You are on page 1of 13

TUGAS MATERI PERILAKU KONSUMEN

Posted by biibee CassieBoiceB2uty on January 18, 2011 Posted in: Perilaku Konsumen, tugas kampuz. Leave a Comment PENGERTIAN PERILAKU KONSUMEN Perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh seseorang atau organisasi dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan membuang produk atau jasa setelah dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhannya. Perilaku konsumen akan diperlihatkan dalam beberapa tahap yaitu tahap sebelum pembelian, pembelian, dan setelah pembelian. Pada tahap sebelum pembelian konsumen akan melakukan pencarian informasi yang terkait produk dan jasa. Pengertian perilaku konsumen menurut Shiffman dan Kanuk (2000) adalah Consumer behavior can be defined as the behavior that customer display in searching for, purchasing, using, evaluating, and disposing of products, services, and ideas they expect will satisfy they needs. Pengertian tersebut berarti perilaku yang diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa, atau ide yang diharapkan dapat memuaskan konsumen untuk dapat memuaskan kebutuhannya dengan mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN Menurut Philip Kotler dan Gary Armstrong (1996) keputusan pembelian dari pembeli sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologi dari pembeli. Faktor Budaya Faktor budaya memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada perilaku konsumen. Pengiklan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya, subbudaya dan kelas sosial pembeli. Budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Budaya merupakan kumpulan nilai nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis: kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis. Banyak subbudaya membentuk segmen pasar penting dan pemasar sering kali merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen Kelas-kelas sosial adalah masyarakat yang relatif permanen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial bukan ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur dari kombinasi pendapatan, pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan variable lain. Faktor Sosial

Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti kelompok kecil, keluarga serta peranan dan status sosial konsumen. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok kecil. Kelompok yang mempunyai pengaruh langsung. Definisi kelompok adalah dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk mencapai sasaran individu atau bersama. Keluarga dapat pempengaruhi perilaku pembelian. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat. Keputusan pembelian keluarga, tergantung pada produk, iklan dan situasi. Seseorang umumnya berpartisipasi dalam kelompok selama hidupnya-keluarga, klub, organisasi. Posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat diidentifikasikan dalam peran dan status. Setiap peran membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat. Faktor Pribadi Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahapan daur hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli. Konsumsi seseorang juga dibentuk oleh tahapan siklus hidup keluarga. Beberapa penelitian terakhir telah mengidentifikasi tahapan-tahapan dalam siklus hidup psikologis. Orang-orang dewasa biasanya mengalami perubahan atau transformasi tertentu pada saat mereka menjalani hidupnya. Pekerjaan mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok-kelompok pekerja yang memiliki minat di atas rata-rata terhadap produk dan jasa tertentu. Situasi ekonomi seseorang akan mempengaruhi pemilihan produk. Situasi ekonomi seseorang terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan (tingkatnya, stabilitasnya, dan polanya), tabungan dan hartanya (termasuk presentase yang mudah dijadikan uang). Faktor Psikologis Pemilihan barang yang dibeli seseorang lebih lanjut dipengaruhi oleh empat faktor psikologis, yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan serta kepercayaan. Motivasi merupakan kebutuhan yang cukup menekan untuk mengarahkan seseorang mencari cara untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Beberapa kebutuhan bersifat biogenik, kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan fisiologis tertentu, seperti rasa lapar, rasa haus, rasa tidak nyaman. Sedangkan kebutuhankebutuhan lain bersifat psikogenik yaitu kebutuhan yang timbul dari keadaan fisologis tertentu, seperti kebutuhan untuk diakui, kebutuhan harga diri atau kebutuhan diterima. Persepsi didefinisikan sebagai proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti dari dunia ini. Orang dapat memiliki persepsi yang berbeda-beda dari objek yang sama karena adanya tiga proses persepsi:

Perhatian yang selektif Gangguan yang selektif Mengingat kembali yang selektif

Pembelajaran menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Sedang kepercayaan merupakan suatu pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. JENIS-JENIS PERILAKU PEMBELIAN KONSUMEN Terdapat 4 jenis perilaku pembelian konsumen berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat diferensiasi merek, yaitu:

