You are on page 1of 37

ASUHAN KEPERAWATAN NYERI ABDOMEN

LBM 6 Ners A bekerja di UGD, melakukan pengkajian terhadap pasien yang datang dengan keluhan nyeri di daerah abdomen, nyeri hilang timbul, menurut klien neyri berada pada skala 6. Dan hasil pengkajian ners A mendapatkan eberapa masalah keperawatan dan merencanakan tindakan yang akan dilakukan. Saat nyeri timbul ners A menganjurkan pasien untuk melakukan tehnik napas dalam dan klien menyatakan nyeri sudah berkurang hingga skala 4.

Key Word Nyeri abdomen, nyeri hilang timbul, skala nyeri 6, tehnik napas dalam, tehnik relaksasi, pengkajian perawatan, perencanaan dan evaluasi

Pertanyaan
1. Apakah yang dimaksud dengan nyeri dan nyeri abdomen

2. Bagaimana tipe nyeri berdasarkan durasi dan lamanya. 3. Jelaskan tipe nyeri berdasarkan intensitas 4. Jelaskan tipe nyeri berdasarkan transmisi 5. Bagaimanakah tipe nyeri berdasarkan sumbernya. 6. Apakah penyebab nyeri. 7. Bagaimana proses nyeri abdomen 1

8. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi respon dan persepsi nyeri.

9. Sebut dan jelaskan teori-teori nyeri


10.

Bagaimanakah mekanisme nyeri abdomen Dasar-dasar penatalaksanaan nyeri Uraikan tindakan untyuk mengatasi nyeri Uraikan proses keperawatan Bagaimanakah asuhan keperawatan nyeri abdomen yang benar

11. 12. 13. 14.

1.

Konsep dasar nyeri a. Definisi nyeri Nyeri adalah suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan. (Potter & Perry, 2005). Definisi lain nyeri adalah pengalaman subjektif, sangat pribadi dipengaruhi oleh pendidikan, budaya, makna situasi dan kognitif ( menurut Bonica dan Melzack, 1987).
b. Tipe nyeri berdasarkan durasi dan lamanya

Nyeri biasanya dibedakan menjadi dua tipe besar yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Keduanya bisa dibedakan dari onset, durasi dan penyebab nyeri. 1) Nyeri akut Nyeri akut terjadi setelah cedera akut, penyakit atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan berlangsung untuk waktu singkat (Meinhart dan Mc Caffery, 1983, NIH 1986 dalam Potter and Perry, 1997). 2

Menurut Bonica tahun 1987, nyeri akut sebagai kumpulan pengalaman yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan sensori, persepsi dan emosi serta berkaitan dengan respon autonomi, emosional dan perilaku. Nyeri akut biasanya peristiwa baru, tiba-tiba dan durasinya singkat. Hal ini berkaitan dengan penyakit akut, operasi atau prosedur pengobatan atau trauma dan rasa nyeri dapat membantu untuk menentukan lokasinya. Karakteristik yang lain adalah rasa nyeri biasanya dapat diidentifikasi, rasa nyerinya cepat berkurang / hilang, sifatnya jelas dan mungkin sekali untuk berakhir / hilang. 2) Nyeri kronis Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung lama, intensitasnya bervariasi dan biasanya berlangsung lebih dari enam bulan (Mc Caffery, 1986 dalam Potter and Perry, 1997). Pada klien dengan nyeri kronik sering mengalami periode remisi (gejala hilang sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan meningkat). Sifat nyeri kronik ini tidak dapat diprediksi yang membuat klien frustrasi dan sering mengarah pada depresi psikologis. Nyeri kronis adalah suatu situasi atau keadaan pengalaman nyeri yang menetap / kontinyu selama beberapa bulan / tahun setelah fase penyembuhan dari suatu penyakit akut / injuri. Karakteristik nyeri kronis adalah area nyeri tidak mudah diidentifikasi, intensitas nyeri sukar diturunkan, rasa nyerinya biasanya meningkat, sifatnya kurang jelas dan kemungkinan kecil untuk sembuh / hilang. Nyeri kronis dapat dikatagorikan menjadi dua yaitu nyeri kronis maligna dan non maligna. Nyeri kronis maligna dapat digambarkan sebagai nyeri yang berhubungan dengan kanker atau penyakit progresif lainnya. Nyeri kronis non maligna biasanya dikaitkan dengan nyeri akibat kerusakan jaringan non progresif atau telah mengalami penyembuhan.

c. Tipe nyeri berdasarkan intensitas. 3

Intensitas nyeri seseorang dapat diketahui dari alat-alat pengkajian yang digunakan. Pada deskripsi verbal tentang nyeri, individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatannya. Intensitas nyeri didapat diukur dengan menggunakan skala diantaranya; skala intensitas nyeri deskriptif sederhana, skala intensitas nyeri numerik 0-10 dan skala analog visual (VAS). Skala dipergunakan untuk mendeskripsikan intensitas / beratnya rasa nyeri.
1) Skala intensitas nyeri deskriptif sederhana

Skala intensitas nyeri nyeri deskriptif sederhana ini menggunakan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda , menampilkan wajah bahagia hingga wajah sedih, yang dipergunakan untuk mengekspresikan rasa nyeri. Skala ini dapat dipergunakan mulai anak usia 3 (tiga) tahun.

0 Tidak ada nyeri

2 Nyeri ringan

4 Nyeri sedang

6 Nyeri hebat

8 Nyeri sangat hebat

10 Nyeri paling hebat

2) Skala intensitas nyeri numerik 0-10 Berat ringannya rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan mengobyektifkan pendapat subyektif nyeri. Skala numerik, digunakan dari 0 hingga 10, nol ( 0 ) merupakan keadaan tanpa atau bebas nyeri, sedangkan sepuluh (10) , suatu nyeri yang sangat hebat.

