You are on page 1of 52

Prostat, Anatomi

Posted on 5 February 2011 by ArtikelBedah Prostat merupakan organ kelenjar dari sistem reproduksi pria. Merupakan kelenjar yang terdiri atas jaringan kelenjar dinding uretra yang mulai menonjol pada masa pubertas. Secara anatomi, prostat berhubungan erat dengan vesica urinaria, uretha, ureter, vas deferens dan vesica seminalis. Prostat terletak diatas diafragma panggul dan dapat diraba pada pemeriksaan colok dubur. Fungsi utama prostat adalah menghasilkan cairan untuk semen, yang mengandung ion sitrat, kalsium, ion fosfat, enzim pembeku dan profibrinolisin. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di urethra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat. MORFOLOGI DAN LOKALISASI Berat prostat normal orang dewasa berkisar antara 18 20 gram. Pada anak-anak beratnya sekitar 8 gram. Pada keadaan dimana terjadi pembesaran kelenjar prostat beratnya bisa mencapai 40 150 gram dan umumnya pada usia diatas 50 tahun. Ukuran prostat normal adalah tinggi 3 cm yang merupakan diameter vertikal, lebar 4 cm pada dasar transversal dan lebar anteroposterior 2,5 cm, dan dilewati oleh urethra pars prostatica. Prostat merupakan glandula fibromuskular yang mempunyai bentuk seperti piramid terbalik dengan basis (basis prostatae) menghadap ke arah collum vesicae. Basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ lain. Urethra masuk bagian tengah dari basis prostat.. Apex (apex prostatae) menghadap ke arah difragma urogenitale. Urethra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior. Facies anterior berbentuk konveks, facies posterior berbentuk agak konkaf dan dan dua buah facies infero-lateralis. Facies anterior berada 2,5 cm disebelah dorsal facies posterior symphysis osseum pubis. Celah yang terbentuk ini terisi oleh jaringan lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum retropubica (cavum Retzii) dan ligamentum puboprostaticum. Ligamentum puboprostaticum menghubungkan selubung fibrosa prostat dengan facies posterior os pubis. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi fascia pelvis. Facies posterior prostat menghadap ke arah rectum, berhubungan erat dengan permukaan anterior ampulla recti dan dipisahkan oleh septum rectovesicalis (fascia / ligamentum Denonvilliers). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah menuju corpus perinealis.

Facies infero-lateralis difiksasi oleh serabut-serabut anterior m. pubocoocygeus (m. levator ani) pada saat serabut berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius menembus bagian atas facies posterior prostat untuk bermuara pada urethra pars prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus prostaticus. Prostat dikelilingi oleh capsula prostatica yakni jaringan ikat pada permukaan prostat. Diluar capsula terdapat terdapat fascia prostatica, yang membungkus capsula prostatica, merupakan bagian dari lapisan viseral fascia pelvis, yang ke arah caudal melanjutkan diri menjadi fascia diaphragmatis urogenitalis superior dan difiksasi pada symphysis osseum pubis oleh ligamentum puboprostaticum mediale (ligamentum pubovesicale). Selain difiksasi oleh ligamentum puboprostaticum mediale yang mengandung m. puboprostaticus, juga difiksasi oleh ligamentum puboprostaticum laterale pada arcus tendineus fascia pelvis. Pada sisi lateral prostat, diantara fascia prostatica dan capsula prostatica terdapat plexus venosus prostaticus. Plexus venosus prostaticus menerima vena dorsalis penis, meneruskan aliran darah venous kepada plexus venosus vesicalis dan selanjutnya bermuara ke dalam vena iliaca interna. Urethra berjalan vertical menembus bagian anterior prostat. Basis prostat mempunyai hubungan erat dengan collum vesicae, kecuali di bagian lateral. Celah yang terbentuk diantaranya terisi oleh plexus venosus vesicoprostaticus dan ductus ejaculatorius. STRUKTUR DAN ZONA ANATOMI Prostat terdiri atas kelenjar (50%) dan jaringan ikat fibromuscular (25% myofibril otot polos dan 25% jaringan ikat). Jaringan fibromuscular ini tertanam mengelilingi prostat dan berkontrasi selama proses ejakulasi untuk mengeluarkan sekresi prostat ke dalam urethra. Kelenjar prostat adalah modifikasi bagian dinding urethra. Ujung urethra terproyeksi ke bagian dalam garis tengah posterior, berjalan sepanjang urethra prostatika dan berakhir spinkter striata. Pada bagian ujung yang lain, sebuah celah terbentuk (sinus prostaticus), dimana seluruh kelenjar mengalir kesitu (Mc. Neal, 1972). Pada bagian pertengahan, urethra melengkung kira-kira 35o kearah anterior (lengkungan ini dapat bervariasi antara 0 90o). Sudut yang terbentuk dari lengkungan ini membagi urethra prostatika secara anatomi dan fungsional menjadi bagian proksimal (preprostat) dan distal (prostat) (Mc. Neal 1977, 1988). Pada bagian proximal, otot polos sirkuler menebal untuk membentuk spinkter urethra internum. Pada lengkungan urethra, seluruh bagian utama kelenjar prostat terbuka sampai ke urethra prostatika. Ujung urethra melebar dan menonjol dari dinding posterior disebut verumontanum. Celah orificium kecil dari utrikulum prostat ditemukan pada bagian apex dari verumontanum dan terlihat melalui sistoskopi. Utrikulum panjangnya 6 mm sisa mullerian terbentuk dari kantong kecil yang terproyeksi ke atas dan bawah prostat. Pada pria dengan kelamin ganda, bisa terbentuk suatu divertikulum panjang yang menonjol pada bagian posterior prostat. Pada bagian lain dari orificium utrikula, 2 pembukaan kecil pada duktus ejakulatorius bisa terlihat. Duktus ejakulatorius terbentuk dari persambungan vas deferens dengan vesikula seminalis dan masuk ke basis prostat yang bergabung dengan vesica urinaria.

Secara umum kelenjar prostat berbentuk tubuloalveolar dengan sedikit percabangan dan sejajar dengan epitel kuboid atau kolumner. Penyebaran sel neuroendokrin, yang fungsinya tidak diketahui, ditemukan diantara sel sekretorius. Dibawah sel epitel, sel basal terletak sejajar setiap asinus dan akan menjadi stem sel untuk epitel sekretorius. Setiap asinus terlindungi oleh otot polos yang tipis dan jaringan ikat. Jaringan kelenjar membentuk tiga buah gugusan konsentris, dibedakan oleh lokasi duktus masing-masing ke dalam urethra, perbedaan lesi patologinya dan pada beberapa kasus berdasarkan embryologinya, yaitu : Gugusan mucosal (zone transisional) Sekitar 5% dari volume prostat, yang terletak paling profunda dengan saluran keluarnya yang bermuara ke dalam urethra disebelah cranial dari colliculus seminalis. Benign Prostat Hypertrophy (BPH) umumnya muncul dari zone ini. BPH awalnya merupakan mikronodul kemudian berkembang membentuk makronodul disekitar tepi inferior dari urethra preprostatik tepat diatas verumontanum. Makronodul ini selanjutnya menekan jaringan normal sekitarnya pada posteroinferior zone perifer dengan membentuk kapsul palsu disekitar jaringan hyperplasia. Perkembangan zone transisi ini menghasilkan gambaran lobus pada sisi atas urethra, Lobus ini pada saatnya akan menekan urethra pars prostatic dan preprostatik untuk menimbulkan gejala. . Sekitar 20% dari adenocarsinoma terjadi pada zone ini. Gugusan submucosal (zone sentral) Terletak terletak dibagian intermedia, saluran keluarnya bermuara kedalam urethra setinggi colliculus seminalis. Duktus zone central timbul secara sirkumferensial disekeliling pembukaan duktus ejakulatorius. Zone ini mengandung 25% dari volume prostat dan membentuk kerucut disekeliling duktus ejakulatorius pada bagian dasar vesica urinaria. Zone ini memiliki karakteristik secara struktural dan imunohistokimia yang berbeda dari bagian prostat yang lain, dan diduga berasal dari sistem duktus Wolffian (umumnya mirip dengan epididimis, vas deferens dan vesica seminalis) dimana bagian prostat yang lain berasal dari sinus urogenital. Berdasarkan hal tersebut zone sentral jarang terkena penyakit, hanya 1 5% adenokarsinoma yang timbul pada lokasi ini sekalipun terinfiltrasi oleh sel kanker dari zone yang berdekatan. Gugusan utama (glandula prostatica propria / zone perifer) Bentuk besar sekitar 70% dari volume prostat dan membungkus kedua gugusan lainnya, kecuali bagian depan, dihubungkan satu sama lain oleh isthmus prostat (serabut otot polos) yang tidak bersifat kelenjar. Gugusan ini mempunyai saluran keluar yang bermuara ke dalam sinus prostaticus sepanjang tempat masuk urethra pars prostatika (post spinkter). Sekitar 70% kanker prostat timbul pada zone ini dan umumnya disebabkan oleh prostatitis kronik. Lebih dari 1/3 massa prostat mengandung stroma fibromuskular anterior nonglandular. Bagian ini normalnya terbentang antara collum vesica urinaria sampai spinkter striata, meskipun kemungkinan bagian ini dapat digantikan oleh jaringan kelenjar pada pembesaran adenomatosa prostat. Bagian ini juga secara langsung

bersambung dengan capsul prostat, fascia visceral anterior dan bagian anterior spinkter preprostatik yang terdiri dari elastin, kolagen dan otot polos, yang jarang diinvasi oleh karsinoma. Prostat terbagi dalam beberapa lobus. Secara klinis prostat membentuk tiga buah lobus, yaitu dua buah lobus lateralis dan sebuah lobus medius. Kedua lobus lateralis dibagi oleh sulcus sentralis yang dapat dipalpasi pada pemeriksaan colok dubur dan dihubungkan satu sama lain disebelah ventral urethra oleh isthmus prostatae, yang tidak tampak dari luar. Lobus lateralis merupakan pembentuk massa prostat yang utama. Lobus medius, merupakan bagian yang berbentuk kerucut dari prostat dan terletak antara kedua ductus ejaculatorius dan urethra. Mempunyai ukuran ukuran yang bervariasi, terletak menonjol ke dalam urethra pars cranialis pada permukaan posterior, dan menyebabkan terbentuknya uvula vesicae. Hypertrophi lobus medius dapat menghalangi pengeluaran urine. Pembagian lobus ini tidak mempunyai hubungan dengan struktur histologik pada prostat normal, tetapi umumnya berhubungan dengan pembesaran patologik dari zone transisional bagian lateral dan kelenjar periurethral pada bagian sentral. VASKULARISASI DAN ALIRAN LYMPHE Arteri Ramus prostaticus dipercabangkan oleh arteria vesicalis inferior. Prostat seringkali juga mendapatkan suplai darah darah dari percabangan arteria rectalis superior. Apabila ada arteria rectalis media maka ada percabangannya yang mensuplai prostat. Ramus prostaticus memasuki prostat sepanjang garis posterolateral pada hubungan antara prostat dengan bagian bawah vesica urinaria sampai ke apex prostat. Ketika akan memasuki prostat arteri vesicalis inferior terbagi dalam dua cabang utama. . Arteri-arteri ini mendekati collum vesica urinaria pada posisi antara jam 1 sampai jam 5 dan posisi jam 7 sampai jam 11, dengan cabang paling besar pada bagian posterior. Selanjutnya memutar kearah caudal sejajar dengan urethra, untuk mensuplai urethra, kelenjar periurethral dan zone transisional. Begitupun pada pembesaran prostat yang jinak, arteri ini yang terutama menyediakan suplai darah untuk adenoma. Pada saat prostat direseksi atau dienukleasi, perdarahan yang paling penting biasanya ditemukan pada collum vesica urinaria, terutama pada posisi antara jam 4 dan jam 8. Arteri capsular merupakan cabang utama yang kedua dari arteri prostat. Arteri ini memiliki beberapa cabang kecil yang berjalan pada bagian anterior untuk mempercabangkan ke dalam capsula prostat. Bagian terbesar dari arteri ini berjalan posterolateral ke prostat dengan nervus cavernosus (serabut neurovaskuler) dan berakhir pada diafragma pelvis. Cabang capsular menembus prostat pada sudut 90o dan mengikuti reticular band dari stroma untuk mensuplai jaringan kelenjar. Vena Pembuluh vena berjalan memasuki plexus venosus prostaticus disekitar sisi

