You are on page 1of 42

1. Pengertian hukum pidana Pengertian hukum pidana menurut pendapat para ahli adalah sebagai berikut : 1.

SIMONS, hukum pidana adalah keseluruhan larangan-larangan dan keharusan yang pelanggaran terhadapnya dikaitkan dengan suatu nestapa (pidana/hukuman) oleh negara, keseluruhan aturan tentang syarat, cara menjatuhkan dan menjalankan pidana tersebut. 2. MOELJATNO, hukum pidana adalah aturan yang menentukan :

Perbuatan yang tidak boleh dilakukan, dilarang, serta ancaman sanksi bagi yang melanggarnya

Kapan dan dalam hal apa kepada pelanggar dapat dijatuhi pidana Cara pengenaan pidana kepada pelanggar tesebut dilaksanakan

3.

Wirjono Prodjodikoro, hukum pidana adalah peraturan hukum mengenai pidana. Kata pidana berarti hal yang dipidanakan yaitu oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan.

4.

WLG. LEMAIRE, hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk UU) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut.

5.

WFC. HATTUM, hukum pidana (positif) adalah suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturan-peraturan yang diikuti oleh negara atau suatu masyarakat hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban hukum umum telah melarang dilakukannya tindakan-tindakan yang bersifat melanggar hukum dan telah mengaitkan pelanggaran terhadap peaturan-peraturannya denagan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa hukuman.

6.

WPJ. POMPE, hukum pidana adalah hukum pidana itu sama halnya dengan hukum tata negara, hukum perdata dan lain-lain bagian dari hukum, biasanya diartikan sebagai suatu keseluruhan dari peraturan-peraturan yang sedikit banyak bersifat umum yang abstrahir dari keadaan-keadaan yang bersifat konkret.

7.

KANSIL, hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaranpelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.

8.

ADAMI CHAZAWI, dilihat dari garis besarnya, dengan berpijak pada kodifikasi sebagai sumber utama atau sumber pokok hukum pidana, hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik yang memuat/berisi ketentuan-ketentuan tentang :

Aturan-aturan hukum pidana dan (yang dikaitkan/berhubungan denagan) larangan melakukan perbuatan-perbuatan (aktif/positif) maupun pasif/negatif) tertentu yang diserti dengan ancaman sanksi berupa pidana (straf) bagi yang melanggar larangan itu.

Syarat-syarat tertentu (kapankah) yang harus dipenuhi/harus ada bagi si pelanggar untuk dapat dijatuhkanya sanksi pidana yang diancamkan pada larangan perbuatan yang dilanggarnya.

Tindakan dan upaya-upaya yang boleh atau harus dilakukan negara melalui alat-alat perlengkapannya (misalnya polisi, jaksa, hakim), terhadap yang disangka dan di dakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka usaha negara menentukan, menjatuhkan dan melaksanakan sanksi pidana terhadap dirinya, serta tindakan dan upaya-upaya yang boleh dan harus dilakukan oleh tersangka/terdakwa pelanggar hukum tersebut dalam usaha melindungi dan mempertahankan hak-haknya dari tindakan negara dalam upaya negara menegakkan hukum pidana tersebut.

2. Asas-asas hukum pidana Berlakunya hukum pidana menurut waktu : 1.) Asas Legalitas

Hukum pidana harus bersumber pada undang-undang, artinya pemidanaan harus berdasarkan undang-undang. Asas legalitas terkandung dalam pasal 1 ayat 1 KUHP. Dalam pasal tersebut berisi dua hal : 1. Suatu tindak pidana / delik harus dirumuskan di dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini berakibat bahwa perbuatan seseorang yang tidak tercantum dalam undang-undang tidak dapat disebut sebagai delik dan tidak dapat dipidana, jadi sesuai asas tersebut, hukum yang tidak tertulis tidak dapat diterapkan, tetapi ada pengecualian untuk hukum pidana yang tidak tertulis, yang masih juga harus diperhatikan UU No. 1 / Drt / 1951. 2. Peraturan undang-undang itu harus ada sebelum tindak pidana / delik terjadi. Hal ini berarti, bahwa seseorang hanya dapat dijatuhi hukuman jika perbuatannya itu telah ada / telah disebut di dalam KUHP. Jadi menurut pasal 1 ayat 1 jika orang dituduh melakukan sesuatu kejahatan, akan tetapi kemudian terbukti, bahwa perbuatannya itu tidak terdapat dalam KUHP,maka si tersangka tadi dibebaskan dari tuduhannya tersebut, dan dia tidak dijatuhi hukuman. Hal ini oleh Anselm Von Feuerbach dirumuskan sebagai berikut : Nulla poena sine lege, Nulla poena sine crimine, Nullum crimen sine poena legali tidak ada hukuman kalau tidak ada undangundang, tidak ada hukuman kalau tidak ada kejahatan, tidak ada kejahatan kalau tidak ada hukuman yang berdasarkan undang-undang. Maka dalam pasal 1 ayat 1 dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa : a. Hukum pidana itu mencegah adanya penjatuhan secara sewenangwenang oleh pengadilan ( hakim ) b. Dapat dicapai kepastian hukum c. Hukum pidana itu bersumber pada hukum tertulis 2.) Asas tidak berlaku surut Asas ini ditentukan dalam pasal 1 ayat 2 KUHP ( pengecualian pasal 1 KUHP ). Ketentuan pidana dalam undang-undang tidak boleh berlaku surut ( strafrecht heeftgeen terugwerkende kracht ). Seandainya seseorang melakukan suatu tindak pidana yang baru kemudian hari terhadap tindakan yang serupa

diancam dengan pidana, pelaku tidak dapat dipidana atas ketentuan yang baru itu. Hal ini untuk menjamin warga negara dari tindakan sewenang-wenang dari penguasa. Asas ini merupakan asas fundamental dalam negara hukum walaupun tidak dicantumkan dalam undang-undang dasar, sehingga pembentuk undangundang tidak dengan gegabah menyimpang dari asas tersebut. Peraturan yang terdapat dalam pasal 1 ayat 1 KUHP dikecualikan oleh pasal 1 ayat 2 KUHP yang berbunyi apabila ada perubahan peraturan perundangan sesudah perbuatan itu dilakukan, maka haruslah dipakai aturan yang ringan bagi tersangka. 3.) Asas larangan penggunaan Larangan penggunaan analogi, yaitu untuk membuat perbuatan yang tidak tercantum secara tegas dalam undang-undang tetapi ada kemiripannya, dijadikan / dianggap sebagai tindak pidana / delik. Analogi biasanya terjadi dalam hal-hal ada sesuatu yang pada saat pembuatan suatu peraturan hukum sesuatu yang baru itu tidak terpikirkan / tidak mungkin dikenal oleh pembuat undang-undang pada zaman ini. Contoh, pencurian aliran listrik. Aliran listrik dianalogikan sebagai barang. Analogi berkaitan erat dengan masalah penafsiran / interpelasi. Hal ini analogi berdasarkan kenyataan bahwa suatu undang-undang tertulis dan bersifat statis masih perlu ditafsirkan dalam pemberlakuannya, terutama oleh hakim pada waktu menerapkannya. Tujuan menafsirkan adalah untuk mencari arti yang sebenarnya dari putusan kehendak para pembentuk undang-undang yang menuangkan kedalam rumusan-rumusan yang tertulis dalam undang-undang. Berlakunya hukum pidana menurut tempat atau wilayah : 1.) Asas teritorial Asas ini diatur dalam KUHP yaitu dalam Pasal 2 KUHP yang menyatakan bahwa Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di Indonesia. Istilah setiap orang dalam pasal 2 KUHP mengandung suatu pengertian baik orang Indonesia maupun orang asing. Jadi siapapun yang melakukan tindak pidana,

baik itu warga negara Indonesia atau orang asing, sepanjang tindak pidana itu dilakukan dalam teritorial / wilayah Indonesia, maka harus tunduk pada aturan / ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia. Perluasan dari Asas Teritorial diatur dalam pasal 3 KUHP yang menyatakan bahwa Ketentuan pidana perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana didalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia. 2.) Asas personal atau Asas Nasional Aktif Adalah asas yang memberlakukan KUHP terhadap warga negara Indonesia yang melakukan perbuatan pidana di luar wilayah Republik Indonesia. Asas ini bertitik tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Berlakunya KUHP didasarkan pada kewarganegaraan atau

nasionalitas seseorang yang melakukan suatu perbuatan. Undang-undang Hukum Pidana hanya berlaku pada warga negara, tempat dimana perbuatan dilakukan tidak menjadi masalah (Pasal 5, 6, 7 KUHP). Pasal 5 berbunyi Ketentuan pidana dalam peraturan perundang- undangan Indonesia diterapkan bagi warga negara yang diluar Indonesia melakukan salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam peraturan perundangundangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut peraturan perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan diancam dengan pidana. 3.) Asas perlindungan atau Asas Nasional Pasif Adalah suatu asas yang memberlakukan KUHP terhadap siapa pun juga, baik WNI maupun WNA yang melakukan perbuatan pidana di luar wilayah Indonesia. Jadi, yang diutamakan adalah keselamatan kepentingan suatu Negara. Dikatakan melindungi kepentingan nasional karena Pasal 4 KUHP ini memberlakukan perundang-undangan pidana Indonesia bagi setiap orang yang di luar wilayah Negara Indonesia melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan nasional, yaitu :

1. Kejahatan terhadap keamanan Negara dan kejahatan terhadap martabat /

kehormatan Presiden Republik Indonesia dan Wakil Presiden Republik Indonesia (pasal 4 ke-1).
2. Kejahatan mengenai pemalsuan mata uang atau uang kertas Indonesia atau

segel / materai dan merek yang digunakan oleh pemerintah Indonesia (pasal 4 ke-2).
3. Kejahatan mengenai pemalsuan surat-surat hutang atau sertifkat-sertifikat

hutang yang dikeluarkan oleh Negara Indonesia atau bagian-bagiannya (pasal 4 ke-3).
4. Kejahatan mengenai pembajakan kapal laut Indonesia dan pembajakan

pesawat udara Indonesia (pasal 4 ke-4).


