Professional Documents
Culture Documents
Latar Belakang
Picture. Patient of Sindrom Steven Johnson Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter, dr. Stevens dan dr. Johnson, pada dua pasien anak laki-laki. Namun dokter tersebut tidak dapat menentukan penyebabnya (Adithan,2006). Sindrom Stevens-Johnson Dijelaskan pertama kali pada tahun 1922, sindrom Stevens-Johnson merupakan hipersensitivitas yang dimediasi kompleks imun yang merupakan ekspresi berat dari eritema multiforme. Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) (ektodermosis erosiva pluriorifisialis, sindrom
mukokutaneaokular, eritema multiformis tipe Hebra, eritema multiforme mayor, eritema bulosa maligna) Sindrom Steven Johnson Page 1
adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk. (Hamzah,2002) Sindrom Stevens-Jhonson merupakan kumpulan gejala (sindrom) berupa kelainan dengan ciri eritema, vesikel, bula, purpura pada kulit pada muara rongga tubuh yang mempunyai selaput lendir serta mukosa kelopak mata. Penyebab pasti dari Sindrom Stevens-Jhonson saat ini belum diketahui namun ditemukan beberapa hal yang memicu timbulnya Sindrom Stevens-Jhonson seperti obat-obatan atau infeksi virus. mekanisme terjadinya sindroma pada Sindrom Stevens-Jhonson adalah reaksi hipersensitif terhadap zat yang memicunya. Sindrom Stevens-Jhonson muncul biasanya tidak lama setelah obat disuntik atau diminum, dan besarnya kerusakan yang ditimbulkan kadang tidak berhubungan lansung dengan dosis, namun sangat ditentukan oleh reaksi tubuh pasien. Reaksi hipersensitif sangat sukar diramal, paling diketahui jika ada riwayat penyakit sebelumnya dan itu kadang tidak disadari pasien, jika tipe alergi tipe cepat yang seperti syok anafilaktik jika cepat ditangani pasien akan selamat dan tak bergejala sisa, namun jika Sindrom Stevens-Jhonson akan membutuhkan waktu pemulihan yang lama dan tidak segera menyebabkan kematian seperti syok anafilaktik. Oleh beberapa kalangan disebut sebagai eritema multiforme mayor tetapi terjadi ketidak setujuan dalam literatur. Sebagian besar penulis dan ahli berpendapat bahwa sindrom Stevens-Johnson dan nekrolisis epidermal toksik (NET) merupakan penyakit yang sama dengan manifestasi yang berbeda. Dengan alasan tersebut, banyak yang menyebutkan Sindrom Stevens-Jhonson/Nekrolisis Epidermal Toksik. Sindrom Stevens-Jhonsons secara khas mengenai kulit dan membran mukosa.
2. Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk membahas konsep dasar dari Sindrom StevensJhonson dan mengetahui Asuhan Keperawatan pada klien dengan Sindrom Stevens-Jhonson Sindrom Steven Johnson Page 2
Page 3
Syndrom Steven Johnson adalah Syndrom yang mengenai kulit, selaput lendir orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel / bula dapat disertai purpura. ( Djuanda, 1993 : 107 ). Syndrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari eropsi kulit, kelainan mukosa dan konjungtivitis ( Junadi, 1982 : 480 ). Syndrom Steven Johnson adalah syndrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel / bula, dapat disertai purpura yang dapat mengenai kulit, selaput lendir yang oritisium dan dengan keadaan omom bervariasi dan baik sampai buruk. ( Mansjoer, A, 2000 : 136 ). Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai Sindrom Stevens-Jhonson, adalah reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada versi efek samping ini yang lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik (toxik epidermal necrolysis/TEN). Ada juga versi yang lebih ringan, disebut sebagai eritema multiforme (EM) (Adithan,2006).
