You are on page 1of 11

EVALUASI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HIBRIDA HASIL PERSILANGAN DIALEL LIMA GENOTIP JAGUNG PADA KONDISI CEKAMAN

KEKERINGAN1)
(COMBINING ABILITY AND HETEROSIS EVALUATION OF HYBRIDS GENERATED FROM FIVE MAIZE GENOTYPES THROUGH DIALLEL CROSSING UNDER DROUGHT CONDITION)

Moh. Hari Wahyudi2), R. Setiamihardja3), A. Baihaki3), dan D. Ruswandi3) Kata kunci: Daya gabung, jagung, cekaman kekeringan Key words: Combining ability, maize, drought stress

Abstract
The research aimed to study combining ability and heterosis evaluation of hybrids generated from five maize genotypes through diallel crossing under drought condition. The experiment was carried out at SPLPP Arjasari, Fakulas Pertanian, Universitas Padjadjaran Bandung, from March up to November 2005, using mating design II model I by Griffings (1956) and was arranged in a randomized complete block design with three replications. Results of the experiment showed that five out of, three genotypes (B2, E6, and B-11-157) had good specific combining ability for growth, yield components and yield characters. Hybrids of E6 B-11-157, B2 B-11-157, and B2 E6 showed significant value of heterosis and heterobeltiosis, for yield components and yield trait. Hybrid of E6 B-11157, had growth characters higher than BISI-2 and Surya based on LSI (Least Significant increase) analysis in yield component and yield. The best grains yield character based on hybrids evaluation was achieved by E6 B-11-157 (7.50 t.ha1) which relatively higher than those of BISI-2 and Surya. The highest selection index value for drought tolerance hybrid of E6 B-11-157 had highest selection index value (7.0), 4.3% higher than BISI-2.
1) Sebagian dari tesis Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, tahun 2006 2) Staf R & D PT. Benih Inti Subur Intani Charoen Pokphand Group 3) Staf Pengajar Program Studi Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Sari
Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi daya gabung dan heterosis hibrida hasil persilangan dialel lima genotip jagung pada kondisi cekaman kekeringan. Percobaan dilaksanakan di SPLPP Arjasari Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung, dari bulan Maret sampai bulan November 2005, dengan menggunakan persilangan dialel metode II model I menurut Griffings (1956) dan ditata dalam rancangan acak kelompok lengkap di ulang tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari lima genotip yang digunakan pada persilangan dialel tiga genotip (B2, E6, dan B-11-157) memiliki daya gabung baik untuk karakter pertumbuhan, komponen hasil, dan hasil. Pasangan persilangan E6 B-11157, B2 B-11-157, dan B2 E6 memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis yang nyata untuk karakter pertumbuhan, komponen hasil, dan hasil. Pasangan persilangan E6 B-11157, memiliki nilai yang relatif lebih tinggi dari kultivar pembanding BISI-2 dan Surya berdasarkan uji LSI (Least

Evaluasi Daya Gabung dan Heterosis Hibrida Hasil Persilangan Dialel Lima Genotip Jagung

increase) untuk karakter komponen hasil dan hasil. Bobot biji per hektar tertinggi dari hasil evaluasi persilangan dimiliki pasangan persilangan E6 B-11-157 dengan nilai 7.50 t.ha1 relatif lebih tinggi dari kultivar pembanding BISI-2 dan Surya. Nilai indeks seleksi cekaman terhadap kekeringan tertinggi dimiliki pasangan persilangan E6 B-11-157, dengan nilai indeks seleksi 7.0 lebih besar 4.3% dari kultivar pembanding BISI-2.

Significant

Pendahuluan
Tanaman jagung memerlukan air yang cukup untuk pertumbuhan dan pembentukan biji. Air sangat diperlukan pada saat penanaman, pembungaan (4555 hari setelah tanam) dan pengisian biji (6080 hari setelah tanam). Pada tanaman yang toleran kekeringan, air tanaman dapat dipertahankan oleh tanaman dengan reaksi daun-daun menggulung, stomata menutup, ketika kelembaban rendah dan kehadiran lapisan kutikula lilin yang tebal (Ludlow dan Muchow, 1990 dikutip Paliwal, 2000). Umumnya tanaman mempunyai dua sifat ketahanan terhadap cekaman kekeringan, yaitu toleransi (drought tolerance) dan penghindaran (drought avoidance) (Blum, 2000). Tanaman lebih peka terhadap cekaman kekeringan selama fase reproduktif dibandingkan fase vegetatif (Yusnaini et al., 1999). Hal ini berkaitan dengan mobilisasi asimilat dari daun ke biji (Khanna Chopra, et al., 1980), dimana fungsi daun sebagai pemasok fotosintat ke biji terganggu, karena daun lebih cepat mengalami penuaan akibat cekaman tersebut sehingga mempengaruhi hasil secara drastis (De Sauza et al., 1997). Cekaman pada saat berbunga (flowering) berakibat krusial pada partisi karbohidrat. Akibat kekeringan selama periode pengisian biji dapat menunda waktu masak dan mobilisasi cadangan karbohidrat di dalam batang tanaman