4.) Asas Universal

Adalah suatu asas yang memberlakukan KUHP terhadap perbuatan pidana yang terjadi di luar wilayah Indonesia yang bertujuan untuk merugikan kepentingan internasional. Peristiwa pidana yang terjadi dapat berada di daerah yang tidak termasuk kedaulatan negara mana pun. Jadi, yang diutamakan oleh asas tersebut adalah keselamatan internasional. Contoh: pembajakan kapal di lautan bebas atau pemalsuan mata uang negara tertentu bukan negara Indonesia. 3. Ruang Lingkup hukum pidana Hukum pidana dapat dibagi/dibedakan dari berbagai segi, antara lain sebagai berikut: 1. Hukum pidana dalam arti objektif dan hukum pidana dalam arti subjektif. Hukum pidana objektif (ius peonale) adalah seluruh garis hukum mengenai tingkah laku yang diancam dengan pidana jenis dan macam pidana, serta bagaimana itu dapat dijatuhkan dan dilaksakan pada waktu dan batas daerah tertentu. Artinya, seluruh warga dari daerah (hukum) tersebut wajib menaati hukum pidana dalam arti objektif tersebut. Hukum pidana subjektif (ius puniendi) merupakan hak dari penguasa untuk mengancam suatu pidana kepada suatu tingkah laku sebagaimana digariskan dalam

hukum pidana objektif, mengadakan penyidikkan, menjatuhkan pidana, dan mewajibkan terpidana untuk melaksanakan pidana yang dijatuhkan. Persoalan mengenai apakah dasarnya atau darimana kekuasaan penguasa tersebut, jawabannya menurut E.Y Kanter terletak pada falsafah dari hukum pidana. 2. Hukum pidana materiil dan hukum pidana formil Menurut van Hattum: a. Hukum pidana materiil Yaitu semua ketentuan dan peraturan yang menunjukkan tentang tindakantindakan yang mana adalah merupakan tindakan-tindakan yang dapat dihukum, siapakah orangnya yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindakantindakan tersebut dan hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan terhadap orang tersebut, disebut juga dengan hukum pidana yang abstrak. b. Hukum pidana formil Yaitu memuat peraturan-peraturan yang mengatur tentang bagaimana caranya hukum pidana yang bersifat abstrak itu harus diberlakukan secara konkrit. Biasanya orang menyebut jenis hukum pidana ini sebagai hukum acara pidana. 3. Hukum pidana yang dikodifikasikan (gecodificeerd) dan hukum pidana yang tidak dikodifikasikan (niet gecodificeerd) a. Hukum pidana yang dikodifikasikan misalnya adalah: Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer, dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) b. Hukum pidana yang tidak dikodifikasikan misalnya berbagai ketentuan pidana yang tersebar di luar KUHP, seperti UU Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi), UU (drt) No. 7 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi, UU (drt) No. 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak, UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan peraturan lainnya yang di dalamnya mengandung sanksi berupa pidana.

4. Hukum pidana bagian umum (algemene deel) dan hukum pidana bagian khusus (bijzonder deel) a. Hukum pidana bagian umum ini memuat asas-asas umum sebagaimana yang diatur di dalam Buku I KUHP yang mengatur tentang Ketentuan Umum b. Hukum pidana bagian khusus itu memuat/mengatur tentang Kejahatan-kejahatan dan Pelanggaran-pelanggaran, baik yang terkodifikasi maupun yang tidak terkodifikasi. 5. Hukum pidana umum (algemeen strafrecht) dan hukum pidana khusus bijzonder strafrecht) Van Hattum dalam P.A.F. Lamintang menyebutkan bahwa hukum pidana umum adalah hukum pidana yang dengan sengaja telah dibentuk untuk diberlakukan bagi setiap orang (umum), sedangkan hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang dengan sengaja telah dibentuk untuk diberlakukan bagi orang-orang tertentu saja misalnya bagi anggota Angkatan Besenjata, ataupun merupakan hukum pidana yang mengatur tindak pidana tertentu saja misalnya tindak pidana fiskal. 6. Hukum pidana tertulis dan hukum pidana tidak tertulis Hukum adat yang beraneka ragam di Indonesia masih diakui berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila. Hukum ada pada umumnya tidak tertulis. Menurut Wirjono, tidak ada hukum adat kebiasaan (gewoonterecht) dalam rangkaian hukum pidana. Ini resminya menurut Pasal 1 KUHP, tetapi sekiranya di desa-desa daerah pedalaman di Indonesia ada sisa-sisa dari peraturan kepidanaan yang

berdasar atas kebiasaan dan yang secara konkrit, mungkin sekali hal ini berpengaruh dalam menafsirkan pasal-pasal dari KUHP.Berpedoman pada Pasal 5 ayat 3 b Undang-undang No. 1 Drt Tahun 1951, ternyata masih dibuka jalan untuk

memberlakukan delik adat, walaupun dalam arti yang terbatas. Contohnya adalah: Putusan pengadilan Negeri Poso tanggal 10 Juni 1971, Nomor:14/Pid/1971 tentang tindak pidana adat Persetubuhan di luarkawin. Duduk perkara pada garis besarnya ialah, bahwa terdakwa dalam tahun 1969-1970 di kampung Lawanga kecamatan Poso kota secara berturut-turut telah melakukan persetubuhan di luar kawin dengan E yang akhirnya menyebabkan E tersebut hamil dan melahirkan anak. Tertuduh telah

dinyatakan bersalah melakukan delik kesusilaan berdasarkan pasal 5 ayat 3 b Undangundang No. 1 Drt Tahun 1951 jo. Pasal 284 KUHP. Dengan demikian sistem hukum pidana di Indonesia mengenal adanya hukum pidana tertulis sebagai diamanatkan di dalam Pasal 1 KUHP, akan tetapi dengan tidak mengesampingkan asas legalitas dikenal juga hukum pidana tidak tertulis sebagai akibat dari masih diakuinya hukum yang hidup di dalam masyarakat yaitu yang berupa hukum adat. 7. Hukum pidana umum (algemeen strafrecht) dan hukum pidana lokal (plaatselijk strafrecht) Hukum pidana umum atau hukum pidana biasa ini juga disebut sebagai hukum pidana nasional. Hukum pidana umum adalah hukum pidana yang dibentuk oleh Pemerintah Negara Pusat yang berlaku bagi subjek hukum yang berada dan berbuat melanggar larangan hukum pidana di seluruh wilayah hukum negara. Sedangkan hukum pidana lokal adalah hukum pidana yang dibuat oleh Pemerintah Daerah yang berlaku bagi subjek hukum yang melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana di dalam wilayah hukum pemerintahan daerah tersebut . Hukum pidana lokal dapat dijumpai di dalam Peraturan Daerah baik tingkat Propinsi, Kabupaten maupun Pemerintahan Kota. Penjatuhan hukuman seperti yang diancamkan terhadap setiap pelanggar dalam peraturan daerah itu secara mutlak harus dilakukan oleh pengadilan. Dalam melakukan penahanan, pemeriksaan dan penyitaan pemerintah daerah berikut alat-alat kekuasaannya terikat kepada ketentuan yang diatur di dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Selain itu atas dasar wilayah berlakunya hukum, hukum pidana masih juga dapat dibedakan antara hukum pidana nasional dan hukum pidana internasional (hukum pidana supranasional). Hukum pidana internasional adalah hukum pidana yang dibuat, diakui dan diberlakukan oleh banyak atau semua negara di dunia yang didasarkan pada suatu konvensi internasional, berlaku dan menjadi hukum bangsabangsa yang harus diakui dan diberlakukan oleh bangsa-bangsa di dunia, seperti: a. Hukum pidana internasional yang bersumber pada Persetujuan London (8-8-1945) yang menjadi dasar bagi Mahkamah Militer Internasional di Neurenberg untuk mengadili penjahat-penjahat perang Jerman dalam perang dunia kedua

b. Konvensi Palang Merah 1949 yang berisi antara lain mengenai korban perang yang luka dan sakit di darat dan di laut, tawanan perang, penduduk sipil dalam peperangan. 4. Sumber Hukum Pidana Menurut Sudarto sumber hukum pidana Indonesia adalah sebagai berikut: Sumber utama hukum pidana Indonesia adalah hukum yang tertulis yaitu KUHP. Induk peraturan hukum pidana positif adalah KUHP, yang nama aslinya adalah Wetboek van Strafrecht voor nederlandsch indie(W.v.S). KUHP itu merupakan kodifikasi dari hukum pidana dan berlaku untuk semua golongan penduduk, dengan demikian di dalam lapangan hukum pidana telah ada unifikasi. Sumber hukum pidana yang tertulis lainnya adalah peraturan-peraturan pidana yang diatur di luar KUHP, yaitu peraturan-peraturan pidana yang tidak

