You are on page 1of 18

BAB 10 Kulit Berminyak Mohamed L.

Elsaie, MD Leslie Baumann, MD

Produksi sebum memainkan sebuah peran penting di dalam hidrasi kulit dengan memproduksi gliserol, yang diperlukan untuk pengahalang kulit yang utuh. Di samping itu, sebum memasok lipid ke permukaan epidermis yang mungkin membantu dalam mencegah transepidermal kehilangan air (TEWL) (lihat Bab 11). Kelebihan produksi sebum menghasilkan kulit berminyak, dan di dalam banyak kasus, berkontribusi terhadap jerawat. Dengan kemajuan yang berkelanjutan dalam memahami fisiologi dan biokimia molekul kelenjar sebasea (SGs) dan metabolism lemak, para ahli dermatologi mungkin segera mampu untuk menjelaskan aspekaspek yang mendasari sekresi sebum dan kulit berminyak. Bab ini akan berfokus kepada berbagai penyebab yang diketahui kulit berminyak dan dampaknya, sebuah pendekatan klasifikasi untuk menentukan jenis kulit berminyak, dan perawatan yang tersedia untuk kulit berminyak serta khasiat perawatan ini.

DAMPAK KOSMETIK TERHADAP KULIT BERMINYAK Kulit berminyak merupakan keluhan yang umum, 1- terutama di dalam kelompok umur remaja.2 Mereka dengan kulit berminyak sedang hingga parah mengeluhan keharusan untuk mencuci muka beberapa kali sehari, terlihat mengkilap beberapa jam setelah pencucian, adanya goresan

yang sering terjadi pada pondasi wajah, dan ketidakmampuan untuk menemukan tabir surya yang tidak memperburuk kondisi kulit berminyak yang dirasakan. Fitur-fitur dari kulit berminyak ini mengganggu wanita dan pria serupa dan dirasakan sebagai masalah kosmetik yang serius yang mengarah kepada persepsi diri yang negatif dan mungkin mempengaruhi interaksi sosial. Secara klinis, kulit berminyak muncul sebagai sekresi sarat-lemak yang menghasilkan tampilan yang mengkilap di sebagian besar daerah T-zone (dahi, hidung, dan dagu)4 (Fig.10-1). Kelenjar sebasea menjadi besar mengarah ke suatu kondisi yang dikenal sebagai hyperplasia sebasea yang ditandai dengan umbilikasi papula 0.5 sampai 1.5 mm yang ditemukan di dalam daerah T-zone pada wajah (Fig.10-2). Di samping itu, banyak pasien dengan kulit berminyak mengeluhkan pori-pori yang besar. 8

KELENJAR SEBASEA Kelenjar Sebasea merupakan uni- atau multilobular entitas yang biasanya dikaitkan dengan folikel rambut yang, dengan folikel rambut, membentuk suatu struktur yang dikenal sebagai kesatuan pilosebasea. Jumlah Kelenjar Sebasea tetap kurang lebih sama sepanjang hidup, sedangkan ukurannya cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Kelenjar Sebasea beragam dalam ukuran dan berada di seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan telapak kaki. Konsentrasi tertinggi dari kelenjar sebasea ditemukan di wajah dan kulit kepala, tetapi sedikit ditemukan di bibir. (Ini penting karena bibir memiliki kadar vitamin E yang lebih rendah daripada seluruh wajah karena kurangnya sebum.) Meskipun mereka paling sering dikaitkan dengan folikel rambut, Kelenjar Sebasea ditemukan di dalam beberapa yang bukan bantalan-

