You are on page 1of 8

STRATEGI MENGURANGI KEMISKINAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

Ir. Agung Hardjono, MSIS, MSEM, ahardjon@bappenas.go.id Surjadi Slamet, slametsis@yahoo.com Zulfikar M. Rachman, BEng, MMS, zulfikar@bappenas.go.id Dinar Pandan Sari, dinar@bappenas.go.id

Partnership for e-Prosperity for the Poor (Pe -PP) Bappenas-UNDP Gedung BAPPENAS Lantai 2 Pusat Data dan Informasi Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta Pusat, 10310

ABSTRAK Di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), berbagai jenis aplikasi TIK dimanfaatkan untuk mempermudah dan mempertinggi kualitas hidup manusia. Namun demikian, masih belum banyak pihak yang melihat potensi TIK dimanfaatkan dalam upaya menanggulangi kemiskinan, terutama kemiskinan yang terjadi di kalangan masyarakat pedesaan. Padahal d engan beragam inovasi penggunaan TIK, seharusnya TIK juga dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan upaya penanggulangan kemiskinan. Contoh pemanfaatan TIK di pedesaan negara-negara berkembang, seperti Bangladesh, Sri Lanka, India dan Bhutan menunjukkan bahwa TIK dapat mambantu mengurangi kemiskinan. Namun banyak pula ditemukan contoh kegagalan dari program serupa. Liputan majalah The Economist 12-18 Maret 2005 menggambarkan seberapa besar skeptisisme atas keberhasilan program seperti ini. Pertanyaannya kemudian adalah bila upaya mengurangi kemiskinan di pedesaan dapat dilakukan melalui pemanfaatan TIK, maka strategi seperti apa yang dapat membuat konsep ICT4PR (Information and Communication Technology for Poverty Reduction) ini berjalan dan bagaimana penerapannya yang efektif di lapangan. Makalah ini menjelaskan upaya Bappenas dan UNDP dalam rangka membangun strategi yang teruji di lapangan untuk mengurangi kemiskinan dengan memanfaatkan TIK. 1. G AMBARAN UMUM 1.1. Latar belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas, padat dan terdiri dari beragam suku bangsa. Penduduknya tersebar tidak merata, diantaranya disebabkan karena kesenjangan penyebaran pelaksanaan pembangunan antar pedesaan dan perkotaan maupun antar kawasan. Pembangunan sarana dan prasarana yang diupayakan untuk dapat menjangkau ke berbagai daerah dirasakan belum optimal karena keterbatasan dana pemerintah dan luasnya wilayah yang harus dijangkau. Berdasarkan data Komisi Penanggulang Kemiskinan, Kantor Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat tahun 2004, sampai saat ini masih terdapat 38 juta penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Lebih dari 70% total penduduk miskin tersebut berada di pedesaan, sedangkan sisanya di perkotaan. Sejumlah variabel dapat dipakai untuk melacak persoalan kemiskinan. Dari dimensi pendidikan misalnya, pendidikan yang rendah dipandang sebagai penyebab kemiskinan. Dari dimensi kesehatan, rendahnya mutu kesehatan masyarakat menyebabkan terjadinya kemiskinan. Dari dimensi ekonomi, kepemilikan alat-alat produktif yang terbatas, penguasaan teknologi dan kurangnya keterampilan, dilihat sebagai alasan mendasar mengapa terjadi kemiskinan. Faktor kultur dan struktural juga kerap kali dilihat sebagai elemen penting yang menentukan

tingkat kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat (Gregorius Sahdan, 2005). Pemerintah telah berupaya memadukan berbagai faktor penyebab kemiskinan tersebut dan menyusun strategi penanggulangan kemiskinan yang dituangkan dalam bentuk dokumen Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK), yang akan diresmikan pada tanggal 27 April 2005 oleh Presiden RI, H. Susilo Bambang Yudhoyono. SNPK berusaha secara holistik memetakan masalah kemiskinan yang ada dan memusatkan strategi pada lima tonggak pengurangan kemiskinan, yaitu 1. 2. 3. 4. 5. Menciptakan peluang kerja (creating opportunity); Memberdayakan masyarakat (community empowerment); Mengembangkan kemampuan (capacity building); Menciptakan perlindungan sosial (social protection); dan Membina kemitraan global (forging global partnership)

