You are on page 1of 11

dr.

Harly M T L Toruan

Multiple sclerosis (MS) adalah suatu gangguan autoimun yang bersifat kronis, progresif dan degeneratif pada substansia alba serat saraf otak dan medulla spinalis1,2,3.Penyebabnya sampai saat ini tidak diketahui dan penyakit ini tidak dapat dicegah atau diobati. Secara patologis MS ( Inggris : disseminated sclerosis, Perancis : Sclerose en plaques) adalah adanya multifokal area yang mengalami demielinisasi dan menyebabkan gejala neurologi 1,2,3,4,5. MS dapat berkembang terus atau menyebabkan suatu serangan akut (eksaserbasi ) yang diikuti hilangnya gejala sebagian atau keseluruhan (remisi) 5. Penyakit ini dikenal orang pertama kali 160 tahun yang lalu, dan diperkenalkan oleh Scot,Robert Carswell yang menggambar plak pada medulla spinalis pada tahun 1838 1. Penyakit ini disebagian belahan dunia sering ditemukan tetapi disebagian lagi jarang terjadi.Penyakit ini sering terjadi di negara beriklim dingin dibandingkan negara tropis .Di negara barat prevalensinya adalah 1 dari tiap 1000 orang . Insidennya makin meningkat di Eropa Utara. Australia Selatan, dan Wilayah tengah Amerika Utara. Di Amerika sendiri angka penderita MS sekitar 250 350 ribu penderita dan didunia diperkirakan lebih dari 1 juta penderita MS. Di Asia sendiri penyakit ini jarang ditemukan (Kuwait,Libya,Saudi Arabia (6-8/100.000), Malaysia,Jepang,Taiwan,Korea dan China (14/100.000), Indonesia (?)) .Tiap tahun diperkirakan 10.000 kasus MS baru terdiagnosa 5,6,7. Penyakit ini menyerang pada usia 15-40 tahun dengan insiden tertinggi pada usia 20 dan 30 tahun.Lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria (2:1) dan banyak ditemukan pada bangsa Eropa asli dan jarang ditemukan pada bangsa Asia dan Afrika.. Riwayat keluarga dengan MS juga menjadikan seseorang beresiko terkena walaupun dikatakan hanya 2-4 % saja.dan berhubungan dengan HLA DR2 Haplotype 6,7,8. Walaupun penyakit ini jarang terjadi di Asia, tetapi penyakit ini merupakan penyakit neurologi yang penting karena tingginya angka kecacatan dan kematian akibat komplikasi dari penyakit ini, termasuk infeksi (terutama pada pasien yang berbaring lama) 6,7,8 Berikut ini akan disajikan kasus Multiple Sclerosis pada seorang wanita di RSCM Ilustrasi Kasus Seorang wanita usia 28 tahun datang ke poli neurologi RSCM dengan keluhan kelemahan kedua tungkai sejak 1,5 tahun SMRS. Pada awalnya (Januari 2002) pasien merasakan kelemahan pada kaki kiri dan tangan kiri disertai rasa tebal sampai di lutut.Pasien tidak dapat bekerja lagi Karena kelemahan kakinya,bila berjalan kaki kiri diseret Rasa tebal menghilang sendiri 2 bulan kemudian tetapi rasa lemah masih tetap ada. Oleh keluarga dibawa berobat ke dokter saraf dan dikatakan terkena virus, pasien diberi obat (nama obat tidak ingat) dan menurut keluarga keadaan pasien membaik Kemudian pasien dapat bekerja lagi walaupun kelemahan tungkai masih ada. 1 bulan kemudian kaki kanan terasa lemah dan tebal diikuti oleh rasa tebal pada lengan kiri, rasa tebal dirasakan sampai dikepala. Oleh keluarga dibawa ke RS dan dirawat, pasien kemudian pulang dan dikatakan penyakit tidak dapat diobati. Pasien pulang kerumah dan berjalan sudah harus dipapah karena keempat anggota gerak sudah lemah terutama kedua tungkai. Pasien juga mulai mengeluhkan penglihatan mulai terganggu, pasien mengatakan penglihatan seperti ada kabut dan silau bila kena sinar, dan beberapa bulan kemudian pandangan pasien menjadi dobel bila melihat jauh dan pasien sering merasa berputar, keluhan penglihatan ini dirasakan pasien semakin memberat. Kelemahan kedua tungkai makin bertambah dan selama 1 tahun pasien hanya dapat duduk di tempat tidur dan menggunakan kursi roda bahkan sejak 6 bulan SMRS pasien sudah tidak dapat duduk lagi karena lemah. Sejak 2 bulan SMRS pasien mulai bicara tidak jelas dan pasien mengeluh sulit menelan dan sering tersedak, disekitar mulut pasien juga dirasakan tebal. BAB dan BAK pasien sering ngompol dan