dikodifikasikan, yang tersebar dalam peraturan perundang-undangan hukum pidana lainnya. Peraturan-peraturan tindak pidana di luar KUHP, misalnya adalah UU TIPIKOR, UU anti trafficking, UU perlindungan anak, UU anti terorisme, dll. Namun di daerah-daerah tertentu dan untuk orang-orang tertentu hukum pidana yang tidak tertulis juga dapat menjadi sumber hukum pidana. Hukum adat yang masih hidup sebagai delik adat masih dimungkinkan menjadi salah satu sumber hukum pidana, hal ini didasarkan kepada Undang-undang Darurat No. 1 Tahun 1951 (L.N. 1951-9) Pasal 5 ayat 3 sub b. Dengan masih berlakunya hukum pidana adat (meskipun untuk orang dan daerah tertentu saja) maka sebenarnya dalam hukum pidana pun masih ada dualisme. Namun harus disadari bahwa hukum pidana tertulis tetap mempunyai peranan yang utama sebagai sumber hukum. Hal ini sesuai dengan asas legalitas yang tercantum dalam Pasal 1 KUHP.

1. Pengertian Hukum Internasional Pengertian hukum internasional menurut para ahli : Mochtar Kusumaatmadja : Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas

Negara-negara antara Negara dengan Negara; Negara dengan subjek Hukum lain bukan negara atau Subyek hukum bukan Negara satu sama lain. J.G. Strke : Mendefenisikan Hukum Internasonal sebagai sekumpulan Hukum ( Body of Law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan Negara-negara satu sama lain. Ivan A. Shearer : Hukum internasional adalah sekumpulan peraturan hukum yang sebagian besar mengatur tentang prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh Negara-negara (Subjek Hukuminternasional) dan Hubungannya satu sama lain meliputi : a. Aturan-aturan hukum yang berhubungan dengan Fungsi-fungsi institusi atau Organisasi-organisasi, hubungan antara institusi dan Organisasi-organisasi tersebut, serta hubungan antarainstitusi dan Organisasi-organisasi tersebut dengan Negara dan Individu-individu. b. Aturan-aturan Hukum tertentu yang berhubungan dengan individu-individu yang menjadi perhatian Komunitas internasional selain identitas negara Maka dapat disimpulkan bahwa Hukum Internasional merupakan Hukum yang mengatur Hubungan hukum antara Negara dan Negara, Negara dan Subjek hukum lain Bukan Negara, atau Subjek Hukum bukan Negara satu sama lain. 2. Asas-asas hukum internasional 1) Asas Teritorial Asas teritorial adalah asas yang didasarkan pada kekuasaan Negara atas daerahnya. Menurut asas ini negara melaksanaan hukum bagi semua orang dan barang yang berada di wilayahnya berlaku Hukum Internasional. 2) Asas Kebangsaan Asas kebangsaan adalah asas yang didasakan pada kekuasaan Negara untuk warga negaranya. Menurut asas ini setiap warga Negara di mana pun ia berada tetap mendapat perlakuan Hukum dari negaranya. 3) Asas kepentingan Umum Adalah asas yang didasarkan pada wewenang Negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan hidup masyarakat. Negara dapat menyesuaikan diri dengan

keadaan dan peristiwayang berkaitan dengan kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat dengan batas-batas wilayah suatu Negara. 4) Asas Persamaan Derajat Adalah Hubungan antar bangsa hendaknya didasarkan pada asas bahwa Negara yang berhubungan adalah Negara yang berdaulat. Secara Formal memang Negara-negara di dunia sudah lama derajatnya, tetapi secara Faktual dan Substansinya masih terjadi ketidaksamaan derajat, khusunya dalam bidang ekonomi. 5) Asas Keterbukaan Dalam Hubungan antar bangsa yang berdasarkan hukum internasional diperlukan adanya kesediaan masing-masing untuk memberikan informasi secara jujur dan dilandasi rasa keadilan. Sehingga masing-masing pihak mengetahui secara jelas manfaat, hak, serta kewajiban dalam menjalin Hubungan Internasional. 6) Ne Bis In Idem Maksud dari asas tersebut adalah : a. Tidak seorang pun dapat diadili sehubungan dengan perbuatan kejahatan yang untuk itu uang bersangkutan telah diputus bersalah atau dibebaskan b.Tidak seorangpun dapat diadili di pengadilan lain Untuk kejahatan dimana Orang tersebut telah dihukum atau dibebaskan oleh pengadilan pidana Internasional. 7) Pacta Sunt Servanda Merupakan asas yang dikenal dalam perjanjian Internasional. Asas ini menjadi kekuatan Hukum dan Moral bagi semua Negara yang mengikatkan diri dalam perjanjian Internasional. 8) Jus Cogents Dalam perjanjian Internasional pun dikenal asas Jus Congenst. Maksudnya ialah bahwa perjajian Internasional dapat batal demi hukum jika pada pembentukannya bertentangan dengan suatu kaidah dasar dari Hukum Internasional umum (Pasal 53 Konvensi Wina 1969). 9) Inviolability dan Immunity Dalam Hukum Diplomatik dan Konsuler dikenal asas Inviolability dan Immunity. Dalam Pedoman tertib Diplomatik dan Prootokoler, Involability merupakan terjemahan dari istilah Inviolable yang artinya seorang penjabat diplomatic tidak dapat ditangkap

atau ditahan oleh alat perlengkapan Negara penerima dan sebaliknya Negara penerima berkewajiban untuk mengambil langkah-langkah demi mencegah serangan atas kehormatan dan kekebalan dari pribadi penjabat diplomatik yang bersangkutan. 3. Ruang Lingkup hukum internasional Ruang lingkup hukum internasional adalah sebagai berikut : a. Subyek hukum internasional b. hubungan-hubungan hukum antar subyek hukum internasional : - hubungan antar negara - hubungan negara dengan non negara ( organisasi internasional ) - hubungan non negara dengan non negara 4. Sumber hukum internasional Menurut Mochtar Kusumaatmadja dalam Hukum Internasional Humaniter

(1980),Sumber Hukum Internasional dibedakan atas Sumber hukum dalam arti Formal dan Sumber Hukum dalam arti material. Sumber Hukum Inernasional formal diatur dalam Piagam PBB. Sedangkan Sumber Hukum Material membahas tentang dasar belakunya Hukum di suatu Negara. Sumber Hukum Material : Terdiri dari dua aliran yaitu : 1. Aliran Naturalis, Aliran ini bersandar pada Hak Asasi atau hak-hak alamiah yang bersumber dari Hukum Tuhan sehingga menempati Posisi yang lebih tinggi dari Hukum Nasional (Grotius) 2. Aliran Positivisme, Aliran ini mendasarkan berlakunya hukum Internasional pada persetujuan bersama dari Negara-negara ditambah dengan asas pacta sunt servada (Hans Kelsen) Sumber Hukum Formal : Sumber Hukum Internasional dalam arti Formal merupakan sumber Hukum Internasional yang paling Utama dan memiliki Otoritas tertinggi serta otentik yang dapat dipergunakan oleh mahkamah internasional di dalam memutuskan suatu sengketa internasional sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional, yaitu sebagai berikut : 1. Perjanjian Internasional (Traktat)

Adalah suatu Ikatan Hukum yang terjadi berdasarkan kata sepakat antara Negaranegara sebagai anggota Organisasi bangsa-bangsa dengan tujuan melaksanakan Hukum tertentu yang mempunyai akibat Hukum tertentu. Konvensi-konvensi atau perjanjian Internasional merupakan sumber utama hukum internasional. Konvensi tersebut dapat berbentuk bilateral maupun Multilateral. Konvensi-konvensi internasional yang merupakan sumber utama hukum Internasional adalah konvensi yang berbentuk Law Making treaties adalah perjanjian- perjanjian Internasional yang berisikan prinsip-prinsip dan ketentuan yang berlaku secara Umum, yaitu sebagai berikut : a. Konvensi-konvensi Den Haag 1899 dan 1907 mengenai Hukum perang dan penyelesaian sangketa secara damai b. General treaty for the renunciation of war, 27 agustus 1928 c. Piagam perserikatan Bangsa-bangsa d. Konvensi-konvensi Wina mengenai Hubungan diplomatik 1961 dan Hubungan Konsuler 1963 e. Konvensi PBB tentang hukum laut, 1982 Prinsip-prinsip dalam perjanjian internasional adalah : a. Pacta Sunt Servada, yaitu setiap perjanjian mengikat para pihak dan harus dijalankan dengan iktikad baik ( konvensi wina 1969, artikel 26 ) b. Pacta Tertiis Nec Nocent Nec Prosunt, yaitu suatu perjanjian tidak mengikat pihak ketiga tanpa persetujuannya ( konvemsi wina 1969, artikel 34 ) 2. Hukum kebiasaan Internasional Hukum Kebiasaan berasal dari praktik Negara-negara melalui sikap dan tindakan yang diambilnya terhadap suatu persoalan. Terbentuknya suatu Hukum kebiasaan didasari oleh Praktik yang sama, dijalankan secara Konstan tanpa adanya pihak yang menentang serta diikuti oleh banyak Negara. 3. Prinsip-prinsip Umum Hukum Menurut Sri Setianigsih Suwardi, S.H., Fungsi dari prinsip-prinsip Hukum umum ini terdiri atas tiga hal berikut yaitu : 1) Sebagai pelengkap dari Hukum kebiasaan dan perjanjian Internasional 2) Sebagai penafsiran bagi perjanjian Internasional dan Hukum Kebiasaan 3) Sebagai pembatasan bagi perjanjian Internasional dan Hukum Kebiasaan