Tidak ada nyeri

Nyeri sedang

Nyeri paling hebat

3) Skala analog visual (VAS)

Skala sejenis yang merupakan garis lurus, tanpa angka. Bisa bebas mengekspresikan nyeri, ke arah kiri menuju tidak sakit, arah kanan sakit tidak tertahankan, dengan tengah kira-kira nyeri yang sedang. Klien diminta menunjukkan posisi nyeri pada garis antara kedua nilai ekstrem. Bila menunjuk tengah garis, menunjukkan nyeri sedang

I_________________________________________I
Tidak ada nyeri Nyeri sehebat yang dapat terjadi

d. Tipe nyeri berdasarkan transmisi. 1) Reseptor nyeri (nosiseptor) Nosiseptor adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya pada stimulus yang kuat, secara potensial merusak. Stimuli tersebut sifatnya mekanik, termal, kimia. Reseptor nyeri merupakan jaras multi arah yang kompleks. Serabut saraf ini bercabang sangat dekat dengan asalnya pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah lokal, se-sel mast, folikel rambut dan kelenjar keringat. Stimulasi serabut ini menimbulkan pelepasan histamin dari sel-sel mast dan mengakibatkan vasodilatasi. Serabut kutaneus terletak lebih kearah sentral dari cabang yang lebih jauh dan berhubungan dengan rantai simpatis paravertebrata sistem saraf dan dengan organ internal yang lebih besar. Sebagai akibat hubungan antara serabut saraf ini, nyeri sering disertai dengan efek vasomotor, otonom dan viseral. Meski aktivasi yang kuat dari serabut reseptor nyeri pada kulit yang akan menyebabkan hubungan viseral dari serabut yang sama, hal sebaliknya juga terjadi. Stimulasi kuat pada cabang viseral dapat menyebabkan vasodilatasi dan nyeri pada area tubuh yang berkaitan denga serabut tersebut. Hasiln ya disebut nyeri alih. 2) Mediator kimia dari nyeri. 5

Sejumlah substansi yang mempengaruhi sensitivitas ujungf-ujung saraf atau reseptor nyeri dilepaskan kejaringan ekstraseluler sebagai akibat dari kerusakan jaringan. Zat kimia yang meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri meliputi histamin, bradikinin, asetilkolin dan prostaglandin. Prostaglandin adalah zat kimia yang diduga dapat meningkatkan sensitivitas reseptor nyeri dengan meningkatkan efek yang menimbulkan nyeri dari bradikinin. Endorfin dan enkefalin adalah substansi lain dalam tubuh yang berfungsi sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri. Endorfin dan enkefalin adalah zat kimia endogen yang terstruktur serupa dengan opioid. Serabut interneural inhibitori yang mengandung enkefalin terutama diaktifkan melalui aktivitas dari serabut perifer nosiseptor, pada tempat yang sama dengan reseptor nyeri atau nosiseptor dan serabut desenden, berkumpul bersama dalam suatu sistem yang disebut descending control. Keberadaan endorfin dan enkefalin membantu menjelaskan bagaimana orang orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri yang berbeda dari stimuli neyeri yang sama. Kadar endorfin beragam diantara individu seperti tingkat ansietas seseorang yang mempengaruhi kadar endorfin. Individu dengan endorfin yang banyak lebih sedikit merasakan nyeri dan mereka dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar. Beberapa tehnik mungkin efektif dalam meredakan nyeri, paling tidak sebagian karena tehnik tersebut menyebabkan pelepasan endorfin. Transcutaneus electric nerve stimulation (TENS) dapat menstimulasi pelepasan endorfin, seperti penggunaan plasebo, dimana pasien berfikir pengobatannya bekerja meskipun hal tersebut tidak ada hasilnya. Metode pereda nyeri lainnya seperti imaginasi terbimbing, dapat membantu pasien melepaskan endorfin. e. Tipe nyeri berdasarkan sumber. Rasa nyeri dapat timbul dalam berbagai modalitas bergantung pada letak reseptor

1) Nyeri somatik superfisial (nyeri kulit) Rangsang yang dapat menimbulkan rasa nyeri kulit adalah rangsang nosiseptif yaitu rangsang yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan. Rangsang dapat berupa rangsang mekanis, listrik, termal atau kimia. Nyeri kulit biasanya dirasakan sebagai sensasi yang datang berurutan. Pertama terasa sebagai rasa yang tajam, lokasi rangsang dapat ditunjukkan dengan tepat, sensasi yang terasa dapat dijelaskan sesuai dengan rangsang yang diberikan dan segera hilang bila rangsang dihentikan. Rasa nyeri yang segera terasa pada saat rangsang diberikan ini disebut fast pain / initial pain/ nyeri primer. Kemudian disusul dengan nyeri yang tumpul, lokasi rangsang tidak dapat ditunjukkan dengan tepat, sensasi rasa kurang dapat diuraikan dengan jelas. Biasanya terasa sebagai rasa panas, menusuk yang sifatnya difus. Sensasi tetap terasa beberapa saat sesudah rangsang dihentikan. Nyeri susulan ini disebut slow pain / delayed pain / nyeri sekunder. Pada beberapa keadaan patologis tertentu kulit, kepekaan reseptor nyeri dapat berubah yang menimbulkan hiperalgesia yaitu;
a) Hiperalgesia primer bersifat setempat, pada daerah luka atau radang,

ambang reseptor menurun. Disebabkan oleh lepasnya histamin, dapat terasa sampai berhari-hari. b) Hiperalgesia sekunder, disebabkan oleh rangsangan nosiseptif yang kuat dan cukup lama yang menyebabkan impuls menyebar dari daerah rangsang baik secara horizontal maupun vertikal. Reseptor nyeri sekitar daerah luka akan terangsang. 2) Nyeri somatik dalam Reseptor terdapat pada sendi, otot, tendon dan fascia. Agak sukar melokalisasi tempat asal nyeri somatik dalam karena dermatom kulit yang ada tepat diatas sklerotom tempat asal nyeri somatik dalam, tidak disarafi saraf spinal yang sama dengan sklerotom tersebut. Sensasi nyeri yang terasa umumnya adalah nyeri tumpul yang sering disertai rasa mual. Hal tersebut 7

menunjukkan adanya keterlibatan sistem saraf otonom. Rasa nyeri somatik dalam cenderung menyebar, sehingga lebih sukar lagi untuk menentukan tempat asal nyeri. Rangsangan adekuat untuk membangkitkan nyeri somatik dalam adalah rangsangan mekanik tarikan atau kimia. Iskemia otot yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah menyebabkan tertumpuknya asam laktat yang merangsang reseptor rasa nyeri somatik dalam. Spasme otot menyebabkan tarikan cukup kuat dan dalam pada tendon. 3) Nyeri viseral Lokasi tempat asal nyeri viseral sukar ditentukan karena jumlah reseptornya hanya sedikit. Sering disertai keterlibatan sistem saraf otonomdengn adanya rasa mual, berkeringat dan perubahan tekanan darah. Rangsang adekuatnya adalah regangan, spasme atau kerutan yang berlebihan pada otot polos, iskemia dan kimiawi. Biasanya nyeri viseral juga disertai kerutan otot rangka yang ada didekat viseral yang terkena. Hal tersebut bertujuan untuk melindungi viseral yang sedang menderita nyeri. 4) Nyeri alih Sensasi nyeri atau rasa nyeri somatik dalam atau rasa nyeri viseral yang terasa didaerah somatik superfisial. Nyeri viseral mempunyai letak nyeri alih yang khas untuk tiap viseral yang terkena. Beberapa teori tentang terjadinya nyeri alih adalah; a) Teori dermatom Nyeri alih terasa pada kulit yang berasal dari dermatom yang sama dengan alat viseral yang terkena. Misalnya nyeri jantung dialihkan ke lengan. b) Teori konvergensi Traktus spinotalamikus lateralis adalah tempat berkumpulnya serat-serat sensori nyeri, baik dari somatik maupun dari viseral, yang akan berakhir 8

