan ekonomi rakyat. Menurut keterangan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Hatta Rajasa sekitar Rp. 16 triliun rupiah yang berputar dibawah oleh pemudik pada momen lebaran Idul Fitri 1432 Hijriyah ini. Yang tak kalah penting, urbanisasi bisa menumbuhkan semangat kebersamaan. Urbanisasi menghilangkan polarisasi kedaerahan, kesukuan dan keagamaan. Bertemunya kaum urban di satu titik, menyebabkan terjadi asimilasi budaya sehingga melahirkan masyarakat baru yang lebih mengakomodasi heterogenitas, multikulturalisme dan pluralitas. Untuk mewujudkan semangat plurtalitas, harus dimulai dari intensitas interkasi secara langsung. Karena di sana, masing-masing bisa saling memahami satu sama lain tanpa tersekat oleh ruang dan waktu. Selama ini yang terjadi adalah gelombang urbanisasi berjalan hampir tanpa kontrol pemerintah. Maka yang menjadi tantangan pemerintah saat ini, bagaimana mengelola keinginan masyarakat untuk melakukan urbanisasi yang sudah menjadi buadaya tersebut. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan. Pertama pemerintah-pemerintah daerah membentuk tim khusus yang terpadu dengan tugas secara selektif menyaring mereka yang berkeinginan melakukan urbanisasi. Pada proses seleksi kaum urban ini, yang harus diprioritaskan adalah keterampilan, pendidikan, kepastian tempat yang dituju kota dan pekerjaan-. Kedua, agar tidak membludak maka ada kuota urbanisasi setiap tahun dan yang belum berkesempatan lolos pada tahun ini bisa mengeikuti seleksi pada tahun berikutnya. Rentang waktu menunggu ini dimanfaatkan untuk menambah kapasitas keterampilan dan pendidikan. Ketiga, pemerintah daerah berkoordiansi dengan pemerintah kota tujuan urbanisasi untuk memastikan kaum urban tersebut tidak salah tujuan. Keempat, memberi limitasi waktu kepada kaum urban tersebut, jika mereka tidak bisa survive di kota tujuan dalam jangka enam bulan misalnya, maka akan dipulangkan ke daerah asal. Karena urbanisasi telah menjadi budaya dan secara positif juga memberi manfaat, maka pemerintah jangan lepas tangan. Sebaliknya, budaya ini harus dijaga dan dikelola dengan bijaksana sehingga bisa ditransformasi dari sekedar ritual tahunan, menjadi gelombang budaya yang memiliki energi atau kekuatan bermanfaat bagi rakyat dan negara. *Penulis adalah Analis Society Reserach and Humanity Development (SERUM) Institute dan Pengurus Pusat KAMMI

Jusman Dalle Jl. Urip Sumoharjo Km. 05 Makassar jusmandalle@rocketmail.com 085299430323


Jurnal Urbanisasi http://mkp.fisip.unair.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=172:-dampak-urbanisasiterhadap-masyarakat-di-daerah-asal&catid=34:mkp&Itemid=62

You might also like