4. Keputusan-keputusan peradilan Keputusan-keputusan peradilan memainkan peranan yang cukup penting dalam membantu pembentukan norma-norma baru hukum Internasional. Sumber Umum Hukum Internasional yaitu : Sumber Hukum Internasional dapat dikategorikan dalam lima bentuk yaitu sebagai berikut : a. Kebiasaan Internasional b. Traktat (Treaty) : Perjanjian Internasional c. Asas Hukum umum yang diakui bagi Negara-negara beradab d. Doktrin ( Ajaran Para ahli terkemuka ) e. Yurisprudensi ( Keputusan hakim terahulu yang kemudian dijadikan sebagai dasar Hukum Pengambilan keputusan Hakim ) 5. Sebab-sebab berakhirnya suatu perjanjian internasional Penyebab berakhirnya perjanjian internasional adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan Tujuan perjanjian telah tercapai Terdapat perubahan mendasar yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian Salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan dalam perjanjian Pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian tersebut Masa berlakunya perjanjian tersebut telah habis Adanya persetujuan dari para pihak untuk mengakhiri perjanjian tersebut Salah satu pihak perjanjian menghilang atau punahnya objek perjanjian tersebut Adanya perjanjian baru antara para pihak yang kemudian meniadakan perjanjian yang terdahulu 10. Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian tersebut telah dipenuhi 11. Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu pihak dan pengakhiran itu diterima oleh pihak lain

Berdasarkan konvensi Wina tahun 1969, karena berbagai alasan suatu perjanjian Internasional dapat batal. Adapun sebab dari batalnya atau pembatalan dari suatu perjanjian internasional adalah sebagai berikut : 1. Negara atau wakil kuasa pernah melanggar ketentuan hukum Nasionalnya 2. Adanya unsur kesalahan error pada saat perjanjian tersebut dibuat 3. Adanya unsur penipuan dari negara peserta tertentu terhadap negara peserta lain, pada saat pembentukan perjanjian 4. Terdapat penyalahgunaan atau kecurangan (Corruption) melalui kelicikan atau penyuapan 5. Adanya unsur paksaan terhadap wakil suatu negara peserta, paksaan tersebut baik dengan ancaman maupun penggunaan kekuatan

1. Pengertian hukum tata negara Menurut istilah, hukum tata negara berasal dari kata Staatsrecht (bahasa belanda). Staats artinya negara, sedangkan recht artinya hukum. Definisi para ahli tentang pengertian hukum tata negara diantaranya : Menurut Van Vollenhoven hukum tata negara mengatur semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat hukum bawahan menurut tingkatannya dan dari masing-masing itu menentukan wilayah lingkungan rakyatnya dan akhirnya menentukan badan-badan dan fungsinya masing-masing yang berkuasa dalam lingkungan masyarakat hukum itu, serta menentukan susunan dan

wewenangnya dari badan-badan tersebut. Menurut Scholten hukum tata negara adalah hukum yang mengatur organisasi dari pada negara. Menurut van der pot hukum tata negara adalah peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan serta wewenangnya masing-masing, hubungannya satu dengan yang lainnya dan hubungannya dengan individuindividu

Menurut J.H.A. Logemann sebagaimana dikutip Usep Ranawijaya bahwa hukum tata negara adalah serangkaian kaidah hukum mengenai pribadi hukum dari jabatan atau kumpulan jabatan di dalam negara dan mengenai lingkungan berlakunya ( gebied ) hukum dari suatu negara.

2. Asas-asas hukum tata negara 1. Asas pancasila Pancasila merupakan sumber hukum materiil, oleh karena itu perundangundangan tidak boleh bertentangan dengan pancasila. Setiap tindakan rakyat dan negara Indonesia harus sesuai dengan Pancasila yang sudah ditetapkan sebagai dasar negara. Pancasila sebagai Azas Hukum Tata Negara dapat dilihat dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. 2. Asas negara hukum Yaitu negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Asas Negara hukum (rechtsstaat) cirinya yaitu adanya

UUD atau konstitusi yang memuat tentang hubungan antara penguasa dan rakyat dan adanya pembagian kekuasaan, diakui dan dilindungi adanya hakhak kebebasan rakyat. Unsur-unsur / ciri-ciri khas daripada suatu Negara hukum atau Rechstaat adalah : 1. Adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, kultur dan pendidikan. 2. Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak dipengaruhi oleh suatu kekuasaan atau kekuatan lain apapun. 3. 4. Adanya legalitas dalam arti hukum dalam semua bentuknya. Adanya Undang-Undang Dasar yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dengan rakyat. 3. Asas kedaulatan rakyat dan demokrasi Bentuk pemerintahan dimana kekuasaan pemerintahan berasal dari rakyat, baik secara langsung ( demokrasi langsung ) ataupun melalui perwakilan (

demokrasi tidak langsung ). Asas demokrasi menuntut bahwa setiap orang harus mempunyai kesempatan yang sama untuk mempengaruhi tindakan pemerintah. Asas ini diwujudkan lewat sistem representasi ( perwakilan rakyat ) yang mempunyai peranan dalam pembentukan undang-undang dan kontrol terhadap pemerintah. Azas kedaulatan menghendaki agar setiap tindakan dari pemerintah harus berdasarkan dengan kemauan rakyat dan pada akhirnya pemerintah harus dapat dipertanggung jawabkan kepada rakyat melalui wakil-wakilnya sesuai dengan hukum. 4. Asas negara kesatuan Negara kesatuan adalah negara yang diorganisir di bawah satu pemerintahan pusat. Ciri konstitusi negara kesatuan adalah diaturnya pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan otoritas sentral pada pemerintah pusat. Istilah dibagi atas ( bukan terdiri atas ) dalam ketentuan pasal 18 ayat 1 UUD 1945 bukanlah istilah yang digunakan secara kebetulan. Istilah itu langsung menjelaskan bahwa negara indonesia adalah negara kesatuan di mana kedaulatan negara berada di tangan pusat. 5. Asas pemisahan kekuasaan dan check and balances Separation of power adalah pemisahan kekuasaan bersifat horizontal dalam arti kekuasaan dipisah-pisahkan ke dalam fungsi-fungsi yang tercermin dalam lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling mengimbangi ( check and balances ). Dalam separation of power diterapkan prinsip pemisahan kekuasaan yang tegas baik organ maupun fungsinya antara cabang-cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang diwujudkan dalam pelembagaan organ-organ negara yang sederajat sekaligus saling mengontrol dan mengimbangi satu sama lain ( check and balances ).

Montesquieu mengemukakan bahwa setiap Negara terdapat tiga jenis kekuasaan yaitu Trias Politica : 1. Eksekutif 2. Legislatif 3. Yudikatif

3. Ruang lingkup hukum tata negara Ruang lingkup Hukum Tata Negara adalah struktur umum dari negara sebagai organisasi, yaitu: 1. Bentuk Negara (Kesatuan atau Federasi) 2. Bentuk Pemerintahan (Kerajaan atau Republik) 3. Sistem Pemerintahan (Presidentil, Parlementer, Monarki absolute) 4. Corak Pemerintahan (Diktator Praktis, Nasionalis, Liberal, Demokrasi) 5. Sistem Pendelegasian Kekuasaan Negara (Desentralisasi, meliputi jumlah, dasar, cara dan hubungan antara pusat dan daerah) Menurut Nimatul Huda dalam bukunya yang berjudul Hukum Tata Negara Indonesia, ruang lingkup hukum tata negara indonesia : 1. Struktur umum dari negara sebagai organisasi 2. Badan-badan yang mempunyai wewenang dan kekuasaan dalam penyelenggaraan negara 3. Pengaturan kehidupan politik rakyat 4. Sejarah ketatanegaraan 4. Sumber hukum tata negara a. sumber hukum materiil : 1. dasar dan pandangan hidup bernegara ( pancasila ) b. sumber hukum formil : 1. hukum perundang-undangan Adalah hukum tertulis yang dibentuk dengan cara-cara tertentu oleh pejabat yang berwenang dan dituangkan dalam bentuk tulisan

