You are on page 1of 6

Jurnal Natur Indonesia 6 (1): 5-10 (2003) ISSN 1410-9379

Hubungan genetika kelapa Dalam Banyuwangi, Lubuk Pakam dan Paslaten

Hubungan Genetika Populasi Kelapa Dalam Banyuwangi, Lubuk Pakam dan Paslaten berdasarkan Analisis RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)
Dewi Indriyani Roslim1, Alex Hartana2,3, dan Suharsono2
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Riau, Pekanbaru 28293 Jurusan Biologi FMIPA Institut Pertanian Bogor, Jalan Raya Pajajaran, Bogor 16144 3 Laboratorium Biologi Tumbuhan, PAU Ilmu Hayati IPB, Kampus Darmaga, Bogor 16680
1 2

Diterima 05-03-2003

Disetujui 01-09-2003

ABSTRACT
The objectives of this research were to study genetic similarity of DLP (Dalam Lubuk Pakam), DPN (Dalam Paslaten), and DBG (Dalam Banyuwangi) coconut populations planted ex situ at two conservation locations (KIP Mapanget and KIP Pakuwon) based on RAPD markers. Number of plants analyzed from each population and location was 10 plants. DNA of coconut leaves was amplified using ten random decamer primers in Polymerase Chain Reaction (PCR) Thermal Cycler machine. Ten random decamer primers selected from 27 ones. DNA amplification generated 77.9% RAPD polymorphic markers from 113 DNA markers produced, and the size of DNA ranged from 250 bp to 3000 bp. Unweighted Pair-Group Method with Arithmetic (UPGMA) was applied to RAPD binary data matrix using Numerical Taxonomy and Multivariate System (NTSYS) version 1.8 computer program. Coconut trees from each population grouped within their populations at more than 71% genetic similarity and separated from other tall coconut populations. Over all genetic similarity of tall coconut populations analyzed was 61%. Coconut trees of DLP population planted ex situ at two conservation locations grouped randomly in one cluster at 72% genetic similarity. In contrast, the coconut trees of DBG and DPN population grouped in two clusters according to their conservation locations, and become one cluster at 73% and 72% genetic similarity, respectively. Keywords: genetic similarity, random amplified polymorphic DNA, tall coconut population

PENDAHULUAN
Sampai tahun 1993 plasma nutfah kelapa yang telah dikoleksi oleh Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain (Balitka) dalam rangka konservasi ex situ berjumlah 113 populasi kelapa dan ditanam di tiga kebun koleksi yaitu Kebun Instalasi Penelitian (KIP) Mapanget (Sulawesi Utara), KIP Pakuwon (Jawa Barat), dan KIP Bone-bone (Sulawesi Selatan). Informasi genetika dari beberapa koleksi kelapa tersebut belum banyak diketahui, sehingga menjadi kendala dalam program pemuliaan tanaman kelapa. Tiga populasi kelapa yang ditanam di KIP Mapanget dan Pakuwon antara lain Dalam Banyuwangi (DBG), Dalam Lubuk Pakam (DLP), dan Dalam Paslaten (DPN) memiliki potensi dikembangkan untuk kegiatan memanipulasi genetika kelapa ke arah perakitan kelapa hibrida dengan sifat yang diinginkan (Novarianto et al, 1993). Populasi kelapa DBG yang berasal dari Banyuwangi, memiliki potensi dapat beradaptasi dengan baik pada lahan kering iklim basah dan stabil dalam memproduksi buah. Kelapa DBG sudah digunakan sebagai tetua jantan dalam program pemuliaan tanaman kelapa. Populasi kelapa DPN yang berasal dari Paslaten, Sulawesi Utara juga menghasilkan buah yang stabil. Sedangkan populasi