berambut atau daerah gundul seperti kelopak mata, di mana mereka disebut kelenjar meibomian (Table 10-1). Fungsi Sebum Fungsi yang tepat dari sebum tidak sepenuhnya dimengerti. Pengetahuan saat ini mengindikasikan bahwa fungsi dari Kelenjar Sebasea lebih rumit daripada pemikiran yang sebelumnya. Sebum sekarang diketahui memainkan peran penting di dalam organisasi tigadimensi dari permukaan kulit lipida (SSL), produksi gilserol diperlukan untuk hidrasi kulit, dan sebagai zat pelembab oklusif. Sebum melindungi kulit terhadap tekanan oksidatif karena ia mengandung vitamin E, antioksidan yang sangat kuat.9 Selain itu, sebum juga menunjukkan aktifitas antimikroba alami karena ia mengandung IgG, yang diduga untuk membantu mencegah infeksi.10 Demikian pula, sel aktif dari kelenjar sebasea, sebocytes, menunjukkan sifat baik promaupun anti-peradangan, dapat memanfaatkan kolesterol untuk melengkapi steroidogenesis, menyajikan program regulasi bagi neuropeptida, dan secara selektif mengendalikan kerja hormon dan xenobiotik pada kulit. Pentingnya produksi kedua kelenjar sebasea dan sebum di kulit homeostatis selanjutnya dibuktikan oleh berbagai gangguan kulit terkait dengan aktivitas menyimpang mereka.11-18 Tentu saja, yang paling umum dari gangguan tersebut adalah jerawat (Table 10-2). Jumlah Kelenjar Sebasea Jumlah Kelenjar Sebasea dapat mencapai setinggi 400 hingga 900 glandula tiap cm2 di wajah dan kurang dari 100 glandula tiap cm2 di tempat lain di dalam tubuh. 19 Beberapa penelitian telah menggunakan teknik yang berbeda untuk menaksir jumlah kelenjar sebasea. Penelitian terkini yang membuktikan kebenaran jumlah kelenjar sebasea menggunakan salah satu dari dua teknik:

tidak langsung atau langsung. Benfenati dan Brilliantini,20 dalam penelitiannya yang terkini pada 1939, dan Powell dan Beveridge,21 pada 1970, menggunakan teknik tak langsung. Jumlah lemak yang menghasilkan lubang tiap cm2 dari permukaan kulit diukur menggunakan osmium tetroksida dalam suhu ruangan untuk menggambarkan daerah kecil dari lemak di atas sebuah pengumpulan lembaran tersisa di atas permukaan kulit selama 7 menit. Penambahan osmium tetroksida menghasilkan noda-noda hitam kecil yang dihitung di bawah mikroskop bedah. Teknik langsung digunakan oleh Cunliffe dan lainnya pada 1974 menggunakan permukaan mikroskop.22 Mereka menggunakan sebuah teknik yang melibatkan pewarnaan kulit dengan Oil Red O (pewarnaan lipofil) dan memvisualisasikan dengan sebuah permukaan mikroskop Leitz MZ, yang mempunyai sebuah graticule melekat pada lensa okuler yang memungkinkan diameter saluran keluar pilosebasea untuk diukur. Rangkuman dari teknik dan hasilnya ditampilkan di Table 10-3. Seperti yang dinyatakan di atas, jumlah kelenjar sebasea tetap hampir konstan sepanjang hidup, sedangkan ukurannya cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Struktur dan Sekresi Sebasea Sintesis dan pembuangan kandungan lipid dari sebocytes membutuhkan lebih dari seminggu. Pergantian dari kelenjar sebasea lebih lambat pada orang tua dibandingkan orang dewasa muda. Kelenjar Sebasea disusun oleh dua jenis sel: sel-sel penghasil-lipid (sebocytes) dan sel skuamosa berlapis yang melapisi epitel duktal. Sebocytes melewati tiga tahap untuk mencapai ukuran dewasa penuh, yaitu, takterdiferensiasi, pembedaan, dan tahap dewasa. Ketika sebocytes melalui tahap-tahap pendewasaan yang berbeda, sel sebasea meningkat ukurannya karena akumulasi lipid dan mungkin mengalami peningkatan 100 hingga 150 kali lipat dalam volume.24 Mekanisme sekresi dari kelenjar sebasea merupakan holocrine melalui pecahnya sebocytes secara individu yang melepaskan sebum,25 yang dibahas di bawah ini. Sebum adalah ekskretoris