Contoh sumber hukum formil dari perundang-undangan : UU No. 12 tahun 2011 pasal 7 ayat 1 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan : 1. UUD 1945 2. Ketetapan MPR 3. UU / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ( PERPU ) 4. Peraturan pemerintah 5. Peraturan presiden 6. Peraturan daerah ( Perda ) Provinsi 7. Peraturan daerah ( Perda ) kabupaten/kota 2. hukum adat Merupakan hukum asli bangsa indonesia yang tidaka tertulis, namun tumbuh dan dipertahankan dalam persekutuan masyarakat hukum adat 3. hukum kebiasaan atau konvensi Merupakan hukum yang tumbuh dalam praktik penyelenggaraan negara untuk melengkapi, menyempurnakan, dan menghidupkan (mendinamisasi) kaidah-kaidah hukum perundangan-undangan 4. yurisprudensi Merupakan kumpulan keputusan-keputusan pengadilan mengenai

persoalan ketatanegaraan yang setelah disusun secara teratur memberikan kesimpulan tentang adanya ketentuan-ketentuan hukum tertentu yang ditemukan atau dikembangkan oleh badan-badan pengadilan 5. Traktat atau perjanjian internasional

Persetujuan yang diadakan oleh Indonesia dengan negara-negara lain, dimana Indonesia telah mengikat diri untuk menerima hak-hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian yang diadakannya itu 6. Doktrin Merupakan ajaran-ajaran tentang hukum tata negara yang ditemukan dan dikembangkan di dalam dunia ilmu pengetahuan sebagai hasil penyelidikan dan pemikiran seksama berdasarkan logika formal yang berlaku

1. Pengertian hukum lingkungan hidup Menurut pasal 1 ( 1 ) UU No.32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Sedangkan hukum lingkungan adalah aturan atau kaidah yang mengatur tatanan lingkungan yang ada khususnya di Indonesia, dimana lingkungan mencakup semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya yang terdapat dalam ruang dimana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia serta jasad-jasad hidup lainnya. Hukum lingkungan dalam pengertian yang paling sederhana adalah hukum yang mengatur tatanan (lingkungan hidup).

2. Asas-asas hukum lingkungan hidup Berdasarkan pasal 2 UU N0.32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, asas-asas hukum lingkungan hidup yaitu : a. tanggung jawab negara; b. kelestarian dan keberlanjutan;

c. keserasian dan keseimbangan; d. keterpaduan; e. manfaat; f. kehati-hatian; g. keadilan; h. ekoregion; i. keanekaragaman hayati; j. pencemar membayar; k. partisipatif; l. kearifan lokal; m. tata kelola pemerintahan yang baik; dan n. otonomi daerah. Menurut penjelasan atas UU No.32 tahun 2009 tentang perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup Pasal 2 adalah sebagai berikut : a. asas tanggung jawab negara Yang dimaksud dengan asas tanggung jawab negara adalah: a.) negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan. b.) negara menjamin hak warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. c.) negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. b. asas kelestarian dan keberlanjutan Yang dimaksud dengan asas kelestarian dan keberlanjutan adalah bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup. c. asas keserasian dan keseimbangan Yang dimaksud dengan asas keserasian dan keseimbangan adalah bahwa pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan serta pelestarian ekosistem.

d. asas keterpaduan Yang dimaksud dengan asas keterpaduan adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen terkait. e. asas manfaat Yang dimaksud dengan asas manfaat adalah bahwa segala usaha dan/atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras dengan lingkungannya. f. asas kehatian-hatian Yang dimaksud dengan asas kehati-hatian adalah bahwa ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha dan/atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda langkahlangkah meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. g. asas keadilan Yang dimaksud dengan asas keadilan adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, baik lintas daerah, lintas generasi, maupun lintas gender. h. asas ekoregion Yang dimaksud dengan asas ekoregion adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan karakteristik sumber daya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan lokal. i. asas keanekaragaman hayati Yang dimaksud dengan asas keanekaragaman hayati adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk mempertahankan keberadaan, keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri atas sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.

j. asas pencemar membayar Yang dimaksud dengan asas pencemar membayar adalah bahwa setiap penanggung jawab yang usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan. k. asas partisipatif Yang dimaksud dengan asas partisipatif adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung. l. asas kearifan lokal Yang dimaksud dengan asas kearifan lokal adalah bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. m. asas tata kelola pemerintahan yang baik Yang dimaksud dengan asas tata kelola pemerintahan yang baik adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan. n. asas otonomi daerah Yang dimaksud dengan asas otonomi daerah adalah bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan memperhatikan

kekhususan dan keragaman daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Ruang lingkup hukum lingkungan hidup Berdasarkan pasal 4 UU No 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, ruang lingkup hukum lingkungan hidup adalah : a. perencanaan; b. pemanfaatan; c. pengendalian;

d. pemeliharaan; e. pengawasan; dan f. penegakan hukum Sedangkan menurut Koesnadi Hardjasoemantri, guru besar hukum lingkungan, sebagaimana ditulis dalam bukunya hukum tata lingkungan, bahwa lingkungan di Indonesia dapat meliputi aspek-aspek sebagai berikut : Hukum tata lingkungan Hukum perlindungan lingkungan Hukum kesehatan lingkungan Hukum pencemaran lingkungan Hukum lingkungan internasional Hukum perselisihan lingkungan

4. Sumber hukum lingkungan hidup a. Undang-undang UU No 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup UU No 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup ( pengganti UU No 23 tahun 1997 ) b. Peraturan pemerintah PP No 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air PP No 27 tahun 1999 tentang AMDAL

c. Peraturan Presiden d. Keputusan menteri lingkungan hidup tentang ketentuan pelaksanaan AMDAL e. Keputusan kepala BAPEDAL tentang pelaksanaan ketentuan AMDAL

1. pengertian hukum administrasi negara Pengertian hukum administrasi negara menurut beberapa ahli : 1. JHP Bellafroid menyatakan bahwa Hukum adminstrasi negara adalah keseluruhan aturan-aturan tentang cara bagaimana alat-alat perlengkapan pemerintahan dan badan-badan kenegaraan serta majelis-majelis pengadilan

khusus yang diserahi pengadilan tata usaha negara hendaknya memenuhi tugasnya. 2. Oppenheim mengemukakan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya oleh HukumTata Negara. Hukum Administrai Negara menggambarkan negara dalam keadaan bergerak. 3. Logemann mengetengahkan Hukum Pemerintahan/Hukum Administrasi Negara sebagai seperangkat norma-norma yang menguji hukum istimewa yang diadakan untuk memungkinkan para pejabat (Alat Tata Usaha Negara/ Alat Administrasi Negara) melakukan tugas mereka yang khusus. Hukum Administrasi Negara tidak identik/sama dengan hukum yang mengatur pekerjaan administrasi negara, karena hukum yang mengatur pekerjaan administrasi negara sudah termasuk dalam Hukum Tata Negara. 4. De La Bascecour Caan menyatakan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi sebab maka negara berfungsi (bereaksi). Dengan demikian peraturan-peraturan itu mengatur hubungan-hubungan antara warga negara dengan pemerintahannya. 5. Sir W.Ivor Jenning mengemukakan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang berhubungan dengan administrasi negara. Hokum ini menentukan organisasi kekuasaan dan tugas-tugas dari pejabat-pejabat administrasi. 6. R. Kranenburg memberikan definisi Hukum Administrasi Negara dengan memperbandingkannya dengan Hukum Tata Negara, meskipun hanya sekedar perlu untuk pembagian tugas. Menurutnya Hukum Administrasi Negara adalah meliputi hokum yang mengatur susnan dan wewenang khusus dari alat perlengkapan badan-badan seperti kepegawaian (termasuk mengenai pensiun) peraturan wajib militer, pengaturan mengenai pendidikan/pengajaran, peraturan mengenai jaminan sosial, peraturan mengenai perumahan, peraturan perburuhan, peraturan jaminan orang miskin, dan sebagainya.

7. E.Utrecht mengemukakan bahwa Hukum Administrasi Negara/Hukum Pemerintahan adalah hokum yang menguji hubungan hokum istimewa yang bila diadakan akan memungkinkan para pejabat administrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus. 8. Prajudi Atmosudirdjo merumuskan HAN sebagai Hukum yang mengenai Pemerintah beserta aparatnya yang terpenting yakni Administrasi Negara selanjutnya dikatakan bahwa hukum administrasi negara mengatur wewenang, tugas, fungsi dan tingkah laku para pejabat Administrasi Negara bertujuan untuk menjamin adanya Administrasi Negara yang bonafit, artinya yang tertib, sopan, berlaku adil dan obyektif, jujur, efisien dan fair. Dapat dikatakan secara ringkas bahwa yang dimaksudkan dengan Hukum Administrasi negara adalah hukum yang mengatur dan mengikat alat administrasi negara dalam menjalankan wewenang yang menjadi tugasnya selaku alat administrasi negara dalam melayani warga negara harus senantiasa memperhatikan kepentingan warga negara. HAN sangat penting dan dibutuhkan dalam penyelenggaraan kekuasaan negara oleh administrasi negara. Keberadaan hukum administrasi negara berperan mengatur wewenang, tugas dan fungsi administrasi negara, disamping itu juga berperan untuk membatasi kekuasaan yang diselenggarakan oleh administrasi negara. 2. Asas-asas hukum administrasi negara Asas-asas umum pemerintahan yang baik (ABBB) yang telah memperoleh tempat yang layak dalam peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi di Neederland dan dikembangkan oleh teori ilmu hukum yang diakui oleh Prof. Kuntjoro Purbopranot antara lain tiga belas (13) asas, yakni : 1. Asas kepastian hukum (principle of legal security); 2. Asas keseimbangan (principle of proportionality); 3. Asas kesamaan dalam mengambil keputusan (principle of equality); 4. Asas bertindak cermat (principle of carefulness); 5. Asas motifasi untuk setiap keputusan (principle of motivation); 6.Asas jangan mencampuradukkan kewenangan (principle of non misure of competence); 7. Asas permainan yang layak (principle of fair play);