memanfaatkan secara optimal kemajuan teknologi yang telah dicapai. Melalui perkembangan TIK, pergerakan informasi, pengetahuan dan interaksi dapat difasilitasi secara lebih cepat dengan biaya minimal. Pemanfaatan TIK untuk strategi pembangunan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Roger Harris dalam bukunya yang berjudul Information and Communication Technologies for Poverty Alleviation (2004), mencatat sekurangnya 12 strategi penanggulangan kemiskinan yang dapat dimaksimalkan dampaknya dengan menggunakan TIK sebagai alat bantu, yaitu: Mendistribusikan informasi yang relevan untuk pembangunan; Memberdayakan masyarakat yang kurang beruntung (disadvantaged) dan terpinggirkan (marginalized); Mendorong usaha mikro(fostering microentrepreneurship); Meningkatkan layanan informasi kesehatan jarak jauh (telemedicine); Memperbaiki pendidikan melalui e-learning dan pembelajaran-seumur-hidup (life-long learning); Mengembangkan perdagangan melalui ecommerce; Menciptakan ketataprajaan (governance) yang lebih efisien dan transparan melalui egovernance; Mengembangkan kemampuan; Memperkaya kebudayaan; Menunjang pertanian; Menciptakan lapangan kerja (creating employment); dan Mendorong mobilisasi sosial. 1.2. Identifikasi masalah

INCREASING INCOME

CREATING OPPORTUNITY

COMMUNITY EMPOWERMENT GOAL


Reduction of >50% number of poor peple, 2015

CAPACITY BUILDING

SOCIAL PROTECTION
REDUCING EXPENSES

GLOBAL PARTNERSHIP

Gambar 1 Kerangka kerja untuk Strategi Penanggulangan Kemiskinan (Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan, 2004)

Dalam kaitannya dengan strategi penanggulangan kemiskinan tersebut, TIK dapat berperan sebagai alat bantu dalam mengoptimalkan upaya pemerintah untuk melawan kemiskinan, sehingga upaya tersebut akan berdampak lebih besar dibandingkan tanpa memanfaatkan TIK. Sering dikatakan bahwa dalam era informasi dan komunikasi ini, negara berkembang sebenarnya memiliki keuntungan karena dapat melompati beberapa tahap pembangunan yang harus dilewati oleh negara yang lebih maju sebelumnya, dengan

Namun demikian, konsep penanggulangan kem iskinan dengan memanfaatkan TIK belum diterima luas, terbukti dari sedikitnya inisiatif pembangunan yang menggunakan pendekatan tersebut. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh rendahnya tingkat keyakinan akan kemungkinan keberhasilan program penangulangan kemiskinan yang menggunakan TIK sebagai alat bantunya, tapi juga disebabkan oleh faktor ketidakpastian akan keberlanjutan program dengan cara ini. Pendapat umum ini semakin diperkuat terlebih bila melihat beberapa kasus dimana tempat -tempat sejenis yang menyediakan layanan informasi secara kolektif tidak berjalan dan berfungsi sebagaimana yang di

rencanakan. Telecenter (nama lain dari tempat seperti digambarkan di atas) memiliki fasilitas lengkap dan canggih, namun tidak terasa membawa perubahan yang berarti bagi masyarakat disekitarnya dan akhirnya lambat laun dilupakan keberadaan dan fungsinya. Tidak sedikit pula telecenter yang berhenti beroperasi ketika periode pemberian dana bantuan dari donor berakhir. Hal ini menandakan bahwa telecenter tidak dapat memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan untuk peningkatan kesejahteraan, sehingga masyarakat sekitar pun tidak merasa perlu untuk mempertahankan keberlangsungan telecenter seterusnya. Jika demikian, strategi apa sajakah yang harus ada untuk menjamin keberhasilan program penanggulangan kemiskinan dengan menggunakan TIK dan bagaimana memastikan strategi ini benarbenar berjalan sebagaimana mestinya? 2.

