You are on page 1of 8

BAB II.

STUDI PUSTAKA

2.1 Ubijalar di Indonesia Ubijalar mempunyai peran cukup besar dalam pembangunan pertanian, sehingga prospeknya cerah bila dikelola dengan pola agribisnis atau agroindustri. Usaha ini memberikan keuntungan yang memadai dan mudah dipraktekkan oleh petani. Masalah utama yang dihadapi dalam pengembangan usaha tani ubijalar antara lain adalah rendahnya hasil rata-rata per hektar lahan. Usaha peningkatan produksi dan produktivitas ubijalar dapat ditempuh melalui penggunaan varietas unggul, perbaikkan teknik bercocok tanam (budidaya) dan penerapan pola tanam yang tepat. Potensi hasil ubijalar varietas unggul berkisar antara 23-40 ton per hektar (Tabel 1). Disamping itu, varietas ini juga tahan terhadap penyakit utama, seperti kudis (scab) dan layu (Direktorat Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 2002).

Tabel 1. Perkembangan Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Ubijalar di Indonesia Tahun Luas Panen (ha) Produksi (000ton) Produktivitas (ku/ha) Sumber : BPS (2005) Sentra produksi ubijalar terdapat di 11 propinsi Indonesia, pada tahun 2001 daerah penanaman terluas adalah Jawa Barat dengan produksi ubijalar sebesar 298.808 ton, Papua dengan produksi sebesar 283.628 ton dan Jawa Timur dengan produksi 189.666 ton (Anonymous, 2002b). Di daerah propinsi Jawa Timur sendiri kabupaten yang mempunyai produksi ubijalar yang besar adalah kabupaten Malang dengan produksi ubijalar sebesar 22.227 ton (Anonymous, 2003). Perkembangan ubijalar di Indonesia relatif berjalan lambat bila dilihat dari hasil produktivitas setiap tahunnya (Tabel 1) (BPS, 2005). Kulit umbi ubijalar dibedakan menjadi dua tipe yaitu tebal dan tipis. Kandungan getahnya ada yang bergetah banyak, sedang dan sedikit. Warna kulit umbi ada beberapa macam: putih, kuning, ungu atau merah. Bentuk umbi umumnya dapat dibedakan antara lain bentuk bulat 2000 194,3 1827,7 94,00 2001 181,0 1749,1 97,00 2002 177,3 1771,6 100,00 2003 198,2 1997,8 101,00 2004 183,1 1882,2 103,00

dan lonjong. Warna kuning pada umbi disebabkan oleh adanya pigmen karoten, sedangkan warna ungu disebabkan oleh antosianin (Winarno dan Laksmi, dalam Wuri, 2007). Varietas-varietas ubijalar yang pernah dilepas oleh pemerintah Indonesia antara lain: Daya (1977), Borobudur (1982), Prambanan (1982), Mendut (1989), Kalasan (1991), Muara Takus (1995), Cangkuang (1998), Sewu (1998). Sedangkan varietas-varietas yang baru dilepas tahun 2001 antara lain: Cilembu yang berasal dari Sumedang Jawa Barat dengan warna daging umbinya krem kemerahan/kuning, Sari yang berasal dari Persilangan Genjah Rante dan Lapis dengan warna daging umbi kuning, Boko yang merupakan hasil persilangan antara no.14 dan Malang 1258 dengan warna daging umbinya krem, Sukuh yang berasal dari persilangan klon induk betina AB 940 dengan warna daging umbi putih, Jago yang berasal dari famili klon B 0059-3 dengan warna daging umbi kuning muda, Kidal yang berasal dari persilangan bebas induk Inaswang dengan warna daging umbi kuning tua (Suhartina, 2005). Varietas introduksi ubijalar ungu yang berasal dari Jepang yaitu Yamagawa-murasaki yang dilepas tahun 1995 dan telah diteliti sebagai pewarna makanan. Generasi kedua dari varietas tersebut adalah Ayamurasaki yang kandungan antosianinnya cukup tinggi, yaitu sebesar 0,6 mg yang setara dengan peonidin-3-caffeoylsophorosida-5-glukosida tiap gramnya (Suda, et al., 2003).