8. Asas keadilan atau kewajaran (principle of reasonableness or prohibition of arbritariness); 9. Asas menanggapi pengharapan yang wajar (principle of meeting raised expectation); 10.Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal (principle of undoing the consequences of annulled decicion); 11.Asas perlindungan atas pandangan hidup (principle of protecting the personal way of life); 12.Asas kebijaksanaan (sapientia); 13.Asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public servis). Asas-asas tersebut berpangkal tolak dari teori-teori hukum dan yurisprudensi serta norma-norma yang hidup dalam masyarakat. Untuk itu berlakunya asas-asas umum pemerintahan yang baik ini di Indonesia harus sesuai dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945. 1. Asas Kepastian Hukum Asas ini menghendaki agar di dalam mengeluarkan keputusan atau membuat suatu penetapan apabila telah memenuhi syarat baik formil maupun materiil tidak berlaku surut dan tidak dicabut kembali, karena hal itu dapat mengakibatkan ketidakpercayaan warga masyarakat terhadap Alat administrasi negara. Sehingga suatu keputusan/ketetapan yang dikeluarkan oleh Alat administrasi negara, harus mengandung kepastian dan

dikeluarkan tidak untuk dicabut kembali, bahkan sekalipun keputusan itu mengandung kekurangan. Oleh karena itu pada asasnya setiap KTUN harus dianggap benar menurut hukum dan karenanya dapat dilaksanakan demi kepastian hukum selama belum dibuktikan sebaliknya sehingga akhirnya dinyatakan bersifat melawan hukum oleh PTUN.Dalam suatu surat keputusan sering disertai clausula yang berbunyi apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam surat keputusan ini, maka surat keputusan ini akan ditinjau kembali sebagaimana mestinya. Seharusnya demi kepastian hukum suatu surat keputusan yang telah dikeluarkan bukan untuk ditarik kembali. Menurut SF Marbun clausula yang dimuat dalam suatu keputusan tersebut adalah mubadzir dan berlebihan, peninjauan kembali baru dapat dilaksanakan apabila ada pihak yang menggugat dan pengadilan memutuskan untuk mencabut setelah dilakukan pengujian oleh hakim.

2. Asas Keseimbangan Asas ini bertitik tolak dari ajaran keseimbangan antara hak dan kewajiban yang pada hakekatnya menghendaki terciptanya keadilan menuju kepada kehidupan yang damai. Wiarda mengemukakan bahwa di dalam penerapan asas keseimbangan ini harus diperhatikan dua (2) syarat, yaitu : 1. Adanya keseimbangan antara kepentingan yang dibina oleh aparatur

pemerintah/negara dengan kepentingan yang dilanggar; 2. Adanya keseimbangan antara persoalan yang sama. Syarat-syarat di atas memberikan pengertian bahwa dilapangan hukum administrasi negara perlu diciptakan keseimbangan kepentingan aparatur sesuatu persoalan dengan penyelesaian persoalan-

pemerintah/negara dalam penyelenggaraan tugas-tugasnya dengan kepentingan pihak administrasi yang menanggung akibat hukum yang ditimbulkan oleh perbuatan aparatur pemerintah/negara baik dalam bentuk kerja sama (perbuatan dua pihak) maupun akibat tindakan hukum sepihak. Contoh konkrit di dalam hukum kepegawaian, seharusnya tindakan-tindakan disiplin yang dijatuhkan oleh atasan terhadap kesalahan dan kelalaian pegawai bawahannya haruslah seimbang, oleh karenanya antara kesalahan dilakukan dengan hukuman disiplin yang dijatuhkan harus ada keseimbangan 3. Asas Kesamaan Dalam Mengambil Keputusan Asas ini menghendaki bahwa terhadap kasus yang sama atau fakta-fakta yang sama sebaiknya diambil tindakan-tindakan yang sama pula, atau dengan kata lain tidak boleh ada diskriminasi (pandang bulu) dalam mengambil keputusan. Pelaksanaan asas ini di Indonesia juga harus dikaitkan dengan ketentuan Pasal 27 UUD 1945. Perlu kita ketahui ingat juga bahwa keputusan/ketetapan itu oleh alat administrasi negara dibuat untuk menyelesaikan hal-hal konkrit yang sifatnya kasuistik. Namun demikian apabila alat administrasi negara akan membuat atau mengeluarkan keputusan/ketetapan yang kasusnya sama atau hampir sama, semestinya keputusan/ketetapan yang dikeluarkan hendaknya jangan bertentangan sifatnya. 4. Asas Bertindak Cermat Asas ini ketelitian dari aparatur pemerintah/negara di dalam melakukan suatu perbuatan, terutama di dalam melakukan perbuatan hukum karena perbuatan hukum ini yang

selalu menimbulkan akibat hukum bak itu berupa hak maupun kewajiban bagi dirinya sendiri sebagai subyek hukum maupun pihak lain yakni pihak administrable. Oleh karenanya pemerintah senantiasa diharapkan bertindak menimbulkan kerugian pada warga masyarakat. 5. Asas Motivasi Asas ini menghendaki bahwa dalam setiap keputusan/ketetapan yang dibuat dan dikeluarkan oleh alat administrasi negara haruslah mempunyai motivasi/alasan yang cukup sebagai dasar pertimbangan yang dimuat pada bagian konsideran dari sebuah keputusan yang dikeluarkan. Motivasi atau alasan yang dipakai sebagai dasar pertimbangan dikeluarkannya sebuah keputusan/ketetapan hendaknya benar dan jelas. Oleh karena itu adanya asas motivasi ini diharapkan dapat membuat pihak yang dikenai keputusan (administrable) memperoleh pengertian yang cukup dan jelas atas keputusan yang dijatuhkan kepadanya. Dengan demikian apabila pihak administrable merasa tidak puas terhadap keputusan yang dijatuhkan kepadanya, ia dapat mengajukan banding atau membawa masalahnya ke peradilan administrasi negara guna mencari dan memperoleh keadilan 6. Asas Larangan Untuk Mencampuradukkan Kewenangan atau Penyalahgunaan Wewenang (Detournement De Pouvoir/Exes De Pouvoir) Asas ini memberikan petunjuk bahwa pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain. Dengan demikian apabila suatu instansi pemerintah atau pejabat pemerintah atau alat administrasi negara diberi kekuasaan untuk memberikan keputusan tentang suatu kasus (masalah konkrit), maka keputusan yang dibuat tidak boleh digunakan untuk maksud-maksud lain terkecuali untuk maksud dan tujuan yang berhubungan dengan diberikannya kekuasaan/wewenang tersebut. dengan hati-hati agar tidak

Detournement De Pouvoir ini dapat juga timbul karena asas kebebasan bertindak (freis ermessen) yang dipunyai oleh alat administrasi negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya 7. Asas Permainan Yang Layak Asas memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada rakyat untuk mencari kebenaran dan keadilan sebelum aparatur negara/pemerintah mengambil suatu keputusan

atau menjatuhkan suatu ketetapan. Apabila asas ini diterapkan dalam kepegawaian misalnya dalam penjatuhan disiplin, maka seorang pegawai negeri sipil yang akan dijatuhi hukuman disiplin seharusnya sebelum hukuman disiplin dujatuhkan ia diberi kesempatan untuk membela diri terlebih dahulu. 8. Asas Keadilan dan Kewajaran Prinsip dalam asas ini menyatakan bahwa bertindak secara sewenangwenang atau tidak layak dilarang. Oleh karena itu alat administrasi negara/aparatur negara/aparatur pemerintah dalam mengambil keputusan/ketetapan tidak boleh melampoi batas keadilan dan kewajaran apabila ada AAN yang bertindak bertentangan dengan asas ini maka keputusannya dapat dibatalkan dengan alasan tindakannya dilakukan dengan

sewenangwenang. Dengan demikian asas ini menuntut ditegakkannya aturan hukum agar tidak terjadi kesewenang-wenangan 9. Asas Menanggapi Pengharapan Yang Wajar Asas ini mendorong alat administrasi negara dalam melakukan perbuatannya terutama perbuatan yang menimbulkan akibat hukum selalu memperhatikan harapanharapan yang timbul dalam masyarakat atau pihak administrabel. Asas ini di Nederland telah diberlakukan dengan ketentuan bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan alat administrasi negara hendaknya menimbulkan harapan-harapan pada warga masyarakat. Apabila aparat pemerintah yang ada yang bertindak bertentangan dengan asas ini, maka keputusan yang dikeluarkan dapat dibatalkan. 10. Asas Meniadakan Akibat-akibat Suatu Keputusan Yang Batal Asas ini menghendaki bahwa apabila ada suatu keputusan yang dibatalkan oleh lembaga banding ataupun oleh pengadilan, maka akibat dari suatu keputusan/ketetapan yang batal tadi harus ditiadakan. Oleh karenanyaasas ini menghendaki alat administrasi negara/aparatur pemerintah agar di dalam melakukan perbuatan hukum yang dilakukannya apabila dibatalkan dalam instansi banding maupun dibatalkan oleh pengadilan yang berwenang, ia harus menerima resiko untuk mengembalikan hak-hak dari pihak yang dirugikan oleh perbuatannya. 11. Asas Perlindungan Atas Pandangan Hidup Asas ini menghendaki agar warga masyarakat mempunyai hak atas kehidupan pribadinya dan alat administrasi negara/aparatur negara/aparatur pemerintah dalam