Informasi dan Komunikasi oleh Bappenas dan UNDP. Percontohan ini akan dilakukan di daerah pedesaan miskin di 6 provinsi di Indonesia, yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo dan Papua dengan bantuan tim antropolog/sosiolog. Tim tersebut nantinya akan berusaha menggali kebutuhan masyarakat setempat dan melakukan pemenuhan kebutuhan melalui kegiatan pengembangan masyarakat. Metode EAR akan diberikan pula kepada para pengelola telecenter dan relawan/fasilitator lokal yang dapat menjembatani kes enjangan TIK dan masyarakat desa.

3. PROYEK PERCONTOHAN MENGURANGI K EMISKINAN DENGAN MEMANFAATKAN T EKNOLOGI INFORMASI DAN K OMUNIKASI Berangkat dari pemahaman atas potensi TIK dan kendala-kendala yang harus dihadapi untuk menjembatani kesenjangan antara rakyat miskin dan TIK, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dengan dana bantuan dari United Nations Development Programme (UNDP) saat ini sedang melaksanakan Proyek Mengurangi Kemiskinan Dengan Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Di masing-masing lokasi tersebut akan didirikan sebuah Multipurpose Community Development Telecenter, atau yang selanjutnya disebut dengan telecenter yang memiliki fasilitas komputer yang tersambung ke internet, fasilitas telepon, fax, printer dan fotokopi. Melalui telecenter masyarakat dapat menggunakan fasilitas TIK secara kolektif, optimal, dengan biaya yang terjangkau. Melalui telecenter masyarakat dapat mengakses informasi, berkomunikasi dan mendapatkan layanan sosial dan ekonomi dengan menggunakan sarana teknologi informasi dan komunikasi berupa komputer dan sambungan ke internet. Selain itu di telecenter dapat dilaksanakan kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat yang antara lain berupa pelatihanpelatihan peningkatan keterampilan dan pengetahuan serta pelaksanaan kegiatan ekonomi masyarakat setempat secara profesional yang didukung oleh manajemen dan fasilitas telecenter. Selain fasilitas yang telah disebutkan di atas, tiap-tiap telecenter juga dilengkapi dengan perangkat multimedia seperti televisi dan koleksi buku-buku, VCD, CD ROM, kaset dan lain-lain untuk dimanfaatkan secara penuh oleh masyarakat.

METODOLOGI

Dalam menyelenggarakan program penanggulangan kemiskinan dengan menggunakan TIK, diperlukan usaha inovatif agar TIK dapat bersifat kontekstual, diterima oleh masyarakat dan mampu membawa perubahan yang diharapkan, dalam hal ini meningkatkan kesejahteraan rakyat miskin di pedesaan. Metodologi yang dapat digunakan di antaranya adalah metode Ethnographic Action Research (EAR), yaitu suatu metode partisipatif yang secara harfiah menggabungkan dua pendekatan riset, yaitu pendekatan ethnografis (pemahaman atas kultur, karakteristik dan dinamika masyarakat setempat) serta action (bagaimana menerapkan temuan yang diperoleh di lapangan untuk kemudian menjadi suatu usulan kegiatan atau aktivitas pemberdayaan masyarakat) (Ethnographic Action Research: A users handbook developed to innovate and research ICT applications for poverty eradication, Jo Tacchi, Don Slater, and Greg Hearn, 2003). Metodologi ini dikembangkan pada awalnya melalui penelitian yang dilakukan di daerah pedesaan Sri Lanka pada awal tahun 2002 dan terus berkembang melalui proyek percontohan UNESCO, Putting ICTs in the Hands of the Poor. Metodologi ini pula yang sekarang sekarang digunakan di lokasi proyek percontohan Mengurangi Kemiskinan dengan Memanfaatkan Teknologi

Selain sebagai tempat mengakses informasi, telecenter juga didirikan sebagai tempat memperoleh pelatihan yang berguna untuk peningkatan kapasitas masyarakat desa dan aktivitas pengembangan ekonomi pedesaan.