produk dari kelenjar sebasea. Itu adalah campuran dari nonpolar lipid yang disintesis oleh kelenjar sebasea. Sebum manusia mengandung kolesterol, kolesterol ester, asam lemak, digliserida, dan trigliserida selain dua unsur yang unik bagi sebum dan tidak diproduksi di tempat lain dalam tubuh: lilin ester dan squalene 26-29 (Tabel 10-4 untuk komposisi dari sebum manusia dibandingkan dengan permukaan epidermal lipid lainnya). Evaluasi Kuantitatif Sebum Sebagai penentu kondisi kulit berminyak dan sifat berminyak kulit, evaluasi sebum telah lama menjadi target perhatian. Evaluasi sebum dilakukan pada permukaan kulit; namun, tidak semua SSL adalah sebum dan, oleh sebab itu, memahami apa itu SSL dan mengambilnya ke dalam pertimbangan sangatlah penting untuk estimasi akurat pada sebum. SSL mempunyai asal-usul ganda, menghasilkan campuran komponen epidermal (disekresikan oleh corneocytes dan terutama tersusun oleh kolesterol, kolesterol ester, trigiserol, ceramide, dan hidrokarbon) dan komponen sebasea. 30 Karena SSL tidak secara merata didistribusikan ke seluruh permukaan tubuh, rasio lipid epidermal untuk sebasea tergantung pada daerah tubuh dari mana sampel dikumpulkan. Pada 1936, Emanuel melaporkan daerah variasi dari konsentrasi SSL dalam daerah yang berbeda pada tubuh.31 Wilayah tubuh di mana SSL terutama terdiri atas komponen sebasea (sebum) adalah dahi, kulit kepala, bagian atas dari batang tubuh, dan dada; komponen epidermal hanya mencapai 3% hingga 6% di daerah-daerah ini, membuat situs tersebut paling sesuai untuk evaluasi parameter sebum dengan sedikit gangguan dari lipid epidermis. 32-35 Kuantitas sebum yang nampak di permukaan kulit mungkin setinggi 100 hingga 500 g/cm2, dibandingkan dengan kuantitas serendah 25 hingga 40 g/cm2 dari lipid epidermis. 31,33

Dua parameter yang digunakan untuk pengukuran sebum: tingkatan kasual dan tingkat ekskresi sebum. Kedua parameter memperlihatkan hanya informasi kuantitatif dan tidak memberikan informasi kualitatif sebum (komponen), maka teknik kromatografi diperlukan untuk evaluasi konstituen berikutnya. Rangkuman kedua parameter secara ringkas digarisbawahi dalam Tabel 10-5. Evaluasi parameter yang penting lainnya berisi Waktu Penggantian Sebum, Tingkat Ekskresi Folikular, dan Tingkat Ekskresi Sebum berkelanjutan. (Box 10-1 untuk sebuah rangkuman teknik pengumpulan sebum.) FAKTOR PREDISPOSISI UNTUK KULIT BERMINYAK Mekanisme yang tepat dari produksi sebum belum dijelaskan tetapi faktor-faktor yang berpengaruh dianggap multifaktorial. Retinoid, hormone, dan faktor-faktor pertumbuhan memengaruhi aktifitas dan diferensiasi Kelenjar Sebasea. Androgen telah lama dianggap memainkan sebuah peran dalam proses ini karena sekresi sebum meningkat ketika pubertas dimulai dan wanita dengan penyakit ovarium polikistik memperlihatkan jerawat. Jerawat jerawat cenderung terjadi tepat sebelum siklus menstruasi wanita dan penelitian terbaru menunjukkan bahwa menstruasi disertai oleh dilatasi saluran pilosebaceous mencapai maksimumnya selama ovulasi dan memperlihatkan jumlah maksimum dari sekresi sebum.8 Namun, peranan yang tepat dari hormon dalam jerawat membingungkan sebagai penelitian yang bertentangan. Testosteron tidak dianggap secara langsung terkait sekresi sebum karena meskipun pria memiliki lebih banyak tingkat testosteron dibandingkan yang wanita miliki, tingkat sekresi sebum mereka hanya sedikit lebih tinggi. 47 Androgen dehidroepiandrosteron sulfat yang lemah (DHEAS) mungkin memainkan peran dalam jerawat. DHEAS dikonversi menjadi testosteron oleh beberapa enzim yang ditemukan dalam Kelenjar Sebasea,termasuk jenis 1 5--reduktase. Namun, zat penghambat jenis 1 5--reduktase tidak ditemukan efektif dalam pengobatan jerawat. 48