kelapa DLP yang berasal dari Lubuk Pakam, Sumatera Utara memiliki potensi buah dengan kandungan minyak tinggi dan juga sudah digunakan dalam program pemuliaan tanaman kelapa baik sebagai tetua jantan maupun sebagai tetua betina (Novarianto et al, 1989). Umumnya kelapa tipe Dalam menghasilkan bunga pertama umur 7-10 tahun, menyerbuk silang, lebih toleran terhadap variasi tipe tanah dan iklim dibandingkan kelapa tipe Genjah. Penampilan morfologi kelapa tipe Dalam umumnya sama, yaitu memiliki batang dengan diameter besar, umur mencapai 90 tahun, dan tingginya mampu mencapai 20-30 meter sehingga dikenal pula sebagai kelapa jangkung. Beberapa koleksi plasma nutfah kelapa lokal asal Indonesia telah dievaluasi berdasarkan penanda RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), yaitu Genjah Kuning Nias, Genjah Kuning Bali, dan Genjah Orange Sagerat yang merupakan koleksi dari KIP Mapanget (Lengkong et al, 1998; Mawikere et al, 1999); Genjah Jombang koleksi dari KIP Mapanget dan diambil dari perkebunan rakyat di Jombang (Hayati et al, 2000); Genjah Salak dan Dalam Bali koleksi dari KIP Mapanget (Runtunuwu et al, 2000); Dalam Sawarna, Dalam Jepara, Dalam Banyuwangi, Dalam Pangandaran, dan Dalam Boyolali yang merupakan

Jurnal Natur Indonesia 6(1): 5-10 (2003)

Indriyani, et al.

koleksi dari KIP Pakuwon (Sumarsono 2000). Analisis pola pita DNA seperti RAPD pada tanaman kelapa koleksi Balitka penggunaannya terbatas karena lebih mahal dibandingkan analisis morfologi, sitologi, dan isozim. Walaupun demikian penanda DNA ini memiliki beberapa kelebihan, salah satunya adalah RAPD sangat membantu dalam meningkatkan efisiensi seleksi awal pada tanaman tahunan (perennial) (Grattapaglia et al, 1992) seperti tanaman kelapa. Banyak informasi yang dapat diperoleh sejak dini, dan tidak perlu menunggu 7-10 tahun sampai pohon kelapa tipe Dalam berbuah untuk mendapatkan informasi penanda RAPD yang berguna bagi program pemuliaan tanaman kelapa. Selain itu hasil analisis RAPD tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat tumbuhnya. Dibandingkan dengan penanda DNA yang lain (seperti Restriction Fragment Length Polymorphisms dan Simple Sequence Repeats), teknik RAPD lebih murah, mudah dilakukan, cepat memberikan hasil, menghasilkan polimorfisme pita DNA dalam jumlah banyak, tidak memerlukan pengetahuan tentang latar belakang genom yang dianalisis dan mudah memperoleh primer acak yang diperlukan untuk menganalisis genom semua jenis organisme (Tingey et al, 1992). Penelitian ini bertujuan mengidentifikasikan hubungan genetika populasi kelapa DLP (Dalam Lubuk Pakam), DPN (Dalam Paslaten), dan DBG (Dalam Banyuwangi) yang ditanam secara ex situ di dua lokasi konservasi (KIP Mapanget dan KIP Pakuwon) berdasarkan analisis RAPD.

(Sambrook et al, 1989), sedangkan kualitasnya dilihat pada gel elektroforesis 0.8%. Analisis RAPD. DNA kelapa diamplifikasi menggunakan primer acak yang terdiri dari 10 basa (dekamer) (Operon Alameda Tech) dengan kandungan G+C antara 60% - 70%. Untuk memilih primer yang akan digunakan dalam analisis RAPD, setiap populasi kelapa diwakili oleh satu pohon yang diambil secara acak dan diamplifikasi menggunakan 27 primer (Tabel 1). Primer yang memberikan pita amplifikasi lebih dari dua dan polimorfik dipilih untuk mengamplifikasi DNA seluruh contoh tanaman kelapa. DNA kelapa diamplifikasi mengikuti prosedur PCR yang dilakukan oleh Lengkong et al. (2001). Reaksi amplifikasi dilakukan pada mesin PCR (GeneAmp PCR System 2400 Perkin Elmer) dan berlangsung sebanyak 38 siklus. Fragmen DNA hasil amplifikasi dipisahkan melalui elektroforesis pada gel agarose 0.8% dengan larutan penyangga TAE (2 mM Tris standar; 0,017 M asam asetat glasial; dan 0,5 M EDTA pH 8). Elektroforesis berlangsung selama 190 menit pada tegangan 70 volt, suhu ruang. Setelah elektroforesis, gel diwarnai dengan larutan etidium bromida 0,5 g/ml selama 20 menit, kemudian direndam dalam aquades selama 20 menit untuk menghilangkan etidium bromida yang terikat nonspesifik pada gel agarose. Selanjutnya fragmen DNA pada gel diamati di atas sinar ultra violet serta direkam pada kertas dokumentasi gel dan disket. Berat molekul pita DNA diduga dengan menggunakan DNA standar, 1 kb DNA ladder (Promega). Analisis Data. Setiap pita DNA hasil amplifikasi pada laju elektroforesis tertentu dianggap sebagai satu lokus, sehingga pita DNA yang sama dari beberapa individu tanaman diinterpretasikan sebagai satu lokus yang homolog. Lokus tersebut diubah ke dalam bentuk data biner dengan memberi nilai satu (1) jika pita ada dan nol (0) jika tidak ada pita. Selanjutnya data biner tersebut dipakai untuk menghitung nilai kemiripan genetika menggunakan rumus koefisien Jaccard. Matriks kemiripan genetika yang diperoleh digunakan untuk membuat pengelompokan dengan metode UPGMA pada program komputer NTSYS-pc versi 1.8 (Rohlf 1993).