Perilaku pembelian yang rumit. Konsumen terlibat dalam pembelian yang rumit dan menyadari adanya perbedaan signifikan diantara berbagai merek. Dan biasanya merupakan kasus untuk produk yang mahal,jarang dibeli, beresiko, dan sangat mengekspresikan pribadi. Biasanya konsumen tidak banyak tahu tentang kategori produk tersebut dan harus belajar banyak. Perilaku pembelian pengurang disonansi. Kadang-kadang konsumen terlibat dalam sebuah pembelian namun melihat sedikit perbedaan dalam merek-merek. Hal ini didasari karena barang tersebut mahal, jarang dilakukan, dan beresiko. Biasanya konsumen akan berkeliling untuk mempelajari apa yang tersedia namun akan membeli bilamana dirasa tepat dan dirasa nyaman. Perilaku pembelian karena kebiasaan. Konsumen kurang terlibat dalam pembelian produk yang dibeli dan tidak adanya perbedaan merek yang signifikan. Jika pun harus membeli produk tersebut hal itu dikarenakan keterbiasaan bukan pada kesetiaan merek yang kuat. Perilaku pembelian yang mencari variasi. Dalam beberapa situasi tertentu pembelian ditandai dengan keterlibatan konsumen yang rendah namun perbedaan merek yang signifikan. Sehingga konsumen sering melakukan perpindahan merek.

KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh ciri-ciri kepribadiannya, termasuk usia, pekerjaan, keadaan ekonomi. Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan dalam melakukan pembelian. Menurut Kotler (1997) ada beberapa tahap dalam mengambil suatu keputusan untuk melakukan pembelian, antara lain: 1. Pengenalan Masalah Merupakan faktor terpenting dalam melakukan proses pembelian, dimana pembeli akan mengenali suatu masalah atau kebutuhan. 2. Pencarian informasi. Seorang selalu mempunyai minat atau dorongan untuk mencari informasi. Apabila dorongan tersebut kuat dan obyek yang dapat memuaskan kebutuhan itu tersedia maka konsumen akan bersedia untuk membelinya. 3. Evaluasi Alternatif

Konsumen akan mempunyai pilihan yang tepat dan membuat pilihan alternatif secara teliti terhadap produk yang akan dibelinya. 4. Keputusan Pembeli Setelah konsumen mempunyai evaluasi alternatif maka konsumen akan membuat keputusan untuk membeli. Penilaian keputusan menyebabkan konsumen membentuk pilihan merek di antara beberapa merek yang tersedia. Konsep Dasar Pengambilan Keputusan Konsumen Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, seorang konsumen harus memilih produk dan/atau jasa yang akan dikonsumsinya. Banyaknya pilihan yang tersedia, kondisi yang dihadapi, serta pertimbangan-pertimbangan yang mendasari akan membuat pengambilan keputusan satu individu berbeda dari individu lainnya. Pada saat seorang konsumen baru akan melakukan pembelian yang pertama kali akan suatu produk, pertimbangan yang akan mendasarinya akan berbeda dari pembelian yang telah berulang kali dilakukan. Pertimbangan-pertimbangan ini dapat diolah oleh konsumen dari sudut pandang ekonomi, hubungannya dengan orang lain sebagai dampak dari hubungan sosial, hasil analisa kognitif yang rasional ataupun lebih kepada ketidakpastian emosi (unsure emosional). Schiffman dan Kanuk (2004) menggambarkan bahwa pada saat mengambil keputusan, semua pertimbangan ini akan dialami oleh konsumen walaupun perannya akan berbeda-beda di setiap individu Proses Pengambilan Keputusan Konsumen Proses pengambilan keputusan diawali dengan adanya kebutuhan yang berusaha untuk dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan ini terkait dengan beberapa alternatif sehingga perlu dilakukan evaluasi yang bertujuan untuk memperoleh alternatif terbaik dari persepsi konsumen. Di dalam proses membandingkan ini konsumen memerlukan informasi yang jumlah dan tingkat kepentingannya tergantung dari kebutuhan konsumen serta situasi yang dihadapinya. Keputusan pembelian akan dilakukan dengan menggunakan kaidah menyeimbangkan sisi positif dengan sisi negatif suatu merek (compensatory decision rule) ataupun mencari solusi terbaik dari perspektif konsumen (non-compensatory decision rule), yang setelah konsumsi akan dievaluasi kembali. Model Pengambilan Keputusan Konsumen Model-model pengambilan keputusan telah dikembangkan oleh beberapa ahli untuk memahami bagaimana seorang konsumen mengambil keputusan pembelian. Model model pengambilan keputusan kontemporer ini menekankan kepada aktor yang berperan pada pengambilan keputusan yaitu konsumen, serta lebih mempertimbangkan aspek psikologi dan sosial individu. Model dan Penelitian terhadap Perilaku Konsumen Dalam usaha untuk lebih memahami perilaku konsumen, seorang pemasar akan melakukan penelitian yang terkait dengan konsumen dan produk yang dipasarkan. Penelitian ini dilakukan dalam upaya untuk mengumpulkan informasi mengenai karakteristik perilaku konsumen

