You are on page 1of 25

BAB I PENDAHULUAN Kejang demam terjadi pada 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa Barat, sedangkan

di Asia dilaporkan lebih tinggi, yakni sekitar 80% dan mungkin mendekati 90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam sederhana. Beberapa studi prospektif menunjukkan bahwa kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. bulan. Sekitar 6-15% terjadi pada usia >4 tahun.1,2 Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anakanak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus.1,2 Dari penelitian yang telah dilakukan Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing pada 297 penderita kejang demam, 66(22,2%) penderita tidak diketahui penyebabnya.6Penyebab utama didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat peradangan. Ada penderita yang mengalami kelainan pada lebih dari satu bagian tubuhnya, misalnya tonsilo-faringitis dan otrtis media akut.3,4 Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang demam, dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak didapatkan gejala neurologis lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu. Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk menentukan sikap terhadap pengobatan hipoglikemia dan meningitis bakterilisasi.3,4 Penanggulangan yang tepat dan cepat harus segera dilakukan sehingga prognosis kejang demam baik dan tidak perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, Kejang demam seringkali terjadi pada usia 6 bulan sampai 3 tahun dengan insidensi tertinggi pada usia 18

frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.5,6 Adapun tujuan penulisan tinjauan pustaka ini selain untuk melengkapi tugastugas dalam menjalani kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak-FKK Universitas Muhammadiyah Jakarta juga diharapkan dapat pula memberikan gambaran dan pandangan yang lebih baik mengenai kejang demam pada anak dan penatalaksanaannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Definisi Kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (380C, rektal), biasanya terjadi pada bayi dan anak antara umur 6 bulan dan 5 tahun, yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium, dan tidak terbukti adanya penyebab tertentu.1,2 Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak-anak, terutama pada golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun. Menurut Consensus statement on febrile seizures (1980), kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi,yaitu yang ditandai denagn kejang berulang tanpa demam.3,4 Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat. 3 2.2.Klasifikasi 2.2.1 Klasifikasi menurut Livingston Livingston (1954-1963) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu : 1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Convulsion). 2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by fever)

Di Sub Bagian Saraf Anak bagian IKA FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingston telah dimodifikasi dan dipakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosa kejang demam sederhana, yakni: 1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun. 2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit. 3. Kejang bersifat umum. 4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam. 5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal. 6. pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan. 7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali. Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam.
5

2.2.2

Klasifikasi menurut Prichard dan Mc Greal

Prichard dan Mc Greal membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu: 1. Kejang demam sederhana 2. Kejang demam tidak khas Ciri-ciri kejang demam sederhana ialah:1,2 1. Kejangnya bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri yang kejang sama seperti yang kanan. 2. Usia penderita antara 6 bulan 4 tahun 3. Suhu 100 oF (37,78 oC ) atau lebih 4. Lamanya kejang berlangsung kurang dari 30 menit 5. Keadaan neurology (fungsi saraf) normal atau setelah kejang juga tetap normal 6. EEG (electro encephalography rekaman otak) yang dibuat setelah tidak demam adalah normal. 4

Kejang demam yang tidak memenuhi butir tersebut diatas digolongkannya sebagai kejang demam tidak khas. 2.2.3 Klasifikasi menurut Fukuyama 1. Kejang demam sederhana 2. Kejang demam kompleks Kejang demam sederhana harus memenuhi semua kriteria berikut, yaitu: 1. Dikeluarga penderita tidak ada riwayat Epilepsi 2. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun 3. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan 6 tahun 4. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit 5. Kejang tidak bersifat fokal 6. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang 7. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau abnormalitas perkembangan 8. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat2,4 Bila kejang demam tidak memenuhi kriteria tersebut di atas, maka digolongkannya sebagai kejang demam jenis kompleks.3 Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu: 1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure) Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.4 2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure) 5

Fukuyama juga membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu:

Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini: berlangsung lebih lama dari 15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial, berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.4 2.3. Epidemiologi Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika serikat, Amerika selatan dan Eropa Barat. Di Negara Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 80% dan mungkin mendekati 90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam sederhana. Beberapa studi prospektif menunjukkan bahwa kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada anak laki-laki.4,5 2.4. Faktor Risiko Faktor risiko pertama yang penting pada kejang demam adalah demam. Selain itu juga terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam pengawasan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Resiko rekurensi meningkat pada usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperature yang sangat rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.2 Dua puluh sampai 25% penderita kejang demam mempunyai keluarga dekat (orang-tua dan saudara kandung) yang juga pernah menderita kejang demam. Tsuboi mendapatkan bahwa insiden kejang demam pada orang tua penderita kejang demam ialah 17% dan pada saudara kandungnya 22%. Delapan-puluh persen dari kembar monosigot dengan kejang demam adalah konkordans untuk kejang demam. Kebanyakan peneliti mendapat kesan bahwa kejang demam diturunkan secara dominan

dengan penetrasi yang mengurang dan ekspresi yang bervariasi, atau melalui modus poligenik.2 Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung berikutnya untuk mendapat kejang demam ialah 10%. Namun bila satu dari orang-tuanya dan satu saudara pernah pula mengalami kejang demam, kemungkinan ini meningkat menjadi 50% . 2,3 Penelitian Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing juga memperoleh data riwayat keluarga pada 231 penderita kejang demam. Dari mereka ini 60 penderita merupakan anak tunggal waktu diperiksa. Sedang 221 penderita lainnya - yang mempunyai satu atau lebih saudara kandung - 79 penderita (36%) mempunyai satu atau lebih saudara kandung yang pemah mengalami kejang yang disertai demam. Jumlah seluruh saudara kandung dari 221 penderita ini ialah 812 orang, dan 119 (14,7%) di antaranya pernah mengalami kejang yang disertai demam.2,3 2.5. Etiologi Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti. Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam,yaitu: 3,6,7 1. Demamnya sendiri 2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak 3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi 4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit 5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan atau yang tidak diketahuo atau ensefalopati toksik sepintas. 6. Gabungan semua faktor di atas. Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam. Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak sedang demam. Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi pertusis (DPT) dan morbili (campak).2

Dari penelitian yang telah dilakukan Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing pada 297 penderita kejang demam, 66(22,2%) penderita tidak diketahui penyebabnya.6 Penyebab utama didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat peradangan. Pernah dilaporkan bahwa infeksi tertentu lebih sering di-sertai kejang demam daripada infeksi lainnya. Sekitar 4,8% - 45% penderita gastroenteritis oteh kuman Shigella mengaiami kejang demam dibanding gastroenteritis oieh kuman penyebab lainnya di mana angka kejadian kejang demam hanya sekitar 1%.1,2 Lahat dkk, 1984 mengemukakan bahwa tingginya angka kejadian kejang demam pada shigellosis dan salmonellosis mungkin berkaitan dengan efek toksik akibat racun yang dihasilkan kuman bersangkutan.1,2 2.6. Patogenesis Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa faktor fisiologis dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang 2. Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk memetabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jika sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.2 Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam berupa lipid dan permukaan luar berupa ionik. Dalam keadaan normal membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan petensial membran ini

diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membrane ini dapat diubah dengan adanya:2,3 Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibanding dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu yang singkat dapat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatanlistrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi pada suhu 40oC atau lebih 7 Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga di dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita menjadi kejang. 7 Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan

energi untuk kontraksi otot skelet sedangkan otot pernafasan tidak efisien sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, hipoglikemia, laktat asidosis disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh karena meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron.7 Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsy yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsy. 2.7. Manifestasi Klinis Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 380C atau lebih (rectal). Umumnnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan,gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.3,4 Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak capek, mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau disebut periode mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. 5,6