anterolateral prostat, sebelah posterior ligamentum arcauata pubic dan bagian bawah dari symphisis pubis, sebelah anterior dari vesica urinaria dan prostat. Aliran utama berasal dari vena dorsalis penis profunda. Plexus juga menerima ramus anterior vesicalis (plexus venosus vesicalis) dan prostatic (yang menghubungkan dengan plexus vesicalis dan vena pudenda interna) dan mengalirkan / bermuara kedalam vena vesicalis dan vena iliaca interna. Lymphe Pembuluh-pembuluh lymphe berjalan menuju ke lymphonodus iliacus internus. Ada juga yang menuju ke lymphonodus iliacus externus dan lymphonodus sacralis Pembuluh-pembuluh lymphe dari vas deferens berakhir pada lymphonodus iliacus externus, sedangkan yang berasal dari vesica seminalis mengalir ke lymphonodus iliacus internus dan externus. Pembuluh lymphe prostat terutama berakhir pada lymphonodus iliacus internus, lymphonodus sacralis dan lymphonodus obturator. Sebuah pembuluh lymphe dari permukaan posterior bersama-sama pembuluh lymphe vesicalis menuju ke lymphonodus iliacus extenus dan satu dari permukaan anterior mencapai lymphonodus iliakus internus dari gabungan pembuluh lymfe yang mengaliri urethra pars membranosa. INERVASI Prostat menerima serabut-serabut saraf sympathis dan parasympathis dari plexus nervosus prostaticus. Serabut-serabut parasympathis berasal dari medulla spinalis segmen sacralis. Inervasi sympathis dan parasympathis dari plexus pelvis berjalan sepanjang prostat sampai nervus cavernosa. Saraf mengikuti cabang dari arteri capsular untuk mempercabangkan pada bagian kelenjar dan stromal. Saraf parasympathis berakhir pada acinus dan merangsang sekresi, serabut sympathis menyebabkan kontraksi otot polos dari kapsul dan stroma. Penghambatan alfa-1 adrenergik mengurangi tonus stroma prostat dan tonus spinkter preprostatik dan meningkatkan laju aliran kencing pada orang dengan BPH (benign prostat hypertrophy), hal ini menjelaskan bahwa penyakit ini mempengaruhi stroma dan epitel. Gabungan peptidergic dan nitric oxida yang dikandung neuron juga telah ditemukan pada prostat dan bisa menyebabkan relaksasi otot polos. Neuron afferen dari prostat berjalan sepanjang plexus pelvis sampai pelvis dan pusat spinal thoracolumbar. Suatu blok prostatik mungkin bisa didapatkan dengan menyuntikkan anestesi lokal ke dalam plexus pelvis. DAFTAR PUSTAKA 1. Standring S. Prostate. Dalam Grays Anatomy The Anatomical Basics of Clinical Practice. Thirty-Ninth Edition. Editor Ellis H, Healy JC. Churchill Livingstone.

2. Widjoseno G. Saluran Kemih dan Alat Kelamin Lelaki . Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor Sjamsuhidajat R, de Jong W. Edisi 2. EGC Jakarta; 2005. 3. Luhulima JW. Urogenitalia. Diktat Kuliah Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar; 2002 4. Basmajian JV, Slonecker CE. Grant Metode Anatomi Berorientasi Pada Klinik. Edisi Kesebelas Jilid Satu. Editor Harjasudarma M. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 5. Rahardjo D. Prostat. Dalam : Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Binarupa Akasara; 1995. 6. Faiz O, Moffat D. Viscera Pelvis. At a Glance Series Anatomi. Erlangga, Jakarta; 2002. 7. Purnomo B. Dasar-dasar Urologi. SMF/Lab Ilmu Bedah RSUD Dr. Saiful Anwar Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang; 2003. 8. Snell RS. Clinical Anatomy An Illustrated Review with Questions and Explanations. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, USA; 2004. 9. Walsh, Retik, Vaughan, Wein. Prostate. Dalam Campbells Urology. Editor Kavvoussi, Novick, Partin, Peters. Eight Edition. Saunders. 10. http://www.prostatecentre.ca/prostate.html. Anatomy of the Prostate 11. http://www.prostatecentre.ca/prostate.html. Anatomy of the Prostate Gland 12. http://www. prostateline.com. Anatomy of the Prostate Gland 13. http://training.anatomy.com. Prostate Gland Anatomy and Physiology 14. Scwartz SI, Shires GT, editor. Urology. Dalam Principles of Surgery. Part II. Seventh Edition. McGraw-Hill : 1999 15. Hamilton WJ, editor. Prostate. Dalam Textbook of Human Anatomy. Second Edition. 16. Gardner E, Gray DJ, ORahilly R. Pelvis. Dalam Anatomy A Regional Study of Human Structure. Fourth Edition. WB. Saunders Company. 17. Williams RD, Cooper CS, Donovan JF. Urology. Dalam Lange Current Surgical Diagnosis and Treatment Fourth Edition.. Way LW, Doherty GM, editor. McGraw Hill; 2003 18. Hollinshead WH. Anatomy for Surgeons. Volume 2. A Hoeber-Harper Interanational Edition.

SYSTEM URINARIA
24 Jan By: Dr. Syamsu Alam, Sp.B Rumah Sakit Pertamina Cilacap Materi : Kelainan Traumatik, Neoplasma, Kelainan skrotum dan isinya, Transplantasi ginjal. Kelainan Traumatik GINJAL Penyebab : Truma tajam atau trauma tumpul Dapat menjadi bagian dari multiple trauama. Gejala klinis : Mungkin tidak ditemukan tanda klinis Bengkak dan memar daerah pinggang (swelling & bruising renal angle). Distensi abdomen akibat penimbunan darah atau urine, Dapat terjadi ileus. Respiratory distress akibat penekanan diafragma. Tahikardi dan hipotensi oleh karena hipovolemia Hematuri. Diagnosis: Lab .urine, hematuri Intravenous pyelografi (IVP). USG. Terapi : Konservatif ( Conservative management). Total bed rest. Hemodinamik ( Nadi dan tekanan darah) di monitor Evaluasi renal area adanya memar atau pembengkanan yang bertambah. Produksi urine tiap hari di evalauasi. Antibiotik dan analgesik. Bedah (Surgical management), dilakukan bila: Traumanya berat dan ada pergeseran ginjal, Perdarahan yang tidak teratasi. Dilakukan bersama-sama laparotomi. Terapi konservatif tidak membaik.

Trauma ginjal terbuka. KELAINAN TRAUMATIK URETER Penyebab : Trauma tajam pada kasus multi trauma. Cedera akibat operasi bedah atau operasi obstetry dan gynekologi. Gejala :

Nyeri daerah ginjal akibat adanya sumbatan ureter Olygouria / anuria. Terjadi fistula, ureterovaginal fistula.

Diagnosis: IVP, USG. Terapi : Parsial stenosis : dilatasi catater ureter. Eksplorasi, reseksi anatomose end to end. KELAINAN TRAUMATIK KANDUNG KEMIH / BLADDER Penyebab: Multiple trauma adalah penyebab paling sering menyebabkan cedera pada kandung kemih. Tindakan operasi : hysterektomi, operasi colon / rectum, operasi hernia / operasi vagina. Endoskopi. Spontan. Gejala klinis Umum / general: Shock, Hipotensi, Tachicardi,Demam. Lokal: Peritonismus, bengkak dinding abdomen, Perdarahan uretra, Odem skrotum / labium, Tidak bisa buang air kecil Diagnosis : Klinis: Riwayat tauma, tanda-tanda shock, tidak bisa buang air kecil, Hematuria. Radiology: Cystografi, foto polos abdomen dengan tanda-tanda fraktur pelvis, cystoscopy. Terapi : Perbaikan hemodinamik

Operasi Antibiotik Komplikasi : Peritonitis Infeksi Pelvis dan kandung kemih Infeksi ginjal Infeksi scrotum dan epididimis Fistula . Osteitis pubis KELAINAN TRAUMATIK URETRA Penyebab : Batu uretra, benda asing Instrumentasi pada uretra. Trauma dari luar: Straddle injury, biasanya mengenai uretra anterior, Cedera tulang pelvis, mengenai uretra posterior. Persalinan lama Ruptur yang spontan (biasanya didahului oleh striktur uretra) Gejala klinis Tergantung derajat kerusakan, dapat menyebabkan kesulitan atau tidak bisa buang air kecil. Perdarahan uretra, darah pada meatus uretra eksternus. Ruptur uretra posterior, pada rectal toucher ditemuka floating prostat. Diagnosis: Foto Uretrografi. Terapi: Sistosmtomi, tidak boleh dipasang kateter, Operasi uretroplasti. KELAINAN TRAUMATIK PENIS Penyebab : Trauma tumpul / trauma tajam / terkena mesin pabrik. Gejala klinis :Hematoma pada penis disertai rasa nyeri. Diagnosis :Kavernosografi Terapi :Operasi. ( Evakuasi hematome, penjahitan tunika albugenia). NEOPLASMA GINJAL

Tumor ginjal merupakan tumor urogenital ketiga terbanyak setelah tumor prostat dan tumor kandung kemih. Tumor ginjal bisa berupa tumor primer, atau tumor sekunder dari metastase tumor lainnya. Klasifikasi tumor ginjal Koteks ginjal : (Jinak : Adenoma, Lipoma, Hamartoma, Onkositoma), (Ganas ; Adenokarsinoma, Nefroblastoma) Sistem saluran: Jinak : Papiloma, Ganas : Tumor pelvis renalis. NEOPLASMA SALURAN KEMIH ADENOKARSINOMA GINJAL Tumor ganas parenkim ginjal yang berasal dari tubulus proksimal ginjal. Nama lain tumor Grawitz, hipernefroma Insiden: Dekade 5-7, 3 % tumor ganas pada dewasa. Etiologi: Banyak Faktor, Tembakau / rokok, Bahan-bahan kimia. Gejala klinis ; Febris, terbebasnya pirogen endogen / nekrosis tumor Anemi Hipertensi, terjadi A-V shunt pada massa tumor Tanda-tanda metastasis ke paru dan hepar. Diagnosis: Gejala klinis, IVP, USG, Ct scan Abdomen Terapi: Nefrektomi, dilakukan nefrektomi radikal yaitu mengangkat ginjal beserta kapsula gerota. Hormonal, dengan hormon progestagen hasilnya belum banyak diketahui. Immmunoterapi, dengan interferon dan interleukin pemakaiannya sangat terbatas karena mahal, masih dalam uji coba. Radiasi eksterna, tidak efektif karena tumor tidak sensitif terhadap radiasi. Sitostatika, tidak banyak memberi manfaat. NEFROBLASTOMA Adalah tumor ginjal yang banyak menyerang anak-anak terutama pada usia kurang 10 tahun, sering pada usia 3,5 tahun. Sering disebut juga tumor Wilm atau karsinoma sel embrional. Sering diiukuti kelainan bawaan seperti :