2.2 Komponen Nutrisi, Senyawa Antioksidan dan Antigizi Pada Ubijalar Ubijalar sangat penting dalam tatanan penganekaragaman makanan penduduk. Pola Pangan Harapan (PPH) untuk penduduk Indonesia telah ditetapkan kontribusi bahan pangan dari padi-padian sebesar 300 gram/kapita/hari dan dari umbi-umbian sebesar 100 gram/kapita/hari (Ariani, 2006). Menurut Direktorat Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (2002), konsumsi pangan sumber kalori yang berasal dari beras sebenarnya sudah melebihi norma yang dianjurkan. Untuk mencapai pola konsumsi kalori yang ideal dapat ditempuh usaha penganekaragaman menu pangan dengan pengurangan kalori asal beras, diikuti oleh peningkatan kalori asal bahan pangan lain seperti ubi jalar. Ubi jalar selain kaya kalori juga mengandung gizi cukup tinggi dan komposisinya lengkap, seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Gizi dalam Tiap 100 Gram Daun dan Ubi Jalar Segar

Kandungan Gizi

Ubi Putih

Ubi Merah

Ubi Kuning

Daun

Kalori (kal) 123,00 123,00 Protein (g) 1,80 1,80 Lemak (g) 0,70 0,70 Karbohidrat (g) 27,90 27,90 Kalsium (mg) 30,00 30,00 Fosfor (mg) 49,00 49,00 Zat besi (mg) 0,70 0,70 Natrium (mg) Kalium (mg) Niacin (mg) Vitamin A (SI) 60,00 7.700,00 Vitamin B1 (mg) 0,90 0,90 Vitamin B2 (mg) Vitamin C (mg) 22,00 22,00 Air (g) 68,50 68,5 Bagian yang dimakan 86,00 86,00 Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Direktorat umbian (2002)

136,00 47,00 1,10 2,80 0,40 0,40 32,30 10,40 57,00 79,00 52,00 66,00 0,70 10,00 5,00 393,00 0,60 900,00 6.105,00 0,10 0,12 0,04 35,00 22,00 84,70 73,00 Kacang-kacangan dan Umbi-

Senyawa antioksidan ubi jalar Ubijalar selain mengandung komponen nutrisi juga mengandung senyawa fenol. Senyawa fenol ini juga berfungsi sebagai antioksidan. Dalam ubi jalar, sejumlah komponen besar yang disebut polyfenol, akan teroksidasi oleh oksigen yang dikatalisa oleh enzim polyfenol oksidase. Reaksinya disebut browning enzymatis serta menghasilkan warna kecoklatan (Woolfe, 1992). Kandungan fenol pada ubi jalar ungu 4,9-6,7 lebih tinggi dibandingkan ubi jalar kuning dan putih (Yashimoto, et al., 1999), serta 2,5-3,2 lebih tinggi daripada varietas blueberry (Casals and Zevallos, 2004). Tingginya kandungan antosianin dan senyawa fenol menyebabkan ubi jalar ungu memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi (Yashimoto, et al., 1999). Sebagian besar fenol dalam ubi jalar berupa ester dari asam quinat dan asam kafeat. Bentuk ester fenol yang menyusun sebagian besar dalam ubi jalar adalah asam klorogenat dan asam isokloregenat (Woolfe, 1992). Secara struktural, asam klorogenat adalah ester asam kafeat yang memiliki unit 3-hiroksil. Rumus asam klorogenat adalah C16H18O9 (Anonymous, 2006j). Senyawa antioksidan alami umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam organik polifungsional. Golongan

flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin dan kalkon. Sementara turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat, asam galat dan lain-lain. Senyawa polifeniolik ini dapat bereaksi sebagai (a) pereduksi, (b) penangkap radikal bebas, (c) pengkelat logam, (d) peredam terbentuknya singlet oksigen (Pratt, 1992 dalam Trilaksani, 2003). Ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, seperti dedaunan, rempah-rempah, teh, cocoa, biji-bijian, serealia, buah-buahan, sayur-sayuran dan alga laut. Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman, seperti pada kayu, kulit kayu, akar daun, buah, bunga, biji dan serbuk sari (Pratt, 1992 dalam Trilaksani, 2003). . Senyawa antigizi pada ubi jalar Selain mengandung zat-zat gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh, ubijalar juga mengandung zat anti gizi yakni tripsin inhibitor dengan jumlah 0,26-43,6 IU per 100 gram ubijalar segar. Tripsin inhibitor tersebut akan menutup gugus aktif enzim tripsin sehingga aktifitas enzim tersebut terhambat dan tidak dapat melakukan fungsinya sebagai pemecah protein. Namun demikian, aktifitas tripsin inhibitor tersebut dapat dihilangkan dengan pengolahan sederhana, yakni dengan cara pengukusan, perebusan dan pemasakan (Bradbury et al., 1988 dalam Harnowo dkk, 1994). Senyawa lain yang tidak menguntungkan pada ubijalar adalah senyawa-senyawa penyebab flatulensi, namun senyawa tersebut belum teridentifikasi secara jelas. Flatulensi disebabkan oleh senyawa karbohidrat yang tidak tercerna yang difermentasi oleh bakteri tertentu dalam usus sehingga menghasilkan gas H2 dan CO2. Diduga flatulensi disebabkan oleh karbohidrat jenis rafinosa, stakhiosa dan verbakosa (Harnowo dkk, 1994). Pada ubijalar juga terdapat beberapa senyawa tidak berbahaya bagi kesehatan yaitu ipomaemarone, furanoterpen, koumarin dan polifenol yang dibentuk dalam jaringan pada saat ubijalar luka akibat serangan serangga. Senyawa-senyawa tersebut dapat menimbulkan rasa pahit dan warna kecoklatan pada umbi. Senyawa pahit tersebut akan terikat pada produk hasil olahan ubi jalar sehingga dapat menurunkan kualitas produk tersebut (Palmer, 1982).