di thalamus dan kemudian di relay oleh thalamus ke kortek somatosensorik. Karena impuls nyeri somatik lebih sering terjadi daripada impuls nyeri viseral, maka korteks somatosensorik seolah lebih mengenal nyeri somatik dari pada nyeri viseral. Karena itu nyeri viseral sering diinterpretasikan sebagai nyeri oleh korteks. c) Teori fasilitasi Impuls nyeri viseral dikatakan merendahkan ambang rangsang neuro traktus spinothalamikus, yang menerima sinaps dari serat aferen somatik. Fasilitas tersebut dengan adanya cabang serat aferen visera yang bersinap di neuron traktus spinothalamikus tersebut dan menimbulkan excitatory post synaptic potential (EPSP). Dengan demikian neuron-neuron traktus spinothalamikus lateralis yang menerima sinaps ganda tersebut sangat mudah untuk terbangkit oleh impuls lemah dari aferen nyeri somatik, pada keadaan biasa tidak terbangkit oleh impuls lemah tersebut.

f. Tipe nyeri berdasarkan penyebab. Berdasarkan penyebab, nyeri dapat disebabkan oleh rangsang mekanis (tusuk, tembak, potong), listrik, termal (panas) atau kimia.

g. Proses terjadinya nyeri. Nosiseptor yang diterima reseptor-reseptor di kulit, pembuluh darah, visera, muskuloskletal dan lain-lain, dapat digambarkan sebagai berikut: adanya stimulasi yang diterima reseptor kemudian diteruskan menuju korteks. Dari korteks ini kemudian diteruskan menuju thalamus di otak dan diteruskan menuju medulla spinalis, yang selanjutnya di teruskan ke saraf tepi sehingga ada reaksi emosi, psikis dan motorik tanpa ada modulasi, sedangkan dalam perjalanan hanya kesan sensorik yang dipersepsikan

h. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon dan persepsi nyeri. Tidak semua orang yang terpajan terhadap stimulus yang sama mengalami intensitas nyeri yang sama. Suatu stimulus dapat mengakibatkan nyeri pada suatu waktu, tetapi tidak pada waktu lain. Faktor-faktor tersebut dapat meningkatkan atau menurunkan sensitifitas komponen yang berbeda dari sistem nosiseptif. Adapun hal-hal yang dapat mempengruhi respon dan persepsi nyeri adalah; 1) Usia Pada anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami prosedur tindakan yang menyebabkan nyeri. Anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata juga mengalami kesulitan untuk mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau petugas kesehatan. Secara kognitif anak usia todler dan pra sekolah tidak mampu mengingat penjelasan tentang nyeri atau mengasosiasikan nyeri sebagai pengalaman yang dapat terjadi diberbagai situasi. Pada lansia memiliki kemampuan untuk menginterpretasikan nyeri dan dapat mengalami komplikasi dengan keberadaan berbagai penyakitdisertai gejala samar yang mungkin mengenai bagian tubuh yang sama. Tidak semua lansia mengalami gangguan kognitif. Namun, ketika seorang lansia mengalami bingung, maka ia akan mengalami kesulitan untuk mengingat pengalaman nyeri dan memberi penjelasan yang rinci. 2) Jenis kelamin Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam respon terhadap nyeri (Gil, 1990 dalam Potter and Perry, 1997). 3) Kebudayaan Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah sesuatu yang alamiah. Kebudayaan yang lain cenderung untuk melatih perilaku 10

yang tertutup. Clancy dan Mc Vicar (1992), menyatakan bahwa sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis seseorang. 4) Makna nyeri Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Indicidu akan mempersepsikan nyeri dengan cara yang berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan tantangan. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan dengan makna nyeri.

5) Perhatian Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun (Gil, 1990 dalam Potter and Perry, 1997). 6) Ansietas Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas (Gil, 1990 dalam Potter and Perry, 1997). 7) Keletihan Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderita penyakit dalam waktu lama. 8) Pengalaman sebelumnya

11

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat, maka ansietas atau rasa takut dapat muncul. Apabila individu tidak pernah merasakan nyeri, maka persepsi pertama nyeri dapat mengganggu koping terhadap nyeri. 9) Gaya koping Individu yang memiliki lokus kendali internal mempersepsikan diri mereka sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan hasil akhir dari suatu peristiwa, seperti nyeri (Gil, 1990 dalam Potter and Perry, 1997). Sebaliknya, individu yang memiliki lokus kendali eksternal, mempersepsikan faktor-faktor lain didalam lingkungan mereka.

10) Dukungan keluarga dan sosial Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan. Walaupun nyeri tetap dirasakan, kehadiran orang yang dicintai akan meminimalkan kesepian dan ketakutan.

2.

Teori-teori tentang nyeri a. Teori spesifikasi Teori yang mengemukakan bahwa reseptor dikhususkan untuk menerima suatu stimulus yang spesifik, yang selanjutnya dihantarkan melalui serabut A delta dan serabut C di perifer dan traktus spinothalamikus anterolateralis di medulla

12

spinalis menuju ke pusat nyeri di thalamus. Teori ini tidak mengemukakan komponen psikologis. Serat nyeri memasuki medula spinalis melalui radiks dorsalis, naik turun satu sampai dua segmen, lalu berakhir pada neuron didalam kornu dorsalis substansia grisea medula spinalis, serat tipe A didalam lamina I dan V serta serat tipe C didalam lamina II-III, suatu area yang juga dinamai substansia gelatinosa. Kemudian bagian terbesar dari isyarat ini melintasi satu atau lebih neuron tambahan berserat pendek, akhirnya memasuki serat panjang yang segera menyeberang ke sisi medula spinalis berlawanan dan naik ke otak melalu traktus spinothalamikus anterolateralis. Ketika lintasan nyeri masuk kedalam otak, mereka terpisah menjadi dua lintasan tersendiri; lintasan nyeri tusuk hampir seluruhnya terdiri atas serabut kecil jenis A delta dan lintasan nyeri terbakar hampir seluruhnya terdiri atas serabut C yang lambat. b. Teori pola Teori ini menyatakan bahwa elemen utama pada nyeri adalah pola informasi sensoris. Pola aksi potensial yang timbul oleh adanya suatu stimulus timbul pada tingkat saraf perifer dan stimulus tertentu menimbulkan pola aksi potensial tertentu. Pola aksi potensial untuk nyeri berbeda dengan pola untuk rasa sentuhan. Impuls nyeri disalurkan ke susunan saraf pusat oleh dua sistem serat. Satu sistem nosiseptor terbentuk oleh serat-serat A kecil bermielin, yang satunya terdiri atas serat C tak bermielin. Kedua kelompok serat ini berakhir ditanduk dorsal; serat A berakhir di neuro-neuron lamina I dan V sementara serat C akar dorsal berakhir di neuron di lamina I dan II. Sebagian akson neuron tanduk dorsal berakhir di medula spinalis dan batang otak, yang lain masuk ke sistem anterolateral, termasuk traktus spinothalamikus lateral. Rangsang nyeri mengaktifkan 3 daerah korteks: SI, SII dan girus singuli di sisi korteks yang berlawanan dengan rangsangan. Girus singuli berperan dalam emosi dan girektomi singuli dilaporkan mengurangi stres yang timbul karena nyeri kronik.