BAHAN DAN METODE


Bahan Tanaman. Bahan tanaman yang digunakan adalah daun muda dari populasi kelapa Dalam Banyuwangi (DBG), Dalam Lubuk Pakam (DLP), dan Dalam Paslaten (DPN) yang diambil dari koleksi plasma nutfah kelapa di Kebun Instalasi Penelitian Mapanget (Manado, Sulawesi Utara) dan KIP Pakuwon (Sukabumi, Jawa Barat). Pohon kelapa yang diambil perpopulasi dari setiap lokasi konservasi berjumlah 10 pohon, sehingga total pohon yang dianalisis adalah 60 pohon. Isolasi DNA Kelapa. DNA genom tanaman kelapa diisolasi mengikuti prosedur isolasi DNA genom tanaman kelapa yang dilakukan oleh Lengkong et al, (1998). Kuantitas setiap DNA kelapa hasil isolasi diukur dengan UV-VIS spechtrophotometer (Shimadzu UV1201) pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil seleksi 27 primer memperoleh 10 primer yang menghasilkan pola pita lebih dari 2 dan polimorfik (Tabel 1). Kesepuluh primer ini selanjutnya digunakan

Hubungan genetika kelapa Dalam Banyuwangi, Lubuk Pakam dan Paslaten


Tabel 1. Jenis dan susunan basa dari 27 primer yang diseleksi. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. Jenis Primer OPA-01 OPA-02 OPA-03 OPA-04* OPA-05 OPA-08 OPA-10* OPA-12 OPA-13* OPA-15* OPA-17 OPA-18* OPA-20* OPB-04 OPB-08 OPB-12 OPB-15 OPB-20 OPC-02 OPC-05* OPC-09 OPC-10 OPC-11* OPC-13 OPC-15* OPC-19 OPC-20* Susunan basa (5--3) CAGGCCCTTC TGCCGAGCTG AGTCAGCCAC AATCGGGCTG AGGGGTCTTG GTGACGTAGG GTGATCGCAG TCGGCGATAG CAGCACCCAC TTCCGAACCC GACCGCTTGT AGGTGACCGT GTTGCGATCC GGACTGGAGT GTGACGTAGG CCTTGACGCA GGAGGGTGTT GGACCCTTAC GTGAGGCGTC GATGACCGCC CTCACCGTCC TGTCTGGGTG AAAGCTGCGG AAGCCTCGTC GACGGATCAG GTTGCCAGCC ACTTCGCCAC

Nilai kemiripan genetika

Gambar 1. Fenogram kemiripan genetika populasi kelapa Dalam Lubuk Pakam.

