You are on page 1of 12

Kelainan Refraksi

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susuna pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh(Ilyas, 2008).

Emetropia Emetropia adalah suatu keadaan dimana sinar yang sejajar atau jauh dibiaskan atau difokuskan oleh sistem optik mata tepat pada daerah makula lutea tanpa mata melakukan akomodasi. Pada mata emetropia terdapat keseimbangan antara kekuatan pembiasan sinar dengan panjangnya bola mata. Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding media penglihatan mata lainnya. Lensa memegang peranan terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat. Kelainan lain pada pembiasan mata normal adalah gangguana perubahan kecembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi. Gangguan akomodasi dapat terlihat pada usia lanjut sehingga terlihat keadaan yang disebut presbiopia(Ilyas, 2008).

Presbiopia Definisi Gangguan akomodasi pada usia lanjut yaitu lensa akan mengalami kemunduran kemampuan untuk mencembung.

Patofisiologi 1. Kelemahan otot akomodasi 2. Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa

Manifestasi klinis 1. Kesukaran melihat dekat, sedangkan untuk melihat jauh akan tetap normal

2. Keluhannya akan bertambah sesuai umur 3. Setelah membaca, penderita mengeluhkan mata lelah, berair, dan sering terasa pedas

Terapi Pada pasien presbiopia diperlukan lensa kacamata tambahan atau lensa adisi untuk membaca dekat dengan kekuatan tertentu, biasanya : + 1.0 D + 1.5 D + 2.0 D + 2.5 D + 3.0 D untuk usia 40 tahun untuk usia 45 tahun untuk usia 50 tahun untuk usia 55 tahun untuk usia 60 tahun

Penderita presbiopa memerlukan kacamata baca atau kacamata bifokus dimana bagian atas lensa kacamata untuk melihat jauh sedangkan lensa bagian bawah untuk melihat dekat(Ilyas, 2008).

Ametropia Sinar yang masuk ke dalam mata mengalami pembiasan oleh media penglihatan yang pada keadaan normal atau seimbang akan memfokuskan sinar tersebut ke daerah makula lutea (fovea sentral). Bila keadaan demikian maka disebut emetropia. Pada emetropia tidak terdapat keseimbangan antara kekuatan pembiasan media penglihatan dengan panjangnya bola mata. Pada keadaan ini akan terlihat kelainan refraksi atau ametropia refraktif dan aksial. Amteropia dapat ditemukan dalam bentuk-bentuk kelainan : Miopia Hipermetropia Astigmatisme (Ilyas, 2008).

Miopia
Definisi

Miopia disebut sebagai rabun jauh, akibat ketidakmampuan untuk melihat jauh, akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Miopia adalah Kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibias membentuk bayangan di depan retina (Yani, 2008).

Patofisiologi

Miopia disebabkan karena pembiasan sinar di dalam mata yang terlalu kuat untuk panjangnya bola mata akibat : 1. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-posterior yang lebih panjang, bola mata yang lebih panjang ) disebut sebagai miopia aksial 2. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu cembung atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut miopia kurvatura/refraktif 3. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes mellitus. Kondisi ini disebut miopia indeks 4. Miopi karena perubahan posisi lensa. Misalnya: posisi lensa lebih ke anterior, misalnya pasca operasi glaukoma (Yani, 2008).

Klasifikasi

Menurut derajat beratnya mipoia dibagi dalam : 1. Miopia ringan : dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri (-0,25 D s/d -3,00 D) 2. Miopia sedang : dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri (-3,25 D s/d -6,00 D)

3. Miopia berat : dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri (-6,25 D atau lebih)

Berdasarkan perjalan klinis, miopia dibagi sebagai berikut: 1. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa 2. Miopia progresif,miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata 3. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan Miopia pernisiosa = miopia maligna = miopia degeneratif (Ilyas, 2008).

Penegakan diagnosis

Gejala Klinis : 1. Pasien miopia akan menyatakan meilhat jelas bila dekat terkadang pada penglihatan yang sangat dekat, sedangkan melihat kabur atau disebut oleh pasien sebagai rabun jauh 2. Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai juling dan celah kelopak yang sempit 3. Cenderung memicingkan mata bila melihat jauh untuk mencegah abrasi sferis dan mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). 4. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum yang deka sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling kedalam atau esotropia (Ilyas, 2008).

Terapi Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikorekasi dengan -3.0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi S -3,25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi. (Ilyas, 2008).

Hipermetropia
Definisi Hipermetropia (Hiperopia, farsightedness) adalah keadaan mata tak berakomodasi yang memfokuskan bayangan dibelakang retina (Riordan & Whitcher, 2009). Pada hipermetrofi sinar sejajar difokuskan dibelakang makula lutea (Ilyas, 2008).