Beragam faktor mempengaruhi pemanfaatan telecenter oleh masyarakat. Mengarahkan strategi pembangunan telecenter untuk menjawab tantangan tersebut adalah prasyarat mutlak dalam proses mendirikan telecenter. Berikut ini adalah tujuh strategi untuk mengurangi kemiskinan dengan pemanfaatan TIK yang sedang diuji coba di proyek percontohan Mengurangi Kemiskinan dengan Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi: 4.1. Meningkatkan partisipasi dan masyarakat akan manfaat TIK kesadaran

3.1. Maksud dan Tujuan Secara khusus terdapat 4 tujuan utama dari proyek ini (Partnerships for e-Prosperity for the Poor, BappenasUNDP Project Document, 2004), yaitu 1. Memberdayakan dan mendorong masyarakat miskin dalam memperoleh kemudahan melakukan aktivitas ekonomi dan pelayanan sosial melalui akses informasi dan komunikasi yang lebih baik Menjalin kerja sama dengan mitra strategis dari lembaga-lembaga terkait untuk menyediakan informasi untuk masyarakat melalui media TIK Mendirikan telecenter sebagai wahana multiguna untuk pemberdayaan masyarakat, yang sekaligus dapat berfungsi sebagai medium perantara bagi mitra kerja ICT4PR untuk menyampaikan informas yang berguna bagi masyarakat miskin Menarik pelajaran dari program percontohan untuk disebarluaskan kepada masyarakat serta untuk membantu penyusunan kebijakan dan strategi nasional.

2.

3.

Saat ini, apresiasi masyarakat umum akan potensi TIK sebagai alat bantu untuk mengurangi kemiskinan masih sangat rendah. Kesadaran akan potensi TIK untuk penanggulangan kemiskinan harus ditingkatkan dengan m elibat kan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Masing-masing stakeholders melaksanakan peran yang dapat dilakukannya. Lebih jauh, pendekatan ini diharapkan dapat menggugah kaum miskin itu sendiri agar mereka sadar akan eksistensi dan dapat merasakan manfaat/keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan TIK. Karena itu, membangun kesadaran dan meningkatkan partisipasi masyarakat akan manfaat TIK perlu dilakukan secara kolektif, simultan dan terus-menerus di setiap lapisan masyarakat. Peningkatan kesadaran penyelenggaraan aktivitas melalui media massa, konsultasi partisipatif, dan ini dilakukan melalui seperti seminar, kampanye focus group discussion, lain-lain.

4.

3.2. Rencana Program Proyek Mengurangi Kemiskinan dengan Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi: akan mendirikan tujuh (7) telecenter percontohan selama kurun waktu 2005-2007 di Jawa Timur, Sulawesi dan Papua. 4. T UJUH S TRATEGI UNTUK MENGURANGI K EMISKINAN DENGAN PEMANFAATAN TIK Telah disadari bahwa penyediaan akses terhadap TIK saja tidak cukup. Banyak program sejenis lain yang gagal karena mengasumsikan bahwa akses terhadap infrastruktur TIK akan serta merta membuat masyarakat setempat memanfaatkannya.

Di tingkat masyarakat pengguna, peningkatan kesadaran ini dapat dilakukan melalui pertemuan dengan masyarakat desa (open community meeting) yang dilakukan sejak awal. Hal ini penting agar dapat: 1. 2. menumbuhkan pemahaman awal yang benar atas fungsi telecenter serta manfaat yang dapat diambil dari keberadaannya; meningkatkan kesadaran masyarakat desa atas manfaat teknologi informasi dan komunikasi dan kegunaannya untuk kemudahan hidup dan peningkatan kesejahteraan masyarakat; memperoleh persetujuan dan dukungan masyarakat desa atas pendirian telecenter untuk menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap telecenter sejak awal.

3.