Nilai kemiripan genetika

*: primer yang menghasilkan fragmen DNA lebih dari dua dan polimorfik.

untuk mengamplifikasi DNA kelapa yang diwakili oleh 10 pohon untuk masing-masing populasi kelapa Dalam Lubuk Pakam, Dalam Paslaten, dan Dalam Banyuwangi. Hasil amplifikasi menggunakan sepuluh primer tersebut memperoleh pita RAPD yang berukuran 250 pb sampai 3000 pb. Jumlah pita DNA berkisar 7 (OPA-15) sampai 15 (OPA-10), atau rata-rata menghasilkan 11 pita per primer. Polimorfisme pita DNA yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar 78% (87 pita) dari 112 total pita DNA yang diperoleh. Antar pohon kelapa Dalam Lubuk Pakam yang ditanam secara ex situ di KIP Mapanget dan Pakuwon mengumpul membentuk kelompok populasi kelapa DLP pada kemiripan genetika 72% (Gambar 1). Pohon kelapa Dalam Paslaten yang ditanam di KIP Mapanget membentuk kelompok yang terpisah dari yang ditanam di KIP Pakuwon. Pada tingkat kemiripan genetika 72% kedua kelompok bergabung membentuk satu kelompok populasi kelapa DPN (Gambar 2). Pohon kelapa Dalam Banyuwangi yang ditanam di KIP Mapanget juga membentuk kelompok yang terpisah dari yang ditanam di KIP Pakuwon. Kedua kelompok bergabung membentuk satu kelompok populasi kelapa DBG pada tingkat kemiripan genetika 73% (Gambar 3).

Gambar 2. Fenogram kemiripan genetika populasi kelapa Dalam Paslaten. Nilai kemiripan genetika

Gambar 3. Fenogram kemiripan genetika populasi kelapa Dalam Banyuwangi.

Jika digabung analisis pengelompokan populasi kelapa Dalam Lubuk Pakam, Dalam Banyuwangi, dan Dalam Paslaten, maka seluruh individu kelapa yang berkumpul dan membentuk tiga kelompok utama sesuai dengan kelompok populasinya masing-masing, yaitu

Jurnal Natur Indonesia 6(1): 5-10 (2003)

Indriyani, et al.

kelompok populasi kelapa Dalam Banyuwangi (Jawa Timur), Dalam Lubuk Pakam (Sumatera Utara), dan Dalam Paslaten (Sulawesi Utara), pada kemiripan genetika lebih dari 71%. Selanjutnya seluruh pohon kelapa mengumpul membentuk satu kelompok besar pada kemiripan genetika 61% (Gambar 4).
Nilai kemiripan genetika

Gambar 4. Fenogram kemiripan genetika gabungan populasi kelapa Dalam Banyuwangi, Dalam Lubuk Pakam, dan Dalam Paslaten

Hasil amplifikasi DNA tanaman kelapa menggunakan 10 primer acak tersebut tidak selalu memperoleh pita dengan intensitas yang sama. Perbedaan intensitas setiap pita tidak bisa digunakan untuk menduga jumlah kopi pasang basa pada setiap pita RAPD. Intensitas pita DNA hasil amplifikasi pada setiap primer sangat dipengaruhi oleh pertama, kemurnian dan konsentrasi DNA cetakan. DNA cetakan yang mengandung senyawa-senyawa seperti polisakarida dan senyawa fenolik, serta konsentrasi DNA cetakan yang terlalu kecil sering menghasilkan pita DNA amplifikasi yang redup atau tidak jelas (Weeden et al, 1992). Kedua, sebaran situs penempelan primer pada DNA cetakan (Grattapaglia et al, 1992; Weeden et al, 1992). Ketiga, adanya kompetisi tempat penempelan primer pada DNA cetakan yang menyebabkan satu fragmen diamplifikasi