Aniridia Hemihipertropi Anomali organ urogenital. Neoplasma saluran kemih Nefroblastoma. Gejala klinis : Anak dibawah kedokter karena perut membesar, ada bejolan diperut atas Kencing berdarah Hipertensi. Diagnosis : USG, terdapat massa retropreritoneal sebelah atas. IVP, menunjukkan adanya distorsi sistem pelviokalises, mungkin nonvisualized. Stadium , menurut NWTS ( National Wilms Tumor Study) ada 5 stadium. 1. Tumor terbatas pada ginjal, dapat dieksisi sempurna. 2. Tumor meluas kejaringan sekitar, masih dapat dieksisi sempurna. 3. Ada sisa sel tumor di abdomen yang mungkin berasal dari biopsi atau ruptur yang terjadi sebelum / selama operasi. 4. Metastase hematogen 5. Tumor bilateral. Terapi: Radikal nefrektomi. Sitostatika, kombinasi antara Actinomisin D dengan Vincristine hasilnya cukup baik. Radiasi eksterna, bersifat radiosensitif. TUMOR URETER Tumor ureter sangat jarang, angka kejadian kurang 1 % dari tumor urogenital, 75 % maligna. Gejala klinis: Nyeri pinggang,Hematuri kambuhan, Gejala obstruksi oleh tumor. Diagnosis: IVP (ditemukan filling defek didalam lumen ureter, hidronefrosis, atau nonvisualized ginjal), Uretroskopi (untuk melihat tumor sekaligus biopsy). Terapi: Nefroureterektomi, mengangkat ginjal, ureter beserta cuff buli-buli sebanyak 2 cm disekeliling muara ureter.

TUMOR BULI-BULI / KANDUNG KEMIH Merupakan keganasan kedua setelah karsinoma prostat. Dua kali lebih banyak pada laki-laki dari wanita. Etiologi / faktor resiko: Pekerjaan, pekerja dipabrik kimia, laboratorium ( senyawa amin aromatik ) Perokok, rokok mengandung amin aromatik dan nitrosamin. Infeksi saluran kemih, E.Coli dan proteus Spp menghasilkan karsinogen. Kopi, pemanis buatan dan obat-obatan, untuk pemakaian jangka panjang dapat meningkatkan resiko karsinoma buli-buli. Histopatologi : 90 % merupakan karsinoma sel transisional, selebihnya merupakan karsinoma sel squamosa dan adenokarsinoma. Gejala klinis : Hematuri tanpa keluhan nyeri ( painless), kambuhan dan seluruh proses miksi. Retensi urine akibat, bekuan darah. Udema tungkai, akibat penekanan saluran limfe atau pembesaran kelenjar limfe di pelvis. Diagnosis ; IVP, ditemukan filling defect, hidronefrosis bila terjadi infiltrasi tumor ke muara ureter. CT scan, MRI. Terapi : Reseksi buli-buli, Sistektomi radikal. Instilasi intra vesika dengan obat-obat : Mitomisin C, 5 FU, Siklofospamide. Radiasi eksterna. PROSTAT Merupakan keganasan yang terbanyak. Insiden meningkat karena, meningkatnya umur harapan hidup, penegakan diagnosis yang lebih baik dan kewaspadaan yang tinggi. Etiologi : Predisposisi genetik Pengaruh hormonal, hormon androgen dari sel leydic testis dan adrenal Diet dan lingkungan Infeksi.

Gejala klinis : Gejala obstruksi saluran kencing, retensi urine, hematuri, hidronefrosis dan gagal ginjal. Keluhan akibat metastasis, nyeri pada tulang, paraplegi, fraktur patologi dan edema tungkai. Diagnosis : PSA ( prostat spesifik antigen) USG trans rektal CT scan, MRI dan bone scanning. Terapi : Observasi, stad awal dengan harapan hidup kurang dari 10 tahun. Prostatektomi radikal. Radiasi. Hormonal, menghilangkan sumber androgen dengan operasi atau medikamentosa. TESTIS Biasa ditemukan pada usia 15 35 tahun.: Etiologi : Maldescendus testis. Tauma testis Atropi /infeksi testis Hormonal : pemberian estrogen selama kehamilan akan meingkatkan kemungkinan terjadinya tumor testis pada anak laki yang dikandungnya. Gejala klinis : Pembesaran testis, tidak nyeri, padat dan tidak menunjukkan tanda illuminasi. Petanda tumor: Alfa Feto protein suatu glikoprotein yang diproduksi oleh sel tumor. Human Chorionik Gonadotropin, suatu protein yang diproduksi oleh jaringan trofoblas. Terapi : Tidak diperbolehkan biopsi tumor. Orkiektomi, Diskesi kelenjar retroperitoneal dan para aorta. Radiasi : jenis seminoma respon terhadap terhadap terapi, nonseminoma tidak respon Sitostatika : Sisplatinum, vinblastin dan Bleomisin.

TUMOR PENIS Tumor penis terdiri dari : Karsinoma sel basal. Melanoma Tumor parenkim Karsinoma sel squamous, yang paling banyak ditemukan. Berasal dari kulit preputium, glans dan shaft penis. Etiologi : Hygiene penis yang kurang bersih. Sirkumsisi mengurangi kejadian karsinoma penis Gejala klinis : Tumor yang kotor, berbau dan sering mengalami infeksi, ulserasi serta perdarahan. Pembesaran kelenjar limfe inguinal yang nyeri karena infeksi Diagnosis: Biopsi lesi primer, pencitraan dibutuhkan untuk menentukan penyebaran tumor. Terapi : Menghilangkan lesi primer : Sirkumsisi, yang masih terbatas pada preputium Penektomi parsial, angkat tumor beserta jaringan sehat sepanjang kurang lebih 2 cm dari proksimal tumor. Penektomi total dan ureterotomi perineal. Radieasi eksterna, hasilnya tidak memuaskan. Topikal dengan kemoterapi Terapi kelenjar limfe regional, beberapa ahli menganjurkan pemberian antibiotik 4 6 minggu, bila menghilang tidak dilakukan diseksi, tetapi bila tetap membesar dilakukan diseksi kelenjar limfe inguinal bilateral. TESTIS MALDESENSUS Pada masa janin testis berada di rongga abdomen dan beberapa saat sebelum bayi lahir, testis mengalami desensus testikulorum ke kantung scrotum. Apabila proses tidak bejalan normal maka terjadi maldesensus. Etiologi: Kelainan pada gubernakulum testis. Kelainan intrinsik testis Defisisnesi hormon gonadotropin yang memacu proses desensus testis.

Patofisiologi: Suhu rongga abdomen lebih kurang 1 0 C lebih tinggi dari suhu di dalam rongga scrotum, sehingga testis abdominal selalu mendapatkan suhu yang lebih tinggi dari testis normal. Hal ini mengakibatkan kerusakan sel-sel epitel germinal testis. Gejal klinis : Tidak ditemukan testis di rongga scrotum. Kulit scrotum mengalami hipoplasi karena tidak pernah ditempati scrotum. Diagnosis : Secara klinis, USG untuk mencari lokasi testis kadang sulit. Flebografi untuk mencari plexus pampiniformis. CT scan dan MRI Terapi: Testis diturunkan dengan pembedahan maupun medikamentosa. HIDROKEL Penumpukan cairan yang berlebihan di antara lapisan parietalis dan visceralis tunika vaginalis testis. Etiologi : Belum sempurnya penutupan prosessus vaginalis Belum sempurnanya sistem limfatik di scrotum dalam melakukan reabsorbsi cairan hidrokel. Gejala klinik: Benjolan di scrotum tidak nyeri. Pemeriksaan transilluminasi positif Diagnosis: Klinis dan dapat dibantu dengan USG. Dikenal ada 3 jenis hidrokel : Hidrokel testis Hidrokel funikuli Hidrokel komunikans. Terapi : Ditunggu sampai usia anak mencapai 1 tahun Operasi ligasi pada anak, hidrokelektomi pada orang dewasa.

VARIKOKEL Dilatasi abnormal dari vena plexus pampiniformis akibat gangguan aliran balik vena spermatika interna. Kelainan 15 % pada pria. Merupakan salah satu penyebab infetilitas pada pria ( 21 41 %). Etiologi : Penyebab secara pasti belum diketahui. Varikokel kiri lebih sering dari verikokel kanan (70-93 %), hal ini disebabkan oleh karena vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan bermuara vena cava yang agak miring . Vena spermatika interna kiri lebih panjang dari yang kanan. Gejala klinis dan diagnosis : Benjolan diatas testis yang agak nyeri. Pemeriksaan dilakukan dalam posisi berdiri, kemudian palpasi scrotum, jika diperlukan pasien diminta melakukan manuver valsava, teraba bentukan seperti kumpulan cacing di dalam kantung sebelah cranial testis. Dibedakan menjadi 3 derajat : Kecil : varikokel dapat dipalpasi setelah manuver valsava. Sedang : Varikokel dapat dipalpasi tanpa manuver valsava. Besar : Varikokel dapat di lihat tanpa manuver valsava. Terapi : Dilakukan bila ada indikasi terjadi gangguan spermatogenesis. Ligasi tinggi vena spermatika interna secara Palomo. Varikokelektomi cara Ivanisevich Perkutan dengan memasukkan sklerosing kedalam vena spermatika interna. TORSIO TESTIS Adalah terpuntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya gangguan aliran darah pada testis. Patogenesis: Secara fisiologis m. cremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan menjauhi rongga abdomen untuk mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsi jika bergerak secara berlebihan seperti : perubahan suhu yang mendadak, ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat atau trauma yang mengenai scrotum.