Page 4
Page 5
2.2.Etiologi Sindrom Stevens-Jhonson Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab, adalah : a. Alergi obat secara sistemik ( misalnya penisilin, analgetik, anti- peuritik ). Penggunaan obat paling sering pada anak yang berkaitan dengan timbulnya sindrom ini adalah sebagai berikut: Carbamazepine (Tegretol pengobatan anti kejang) Cotrimoxazole (Septra, Bactrim dan berbagai nama generik dari trimethoprim-sulfazoxazole). Ini adalah golongan sulfa antibiotik yang digunakan untuk mengatasi infeksi saluran kemih dan mencegah infeksi pada telinga Sulfadoxine dan pyrimethamine, digunakan sebagai pengobatan malaria dan pada anak dipakai pada pasien dengan penyakit immunodefisiensi b. Alergi obat secara sistemik ( misalnya penisilin, analgetik, anti- peuritik ). Penyakit infeksi yang telah dilaporkan dapat menyebabkan sindrom ini meliputi: Viral: herpes simplex virus (HSV)1 dan 2, HIV, Morbili, Coxsackie, cat-scratch fever, influenza, hepatitis B, mumps, lymphogranuloma venereum(LGV), mononucleosis infeksiosa, Vaccinia rickettsia dan variola. Epstein-Barr virus and enteroviruses diidentifikasi sebagai penyebab timbulnya sindrom ini pada anak. Bakteri: termasuk kelompok A beta haemolytic streptococcus, cholera, Fracisella tularensis, Yersinia, diphtheria, proteus, pneumokokus, Vincent agina, Legionaire, Vibrio parahemolitikus brucellosis, mycobacteriae, mycoplasma pneumonia tularemia and salmonella typhoid. Jamur: termasuk coccidioidomycosis, dermatophytosis dan histoplasmosis. rotozoa: malaria and trichomoniasis. c. Neoplasma dan faktor endokrin d. Faktor fisik (sinar matahari, radiasi, sinar-X) Sindrom Steven Johnson Page 6
e. Makanan : coklat
Picture. Salisilat
Page 7
2.3.Patofisiologi Sindrom Stevens-Jhonson Sindrom Stevens-Jhonson merupakan kelainan hipersensitivitas yang dimediasi kompleks imun yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus dan keganasan. Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV.
a.
Reaksi hipersensitif tipe III Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibody yang mikro presitipasi
sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen.Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan enzim dan menyebab kerusakan jaringan pada organ sasaran ( target- organ ). Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibody yang bersikulasi dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan. Antibiotik tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya komplek antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe ini mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya reaksi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memtagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel, serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut.
Page 8
b. b. Reaksi hipersensitif tipe IV Reaksi hipersensitifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limtokin dilepaskan sebagai reaksi radang. Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T. Penghasil limfokin atau sitotoksik atau suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat ( delayed ) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.
Pengaktifan sel T
Akumulasi Netrofil
Page 9
Kerusakan Enzim & menyebabkan kerusakan jaringan 2.4. Manifestasi Klinis Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan. Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa: a. Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit
menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut. b. c. Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir seluruh tubuh. Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna merah. Bula
terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul pada membran mukosa, membran hidung, mulut, anorektal, daerah vulvovaginal, dan meatus uretra. Stomatitis ulseratif dan krusta hemoragis merupakan gambaran utama. d. Mata : konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata
edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun. 2.5. Komplikasi Komplikasi yang tersering ialah bronkopneumia yang didapati sejumlah 80 % diantara seluruh kasus yang ada. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan atau darah, gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan syok pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan laksimasi. 2.6. Pemeriksaan Penunjang Sindrom Steven Johnson Page 10
Tidak didapatkan pemeriksaan laboratorium yang dapat membeku dalam menegakkan diagnosis. a. CBC ( complek blood count ) bisa didapatkan sel darah putih yang normal atau leukositosis non spesifik, peningkatan jumlah leukosit kemungkinan disebabkan karena infusi bakteri. b. Kultur darah, urin dan luka merupakan indikasi bila dicurigai, penyebab infeksi. c. Tes lainya : Biopsi kulit memperlihatkan luka superiderma Adanya mikrosis sel epidermis Infiltrasi limposit pada daerah ferifaskulator 2.7. Penatalaksanaan a. Kortikosteroid Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan preanisone 30 40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya burukdan lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kartikosteroid merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksamate dan intravena dengan dosis permulaan 4 6 x 5 mg sehari. Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasien stevens-johnson berat harus segera dirawat dan berikan deksametason 6x5 mg intravena setelah masa kritisteratasi, kedaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, tiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan table kortikosteroid, misalnya prenidesone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari. Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakuakn pemeriksaan elektrolit ( K, Na dan CI ) bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg / hari dan diet rendah garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari kortikosteroid diberikan diet tinggi protein / anabolik seperti nandroklok dekanoat dan nanadrolon fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa ( dosis untuk anak tergantung berat badan ). Sindrom Steven Johnson Page 11
b. Antibiotik. Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumia yang dapat menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotik yang jarang menyebabkan alergi, berspektrom luas dan bersifat sakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg. c. Infus dan Transfusi darah Pengaturan keseimbangan cairan / elektron dan nutrisi penting karena pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan darrow. Bila terapi tidak memberi perbaikan dalam 2 3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah banyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan hemostatik.