Esterogen, insulin, glukokortikoid, dan prolaktin juga dianggap memengaruhi fungsi Kelenjar Sebasea, tetapi mekanisme kerjanya kurang dipahami. Ekspresi faktor-1 pertumbuhan insulin (IGF-1) diperkirakan memainkan sebuah peranan penting dalam produksi sebum dengan menstimulasi lipogenesis Kelenjar Sebasea. 49 IGF-1 meningkatkan ekspresi dari sebuah faktor transkripsi yang disebut respon sterol pengikat-elemen protein-1 (SREBP-1). SREBP-1 mengatur berbagai gen yang terlibat dalam biosintesis lipid dan ekspresinya merangsang lipogenesis dalam sebocytes. 50 Beberapa reseptor yang baru-baru ini ditemukan seperti reseptor hati X (LXRs) dan reseptor peroksisom proliferator teraktifasi (PPARs) telah ditunjukkan untuk memengaruhi metabolism lipid dan meningkatkan produksi sebum oleh reseptor-reseptor agonis tersebut.51, 52 Karena teknologi penelitian meningkat, pengetahuan yang lebih dalam proses yang mengatur sekresi sebum kemungkinan akan diperoleh. PRODUKSI STRES DAN SEBUM Pada awal 1972, stres sudah dibuktikan terkait dengan sebuah peningkatan dalam jumlah asam lemak bebas di kulit.53 Sejak saat itu, banyak pekerjaan telah dicapai untuk mengevaluasi peran stres dalam produksi sebum dan jerawat. Corticotropin-releasing hormon (CRH), juga dikenal sebagai sebuah hormon stres, telah ditemukan dalam Kelenjar Sebasea seperti reseptor CRH-R nya.54 CRH secara langsung mencakup sintesis lipid dan meningkatkan konversi DHEAS menjadi testosteron dalam sebocytes.13, 15 Ini dianggap memainkan peranan penting dalam link diantara produksi stres dan sebum.55 Kelenjar sebasea juga memiliki reseptor untuk unsur P, yang merupakan neuromediator yang dirilis sebagai respon terhadap stres.56 Dalam vitro, unsure P menstimulasi sekresi sebasea.57 ini dipostulasikan bahwa unsur P memainkan sebuah peran dalam jerawat sebagai sebuah respon terhadap stres.

SEBUM DAN GENETIKA Menariknya, produksi sebum juga dipengaruhi oleh genetika make up. Pada 1989, Walton dkk. mengusulkan dalam sebuah penelitian bahwa perkembangan jerawat diperantarai oleh faktor genetik dan hanya dimodifikasi oleh faktor lingkungan.58 Penelitian mereka tentang 20 pasang homozigot kembar dibandingkan dengan 20 pasang heterozigot kembar menunjukkan ekskresi sebum yang setara dalam 20 pasang yang identik; namun, si kembar identik memperlihatkan tingkat keparahan jerawat yang berbeda yang menunjukkan sebuah pengaruh lingkungan dalam perkembangan jerawat. Sebaliknya, parameter tingkat keparahan jerawat ekskresi sebum dalam 20 pasang kembar nonidentik sangatlah berbeda. Penelitian ini mengusulkan bahwa ekskresi sebum dibawah control genetic, akan tetapi bahwa faktor lingkungan berperan dalam perkembangan jerawat. Pada 2002, sebuah penelitian yang menguji 458 pasang monozigot kembar dan 1099 pasang dizigot kembar mengartikan sebuah komponen genetik kuat di dalam jerawat.59 Penelitian ini tidak mempertimbangkan tingkat sekresi sebum; namun, banyak penelitian telah menunjukkan tingkat sebum yang meningkat di dalam jerawat pasien.60 Dominasi alel dari gen sitokrom P450 baru-baru ini telah dilaporkan di dalam pasien dengan hyperseborrhea. Sitokrom P450 merupakan sebuah keluarga besar supergen enzim yang terlibat dalam metabolisme berbagai endogen dan senyawa asing. Satu mutasi sitokrom P450 dapat menyebabkan degradasi dipercepat dari retinoid alami, yang dapat menyebabkan pematangan dan sekresi Kelenjar sebasea tidak teratur yang menyebabkan kulit berminyak.61 Baru-baru ini, B limfosit-diinduksi pematangan protein 1 (Blimp1), suatu faktor transkripsi, diidentifikasi dalam sel-sel kelenjar sebasea. Suatu penelitian mengungkapkan bahwa Blimp1 bertindak dengan menekan ekspresi gen c-myc dalam tikus. Tikus tanpa ekspresi Blimp1 c-myc memperlihatkan sebuah peningkatan jumlah kelenjar sebasea-yang mengandung