Patofisiologi 1. Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan refraksi akibat bola mata pendek, atau sumbu anteroposterior yang pendek 2. Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan difokuskan dibelakang retina 3. Hipermetropia refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang pada system optik mata (Ilyas, 2008).

Hipermetropia dikenal dalam bentuk : Hipermetropia manifest ialah hipermetropia yang daoat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolute ditambah dengan hiperemetropia fakultatif. Hipermetropia manifest didapatkan tanpa sikloplegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata maksimal. Hipermetropia abolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir berakhir dengan hipermetropia absolut ini. Hipermetropia manifest yang tidak memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut sebagai hipermetropia absolute, sehingga jumlah hipermetropia fakultatif dengan hipermetropia absolute adalah hipermetropia manifest Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimabngi dengan akomodasi ataupun kacamata positif. Pasien yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kacamata yang bila diberikan kaca mata postif yang memberikan penglihatan normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan istirahat. Hipermetropia manifest yang masih memakai tenaga akomodasi disebut hipermetropia fakultatif. Hipermetropia laten, diamana kelainan hiperemteropia tanpa siklopegia (atau dengan obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia latem hanya dapat diukur bila diberikan siklopegia. Makin muda makin besar komponen

hipermetropia laten seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia absolute. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi terus-menerus, terutama bila pasien masih muda dan daya akomodasinya masih kuat. Hipermetropia total, hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberika siklopegia (Ilyas, 2008).

Contoh pasien hipermetropia : Pasien usia 25 tahun, dengan tajam penglihatan 6/20 Dikoreksi dengan sferis + 2.00 6/6 Dikoreksi dengan sferis + 2.50 6/6 Dikoreksi dengan sikloplegia, sferis + 5.00 6/6

Maka pasien ini mempunyai : Hipermetropia absolute sferis + 2.00 Hipermetropia manifest sferis + 2.500 Hipermetropia fakultatif sferis (+ 2.50)-(+2.00) = + 0.50 Hipermetropia laten sferis + 5.00 (+ 2.50) = + 2.50 (Ilyas, 2008).

Penegakan diagnosis Gejala klinis : Penderita mengeluhkan penglihatan dekat dan jauh kabur, sakit kepala, dan kadang rasa juling atau lihat ganda Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluhkan matanya lelah dan sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak dibelakang makula agar terletak didaerah makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan esotropia atau juling ke dalam.

Mata dengan hipermetropia sering akan memperlihatkan ambliopia akibat mata tanpa akomodasi tidak pernah melihat obyek dengan baik dan jelas. Bila terdapat perbedaan kekuatan hipermetropia antara kedua mata , maka akan terjadi ambiopia pada salah satu mata. Mata ambliopia sering menggulir ke arah temporal (Ilyas, 2008).

Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, teruta mapada usia yang telah lanjut, akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca, keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan

Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama bila melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas dalam waktu yang lama, misalnya menonton TV, dll

Mata sensitif terhadap sinar Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia (Yani, 2008).

Terapi Diberikan koreksi hipermetropia manifest dimana tanpa sikloplegiadidapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberikan tajaman penglihatan normal (6/6).

Bila terdapat juling kedalam atau esotropia diberikan kacamata koreksi hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar (eksoforia) maka diberikan kacamata koreksi positif kurang.

Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kacamata sferis positif terkuat atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal. Bila pasien dengan + 3.0 ataupun dengan + 3.25 memberikan tajam penglhatan 6/6, maka diberikan kacamata + 3.25. hal ini untuk memberika istirahat pada mata. Pada pasien dimana akomodasi masih sangat kuat atau pada anak-anak, maka sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan memberikan sikloplegik ataupun melumpuhkan otot akomodasi. Dengan melumpuhkan otot akomodasi, maka pasien akan mendapatka koreksi kacamatanya dengan mata yang istirahat.

Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, teruta mapada usia yang telah lanjut, akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca, keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan. Ada pasien ini diberikan kacamata sferis postif terkuat yang memberikan penglihatan maksimal (Ilyas, 2008).

Astigmatisme
Definisi Merupakaan kelainan refraksi dimana berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea (Ilyas, 2008).

Patofisiologi 1. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur atau mempunyai kornea yang bulat atau sferis 2. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa 3. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty 4. Trauma pada kornea 5. Tumor (Yani, 2008).

Penegakan Diagnosis Gejala Klinis : 1. Pengelihatan kabur atau terjadi distorsi 2. Pengelihatan mendua atau berbayang - bayang 3. Nyeri kepala 4. Nyeri pada mata (Yani, 2008)

Terapi Kelainan astigmatisme dapat dikoreksi dengan lensa silindris, sering kali dengan kombinasi lensa sferis (Riordan & Whitcher, 2009).

Afakia
Definisi Suatu keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa akibat dikeluarkan pada operasi katarak sehingga mata tersebut menjadi hipermetropia tinggi (Ilyas, 2008).