4.2. Infomobilisasi Setiap proses pembangunan telecenter hendaknya diawali dengan strategi yang peka terhadap kepentingan masyarakat setempat. Dalam kaitannya dengan ini, salah satu aktivitas utama telecenter adalah melaksanakan kegiatan infomobilisasi, yaitu kegiatan identifikasi kebutuhan dan pemenuhan kebutuhan serta mobilisasi masyarakat untuk memanfaatkan telecenter. Infomobilisasi merupakan kumpulan kegiatan partisipatif yang memastikan agar TIK berdampak optimal dalam pembangunan komunitas tertentu. Infomobilisasi memberikan cara untuk merancang TIK dan sistem sosial secara berbarengan melalui proses partisipatif dan bertahap yang tidak menggunakan tekanan atau intimidasi dan tidak memancing perlawanan terhadap perubahan. Para perancang TIK dan kelompok-kelompok masyarakat sasarannya secara bersama-sama menentukan, bagaimana teknologi dapat digunakan untuk mengembangkan cara-cara baru bagi pencapaian tujuan-tujuan kelompok atau masyarakatnya. Hanya jika sumber-sumber internet menjadi alat yang berguna untuk mengubah kehidupan sehari-hari, maka TIK mencapai potensi optimalnya untuk pembangunan. Beberapa contoh manfaat yang dapat diperoleh dari TIK untuk pembangunan dapat ditunjukkan antara lain sebagai berikut: menyediakan layanan informasi kesehatan kepada masyarakat pada umumnya dan para penderita khususnya; memperbaiki kualitas pendidikan melalui penggunaan sumber-sumber pengajaran yang inovatif; memperkenalkan program-program yang lebih bervariasi dan relevan kepada pusat -pusat penyiaran masyarakat; meningkatkan penjualan produk-produk lokal di pasaran; menyebarluaskan hasil-hasil penelitian setempat; dan mengkoordinasikan kegiatan berbagai kelompok demi mencapai tujuan dan sasaran bersama. 4.3. Menyediakan akses informasi Telecenter yang menyediakan akses bersama dalam bentuk komputer dan internet serta bentuk-bentuk TIK lainnya (seperti TV dan video) adalah media dan cara yang paling realistis untuk menjangkau kalangan masyarakat miskin. Bentuk telecenter dapat beragam, tetapi harus berorientasi pada pembangunan. Inilah yang membedakan telecenter dari cyber caf.

Telecenter dapat menyediakan beragam layanan berbasis TIK yang dapat mendatangkan penghasilan, seperti menyewakan telepon, membuatkan fotokopi dan pencetakan dokumen, e-mail, dan jasa pengetikan dengan komputer. Peluang itu membantu kemandirian finansialnya, yang kerap kali dituntut dari telecenter. Oleh karena itu, telecenter harus memiliki tim pengelola yang bekerja penuh waktu (full-time) dan profesional agar dapat memberikan layanan yang maksimal kepada masyarakat. Di awal masa tugasnya, tim pengelola telecenter harus membuat program kerja tahunan dengan indikator keberhasilan yang jelas dan terukur. Pelaksanaan program kerja ini akan diawasi dan disupervisi oleh tim pembina telecenter yang terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat desa yang dipilih secara musyawarah. Tim pengelola telecenter yang mahir bertindak sebagai penghubung antara anggota masyarakat yang mungkin tidak terlalu akrab dengan TIK dan layanan informasi yang mereka butuhkan. T im pengelola telecenter harus memiliki kesadaran bahwa kehadiran telecenter diperuntukkan sebesar-besarnya bagi pengembangan masyarakat. Oleh karena itu, pengelola telecenter juga harus dapat m enjalankan fungsi penyuluh dan fasilitator untuk menjembatani kesenjangan antara teknologi dan masyarakat desa dan secara proaktif mendatangi kelompok-kelompok masyarakat untuk menggali kebutuhan informasi, potensi desa dan isu-isu guna mendukung kegiatan mereka. Dalam hal ini tim pengelola telecenter akan diberikan pelatihan participatory approaches. Salah satu tantangan terbesar telecenter adalah menyediakan informasi dan layanan yang relevan untuk masyarakat. Agar dapat berjalan berkesinambungan, masyarakat setempat harus dapat merasakan manfaat yang dapat ditarik dari telecenter. Manfaat ini secara ekonomis dapat dirasakan melalui peningkatan penghasilan atau mengurangi pengeluaran. Oleh karena itu, informasi atau layanan yang diberikan haruslah tepat sasaran dalam memenuhi kebutuhan masyarakat (demand driven), diolah dalam format yang sederhana, bahasa yang dimengerti, serta disebarkan dengan media komunikasi yang biasa digunakan, seperti papan pengumuman desa, pengeras suara, penyuluhan desa, radio komunitas, atau medium lain yang sesuai dengan konteks lokal.