sel yang dibagi lebih sering. Selain itu, kelenjar-kelenjar sebasea ini diperbesar, yang kemudian akan meningkatkan jumlah sebum yang memproduksi sebocytes. Blimp1-yang mengandung selsel terbukti menjadi leluhur bagi seluruh kelenjar sebasea, dan Blimp1 entah bagaimana mengontrol populasi leluhur ini, mengatur berapa jumlah sel yang diizinkan masuk ke dalam kelenjar. Blimp1 diduga bertindak sebagai inhibitor untuk pembentukan dan sekresi kelenjar sebasea melalui penekanan gen c-myc. Penelitian ini sangat mendukung dasar genetic dari tingkat sekresi sebum.62, 63 PENGUKURAN SUBJEKTIF DIBANDINGKAN DENGAN PENGUKURAN OBJEKTIF JUMLAH MINYAK KULIT Ketika konsumen berbelanja untuk produk perawatan kulit, mereka sering berhadapan dengan memilih antara produk yang dirancang dan dipasarkan untuk kulit berminyak, kombinasi, dan atau kering. Mereka diharuskan untuk menentukan status penghalang kulit dan tingkat sekresi sebum tanpa pengukuran objektif yang tersedia. Dengan kata lain, mereka dipaksa untuk menebak jenis kulit mereka. Klasifikasi subjektif seperti itu sering salah. Suatu penelitian melibatkan 94 wanita untuk evaluasi jenis kulit dan membandingkan temuannya dengan subjek jenis kulit yang terbentuk sebelumnya milik sendiri. Hasilnya menunjukkan bahwa jenis kulit subjektif tidak cocok dengan jumlah sebum yang disekresikan. Jumlah sekresi sebum yang dihitung dengan Sebumeter relatif lebih tinggi dari apa yang diharapkan oleh subjek penelitian. Selain itu, bagi mereka yang mempertimbangkan sebelumnya jenis kulit mereka adalah kering, jenis kulit mereka ditentukan menjadi berminyak dengan menggunakan Sebumeter.64 Seperti yang telah disebutkan di atas, perkiraan pasien tentang jenis kulit mereka tergantung pada berbagai bias. Sebagai tambahan, variasi musiman dalam sekresi sebum dapat mengacaukan isu.65

Karakterisasi sederhana, seperti berminyak, kering, kombinasi, dan sensitif, berdasarkan pada penilaian subjektif bukan merupakan sebuah alat yang sangat berguna untuk mengklasifikasi jenis kulit. Data yang tersedia pada berbagai jenis kulit oleh sistem klasifikasi kulit yang awal telah tidak konsisten. Tidak satupun sistem klasifikasi yang mampu mengidentifikasi berbagai prevalensi atau karakterisasi jenis kulit spesifik.1 Pada 2005, suatu pendekatan baru untuk penilaian dan pengkategorian jenis kulit sudah dipublikasikan. Metode ini menggunakan suatu kuisioner yang tervalidasi, dikenal sebagai Indikator Jenis Kulit Baumann (BSTI), untuk menentukan jenis kulit 66 (lihat Bab 9).

SISTEM PENGGOLONGAN JENIS KULIT BAUMANN DAN PENENTUAN KULIT BERMINYAK BSTI mencakup banyak hal, kuisioner yang dikelola sendiri dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama dari kuisioner menentukan terjadinya dan tingkat keparahan kulit berminyak berdasarkan data sebelumnya. Jawaban untuk masing-masing dari 11 pertanyaan diterjemahkan ke dalam suatu titik sistem dan oleh karena itu jenis kulit tersebut dikategorikan baik sebagai jenis berminyak (O) maupun kering (D) dan diberikan sebuah nilai yang menentukan tingkat keparahan kondisi kulit berminyak dan kulit kering (Fig. 10-5).

BSTS dan Variasi Kulit Etnis Banyak faktor endogen dan eksogen, seperti ditunjukkan sebelumnya, diketahui memengaruhi sekresi sebum dan jumlah minyak kulit. Perbedaan etnis dalam sekresi sebum belum dipelajari secara baik. Sebagian besar laporan yang ada pada kulit berminyak didasarkan pada model