(Paliwal, 2000). Tanaman jagung lebih peka pada pembungaan dari pada tanaman lainnya, hal ini karena 16 floret betina berkembang pada waktu yang sama dan umumnya lahir dari satu tongkol pada satu batang. Tidak seperti sereal lainnya, pada tanaman jagung bunga jantan dan betina terletak terpisah kurang lebih satu meter, dan malai dan jaringan fragile stigma keluar yang berfungsi sebagai organ pelaku polinasi (Westgate dan Boyer 1986). Kekeringan dapat mempengaruhi kecepatan fotosintesis, dimana dapat menurunkan persediaan aliaran asimilat. Aliran asimilat untuk pertumbuhan organ-organ menurun, sejak perkembangan rambut (silk) selama seminggu sebagai sink. Pertumbuhan rambut (silk) akan tertunda, anthesis silking interval (ASI) meningkat, sehingga mempengaruhi polinasi. Struktur organ reproduktif betina lebih peka dari pada malai, malai lebih awal rusak apabila suhu tanaman mencapai 38oC. Aborsi tongkol dan aborsi biji meningkat sehingga tongkol tanaman menjadi hampa. Tanaman yang hampa berakibat terjadi penurunan bobot biji secara nyata (Zaidi, et al, 2002). Cekaman kekeringan pada saat pembungaan juga dapat menurunkan kapasitas pengembangan biji untuk menggunakan asimilat yang tersedia, sebab fungsi enzym acid invertase rusak (Westgate dan Boyer 1986). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung secara umum dan untuk mendapatkan kultivar jagung hibrida baru yang berpotensi hasil tinggi, tahan atau toleran terhadap cekaman kekeringan.

Bahan dan Metode


Percobaan lapangan, dilaksanakan di Sanggar Penelitian Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) unit kebun percobaan Arjasari, Fakultas Per-

Zuriat, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2006

tanian, Universitas Padjadjaran Bandung. Penelitian dilakukan dengan metode eksperimen yang meliputi dua kegiatan yaitu; pembentukan bahan persilangan dilaksanakan pada musim hujan bulan MaretMei 2005, dan pengujian heterosis, daya gabung, potensi hasil dan komponen hasil serta ketahanan terhadap cekaman kekeringan dilaksanakan pada musim kemarau bulan JuniNovember 2005. Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah lima genotip jagung yang berasal dari Balai Penelitian Serealia, Maros, Sulawesi Selatan yaitu: B1, B2, E6, B-11-157, B-11-132. Untuk mendapatkan kondisi perlakuan cekaman kekeringan maka, irigrasi pada areal pengujian didesain sebagai berikut: a. Sebelum perlakuan cekaman diberikan: Pemberian air dilakukan pada saat tanam sampai umur tanaman memasuki periode pengisian biji (grain filling) kurang lebih 70 hari setelah tanam, dimana pada saat ini tanaman selesai polinasi (awal periode pengisian biji), yang ditandai dengan habisnya pollen dengan tassel telah kering (Stadia 0 sampai awal stadia 7) b. Saat perlakuan cekaman: Pemberian air pada tanaman dihentikan pada saat tanaman mulai memasuki periode pengisian biji kurang lebih umur 70 hari setelah tanam, pada saat ini tanaman mulai memasuki fase pengisian biji (grain filling), (stadia 7 sampai stadia 10). Pengujian daya gabung dan heterosis lima genotip jagung dilakukan terhadap 10 pasangan persilangan, lima genotip silang dalam (selfing) diestimasi melalui persilangan dialel metode II (tetua dan F1) berdasarkan Griffings (1956). Sedangkan pengujian potensi hasil, komponen hasil, serta pengujian ketahanan tanaman menggunakan 10 pasangan persilangan ditambah dua kultivar pembanding yaitu: kultivar Surya dan BISI-2. Pengujian dilaksanakan di lapang dengan rancangan percobaan di-