4.4. Mengembangkan SDM Dalam konteks pengentasan kemiskinan di Indonesia, mengembangkan SDM merupakan program utama pembangunan. Dipercaya bahwa rendahnya inisiatif masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan dengan cara mereka sendiri adalah salah satu faktor penghambat pembangunan. Rendahnya inisiatif ini terjadi antara lain karena masyarakat tidak berdaya. Masyarakat akan lebih berdaya apabila mereka berhasil mengembangkan kemampuannya. TIK dapat memberikan sumbangan untuk mempercepat proses pengembangan kemampuan tersebut, baik itu proses pembelajaran formal maupun pelatihan. Dalam proses pembelajaran, teknologi informasi dapat berperan dalam proses pembelajaran jarak jauh. Misalnya adalah upaya yang sudah dilaksanakan oleh Universitas Terbuka dengan program pembelajaran guru jarak jauh di telecenter yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan. Proses pembelajaran jarak jauh juga dapat dimanfaatkan untuk proses pelatihan bagi berbagai kelompok masyarakat, misalnya usaha kecil dan menengah. Melalui telecenter, informasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan kemampuan tersedia dalam jumlah yang tidak terbatas dan dapat diakses secara cepat dan murah. Informasi tersebut umumnya dihimpun dan tersedia pada situs-situs yang dikembangkan negara lain. Hambatan utama yang dihadapi adalah hambatan bahasa karena informasi ini tidak menggunakan bahasa Indonesia dan hambatan teknologi. Untuk mengatasi kesenjangan ini, diperlukan mediator informasi yang dapat menerjemahkan pengetahuan yang didapat dari internet ke dalam format yang bisa dimengerti masyarakat luas. Mediator ini bisa terdiri dari guru, pimpinan kelompok tani/kelompok masyarakat, kepala desa, kelompok pemuda, ibu PKK dan lainlain. Mediator informasi dan pengguna dalam jumlah yang cukup (critical mass) perlu dibangun melalui pelatihan-pelatihan dan pelibatan mereka dalam kegiatan dan program telecenter. Pengembangan informasi yang digali/dikumpulkan secara lokal juga sangat penting. Pengetahuan yang berkembang dalam satu komunitas perdesaan mungkin dibutuhkan oleh komunitas perdesaan lain yang berdekatan. Dengan saling berbagi informasi

lokal tersebut sharing of local information) maka ( suatu proses pengembangan kemampuan yang sudah berhasil di suatu tempat dapat segera diduplikasi oleh komunitas lain, tanpa keharusan komunitas lain tersebut belajar dari awal. Pengumpulan informasi dalam bank data demikan merupakan bagian penting dari proses pengembangan kemampuan dan akan menjadikan masyarakat sebagai content producer selain sebagai pengguna.. 4.5. Membangun kepemimpinan yang menjadi tauladan Upaya mengurangi kemiskinan dengan bantuan TIK akan berhasil jika di dorong oleh para pemimpin lokal baik formal maupun informal. Masyarakat pedesaan umumnya adalah masyarakat tradisional yang menempatkan tokoh pimpinan, baik formal maupun informal, sebagai panutan. Masyarakat pedesaan memiliki kecenderungan untuk mencontoh apa yang dilakukan dan melaksanakan apa yang diinstruksikan oleh panutannya. Dalam masyarakat pedesaan, masih kental kebiasaan menunggu petunjuk atau pengarahan dari tetua atau orang yang dituakan atau para pemuka masyarakat sebelum mereka melakukan sesuatu yang bersifat komunal. Oleh karena itu implementasi kegiatan telecenter akan lebih berhasil dengan peran serta aktif dari pimpinan masyarakat yang ada. Para pemimpin tersebut perlu diyakinkan akan efektivitas TIK dalam membidik sasaran-sasaran pembangunan yang ditetapkan. Membina pemuka masyarakat agar sadar TIK adalah yang salah satu langkah awal yang perlu dilakukan. Dengan demikian manfaat TIK dapat cepat disebarluaskan kepada masyarakat banyak melalui para pemuka masyarakat tersebut. Struktur masyarakat perdesaan tersusun dalam kelompok-kelompok, baik itu kelompok usaha, kesenian, ataupun kelompok sosial lainnya, yang masing-masing mempunyai pemimpinnya. Para pemuka masyarakat dapat diberdayakan untuk menunjukkan manfaat TIK bagi setiap kelompoknya. Pemberdayaan tersebut dapat dilakukan melalui kampanye lokal, pelatihan-pelatihan dan proyek percontohan. Sebagai contoh, kepada pemimpin Kelompok Tani dapat diperlihatkan -misalnyabagaimana memperoleh informasi mengenai cara penggunaan pestisida yang baik, informasi mengenai teknik pertanian yang produktif, informasi harga produk