sehingga seorang pemasar akan dapat lebih mengenal siapa konsumennya, dan bagaimana perilaku mereka dalam mencari, menggunakan, dan membuang produk. Perilaku konsumen sangat kompleks dan melibatkan banyak variabel dalam analisis sehingga diperlukan modelmodel perilaku konsumen untuk menyederhanakan gambaran dan keterkaitan antar variabel tersebut dalam perilaku konsumen. Dengan berpedoman kepada model-model perilaku konsumen yang telah ada maka penelitian akan lebih mudah dilakukan karena variabel-variabel terkait sudah teridentifikasi di dalam model-model tersebut. LOYALITAS MEREK Aaker (1997:56) mendefinisikan loyalitas merek (brand loyalty) sebagai suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek lain yang ditawarkan oleh kompetitor, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lainnya. Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain, apa pun yang terjadi dengan merek tersebut. Bila loyalitas pelanggan terhadap suatu merek meningkat, kerentanan kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat dikurangi. Dengan demikian, brand loyalty merupakan salah satu indikator inti dari brand equity yang jelas terkait dengan peluang penjualan, yang berarti pula jaminan perolehan laba perusahaan di masa mendatang. Menurut Mowen, (1995:531) Brand loyalty is defined as the degree to which a customer holds a positive attitude toward a brantl, has a commitment to it, and intends to continue purchasing it in the future As such, brand loyalty ls directly influenced by the cuslomer satisfaction dissatisfaction with the brand. Yang mempunyai arti Bahwa loyalitas merek didefinisikan sebagai tingkatan dimana pelanggan memiliki sikap positif terhadap suatu merek, memiliki komitmen dan cenderung untuk terus melanjutkan membeli produk dengan suatu merek tertentu dimasa yang akan datang. Dengan demikian, loyalitas merek secara langsung dipengaruhi oleh kepuasaan atau ketidakpuasaan pelanggan terhadap merek tertentu. Menurut Assael (70) Bran Loyalty : Brand Loyalty represents a favorable attitude toward and consistent purchase of a single brand over time. Bahwa kesetiaan merek menggambarkan sebuah sikap yang positif dan melakukan pembelian terhadap merek tersebut secara berulangulang. Definisi loyalitas merek menurut Schiffman, (227) yaitu : BrQnd loyalty must be measured by attitudes toward a brand rather than by purchase consistensy. Bahwa kesetiaan merek dinilai dari sikap terhadap suatu merek dengan pembelian secara berulang-ulang. Menurut Zaltman, (1979:288)yaitu :Brand toyalty is one type of repeat purchase. Bahwa dengan mengulangi pembelian merupakan suatu bentuk kesetiaan merek. Pelanggan yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian merek tersebut walaupun dihadapkan pada banyak alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul dipandang dari berbagai sudut atributnya. Bila banyak pelanggan dari suatu merek masuk dalam kategori ini berarti merek tersebut memiliki brand equity yang kuat.