13

Serat sensorik A yang menyalurkan impuls dari reseptor sentuh ke susunan saraf pusat, dan sebagian impuls sentuh juga dihantarkan melalui serat C. Informasi rasa sentuh disalurkan baik melaui jalur lemniskus maupun jalur anterolateral, sehingga hanya lesi yang sangat luas saja yang dapat menghilangkan sama sekali sensasi sentuh. Namun terdapat perbedaan jenis informasi sentuh yang disalurkan di kedua sistem tersebut. Apabila kolumna dorsalis dirusak, sensasi getaran dan propriosepsi berkurang, ambang rasa sentuh meningkat dan jumlah daerah peka sentuh dikulit berkurang, selain itu lokalisasi sensasi sentuh terganggu.

c. Teori kontrol pintu gerbang (gate control) Teori gate control menurut Melzack and Wall tahun 1965, mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Mekanisme pertahanan dapat ditemukan di selsel gelatinosa substansia didalam kornu dorsalis pada medula spinalis thalamus dan sistem limbik (Clancy dan Mc Vicar, 1992 dalam Potter and Perry 1997). Konsep dasarnya menggabungkan teori spesifik dan teori pola ditambah dengan interaksi antara aferen perifer dan sistem modulasi yang berbeda di medulla spinalis (subtansia gelatinosa). Selain itu juga mengemukakan sistem modulasi desenden (dari pusat ke perifer). Menurut teori ini, aferen terdiri dari dua kelompok serabut, yaitu kelompok yang berdiameter besar (A) dan serabut berdiameter kecil (A dan C). Kedua kelompok aferen ini berinteraksi dengan substansia gelatinosa ini berfungsi sebagai modulator (gerbang kontrol) terhadap A, A dan C. Apabila substansia gelatinosa (SG) aktif, gerbang akan menutup. Sebaliknya apabila SG menurun aktivitasnya, gerbang membuka. Aktif dan tidaknya SG tergantung pada kelompok aferen mana yang terangsang. Apabila serabut berdiameter besar terangsang, SG menjadi aktif dan gerbang menutup. Ini berarti bahwa rangsang yang menuju pusat melalui transitting cell (T-cell) terhenti atau menurun. Serabut A adalah penghantar rangsang nonnosiseptif (bukan nyeri) misalnya sentuhan, proprioseptif. Apabila kelompok 14

berdiameter kecil (A, C) terangsang, SG akan menurun aktivitasnya sehingga gerbang membuka. A dan C adalah serabut pembawa rangsang nosiseptif, sehingga kalau serabut ini terangsang, gerbang akan membuka dan rangsang nyeri akan diteruskan ke pusat.

3.

Mekanisme nyeri sebagai gejala atau kelainan organ-organ di rongga perut


a. Macam-macam reseptor tertentu, stimulus yang adekuat untuk rasa nyeri dan

Proyeksi eksterna serta nyeri setempat di abdomen pada alat-alat detail rongga perut.
1) Nyeri lambung, nyeri yang timbul di area lambung biasanya disebabkan oleh

gas yang dialihkan ke permukaan anterior dada atau area atas dari sedikit dibawah jantung sampai dengan satu inci di bawah prosesus xifoideus. Nyeri ini digolongkan sebagai nyeri terbakar dan merupakan nyeri dari esofagus bawah, menyebabkan rasa terbakar yang dikenal sebagai hearthburn (rasa terbakar uluhati. Kebanyakan ulkus peptikum terjadi 1-2 inci pada salah satu sisi pilorus di daerah lambung atau di dalam duodenum, dan nyeri diarea seperti itu biasanya dialihkan kesuatu tempat di permukaan kira-kira dipertengahan diantara umbilikus dan prosesus xifoideus. Asal nyeri ulkus hampiran pada proses kimia, karena bila getah asam lambung tidak akan mencapai serabut nyeri didalam lubang pilorus. Nyeri tersebut tidak timbul. Nyeri ini khas seperti nyeri terbakar kuat.
2) Nyeri bilier dan kandung empedu, terjadi pada saluran empedu dan kandung

empedu di lokasi midepigastrium hampir tepat dengan tempat pilorus yang disebabkan oleh ulkus peptikum. Juga area lien dan kandung empedu sering bersifat tetap seperti nyeri ulkus, meskipun juga sering timbul nyeri. Penyakit bilier, disamping menyebabkan nyeri pada permukaan abdomen, sering mengalihkan ke suatu daerah kecil diujung skapula kanan. Nyeri ini

15

dihantarkan melalui serabut aferen simpatis memasuki segmen torakalis ke sembilan neuron kanalis.
3) Nyeri uterus, nyeri aferen parietalis dapat dihantarkan dari uterus. Nyeri

kejang pada abdomen bawah pada sakit menstruasi dihantarkan ke neuron aferen simpatis dan suatu operasi untuk memperbaiki nervus hipogastrika diantara pleksus hipogastrika uterus akan mengurangi nyeri ini pada bagian bawah atau sebaliknya.
4) Nyeri saluran kencing, serabut aferen dari ginjal memasuki medula spinalis

T10-T12. Nyeri dari ureter mencapai segmen L1. Sehingga pada penyakit ginjal akan timbul nyeri di punggung, kurang lebih di daerah ginjal itu sendiri. Kontraksi ureter yang hebat, seperti pada batu ureter nyeri dialihkan kebawah sesuai dengan segmen L1, yaitu ke daerah fosa iliaka, daerah inguinal dan testis sisi yang sama dengan letak batu ureter. Dari kandung kencing diteruskan lewat serabut aferen para simpatis. Nyeri dari trigonum vesikae dapat dialihkan ke ujung penis. Peritonium yang menutupi kandung kencing disarafi oleh saraf-saraf interkostal yang bawah dan saraf L1.
5) Nyeri Usus Besar, kontaksi berlebihan dari usus besar, menimbulkan rasa