Gejala klinis dan diagnosis : Nyeri hebat dan mendadak di scrotum disertai pembengkakan testis. Pemeriksaan fisik, testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal dari testis kontra lateral., pada torsi yang baru terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Biasanya disertai demam. Terapi : Detorsi manual, mengembalikan testis keposisi awalnya dengan memutar kearah beralawanan dengan arah torsi. Operasi, dilakukan orchidopeksi bila testis masih viable dan orchiectomi bila testis sudah nekrosis. TRANSPLANTASI GINJAL Transplantasi ginjal pada manusia dilakukan pertama kali oleh Lawler tahun 1950 di Chicago. Operasi berhasil baik, tetapi hasil hanya bertahan beberapa waktu saja. Tahun 1954 Murray di Boston melakukan tranplantasi pada saudara kembar monozigot dan hasilnya dapat bertahan lama. Secara tehnik bedah transplantasi dibedakan 2 macam : 1. Cara ortotopik, bila organ yang dicangkokkan dipasang pada tempat aslinya. Sementara organ asli diambil terlebih dahulu. 2. Cara heterotopik, bila organ yang dicangkokkan dipasang di tempat lain, sementara organ yang rusak tidak dikeluarkan. Donor untuk tranplantasi ada dua sumber: Donor hidup, Donor mayat. Sebelum dilakukan tranplantasi, ginjal arus diperiksa arteriogram ke dua arteri renalis untuk menentukan adanya ginjal dan dalam keadaan anatomi perdarahannya, tes tes laboratorium untuk menentukan ke cocokan antara donor dan resipien. Transplantasi Ginjal Ginjal yang dicangkokkan ditempatkan di ruang retroperitoneal di regio fossa iliaka. Vena renalis dianastomose secara ujung ke sisi dengan vena iliaka commonis. Arteri renalis langsung dianastomose secara ujung ke ujung dengan arteri iliaka interna atau secara ujung ke sisi dengan arteri iliaka communis atau iliaka eksterna. Anastomosis neoureterosistostomi di buat dengan menembus submukosa untuk mencegah refluks. Hasil transplantasi tergantung berbagai faktor. Ginjal donor hidup dapat bertahan lebih lama dibanding donor mayat. Tetapi kebanyakan pasien transplantasi ginjal akan membutuhkan transplantasi ke dua atau ke tiga atau terpaksa di dialisis seperti sebelumnya.

Trauma Penis (terjemah bebas)

Pendahuluan Trauma yang mencederai penis dapat berupa trauma tumpul, trauma tajam, terkena mesin pabrik, ruptur tunika albuguinea, atau strangulasi penis. Pada trauma tumpul atau terkena mesin, jika tidak terjadi amputasi total, penis cukup dibersihkan dan dilakukan penjahitan primer. Jika terjadi amputasi penis total) dan bagian distal dapat diidentifikasi, dianjurkan dicuci dengan larutan garam fisiologis kemudian disimpan di dalam kantung es, dan dikirim ke pusat rujukan. Jika masih mungkin dilakukan replantasi (penyambungan) secara mikroskopik. Fraktur Penis Fraktur penis adalah ruptura tunika albuginea korpus kavernosum penis yang terjadi pada saat penis dalam keadaan ereksi. Ruptura ini dapat disebabkan karena dibengkokkan sendiri oleh pasien pada saat masturbasi, dibengkokkan oleh pasangannya, atau tertekuk secara tidak sengaja pada saat hubungan seksual. Akibat

tertekuk ini, penis menjadi bengkok (angulasi) dan timbul hematoma pada penis dengan disertai rasa nyeri. Untuk mengetahui letak ruptura, pasien perlu menjalani pemeriksaan foto kavernosografi yaitu memasukkan kontras ke dalam korpus kavernosum dan kemudian diperhatikan adanya ekstravasasi kontras keluar dari tunika albuginea. Tindakan Eksplorasi ruptura dengan sayatan sirkuminsisi, kemudian dilakukan evakuasi hematoma. Selanjutnya dilakukan penjahitan pada robekan tunika albuginea. Robekan yang cukup lebar jika tidak dilakukan evakuasi hematom dan penjahitan, dapat menyebabkan terbentuknya jaringan ikat pada tunika yang menimbulkan perasaan nyeri pada penis dan bengkok sewaktu ereksi. Strangulasi Penis

Strangulasi penis adalah jeratan pada pangkal penis yang menyebabkan gangguan aliran darah pada penis. Gangguan aliran darah ini mengakibatkan penis menjadi iskemia dan edema yang jika dibiarkan akan menjadi nekrosis. Jeratan ini dapat terjadi pada orang dewasa maupun pada anak-anak. Pada orang dewasa penjeratnya berupa logam, tutup botol, atau karet yang biasanya dipasang pada batang penis untuk memperlama ereksi. Pada anak kecil biasanya jeratan pada penis dipasang oleh ibunya untuk mencegah ngompol (enuresis) atau bahkan secara tidak sengaja terjadi pada bayi yang terjerat tali popok atau rambut ibunya. Jeratan pada penis harus segera ditanggulangi dengan melepaskan cincin atau penjerat yang melingkar pada penis. Karena edema yang begitu hebat, jeratan oleh cincin logam sulit untuk dilepaskan. Beberapa cara untuk melepaskan cincin yang menjerat batang penis adalah: (1) memotong logam itu dengan gerinda atau gergaji listrik, tetapi dalam hal ini energi panas yang ditimbulkan dapat merusak jaringan penis, (2) melingkarkan tali pada penis pada sebelah distal logam dan kemudian melepaskannya perlahan-lahan seperti pada Gambar 6-7, atau (3) melakukan insisi pada penis yang telah mengalami edema dengan tujuan membuang cairan (edema) sehingga logam dapat dikeluarkan.

Cara melepaskan logam yang melingkar pada penis, a. Cincin logam melingkar di pangkal penis, b. Seutas tali dimasukkan di antara penis dan cincin, c. Bagian tali yang berada di sebelah distal penis dilingkarkan pada batang penis sehingga d. diameter penis di sebelah distal cincin lebih kecil daripada diameter lumen cincin, e. Perlahan-lahan cincin dapat ditarik ke luar dengan tetap menambah lingkaran tali pada penis, f. Cincin dapat dikeluarkan dari penis. Trauma luka pada alat kelamin jarang terjadi, sebagian karena mobilitas penis dan skrotum. Tahap phalik luka trauma tumpul biasanya menjadi perhatian hanya dengan penis tegak, ketika fraktur albuginea tunika dapat menghasilkan. Secara umum, mendorong bedah rekonstruksi dari kebanyakan penis biasanya menyebabkan cedera yang cukup dan dapat diterima kosmetik dan hasil fungsional.

Fracture Penis

Etiology

Fraktur penis adalah gangguan dari tunika albuginea dengan pecahnya corpus cavernosum. Patah tulang kuat biasanya terjadi selama hubungan seksual, ketika penis yang kaku slip keluar dari vagina dan perineum pemogokan atau tulang kemaluan (kecerobohan du coit), mempertahankan kelukan cedera. Tunika albuginea adalah struktur bilaminar (dalam lingkaran, luar longitudinal) terdiri dari kolagen dan elastin. Lapisan luar menentukan kekuatan dan ketebalan tunika, yang bervariasi di lokasi yang berbeda sepanjang poros (Hsu et al, 1994; Brock et al, 1997). Kekuatan tarik albuginea tunika luar biasa, menolak tekanan intracavernous pecah sampai naik ke lebih dari 1500 mm Hg (Bitsch et al, 1990). Ketika penis ereksi tikungan tidak normal, yang tiba-tiba peningkatan tekanan intracavernosal melebihi kekuatan tarik tunika albuginea, dan robekan melintang poros proksimal biasanya hasil. Sedangkan penis patah tulang yang paling sering dilaporkan dengan hubungan seksual, hal itu juga telah dijelaskan dengan masturbasi, berguling atau jatuh ke ereksi penis, dan berbagai skenario lainnya. Di Timur Tengah, akibat perbuatan diri fraktur mendominasi; yang ereksi penis bengkok secara paksa selama masturbasi atau sebagai sarana untuk mencapai detumescence cepat, praktek taghaandan. Mydlo (2001) melaporkan bahwa 94% dari patah tulang di Philadelphia, Pennsylvania, adalah akibat dari hubungan seksual; Zargooshi (2000) menggambarkan 69% dari patah tulang di Kermanshah, Iran, sebagai akibat manipulasi diri. Air mata yang biasanya tunical melintang dan 1 hingga 2 cm panjangnya (Asgari et al, 1996; Mydlo, 2001). Cedera biasanya sepihak, walaupun air

mata di kedua kopral jenazah telah dilaporkan (Mydlo, 2001; El-Taher et al, 2004). Meskipun situs rupture dapat terjadi di mana saja di sepanjang batang penis, sebagian besar distal ke suspensori ligament.

Diagnosis and Imaging

Diagnosis fraktur penis sering langsung dan dapat dibuat dipercaya oleh sejarah dan pemeriksaan fisik saja. Pasien biasanya menggambarkan retak atau suara muncul sebagai tunika air mata, diikuti oleh rasa sakit, detumescence cepat, dan perubahan warna dan pembengkakan pada batang penis. Jika fasia Buck tetap utuh, hematom penis tetap berisi antara kulit dan tunika, mengakibatkan cacat terung yang khas (Gambar 83-1). Jika fasia Buck terganggu, hematom dapat memperluas ke skrotum, perineum, dan daerah suprapubik. Yang bengkak, lingga ecchymotic sering menyimpang ke sisi yang berlawanan dengan tunical air mata karena massa hematom dan efek. Garis yang patah tulang di tunika albuginea dapat teraba. Bekuan darah secara langsung terhadap situs fraktur bisa teraba; yang bergulir tanda menggambarkan suatu perusahaan, mobile, diskrit, pembengkakan lembut di mana kulit penis dapat digulung (Naraynsingh dan Raju, 1985). Karena rasa takut dan malu yang umumnya terkait, presentasi pasien ke klinik gawat darurat atau kadang-kadang secara signifikan tertunda.

Gambar 1 Eggplant deformity, Terong cacat, penampilan klasik fraktur penis selama hubungan seksual berkelanjutan Insiden cedera uretra secara signifikan lebih tinggi di Amerika Serikat dan Eropa (20%) dibandingkan di Asia dan Timur Tengah (3%), mungkin karena etiologi yang berbeda-hubungan seksual versus trauma cedera akibat perbuatan sendiri (Eke, 2002; Zargooshi , 2002; Jack et al, 2004). Sebagian besar cedera uretra yang berhubungan dengan hematuria gross, darah di meatus, atau ketidakmampuan untuk membatalkan, meskipun tidak adanya temuan ini tidak mengesampingkan definitif cedera uretra (Tsang dan Demby, 1992; Mydlo, 2001; Jack et al, 2004). Mengingat bahwa cedera uretra tidak jarang terjadi dan bahwa urethrography adalah kajian sederhana dan dapat diandalkan, dokter harus memiliki ambang yang rendah untuk uretra evaluasi dalam semua kasus fraktur penis. Khas sejarah dan presentasi klinis fraktur penis biasanya membuat studi pencitraan ajuvan yang tidak perlu. Meskipun telah cavernosography menganjurkan untuk membantu dalam diagnosis, studi negatif palsu telah dilaporkan (Mydlo, 2001); falsepositif dapat hasil penelitian dari memadai kopral mengisi satu tubuh dan salah tafsir drainase vena yang rumit (Pliskow dan Ohme, 1979; Beysel et al, 2002). Cavernosography tidak disarankan dalam evaluasi fraktur penis yang dicurigai karena memakan waktu dan tidak familiar bagi kebanyakan urolog dan ahli radiologi (Morey et al, 2004). Ultrasonography, meskipun non-invasif dan mudah dilakukan, juga telah dikaitkan dengan studi falsenegative signifikan (Koga et al, 1993; Fedel et al, 1996). Magnetic Resonance Imaging adalah non-invasif dan sangat akurat sarana menunjukkan gangguan dari tunika albuginea (Fedel et al, 1996; Uder et al, 2002). Argumen yang menentang penggunaan rutin Magnetic Resonance Imaging adalah biaya, terbatasnya ketersediaan, dan waktu persyaratan yang terlibat dengan studi.