Tingkat Loyalitas Merek Dalam kaitannya dengan loyalitas merek terdapat beberapa tingkat loyalitas. Masing-masing tingkatannya menunjukkan tantangan pemasaran yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. Adapun tingkatan tersebut adalah sebagai berikut (Aaker, 1997, p.58): 1. Berpindah-pindah (Switcher)

Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek-merek yang lain mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Pada tingkatan ini merek apapun mereka anggap memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah. 2. Pembeli yang bersifat kebiasaan (Habitual buyer)

Pembeli yang berada dalam tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi produk tersebut. Pada tingkatan ini pada dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk membeli merek produk yang lain atau berpindah merek terutama jika peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya, maupun berbagai bentuk pengorbanan lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini. 3. Pembeli yang puas dengan biaya peralihan (Satisfied buyer)

Pada tingkat ini pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung biaya peralihan (switching cost) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek. Untuk dapat menarik minat para pembeli yang masuk dalam tingkat loyalitas ini maka para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh pembeli yang masuk dalam kategori ini dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya (switching cost loyal). 4. Menyukai merek (Likes the brand)

Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun oleh kerabatnya ataupun disebabkan oleh kesan kualitas yang tinggi. Meskipun demikian seringkali rasa suka ini merupakan suatu perasaan yang sulit diidentifikasi dan ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan ke dalam sesuatu yang spesifik.

5.

Pembeli yang komit (Commited buyer)

Pada tahap ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada orang lain.

KEBUTUHAN DAN PERILAKU PENCARIAN INFORMASI

Rd. Funny mustiksari Elita Abstract Information has been a hot topic until next century. It become an interesting part on everyone life. However, there are so many misinterpretation on this information in many ways, including how to define it. Sulistyo basuki, on his speech, saying that there are two meaning of information which are either by its definition and its understanding. Definition will only create limitation as written on a dictionary but not describe its characters in detail, for example, information is a word that widely describe a phenomenon in a context where it is applied. Pemahaman tentang sifat dasar informasi seringkali dikacaukan dengan kenyataan bahwa kata informasi digunakan dalam berbagai konteks dalam kehidupan sehari-hari. Dilihat dari alur yang terjadi dalam suatu rangkaian informasi, maka informasi merupakan suatu rangkaian sebagai berikut:

Peristiwa > Representasi simbol >Formulasi >Data > Informasi > knowledge >Wisdom Implikasi dari alur tersebut di atas, maka muncul istilah-istilah: Informasi adalah komoditas Informasi adalah energi Informasi adalah pesan komunikasi Informasi sebagai fakta Informasi sebagai data Informasi sebagai pengetahuan

Informasi sebagai komoditi. Konsep ini mengacu pada sebuah buku, dalam benak seseorang, dalam berkas perusahaan atau statistik. Bila informasi dianggap sebagai komoditas maka informasi seringkali diasumsikan memiliki nilai ekonomi sehingga manajemen ekonomi menjadi penting. Maka muncullah ungkapan seperti information is power yang berarti bila seseorang atau badan korporasi memiliki penguasaan atas informasi maka informasi yang dimilikinya akan membantu individu atau badan korporasi mencapai sasarannya. Jadi informasi memungkinkan kontrol atas objek dan manusia