susun berdasarkan rancangan acak kelompok (RAK) diulang tiga kali. Karakter yang diamati dalam penelitian ini meliputi karakter karakter tumbuh, karakter hasil dan komponen hasil, serta karakter ketahanan terhadap cekaman kekeringan. Komponen karakter tumbuh yang diamati meliputi; panjang batang (cm), tinggi tongkol (cm), diameter batang (cm), 50% umur berbunga betina (hari), 50% umur berbunga jantan (hari), umur masak (hari), Karakter komponen hasil dan hasil yang diamati meliputi; jumlah tongkol, jumlah tongkol hampa, panjang tongkol (cm), diameter tongkol (cm), jumlah baris biji per tongkol, bobot biji per tanaman (g), persentase pipil (Shelling percentage), bobot biji per hektar (t.ha1), Adapun komponen karakter ketahanan terhadap cekaman kekeringan yang diamati meliputi: bobot biji per hektar (t.h1), ASI (Anthesis Silking Interval), penuaan daun (Leaf senescence) (skala 110), ukuran malai (Tassel size) (skala 15 ), daun menggulung (Leaf rolling) (skala 15). Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi; analisis heterosis, analisis potensi tanaman dan analisis ketahanan terhadap cekaman kekeringan. Analisis heterosis untuk mengetahui efek heterosis masing-masing karakter yang meliputi nilai heterosis rata-rata tetua (mid parent heterosis) dan heterosis tetua terbaik (heterobeltiosis), (Hallauer dan Miranda, 1988). Heterosis rata-rata tetua (%) = (F1 MP)/MP 100, Heterosis tetua terbaik (%) = (F1 HP)/HP 100 Uji beda nyata rata-rata F1 dengan ratarata MP dan HP dilakukan dengan Uji t, dengan rumus sebagai berikut (Baihaki et al., 1999): sd = (s12/n1 + s22/n2), t = ( x1 db t-tabel = (n1+n2)2

x2 )/sd,

Evaluasi Daya Gabung dan Heterosis Hibrida Hasil Persilangan Dialel Lima Genotip Jagung

Untuk mengetahui perbedaan masingmasing hibrida dilakukan Analisis Varians (ANOVA), selanjutnya untuk mengetahui potensi tanaman dilakukan uji LSI (Least Significant Increase pada taraf = 5% (eka arah) terhadap F1 terhadap kultivar pembanding BISI-2 dan Surya.

Analisis mengikuti rumus yang dikemukakan oleh Petersen (1994), sebagai berikut: LSI = t 2 Galat /

r : ulangan, t : nilai t tabel eka arah, dengan db = db galat

Tabel 1. Analisis varians rancangan acak kelompok Sumber Variasi Ulangan (U) Perlakuan (P) Galat (G) Total db 2 12 21 35 JK JKU JKP JKG JKTotal KT KTP KTG Fhitung KTP/KTG F0.05 2.2504 F0.01 3.1739

Sumber: Gomez dan Gomez, 1995

jika Cek + LSI > genotip, maka genotip tersebut nyata lebih tinggi dibandingkan kultivar pembanding. Analisis ketahanan terhadap cekaman kekeringan dilakukan dengan menghitung indeks cekaman yang dikemukakan Lin (1978) dikutip Zaidi et al., (2002): I = b1P1 + b2P2 + b3P3 + b4P4 + b5P5 + b6P6 + bnPn Pi = (xij mi)si
Pi : nilai fenotipik dari karakter ke-i xij : rata-rata karakter ke-i mi : nilai rata-rata karakter ke-i si : nilai standard deviasi karakter ke-i

yang diharapkan untuk karakter panjang batang, diameter tongkol adalah memiliki positif nyata, demikian pula dengan karakter 50% umur berbunga jantan, 50% umur berbunga betina, dan umur masak tanaman. Genotip yang memiliki karakter umur berbunga dan umur masak yang dalam diharapkan menjadi penggabung yang baik untuk membentuk pasangan persilangan yang berumur dalam, potensi hasil tinggi dan tahan atau toleran terhadap cekaman kekeringan. Sedangkan genotip dengan ukuran diameter batang besar, kedudukan batang dan tongkol tinggi akan dapat membentuk pasangan persilangan yang memiliki karakter batang tinggi, tegap, dan kokoh sehingga dapat dirakit kultivar tahan roboh. Batang merupakan bagian organ tanaman untuk menampung hasil asimilat untuk kemudian didistribusikan pada tongkol untuk pengisian biji. Tanaman yang memiliki batang yang tinggi umumnya, memiliki ruas buku batang yang panjang. Ruas buku batang yang panjang biasanya memberikan informasi ukuran tongkol yang panjang. Hal ini sesuai dengan pendapat Bolaos dan Edmeades (1996a), bahwa seleksi