2.3 Karakteristik Pati Pati dari sumber yang berbeda mempunyai karakteristik yang berbeda-beda baik dalam ukuran dan bentuk granula, rasio amilosa-amilopektin penyusun molekul pati dan sifatnya terhadap perlakuan fisik maupun kimiawi (Elliason, 1996). Karakteristik fisik dan kimia pati dari beberapa komoditas sumber pati dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Karakteristik Fisik dan Sifat Kimia Pati Jagung, Kentang, dan Ubi
Starch Ukuran granula (m) range Rata2 Amilosa (%) Swelling power pada 95C (%) 24 64 6 100 Kelaruta n pada 95C (%) 25 23 12 82 Range gelatinisasi Bentuk granula

Jagung - 5ydroge - waxy -hi-maize Kentang

5-25 5-25 15-100

15 15 15 33

26 ~1 > 80 24

62-72 63-73 85-87 56-69

Ubi kayu

15-35

20

17

71

48

52-64

Poligonal , bulat Bulat, oval Bulat Bulat telur, besar eccentric hyllum Bulat oval, truncated on side

Sumber : Fennema, 1996

Pada sebagian besar pati, amilopektin menyusun 70-80% dari pati total, amilosa menyusun sisanya 20-30% (Cummings and Englyst, 1995). Namun demikian diantara genotip sereal seperti baley, jagung dan padi berbagai rasio amilosa-amilopektin tersedia. Komposisi pati dapat bervariasi dari pure amilopektin seperti pada jenis waxy dan kadar amilosa tinggi (>70%) pada amylomaize (Annison and Topping, 1994). Bentuk, ukuran dan komposisi granula pati serta rasio amilosa dan amilopektin memberikan perbedaan karakteristik pati. Suhu gelatinisasi pada pati dari sumber berbeda juga berbeda-beda. Sejalan dengan naiknya air, granula pati akan menyerap air dengan memecah ikatan 5ydrogen dan kenaikan viskositas secara bertahap sampai larutan viskus dan pasta terbentuk. Perubahan ini disebut gelatinisasi. Dengan pendinginan akan terjadi retrogradasi, ketahanan/stabilitas pati terhadap retrogradasi berbeda-beda. Pati jagung reguler mempunyai stabilitas yang rendah terhadap retrogradasi, sebaliknya pati jagung waxy stabilitasnya tinggi.

Pati kentang dan tapioka mempunyai stabilitas yang medium terhadap retrogradasi (Pomeranz, 1985) BAB V. METODE PENELITIAN

3.1. Tahapan Pelaksanaan Penelitian Tahapan penelitian beserta kegiatan dan aktivitas setiap tahapannya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Tahap-tahap penelitian berdasarkan pokok kegiatan dan aktivitasnya Kegiatan pokok Aktivitas Identifikasi potensi a. persiapan bahan varietas b. analisis proksimat KARAKTERISASI beberapa c. analisis senyawa TEPUNG DAN ubi jalar PATI UBI JALAR antioksidan Analisis karakter a. profil tekstural amilografi (normal, b. pasting behaviour tanpa modifikasi) c. karakteristik gelatinisasi d. volume sedimentasi e. konsistensi gel a. Heat-moisture PENGEMBANGAN Optimasi metode treatment METODE b. Fermentasi untuk PEMBUATAN mempermudah TEPUNG DAN ekstraksi pati EKSTRAKSI PATI c. Evaluasi perubahan UBI JALAR komponen antioksidan, karakteristik tekstural dan amilografi 3.2. Pelaksanaan Penelitian Tahun Pertama a. Identifikasi bahan baku ubi jalar beberapa varietas Bahan yang digunakan adalah ubi jalar dari tiga varietas yang memiliki perbedaan warna daging umbinya. Ubi jalar berdaging putih diwakili oleh varietas Sukuh (diperoleh dari Inlitkabi Jambegede, Malang dengan umur panen 4 bulan). Varietas Sari untuk daging umbi berwarna kuning (krem) dan Ayamurasaki yang berwarna ungu ( dari Pacet Mojokerto, umur panen 4,5 bulan. Analisis proksimat dan kadar senyawa antioksidan dan aktivitasnya. Jenis senyawa