Informasi sebagai energi. Mereka yang memandang informasi sebagai energi menganggap informasi sebagai maujud fisik terhitungkan, keberadaanya atau ketidakberadaannya dapat diuji berdasarkan eksperimen. Pendapat ini menyatakan bahwa informasi yang dipancarkan atau terikat dalam bentuk energi. Sebagai contoh informasi yang dipancarkan oleh gelombang suara yang berasal dari ketel uap memeri informasi sebagai energi. Informasi sebagai pesan komunikasi. Informasi sering disinonimkan dengan pesan komunikasi. Bila seseorang berkomunikasi dengan orang lain, maka orang yang memprakarsai pertukaran data memberikan atau memancarkan pemahamannya tentang daat ke orang yang menerimanya. Bila data diterima orang lain maka si penerima dikatakan diinformasikan sebagai hasil komunikasi, dikenal pula dengan sebutan transfer informasi. Bila hanya data aktual saja, tidak termasuk maknanya, maka terjadilah transmisi data, lebih mengarah pada rujukan fisik atau gerakan sinyal. Informasi sebagai fakta. Informasi seringkali dianggap sama dengan fakta. Hari apa sekarang? Kapan ulang tahun anda? Bila informasi digunakan demikian maka sebenarnya tidak berarti ada penggunaan fakta aktual, walaupun tanggal ulang tahun digunakan untuk tujuan lain misalnya untuk membeli bunga/kado . Fakta harus ditempatkan dalam konteksnya, jika tidak maka kfakta tetaplah fakta. Informasi sebagai data. Kerancuan ini timbul akibat pemahaman tentang fakta dan data. Data merupakan simbol yang ditata menurut ketentuan dan konvensi yang berlaku, misalnya bila kita menyusun huruf dan angka menurut cara tertentu maka huruf dan angka ini menjadi data. Fakta adalah sebuah data atau lebih yang tergabung dalam konteks. Bila kita menganggap data sinonim dengan informasi maka kita membahas informasi tanpa adanya makna atau konteks. Informasi sebagai pengetahuan. Pengetahuan mengimplikasikan keadaan pemahaman diluar kesadaran. Pengetahuan merupakan kemampuan intelektual untuk meramalkan di luar fakta dan menarik kesimpulan. Pengetahuan harus disimpulkan tidak hanya disadari. Apa yang kita ketahui atau yang kita pikir sering disebut informasi. Dari beberapa pengertian informasi tersebut di atas beberapa bidang ilmu mulai mengukur informasi dari berbagai sudut pandang. Ukuran tersebut berdasarkan atas parameter informasi, yaitu sebagai berikut: Parameter informasi
1. 2. 3. 4. 5. 6. Kuantitas informasi. Informasi dapat diukur dalam bentuk jumlah dokumen, hal, huruf dsb. Isi, makna dari informasi Struktur, format informasi serta hubungan logisnya dengan sebuah pernyataan Bahasa, simbol, abjad, kode dan syntax yang mengungkapkan sebagai gagasan Kualitas, yang merupakan ciri, kelengkapan, ketepatan, relevansi informasi Waktu, merupakan rentang waktu saat dapat mengambil informasi.

Selanjutnya hubungan antara informasi dengan data dan pengetahuan dijelaskan oleh Teskey (dalam Pendit, 1991: 80-81) sebagai berikut:

1. Data adalah hasil observasi langsung terhadap suatu kejadian atau keadaan; ia merupakan entitas yang dilengkapi dengan nilai tertentu. Entitas ini merupakan perlambangan yang mewakili objek atau konsep dalam dunia nyata. 2. Informasi adalah kumpulan data yang terstruktur untuk memperlihatkan adanya hubungan entitas tersebut. 3. Pengetahuan adalah model yang digunakan manusia untuk memahami dunia, dan dapat diubahubah berdasarkan informasi yang diterima oleh pikian manusia.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas, maka informasi dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu: 1. Informasi sebagai bahan mentah yang nyata. 2. Informasi sebagai bahan abstrak yang dilihat isinya. Informasi dan kebutuhan informasi merupakan suatu istilah yang sukar untuk didefinisikan dan diukur. Kedua istilah tersebut telah menjadi perdebatan panjang (Ford dan Crawford, dalam Pannen, 1990) Kebutuhan infromasi menurut Lor (dalam Krikelas, 1983:7-8) didefinisikan sebagai suatu permintaan. Dengan kata lain, permintaan dinyatakan sebagai kebutuhan yang nyata. Sejalan dengan pendapat Lor tersebut, Menurut Menzel (dalam Pannen 1990:30) kebutuhan informasi adalah permintaan pemakai yang disadari. Selanjutnya Krikelas menyatakan masalah yang kompleks akan timbul untuk membedakan kapan kebutuhan disadari seseorang dan bagaimana menyatakannya. Kebuuhan yang disadari adalah suatu proses internal dalam diri manusia tersebut, sedangkan bagaimana mengekspresikan kebutuhan tersebut dapat diteliti secara empiris. Kebutuhan terjadi karena keadaan tidak menentu yang timbul akibat terjadinya kesenjangan atau gap dalam diri manusia antara pengetahuan yang dimiliki dengan yang dibutuhkannya. Pemakai akan mencari informasi untuk memenuhi kebutuhannya karena adanya kesenjangan tersebut, manusia menggunakan atau berusaha menggunakan berbagai sumber informasi (Chen dan chernon, dalam Pannen 1990: 31). Sumber infromasi digunakan sebab dari sumber-sumber tersebut informasi berasal atau dapat diperoleh. Setelah diperoleh, informasi dapat digunakan untuk bermacam-macam keperluan. Keperluan tersebut menurut Dervin (1986) antara lain:
1. 2. 3. 4. 5. Untuk mendapatkan ide, pengertian atau gambaran agar dapat melintasi ruang dan waktu. Untuk mendapatkan kemampuan dan keterampilan (skills) Agar termotivasi, dapat memulai suatu pekerjaan atau mulai belajar. Agar dapat membuat situasi lebih baik, atau lebih tenang Agar menyenangkan, puas dan rileks