menurut keluarga pasien sering lupa terhadap sesuatu yang sudah dikerjakan sebelumnya. Pandangan pasien juga semakin kabur.Oleh keluarga pasien dibawa ke RSCM. Demam - , kejang -,batuk + Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sakit kepala sejak 8 tahun yang lalu dan dirasakan di belakang kepala, pasien minum obat2 warung. Riwayat vaksinasi : Menurut orangtua pasien tidak mendapatkan vaksinasi saat balita. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga Orangtua pasien (bapak) pernah mengalami kelemahan kedua tungkai disertai rasa baal yang menjalar keatas tetapi sembuh tanpa pengobatan medis (pengobatan alternatif) Riwayat Pekerjaan, Sosial ekonomi,kejiwaan dan kebiasaan Pasien sudah menikah 2 tahun dan belum mempunyai anak, tidak bekerja dan tinggal dengan suami Pada Pemeriksaan Umum didapatkan : Kesadaran komposmentis, keadaan umum lemah, keadaan gizi kurang. Tekanan darah 90/60 mmHg, Nadi 80 x/menit, afebris dan pernapasan 18 x/menit Status generalis pasien : Paru : vesikuler ronki +/+ wheezing -/-, lain2 dalam batas normal Status Neurologi didapatkan: GCS E4M6V5 :15 Gambaran pupil bulat isokor, 3mm/3mm dengan Refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+ ditemukan adanya nistagmus spontan bidireksional,diplopia + .Funduskopi : papil batas tegas,cupping +/ +, A/V 2/3, perdarahan -/Pada pemeriksaan saraf cranial didapatkan parese VI dextra, N IX,X bilateral (disfagia), perioral numbness +, hipestesi wajah -. Pada pemeriksaan motorik didapatkan adanya hemiparese dupleks 5544|4455 3333|3333 disertai atrofi otot thenar dan spastis pada tungkai kiri, dan peningkatan refleks fisiologi Biseps/Triseps: +++|++ dan APR:+++|+++ KPR: ++++|+++ disertai adanya klonus tungkai kanan.Tidak didapatkan adanya hipestesi pada lengan dan tungkai, hanya parestesi (rasa tebal).refleks patologi (Babinski grup):+| +. Gangguan otonom yang ditemukan adalah inkontinentia urin dan alvi.Fungsi cerebelum didapatkan tremor intensi, trunkal ataksia dan scanning speech (dysartria) Pada saat masuk pasien didiagnosa kerja sebagai Multipel lesi intrakranial suspek demielinisasi proses. Pemeriksaan Penunjang : 1. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil : Hb 14,5 gr/dl, Ht 43 %, eritrosit 5,33 juta/ul, leukosit 17.600 /ul, trombosit 204.000 /ul, SGOT 31 u/L, SGPT 14 u/L, Ureum 17 mg/dl, Kreatinin 0,2 mg/dl, Na 137 meq/L, K 5,60 meq/L, Cl 99 meq/L. Urinalisa : dalam batas normal . 2. Foto thoraks PA : dalam batas normal. EKG : dalam batas normal 3. MRI dengan kontras : Tampak multipel lesi hipointens pada T1 yang menjadi hiperintens pada T2, tersebar di kedua hemisfer cerebri, basal ganglia, batang otak dan cerebelum. Setelah pemberian kontras tidak tampak penyangatan pada sebagian besar dari lesi2 tersebut, sebagian lagi tampak gambaran ring enhancement. Kesan : Gambaran sesuai dengan multiple sclerosis

Penatalaksanaan : Umum : KIE kepada pasien dan keluarga mengenai kemungkinan penyakit pasien Khusus : Pemasangan NGT Perbaikan keadaan umum pasien Diet cair Terapi : Ciprofloxasin 2x500 mg, OBH 3x1 C, Dexametason 10 mg dilanjutkan 4x5 mg (iv), ranitidin 2x 1 amp, meticobalamin 2x500mg, betahistin 2x1 tab, Baclofen 2x1 tab, Multivitamin 2x1 tab Mobilisasi aktif Direncanakan konsultasi: neurooftalmologi, dan Neurofisiologi (VEP) dan fungsi luhur Hasil Konsultasi : Neurooftalmologi : Visus OD 4/60 6/21, OS 6/60 6/21, Isokor 4mm/4mm, Papil batas tegas,cupping +/+, warna pucat, Aa:Vv 2:3,perdarahan -/-, eksudat -/-, Retina : kapiler <4, upward dan bidireksional nistagmus. Kesimpulan : Early papil atrofi bilateral, paresis N VI dextra, nistagmus bidireksional dan upward nistagmus ec lesi degeneratif. Saran : BAEP dan SSEP Neurofisiologi (Visual evoked Potensial) : Pada pemeriksaan VEP, didapatkan perpanjangan latensi P 100 serta penurunan amplitudo P 100 pada mata kanan dan kiri (mata kanan > mata kiri) Kesimpulan : Pemeriksaan VEP sesuai dengan gangguan demielinisasi proses. Fungsi luhur : pasien tidak dapat menyelesaikan pemeriksaan fungsi luhur karena sakit kepala dan direncanakan pemeriksaan ulang bila keadaan umum membaik, tetapi keluarga menolak pemeriksaan ulang. Follow up : Hari ke 4 : pasien mengeluh pusing seperti melayang dan sulit menelan ludah. Terapi Medikamentosa diteruskan.Direncanakan Lumbal Punksi : Keluarga menolak dilakukan Lumbal Punksi. Hari ke 7 : Keadaan umum pasien sudah membaik dan bicara sudah dapat dimengerti dan pasien sudah dapat duduk walaupun tubuh agak goyang. Kekuatan otot lengan sudah membaik 5555| 5555. spastis tungkai kiri + Rasa tebal hanya pada ke dua tungkai 3344|4433 Koordinasi : Statis : disdiadokokinesia +,tremor intensi +, tes telunjuk hidung terganggu Dinamis : belum dapat dilakukan Terapi diteruskan dexametason di tapp off, ditambahkan Vit E tab 1x1. Pasien mulai dilatih belajar makan Hari ke 14 : Keadaan semakin baik dan pusing sudah tidak ada, pasien sudah dapat makan dan minum dan sudah dapat duduk, 5555|5555 3344|4433 Berjalan dengan menggunakan kursi roda. Keluarga pasien meminta pulang karena alasan biaya 4 bulan kemudian pasien datang ke IGD RSCM dengan keluhan kelemahan pada keempat tungkai, gangguan menelan dan gangguan bicara tetapi pasien menolak untuk dirawat dengan alasan biaya. Terapi Baclofen, Dexametason, Ranitidin, Multivitamin