Magnetic Resonance Imaging adalah wajar dalam evaluasi pasien tanpa presentasi yang khas dan temuan fisik fraktur penis. Patah tulang palsu telah dilaporkan pada pasien yang hadir dengan penis pembengkakan dan ecchymosis, meskipun mereka tidak menggambarkan klasik snap-pop atau detumescence cepat biasanya berkaitan dengan fraktur. Pemeriksaan fisik mungkin tidak memadai untuk diagnosa definitif kopral air mata dalam kondisi berikut (Shah et al, 2003). Pembedahan eksplorasi atau evaluasi dengan pencitraan resonansi magnetik harus dipertimbangkan. Kondisi lain yang mungkin meniru fraktur penis dorsal pecahnya arteri atau vena penis selama hubungan seksual (Bagus et al, 1992; Armenakas et al, 2001).

Management

Beberapa publikasi kontemporer menunjukkan bahwa penis yang diduga patah tulang harus segera diperbaiki dieksplorasi dan pembedahan. Sebuah menyunat distal sayatan (Gambar 83-2) yang pantas dalam kebanyakan kasus, sehingga memberikan pemaparan ke semua tiga penis kompartemen (Morey et al, 2004). Penutupan tunical sela cacat dengan 2-0 atau 3-0 jahitan diserap dianjurkan; dalam vaskular kopral dbridement bahu ligasi atau berlebihan dari jaringan ereksi yang mendasari halus harus dihindari. Cedera uretra parsial harus oversewn jahitan diserap dengan baik melalui kateter uretra. Lengkap cedera uretra harus dbrided, dimobilisasi, dan diperbaiki dalam mode bebas dari ketegangan di atas kateter. Antibiotik spektrum luas dan 1 bulan pantang seksual dianjurkan.

Gambar 2 Transverse kiri lecet corpus cavernosum penis berhubungan dengan patah tulang, berhasil diperbaiki melalui sayatan sunat.

Outcome and Complications

Bedah rekonstruksi langsung menghasilkan pemulihan lebih cepat, penurunan morbiditas, tingkat komplikasi yang lebih rendah, dan insiden rendah jangka panjang lekukan penis (Nicolaisen et al, 1983; Orvis dan McAninch, 1989; Hinev, 2002; ElTaher et al, 2004; Muentener et al, 2004). Pengelolaan konservatif hasil fraktur penis dalam lekukan penis di lebih dari 10% pasien, abses atau melemahkan plak di 25% hingga 30%, dan secara signifikan lebih lama rawat inap kali dan pemulihan (Meares, 1971; Nicolaisen et al, 1983; Kalash dan Young, 1984; Orvis dan McAninch, 1989). Zargooshi (2002) melaporkan dalam serangkaian bedah pribadi dari 170 pasien bahwa pengelolaan bedah penis patah tulang mengakibatkan fungsi ereksi dibandingkan dengan kontrol dari populasi. Waktu operasi dapat mempengaruhi keberhasilan jangka panjang. Di antara pasien yang diobati dengan pembedahan, yang mengalami perbaikan dalam waktu 8 jam dari cedera yang secara signifikan lebih baik hasil jangka panjang daripada mereka yang menjalani operasi tertunda 36 jam setelah terjadi fraktur (Asgari et al, 1996; Karadeniz dkk, 1996) Gunshots and Penetrating Injuries

Luka tembakan

Mayoritas luka menembus ke alat kelamin disebabkan oleh tembakan (Mohr et al, 2003), dan paling membutuhkan eksplorasi bedah. Prinsip pengobatan segera meliputi eksplorasi, berlebihan irigasi, eksisi benda asing, antibiotik profilaksis, dan bedah penutupan. Tembakan cedera pada lingga terisolasi jarang luka; 77% hingga 80% dari korban luka-luka yang berhubungan signifikan, termasuk Genitourinary

tambahan, perut, panggul, ekstremitas bawah, pembuluh darah, atau cedera inguinalis (Goldman et al, 1996; Bandi dan Santucci, 2004 ). Excellent kosmetik dan hasil fungsional yang dapat diharapkan dengan segera rekonstruksi (Gomez et al, 1993; Goldman et al, 1996). Cedera uretra telah dilaporkan terjadi pada 15% sampai 50% dari luka tembak penis (Miles et al, 1990; Goldman et al, 1996; Mohr et al, 2003). Urethrography retrograde harus benar-benar dipertimbangkan dalam menembus setiap pasien dengan cedera pada penis, terutama dengan kecepatan tinggi rudal cedera, darah di meatus, atau kesulitan buang air kecil dan ketika sedang berada di dekat lintasan peluru uretra (Goldman et al, 1996; Mohr et al , 2003; Bandi dan Santucci, 2004); alternatif, uretra mundur intraoperative suntikan metilena nila biru atau merah tua dapat mengidentifikasi situs cedera dan kecukupan penutupan. Cedera uretra harus ditutup terutama dengan menggunakan prinsip-prinsip urethroplasty standar; hasil yang sangat baik telah dilaporkan (Miles et al, 1990; Bandi dan Santucci, 2004). Pasien dengan cedera uretra di hadapan kerusakan jaringan luas dan efek ledakan dari kecepatan tinggi senjata atau senapan jarak dekat ledakan biasanya membutuhkan perbaikan dan kencing dipentaskan pengalihan (Bandi dan Santucci, 2004). Gigitan Hewan dan Manusia Morbiditas gigitan binatang secara langsung berhubungan dengan keparahan luka awal. Kebanyakan korban adalah laki-laki, dan gigitan anjing adalah cedera yang paling umum (Gomes et al, 2001; Van der Horst et al, 2004). Komplikasi infeksi yang biasa dicari perawatan sejak dini. Pengelolaan awal gigitan anjing berlebihan termasuk irigasi, dbridement bahu, dan segera penutupan utama bersama dengan profilaksis antibiotik spektrum luas (Cummings dan Boullier, 2000). Imunisasi tetanus dan rabies harus digunakan sebagaimana mestinya. Karena polymicrobial risiko infeksi, empiris pengobatan dengan antibiotik spektrum luas seperti cephalexin cefazolin atau dianjurkan. Wolf dan koleganya (1993) menyarankan penggunaan tambahan penisilin V (500 mg empat kali sehari) untuk menyediakan cakupan terhadap Pasteurella multocida, yang hadir dalam 20% sampai 25% dari luka gigitan anjing. Atau, kloramfenikol sendirian (50 mg / kg setiap hari selama 10 hari) adalah mudah tersedia, murah pilihan yang telah terbukti efektif di negara-negara berkembang (Gomes et al, 2001). Menggigit manusia terkontaminasi berpotensi menghasilkan luka yang sering tidak boleh ditutup terutama. Kebanyakan korban gigitan manusia mencari perhatian medis setelah penundaan yang substansial dan dengan demikian lebih mungkin hadir dengan infeksi kotor. Administrasi antibiotik empiris dibenarkan dengan cara yang sama seperti dengan gigitan anjing, meskipun bakteriologi dari luka-luka tidak identik.

Amputasi Traumatik amputasi dari penis, meskipun jarang, biasanya merupakan hasil genital melukai diri sendiri. Enam puluh lima persen menjadi 87% dari pasien melakukan mutilasi diri alat kelamin adalah psikotik (Greilsheimer dan Groves, 1979; Aboseif et al, 1993; Romilly dan Ishak, 1996). Konsultasi psikiatri harus dicari dalam semua kasus. Pasien harus dipindahkan ke fasilitas dengan kemampuan microsurgical, namun jika ini tidak tersedia, makroskopik anastomosis dari uretra dan kopral badan dapat dilakukan dengan hasil ereksi yang baik, meskipun dengan sedikit sensasi dan kehilangan kulit yang lebih besar. Rekonstruksi uretra dan reanastomosis dari microsurgical kavernosum dengan perbaikan kapal dan saraf penis mencapai hasil yang sangat baik. Setiap upaya harus dilakukan untuk mencari, bersih, dan melestarikan potongan bagian dalam tas ganda teknik. Distal penis harus dibilas berulang kali dalam larutan garam, terbungkus kain kasa basah garam, dan disegel di dalam kantong plastik yang steril. Tas kemudian harus ditempatkan dalam kantong luar dengan es atau lumpur (Jezior et al, 2001). Termal cedera pada segmen diamputasi dapat terjadi jika berada dalam kontak langsung dengan es untuk waktu yang lama. Sukses reimplantation mungkin setelah 16 jam dari waktu ischemia dingin atau 6 jam hangat iskemia (Lowe et al, 1991). Jika bagian yang rusak tidak tersedia, tunggul penis harus diformalkan oleh korporasi dan menutup uretra spatulating yang neomeatus, mirip dengan prosedur penectomy parsial penyakit ganas. Mikrovaskuler rekonstruksi dorsal arteri, vena, dan saraf adalah metode paling disarankan untuk memperbaiki diamputasi penis (lihat Key Points: Langkah demi Langkah Pendekatan untuk penis Reattachment). Memadai fungsi ereksi mungkin dengan kedua mikrovaskuler reanastomosis dan makroskopik replantation, dengan lebih dari 50% laki-laki mampu mencapai ereksi dengan baik teknik (Bhanganada et al, 1983; Lowe et al, 1991; Aboseif et al, 1993). Namun, komplikasi seperti striktur uretra, kulit kehilangan, dan kelainan sensorik semua jauh lebih tinggi tanpa mikrovaskuler perbaikan. Sensasi penis normal kembali dalam 0% sampai 10% pasien setelah makroskopik replantation (Bhanganada et al, 1983; Lowe et al, 1991), sedangkan sensasi hadir di lebih dari 80% dari mikroskopis replantations (Yordania dan Gilbert, 1989; Lowe et al, 1991; Jezior et al, 2001). Kulit penis kehilangan, seringkali lengkap, masalah yang signifikan setelah makroskopik perbaikan. Salah satu strategi yang efektif adalah dengan menggunduli lingga semua kulit dan mengubur dalam skrotum, meninggalkan kelenjar terbuka, dengan pemisahan struktur setelah 2 bulan (Bhanganada et al, 1983; Yordania dan Gilbert, 1989). Mineo dan rekan (2004) melaporkan penggunaan lintah medis pada penis setelah nonmicroscopic replantation sebagai sarana untuk meningkatkan aliran vena dan menurunkan edema.