pertanian di pasar, informasi cuaca untuk menentukan waktu tanam yang baik ataupun mengantisipasi datangnya cuaca buruk, dan lain-lain. Di samping itu, kepada mereka dapat pula diperlihatkan bagaimana memasarkan produk pertanian melalui media Internet, melakukan komunikasi dan konsultasi pada kelompok ahli di tempat lain guna mencari penyelesaian dari masalah pertanian yang dihadapi, melakukan tawar menawar harga dengan pembeli di pasar sebelum berangkat ke pasar, dan lain-lain. Komunikasi dengan kelompok ahli dan tawar menawar harga dengan pembeli dapat dilakukan tidak hanya secara tertulis, melainkan juga secara lisan, atau dengan gambar. Hal itu dimungkinkan karena media Internet dapat dilengkapi dengan peralatan audio dan video. Hal yang sama dapat pula dilakukan pada kelompokkelompok lain sesuai dengan jenis aktivitasnya. Pada gilirannya, dengan kesadaran akan manfaat TIK tersebut maka diharapkan mereka dapat menyebarluaskan pemanfaatan TIK secara maksimal oleh kelompoknya. Pemimpin yang memiki visi seperti ini dapat mendorong terjadinya perubahan dan kreaktivitas pemanfaatan penggunaan telecenter. Dalam hal ini seorang pemimpin adalah inspirator perubahan bagi masyarakatnya. 4.6. Kemitraan Tentunya insiatif mengurangi kemiskinan dengan menggunakan TIK ini tidak dapat dilakukan tanpa kerjasama dengan pihak -pihak yang terkait sesuai kompetensinya masing-masing. Penggalangan kemitraan adalah bagian penting dari program TIK dan dimaksudkan terutama untuk mendukung pengembangan kemampuan masyarakat. Mitra telecenter berkontribusi terutama dalam pengembangan konten, penyelenggaraan pelatihan dan pengadaan layanan yang ditujukan untuk pemberdayaan masyarakat. Kemitraan ini dilakukan d engan semua pihak dari berbagai sektor, misalnya dengan departemen dan institusi kesehatan, pendidikan, industri, dan pertanian untuk mempromosikan pengembangan materi (content development) dan layanan informasi untuk orang miskin. Sebaliknya, pihak departemen dan instansi juga dapat dimudahkan tugasnya dengan pengadaan sarana layanan umum/publik melalui telecenter untuk disampaikan secara elektronik ( no line atau e-services).

Kemitraan juga dapat dilakukan dengan sektor swasta untuk pengembangan materi y ang bermanfaat bagi masyarakat perdesaan yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi di perdesaan. Pupuk, pestisida, obat dan pakan hewan, benih unggul, peralatan industri pertanian dan perikanan, kredit mikro, dan lain-lain adalah komponen utama kegiatan ekonomi perdesaan yang berbasis baik pertanian maupun perikanan. Para petani dan nelayan membutuhkan produk-produk tersebut, termasuk informasi cara-cara penggunaan yang benar. Sebaliknya, sektor swasta yang memasok kebutuhan tersebut juga berkepentingan untuk mengetahui kebutuhan pengguna akhir, baik dari segi kuantitas dan kualitas, dan juga wajib memberikan petunjuk yang jelas akan tata cara penggunaan produknya demi keamananan penggunaan. TIK dapat menjembatani kepentingan dua pihak untuk saling mengisi dan berkomunikasi. Di India contohnya, banyak telecenter yang dibangun dengan dukungan sektor swasta. Langkah ini juga tidak lepas dari kepentingan sektor swasta untuk memasarkan dan memberikan informasi tentang produknya dengan cara yang murah dan mudah. Kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mempunyai peran pengembangan masyarakat miskin juga penting. Sinergi antara LSM dan program TIK dapat mempercepat pengembangan program-program pembangunan lokal sebagai hasil dari akses informasi yang lebih baik. Demikian pula kerja sama dengan lembaga-lembaga internasional. 4.7. Desentralisasi Penggunaan TIK dalam usaha pengurangan kemiskinan hendaknya disesuaikan dengan kondisi daerah/lokal seperti sosial, budaya, ekonomi dan potensi setempat. Untuk itu, implementasi proyek ini dikoordinasikan dengan pemerintah daerah setempat. Proyek Mengurangi Kemiskinan dengan Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi berupaya mendukung program dan prioritas lokal serta membina hubungan erat dengan pemuka masyarakat dan swasta untuk membantu mereka membentuk kemitraan dalam penggunaan TIK yang diwujudkan dalam bentuk telecenter. Pengalaman menunjukkan bahwa keterlibatan mitra lokal akan lebih menjamin keberhasilan implementasi dan keberlanjutan program.