Sejalan dengan pendapat tersebut di atas, suatu penelitian tentang penggunaan layanan pengiriman informasi untuk dosen di Minnesota menunjukkan bahwa alasan penggunaan layanan tersebut antara lain adalah untuk mengurangi frustasi, dan menghemat waktu. Ketika pemakai dihadapkan pada masalah kebutuhan informasi, maka mereka cenderung menggunakan layanan pengiriman informasi. Dengan menggunakan layanan informasi tersebut mereka dapat menghemat tenaga dan waktu (Elis dan Hutkins, 1986:69-72)

Kebutuhan dapat dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor. Wersig (dalam Pendit, 1993:5) menyatakan bahwa segala tindakan manusia didasarkan pada sebuah gambaran tentang lingkungan, pengetahuan, situasi dan tujuan yang ada pada diri manusia. Pendapat Wersig tersebut sesuai dengan pendapat Belkin (1985), yaitu kebutuhan dan perilaku pencarian informasi dapat dipengaruhi oleh bermacam-macam sebab, antara lain latar belakang sosial, budaya, pendidikan, tujuan yang ada dalam diri manusia tersebut serta lingkungan sosialnya. Menurut pannen (1990;33) faktor yang paing umum yang mempengaruhi kebutuhan informasi adalah pekerjaan pemakai. Termasuk kegiatan profesi, pekerjaan atau subyek yang diminati, kebiasaan dan lingkungan pekerjaan. Demikian pula penggunaan informasi juga dipengaruhi oleh berbagai hal. Elia dan Hutkins (1986) dalam survei mereka di dua perpustakaan Minnesota menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara penggunaan layanan pengiriman informasi dengan tingkat pendidikan dosen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karena ada kesenjangan dalam diri seseorang, maka muncul kebutuhan informasi. Kesenjangan dalam pikiran seseorang tersebut disebut dengan situasi problematik atau masalah. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, manusia akan berusaha mencari dan menggunakan sumber infromasi. Pencarian informasi menurut Pannen (1990) adalah pencarian dan penggunaan informasi adalah keadaan ketika orang bergerak melewati ruang dan waktu dan menemukan dirinya pada suatu keadaan dimana dia harus menjawab pertanyaan, memecahkan masalah, melihat suatu fakta, agar dapat mengetahui sesuatu untuk terus bergerak. Pencarian informasi adalah kegiatan seseorang yang dilakukan untuk mendapatkan informasi. Manusia akan menunjukkan perilaku pencarian informasi untuk memenuhi kebutuhannya. Perilaku pencarian informasi dimulai ketika seseorang merasa bahwa ada pengetahuan yang dimilikinya saat itu kurang dari pengetahuan yang dibutuhkannya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut seseorang mencari informasi dengan menggunakan berbagai sumber informasi. Tindakan menggunakan literatur adalah suatu perilaku yang kenyataannya menggambarkan berbagai tujuan (Krikelas, 1983:5-20) Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemakai agar dapat mencari dan menggunakan informasi adalah kesadaran mereka akan layanan informasi yang ada di lingkungan mereka (Pringgoadisuryo; Rieger & Anderson dalam Pannen,1990) Proses pencarian informasi menurut Kuhlthau (1993) dapat dibagi menjadi 6 tahap yaitu: permulaan (inisiasi, seleksi, eksplorasi, formulasi, koleksi dan presentasi. Kuhlthau menguraikan bahwa pola pencarian informasi sifatnya berjenjang, dimulai dari sesuatu yang tidak jelas, sampai pada tahap kejelasan dari informasi yang dicarinya. Tahap permulaan ditandai dengan kesadaran seseorang akan adanya kebutuhan informasi. Pada tahap inisiasi ini seseorang masih ragu-ragu terhadap inti permasalahannya. Tahap ini muncul pada sat seseorang mesara pengetahuannya masih kurang dari yang dibutuhkannya. Kemudian seseorang akan melakukan pemilihan informasi secara selektif. Tahap ini disebut tahap seleksi. Pada tahap seleksi seseoranga kan merasa siap untuk memulai penelusuran. Setelah tahap seleksi, tahap beikutnya adalah tahap eksplorasi atau tahap penjelajahan. Tahap ini sering merupakan tahap yang paling