dalam jumlah banyak dan fragmen lainnya sedikit. Proses amplifikasi mungkin saja diinisiasi pada beberapa tempat, namun hanya beberapa set yang dapat dideteksi sebagai pita sesudah diamplifikasi (Grattapaglia et al, 1992). Amplifikasi DNA terjadi jika primer menempel pada dua situs komplementer yang jaraknya berdekatan dan orientasinya saling terbalik. Jarak antar situs amplifikasi ini menghasilkan fragmen DNA dengan berbagai ukuran pasang basa. Umumnya jumlah pasang basa yang masih dapat diamplifikasi pada DNA genom tanaman berkisar 200 pb sampai 2000 pb bahkan kadangkadang mencapai 5000 pb (Grattapaglia et al, 1992). Jumlah pita DNA yang diperoleh pada penelitian ini serupa dengan hasil Ashburner et al, (1997) yaitu berkisar antara 3 sampai 15 pita DNA per primer. Polimorfisme fragmen DNA yang dihasilkan pada penelitian ini sejalan dengan analisis RAPD terhadap lima populasi kelapa Dalam yang berasal dari tiga pulau menggunakan 10 primer acak yang tiga diantaranya sama dengan primer yang digunakan pada penelitian ini, yaitu OPA-10, OPA-13, dan OPA-20. Polimorfisme yang dihasilkan mencapai 95% (Pandin, komunikasi pribadi 2000). Polimorfisme yang lebih kecil dari 50%, yaitu 36% dijumpai pada analisis RAPD terhadap lima populasi kelapa Dalam yang berasal dari Pulau Jawa menggunakan 5 primer yang sama dengan yang digunakan pada penelitian ini (OPA-10, OPA-13, OPA15, OPA-18, dan OPA-20) dan 4 primer yang berbeda (OPA-03, OPA-08, OPB-05, dan OPB-15) (Sumarsono 2000) dan 35% dijumpai pada tiga populasi kelapa Dalam yang berasal dari propinsi Maluku menggunakan 3 primer yang sama dengan yang digunakan pada penelitian ini (OPA-10, OPA-13, dan OPA-20) dan 2 primer yang berbeda (OPA-08 dan OPB-15) (Matondang et al, 2001). Pemilihan primer pada analisis RAPD berpengaruh terhadap polimorfisme pita yang dihasilkan, karena setiap primer memiliki situs penempelan tersendiri. Akibatnya pita DNA polimorfik yang dihasilkan setiap primer menjadi berbeda, baik dalam ukuran banyaknya pasang basa maupun jumlah pita DNA. Pohon kelapa Dalam Lubuk Pakam (DLP) yang ditanam di KIP Mapanget dan KIP Pakuwon terbagi menjadi beberapa kelompok pohon, dan tidak ada pola pengelompokan yang jelas antara pohon kelapa DLP yang ditanam di KIP Mapanget saja atau KIP Pakuwon saja (Gambar 1). Pengelompokan ini memperlihatkan

Hubungan genetika kelapa Dalam Banyuwangi, Lubuk Pakam dan Paslaten

bahwa pohon kelapa DLP yang ditanam secara ex situ di dua lokasi konservasi tersebut kemungkinan merupakan satu populasi yang sama hasil koleksi buah kelapa yang diambil dari beberapa pohon kelapa Dalam pada satu kebun yang menyerbuk terbuka di daerah Lubuk Pakam, Sumatera Utara. Pengelompokan secara terpisah pohon kelapa Dalam Paslaten (Gambar 2) dan Dalam Banyuwangi (Gambar 3) yang ditanam di dua lokasi konservasi ini bukan karena pengaruh tempat tumbuhnya yang berbeda, tetapi pohon kelapa DPN atau DBG yang ditanam di dua lokasi konservasi ex situ kemungkinan berasal dari buah kelapa yang dikoleksi dari satu atau beberapa pohon kelapa Dalam di daerah Paslaten ataupun di Banyuwangi. Selanjutnya secara tidak sengaja buah kelapa yang berasal dari pohon atau kebun yang berbeda, ditanam di dua lokasi konservasi ex situ yang berbeda, sehingga hubungan genetika buah kelapa yang berasal dari satu pohon atau satu kebun lebih dekat daripada buah kelapa yang berasal dari pohon atau kebun berbeda yang ditanam di lokasi konservasi lainnya. Masing-masing populasi kelapa Dalam (DLP, DPN, dan DBG) yang ditanam di KIP Mapanget memiliki hubungan genetika lebih dekat dengan masing-masing populasi kelapa Dalam yang dikoleksi dari daerah asal yang sama tetapi ditanam di KIP Pakuwon (Gambar 4). Keadaan ini karena pohon kelapa Dalam yang dianalisis merupakan pohon generasi pertama dari koleksi populasi kelapa yang ditanam di KIP Mapanget dan KIP Pakuwon. Oleh karena itu genotipe pohon dari setiap populasi kelapa merupakan genotipe yang dibawa dari tempat asal (mengoleksi mula-mula). Hasil pengelompokan seluruh populasi kelapa Dalam Lubuk Pakam, Dalam Paslaten dan Dalam Banyuwangi ini mirip dengan hasil penelitian Pandin, komunikasi pribadi (2000) yang mampu mengelompokkan lima populasi kelapa Dalam yang berasal dari pulau berbeda ke dalam kelompok populasinya masing-masing pada kemiripan genetika lebih dari 75%. Pada kemiripan genetika lebih dari 60%, kelima populasi kelapa (Dalam Bali, Dalam Sawarna, Dalam Tenga, Dalam Mapanget, dan Dalam Palu) berkumpul membentuk satu kelompok besar. Sebaliknya, penelitian oleh Sumarsono (2000) dengan analisis RAPD menggunakan 9 primer acak tidak bisa memisahkan lima populasi kelapa Dalam asal Pulau Jawa koleksi KIP Pakuwon ke dalam kelompok populasinya masing-masing. Pada tingkat