d. Tropikal Terapi tropikal untuk lesi dimulut dapat berupa kanalog in orabase. Untuk lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sutratulle atau krim sulfa diarine perak.
Page 12
BAB III TINJAUAN TEORITIS 3.1. Tinjauan teoritis keperawatan A. Pengkajian a. Data Subyektif Klien mengeluh demam tinggi, lemah letih, nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan / sulit menelan b. Data Obyektif Kulit eritema, papul, vesikel, bula yang mudah pecah sehingga terjadi erosi yang luas, sering didapatkan purpura. Krusta hitam dan tebal pada bibir atau selaput lendir, stomatitis dan pseudomembran di faring kongjungtivitis purulen, perdarahan, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis. nefritis dan onikolisis.
c. Data Penunjang Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah, degenerasi lapisan basalis, nekrosis sel epidermal, spongiosis dan edema intrasel epidermis. Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.
Page 13
Page 14
yang tepat
kelelahan umum
Pantau TTV Metode IV sering digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek obat Menghilangkan rasa nyeri
Jelaskan pentingnya pembatasan energi Energi penting untuk membantu proses metabolisme tubuh Klien mendapat dukungan psikologi dari keluarga
secara permanen
a. Orientasikan thd
lingkungan.
ketergantungan.
b. Letakan alat-alat
yang sering dipakai dalam jangkuan pengelihatan klien.
e. Berikan bahan-
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN KASUS Seorang anak usia 5 Tahun di bawa ke RS. Sari Mutiara dengan Keluhan Sakit Kepala, batuk,Pilek dan demam dengan Temperatur 390C, sulit menelan dikarenakan adanya lesi di bibir dan nyeri tenggorokan, muncul bintik-bintik merah, eritema di seluruh tubuh dan wajah, tidak selera makan, mual dan muntah. TTV : RR 28 x/i, HR 80 x/i. Turgor Kulit Jele. Ibu mengatakan BB anak menurun dari 25 kg menjadi 22 kg dalam waktu 2 bulan dan anak tidak selesara makan. 4.1 Pengkajian FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM INTEGUMEN PADA Valen Zega
I.
BIODATA A. Nama Umur Status Kesehatan Agama Pendidikan Pekerjaan Alamat Tanggal Masuk Identitas Pasien :Valen Zega : 5 Tahun : Sakit : Kristen Protestan ::: Jln. Bhakti Luhur : 1 Maret 2012
No. Register Ruang/Kamar Golongan Darah Tanggal Masuk Tanggal Pengkajian Diagnosa Medis
B. Nama Pekerjaan
C.
Keluhan Utama
nyeri tenggorokan,muncul bintik-bintik merah pada kulit, tidak selera makan, mual, muntah, berat badan menurun (sebelum 25kg, sesudah 22kg)
II.
RESUME TTV :
III.
Lamanya keluhan : 2 bulan Bagaimana yang dirasakan : nyeri Bagaimana yang dilihat : adanya bintik-bintik merah
Faktor yang memperberat : garukan Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya sendiri :
7. sakit
: membawa ke rumah
8.
makan Minum
: menurun
Jumlah makanan dan minuman : : 1/2 piring / makan : 5 gelas (250 ml/gls) Berat badan : 22 kg Tinggi badan : 100 cm
D.