10

Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat fokal atau unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh sementara pasca serangan kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama biasanya lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.6 2.8 a. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Pada kejang demam beberapa peneliti mendapatkan kadar yang normal pada pemeriksaan laboratorium tersebut, oleh karenanya tidak diindikasikan pada kejang demam, kecuali bila didapatkan kelainan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Bila dicurigai adanya meningitis baktrialis, lakukan pemeriksaan kultur darah dan kultur cairan serebrospinal. Bila dicurigai adanya ensefalitis, lakukan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) terhadap virus herpes simpleks.4 Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Macam pemeriksaan laboratorium ditentukan sesuai kebutuhan. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.8 Beberapa peneliti lain menganjurkan standar pemeriksaan laboratorium : darah tepi lengkap, elektrolit serum, glukosa, ureum, kreatinin, kalsium dan magnesium.10

b.

Pungsi Lumbal Pungsi lumbal dapat dipertimbangkan pada pasien dengan kejang disertai

penurunan status kesadaran/mental, perdarahan kulit, kaku kuduk, kejang lama, gejala infeksi paresis, peningkatan sel darah putih, atau tidak adanya faktor pencetus yang jelas. Pungsi lumbal ulang dapat dilakukan dalam 48 atau 72 jam untuk memastikan 11

adanya infeksi SSP. Bila didapatkan kelainan neuroligis fokal dan adanya peningkatan tekanan intracranial, dianjurkan pemeriksaan CT Scan kepala terlebih dahulu, untuk mencegah terjadinya resiko herniasi.8 The American Academy of Pediatric merekomendasikan pemeriksaan pungsi lumbal pada serangan pertama kejang disertai demam pada anak usia di bawah 12 bulan sangat dianjurkan, karena gejala klinis yang berhubungan dengan meningitis sangat minimal bahkan tidak ada. Pada anak usia 12 18 bulan lumbal pungsi dianjurkan, sedangankan pada usia lebih dari 18 bulan lumbal pungsi dilakukan bila ada kecurigaan adanya infeksi intracranial (meningitis).8 c. Neuroimaging Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti9: 1. kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis) 2. paresis nervus VI 3. papiledema. Neuroimaging tidak berguna pada anak anak dengan kejang demam, berdasarkan kasus pada 71 anak dengan kejang demam tidak ditemukan adanya suatu kondisi kelainan intrakranial seperti adanya lesi, perdarahan, hidrochephalus, abses atau edema serebri.9 d. Elektroensefalografi Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.8 2.9 Diagnosis 12

Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston yang telah dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang dipakai oleh Sub Bagian Saraf Anak IKA FKUI-RSCM Jakarta, yaitu:1,3 1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan 6 tahun 2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit 3. Kejang bersifat umum 4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam 5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal 6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu setelah suhunormal tidak menunjukkan kelainan. 7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang demam, dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak didapatkan gejala neurologis lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu. Tetapi perlu diingat bahwa kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat pula tejadi pada kelainan lain, misalnya pada radang selaput otak (meningitis) atau radang otak (ensefalitis). Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama dan dengan usia kurang dari 1 tahun. Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang mempunyai nilai diagnostik, EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya epilepsy atau kejang demam berulang si kemudian hari. Saat ini pemeriksaaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana. Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi. Pasien dengan keadaan diare, muntah dan gangguan keseimbangan cairan dapat diduga terdapat gangguan timbulnya demam.6 metabolisme akut, sehingga pemeriksaan elektrolit diperlukan. Pemeriksaan labratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab

13

2.10 Diagnosis Banding Menghadapi seorang anak yang menderita kejang dengan demam, harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat (otak).5 Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, encephalitis, abses otak dan lain-lain. Oleh karena itu perlu waspada untuk menyingkirkan apakah ada kelainan organis di otak. Baru sesudah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam sederhana atau kejang demam kompleks.5 Tabel 2. Diagnosis banding infeksi susunan saraf pusat. Klinis/Lab Awitan Demam Tipe kejang Singkat/lama Kesadaran Pemulihan kesadaran Tanda rangsang meningeal Tekanan intrakranial Paresis Pungsi Ensefalitis herpes simpleks Akut < 7 hari Fokal/umum Singkat Sopor-koma Lama Meningitis bacterial/ purulenta Akut < 7 hari Umum Singkat Apatis-som Cepat ++/Meningitis serosa tuberkulosa Kronik >7 hari Umum Singkat Som-sopor Lama ++/Meningitis Kejang serosa virus demam Akut < 7 hari Umum Lama>15 menit Sadar-apatis cepat +/Akut < 7 hari Umum/fokal

Somnolen Cepat -

Sangat meningkat +++/Jernih

Meningkat +/Keruh/opalesen

Sangat meningkat +++ Jernih/xanto

Normal Jernih

Normal Jernih

14

lumbal Etiologi Terapi

Normal/limfo Virus HS Antivirus


Sumber: Kepustakaan No. 4

Segmenter/limfo Bakteri Antibiotik

Limfo/segmen

Normal

Normal Di luar SSP Penyakit dasar

M. tuberculosis Virus Anti TBC simtomatik

2.11 Penatalaksanaan Menurut dr. Dwi P. Widodo, neurolog anak RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, dalam seminar "Kejang Demam pada Anak" beberapa waktu lalu, tindakan awal yang mesti dilakukan adalah menempatkan anak pada posisi miring dan hangat. Setelah air menguap, demam akan turun. Tidak perlu memasukkan apa pun di antara gigi. Jangan memasukkan sendok atau jari ke dalam mulut anak untuk mencegah lidahnya tergigit. Hal ini tidak ada gunanya, justru berbahaya karena gigi dapat patah atau jari luka. Miringkan posisi anak sehingga ia tidak tersedak air liurnya. Jangan mencoba menahan gerakan anak. Turunkan demam dengan membuka baju dan menyeka anak dengan air sedikit.2 Ada 3 hal yang perlu dikerjakan pada penatalaksanaan kejang demam yaitu: 3,4,5,6 1. Pengobatan fase akut 2. Mencari dan mengobati penyebab 3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam Pengobatan fase akut Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan dan diusahakan jalan nafas harus bebas agar oksigenisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian antipiretik.1,2 Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama pengobatan adalah mencegah terjadinya peningkatan demam oleh karena itu pemberian obat 15

obatan antipiretik sanagt diperlukan. Obat obat yang dapat digunakan sebagai antipiretik adalah asetaminofen 10 - 15 mg/kgBB/hari setiap 4 6 jam atau ibuprofen 5 10 mg/kgBB/hari setiap 4 6 jam.3 Diazepam adalah obat yang paling cepat menghentikan kejang. Efek terapeutik diazepam sangat cepat, yaitu antara 30 detik sampai 5 menit dan efek toksik yang serius hampir tidak dijumpai apa bila diberikan secara perlahan dan dosis tidak melebihi 50 mg persuntikan. Diazepam dapat diberikan secara intravena dan intrarectal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut.5 Pemberian diazepam secara intravena pada anak yang kejang seringkali menyulitkan, cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif melalui rektum telah dibuktikan keampuhannya (Knudsen, 1979; Ismael dkk., 1981; Kaspari dkk., 1981). Pemberian dilakukan pada anak/bayi dalam posisi miring/ menungging dan dengan rektiol yang ujungnya diolesi vaselin, dimasukkaniah pipa saluran keluar rektiol ke rektum sedalam 3 - 5 cm. Kemudian rektiol dipijat hingga kosong betul dan selanjutnya untuk beberapa menit lubang dubur ditutup dengan cara merapatkan kedua muskulus gluteus. Dosis diazepam intrarectal yg dapat digunakan adalah 5 mg (BB<10 kg) atau 10 mg (BB>10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian, bila tidak berhenti juga berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.5 Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital yang langsung diberikan setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan 1 tahun 50 mg dan 1 tahun keatas 75 mg secara intramuscular. Lalu 4 jam kemudian diberikan fenobarbital dosis rumatan. Untuk 2 hari pertama diberikan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan 16