P1, P2, P3, P4, P5, dan P6 : nilai fenotipik katakter hasil biji.ha1, jumlah tongkol/ tanaman, ASI, penuaan daun, ukuran malai, daun menggulung b1, b2, b3, b4, b5, dan b6 : bobot karakter hasil biji.ha1 = 5, bobot karakter jumlah tongkol per tanaman = 3, b3 : bobot karakter ASI = 2, bobot karakter penuaan daun saat masak = 2, bobot karakter ukuran malai = 2, dan bobot karakter daun menggulung =1.

Hasil dan Pembahasan


Daya gabung merupakan ukuran kemampuan dari tetua untuk menghasilkan pasangan persilangan seperti yang diharapkan. Daya gabung dari tetua

Zuriat, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2006

untuk penurunan pertumbuhan batang dan ukuran malai dapat menurunkan naungan dan kompetisi asimilat antar tanaman. Perkembangan sink yang kuat ini membutuhkan penarikan cadangan asimilat dalam batang dan klobot. Saat biji memasuki fase linier akumulasi biomassa, sekitar dua sampai tiga minggu setelah polinasi, perkembangan kapasitas biji berpengaruh pada cadangan asimilat dalam differensiasi bagian tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, lima genotip yang diuji memiliki respons daya gabung yang berbeda nyata pada semua karakter yang diamati. Dari lima genotip yang digunakan pada persilangan dialel tiga genotip (B2, E6, dan B-11-157) memiliki daya gabung baik untuk karakter pertumbuhan, komponen hasil, dan hasil dalam merakit hibrida yang tahan terhadap cekaman kekeringan, seperti tersaji pada Tabel 3 dan Tabel 4. Genotip B2 dan E6 adalah penggabung terbaik untuk karakter 50% umur berbunga betina, jantan dan umur masak. Masing-masing genotip memi-

liki nilai daya gabung positif nyata, hal ini memberikan informasi bahwa hibrida yang terbentuk akan memiliki umur berbunga betina, jantan dan masak yang relatif lebih dalam dibandingkan dengan genotip lainnya (Tabel 3). Sedangkan genotip B1, E6 dan B-11-157 adalah penggabung terbaik untuk karakter bobot biji per hektar dan bobot 1000 biji (Tabel 4). Besarnya nilai bobot biji per hektar tertinggi adalah sasaran utama dalam seleksi, sedangkan nilai bobot 1000 biji adalah informasi besarnya ukuran biji. Kedua karakter ini merupakan komponen utama untuk merakit hibrida yang memiliki potensi hasil tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Basuki, (1995), bahwa jika suatu galur tetua disilangkan dengan galur tetua lain dan turunannya menunjukkan penampilan ratarata lebih tinggi dari pada seluruh persilangan, tetua tersebut dikatakan mempunyai DGU baik. Selanjutnya bila penampilan keturunan suatu persilangan jauh lebih baik dari rata-rata penampilan tetuanya, persilangan tersebut dikatakan

Tabel 2. Daya gabung umum karakter komponen tumbuh lima genotip jagung (Zea mays L.) melalui persilangan dialel pada kondisi cekaman kekeringan.
Tetua B1 B2 E6 B-11-157 B-11-132 Keterangan: Panjang Batang (Cm) 7.044 8.092** 6.170** 6.232 0.987 Tinggi Tongkol (Cm) 7.800 0.834 3.641** 4.476 7.800** Diameter Batang (Cm) 0.069** 0.084** 0.024 0.017 0.161 50% Umur Berbunga? (Hari) 1.038 0.295* 0.990 1.819** 0.086 50% Umur Berbunga? (Hari) 0.543 0.362** 1.257 2.029** 0.590 Umur Masak (Hari) 0.695 1.971** 1.981 5.114** 4.410

** sangat nyata menurut uji CD (critical differences) pada taraf =0.01 * nyata menurut uji CD (critical differences) pada taraf =0.05

Tabel 3. Daya gabung umum karakter hasil dan komponen hasil genotip jagung (Zea mays L.) melalui persilangan dialel pada kondisi cekaman kekeringan.