1. Penyakit yang pernah dialami a. b. c. d. 2. Riwayat Alergi a. Tipe alergi b. Reaksi c. Tindakan 3. Kebiasaan 4. Imunisasi 5. Pola nutrisi Diet : Nasi biasa : alergi tipe III dan IV : nyeri yang hebat : menggaruk : main bola : imunisasi campak dan polio Masa kanan-kanak : flu
Riwayat kecelakaan : tidak ada Pernah dirawat Pernah operasi : tidak : tidak
Makan Minum
: berkurang
Jumlah makanan dan minuman : 1/2 piring : 5gelas (250 ml/gls) Berat Badan Tinggi Badan : 22 kg : 100 cm
Riwayat Kesehatan Keluarga : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada
5.
Gambar genogram
Keterangan :
SEBELUM MASUK RS
SESUDAH MASUH RS
Nutrisi : a. Makanan yang disukai b. Diet c. Nafsu makan d. Lain-lain Coklat Nasi Menurun Tidak ada Tidak ada Bubur Normal Tidak ada
Minum : a. Pola minum b. Jenis minuman c. Banyaknya d. Minuman yang disukai 5 gelas Air putih 1,25 L Teh 7 gelas Teh, air putih,susu 1,75 L Teh,susu
Siang Malam b. Lama tidur c. Kebiasaan tidur malam d. Kebiasaan tidur siang e. Kesulitan tidur f. 4 Cara mengatasinya
Tidak ada 20.00 - 05.00 wib 7 Jam/hari Terganggu Terganggu (+) Tidak ada
13.00-14.00 Wib 20.00 06.00 Wib 9 jam/hari Mulai bisa tidur Bisa tidur Menurun Tidak ada
Pola eliminasi fekal/BAB: a. Frekuensi b. Konsistensi c. Warna d. Waktu (pagi,siang,malam) 2 kali/ hari Cair Kuning Pagi dan siang 2 kali/ hari Padat Kuning Pagi dan siang
Pola eliminasi urin/BAK : a. Frekuensi b. Banyaknya/Jumlah c. Kejernihannya/Warna 3 kali/ hari 800 cc Kuning 5 kali/ hari 900 cc Kuning
--
b. Jarak tempat kerja dari rumah c. Kendaraan yang dipakai d. Jumlah jam kerja/hari -
Kebersihan diri / personal hygiene a. Kebiasaan mandi b. Menggosok gigi c. Mencuci rambut d. Memotong kuku 1-2 x / hari 2 kali/hari 1/hari 1x/2bulan 3 x / hari 3 Kali/ Hari 3 Kali/hari 1 kali/bulan
Pola Rekreasi / Aktivitas a. Tempat hiburan/liburan b. Jenis olahraga c. Frekuensi olahraga d. Jenis pekerjaan e. Jumlah jam kerja Tidak ada Tidak ada Tidak ada Pelajar Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