Pelaksana program perlu memahami pengaruh faktorfaktor lokal yang dapat menghambat program dan usaha apa yang perlu dilakukan untuk mengakomodasi keunggulan dan kelemahan pada tingkat lokal. 5. K ESIMPULAN Bagi sebagian pemerhati masalah-masalah sosial, T IK, internet dan telecenter mungkin masih belum menjadi pilihan pembangunan yang relevan untuk menanggulangi kemiskinan. Suatu masyarakat tidak menjadi miskin karena tidak memiliki komputer dan sambungan ke internet dan oleh karena itu kepemilikan komputer dan sambungan ke internet bukan merupakan jawaban dalam memperbaiki taraf kesejahteraan masyarakat miskin. Terdapat banyak prioritas kebutuhan yang mendahului kebutuhan akan komputer dan sambungan ke internet untuk penanggulangan kemiskinan. Namun contoh di berbagai negara menunjukkan bahwa TIK memiliki potensi yang besar untuk pengentasan kemiskinan. Tantangannya adalah bagaimana membuat strategi mengurangi kemiskinan dengan memanfaatkan TIK yang juga menjawab faktor-faktor perubahan mindset, komitmen politik dan keberlanjutan. Makalah ini berusaha menunjukkan bahwa pembangunan telecenter untuk penanggulangan kemiskinan harus dilihat sebagai bagian dari suatu strategi yang holistik lebih dari sekedar penyediaan akses semata. Tujuh (7) strategi yang telah dijelaskan di atas meliputi peningkatan partisipasi dan kesadaran masyarakat akan manfaat TIK, infomobilisasi, menyediakan akses informasi, pengembangan kemampuan, kepemimpinan yang menjadi tauladan, kemitraan, dan desentralisasi, masih terus diuji coba keberhasilannya di lokasi Proyek Percontohan Mengurangi Kemiskinan dengan Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Tujuh 7) strategi merupakan kesatuan yang tidak ( bisa dipisahkan untuk suksesnya upaya mengurangi kemiskinan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.

[2] Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan, Komite Penanggulangan Kemiskinan, 2004 [3] Information and Communication Technologies for Poverty Alleviation, Roger W. Harris, AsiaPacific Development Information Programme, 2004 [4] Research: ICT Innovations for Poverty Reduction, Don Slater & Jo Tacchi, UNESCO, 2004 [5] Profiles and Experiences: ICT Innovation for Poverty Reduction, Ian Pringle and Savithri Subramanian, UNESCO, 2004 [6] Promoting ICT for Human Development in Asia 2004: Realising the Millenium Development Goals, United Nations Development Programme, 2004 [7] Ethnographic Action Research: A users handbook developed to innovate and research ICT applications for poverty eradication, Jo Tacchi, Don Slater, and Greg Hearn, UNESCO 2003 [8] Panduan Model Bisnis: Community Access Point, Kementrian Komunikasi dan Informasi [9] Partnerships for e-Prosperity for the Poor, Bappenas-UNDP Project Document, 2004 [10] The Economist, The Real Digital Divide, 12-18 Maret 2005.

REFERENSI [1] Menanggulangi Kemiskinan Desa, Gregorius Sahdan, Jurnal Ekonomi Rakyat, Maret 2005.

You might also like