Evaluasi Daya Gabung dan Heterosis Hibrida Hasil Persilangan Dialel Lima Genotip Jagung

Bobot Biji per ha KA 15% (Kg)

Tetua

B1 B2 E6 B-11-157 B-11-132

0.82 1.94* 0.53 1.13 1.72

0.18 0.39** 0.28 0.18 0.25

0.65** 0.23 0.47** 0.54 0.35

0.12 0.15 0.08 0.24** 0.12

0.86 1.45 0.48** 0.84** 0.99**

2.54 5.11* 3.29 0.39 5.48

0.034 0.012 0.010 0.040** 0.028

0.11* 0.18 0.23** 0.44** 0.61

6.81** 0.53 19.86** 11.24** 37.37

0.033 0.010 0.008** 0.0100** 0.026**

Keterangan:

** sangat nyata menurut uji CD (critical differences) pada taraf =0.01 * nyata menurut uji CD(critical differences) pada taraf =0.05

Tabel 4. Heterosis karakter komponen hasil dan hasil lima tetua jagung menurut Metode II, Model I oleh Griffing's 1956.
Bobot Biji per ha KA 15% (Kg) Persentase Pipil KA 15%
14.77 9.06 5.82 3.85* 16.40* 11.21 1.23 18.31** 2.18 2.77

Jumlah Tongkol per plot

Jumlah Tongkol Hampa per plot

Tetua

B1B2 B1B6 B1B-11-157 B1B-11-132 B2B6 B2B-11-157 B2B-11-132 E6B-11-157 E6B-11-132 B-11-157 B-11-132

25.69* 39.80* 40.31* 36.36 25.89 37.90** 7.08 44.29* 38.24* 35.29**

46.15 60.00 42.86 69.23 53.85 70.37** 75.00** 70.37** 61.54** 61.54*

63.55** 35.07 46.36* 46.07 52.02* 77.06** 55.41* 75.26** 50.57** 35.45**

47.31** 31.08 43.92* 54.55* 59.96* 51.72** 67.38** 55.35** 55.56** 111.85

621 3.32 1.89 11.00 5.88 4.39 13.99 5.37 10.13 18.06

218.57** 187.80 206.03 184.26* 107.23 164.43* 161.26** 196.16** 127.68* 128.84*

8.90 7.38 8.10 3.65 2.85 5.95 6.87 10.36 6.06 14.31*

80.83 84.64 45.83 11.67 297.44** 206.65** 96.86* 270.71** 104.39 100.02*

21.52 21.88 30.45* 32.70 48.36* 55.99** 28.50** 71.48** 25.74 21.96

Keterangan:

** sangat nyata menurut uji-t pada taraf =0.01 * nyata menurut uji-t pada taraf =0.05

Tabel 5. Analisis Least Square Index (LSI) karakter komponen hasil dan hasil 10 F1 hasil persilangan lima genotip jagung melalui persilangan dialel pada kondisi cekaman kekeringan.
Bobot Biji per ha KA 15% (Kg) Persentase Pipil KA 15% Jumlah Tongkol per plot Jumlah Tongkol Hampa per plot Bobot 1000 Biji KA 15% Diameter Tongkol (Cm) Panjang Tongkol (Cm) Bobot Biji Tongkol (g) Jumlah Baris Tongkol Jumlah Tongkol Per tanaman

Tetua

Zuriat, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2006

Bobot 1000 Biji KA 15%

Diameter Tongkol (Cm)

Panjang Tongkol (Cm)

Bobot Biji Tongkol (g)

Jumlah Baris Tongkol

Jumlah Tongkol Per tanaman

Persentase Pipil KA 15%

Jumlah Tongkol per plot

Jumlah Tongkol Hampa per plot

Bobot 1000 Biji KA 15%

Diameter Tongkol (Cm)

Panjang Tongkol (Cm)

Bobot Biji Tongkol (g)

Jumlah Baris Tongkol

Jumlah Tongkol Per tanaman

B1B2 B1B6 B1B-11-157 B1B-11-132 B2B6 B2B-11-157 B2B-11-132 E6B-11-157 E6B-11-132 B-11-157 B-11-132 SURYA BISI-2

45.67 45.67 44.67 45.00 47.00 50.33 35.00 52.67 47.00 46.00 48.00 71.00

2.33 1.33 2.00 1.33 2.00 1.33 1.33 1.33 1.67 1.67 1.33 1.33

19.43 ab 17.43 17.05 18.05 ab 17.37 18.00 ab 16.90 17.82 ab 17.92 ab 16.12 15.68 15.63

