You are on page 1of 3

Masa Mendatang Hasil survey yang dilakukan oleh KPMG dalam KPMG, 1998 Fraud Survey, New York:

KPMG,1998, sebagaimana dikutip Tunggal, 2000:103) menunjukkan, bahwa dari jawaban responden lemahnya pengendalian intern merupakan penyebab tertinggi terjadinya kecurangan (fraud). Kemudian disusul oleh manajemen yang mengabaikan pengendalian intern. Hasil survei oleh KPMG itu dengan jelas menunjukkan, keterkaitan antara pengendalian intern dengan kecurangan. Menurut hasil survey lemahnya pengendalian intern merupakan penyebab utama terjadinya kecurangan. Kecurangan adalah unsur utama perbuatan korupsi. Usaha untuk meningkatkan dan membangun sistem pengendalian intern, merupakan salah satu upaya dalam mencegah terjadinya kecurangan atau korupsi. Oleh karena itu, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dalam Pasal 58, dengan sangat tepat mengamanatkan kepada Presiden RI selaku Kepala Pemerintahan, agar mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh, untuk meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Pemerintah RI melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59 / PMK .06 / 2005, tanggal 20 Juli 2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, dengan sedikit penyesuaian dalam susunan tujuannya, juga mengadopsi definisi pengendalian intern dari COSO. Dalam Peraturan Menteri Keuangan itu, pengendalian intern didefinisikan dengan suatu proses yang dipengaruhi oleh manajemen yang diciptakan untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian efektivitas, efisiensi, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan keandalan penyajian laporan keuangan pemerintah. COSO merupakan rujukan awal dan menjadi cikal bakal pembentukan sistem pengendalian internal pada instansi pemerintah, termasuk unit kepatuhan internal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pada perkembangan selanjutnya, pada tahun 2008 yang lalu pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Referensi PP ini memberikan pedoman yang jelas dan tegas mengenai penerapan sistem pengendalian internal di lingkungan pemerintah. Inti Sistem Pengendalian Intern Pemerintah berdasarkan PP 60/2008 adalah terciptanya suatu sistem pengendalian intern pemerintah yang dapat mewujudkan suatu praktik-praktik good governance.COSO Standard mengemukakan sistem yang lebih komprehensif di mana struktur pengendalian internal ini dianggap relevan untuk mencapai tujuan organisasi baik tujuan keuangan maupun non keuangan. Model COSO mendefinisikan pengendalian internal sebagai suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen dan pegawai lainnya yang didesain untuk memperoleh keyakinan yang memadai terkait dengan tujuan tujuan sebagai berikut : - Efektivitas dan efisiensi dari aktiva operasi - Kehandalan dari laporan keuangan - Ketaatan peraturan perundangan dan kebijakan terkait. Pernyataan tanggung jawab bahwa laporan keuangan telah disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai, berarti pemberi pernyataan (Menteri/Pimpinan Lembaga, Gubernur/Bupati/Walikota dan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang) memberikan keyakinan yang memadai kepada

pengguna laporan keuangan tentang keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO) tanggal 18 November lalu mengumumkan sebuah projek untuk meninjau ulang dan memperbarui COSO Internal Control Integrated Framework (Kerangka). Kerangka ini telah sangat terkenal dan digunakan secara luas sejak tahun 1992. Seiring dengan perubahan lingkungan bisnis yang semakin kompleks, projek ini diharapkan dapat membuat kerangka dan alat evaluasi yang ada saat ini menjadi lebih relevan. Selanjutnya diharapkan organisasi di seluruh dunia dapat merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pengendalian internal dengan lebih baik lagi. David Landsittel, Chairman COSO, mengatakan Organisasi tetap bisa menggunakan kerangka yang ada saat, karena komponen dasar pengendalian internal di dalam kerangka tersebut tidak lantas menjadi usang. Yang akan berubah, adalah pada pedoman yang lebih rinci serta contoh-contoh yang diberikan . Masih menurutnya, Projek ini tidak dimaksudkan untuk mengubah bagaimana cara pengendalian internal didefinisikan, dinilai, atau dikelola, melainkan memberikan pedoman konseptual tersebut menjadi lebih komprehensif dan menjadi lebih relevan dengan contoh-contoh praktis. Kerangka ini telah digunakan secara luas sebagai standar pengendalian internal bagi organisasi dalam menerapkan dan mengevaluasi pengendalian internal terkait dengan operasi, kepatuhan, dan pelaporan keuangan. Termasuk di dalamnya pengendalian internal dalam rangka pelaporan keuangan sesuai dengan Sarbanes-Oxley Act of 2002 ( SOX) di AS, dan juga peraturan serupa di negara-negara lain. Di Indonesia, kerangka ini juga diadaptasi dalam berbagai ketentuan perundang-undangan terkait dengan pengendalian internal dan good governance. Beberapa pembaharuan yang akan dilakukan untuk kerangka ini tidak dimaksudkan untuk mengubah prinsip-prinsip dasar yang pertama kali dikembangkan pada tahun 1992 tersebut. Beberapa konsep tertentu dan pedoman dalam kerangka ini akan disempurnakan untuk mencerminkan evolusi dalam lingkungan operasional, serta ekspektasi yang berubah dari badan regulator dan stakeholder lainnya. Selain itu, pembaharuan tersebut diharapkan lebih memperkaya pedoman untuk aspek operasi dan kepatuhan, bukan hanya untuk aspek pelaporan keuangan. Melalui penerapan COSO standard dalam sistem pengendalian internal baik pada sektor publik maupun sektor swasta diharapkan pengendalian manajemen secara internal dapat berjalan dengan baik, dan agar pelaksanaan tugas pokok dapat berjalan secara efisien, efektif, transparan sehingga dapat menghilangkan adanya kecurangan atau korupsi. Tindakan-tindakan untuk mencegah kecurangan kecurangan tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut : PREEMPTIF

Yaitu tindakan penyadaran terhadap seluruh anggota organisasi (unsur Pimpinan/ Staf bahwa segala sesuatu tindakan yang dilakukan dapat mendorong terjadinya pelanggaran harus dihindarkan). PREVENTIF Yaitu segala tindakan yang diarahkan untuk mencegah sedini mungkin kemungkinan terjadinya penyelewengan/ penyimpangan dengan cara melakukan pembenahan sistem, prosedur dan tatacara untuk menutup peluang terjadinya pelanggaran tersebut. REPRESIF Segala tindakan yang dilakukan setelah suatu perbuatan dinyatakan telah terjadi penyelewengan/penyimpangan, sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku. DETEKTIF Yaitu suatu proses penguraian tentang langkah-langkah yang harus dilakukan agar apabila suatu perbuatan penyelewengan/penyimpangan sudah terlanjur terjadi, maka semaksimal mungkin penyelewengan tersebut dapat diidentifikasi dalam waktu yang sesingkatsingkatnya. Sumber : Anonim. 2010. Pengendalian Interen dan pemberantasan Korupsi. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/01/pengendalian-interen-dan-pemberantasankorupsi/. Diakses pada tanggal 21/03/2012 pukul 10.06 Nurmawansyah Rahman. 2011. COSO Akan Memperbarui Kerangka Pengendalian Internal. http://auditorinternalpemerintah.blogspot.com/2010_12_01_archive.html diakses pada tanggal 21/03/12 pukul 12.13

You might also like