You are on page 1of 3

Humor Satir Nikolai Gogol

Judul buku Judul asli Penulis Penerjemah Penerbit Edisi Tebal : Pertengkaran dan Kisah-Kisah Lain : The Squabble : Nikolai Gogol : Imam Muhtarom : Bentang, Yogyakarta : Maret 2005 : 166 hlm.

Kesusastraan Rusia awal jarang sekali melahirkan karya yang brilian. Demikian komentar Vladimir Nobokov, kritikus sastra dari Rusia yang dipandang cemerlang. Nikolai Gogol bisa dikatakan sebagai perkecualian. Sastrawan kelahiran Ukraina tahun 1809 ini menghasilkan karya-karya yang mendahului zamannya. Nobokov menyebutnya sebagai sastrawan yang memiliki keanehan seorang jenius sejati. Karena semua karyanya penuh dengan kejenakaan yang diciptakan melalui ironi yang rapi. Awal kecemerlangan Gogol mulai terlihat setelah perjumpaannya dengan Alexander Pushkin tahun 1831 di St. Petersburg. Persahabatan mereka berlangsung sampai Pushkin meninggal tahun 1837. Pushkin adalah sastrawan besar Rusia lainnya yang bisa dikecualikan dari komentar Nobokov. Ia menerbitkan sebuah jurnal yang menjadi pionir pada zamannya, The Contemporary. Salah satu karya Gogol dalam buku kumpulan cerita ini, Kereta Kuda, pertama kali muncul dalam edisi awal jurnal tersebut pada tahun 1836. Tiga karya Gogol, Pertengkaran, Tuan Tanah Dunia Lama, dan Kereta Kuda yang ada dalam buku ini diindonesiakan dari edisi Inggris The Squabble yang terbit tahun 2002 di London. Gogol menulis tiga cerita ini sekitar antara akhir tahun 1832 dan awal 1836. Tema yang sangat penting dalam karya-karya Gogol dalam buku ini adalah tentang kepemilikan. Pertengkaran adalah cerita tentang akibat buruk tidak tercapainya keinginan untuk memiliki sebuah benda rongsokan (senapan) terhadap hubungan dua tetangga yang sebelumnya bersahabat. Sedangkan pada Kereta Kuda, sebuah kereta kuda diandaikan menunjukkan status kepemilikan dan juga pendapatan finansial, namun kebanggaan akan kepemilikan benda tersebut pada akhirnya berubah menjadi sumber kehinaan. Sementara Tuan Tanah Dunia Lama adalah sebuah cerita sentimentil tentang kehilangan dan kematian yang melibatkan sepasang suami istri renta yang berjanji sehidup semati. Detil-detil dalam ketiga cerita ini juga lebih banyak menampilkan objek-objek. Pintu yang bernyanyi dalam Tuan Tanah Dunia Lama, kumis tentara dalam Kereta Kuda, atau kaki pincang walikota dalam Pertengkaran. Semua objek itu tidak hanya dihadirkan Gogol sebagai pelengkap, tapi merupakan bagian penting yang menjadi ruh cerita. Menurut Vladimir Nobokov dalam bukunya, Nikolai Gogol (1961), para kritikus Rusia yang progresif memandang karya-karya Gogol sebagai gambaran tentang orangorang yang tertindas dan seluruh ceritanya menanamkan kesan sebagai suatu protes sosial. Sebuah aliran sastra yang kemudian disebut realisme kritis. Tapi, menurutnya, karya-karya Gogol lebih dari sekedar protes. Celah dan lubang hitam dalam tekstur gaya narasi Gogol secara tidak langsung menggambarkan cacat dalam susunan hidup itu sendiri. Pesan yang ingin disampaikan ketiga cerita dalam buku ini sebenarnya adalah tentang keabsurdan. Sesuatu kejadian yang sangat keliru dan orang-