menjalankan tugasnya harus

menghormati dan melindungi hak-hak tersebut. Di

Indonesia pelaksanaan hak atas pandangan hidup ini harus disesuaikan dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945 beserta peraturan perundang-undangan lainnya. 12. Asas Kebijaksanaan Maksud dari asas ini, yakni bahwa alat administrasi negara dalam segala tindakannya harus senantiasa berpandangan luas dan dapat memandang jauh ke depan serta dapat menghubungkan tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pelaksanaan tugasnya itu dengan gejala-gejala yang ada di dalam masyarakat. Alat administrasi negara juga harus dapat memperhitungkan segala akibat dari tindakannya itu dari hal-hal yang akan muncul di kemudian hari. Asas ini perlu, apalagi di negara-negara yang sedang membangun seperti Indonesia, karena dengan asas kebijaksanaan ini alat administrasi negara akan dapat berbuat secara cepat dan tepat dengan tidak melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik lainnya 13. Asas Penyelenggara Kepentingan Umum Penyelenggaraan kepentingan umum adalah merupakan tugas yang paling pentig dari alat administrasi negara/aparatur pemerintah. Kepentingan umum meliputi seluruh kepentingan nasional dalam arti kepentingan bangsa, negara dan masyarakat. Maksud dari asas ini yaitu bahwa segala tindakan alat administrasi negara harus dilakukan berdasarkan kepentingan umum. Oleh karena itu didalam menjalankan tugas dan wewenangnya, alat administrasi negara harus mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi dan golongan. 3. Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara Adapun ruang lingkup dari HukumAdministrasi Negara adalah bertalian erat dengan tugas dan wewenang lembaga negara (administrasi negara) baik di tingkat pusat maupun daerah, perhubungan kekuasaan antar lenbaga negara (administrasi negara), dan antara lembaga negara dengan warga masyarakat (warga negara) serta memberikan jaminan perlindungan hukum kepada keduanya, yakni kepada warga masyarakat dan administrasi negara itu sendiri. Mengenai ruang lingkup yang dipelajari dalam studi Hukum Administrasi Negara, Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan ada enam ruang lingkup yang dipelajari dalam HAN yaitu meliputi : 1. Hukum tentang dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum dari administrasi negara;

2. 3.

Hukum tentang organisasi negara; Hukum tentang aktivitas-aktivitas dari administrasi negara, terutama yang bersifat yuridis;

4.

Hukum tentang sarana-sarana dari administrasi negara terutama mengenai kepegawaian negara dan keuangan negara;

5.

Hukum administrasi pemerintah daerah dan Wilayah, yang dibagi menjadi : a. Hukum Administrasi Kepegawaian; b. Hukum Administrasi Keuangan; c. Hukum Administrasi Materiil; d. Hukum Administrasi Perusahaan Negara.

6.

Hukum tentang Peradilan Administrasi Negara

4. Sumber Hukum Administrasi Negara Sumber hukum materiil Hukum Administrasi Negara adalah meliputi faktor-faktor yang ikut mempengaruhi isi/materi dari aturan-aturan hukum. Faktor-faktor tersebut antara lain : 1) Sejarah/historis : a. UU dan sistem hukum tertulis yang berlaku pada masa lampau di suatu tempat; b. Dokumen-dokumen; surat-surat serta keterangan lain dari masa lampau. UU dan system hukum tertulis yang berlaku pada masa lampau lebih penting bila dibandingkan dengan dokumen serta surat-surat dan keterangan lain pada masa lampau sebab UU dan system hukum tertulis itulah yang merupakan hukum yang betul-betul. Sedangkan dokumen, suratsurat dan keterangan lain hanya bersifat mengenalkan hukum yang berlaku pada masa lampau. 2) Sosiologis/Antropologis

Menyoroti lembaga-lembaga sosial sehingga dapat diketahui apa yang dirasakan sebagai hukum oleh lembaga-lembaga itu. Berdasarkan pengetahuan dari lembagalembaga sosial itu dapat dibuat materi hukum yang sesuai dengan kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat. Dengan kata lain secara sosiologis, sumber hukum adalah faktor-faktor dalam masyarakat yang ikut menentukan materi hukum positif. Antara lain pandangan ekonomis, agamis dan psikologis. 3) Filosofis Ada 2 faktor penting yang dapat menjadi sumber hukum secara filosofis yaitu Karena hukum itu dimaksudkan antara lain untuk menciptakan keadilan maka hal-hal yang secara filosofis dianggap adil dijadikan pula sebagai sumber hukum materiil dan Oleh karena hukum diciptakan untuk ditaati maka seluruh faktor yang dapat mendukung seseorang taat pada hukum harus diperhatikan dalam pembuatan aturan hukum positif, di antaranya adalah faktor kekuasaan penguasa dan kesadaran hukum masyarakat. Sumber hukum formil adalah sumber hukum materiil yang sudah dibentuk melalui proses-proses tertentu, sehingga sumber hukum tadi menjadi berlaku umum dan ditaati berlakunya oleh umum. beberapa sumber hukum formil Hukum Administrasi Negara : a. b. c. d. e. Undang-undang (dalam arti luas); Kebiasaan/praktek Alat Tata Usaha Negara; Yurisprudensi; Doktrin/pendapat para ahli; Traktat.

Undang-Undang Undang-undang yang dimaksudkan sebagai sumber hukum formil HAN adalah Undang-undang dalam arti materiil atau UU dalam arti yang luas. Buys menyatakan bahwa yang dimaksud dengan UU dalam arti materiil adalah setiap keputusan pemerintah yang berdasarkan materinya mengikat langsung setiap penduduk pada suatu daerah. Dengan demikian yang dimaksud dengan UU dalam arti materiil adalah semua peraturan

perundang-undangan dari tingkat yang tinggi sampai tingkat yang rendah yang isinya mengikat setiap penduduk. Kebiasaan/Praktek Administrasi Negara Alat Administrasi Negara melaksanakan tugas dan fungsinya berlandaskan pada praktek administrasi negara atau sering dikenal dengan hukum kebiasaan yang telah dilakukan dalam praktek administrasi negara tanpa berdasarkan peraturan perundangundangan yang telah ada, karena mungkin juga peraturanperaturan itu sudah ketinggalan zaman sehingga tidak cocok lagi dengan keadaan, situasi dan kondisi pada saat pengambilan keputusan. Oleh karena itu dasar dari pengambilan keputusan untuk menyelesaikan masalah konkrit yang harus dilakukan oleh alat Administrasi Negara yang terdahulu, yang tugas dan fungsinya sama. Dengan demikian akhirnya tindakan atau praktek alat Administrasi Negara terdahulu itu dijadikan sumber hukum bagi tindakan alat Administrasi Negara yang lain. Namun perlu diketahui bahwa keputusan alat Administrasi terdahulu (praktek administrasi negara) yang dapat dijadikan sumber hukum formil HAN adalah keputusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Yurisprudensi Dimaksudkan dengan yurisprudensi ini adalah suatu keputusan hakim atau keputusan suatu badan peradilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Yurisprudensi sebagai sumber hukum ini berkaitan dengan prinsip bahwa hakim tidak boleh menolak mengadili perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur perkara tersebut, sehingga seorang hakim harus melihat juga nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan keputusan hakim yang terdahulu, apabila ia bertugas menyelesaikan permasalahan yang belum ada peraturan perundang-undangannya. Doktrin/Pendapat para ahli HAN Alasan mengapa doktrin dapat dipakai sebagai sumber hukum formil HAN, adalah karena doktrin/pendapat para ahli tersebut dapat melahirkan teoriteori baru dalam lapangan HAN, yang kemudian dapat mendorong atau menimbulkan kaidah-kaidah

HAN. Sebagai contoh ajaran functionare de fait,yaitu suatu ajaran yang menyatakan dianggap sah keputusan-keputusan yang dihasilkan atau dikeluarkan oleh seorang alat Administrasi Negara yang sebetulnya secara yuridis formil kewenangannya untuk mengeluarkan atau menerbitkan keputusan-keputusan dianggap tidak sah. Doktrin sebagai sumber hukum formil HAN, berlainan dengan sumber-sumber hukum yang lain karena doktrin ini diakui sebagai sumber hukum formil HAN memerlukan waktu yang lama dan proses yang panjang. Undang-undang begitu diundangkan (sudah mengikat umum), langsung dapat dipakai sebagai sumber hukum. Yurisprudensi begitu mempunyai kekuatan hukum yang tetap langsung bisa menjadi sumber hukum. Begitu juga kebiasaan/praktek administrasi negara, setelah mempunyai kekuatan hukum yang tetaplangsung bisa dipakai sebagai sumber hukum. Akan tetapi doktrin atau pendapat para ahli HAN, baru dapat dipakai sebagai sumber hukum HAN apabila doktrin tersebut sudah diakui oleh umum. Traktat Traktat sebagai sumber hukum formal dari sumber hukum administrasi negara ini berasal dari perjanjian internasional yang kemudian diratifikasi oleh pemerintah untuk dilaksanakan di negara yang telah meratifikasi perjanjian internasional tersebut. Namun demikian perjanjian internasional yang dapat dijadikan sumber hukum formal hanyalah perjanjian internasional yang penting, lazimnya berbentuk traktat atau traty. Kalau tidak dibatasi demukian menurut Sudikno Mertokusumo pemerintah tidak mempunyai cukup keleluasaan bergerak untuk menjalankan hubungan internasional dengan sewajarnya. Apalagi untuk berlakunya traktat di suatu negara ini diharuskan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari wakil-wakil rakyat. 5. Jenis-jenis pengawasan dalam hukum administrasi negara Pada dasarnya ada beberapa jenis pengawasan yang dapat dilakukan, yaitu: 1. Pengawasan Intern dan Ekstern Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan. Pengawasan dalam bentuk

ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat (built in control) atau pengawasan yang dilakukan secara rutin oleh inspektorat jenderal pada setiap kementerian dan inspektorat wilayah untuk setiap daerah yang ada di Indonesia, dengan menempatkannya di bawah pengawasan Kementerian Dalam Negeri. Pengawasan ekstern adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh unit pengawasan yang berada di luar unit organisasi yang diawasi. Dalam hal ini di Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang merupakan lembaga tinggi negara yang terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun. Dalam menjalankan tugasnya, BPK tidak mengabaikan hasil laporan pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah, sehingga sudah sepantasnya di antara keduanya perlu terwujud harmonisasi dalam proses pengawasan keuangan negara. Proses harmonisasi demikian tidak mengurangi independensi BPK untuk tidak memihak dan menilai secara obyektif aktivitas pemerintah. 2. Pengawasan Preventif dan Represif Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan. Lazimnya, pengawasan ini dilakukan pemerintah dengan maksud untuk menghindari adanya penyimpangan pelaksanaan keuangan negara yang akan membebankan dan merugikan negara lebih besar. Di sisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem pelaksanaan anggaran dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan preventif akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung, sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi lebih awal. Di sisi lain, pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan. Pengawasan model ini lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, di mana anggaran yang telah ditentukan kemudian disampaikan laporannya. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan dan

pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan. 3. Pengawasan Aktif dan Pasif Pengawasan dekat (aktif) dilakukan sebagai bentuk pengawasan yang

dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan. Hal ini berbeda dengan pengawasan jauh (pasif) yang melakukan pengawasan melalui penelitian dan pengujian terhadap surat-surat pertanggung jawaban yang disertai dengan bukti-bukti penerimaan

dan pengeluaran. Di sisi lain, pengawasan berdasarkan pemeriksaan kebenaran formil menurut hak (rechmatigheid) adalah pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah sesuai dengan peraturan, tidak kadaluarsa, dan hak itu terbukti kebenarannya. Sementara, hak berdasarkan pemeriksaan kebenaran materil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid) adalah pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah memenuhi prinsip ekonomi, yaitu pengeluaran tersebut diperlukan dan beban biaya yang serendah mungkin. 4. Pengawasan kebenaran formil menurut hak (rechtimatigheid) dan pemeriksaan kebenaran materiil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid). Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara, pengawasan ditujukan untuk menghindari terjadinya korupsi, penyelewengan, dan pemborosan anggaran negara yang tertuju pada aparatur atau pegawai negeri. Dengan dijalankannya pengawasan tersebut diharapkan pengelolaan dan pertanggung jawaban anggaran dan kebijakannegara dapat berjalan sebagaimana direncanakan.

SUMBER HUKUM SUATU PERIKATAN Sumber hukum suatu perikatan adalah undang-undang dan

persetujuan/perikatan. Menurut pasal 1233 KUHPerdata Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam pasal 1352 KUHPerdata : Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja ( uit de wet allen ) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang ( uit wet ten gevolge vans mensen toedoen ). Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUHPerdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain. Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan ( moral dan fatsoen ), legaat ( hibah atau wasiat ), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan ( billijkheid ) maka hal-hal tersebut dalam sumber-sumber perikatan/perjanjian.

ASAS-ASAS HUKUM PERJANJIAN


1. Asas Kebebasan Berkontrak ( freedom of contract ) Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisa dari ketentuan pasal 1338 ayat ( 1 ) KUHPerdata, yang berbunyi semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang memintanya . Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk : a. membuat atau tidak membuat perjanjian b. mengadakan perjanjian kepada siapapun c. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratan d. menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan Pengaturan substansi kontrak/perjanjian tidak semata-mata dibiarkan kepada para pihak namun perlu juga diawasi. Pemerintah sebagai pengemban kepentingan umum menjaga keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, melalui intervensi pemerintah inilah terjadi pemasyarakatan hukum perjanjian. 2. Asas Konsensualisme ( concensualism ) Asas konsensualisme berarti kesepakatan ( consensus ), yaitu pada dasarnya perjanjian sudah lahir sejak detik tercapainya kata sepakat. Perjanjian telah mengikat begitu kata sepakat dinyatakan dan diucapkan. Asas

konsensualisme dapat disimpulkan dalam pasal 1320 ayat ( 1 ) KUHPerdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. 3. Asas kepastian Hukum ( pacta sunt servada ) Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servada merupakan asas yang mengikat seperti undang-undang bagi pihak pihak yang menyetujui perjanjian tersebut. Hal ini tertera dalam pasal 1338 ayat ( 1 ) KUHPerdata , yang menyatakan Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Jika terjadi sengketa dalam pelaksanaan perjanjian, misalnya salah satu pihak ingkar janji ( wanprestasi ), maka hakim dengan keputusannya dapat memaksa agar pihak yang melanggar itu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai perjanjian, bahkan hakim dapat memerintahkan pihak yang lain membayar ganti rugi sesuai dengan apa yang tertera dalam perundang-undangan yang berlaku. 4. Asas Itikad Baik ( good faith ) Itikad baik merupakan keadaan batin para pihak dalam membuat dan melaksanakan perjanjian harus jujur, terbuka, dan saling percaya. Asas itikad baik tercantum dalam pasal 1338 ayat ( 3 ) KUHPerdata yang berbunyi : perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad baik nisbi, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek, sedangkan pada itikad baik mutlak, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan menurut norma-norma yang objektif. 5. Asas Kepribadian ( personality ) Pada asas kepribadian, isi perjanjian hanya mengikat para pihak secara personal, tidak mengikat pihak-pihak lain yang tidak memberikan

kesepakatannya. Seseorang hanya dapat mewakili dirinya sendiri dan tidak dapat mewakili orang lain dalam membuat perjanjian. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. WANPRESTASI DAN OVERMACHT WANPRESTASI Wanprestasi adalah suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya. Wanprestasi dapat berupa 4 macam, yaitu : 1. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya

2. melaksanakan apa yang dijanjikannya, tapi tidak sebagaimana dijanjikan 3. melakukan apa yang dijanjikan tapi terlambat 4. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan Akibat-akibat wanprestasi : 1. membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau yang disebut dengan ganti rugi 2. pembatalan perjanjian 3. peralihan risiko 4. membayar biaya perkara, apabila sampai diperkarakan di depan hakim OVERMACHT Adalah suatu keadaan yang terjadi setelah dibuatnya perjanjian, yang menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya, dimana debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung resiko serta tidak dapat menduga pada waktu perjanjian dibuat. Overmacht atau keadaan memaksa tertera dalam pasal 1245 KUHPerdata yang berbunyi Tidak ada penggantian biaya. kerugian dan bunga. bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya. Sifat overmacht ada 2 macam, yang pertama bersifat mutlak atau absolut, yaitu dalam halnya sama sekali tidak mungkin lagi melaksanakan perjanjiannya, yang kedua bersifat relatif, yaitu berupa suatu keadaan di mana perjanjian masih dapat juga dilaksanakan, tapi dengan pengorbanan yang sangat besar dari si berhutang. Akibat overmacht : 1. kreditur tidak dapat meminta debitur untuk pemenuhan prestasi 2. debitur tidak dapat dinyatakan salah atau lalai 3. tidak terjadi peralihan risiko 4. kreditur tidak dapat menuntut pembatalan perikatan CAKAP HUKUM

Dalam hukum Perdata, belum dewasa adalah belum berumur umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Apabila mereka yang kawin belum berumur 21 tahun itu bercerai, mereka tidak kembali lagi dalam keadaan belum dewasa. Perkawinan membawa serta bahwa yang kawin itu menjadi dewasa dan kedewasaan itu berlangsung seterusnya walaupun perkawinan putus sebelum yang kawin itu mencapai umur 21 tahun ( pasal 330 KUHPerdata yang berbunyi "Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak terlebih dahulu telah kawin."). Dengan usia yang belum mencukupi seseorang tidak dapat melakukan perbuatan hukum perdata dengan sendirinya (kecuali sudah menikah atau disahkan pengadilan). Kategori orang demikian adalah termasuk dalam golongan orang-orang yang berada dalam pengampunan. Sedangkan 1.Seseorang 2.Seseorang 3.Seseorang syarat yang yang seseorang sudah dikatakan dewasa 21 (berumur tahun tidak tetapi cakap 21 pernah hukum: tahun) menikah hukum

berusia

dibawah sedang

yang

menjalani

4.Berjiwa sehat & berakal sehat

You might also like