nyeri yang bersifat kolik. Rasa nyeri ini secara samar dapat dilokalisir di daerah atas umbilikus, bawah umbilikus maupun di garis tengah. Bila peritonium parietal terlibat dalam penyakit seperti misalnya radang usus buntu, nyeri lokasi, hiperalgesia dan ketegangan otot dapat dijumpai di daerah yang meradang. b. Cara pemeriksaan fisik pada nyeri daerah perut. Pemeriksaan fisik pada daerah perut dilakukan dengan cara inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi, dengan tujuan untuk mengetahui / mendapatkan kondisi dan fungsi organ-organ pada rongga abdomen. 1) Inspeksi Perhatikan bentuk dan keadaan secara umum meliputi distensi permukaan abdomen, adanya retraksi atau tonjolan, kesimetrisan abdomen. Perhatikan 16

gerakan kulit sehubungan dengan pernapasan, perhatikan pula pigmentasi, adanya bekas luka dan adanya bendungan vena. Perhatikan keadaan umbilikus dan daerah inguinalis untuk mengetahui apakah ada benjolan, inflamasi dan pulsasi. 2) Auskultasi Pemeriksaan auskultasi dilakukan untuk mendapatkan gambaran peristaltik dan kebisingan usus serta 3) Perkusi Adakah cairan bebas (suara pekak) atau udara (suara timpani). 4) Palpasi Ketegangan dinding perut pada daerah hipokondrium. Hati teraba atau tidak bila teraba bagaimana tepi, permukaan dan derajat pembesarannya. Ada tidaknya benjolan pada daerah abdomen. Adakah penonjolan dinding perut
c. Pemeriksaan tambahan untuk mencari sumber nyeri pada kelainan alat-alat

dalam rongga perut. Pemeriksaan tambahan yang dilakukan seperti pemeriksaan ultrasonografi (USG) abdomen, BOF serta pemeriksaan CT scan dan MRI abdomen untuk mendapatkan hasil pemeriksaan untuk menunjang hasil dari pemeriksaan fisik.

4.

Dasar-dasar penatalaksanaan nyeri


a. Prinsip dasar intervensi keperawatan pada nyeri.

Prinsip dasar intervensi keperawatan pada nyeri meliputi 1) Mengidentifikasi tujuan dan penatalaksanaan nyeri 2) Membina hubungan perawat klien 3) Memberikan perawatan fisik 17

4) Mengatasi kecemasan pasien yang berhubungan dengan nyeri. 5) Melakukan intervensi farmakologis 6) Melakukan intervensi non farmakologis 7) Melakukan penyuluhan 8) Melakukan evaluasi keefektifan strategi intervensi nyeri.

b. Tindakan noninvasif untuk mengurangi nyeri dan alasannya.

Banyak aktivitas keperawatan nonfarmakologis dan noninvasif yang dapat membantu menghilangkan nyeri. Metode pereda nyeri nonfarmakologis biasanya mempunyai risiko yang sangat rendah. Tindakan nonfarmakologis bukan merupakan pengganti obat-obatan, tindakan tersebut mungkin diperlukan, atau sesuai untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit. 1) Stimulasi dan masase kutaneus Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor tidak nyeri pada bagian reseptor yang sama seperti reseptor nyeri, tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem kontrol desenden. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot. Teori gate control telah menjelaskan, bertujuan untuk menstimulasi serabutserabut yang menstransmisikan sensasi tidak nyeri memblok atau menurunkan transmisi impuls nyeri. 2) Terapi es (dingin) dan panas.

18

Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif, es harus diletakkan pada tempat cedera segera setelah terjadi cedera, (Cohen, 1989 dalam Suddart dan Brunner, 1997). Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Namun penggunaan panas kering dengan lampu pemanas tidak seefektif penggunaan es. Diduga es dan panas bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non nosiseptor) dalam bidang reseptor yang sama seperti pada cedera.
3) Stimulasi saraf elektris transkutan / Transcutan electric nerve stimulation

(TENS) Tens menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektrode yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung pada area nyeri. Tens digunakan baik pada menghilangkan nyeri akut dan kronik. Tens diduga dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non nosiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut yang mentransmisi nyeri. Mekanisme ini sesuai dengan teori nyeri gate kontrol 4) Distraksi Distraksi mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri, misalnya dengan cara kunjungan dari keluarga dan teman-teman pasien. Melihat film layar lebar dengan suara surround. Tidak semua pasien mencapai peredaan nyeri melalui distraksi Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak.
5) Tehnik relaksasi

19

Tehnik relaksasi terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap ekshalasi dan inhalasi. Relaksasi otot skletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. 6) Imajinasi terbimbing Menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Imajinasi terbimbing menyebabkan relaksasi otot dan pikiran dimana efeknya hampir sama dengan penggunaan tehnik relaksasi dengan metode yang berbeda. 7) Hipnosis Tehnik ini mungkin membantu dalam memberikan peredaan nyeri terutama dalam situasi sulit. Mekanisme bagaimana kerjanya hiposis tidak jelas tetapi tidak jelas tetapi tidak tampak diperantaraioleh sistem endorfin (Moret et.all, 1991 dalam Suddart and Brunner, 1997). c. Macam-macam obat pengurang rasa nyeri, farmakodinamika, farmakokinetika serta efek sampingnya.
1) Opioid (narkotika)

Opioid sangat efektif untuk menghilangkan nyeri pasca operatif dan nyeri berat lainnya. Farmakodinamika Opioid menimbulkan efek primernya terhadap susunan saraf pusat dan organ yang mengandung otot polos. Opioid menimbulkan analgesia, rasa

20

mengantuk eforia, depresi pernapasan terkait dosis, gangguan respons adrenokorteks terhadap stres (pada dosis tinggi), dan penurunan tahana perifer (dilatasi arteriol dan venosa) dengan sedikit atau tanpa efek terhadap indeks jantung. Efek terapiutik opioid pada edema paru merupakan akibat sekunder dari peningkatan pada dasar kapasitansi. Efek konstipasi opioid timbul akibat induksi dari kontraksi non propulsif melalui traktus gastro intestinal. Opioid dapat menyebabkan spasme traktus biliaris dan peningkatan tekanan duktus biliaris komunis diatas kadar pra obat. Depresi reflek batuk adalah melalui efek langsung terhadap pusat batuk dalam medula. Opioid mengurangi aliran darah ke otak dan tekanan intra kranial. Dapat menimbulkan mual dan muntah dengan mengaktifasi zona pemicu kemoreseptor. Opioid melepaskan histamin dan dapat menyebabkan pruritus setelah pemberian oral atau sistemik. Perubahan modulasi sensorik sebagai akibat sekunder pengikatan langsung opioid pada reseptor opiatdalam medula oblongata dapat merupakan mekanisme terjadinya pruritus setelah pemberian epidural / intratekal. Analgesia intra artikuler terjasi sebagai akibat sekunder pengikatan opioid dengan reseptor opiat dalam sinovium. Farmakokinetika Awitan aksi; IV < 1 menit, IM 1-5 menit, SK 15-30 menit, oral 15-60 menit dan epidural spinal 15-60 menit. Efek puncak; IV 5-20 menit, IM 30-60 menit, SK 50-90 menit, oral 30-60 menit dan epidural / spinal 90 menit. Lama aksi; IV, IM, SK, 2-7 jam, oral 6-12 jam dan epidural / spinal 90 menit. Interaksi / toksisitas; efek depresi SSP dan sirkulasi dipotensiasi oleh alkohol, sedatif, antihistamin, fenotiazin, butirofenon, inhibitor MAO dan antidepresan trisiklik. Dapat mengurangi efek diuretik pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Anelgesia dipertinggi dan diperpanjang oleh agonis alfa-2. Penambahan epineprin dan morpin intratekal / epidural menimbulkan peningkatan efek samping dan perpanjangan blok motorik. 21