KEY POINTS: STEP BY STEP PENDEKATAN PENIS REATTACHMENT


Dua-lapisan penutupan uretra melalui kateter dengan 5-0 jahitan diserap Pembedahan Minimal sepanjang neurovaskular bundel untuk mengidentifikasi pembuluh dan saraf putus Penutupan tunika albuginea dengan 3-0 jahitan diserap Mikroskopis anastomosis dari arteri dorsal dengan nilon 11-0 Mikroskopis vena dorsalis perbaikan dengan 9-0 nilon Mikroskopis epineural perbaikan saraf dorsal dengan nilon 10-0 Suprapubik cystostomy

Luka terkena Risleting Ritsleting luka ke penis biasanya perangkap mabuk tidak sabar laki-laki atau orang dewasa. Beberapa manuver yang tersedia untuk membebaskan kulit dan terjebak untuk menghapus mekanisme. Setelah penis blok, geser ritsleting dan berbatasan potongan kulit bisa dioleskan minyak mineral, diikuti oleh satu upaya untuk unzip dan melepaskan (Kanegaye dan Schonfeld, 1993; Mydlo, 2000). Bahan kain terhubung ke ritsleting dapat menorehkan dengan pemotongan tegak lurus di antara setiap gigi untuk melepaskan dukungan lateral ritsleting, memungkinkan perangkat berantakan dan melepaskan kulit yang terperangkap (Oosterlinck, 1981). Tulang alat pemotong atau serupa dapat digunakan untuk memotong median bar (sambungan berbentuk berlian) dari potongan slide. Manuver ini memungkinkan pemisahan atas dan bawah perisai dari perangkat geser, dan seluruh ritsleting berantakan (Flowerdew et al, 1977; Saraf dan Rabinowitz, 1982). Beberapa anak mungkin memerlukan lebih dari bius lokal atau sedasi; sunat atau eksisi elips kulit dapat dilakukan di ruang operasi di bawah anestesi (Yip et al, 1989; Mydlo, 2000). Luka-luka Strangulasi Terkadang luka-luka dengan benang, rambut, atau karet gelang terjadi pada anakanak, tetapi pelecehan anak-anak harus dipertimbangkan dalam kasus seperti itu. Setiap anak dengan penis yang tidak dapat dijelaskan bengkak, eritema, atau kesulitan buang air kecil harus diperiksa dengan cermat untuk rambut strangulating yang tersembunyi atau string. Orang dewasa mungkin letakkan benda di sekitar poros sebagai sarana kenikmatan seksual atau untuk memperpanjang ereksi. Perangkat yang konstriksi dapat mengurangi aliran darah, menyebabkan edema, dan menginduksi iskemia; gangren dan cedera uretra dapat berkembang dalam presentasi tertunda. Memerlukan perawatan mendadak dekompresi dari penis terbatas untuk memungkinkan aliran darah dan berkemih. Tergantung pada perangkat konstriksi, sumber daya yang signifikan mungkin diperlukan dari dokter.

String, rambut, dan karet gelang dapat bertakuk. Awal upaya untuk menghapus perangkat konstriksi padat menyebabkan penis pencekikan melibatkan pelumasan poros dan benda asing dan mencoba penghapusan langsung. Edema distal ke pencekikan penghapusan sering membuat sulit. Sebuah string atau lateks dapat turniket distal melilit poros untuk mengurangi pembengkakan dan untuk meningkatkan kemungkinan mengeluarkan perangkat dengan pelumas. Jika objek konstriksi tidak dapat dipotong atau dihapus, teknik string harus dipertimbangkan (Browning dan Reed, 1969; Vahasarja et al, 1993; Noh et al, 2004). Benang sutra tebal atau tali pita melewati proksimal di bawah objek dan luka tercekik erat di penis distal menuju kelenjar. Tag pada jahitan atau tape proksimal ke cincin ditangkap; lilitan dari ujung proksimal akan mendorong objek distal. Glanular tusuk dengan jarum atau pisau akan memungkinkan pelarian terjebak gelap darah dan meningkatkan kemungkinan menghapus objek dengan metode string (Browning dan Reed, 1969; Noh et al, 2004). Perangkat konstriksi plastik dapat menorehkan dengan pisau bedah atau berosilasi cast melihat (Pannek dan Martin, 2003), tetapi benda logam sekarang tantangan yang lebih sulit. Tersedia peralatan rumah sakit (cincin pemotong, pemotong besi, bor gigi, ortopedi dan operasi bedah saraf latihan) mungkin tidak akan cukup untuk memotong besi atau baja berat item. Penggunaan latihan industri, baja gergaji, hacksaws, saber gergaji, dan kecepatan tinggi bor listrik telah dilaporkan (Perabo et al, 2002; Santucci et al, 2004). Pada kesempatan itu, pemadam kebakaran dan peralatan pelayanan medis darurat mungkin diperlukan untuk memotong melalui cincin besi dan baja. Lingga harus dilindungi dari cedera termal, bunga api, dan pisau memotong atau bit dengan menggunakan lidah depressors, spons, atau lentur retraktor. Rumit seperti usaha yang paling baik dilakukan di ruang operasi di bawah anestesi. Jika ada keterlambatan dalam dekompresi dan pasien tidak dapat batal dan tidak nyaman atau menggelembung, sebuah kateter kandung kemih suprapubik harus ditempatkan. Kesimpulan Gangguan dari tunika albuginea dari penis (penis patah tulang) dapat terjadi selama hubungan seksual. Pada saat presentasi, pasien sakit dan hematom penis. Ini pembedahan cedera harus diperbaiki.Gangrene dan cedera uretra dapat disebabkan oleh cincin menghalangi ditempatkan di sekitar pangkal penis. Objek ini harus dihilangkan tanpa menyebabkan lebih lanjut kerusakan. Amputasi penis terlihat kadang-kadang, dan dalam beberapa pasien, pembedahan penis dapat digantikan dengan sukses oleh microsurgical teknik. Total avulsion dari kulit penis terjadi dari mesin luka. Segera debridement dan cangkok kulit yang biasanya berhasil menyelamatkan. Luka-luka ke penis harus menyarankan kemungkinan kerusakan uretra, yang harus diselidiki oleh urethrography.

Hiperthropy Prostat Jinak, Benign Prostat Hiperthropy


Posted on 5 February 2011 by ArtikelBedah Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) kebanyakan dialami pada dekade ke-5 kehidupan pria dan dapat menyebabkan gangguan yang sangat berarti bagi kualitas hidup penderitanya. Telah didemonstrasikan secara histopatologi bahwa evidens kejadian PPJ ditemukan pada 50 % pria setelah berumur 50 tahun. Dan pada umur 80 tahun, hampir 90%. 6,10,11 Pembesaran Prostat akan memberikan gejala-gejala klinik berupa gejala obstruktif yang terjadi akibat penyempitan uretra karena desakan prostat yang membesar yang selanjutnya dinamakan Benign Prostatic Obstruction (BPO) dan peningkatan tonus otot polos prostat yang diperantarai oleh alfa1-adrenergik reseptor dinamakan sebagai Bladder Outlet Obstruction (BOO). Dan gejala iritasi akibat pengosongan yang tidak sempurna saat berkemih atau pembesaran prostat yang menyebabkan rangsangan pada buli-buli sehingga sering berkontraksi sebelum penuh. 24 Pada pembesaran prostat tejadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Normalnya rasio stroma berbanding epitel adalah 2:1, sedangkan pada pembesaran prostat rasio meningkat menjadi 5:1. Jumlah komponen otot polos yang mengalami hipertrofi memperkuat suatu teori bahwa BOO pada pembesaran prostat merupakan suatu proses dinamik akibat dari peningkatan aktifitas sistem saraf simpatis dengan meningkatnya aktifitas alfa1 adrenoreseptor. Inilah yang menyebabkan tidak adanya korelasi antara besar prostat dan derajat obstruksi. 3,25 Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika dan daerah prostat meningkat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih disebut trabekula. Mukosa dapat menerobos keluar di antara serat detrusor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula, sedang yang besar disebut divertikulum. Fase penebalan detrusor ini terjadi pada fase kompensasi otot dinding buli-buli. Apabila keadaan berlanjut, detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sepenuhnya. Jika terjadi retensi kronik dan kelemahan otot detrussor akan menambah gejala-gejala pada LUTS (IPSS (Internationale Prostate Symptom Score). 21 1. IPSS (INTERNATIONAL PROSTATE SYMPTOM SCORE) IPSS merupakan perangkat yang sering digunakan untuk mengevaluasi LUTS dan merupakan kuantifikasi daripada gejala-gejala LUTS akibat pembesaran prostat, dan merupakan pemeriksaan yang mutlak harus dilakukan untuk mengetetahui kemungkinan adanya PPJ disamping penyakit-penyakit lain yang memperlihatkan gejala LUTS. 13

Beberapa peneliti membuat skor gejala-gejala LUTS in misalnya : Boyarski et al (1977) kemudian diikuti oleh Madsen dan Iversen (1983), Fowler et al (1988) dan dua skor lagi yaitu American Urological Association (1991) dan kelompok urologis Danish ( Hald et al) : 1. Skor Boyarski : memiliki 9 pertanyaan, memiliki skor sekitar 0 3. dalam beberapa pertanyaan nilai 0 mewakili tidak adanya keluhan tapi pada pertanyaan yang lain gejala yng muncul kurang lebih sampai 20%. Tingkat keparahan keluhan dapat disamakan dengan frekuensinya misalnya grade 2 buat hesitensy atau dikenal dengan frequent (muncul lebih dari 50%, tapi tidak selalu, dan dapat bertahan lebih dari 1 menit) 2. Skor Madsen-Iversen skor : terdiri dari 9 symptom tapi terdapat 2 yang berbeda dari skor Boyarski. Titik berat dari skor ini adalah beratnya symptom. Skala dari symptom ini bervariasi, sebagai contoh hesitensy memiliki 2 skor yaitu 0 dan 3, mengingat bladder emptying memiliki 5 skor 0 4. 3. Skor Fowler : skor ini terdiri dari 5 symptom, dimana tiap symptom rata-rata skala 5 point. Titik berat dari skor ini adalah kualitas hidup. Beberapa pertanyaan ditanyakan dengan cara yang sedikit berbeda misalnya frekunsi diketahui dengan pertanyaan berikut ini seberapa sering anda harus kencing lagi dalam jangka waktu yang pendek setelah kencing, disuria ditanyakan dengan pertanyaan perasaan seperti terbakar setelah kencing. Skor ini dibuat oleh bagian internis tetapi follow up dilakukan oleh ahli urologis sehingga harus didiskusikan antara kedua bagian tersebut. 4. Skor Danish : terdiri dari 12 symptom dan memperkenalkan faktor bother. Untuk tiap symptom pasien ditanya seberapa jauh symptom ini menggangu mereka. Tiap symptom ini berkisar 0 3 yang merupakan faktor yang mengganggu. Gejala-gejala yang muncul dipilih karena diketahui merupakan gejala dari PPJ. 5. Skor AUA : terdiri dari 7 gejala nilai 0-5. Skor AUA turunan dari skor Fowler dan mempunyai beberapa pertanyaan mengenai kualitas hidup. Gejala-gejala dari AUA dipilih secara seksama berdasarkan pemeriksaan terhadap koofisien gejala yang saling berhubungan dari penelitian-penelitian pendahulu sebelumnya serta didapatkan 17 gejala, dan hubungan antara setiap gejala ini dan dua pertanyaan umum mengenai beratnya gangguan yang disebabkan oleh keseluruhan gejala urinarius. 9 Dari sekian skor ini yang dianggap paling akurat adalah AUA (American Urological Association) yang oleh WHO (1991) diadopsi dan kemudian dinamakan International Prostate Symptom Score (IPSS). Selain kuantifikasi dari gejala LUTS ditambahkan juga kualitas hidup (Quality of Life = QOL). Sebagai tambahan bagian Urologi Jakarta FKUI selain menggunakan IPSS juga menggunakan Skor Madsen dan Iversen. 25 Adapun validasi atau akurasi dari IPSS ini tergantung pada 2 hal yaitu : Validasi secara langsung melalui pertanyaan yang ditanyakan oleh dokter atau pertanyaan yang diisi oleh pasien. Dengan cara ini validasi merujuk pada pertanyaan yang terstruktur, sehingga bagi pasien tidak membingungkan. Aspek kedua dari validasi adalah pemilihan pertanyaan yang sesuai. Tidak semua skor symptom yang