G. a. b. c.
Riwayat Lingkungan Kebersihan lingkungan rumah Bahaya Polusi lingkungan rumah : Kurang Bersih
Riwayat / Keadaan Psikologis / Sosial / Spiritual : Bahasa Indonesia : Tidak Sembuh : Negatif, tidak bisa sembuh
4. Pola koping a. Harga diri b. Ideal diri c. Identitas diri d. Gambaran diri 5. Suasana hati 6. Kegemaran 7. Daya adaptasi 8. Hubungan / Komunikaksi a. Bicara b. Tempat tinggal c. Kehidupan keluarga
: : Menurun : Menurun : Menurun : Jarang ke luar rumah karena penyakit : Nyeri : Main bola : Kurang : : Jarang : Kurang : Biasa
d. Keuangan 9. Pertahanan koping a. Pengambilan keputusan b. Yang disukai tentang diri sendiri : c. Yang ingin diubah dalam kehidupan : d. Yang dilakukan bila stress :-
: Mencukupi : :-
e. Yang dilakukan perawat agar pasien merasa nyaman : Memberi Lingkungan Yang nyaman 10. System nilai kepercayaan :
a. Siapa atau apa sumber kekuatan : Tuhan b. Kepercayaan : pasti sembuh : tidak ada
I. Pemeriksaan Fisik 1. Tanda-tanda vital a. Keadaan umum b. Tingkat kesadaraan c. Suhu / Temp d. Denyut Nadi / Pols e. Pernafasan / RR (Tanggal : 1 Maret ) : lemah : sadar : 390C : 80X/menit : 28X/menit
2. Head to toe dan pengkajian system a. Kepala dan rambut dan wajah Kepala : Pasien mengeluh sakit Bentuk kepala Ukuran : Bulat
: Simetris
Posisi : Simetris Warna Rambut Bentuk Rambut : Hitam : keriting : ada ketombe
b. Mata Bentuk: Sipit (Simetris) Sclera Konjungtiva Pupil Fungsi penglihatan Retina : normal : Ananemis : isokor : normal : normal
c. Hidung / Penciuman Bentuk Peradangan Perdarahan : simetris : tidak ada : tidak ada
d. Telinga / Pendegaran Bentuk Peradangan Perdarahan : normal : tidak ada : tidak ada
Cairan: tidak ada Fungsi pendegaran : baik Alat bantu pendengaran : tidak
e. Rongga mulut dan Faring Keadaan bibir: lesi Mukosa gigi : kering Keadaan gusi dan gigi Kesulitan menelan : ada Alat bantu bicara Gigi : kotor Tonsil / faring: tidak ada (Normal) Peradangan Perdarahan : tidak ada : tidak ada : tidak ada : kering
Laring: Normal
f. Leher
Peradangan
: tidak ada
: Normal
: Normal : normal
: Tidak ada
Turgor kulit : jelek Massa / cairan Hepar : baik Ginjal : normal Bising usus : normal : tidak ada
i. Perineum / Genetalia Kebersihan perineum Perdarahan Peradangan Haemoroid : tidak ada : tidak ada : tidak ada : bersih
j. Sirkulasi Nadi k. Neurologis Memori saat ini : Normal Suara jantung : Normal Suara jantung tambahan Palpitasi : normal : tidak ada
Perubahan warna kulit, kuku, bibir : ada Edema jaringan : tidak Normal : tidak ada
Gangguan tidur
l. Muskuloskletal
: lemah
Kelainan tulang belakang : tidak ada Traksi / spalk/ gips : tidak ada
Diare : tidak ada Riwayat perdarahan: tidak ada Pola BAK : 5 kali/hari
Inkontinensia : mampu Karakter urin : bau ke kuning-kuningan Hematuria Peradangan : tidak ada : tidak ada : ada
o. Integumen Turgor kulit : jelek Tekstur kulit : kering Kelembapan : kering Lesi : (+) Jaringan parut: tidak ada Suhu : 390C Edema Eritema : tidak ada : Kemerahan
PENGKAJIAN A. Analisa data No. 1. DS : DO Tidak adekuat intake cairan, Suhu 390C RR 28 x/i Turgor kulit jelek Eritema tubuh Seluruh Hipertermi Kekurangan Volume Cairan Demam Mual & muntah Nyeri tenggorokan Data Etiologi problem
2.