manusia Kaukasia; karena itu, sedikit yang diketahui tentang sekresi sebum pada jenis kulit yang lebih gelap. Meskipun demikian, banyak mitos berlimpah bahwa jenis kulit yang lebih gelap telah meningkatkan sekresi sebum. Dalam beberapa penelitian yang dilakukan, ini belum terbukti menjadi kasus. Suatu penelitian oleh Grimes dkk. membandingkan instrumen pengukuran untuk sebum, pH, corneometry (kelembaban kulit), atau kehilangan air transepidermal (fungsi penghalang) dan tidak ditemukan perbedaan antara Afrika Amerika dan Kaukasia. 67 Sebuah penelitian terbaru di Universitas Miami menggunakan BSTS untuk mencari perbedaan etnis dalam jenis kulit. Penelitian yang tidak dipublikasikan ini mencakup 399 subjek dari empat kelompok etnis yang berbeda: Kaukasia, Afrika Amerika, Hispanik, dan Asia. Pengkategorian jenis kulit sesuai dengan BSTS sudah digunakan dan masing-ma sing subjek penelitian ditetapkan suatu jenis kulit. Persentase subyek kulit berminyak antara setiap kelompok etnis adalah secara menaik: Kaukasia (47.13%), Hispanik (55.88%), Asia (57.70%), dan Afrika Amerika (61.9%). Penelitian ini merupakan yang pertama kali menggunakan BSTS untuk membandingkan perbedaan etnis dan menunjukkan beberapa keragaman dalam jenis kulit berdasarkan etnisitas. Meskipun penelitian itu melaporkan suatu peningkatan terjadinya kulit berminyak antara orang Afrika Amerika, itu penting untuk menyadarkan bahwa semua subjek yang dirawat dalam suatu klinik dermatologi umum di Miami dan karena itu tidak mungkin mewakili populasi umum. Penelitian lainnya telah menunjukkan subjek kulit hitam memiliki 60% hingga 70% lebih lipid di dalam rambut mereka dibandingkan dengan subjek kulit putih. Penelitian lain menunjukkan sebuah peningkatan jumlah pori-pori dan sekresi sebasea antara Afrika Amerika dibandingkan dengan kelompok ras lainnya.68 Perbedaan etnis kulit dalam lipid kulit tetap tidak

meyakinkan mengingat perbedaan dalam hasil penelitian. Meskipun kurangnya data yang tersedia pada perbedaan kulit etnis dan variasi permukaan lipid antara kelompok suku yang berbeda, sebagian besar studi yang tersedia menunjukkan suatu perbedaan yang ada di kulit berwarna dibandingkan dengan warna kulit lebih ringan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk dapat mengidentifikasi daerah yang tepat dariperbedaan guna mengembangkan rejimen yang optimal untuk menargetkan kondisi kulit etnis.

PERUBAHAN PARAMETER SEBUM PADA PASIEN YANG BERJERAWAT Ini diterima secara umum dan ilmiah bahwa keparahan jerawat berkorelasi dan secara langsung sebanding, dengan tingkat sekresi sebum.69 Namun, korelasi tingkat ekskresi sebum dan jerawat telah menjadi suatu subjek perdebatan sejak awal 1960-an ketika Fry dan Ramsay mengukur ekskresi sebum dalam 17 jerawat pasien dan dilaporkan bahwa tidak ada hubungan langsung terhadap tingkat ekskresi sebum dengan keparahan jerawat.70 Cunliffe dan Shuster, dengan menggunakan suatu teknik pengumpulan yang lebih baik pada akhir 1960-an, menunjukkan bahwa ekskresi sebum berhubungan langsung terhadap keparahan jerawat.71 Banyak penelitian terbaru telah mengindikasikan bahwa tingkat sebum memang lebih tinggi di dalam populasi jerawat. Pirard dkk. menunjukkan suatu tingkat ekskresi sebum yang lebih tinggi secara menyeluruh di dalam subjek jerawat ketika menelitinya pada dahi menggunakan Lipometre.5 Pirard-Franchimont dkk. mencatat suatu perubahan dalam tingkat ekskresi sebum berbanding lurus dengan keparahan jerawat.72 Harris dkk. menggunakan disk halus jaring Dacron tertanam di dalam tanah liat baru untuk melaporkan bahwa peradangan jerawat pasien memiliki suatu tingkat ekskresi sebum berkelanjutan yang lebih tinggi.73 Baru-baru ini, Kim dkk. mengkonfirmasi tingkat sekresi sebum yang meningkat dalam subjek yang berjerawat