telah dipublikasikan telah divalidasi dari sudut pandang metodologi. Semuanya tidak tersusun secara mendasar melalui evaluasi objektif dari gejala yang dipilih dengan seksama berdasarkan skor khusus. Pemilihan pertanyaan yang sesuai tergantung dari pemahaman terhadap gejala urodinamik dan efek dari gejala tersebut setelah intervensi pengobatan. Sehingga validasi pemilihan gejala didapatkan dari korelasi gejala perindividu dan temuan-temuan urodinamik, secara bersamaan dinilai dengan pencatatan ulang gejala-gejala yang muncul dan parameter-parameter urodinamik setelah pengobatan. 25 Kedua, berdasarkan tingkat pemahaman dan tingkat pendidikan (intelektualitas) pasien. Hal ini dapat mempengaruhi tingkat korelasi IPSS yang didapatkan dengan besarnya prostat atau volume prostat berdasarkan rectal grading, TRUS atau MRI. Jadi nilai IPSS ini terlalu subjektif. Adapula beberapa hal yang dapat mempengaruhi nilai IPSS yaitu bila ditemukan adanya sistitis atau infeksi saluran kemih. 25 2. RECTAL GRADING Pemeriksaan Colok Dubur atau Digital Rectal Examination selanjutnya akan digunakan kata DRE. Dari pemeriksaan ini dapat diperkirakan adanya pembesaran prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat. Mengukur volume prostat dengan DRE cenderung memberikan hasil lebih di bawah daripada pengukuran dengan metode lain, sehingga jika prostat teraba besar, hampir pasti bahwa ukuran sebenarnya memang besar. 6 Yang paling menentukan dalam mendiagnosa PPJ ialah dengan menggunakan DRE karena gejala-gejala LUTS saja banyak penyakit-penyakit ditemukan pada daerah tersebut yang juga memberikan gejala LUTS seperti striktur urethra, bladder neck contracture, batu, neurogenic bladder, dan lain-lain 28 Syarat yang paling penting dalam melakukan DRE untuk menentukan besarnya prostat ialah dengan bimanual dan buli-buli yang telah dikosongkan. Untuk mencegah perkiraan ukuran prostat yang berlebihan disamping adanya kelainan-kelainan lain intravesical dan dalam rongga panggul. 9 Demikian pula bilamana pada fibrotik prostat, dimana jaringan fibrotik lebih dominan menyebabkan prostat mengkerut akan memberi IPSS yang tinggi sementara hasil DRE dan volume TRUS yang kecil. 10 Didalam penilaian pembesaran prostat ada yang membagi tiga grading, R.E. Tan telah melakukan penelitian derajat grading rectal, dengan berat prostat setelah prostatektomi di Indonesia sehingga gambaran ini diharapkan dapat digunakan secara umum di Indonesia. 9 Pembesaran ini dibagi atas tiga : 9 - Derajat I: batas atas mudah dicapai. Protrusi dari prostat ke dalam rectum dan pembesaran ke arah latetal - Derajat II : batas atas susah dicapai dengan palpasi jari. Penonjolan prostat yang jelas kedalam rectum dan mengukur batas pembesarannya pada sisi lateral. - Derajat III : batas atas tidak dapat dicapai dengan menggunakan palpasi. Kebanyakan prostat yang sangat besar ini dapat dirasakan di atas pubis. Diketahui

batas protusi ke dalam rectum dan pembesaran pada sisi lateral. 9 Besar prostat setelah operasi sebagai berikut : 9 Derajat I : pembesaran prostat memiliki berat berkisar antara 8 sampai 30 gram Derajat II : pembesaran prostat memiliki berat berkisar 30 sampai 50 gram Derajat III : pembesaran prostat memiliki berat lebih dari 50 gram Peneliti lain membagi atas 4 grading Klasifikasi dari prostat grading Rectal Grading : berdasarkan protrusi dari pembesaran kelenjar prostat Derajat I : 1 2 cm, batas atas mudah dicapai. Derajat II : 2 3 cm, batas atas dapat dicapai. Derajat III : 3 4 cm, batas atas dapat dicapai ketika daerah suprapubik ditekan dengan tangan kiri. Derajat IV : > 4 cm, batas sulit dicapai walaupun dengan penekanan pada daerah suprapubik. 13,21 Menurut peneliti yang membagi dalam 4 grading ini besarnya prostat berdasarkan jaringan prostat yang diangkat. Grading: Bergman,Turner Barnes, Hadley,Turner, Belt Weight of tissue removed Weight of tissue removed 1 - About 20 gm - 10 25 gm 2 - About 40 gm - 26 50 gm 3 - About 70 gm - 51 100 gm 4 - More than 120 gm - More than 100 gm Tetap tidak ada paralelisma besarnya prostat dengan clinical grading yang berdasarkan urine sisa ataupun dengan hebatnya gejala-gejala LUTS. 10 3. UROFLOWMETRI Adapun pemeriksaan lain yang dapat menentukan indikasi operasi yaitu pemeriksaan uroflowmetri dimana dapat diketahuinya kekuatan pancaran kencing Urine flow menurun pada populasi laki-laki usia tua. Laki-laki normal usia 60 tahun tidak akan sama aliran urinenya dibanding dengan laki-laki normal usia 20 tahun. Pada laki-laki sebelum usia 45 Q max : 18ml/dtk sampai usia 55 tahun : 15 ml/dtk dan usia lebih dari 65 tahun : 13 ml/dtk. Penilaian dari rata-rata volume dari Q max : - > 15 ml/dtk : non obstruksi - 10 15 ml/dtk : borderline - < 10 ml/dtk : obstruktif. 10,21 Pemeriksaan ini tidak termasuk dalam penelitian kami.

4. TRANSRECTAL ULTRASONOGRAPHY (TRUS) Sesuai dengan rekomendasi dari International Consensus Committee WHO (1993) di Paris. TRUS ini hanya termasuk optional test untuk mengukur besarnya prostat yang dapat dipakai menentukan teknik operasi yang akan dilakukan apakah open prostatektomi atau TUR-P disamping itu juga digunakan sebagai penuntun untuk melakukan biopsi pada daerah yang dicurigai adanya malignancy/keganasan yang memberikan gambaran hypoechoic. 14,27 TRUS memberikan gambaran volume prostat yang lebih akurat dibandingkan dengan DRE. Pada sebagian kasus, ketepatan pengukuran volume prostat dengan TRUS berhubungan dengan gejala2 LUTS. 23 Untuk mendapatkan volume prostat secara akurat, harus dibuat pengukuran secara akurat dalam 3 dimensi; anterior-posterior; coronal; dan sagital. Berat prostat dalam gram, kurang lebih sama dengan volumenya karena berat berat jenis prostat adalah antara 1 1,05 Dua cara yang umum dipakai untuk mengukur prostat : 1. Kalau prostat dianggap berbentuk spheris, maka volumenya adalah 4/3 r3, dimana r adalah diameter (radius), karena spheris maka ketiga nilai r nya adalah sama. 2. Pengukuran perkiraan volume (ini lebih umum dan akurat), dalam menggunakan rumus untuk bangun ellipsoid, karena jika dilihat secara 3 dimensi, prostat bentuknya lebih mirip ellipsoid. Rumus volumenya = 0,52 x d1 x d2 x d3,dimana nilai d mewakili diameternya, diameter adalah axial dan sagital yang didapat dari sisi terpanjang dan sisi terlebar pada saat pengukuran kelenjar prostat. 27 Maka dalam menghitung volume TRUS digunakan rumus d1 x d2 x d3 x /6 /6 = 0,52 d1 x d2 x d3 x 0,52 Alternative lainnya, perkiraaan dapat dicapai dalam menggunakan serial scanning prostat dimulai dari basis ke apexnya. Volume prostat ini mungkin mewakili keseluruhan prostat, juga termasuk zona transisi, tergantung dimana dimensi markernya ditempatkan selama pengukuran dalam TRUS. Rumus yang sama dapat dipakai untuk mengukur residual urine dan volume buli-buli jika dianggap bentuknya adalah kuboid dalam penilaian konstatanya adalah 0,7, sehingga rumus pengukurannya adalah 0,7 x d1 x d2 x d3 dengan akurasi berkisar 80 85 %. Ukuran buli-buli dan urine sisa adalah dua parameter penting yang merupakan indikasi cepat dan derajat kesembuhan post operasi dan remisi gejala prostat. 27 Dalam penelitian ini, kita hanya mencoba untuk mencari sampai sejauh mana korelasi antara volume prostat baik menurut TRUS maupun berdasarkan DRE dengan kuantitas gejala-gejala LUTS (IPSS). 13

DAFTAR PUSTAKA 1. Rahardjo,D. Prostat: kelainan-kelainan jinak, diagnosis, dan penanganannya. Jakarta: Asian Medical ; 1999.p.15-44 2. Speakman, M.J., Kirby, R.S., Joyce, A, Abrams, P. : Guidelines for the primary care management of male lower urinary tract symptoms. BR J Urol Int 2004; 93:98590. 3. Boyle, P, Gould.A.W, Roehborn, C.G. In : Prostat volume predict outcome of treatment of benign prostatic hyperplasia with finasteride: metaanalysis of randomized clinical trial. Urology 1996;48;398-405 4. Roehborn, C.G, Girman, C.J, Rhodes T, Hanson, K.A, Collins,G.N, Sech, S.M, et al. In : Correlation between prostte size estimated by digital rectal examination dan measured by transrectal ultrasound. Urology 1997;49(4):548-57. 5. Ez, El Din K. Kiemeney, L.A.L, de Wildt, M.J.A.M, et al. In : Correlation between uroflowmetry, prostate volume, postvoid residue, and lower urinary tract symptoms as measured by the International Prostate Symptom Score, Urology 48: 393-397,1996 6. Claus, G, Roehrborn, M.D, John,D. Mc .Conell, M.D. In : Etiology, pathophysiologhy, and Natural history of Benign Prostatic Hyperplasia. In Campbells Urology. 8th ed. Chapter 38. Elsevier. 2002.Page 1297-1303. Margaret S Pearle, John D McConell, Paul C Pieter, Benign Prostatic Hyperplasia. Principle of Surgery, Chapter 38. Seventh Edition, McGraw-Hill. Health Profession Division. New York. 1999. Page 1784-1788. 7. Purnomo, B. Dalam asar-dasar Urologi. Edisi ke-2. Jakarta. CV infomedika;2003. H.69-85 8. Graham, Sam .D, Keane, Thomas, E., Glenn, James, F, In : Prostate. Chapter V, Glenns Urologic Surgery, Fifth Edition, lippincot Williams & Wilkins, 2004,p.231234 9. Tan, R. E. In : Some aspects of prostatic hypertrophy. The diagnosis : the rectal digital examination. The Paragon Press, Malang, 1959, halaman: 71 10. Jian-ye, W., Ming, L., Yao-guang, Z., etc. In : Relationship between lower urinary tract symptoms and objective measures of benign prostatic hyperplasia : a Chinese survey. Departement of Urology, Beijing Hospital, China, Chinese Medical Journal,2008,Vol.121 No.20 : 2042-2045 11. Raymon, J.L., In : Benign Prostatic Hypertrophyc. http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview 12. S.,Jacobsen, D, Jacobson, C, Girman., R, Roberts., T, Rhodes, H. Guess, M. Lieber.http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0022534705682717 . In : Treatment for Benign Prostatic Hyperplasia among Community Dwelling Men: the Olmsted County Study of Urinary Symptoms and Health Status the Journal of Urology, volume 162, issue 4, pages 1301-1306 13. Abrams,P. etc. In : Lower Urinary tract Symptom : Etiology, Patient Assesment and Predicting Outcome from Therapy. Male Lower Urinary Tract Dysfunction Evaluation and Management. Edisi 21, 2006. p:96-99