antioksidan yang dianalisa adalah B-karoten, antosianin dan total fenol. Analisis dilakukan untuk mengetahui perubahan kadar komponen antioksidan sebelum dilakukan modifikasi. Metode analisis yang digunakan adalah Metode Spektrofotometri untuk pengukuran total antosianin (Giusti and Wrolstad, 2000), total B-karoten diukur dengan metode dari Cagampang and Rodriquez (1998), serta kandungan senyawa fenol dengan metode Folin-Ciocalteu (1995). b. Karakterisasi tepung dan pati ubi jalar Masing-masing jenis ubi jalar diperkecil ukurannya kemudian dikeringkan. Ubi jalar kering dihancurkan untuk mendapatkan tepungnya. Pati ubi jalar diperoleh dengan menghancurkan ubi jalar segar dengan penambahan air, selanjutnya diendapkan semalam untuk mendapatkan patinya. Selanjutnya dilakukan karakterisasi sebagai berikut: Analisis kadar air pati kasava dari semua perlakuan dilakukan berdasarkan AOAC (1991). Kadar amilosa diukur dengan metode afinitas menggunakan larutan iodin (Knutson, 1986). Analisis swelling power dan solubilitas pati kasava kering dilakukan sesuai metode Abera et al. (2003). Kadar karboksil dan pH dianalisis berdasarkan Demiate et al.(2000), sedangkan kandungan karbonil diukur mengikuti metode titrasi yang dilakukan Kuakpetoon and Wang (2006). Pola hasil sinar X pada pati dianalisis menggunakan difraksi sinar X. Karakteristik pasting dan sifat termal (10% b/berat kering) diukur menggunakan Brabender amilograph (Visco amilograph model RV, Wingather V2.5, Brookfield Engineering Laboratories, Inc.). c. Pengembangan metode pembuatan tepung dan ekstraksi pati ubi jalar untuk mempertahankan komponen antioksidannya. Metode pembuatan tepung ubi jalar dilakukan dengan pengeringan menggunakan pengering kabinet dengan beberapa perlakuan suhu (suhu dibawah atau diatas suhu gelatinisasi pati ubi jalar). Metode ekstraksi pati dilakukan dengan perendaman air atau dengan fermentasi yaitu pengendapan selama lebih dari 24 jam. Selanjutnya dilakukan analisis untuk mengetahui efektifitas pengeringan (heat moisture treatment) dan fermentasi terhadap aktivitas antioksidannya dan perubahan fisikokimiawi pada tepung dan pati yang telah dikeringkan. Metode analisis yang digunakan adalah Metode Spektrofotometri untuk pengukuran total antosianin (Giusti and Wrolstad, 2000), total B-karoten diukur dengan metode dari Cagampang and Rodriquez (1998), serta kandungan senyawa fenol dengan metode Folin-Ciocalteu (1995). Analisis kadar air pati kasava dari semua perlakuan dilakukan berdasarkan AOAC (1991). Kadar amilosa diukur dengan metode afinitas menggunakan larutan iodin (Knutson, 1986). Analisis

swelling power dan solubilitas pati kasava kering dilakukan sesuai metode Abera et al. (2003). Karakteristik pasting dan sifat termal (10% b/berat kering) diukur menggunakan Brabender amilograph (Visco amilograph model RV, Wingather V2.5, Brookfield Engineering Laboratories, Inc.). Tahap penelitian dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 3.

Ubi Jalar Var. Sukuh (putih), Sari (kuning), Ayamurasaki (ungu) Analisis : - Proksimat - Oligosakarida, maltosa dan glukosa - Karakteristik amilografi - Komponen antioksidan

Pengupasan dan pembersihan

Daging ubi segar

Pengecilan ukuran

Perendaman dalam air, 6, 12 dan 24 jam

Heat moisture treatment (0, 30, 60 menit), suhu 50, 70 dan 90oC

Penirisan

Pengeringan 50-60oC, 12 jam

Endapan pati Tepung Ubi jalar Pengeringan 50-60oC, 12 jam Analisis tepung dan pati dari metode berbeda, perbandingan dengan karakter beras (padi) : - perubahan karak-teristik fisikokimia pati (amilografi dan granula pati) - komponen antioksidan - potensi prebiotik

Pati kering ubi jalar

You might also like