5.16 4.85 5.35 5.37 5.55 5.29 5.43 5.42 5.36 7.29 ab 4.94 4.56

13.60 a 14.40 a 14.80 ab 12.80 a 13.07 a 14.67 a 14.40 a 16.67 ab 17.87 ab 13.20 a 13.20 a 10.80

212.67 ab 195.22 180.72 174.25 167.43 190.45 194.30 213.29 ab 171.53 172.42 142.92 150.56

1.03 1.01 1.05 1.08 1.10 1.25 1.02 1.06 0.98 1.20 1.11 1.62

4.68 5.09 4.71 3.48 6.16 b 6.20 b 3.75 7.50 ab 4.25 4.15 4.38 5.54

287.42 311.74 a 307.70 a 282.91 349.11 ab 336.03 ab 247.67 369.41 ab 266.55 258.54 282.82 256.16

0.69 0.67 0.67 0.70 0.74 0.72 0.70 0.77 0.72 0.68 0.72 0.76

Keterangan:

a berbeda nyata dengan kultivar pembanding BISI-2 + LSI b berbeda nyata dengan kultivar pembanding Surya + LSI

berbeda nyata hasil analisis varians F pada taraf =0.05 ** berbeda sangat nyata hasil analisis varians F pada taraf =0.01

memiliki daya gabung khusus yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan perbedaan nyata pada karakter jumlah tongko per plot, jumlah tongkol hampa per plot, panjang dan diameter tongkol, bobot biji tongkol, bobot biji per hektar, bobot 1000 biji dan persentase pipil. Sedangkan pasangan persilangan E6 B-11-157, B2 B-11-157, dan B2 E6 memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis yang nyata untuk karakter pertumbuhan, komponen hasil, dan hasil. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Frankel, (1983), bahwa heterosis didefinisikan sebagai superioritas dari hibrida lebih baik dari ratarata tetua. Heterobiltiosis telah dimanfaatkan secara luas dalam pembentukan hibrida yaitu generasi pertama (F1) persilangan antara dua inbrida. Pada saat ini istilah heterosis sering disamakan dengan ketegapan hibrida (vigor hybrid). Tetapi heterosis dan ketegapan hibrida sebenarnya berbeda artinya. Heterosis berarti rangsangan perkembangan yang disebabkan oleh bersatunya gamet-gamet yang berbeda sedangkan ketegapan hibrida merupakan manifestasi dari heterosis. Berdasarkan uji LSI (Least Significant Increase) untuk karakter komponen hasil dan hasil didapatkan perbedaan nyata pada karakter panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah baris tongkol bobot biji per hektar dan bobot 1000 biji. Sedangkan pada pengamatan ini didapatkan bahwa pasangan persilangan

E6 B-11-157, memiliki standar heterosis relatif lebih tinggi dari kultivar pembanding BISI-2 dan Surya Bobot biji per hektar tertinggi dari hasil evaluasi persilangan dimiliki pasangan persilangan E6 B-11-157 dengan nilai 7.50 t.ha1 relatif lebih tinggi dari kultivar pembanding BISI-2 dan Surya (Tabel 6). Nilai indeks seleksi cekaman terhadap kekeringan tertinggi dimiliki pasangan persilangan E6 B-11-157, dengan nilai indeks seleksi 7.0 lebih besar 4.3% dari kultivar pembanding BISI-2. (Tabel 6). Potensi tanaman ditentukan oleh seberapa banyaknya biji yang terbentuk. Kekeringan menyebabkan berkurangnya jumlah biji karena proporsi bahan kering yang dihasilkan saat pembungaan berkurang. Rendahnya ketersediaan air pada saat pembungaan menyebabkan bunga menjadi steril serta bunga dan zygot gugur (Westgate dan Boyer, 1986). Menurut Passioura (1994), bahwa pengisian biji sebagian bergantung hasil fotosintesis yang berlangsung saat itu, dan sebagian lagi dari transfer asimilat yang diakumulasi pembungaan. Diperkirakan laju fotosintesis setelah pembungaan tergantung pada efisiensi tanaman dalam menggunakan air yang terbatas selama pengisisan biji. Tanaman yang sangat sensitif terhadap cekaman kekeringan biasanya memberikan respons dengan penggulungan daun, karena stomata segera menutup sebagai tanggapan tanaman untuk mereduksi beban radiasi yang di-

Evaluasi Daya Gabung dan Heterosis Hibrida Hasil Persilangan Dialel Lima Genotip Jagung

terima dengan mereduksi penggunaan air, akibat peningkatan temperatur pada kanopi daun.

Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari lima genotip yang digunakan pada persilangan dialel tiga genotip (B2, E6, dan B-11-157) memiliki daya gabung baik untuk karakter pertumbuhan, komponen hasil, dan hasil. Pasangan persilangan E6 B-11-157, B2 B-11157, dan B2 E6 memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis yang nyata untuk karakter pertumbuhan, komponen hasil, dan hasil. Pasangan persilangan E6 B-11-157, memiliki nilai yang relatif lebih tinggi dari kultivar pembanding BISI-2 dan Surya berdasarkan uji LSI (Least Significant increase) untuk karakter komponen hasil dan hasil. Bobot biji per hektar tertinggi dari hasil evaluasi persilangan dimiliki pasangan persilangan E6 B-11-157 dengan nilai 7.50 t.ha1 relatif lebih tinggi dari kultivar pembanding BISI-2 dan Surya. Nilai indeks seleksi cekaman terhadap kekeringan tertinggi dimiliki pasangan persilangan E6 B-11-157, dengan nilai indeks seleksi 7.0 lebih besar 4.3% dari kultivar pembanding BISI-2.

Zuriat, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2006

8
Zuriat, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2006

Tabel 6. Analisis indeks seleksi cekaman kekeringan 10 F1 hasil persilangan lima genotip jagung (Zea mays L.) melalui persilangan dialel pada kondisi cekaman kekeringan.
Bobot Biji.ha1 Persilangan xij B1B2 B1B6 B1B-11-157 B1B-11-132 B2B6 B2B-11-157 B2B-11-132 E6B-11-157 E6B-11-132 B-11-157 B-11-132 SURYA BISI-2 4.7 5.1 4.7 3.5 6.2 6.2 3.8 7.5 4.2 4.2 4.4 5.5 4.99 1.12 P1 0.35 0.11 0.31 1.69 1.30 1.36 1.39 2.81 0.84 0.94 0.69 0.62 (t.ha1) b1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 b1P1 2 1 2 8 7 7 7 14 4 5 3 3 xij 1.04 1.07 1.04 1.05 1.08 1.19 0.80 1.20 1.07 1.19 1.11 1.62 1.12 0.18 Jumlah Tongkol per tanaman P2 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.06 0.01 0.01 0.01 0.00 0.09 b2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 b2P2 3.02 3.01 3.01 3.01 3.01 2.99 3.06 2.99 3.01 2.99 3.00 2.91 xij 2.7 5.0 4.3 3.3 3.3 3.3 5.3 2.0 4.3 4.3 3.7 3.3 3.75 0.91 P3 1.0 1.1 0.5 0.4 0.4 0.4 1.4 1.6 0.5 0.5 0.1 0.4 ASI (hari) b3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 b3P3 2.0 2.3 1.1 0.8 0.8 0.8 2.9 3.2 1.1 1.1 0.2 0.8 xij 2.7 3.3 3.3 6.3 3.3 2.3 4.7 3.3 3.3 2.0 3.0 6.3 3.67 1.35 Penuaan Daun skor (110) P4 1.3 0.4 0.4 3.6 0.4 1.8 1.3 0.4 0.4 2.2 0.9 3.6 b4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 b4P4 2.7 0.9 0.9 7.2 0.9 3.6 2.7 0.9 0.9 4.5 1.8 7.2 xij 3.0 3.7 3.7 3.7 3.3 4.2 3.7 4.3 4.0 4.3 3.7 3.7 3.76 0.38 Ukuran Tassel skor (15) P5 0.287 0.037 0.037 0.037 0.162 0.151 0.037 0.214 0.089 0.214 0.037 0.037 b5 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 b5P5 0.574 0.073 0.073 0.073 0.323 0.302 0.073 0.428 0.177 0.428 0.073 0.073 xij 3.3 3.0 3.7 3.3 3.7 3.3 3.7 2.3 3.7 3.7 2.7 3.0 3.28 0.43 P6 0.02 0.12 0.17 0.02 0.17 0.02 0.17 0.40 0.17 0.17 0.26 0.12 Daun Menggulung skor (15) b6 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 b6P6 0.02 0.12 0.17 0.02 0.17 0.02 0.17 0.40 0.17 0.17 0.26 0.12 Indeks I= (bnPn) 10.0 1.2 4.3 5.1 1.7 0.2 4.3 7.0 6.7 10.5 8.7 6.4 % BISI 21 73.1 18.2 13.9 22.2 48.8 29.1 14.9 104.3 38.5 78.0 59.8 100.0