14. Finesteride, M.S.D., In : Benign Prostatic Hyperplasia, Modern Management with Proscar Merck,Ci,Inc. White House Station, New York, USA, 1995 15. Tanagho, E.A.., In : Urodynamic Studies. In Smiths General Urology, Professor of Urology University of California School of Medicine San Fransisco, 15ed, McGraw-Hill Co., 2000, pages 516-537 16. Sung Ho Kim ,M.D, Seung Hyup Kim ,MD, In : Correlations between the various methods of estimating prostate volume : transabdominal, transrectal, and ThreeDimensional US. Korean Journal 2008;9:134-139 17. Mark Greenberg, M.D., Harvey, M.D., In :Ultrasound of the Prostate. Radiology. 1982 18. Sugandh Shetty, M.D., In : Transrectal Ultrasonography (TRUS) of the prostate. Departement of Urology, William Beaumont Hospital, 2008 19. Esequiel, R. Jr. etc. In : Prostate Volume Estimation Using the Ellipsoid Formula Consistently Underestimates Actual Gland Size. The Journal of Urology,Departement of Urology, University of California Irvine, California,February 2008 20. S. Jacobsen, D. Jacobson, C. Girman, R. Roberts, T. Rhodes, h. Guess, M. Lieber.http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0022534705682717 . Treatment for Benign Prostatic Hyperplasia among Community Dwelling Men: the Olmsted County Study of Urinary Symptoms and Health Status the Journal of Urology, volume 162, issue 4, pages 1301-1306 21. Sjamsuhidajat, R, de Jong, W, Dalam : Hipertrofi Prostat dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1997, hal : 1058-1063 22. Grayhack, J.T., Mc Vary, K, Kozlowski, J.M., In : Benign Prostatic Hyperplasia in : Adult and Pediatric Urology, 4th ed, volume 2, Lippincott Williams and Wilkins, page : 424-425 23. Stern, J.K., In : Prostate Anatomy and Causative Theories, Pathophysiology and Natural History Of BPH in : Management Of BP. Northwern University Feinberg School of Medicine, Chicago, Humana Press, New Jersey, 2004, page : 14-15 24. Kirby, R.S., Christmas, T.J., Endocrine and Pathogenesis in: Benign Prostatic Hyperplasia, 2nd edition, Mosby International, Texas, USA, 1997, page : 15 24 25. Freire, G.C., In :BPH : The Basis of Pharmacological Treatment in: Societe Internationale Durologic Reports Non-surgical Treatment of BPH. Edited by Fitzpatrick, Churchill Livingstone,1992, page : 50 26. Oelke, M, Aliviztos, G, etc. In : Benign Prostatic Hyperplasia. In EAU Guidelines Pocket, March. 2005. page 4-11. 27. Narayan, P, Foster, L., In : The Role of Intravenous Urography, Ultrasonography, Computed Tomography and Magnetic Resonance Imaging in the Evaluation of Men With Symptomatic Benign Prostatic Hyperplasia in Problems in urology Controversies and advances in the treatment of benign prostatic hyperplasia. Volume 5, number 3 september 1991 page 372-373 28. Nageswara, C, et al. In : Causes of lower unrinary tract symptoms in adults Indian males. Indian journal of urology.

PEMBESARAN PROSTAT JINAK Wednesday, December 28, 2011 General Surgery FKUI No comments Novrizal Saiful Basri, Margaretta Limawan, Odetta Natatilova, Rachmawati Departemen Ilmu Bedah FKUI/RSCM, Desember 2011 ILUSTRASI KASUS Pasien laki-laki usia 73 tahun datang ke RS dengan keluhan buang air kecil (BAK) tidak lancar sejak 2 tahun. Pancaran BAK dirasakan melemah, kadang-kadang sulit keluar (hanya menetes) dan sering tidak lampias. Terdapat riwayat BAK merah, nyeri di akhir BAK dan peningkatan frekuensi BAK terutama malam hari, dengan total IPSS (International Prostate Symptom Score) 27 Keluhan nyeri pinggang, riwayat BAK keruh, demam, mual dan muntah disangkal. Pasien pernah mengalami stroke dua kali. Riwayat penyakit kencing manis dan tekanan darah tinggi disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, tekanan darah 160/90 mmHg, pemeriksaan daerah Costo Vertebro Angle (CVA) tidak teraba massa, tidak terdapat nyeri tekan maupun nyeri ketuk. Tidak terdapat massa dan nyeri tekan pada daerah supra simfisis, dengan kesan buli kosong. Pada orificium uretra eksterna tidak ditemukan adanya stenosis. Pada Rectal Touche diperoleh Tonus Sfingter Ani (TSA) baik, prostat teraba rata dan simetris dengan konsistensi kenyal, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba nodul dan Taksiran Berat Prostat 40 gram. Hasil pemeriksaan Darah Perifer Lengkap dan fungsi ginjal (ureum/kreatinin) dalam batas normal, asam urat 9.4 mg/dl, PSA total 10.01 mg/dl. Urinalisis dalam batas normal. Pada pemeriksaan BNO didapatkan kesan batu vesica ukuran 35x25 mm, pemeriksaan USG ginjal diperoleh batu ginjal kiri dan batu vesica. Hasil pemeriksaan uroflowmetri sebagai berikut Q max 6.7 mL/detik; Q average 4.7 mL/detik; Void Volume 72 cc. Dari pemeriksaan USG prostat diperoleh hasil Rest Volume 30 cc; Prostate Protrusion 9.59 mm; Volume Prostat 110 cc (gambar 1). Hasil pemeriksaan patologi anatomi adalah hiperplasia prostat. Pasien ini didiagnosis BPH dan vesicolithiasis, dengan rencana terapinya adalah sistoskopi dan biopsi, sectio alta, dan open prostatectomy.

Gambar 1. Pemeriksaan USG prostat

TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Epidemiologi Pembesaran prostat jinak/BPH merupakan istilah histopatologis untuk menunjukkan proses hiperplastik sejati dengan peningkatan jumlah sel yang dimulai ada daerah

transisi dari kelenjar. Kondisi yang berkaitan erat dengan peningkatan usia ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun dan angka ini meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun. Di Departemen Urologi RSCM Jakarta, seriap tahun ditemukan antara 200 sampai 300 penderita baru dengan pembesaran prostat. Walaupun sifatnya tidak mengancam nyawa, manifestasi klinisnya yang berupa lower urinary tract symptoms (LUTS) mengganggu aktivitas sehari-hari sehingga mengurangi kualitas hidup pasien.

Diagnosis Diagnosis BPH dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan awal dan pemeriksaan tambahan. Salah satu pemandu untuk mengarahkan dan menentukan adanya gejala obstruksi akibat pembesaran prostat adalah International Prostate Symptom Score (IPSS) (Gambar 2). Dengan colok dubur atau digital rectal examination (DRE) dapat diperkirakan adanya pembesaran dan konsistensi prostat, adanya nodul yang merupakan salah satu tanda keganasan prostat, diperhatikan pula tonus sfingter ani dan refleks bulbokavernosus yang dapat menunjukkan adanya kelainan pada busur refleks di daerah sakral.

Gambar 2. Kuesioner International Prostate Symptom Score (IPSS)

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis BPH antara lain pemeriksaan urinalisis, faal ginjal, Prostate Specific Antigen (PSA), catatan harian miksi (voiding diaries), uroflometri, urine residu atau post voiding residual urine (PVR), pencitraan traktus urinarius, uretrosistoskopi dan urodinamika (pressure flow study). Pemeriksaan sederhana untuk menegakkan diagnosis BPH yaitu pemeriksaan klinis dan colok dubur, urinalisis dan USG prostat.

Penatalaksanaan Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien. Pilihannya adalah (1) tanpa terapi (watchful waiting), (2) medikamentosa, dan (3) terapi intervensi (pembedahan atau minimal invasif), tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien, maupun kondisi obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya. Pilihan terapi watchful waiting ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS di

bawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan penyakitnya keadaannya tetap diawasi oleh dokter, pasien juga diberi penjelasan mengenai hal-hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya. Pasien BPH bergejala biasanya memerlukan pengobatan bila telah mencapai tahap tertentu. Sebagai patokan jika skor >7 berarti pasien perlu mendapatkan terapi medikamentosa atau terapi lain. Tujuan terapi medikamentosa adalah (1) mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik atau (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen statik. Terapi intervensi dibagi dalam 2 golongan, yakni teknik ablasi jaringan prostat (pembedahan terbuka, TURP, TUIP, TUVP, laser prostatektomi) dan teknik instrumentasi alternatif (interstitial laser coagulation, TUNA, TUMT, dilatasi balon, dan stent uretra).

Gambar 3. Prostatektomi terbuka suprapubik

Prostatektomi terbuka (gambar 3) merupakan cara yang paling tua, paling invasif, dan paling efisien di antara tindakan pada BPH yang lain dan memberikan perbaikan gejala BPH 98%. Pembedahan terbuka ini dikerjakan melalui pendekatan transvesikal dan pendekatan retropubik. Pada pasien ini dilakukan identifikasi prostat, orificium uretra internum (OUI) dan muara ureter. Selanjutnya insisi mukosa pada samping OUI dari arah jam 6-12. Kemudian dilakukan frakturasi pada prostat kemudian enukleasi prostat, dan keluar prostat seberat 74 gram.

Glossary Nocturia :[nox malam + -uria] urinasi yang berlebihan pada malam hari Urgency :dorongan mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urine Prostatectomy :[postate + -ectomy] operasi pengangkatan prostat/sebagian dari kelenjar itu

Cystoscopy :pemeriksaan visual langsung pada traktus urinarius dengan cystoscope

Daftar pustaka 1. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia. [diakses tanggal 20 Oktober 2011]. Tersedia di: http://www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf. 2. Roehrborn CG. Benign prostatic hyperplasia: etiology, pathophysiology, epidemiology, and natural history. In: Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA, editors. Campbell-Walsh Urology. 10th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012. p. 2556-96. 3. Han M, Partin AW. Retropubic and suprapubic open prostatectomy. In: Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA, editors. Campbell-Walsh Urology. 10th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012. p. 2695-703. 4. Syahputra FA, Umbas R. Diagnosis dan tatalaksana pembesaran prostat jinak: Peran antagonis reseptor adrenergik- dan inhibitor 5- reduktase. Dalam: Birowo P, Syahputra FA, Ririmasse MP, Ismet MF, editor. Common Urologic Problems in Daily Primary Practice (CUPID) 2010. Ed 2. Jakarta: PLD FKUI dan Departemen Urologi FKUI RSCM; 2010. h.74-80. 5. Rahardjo D. Prostat: kelainan-kelainan jinak, diagnosis dan penanganan. Jakarta: Sub Bagian Urologi Bagian Bedah FKUI; 1999. h.15-60. 6. AUA practice guidelines committee. AUA guideline on management of benign prostatic hyperplasia. Chapter 1: diagnosis and treatment recommendations. American Urological Association 2010. 7. Dorland, WA Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Huriawati Hartanto et al, editor. Edisi 29. Jakarta: EGC; 2002.

You might also like