Efek samping Kardiovaskuler; Hipotensi, hipertensi, bradikardi, aritmia, kekakuan dinding dada. Pulmoner; Bronkospame dan laringospasme. SSP; penglihatan kabur, sinkope, euforia dan disforia. Urinaria; retensi urine, efek anti diuretik dan spasme ureter. Gastrointestinal; spasme traktus biliaris, konstipasi, anoreksia, mual, muntah dan penundaan pengosongan lambung. Mata; miosis Muskuloskletal; kekakuan dinding dada. Alergi; pruritus dan urtikaria.

2) Non Steroid Anti Inflamasi Drugs (NSAID) Sangat efektif untuk menghilangkan nyeri pasca operatif dan nyeri berat lainnya. Sangat baik digunakan pada pasien yang rentan terhadap efek pendepresi pernapasan dari opioid atau mengalami toleransi terhadap opioid karena penggunaan jangka panjang. Farmakodinamika NSAID memperlihatkan aktivitas analgesik, anti inflamasi dan anti piretika. NSAID diduga dapat menurunkan nyeri dengan menghambat produksi prostaglandin dari jaringan yang mengalami trauma atau inflamasi, yang menghambat reseptor nyeri untuk menjadi sensitif terhadap stimulus menyakitkan sebelumnya. NSAID juga mempunyai suatu aksi sentral. Pada dosis klinis tidak terdapat perubahan yang abermakna pada jantung atau parameter hemodinamik. NSAID menghambat agregasi trombosit dan memperpanjang masa perdarahan. NSAID ditoleransi dengan baik oleh 22

banyak pasien. Namun, mereka yang mengalami kerusakan fungsi ginjal dapat membutuhkan dosis yang lebih kecil dan harus dipantau ketat terhadap efek sampingnya. Farmakokinetika Awitan aksi; IV < 1 menit, IM < 10 menit dan oral < 1 jam. Efek puncak; IV / IM / oral 1-3 jam. Lama aksi; IV / IM / oral 3-7 jam. Interaksi dan toksisitas; efek dipotensiasi dengan pemberian bersama salisilat, peningkatan toksisitas litium, metotreksat. Risiko perdarahan ditingkatkan dengan pemberian bersama dengan antikoagulan atau terapi heparin dosis rendah. Dapat mencetuskan gagal ginjal pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, gagal jantung atau disfungsi hati, pasien dengan terapi diuretik dan manula. Efek samping Kardiovaskuler; vasodilatasi, pucat, angina Pulmoner; dispnoe, asma SSP; rasa mengantuk, pusing, sakit kepala, berkeringat, depresi dan euforia. Gastrointestinal; ulserasi, perdarahan, dispepsia, mual, muntah, diare dan nyeri gastrointestinalis. Dermatologi; pruritus dan urtikaria. d. Obat-obatan yang dipakai untuk melawan rasa nyeri selain analgetika farmakodinamika, farmakokinetika serta efek samping. 1) Plasebo Farmakodinamika

23

Efeknya terjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan atau tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatan atau tindakan tersebut akan memberikan hasil bukan karena tindakan atau pengobatan tersebut benar-benar bekerja. Farmakokinetika Efek plasebo timbul dari produksi alamiah (endogen) endorfin dalam sistem kontrol desenden. Efek ini merupakan respon fisiologis sejati yang dapat diputar balik oleh nalokson. Efek samping Efek plasebo bukan suatu indikasi bahwa seseorang tidak mengalami nyeri, sebaliknya adalah suatu respon fisiologis yang nyata. Plasebo tidak boleh digunakan untuk menguji kejujuran seseorang tentang nyeri atau sebagai pengobatan garis depan. Respon positif terhadap plasebo, menurunkan nyeri jangan pernah diinterpretasikan sebagai suatu indikasi bahwa nyeri yang dialami pasien tidak nyata. Pasien jangan pernah diberikan suatu plasebo sebagai suatu pengganti analgetika. Meskipun plasebo dapat menghasilkan analgetik.

5. Proses Keperawatan.

Proses perawatan merupakan cara yang sistematis yang dilakukan oleh perawat bersama klien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan melakukan pengkajian, menentukan diagnosis, merencanakan tindakan yang akan dilakukan, serta mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan dengan berfokus kepada klien, berorientasi pada tujuan pada setiap tahap terjadi ketergantungan dan saling berhubungan. Berdasarkan pentingnya proses perawatan maka terdapat beberapa alasan yang menjadikan proses perawatan bermanfaat bagi pasien maupun perawat karena

24

proses keperawatan memiliki karakterristik atau cirri khas dalam pemecahan masalah, adapun karakteristik dari pemecahan masalah tersebut adalah :
a.

Proses keperawatan merupakan metode pemecahan masalah yang bersifat terbuka dan fleksibel dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.

b. c. d. e. f.

Proses keperawatan dapat dilakukan melalui dengan pendekatan secara individual dari pemenuhan kebutuhan pasien. Melalui proses keperawatan melalui beberapa permasalahan yang sangat perlu direncanakan. Melalui proses perawatan akan diarahkan tujuan pelayanan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Proses perawatan itu sendiri merupakan siklus yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Adanya proses perawatan penentuan masalah akan lebih cepat diatasi. Berdasarkan pandangan beberapa para ahli tentang proses keperawatan, terdapat beberapa komponen yang dapat di simpulkan deangn melalui tahapan proses keperawatan di antaranya:

a. Pengkajian Pengkajian merupakan langkah pertama dalam proses keperawatan dengan pengumpulan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui permasalahan yang ada. Pengkajian terdiri dari : 1) Pengumpulan Data Merupakan upaya untuk mendapatkan data yang dapat digunakan sebagai informasi tentang klien. Data yang dibutuhkan tersebut merupakan data biologis, psikologis sosial dan spiritual dari klien, data yang berhubungan dengan masalah klien serta tentang faktor-faktor yang mempengaruhi atau yang berhubungan dengan klien seperti data keluarga klien dan lingkungan. Dalam pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara: a) Wawancara : melalui komunikasi untuk mendapatkan respon dari klien dengan tatap muka