kemiripan genetika lebih dari 90%, kelima populasi kelapa Dalam tersebut tetap tidak membentuk kelompok yang terpisah. Populasi kelapa Dalam Lubuk Pakam (DLP) terlebih dahulu membentuk satu kelompok dengan populasi kelapa Dalam Paslaten (DPN) pada kemiripan genetika 68%, kemudian bergabung dengan populasi kelapa Dalam Banyuwangi (DBG) pada kemiripan genetika 61% (Gambar 4). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa populasi kelapa DLP mempunyai hubungan genetika lebih dekat dengan populasi kelapa DPN daripada dengan DBG, walaupun warna kulit buah kelapa DLP dan DBG sama-sama coklat atau hijau, sedangkan kelapa DPN memiliki warna kulit buah hijau. Pengelompokan tiga populasi kelapa Dalam berdasarkan pada analisis RAPD menggunakan 10 primer acak ini serupa dengan pengelompokan yang dilakukan Novarianto et al, (1994) berdasarkan berat komponen buah kelapa, yang memperlihatkan bahwa populasi kelapa Dalam Lubuk Pakam lebih besar kemiripannya dengan Dalam Paslaten dibandingkan dengan populasi kelapa Dalam Banyuwangi. Namun demikian persamaan pengelompokan tersebut belum dapat menyimpulkan bahwa fragmen DNA yang dihasilkan berkorelasi seluruhnya dengan karakter berat komponen buah kelapa. Walaupun populasi kelapa DLP dan DPN yang berdasarkan karakter berat komponen buah kelapa memiliki kemiripan genetika yang lebih besar dibandingkan dengan populasi DBG, ternyata individu-individu kelapa tiap populasi tetap mengelompok dalam populasinya masing-masing dan tidak menyebar secara acak. Berbeda dengan pengelompokan populasi kelapa Dalam berdasarkan analisis fenotipe isozim yang menunjukkan bahwa populasi kelapa Dalam Lubuk Pakam memiliki hubungan genetika lebih dekat dengan Dalam Banyuwangi dibandingkan dengan populasi kelapa Dalam Paslaten (Novarianto 1994). Kemungkinan penanda RAPD yang dihasilkan tidak terkait dengan pola pita isozim yang dianalisis. Hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya analisis berdasarkan pola pita DNA dalam melihat hubungan genetika tanaman yang secara fenotipe sulit dibedakan.

KESIMPULAN
Analisis RAPD menggunakan 10 primer acak dapat memisahkan populasi kelapa berdasarkan kelompok populasinya masing-masing (populasi kelapa Dalam

10

Jurnal Natur Indonesia 6(1): 5-10 (2003)