sulit bagi pemakai dan perantara (intermediary) atau petugas lembaga informasi. Hal ini disebabkan karena ketidakmampuan pemakai untuk menyatakan dengan tepat mengenai informasi yang dibutuhkannya. Tahap berikutnya adalah tahap formulasi, pada tahap ini perasaan tidak pasti mulai mengikis, kepercayaan diri mulai meningkat. Pola pikir mereka menjadi lebih jelas dan terpusat pada masalah yang ditekuninya. Setelah tahap ini dilampaui, pemakai akan sampai pada tahap koleksi, pada tahap ini interaksi antara pemakai dan sistem informasio menjadi lebih efektif dan efisien. Mereka akan mengumpulkan informasi yang terfokus pada masalah yang dihadapainya. Tahap terakhir adalah tahap presentasi, yang terjadi pada saat tugas melengkapi penelusuran telah selesai. Suatu perasaan puas atau kecewa akan muncul pada tahap ini. Proses pencarian informasi menurut Ellis, Cox dan Hall (1993) melalui berberapa tahap yaitu;
1. Tahap Starting atau permulaan, yaitu tahapan dimulainya kegiatan pencarian informasi. 2. Chaining atau penghubungan, yaitu tahap dimana seseorang mulai menampakkan kegiatannya dengan mengikuti rantai yang menghubungkan antara bentuk bahan acuan dengan alat penelusuran. 3. Browsing, ataumerawak, yaitu tahap yang ditandai dengan kegiatan pencarian mulai diarahkan pada bidang yang menjadi minatnya. 4. Differentiating, atau pembedaan, merupakan tahap dimana pencari informasi mulai menggunakan sumber-sumber yang beraneka ragam untuk menguji kualitas dari informasi yang dibutuhkannya. 5. Monitoring atau pengawasan, yaitu suatu tahap dimana pencari informasi mulai menyiapkan diri untuk pengembangan lebih lanjut dari pencarian informasi dengan cara memberi perhatian yang lebih serius terhadap sumber-sumber tertentu. 6. Extracting atau mensarikan, yaitu suatu tahap dimana kegiatan pencarian informasi dilakukan dengan lebih sistematis melalui pengelompokkan bahan-bahan yang menjadi minatnya. 7. Verifying atau pengujian ketepatan, yaitu tahap dimana pencari informasi mengecek apakah informasi yang didapat tepat atau sesuai dengan minatnya 8. Ending atau pengakhiran, yaitu tahap dimana pencari infromasi mengakhiri proses kegiatan pencariannya pada saat berakhirnya topik yang ditulisnya.

DAFTAR PUSTAKA Belkin,NJ; Vickery A. 1985.Interaction in information systems : a review of research from document retrieval to knowledge-based systems. Library and Information Research report no 35:11-19 Borg, WR;Gall,MD. 1983. Research design and methodology dalam Educational Research: an introduction 4th ed. New York: Longman DElia G; Hutkins, C. 1986. Faculty use of document delivery services ; the results of a survey. Jpournal Academic Library Vol 12 (2): 69-74

Dervin,B; Nilan,M. 1986. Information Needs and Uses. Annual Review of information Science and Technology, Vol 49 (4): 356-369 Ellis, David; Cox,Deborah;Hall, Katherine. 1993. A Comparison of information seeking patterns of researchers in the physical and Social Science Journal of Documentation, Vol 49(4):356-369 Kulthau, Carol C. 1991. Inside the searching process: Information Seeking from the users perspective. Journal of the American Society and Information Science Vol 42(5):362 Krikelas,J. 1983. Information seeking behavior: Patterns and concepts. Drexel Library Quartely vol 19(2):5-20 Pannen, Paulina. 1990. A Study in information seeking and use behaviors of resident students and non residents students in indonesian tertiary education. Disertasi. Syracuse:Syracuse University.

You might also like