Nyeri
DS : mual dan muntah sulit menelan tidak selera makan Intake tidak adekuat karena 3 DO : lesi di bibir Nyeri Tenggorokan adanya lesi kebutuhan Nutrisi kurang dari
eritema
4.2 Diagnosa 1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit ditandai dengan suhu 390C, turgor kulit jelek,lesi di bibir,RR 28x/i, HR : 80x/i. 2. Nyeri berhubungan dengan inflamasi pada kulit ditandai dengan wajah meringis,nyeri tenggorokan,lesi di bibir,sakit kepala, Eritema, RR 28x/i 3. Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat karena adanya lesi ditandai dengan nyeri tenggorokan,sulit menelan,mual dan muntah,BB 25 kg menurun menjadi 22 kg, tidak selera makan 4. gangguan integritas kulit b/d eritema d/d bintik-bintik merah pada kulit dan wajah, kulit kering
3. Prioritas Masalah 1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit ditandai dengan suhu 390C, turgor kulit jelek,lesi di bibir,RR 28x/i, HR : 80x/i. 2. Nyeri berhubungan dengan inflamasi pada kulit ditandai dengan wajah meringis,nyeri tenggorokan,lesi di bibir,sakit kepala, Eritema, RR 28x/i 3. Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat karena adanya lesi ditandai dengan nyeri tenggorokan,sulit menelan,mual dan muntah,BB 25 kg menurun menjadi 22 kg, tidak selera makan 4. gangguan integritas kulit b/d eritema d/d bintik-bintik merah pada kulit dan wajah, kulit kering
KH:
Memonitor dan mencatat cairan yang masuk dan keluar Cairan infus : RL 20 tetes/menit
Demam
Objek :
2 4 Maret
Nyeri b/d inflamasi pada kulit d/d wajah meringis,nyeri tenggorokan,lesi di bibir,sakit kepala, Eritema, RR 28x/i
RR : 16 -20 x/menit
Untuk mengetahui tingkat nyeri klien dan merupakan data dasar untuk memberikan intervensi
Untuk mengurangi persepsi nyeri, meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan otot
Meningkatkan periode tidur tanpa gangguan. Caranya : Mengurangi batas kunjungan pasien
Subjek :
Nyeri Tenggorokan
Objek :
Lesi bibir
Planning : Intervensi lanjutkan (1-3) 3 5 Maret Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat karena adanya lesi d/d nyeri tenggorokan,sulit menelan,mual dan muntah,BB 25 kg menurun menjadi 22 kg, tidak selera makan
Anjurkan keluarga untuk membersihkan mulut klien sebelum dan sesudah makan
Subjek :
Objek :
Gangguan integritas kulit b/d eritema d/d bintik-bintik merah pada kulit dan wajah, kulit kering,Turgor Jelek,
Turgor membaik
Kulit lembab
Kaji Kulit Setiap hari. Catat warna, turgor sirkulasi dan sensasi. Gambarkan lesi dan amati
Kolaborasi
Friksi kulit disebabkan oleh kain yang berkerut dan basah yang menyebabkan iritasi dan potensial terhadap infeksi
Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi tepat.
Menurunkan iskemia jaringan, mengurangi tekanan pada kulit, jaringan dan lesi
Jam 09.50
BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN Syndrom steven johnson merupakan syndrom yang mengenai julit, selaput lendir, di orifisum dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa eritema,vesikel atau bula dapat disertai purpura. Beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab, yaitu meliputi alergi obat (misalnya, penisilin, analgetik, anti peuritik ). Infeksi mikroorganisme ( bakteri, virus, jamur, parasit ). Neoplasma dan faktor endoktrin, faktor fisik, dan makanan. Pada syndrom ini terlihat adanya trias kelainan, berupa : kelainan kulit yang terdiri daribatuk eritema, vesikel dan bula, kelainan selaput lendir di orivisium, dan kelainan mata yang ditemukan konjungtivitis kornea. 5.2 SARAN 1) Untuk rumah sakit Rumah sakit mampu memberikan pelajaran yang baik pada klien Rumah sakit membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan 2) Untuk sesama profesi / perawat Perawat selalu melakukan pengawasan 1 x 24 jam pada klien Perawat harus mengetahui sejauh mana perkembangan kesehatan klien Perawat harus memberikan asuhan keperawatan dengan benar dan bertanggung jawab 3) Untuk keluarga / klien Keluarga harus mengawasi dan membatasi aktivitas klien Keluarga harus memberikan nutrisi yang adekuat kepada klien agar kesehatan klien cepat membaik
DAFTAR PUSTAKA Michael I.Greenberg dkk.Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg jilid II jakarta:2005 ECG Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC http://informasikesehatan40.blogspot.com Mansjoer, Arif dkk.2000.kapita selekta kedokteran.jakarta:Media Aesculapus Keperawatan medikal bedal,Brunner & suddarth.