orang yang agak sinting terlibat dalam suatu pencarian yang bagi mereka tampak sangat penting, padahal logika mereka yang absurdlah yang membuat mereka tetap melakukan pekerjaan yang sebenarnya sia-sia itu. Ketiga cerita dalam buku ini memang bisa dikatakan sebagai cerita humor. Bahkan Nobokov menyebut Pertengkaran sebagai cerita humoris Gogol yang terbaik. Namun, meskipun menghadirkan kelucuan, cerita komikal sesungguhnya kejam. Cerita komikal tanpa belas kasih menelanjangi segala sesuatu hingga ia hadir tanpa makna yang melekat sebelumnya. Karena itu, di balik setiap aspek komikal selalu tersembunyi subversi. Pembongkaran atas ketertiban makna yang mengikat dari suatu keseriusan. Narasi komikal mengalihkan pandangan kita dari setiap kemapanan makna, sebuah kebenaran yang harus ditanggapi secara serius, menuju celah-celah, kontradiksi, dan ironi hingga membuatnya menjadi parodi. Narasi komikal karena itu selalu getir dan menertawai. Seperti dikatakan Milan Kundera, Gogol adalah seorang humoris melankoli. Begitulah komentar Pushkin atas Tuan Tanah Dunia Lama: Sebuah prosa jenaka yang menyentuh, yang membuatmu tergelak sementara pada saat yang sama berurai air mata karena duka. Karena itulah bisa dipahami jika cerita-cerita jenaka bisa lahir dari jiwa Gogol yang selalu resah. Gogol adalah orang yang sangat religius. Tragedi terbesar yang dihadapinya adalah ia tidak dapat mendamaikan bakat kreatifnya dengan apa yang ia anggap sebagai tugas religius. Karya masterpiece-nya, Dead Soul (1842), bagian pertama dari rencana triloginya, adalah sebuah epik yang meskipun jenaka dimaksudkan untuk melacak regenerasi jiwa yang berdosa. Karya ini menurut Hugh Alpin, yang menulis pendahuluan pada edisi Inggris buku ini, dapat disamakan dengan Inferno-nya Dante. Namun, karena mengalami krisis spiritual yang mendalam dan terpengaruh pendeta Konstantinovskii yang mencela karyanya sebagai dosa, Gogol membakar naskah yang seharusnya menjadi bagian kedua triloginya tersebut sepuluh hari sebelum ia meninggal dalam keadaan hampir gila pada 4 Maret 1854. Gogol juga membuat kecewa kaum radikal yang menganggap karya-karyanya sebagai kritik sosial karena pada masa-masa akhir hidupnya ia bersikap lembut terhadap kemapanan. Dalam Tulisan-tulisan terakhirnya yang dibukukan dalam Selected Passages from Correspondence with Friends (1847), ia menunjukkan dukungan terhadap rezim otokratis Tzar dan cara hidup Rusia yang patriarkal. Gogol memang adalah pribadi yang penuh paradoks dan ironis. Hasratnya akan signifikansi spiritual yang membuatnya selalu dalam pergolakan batin tidak mampu membunuh bakatnya untuk menggambarkan insignifikansi (senapan rongsok, kereta kuda, jas tua) dan bahkan bagian-bagian dari satu keutuhan (kancing baju, kumis, kaki pincang) secara menggairahkan dan komikal. Gaya narasi Gogol yang penuh ironi dan komikal inilah yang di kemudian hari mempengaruhi Dostoyevzki dan Franz Kafka. Dua pujangga besar yang menurut Albert Camus dalam bukunya Mite Sisifus memberi contoh apa itu sebuah kreasi absurd. Sebuah kreasi yang selalu mempertanyakan makna hidup. Semua tokoh dalam narasi demikian tidak pernah takut akan kekonyolan. Menerima segala ketidakpastian dan ketidaksempurnaan sebagai bagian tak terpisahkan dari hidup tanpa memaksakan jawaban. Peresensi:

Muhammad Syafiq (Penikmat Sastra dan Dosen Universitas Negeri Surabaya)

You might also like