menggunakan Sebumeter dalam suatu penelitian pada 36 pasien Asia.74 Namun, ini penting untuk disadari bahwa meskipun jerawat berkaitan dengan tingkat sebum yang tinggi, semua pasien dengan tingkat sebum yang tinggi tidak memiliki jerawat. Pasien dengan tingkat sebum yang tinggi dan tidak berjerawat digolongkan sebagai jenis resistan terhadap berminyak di dalam BSTS (lihat Bab 9). Jerawat vulgari merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea. Jerawat adalah suatu multifaktorial kondisi dengan faktor patologi yang berbeda yang mencakup peningkatan produksi sebum, hiperkornifikasi duktal, kolonisasi saluran oleh Propionibacterium acnes (P. acnes), dan peradangan.2 Untuk tinjauan lengkap tentang jerawat vulgaris, lihat Bab 15. PPARs , , dan dapat berperan di jerawat dan peningkatan produksi sebum. Reseptor ini telah diidentifikasi dalam sebocytes, dengan format menjadi yang sangat penting. Asam lemak bebas, asam linoleat, dan hormone androgen mengaktifkan reseptor tersebut, yang mengikat reseptor retinoid RXR (dalam formasi heterodimer) termasuk proliferasi dan diferensiasi modifikasi sebocyte sekaligus sintesis asam lemak bebas. PPARs oleh karena itu terlibat dalam pematangan Kelenjar Sebasea dan permulaan reaksi peradangan dalam jerawat. PPARs hadir di dalam Kelenjar Sebasea dari pasien hiperseborheic dalam tingkat yang lebih tinggi, menunjukkan efek kelainan pada retinoid alami dan mengarah ke pengembangan jerawat.68

JENIS KULIT MUSIMAN: MITOS ATAU KENYATAAN? Banyak pasien laporan pribadi kemampuan musiman diri yang dirasakan kulit berminyak. Strauss dkk. mengusulkan bahwa tidak ada bukti untuk perubahan musiman di dalam aktifitas Kelenjar Sebasea, meskipun kulit mungkin tampak lebih berminyak pada cuaca panas karena

perubahan di dalam kelekatan SSLs, membuat kulit terasa lebih berminyak.19 Selain itu, tingkat ekskresi sebum telah terbukti dapat ditingkatkan dengan paparan suhu yang lebih tinggi; namun, pengukuran ini mungkin menggambarkan suatu perubahan dalam metode pengumpulan sebum (peningkatan pengambilan sebum pada kertas pengumpulan) digunakan untuk mengukur produksi sebum daripada peningkatan actual dalam produksi sebum.75 Pada 2005, Youn dkk. mengamati perbedaan regional dan musiman dalam sekresi sebum yang menyebabkan perubahan jenis kulit dari kering menjadi berminyak, menghasilkan apa yang mereka sebut jenis kulit kombinasi.65 Ini merupakan penelitian pertama untuk menunjukkan perubahan sebum sepanjang musim yang berbeda. Empat puluh enam pasien dimasukkan dalam penelitian dan sekresi sebum mereka diukur selama setahun penuh. Mereka melaporkan bahwa musim panas merupakan satusatunya musim dengan peningkatan yang signifikan dalam sekresi sebum terlihat. Di samping itu, penurunan pada jenis kulit kering dan suatu peningkatan pada jenis berminyak berdasarkan sistem kategorisasi mereka direkam pada musim panas.

AGEN SEBOSUPPRESSIVE Agen Topikal Meskipun banyak produk mengklaim untuk menghambat produksi sebum, sangat sedikit, kalaupun banyak, telah secara meyakinkan terbukti berhasil. Sebagian besar produk pengendali minyak di pasaran mengandung talek dan komponen penyerap minyak lainnya yang menutupi atau menyerap minyak daripada fungsinya sebagai penghambat produksi sebum. Antiandrogen seperti ketokonazol dan spironolakton telah menunjukkan beberapa efek.76, 77 Progesteron telah menunjukkan efek jangka pendek (2-3 bulan) ketika dioleskan pada wanita. Namun, itu tidak