Terapi Penderita afakia memerlukan pemakaian lensa yang tebal, maka akan memberikan keluhan pada mata tersebit sebagai berikut : 1. Benda yang dilihat menjadi lebih besar daripada normal sebanyak 25% 2. Terdapat efek prisma lensa tebal, sehingga benda terlihat seperti melengkung 3. Pada penglihatan terdapat keluhan seperti badut didalam kotak atau fenomena jack in the box, dimana bagian yang jelas terlihat hanya pada bagian sentral, sedang penglihatan tepi yang kabur(Ilyas, 2008).

Pemeriksaan untuk kelainan refraksi

Uji pinhole Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau kelainan retina lainnya. Pada mata pasien yang telah dilakukan pemeriksaan tajam penglihatannya, dengan koreksi kacamata terbaik diminta untuk terus menatap baris huruf paling bawah pada kartu Snellen yang masih terlihat. Pada mata tersebut dipasang lempeng pinhole. Melalui lubang kecil yang terdapat ditengahnya pasien kemudian disuruh membaca. Pinhole akan memasukkan sinar ke dalam mata yang terletak dekat dengan sumbu cahaya yang masuk sehingga mengurangkan efek kelainan pembiasan sinar pada mata. Bila ketajaman penglihatan bertambah berarti pada pasien tersebut terdapat kelainanrefraksi yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan berkurang berarti pada pasien tedapat kekeurahan media penglihatan ataupun retina yang menganggu penglihatan.

Uji refraksi Pemeriksaan refraksi dilakukan dengan memeriksa tajam penglihatan mata satu persatu. Pasien duduk pada 5 atau 6 meter jaraknya dari kartu Snellen. Satu mata kemudian ditutup. Pasien disuruh membaca huruf pada kartu Snellen dari atas ke bawah. Bila kemampuan baca berada pada huruf terkecil pada baris yang menunjukkan angka 20, maka dinyatakan tajam penglihatan tanpa kacamata adalahh 6/20. Selanjutnya ditambah lensa sferis + 0.5 dioptri untuk menghilangkan akomodasi pasien. Bila akibat penambahan ini terjadi hal berikut : penglihatan bertambah jelas, maka mungkin pada mata ini terdapat kelainan refraksi hipermetropia. Pada mata ini kemudian perlahan-lahan ditambah kekuatan lensa positif dan ditanyakan apakah tajam penglihatan bertambah baik atau terlihat huruf yang berada dibaris lebih bawah. Lensa positif ditambah kekuatannya sehingga tajam penglihatan menjadi maksimal atau 6/6. Lensa positif ditambah lagi sampai pada satu saat pasien mengatakan pengihatannya berkurang. Pada keadaan pasien dengan hipermetropia berikanlah lensa positif terkuat yang masih memberikan tajam penglihatan 6/6 Bila penglihatan bertambah kabur, maka mungkin pasien menderita miopia. Pada mata tersebut ditambahkan lensa negatif yang makin dikurangi secara perahan-lahan terlihat huruf pada kartu Snellen pada baris yang menunjukkan tajam penglihatan 6/6.

Pada pasien dengan miopia berikanlah lensa negatif terkecil yang memberikan tajam penglihatan 6/6 tanpa akomodasi. Bila setelah pemeriksaan tersebut di atas tetap tidak tercapai tajam penglihatan maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan ini dilakukan uji pengaburan (fogging techique). Uji fogging techique Setelah pasien dikoreksi untuk hipermetropia atau miopia yang ada, maka tajam penglihatannya dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatannya berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa sferis positif 3. Pasien diminta melihat kisi-kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis juring pada 90 derajat yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kis astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas pada artu Snellen.

Uji Presbiopia Biasanya dilakukan pada pasien berusia > 40 tahun. Pasien disuruh memegang kartu baca dekat atau Jaeger dalam jarak baca pasien. Pasien disuruh membaca, kemudian lensa sferis + 1.0 D diletakkan bila pasien telah dapat membacanya maka derajata presbiopia pasien adalah + 1.0. Bila belum dapat membaca huruf pada Jaeger 1, maka lensa + dinaikkan 0.25 perlahan-lahan, sehingga tajam penglihatan bertambah baik pada pembacaan kartu Jaeger. Penambahan ini umumnya disesuaikan dengan umur dan tidak akan pernah melebihi S =3.0 Dioptri karena biasanya jarak baca adalah 30 cm. Pada waktu melakukan pemeriksaan ini dipakai kacamata jauh pada pasien yang mempunyai kelainan refraksi untuk jauh.

Referensi :
Yani, DA 2008, Kelainan Refraksi Dan Kacamata, Surabaya Eye Clinic, Surabaya.

Riordan P & Whitcher JP 2009, Vaughan and Asbury Oftamologi Umum, ECC, Jakarta. Ilyas, S 2008, Ilmu Penyakit Mata, ed.3, FKUI, Jakarta

You might also like