Indriyani, et al.
Lengkong, E.F., Hartana, A. & Suharsono. 1998. Keragaman genetika beberapa kultivar kelapa berdasarkan penanda RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Prosiding Seminar Sehari Hasil-hasil Penelitian Bidang Ilmu Hayat. Bogor, 3 September 1998. Matondang, I., Suharsono & Hartana, A. 2001. Analisis keanekaragaman genetik kelapa Dalam asal Maluku menggunakan teknik Random Amplified Polymorphic DNA. Hayati 8:31-34. Mawikere, N.L., Hartana, A., Suharsono & H. Aswidinnoor. 1999. Kloning DNA sekuen berulang tanaman kelapa kultivar Genjah Kuning Nias. Hayati 6:56-59. Novarianto, H. 1994. Beberapa metode analisis kemiripan genetika kelapa. Buletin Balitka 21:15-24. Novarianto, H., Hartana, A., Rumawas, F., Rifai, M.A., Guharja, E. & Nasution, A.H. 1993. Kemiripan genetik antar kultivar kelapa di Indonesia berdasarkan keragaman pola pita isozim. Jur. Penelitian Kelapa 6:1-8. Novarianto, H., Tenda, E., Rompas, T., Luntungan, H.T. & Tampake, H. 1989. Plasma nutfah kelapa. Prosiding Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri (Buku II Kelapa-1). Bogor, 25-27 Juli 1989. Rohlf F. 1993. TSYS-pc: Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System, Versi 1.80. New York: Exeter Publishing Ltd. Runtunuwu, S.D., Hartana, A., Suharsono & Sinaga, M.S. 2000. Penanda molekuler sifat ketahanan kelapa terhadap Phytophthora penyebab gugur buah. Hayati 7:101-105. Sambrook, J., Fritsch, E.F. & Maniatis, T. 1989. Molecular Cloning: a Laboratory Manual. New York: Cold Spring Harbour Laboratory. Sumarsono. 2000. Keanekaragaman genetik lima populasi kelapa Dalam dari Pulau Jawa berdasarkan penanda RAPD. Tesis Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Tingey, S.V., Rafalski, J.A. & Williams, J.G.K. 1992. Genetic analysis with RAPD markers. Application of RAPD Technology to Plant Breeding. Joint Plant Breeding Symposia Series CSSA/ASHS/AGA. Minneapolis, 1 November 1992. Weeden, N.F., Timmerman, G.M., Hemmat, M., Kneen, B.E. & Lodhi, M.A. 1992. Inheritance and reliability of RAPD markers. Application of RAPD Technology to Plant Breeding. Joint Plant Breeding Symposia Series CSSA/ ASHS/AGA. Minneapolis, 1 November 1992.

Lubuk Pakam, Dalam Banyuwangi, dan Dalam Paslaten) dan bukan berdasarkan lokasi konservasi ex situ tempat kelapa Dalam tumbuh, pada kemiripan genetika lebih dari 71%. Populasi kelapa Dalam Lubuk Pakam memiliki hubungan genetika lebih dekat dengan Dalam Paslaten daripada dengan Dalam Banyuwangi.

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terima disampaikan kepada Hengky Novarianto dari Balai Penelitian Kelapa dan Palma Lain Manado, dan Heldering Tampake dari Kebun Instalasi Penelitian Pakuwon, Jawa Barat yang telah memberikan bahan daun kelapa. Penelitian dibiayai oleh Proyek Hibah Tim Penelitian Pascasarjana (URGE) No 038/ADD-1/HTPP/URGE/1998 an Alex Hartana dengan judul Molecular Genetic Analysis of Indonesia Coconut Germplasm for Crop Improvement in Breeding Program.

DAFTAR PUSTAKA
Ashburner, G.R., Thompson, W.K. & Halloran, G.M. 1997. RAPD analysis of South Pacific coconut palm populations. Crop Sci. 37:992-997. Grattapaglia, D., Chaparro, J., Wilcox, P., McCord, S., Werner, D., Amerson, H., McKeand S., Bridgwater, F., Whetten, R., OMalley, D. & Sederoff, R. 1992. Mapping in woody plants with RAPD markers: Application to breeding in forestry and holticulture. Application of RAPD Technology to Plant Breeding. Joint Plant Breeding Symposia Series CSSA/ASHS/AGA. Minneapolis, 1 November 1992. Hayati, P.K.D., Hartana, A., Suharsono & Aswidinnoor, H. 2000. Keanekaragaman genetika kelapa Genjah Jombang berdasarkan Random Amplified Polymorphic DNA. Hayati 7:35-40 Lengkong, E.F., Suharsono, Runtunuwu, S.D. & Hartana, A. 2001. Pengoptimuman reaksi berantai polimerase DNA tanaman kelapa. Hayati 8:121-123.

You might also like