25

b) c) d) auskultasi. e) Rontgen. 2) Validasi Data

Observasi: Dengan mengadakan pengamatan secara visual dengan klien. Konsultasi: Dengan melakukan konsultasi kepada ahli atau spesialis bagian yang mengalami gangguan. Pemeriksaan Fisik: dengan metode inspeksi, palpasi, perkusi, Pemeriksaan penunjang: laboratorium serta pemeriksaan

Validasi data merupakan upaya untuk memberikan justifikasi pada data yang telah dikumpulkan dengan melakukan perbandingan data subyektif dan obyektif yang didapat dari berbagai sumber dengan berdasarkan standar nilai normal 3) Identifikasi Masalah Identifikasi masalah merupakan tahapan terakhir dari pengkajian setelah dilakukan validasi data dengan mengidentifikasi pola atau masalah yang mengalami gangguan yang ada dimulai dari pengkajian pola fungsi kesehatan. b. Diagnosa keperawatan Merupakan keputusan klinik mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan aktual atau potensial (nanda 1990 ) Diagnosa keperawatan ini dapat memberikan dasar pemilihan intervensi untuk menjadi tanggung gugat perawat. Formulasi diagnosa keperawatan adalah bagaimana diagnosa keperawatan digunakan dalam proses pemecahan masalah karena melalui identifikasi masalah dapat di gambarkan berbagai masalah keperawatan yang membutuhkan asuhan keperawatan. Dalam penulisan pernyataan diagnosa keperawatan meliputi tiga komponen yaitu, komponen P (problem), komponen E (etiologi) S (simptom) atau dikenal dengan batasan karakteristik. Dengan demikian cara membuat

26

diagnosa keperawatan adalah dengan menentukan masalah keperawatan yang terjadi, kemudian mencari penyebab dari masalah yang ada. Katagori Diagnosa keperawatan Ada beberapa tipe diagnosa keperawatan 1) Diagnosa keperawatan aktual. Diagnosa keperawatan aktual menurut NANDA adalah penyajian keadaan secara klinis yang telah dipalidasikan melalui batasan karakteristik mayor yang di identifikasikan. Diagnosis keperawatan aktual penulisanya adalah P+E +S 2) Diagnosa keperawatan risiko. Menurut NANDA adalah keputusan klinis tentang individu, keluarga, atau komunitas sangat rentan untuk mengalami masalah di bandingkan yang lain pada situasi yang sama penulisannya adalah P E (Problem + Etiologi) 3) Diagnosa keperawatan kemungkinan. Menurut NANDA adalah pernyataan tentang masalah-masalah yang diduga masih memerlukan data tambahan, dengan harapan masih diperlukan untuk memastikan adanya tanda dan gejala utama faktor resiko diantaranya, aktual resiko, kemungkinan, sehat sejahtera (wellness) dan sindrom.

4) Diagnosa keperawatan sehat sejahtera (Wellness). Menurut NANDA diagnosa keperawatan sehat adalah ketentuan klinis mengenai individu kelompok atau masyarakat dalam transisi dari tingkat kesehatan khusus ke tingkat kesehatan yang lebih baik 5) Diagnosa keperawatan sindrom Menurut NANDA diagnosa keperawatan sindrom adalah diagnosa keperawatan yang terdiri dari sekelompok diagnosa keperawatan aktual atau resiko tinggi yang diduga akan tampak karena suatu kejadian atau situasi tertentu. c. Perencanaan

27

Merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-masalah klien Perencanaan ini merupakan langkah ke 3 dalam membuat suatu proses keperawatan, pada tahap perencanaan dapat dilaksanakan dengan berbagai kegiatan sebagai berikut 1) Menentukan prioritas diagnosa Penentuan prioritas diagnosa ini dilakukan pada tahap perencanaan setelah tahap diagnosa keperawatan, dengan menentukan diagnosa keperawatan maka dapat diketahui diagnosa mana yang akan dilakukan atau diatasi pertama kali. a) Prioritas berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam jiwa) b) Prioritas berdasarkan kebutuhan menurut Maslow 2) Menentukan tujuan dan hasil yang diharapkan. Tujuan merupakan hasil yang ingin dicapai untuk mengatasi masalah diagnosa keperawatan dengan kata lain tujuan merupakan sinonim dari kriteria hasil yang mempunyai komponen sebagai berikut : S (Subyek) P (Predikat) K (Kriteria) K (Kondisi) W (Waktu) dengan penjabaran sbb: S : Perilaku pasien yang diamati. P : Kondisi yang melengkapi pasien. K : Kata kerja yang dapat diukur untuk menentukan pencapaian tujuan. K : Sesuatu yang menyebabkan asuhan yang diberikan. W : Waktu yang ingin dicapai. Kriteria hasil yang diharapkan merupakan standar evaluasi yang memberikan gambaran tentang faktor-faktor dan dapat memberikan petunjuk bahwa tujuan telah tercapai, setiap kriteria hasil berhubungan dengan tujuan yang ditetapkan d. Pelaksanaan Merupakan langkah ke 4 dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini

28

perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya bahaya fisik dan perlindungan klien, tehnik komunikasi dalam prosedur tindakan e. Evaluasi Merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara mekakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak, dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan. 1) Jenis Evaluasi Evaluasi formatif, menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera. Evaluasi sumatif, merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisa status pasien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap perencanaan. Disamping itu evaluasi juga sebagai alat ukur suatu tujuan yang mempunyai kriteria tertentu yang membuktikan apakah tujuan tercapai, tidak tercapai atau tercapai sebagian. S (Subyek) O (Obyek) A (Asessment) P ( Planning). 2) telah ditetapkan. 3) Tujuan tercapai sebagian, tujuan dikatakan tercapai sebagian apabila tujuan tidak tercapai secara keseluruhan sehingga masih perlu dicari berbagai masalah atau penyebabnya. 4) apabila tidak Tujuan tidak tercapai, tujuan dikatakan tidak tercapai menunjukkan adanya perubahan kearah kemajuan Tujuan tercapai, tujuan dikatakan tercapai apabila telah menunjukkan perubahan dan kemajuan yang sesuai dengan kriteria yang

sebagaimana kriteria yang diharapkan.