mengurangi tingkat ekskresi sebum pada pria.78 Kortikosterid, eritromisin seng kompleks, elubiol (Dikhlorofenil imidazol dioksolan), dan barubaru ini ekstrak dari saw palmetto, biji wijen, dan minyak argan telah semua digunakan untuk tujuan tersebut.79-82 Terutama, retinoid topikal belum terbukti menurunkan sekresi sebum.83 Agen Sistemik Penghambat farmakologis yang paling ampuh dari sekresi sebum adalah isotretinoin retinoid (13-cis asam retinoik). Penurunan dalam tingkat sekresi sebum dapat dikurangi sebesar 90% sejak 2 minggu setelah memulai pengobatan dengan isotretinoin. Mekanisme kerjanya yang tepat belum secara penuh dijelaskan atau dipahami, tetapi secara histology itu menyusut ukuran Kelenjar Sebasea dan sebocytes kehilangan akumulasi sifat batin dari lipidnya.2, 84 Hipotesis mekanisme kerja dari 13-cis asam retinoik mengurangi sebum tercantum dalam Tabel 10-6. Prosedur Perkantoran Dalam suatu penelitian tahun 2006, pengelupasan kulit kimiawi menggunakan 30% larutan asam glikolat dan larutan Jessner tidak ditunjukkan untuk mengurangi tingkat sekresi sebum ketika diukur dengan Sebumeter.86 Terapi fotodinamik menggunakan sinar biru dan 5-ALA (asam aminolevulenat) gagal menunjukkan perubahan dalam tingkat ekskresi sebum, meskipun perbaikan diamati pada ace lesi, seperti yang dilaporkan pada 2007.87 Mikrodermabrasi belum terbukti menurunkan tingkat ekskresi sebum. Selanjutnya, ini penting bagi praktisi dan pasien sama-sama untuk mengerti bahwa saat ini, belum ada prosedur perkantoran yang diketahui yang mengurangi tingkat ekskresi sebum.

RINGKASAN Kulit berminyak bukan merupakan suatu kondisi yang tidak biasa. Itu hadir dalam berbagai tingkatan baik pada pria dan wanita. Sekresi sebum yang berlebihan (hyperseborrhea) berpengaruh dalam pemastian jenis kulit. Kondisi tersebut berkisar dari beban kosmetik ringan sampai penyakit kulit yang sebenarnya terwujud sebagai jerawat. Perbaikan dalam penelitian genetik, objektif dalam penggolongan kulit, dan pengukuran yang lebih akurat tentang tingkat sebum akan mengarah kepada suatu peningkatan pemahaman tentang sebum dan mekanisme yang memengaruhi tingkat ekskresinya.

BOX 10-1 Beberapa teknik pengumpulan sebum telah digunakan dalam beberapa penelitian berdasarkan parameter di atas. Karena besarnya jumlah metode yang digunakan selama lebih dari 50 tahun penelitian, beberapa metode yang berkontribusi terhadap pengetahuan dasar tentang sebum disebutkan di sini; perhatian khusus seharusnya difokuskan kepada teknik yang baru saja dikembangkan yang menemui harapan dari penelitian mutakhir dan yang akan datang. Ekstrasi: Teknik pengumpulan sebum yang paling awal. Berdasarkan terputusnya SSL dalam suatu pelarut yang digunakan untuk kulit, diikuti oleh penguapan pelarut dan pemisahan sisa lipid.40, 41 Teknik kertas rokok: Kertas rokok eter yang direndam yang digunakan dalam empat kertas di atas dahi dan disimpan dalam tempat dengan sebuah pembalut karet. Ini diikuti oleh pengukuran sebum gravimetric.40, 42 Metode sebutape: Teknik yang lebih akurat dan lebih cepat menggunakan selaput polimer untuk penyerapan lipid. Pita polimer menyerap SSL dan menjadi jelas terhadap cahaya setelah itu. Sebutape dapat dianalisis dalam banyak cara, yang termudah adalah penilaian visual pada pita pada skala 1 hingga 5 43 (Fig. 10-3). Lipometer: Instrumen fotometrik yang dirancang oleh suatu kelompok dari LOral yang memanfaatkan energy cahaya dioda untuk evaluasi lipid sebum yang terbukti cepat; namun, alat pengujian yang tepat dperlukan untuk hasil yang optimal.44 Sebumeter: Suatu alat yang lebih terkini menjadi tersedia secara komersial. Pengukuran prinsip didasarkan pada sifat tembus dari suatu gelas-memutar terselip setelah penggunaan lipid. Periode

penarikan contoh sesingkatnya 30 detik. Alat tersebut dapat dihubungkan dengan suatu komputer untuk pengelolaan data45 (Fig. 10-4). Dalam membandingkan Lipometer dengan Sebumeter, yang terakhir lebih praktis. Lipometer harus dicuci di antara masing-masing aplikasi, sedangkan prosedur Sebumeter menggunakan kepingan baru dengan setiap pengukuran. Selain itu, Sebumeter dapat dihubungkan dengan suatu komputer. Sebumeter dan Sebutape keduanya diterima secara universal sebagai instrumen yang tepat. Meskipun alat-alat ini tidak secara langsung mengukur sebum, mereka masih bermanfaat sebagai suatu bantuan penelitian untuk memperhitungkan tingkat sebum.46

You might also like