Zuriat, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2006

Daftar Pustaka
Baihaki, A., Toto Warsa, dan M. Sudrajat, S.W. 1999. Perancangan dan analisis Percobaan. Kelompok Statistika Fakultas Pertanian UNPAD. Jatinangor. Bandung. Basuki, N. 1995. Pendugaan Peran Gen. Fakultas Pertanian Unibraw. Malang. Blum, 2000. Plant Breeding for Stress Environment. Corporate Blvd. Boca Raton, Florida. P. 46. Bolanos, J.F. and Edmeades, G.O. 1996a. The importance of the anthesis-silking interval in breeding for drought tolerance in tropical maize. Field Crops Research 48: 6580. Bolaos, J., and G.O. Edmeades. 1991. Value of selection for osmotic potential in tropical maize. Agronomy Journal. 83: 948956. De Sauza, P.I., D.B. Egli, and W.P. Bruining. 1997. water stress during seed filling and leaf senescane in soybean. Agron. J. 89: 807812. Frankel, R. 1983. Heterosis. Reapprasial of Theory and Practise. Springer-Verlag. Berlin Heidelberg New York Tokyo. 290 p. Gardner, F.P., R.B. Pearce, and R.L. Mitchell. 1991. Physiology of Crop Plants. Terjemahan Herawati dan Susilo, UI Press, Jakarta. Gomez , K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur statistik untuk Penelitian Pertanian. Diterjemahkan oleh: Endang Sjamsuddin dan Justika S. Baharsjah. UI Press. Jakarta. Griffing, B. 1956. Concept of General and Specifik Combining Ability in Relation to Diallel Crossing System. Aust. Biol. Sci 9 (4): 433493 p. Hallauer, A.R., and J.B. Miranda. 1981. Quantitative Genetic in Maize Breeding, Iowa State Univ. Press. Ames. Khanna Chopra, R., G.S.C. Haturvedi, P.K. Aggarwal, and S.K. Sinha. 1980. Effect of potassium on growth and nitrate re-

ductase during water stress and recovery in maize. Physol. Plant. 49: 495500. Ludlow M.M., and Muchow R.C., 1990. A critical evaluation of traits for improving crop yields in water-limited environments. Adv. Agron. 1990; 43: 107153. Munir, M. 1996. Tanah-tanah Utama di Indonesia. Pustaka Jaya, Jakarta. Paliwal, R.L. 2000. Tropical Maize Improvement and Production. FAO. Publishing and Multimedia Service. Information Division, FAO-UN Viale delle Terme di Caracalla, Rome. Italy. Passioura, J. B. 1994. The Yield of Crops in Relation to Drought. P: 343360. In K.J. Boote, J.M. Bernet, T.R. Sinclair and G.M. Pualsen (Eds.). Determination of Crop in Yield. ASA. CSSA, SSSA. Madison WI. Petersen, R.G. 1994. Adricultural Field Experiments: Design and Analysis Marcel Dekker, Inc. New York. Pp. 409. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 1999. Deskripsi Varietas Unggul Padi dan Palawija 19931998. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Subagyo, H.N., Suharta., dan A.B. Siswanto. 2000. Sumber Daya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Tanah dan Agroklimat, Bogor. Wesgate, M.E., and J..S. Boyer. 1986. Reproductive at low silk and pollen water potentials in maize. Crop Sci. 26: 951956. Yusnaini, S., A. Niswati, S.G. Nugroho, K. Muladi, dan A. Irawati. 1999. Pengaruh inokulasi mikoriza vesicular arbuskular terhadap produksi jagung yang mengalami kekeringan sesaat pada fase vegetatif dan generatif. J. Tanah. Trop. 9: 16. Zaidi, P.H., S. Rafique, N.N. Singh, and G. Srinivasan. 2002. Identification of Maize Genotype to Excess Moisture (Water logging) condition: Screening Technic and Secondary Trait. ICAR-IARICIMMYT.

Evaluasi Daya Gabung dan Heterosis Hibrida Hasil Persilangan Dialel Lima Genotip Jagung

You might also like