setelah membaik peroral. Harus diperhatikan bahwa dosis total tidak boleh melebihi 200 mg/hari karena efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi pernafasan.5 Mencari dan mengobati penyebab Penyebab dari kejang demam baik kejang demam sederhana maupun epilepsy yang diprovokasi oleh demam biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dilakukan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkana faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Pemeriksaaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.6

1.

Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian, yaitu: Profilaksis intermiten Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari, penderita yang

menderita kejang demam sederhana diberikan diazepam secara oral untuk profilaksis intermiten dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat juga diberikan secara intrarectal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB<10 kg) dan 10 mg (BB>10kg) setiap pasien menunjukan suhu lebih dari 38,5C.

17

Profilaksis intermiten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedarhana sangat kecil, yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.6 2. Profilaksis jangka panjang Profilaksis jangka panjang berguna untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang stabil dan cukup didalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi dikemudian hari. Diberikan pada keadaan : 1. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam. 2. Keadaan yang telah disepakati pada konsensus bersama (1980). Yaitu pada semua kejang demam yang mempunyai ciri : a. Terdapatnya gangguan perkembangan saraf seperti serebral palsi, retardasi perkembangan dan mikrosefali. b. Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat lokal atau diikuti kelainan saraf yang sementara atau menetap. c. Bila terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orangtua atau saudara kandung. d. Pada kasus tertentu yang dianggap perlu, yaitu bila kadang-kadang terdapat kejang berulang atau kejang demam pada bayi berumur dibawah 12 bulan. Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.6 Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu: 1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal, retardasi mental).

18

2. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap. 3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung. 4. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episode demam.2 Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral alau rektal tiap 8 jam di samping antipiretik.2 Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah : 1. Fenobarbital Dosis 4 5 mg/kgbb/hari. Akibat samping dari fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur (suka tidur) dan kadang kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur. 2. Sodium valproat/ asam valproat (Epilin, Depakene) Dapat menurunkan risiko terulangnya kejang dengan memuaskan, bahkan lebih baik dibandingkan dengan fenobarbital(Chao,1974). Dosisnya ialah 20 30 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis. Kekurangan obat ini ialah harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengna fenobarbital dan gejala toksis berupa rasa mual, kerusakan hepar, pancreatitis. 3. Fenitoin (Dilantin) Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurangkurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsy. Menghentikan pemberian antikonvulsan kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan. 19

Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang. Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan khusus. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik dilakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit.

Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntahmuntah yang berat, atau anak terus tampak lemas.8,9 Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain

poin-poin di atas adalah sebagai berikut :


Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat Pemberian oksigen melalui face mask Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan

20

pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan.10,11,12 2.12 Komplikasi Walaupun kejang demam dapat menyebabkan kekhawatiran dan perhatian yang besar dari orang tua, banyak kejang demam menimbulkan efek yang tidak menetap. Kejang demam sederhana tidak menyebabkan kerusakan otak, retardasi mental atau gangguan belajar, dan ini tidak berarti bahwa anak memiliki gangguan dasar yang lebih serius atau epilepsi.7 Komplikasi paling sering dari kejang demam adalah kemungkinan kejang demam lagi. Kira-kira sepertiga anak yang pernah kejang demam akan mengalaminya pada saat demam berikutnya. Resiko kambuh lebih tinggi jika anak demam tidak terlalu tinggi pada saat pertama kali mengalami kejang demam, jika waktu antara permulaan demam dan kejang adalah pendek atau jika ada anggota keluarga yang memiliki riwayat kejang demam. Tetapi faktor besar yang berpengaruh adalah usia. Pada anak yang lebih muda saat kejang demam pertama kali terjadi, kemungkinan besar dia akan mengalami lagi.7 2.13 Prognosis Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat pada umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan:

Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan pria 33%. Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang 25%.1,5

21

Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian, misalnya Lumbantobing (1975) pada penelitiannya mendapatkan 6%, sedangkan Living-ston (1954) mendapatkan dari golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam temyata 97% yang menjadi epilepsi.6 Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor: 1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga. 2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam. 3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.6 Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2% - 3% saja ("Consensus Statement on Febrile Seizures, 1981") Pada penelitian yang dilakukan oleh The National Collaboratlve Perinatal Project di Amerika Serikat, dalam hal mana 1.706 anak pasca kejang demam diikuti perkembangannya sampai usia 7 tahun, tidak didapatkan kematian sebagai akibat kejang demam. Anak dengan kejang demam ini lalu dibandingkan dengan saudara kandungnya yang normal, terhadap tes iQ dengan menggunakan WISC. Angka rata-rata untuk iQ total ialah 93 pada anak yang pernah mendapat kejang demam. Skor ini tidak berbeda bermakna dari saudara kandungnya (kontrol). Anak yang .sebelum terjadinya kejang demam sudah abnormal atau dicurigai menunjukkan gejala yang abnormal, rnempunyai skor yang lebih rendah daripada saudara kandungnya. Hasil yang diperoleh the National Collaborative Perinatal Project ini hampir serupa dengan yang didapatkan di Inggris oleh The National Child Development-Study* Didapatkan bahwa anak yang pernah mengaiami KD kinerjanya tidak berbeda dengan populasi umum waktu di tes pada usia 7 dan 11 tahun. 3,6 22

Pada penelitian Ellenberg dan Nelson mendapatkan tidak ada perbedaan IQ waktu diperiksa pada usia 7 tahun antara anak dengan KD dan kembarannya yang tanpa kejang demam.7

DAFTAR PUSTAKA 1. Waruiru & Appleton. Febrile Seizure: an Update. Arch Dis. 2008. Diakses 3 agustus 2011. Available from URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1720014/pdf/v089p00751.pdf/? tool=pmcentrez. 2. Taslim S Soetomenggolo. Kejang Demam. Dalam Buku Neurologi UI. Jakarta: Penerbit FKUI. 2004. h 244-251. 3. American Academy of Pediatrics. Practice Parameter: Long-term Treatment of the Child with Simple Febrile Seizure. 1999; 6: 1307-1309. Sumber Tulisan: http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics

23

4. Asril Aminulah, Prof Bambang Madiyono. Hot Topik In Pediateric II : Kejang Pada Anak. Cetakan ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002. 5. Tumbelaka, Alan R, Trihono, Partini P, Kurniati, Nia, Putro Widodo, Dwi. Penanganan Demam Pada Anak Secara Profesional: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLVII. Cetakan pertama. FKUI-RSCM. Jakarta. 2005. 6. Baumann Robert, MD. Febrile Seizures, Sumber Tulisan: http://www. Emedicine.com/neuro/topic134.htm, 7. Hasan Rusepno, Alatas Husein. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FK.UI. 1997. h 847-60. 8. Lumbantobing, S.M. Kejang Demam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. 9. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu Kesehatan Anak : Kejang Demam. 18 edition. Jakarta : EGC. 2007. 10. Pusponegoro, Hardiono D, dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta: UKK Neurologi IDAI. 2006. 11. Pusponegoro, Hardiono D. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2004 REFRESHING KEJANG DEMAM KEPANITERAAN STASE PEDIATRI RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA SUKAPURA

24

Disusun Oleh : Yudith Farianti Rukmana, S.Ked 2008730132

Pembimbing : Dr. Novita, Sp.A

PROGRAM STUDI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA MARET 2012

25

You might also like