6. Asuhan keperawatan pada klien dengan nyeri abdomen a. Pengkajian pada klien dengan nyeri abdomen

29

Pada saat pengkajian yang perlu diketahui adalah tanyakan lokasi dimana nyeri dirasakan. Kapan nyeri mulai dirasakan. Bagaimana nyeri yang dirasakan, apakah terasa tajam, tumpul, seperti terbakar, seperti tertindih benda berat Apa yang dapat membuat nyeri menjadi lebih ringan dan menjadi lebih berat dirasakan.
b. Penetapan diagnosa keperawatan dengan nyeri

Menurut NANDA, 2005-2006 diagnosa keperawatan pada pasien nyeri abdomen dapat ditegakkan dua jenis yaitu nyeri akut dan nyeri kronis, dengan karakteristik sebagai berikut
1) Nyeri akut, ditegakkan pada kasus serangan mendadak atau perlahan dari

intensitas ringan sampai berat yang dapat diantisipasi atau diprediksi durasi nyeri kurang dari 6 bulan. Batasan karakteristik untuk nyeri abdomen yaitu; a) Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal. b) Menunjukkan kerusakan. c) Posisi untuk mengurangi nyeri. d) Gerakan untuk melindungi. e) Tingkah laku berhati-hati. f) Muka topeng. g) Gangguan tidur. h) Fokus pada diri sendiri. i) Fokus menyempit. j) Tingkah laku distraksi k) Respon otonom. l) Perubahan otonom dalam tonus otot. m) Tingkah laku ekspresif. 30

n) Perubahan dalam nafsu makan. Faktor yang berhubungan adalah adanya agen cedera (biologi, psikologi, kimia dan fisik). 2) Nyeri kronis, ditegakkan pada kasus serangan mendadak atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat, nyeri konstan atau berulang yang tidak dapat diantisipasi atau diprediksi kesembuhannya dengan durasi nyeri lebih dari 6 bulan. Batasan karakteristik untuk nyeri abdomen kronis yaitu; a) Perubahan berat badan. b) Melaporkan secara verbal atau non verbal atau menunjukkan perilaku melindungi, perilaku berhati-hati, muka topeng, iritabilitas, fokus pada diri sendiri, gelisan dan depresi. c) Perubahan pola tidur. d) Kelelahan. e) Takut cedera kembali. f) Interaksi dengan orang lain menurun. g) Perubahan kemampuan dalam melanjutkan aktifitas. h) Respon mediatik simpatik. i) Anoreksia. Faktor yang berhubungan adalah adanya ketidakmampuan psikososial / fisik secara kronis.
c. Rencana keperawatan pada klien dengan nyeri abdomen.

Rencana keperawatan yang umum dilakukan pada klien dengen nyeri abdomen adalah Mandiri. 1) Catat keluhan nyeri klien, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (0-10). 31

2) Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri. 3) Catat petunjuk nyeri non verbal dan selidiki ketidak sesuaian antara petunjuk verbal dan non verbal. 4) Berikan makanan sedikit tetapi sering sesuai indikasi untuk klien. 5) Identifikasi dan batasi makan yang menimbulkan ketidak nyamanan. 6) Bantu latihan rentang gerak aktif / pasif. 7) Ijinkan klien untuk memulai posisi yang nyaman. 8) Dorong penggunaan tehnik relaksasi misalnya; bimbingan imajinasi, visualisasi. Berikan aktivitas senggang. 9) Berikan perawatan oral sering dan tindakan kenyamanan. Kolaboratif 1) Pertahankan puasa / penghisapan NGT 2) Berikan dan lakukan perubahan diet. 3) Berikan rendam duduk. 4) Gunakan susu biasa dari pada susu skim, bila susu dimungkinkan. 5) Berikan obat sesuai indikasi Pembuatan rencana keperawatan dilakukan menyesuaikan dengan data pasien dan klinis saat itu.
d. Implementasi pada klien dengan nyeri abdomen.

Implementasi dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat dan atau disepakati antara pasien dengan perawat.
e. Evaluasi pada klien dengan nyeri abdomen.

Dari asuhan keperawatan terhadap masalah nyeri yang dialami pasien maka diharapkan hasil 32

1) Pencapaian peredaan nyeri a) Nilai nyeri pada intensitas yang lebih rendah setelah intervensi. b) Nilai nyeri pada intensitas yang lebih rendah untuk periode yang lebih panjang. 2) Pasien atau keluarga memberikan medikais analgetika yang diresepkan secara benar. a) Menyebutkan dosis obat dengan benar. b) Memberikan dosis obat yang benar dengan menggunakan prosedur yang benar. c) Mengidentifikasi efek samping obat. d) Menjelaskan tindakan yang dilakukan untuk mencegah atau mengoreksi efek samping.
3) Perawat menggunakan strategi nyeri non farmakologi sesuai yang

direkomendasikan. a) Melaporkan praktik dari segi non farmakologis. b) Menggambarkan hasil yang diharapkan dari strategi non farmakologi.
4) Klien melaporkan efek minimal nyeri dan efek samping minimal dari

intervensi yang meliputi a) Berpartisipasi dalam aktivitas yang penting untuk penyembuhan. b) Berpartisipasi dalam aktivitas yang penting untuk diri sendiri dan keluarga. c) Melaporkan tidur yang adekuat dan tidak ada keletihan.

33

Referensi

34

Brunner and Suddarths, 1996. Textbook of Medical-Surgical Nursing. Edisi 8 Lippincott Raven Publisher. Philadelpia USA. Doenges. Marilynn E, et all, 1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Alih bahasa I Made Kariasa dan Ni Made Sumarwati. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Ganong. William F, 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 17. Alih bahasa Djauhari Widjajakusumah, et all. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Guyton. Arthur C, 1987. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit edisi 3. Alih bahasa Petrus Adrianto. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Guyton. Arthur C, 1997. Fisiologi dan Mekanisme Penyakit. Alih bahasa Petrus Adrianto. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hadinoto. Soedono et all, 1991. Nyeri dan Penatalaksanaan. Edisi 1. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Hidayat. A Aziz Alimul, 2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 2. Salemba Medika. Jakarta. Nanda, 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan 2005-2006. Definisi dan Klasifikasi. Alih bahasa Budi Santosa. Prima Medika. Omoigui. Sota, 1997. Buku Saku Obat-Obatan Anestesia. Edisi 2. Alih bahasa R.F Maulani. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Potter. Patricia A and Perry. Anne Griffin, 1997. Fundamentals of Nursing: Concept, Process and Practice 4 edition. Mosby Year Book Inc. Priharjo. Robert, 1993. Perawatan Nyeri, Pemenuhan Aktifitas Istirahat Pasien. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Tambayong. Jan, 1997. Farmakologi Untuk Keperawatan. Widya Medika. Jakarta.

35

ASUHAN KEPERAWATAN NYERI ABDOMEN

36

Sebagai Persyaratan Untuk Mengikuti Ujian Praktikum M.K Ilmu Keperawatan Dasar

KELOMPOK VI

DESAK MADE PUJA ASTUTI DESAK KETUT SUMADI I KETUT SUDIARTA I NYM SUKANADA LUH PUTU ARTINI MADE SETIAWATI NI NYM SURATMITI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI DENPASAR 2008

37

You might also like