DIAGNOSIS : Klinis

Topis Etiologi Patologis

: Hemiparese dupleks, Gangguan cerebelum,gangguan Fungsi Luhur, Parese NVI dextra , N IX,X Bilateral,Nistagmus Spontan bidireksional, Parestesi lengan dan tungkai Pneumonia : Kedua hemisfer cerebri, cerebelum,Batang otak dan Medula spinalis Paru : Multiple Sclerosis Infeksi paru : Demielinisasi proses

PROGNOSIS : Ad vitam : dubia ad malam Ad functionum : dubia ad malam Ad sanationum : malam

Pembahasan Multipel sclerosis (MS) adalah suatu penyakit degeneratif neurologi yang menyerang pada daerah substansia alba Sistem saraf pusat MS merupakan suatu penyakit autoimun.Teori utama mengenai perkembangan penyakit ini adalah kegagalan sistem imun mengenal protein virus dan lapisan mielin saraf sehingga memproduksi antibodi untuk menyerang lapisan mielin saraf 1,2,3,4,5,6,8. Substansi lemak yang dikenal sebagai mielin (mengelilingi dan membungkus serat saraf dan sebagai fasilitator konduksi dari transmisi impuls saraf ) mengalami kerusakan secara intermiten (demielinisasi). Demielinisasi menyebabkan scar dan mengerasnya (sclerotik=skleros (Mesir)) dari serat saraf pada otak, medulla spinalis, batang otak, dan nervus optikus, yang menyebabkan hantaran impuls saraf menjadi lambat dan akibatnya terjadi kelemahan, gangguan sensorik, nyeri dan gangguan penglihatan1,2,3,4,5,6,7,8. Sindrom klinis pada MS secara klasik ditemukan adanya gangguan yang bersifat relaps dan remisi yang mengenai traktus2 sistem saraf dengan onset pada usia muda , dengan variasi gambaran klinis yang ditemukan sering beragam, variasi ini termasuk dalam hal onset usia,manifestasi awal, frekuensi, berat ringannya penyakit dan gejala sisa relaps, tingkat progresifitas dan banyaknya gejala neurology yang timbul 1,2,3 Variasi gambaran klinis ini menggambarkan banyaknya atau luasnya daerah system saraf yang rusak (MS plak). Secara umum seorang dokter mencurigai suatu kasus MS bila ditemukan gejala : Pasien mendapat 2 serangan dari gangguan neurologi (tiap serangan lebih dari 24 jam dan berlangsung lebih dari 1 bulan, atau Perkembangan gejala yang progresif secara perlahan selama periode paling sedikit 6 bulan 9 Gejala atau simptom yang timbul pada MS dapat berupa 1,2,3,9: 1. Gangguan kognitif : Masalah kognitif seperti kesulitan berkonsentrasi,gangguan memori, dan gangguan mental terdapat pada 40-70 % pasien MS.Banyak penderita MS meninggalkan pekerjaannya akibat masalah diatas. Pada 10% kasus, disfungsi mental berat dan demensia dapat tejadi. Gangguan ini mungkin berhubungan dengan depresi yang dilaporkan ditemukan pada 25-50% kasus MS Ada beberapa penelitian yang mengatakan bahwa depresi pada MS bukan karena masalah psikologi,umur atau lamanya menderita penyakit tetapi dipengaruhi oleh jumlah lesi yang ditemukan pada gambaran MRI (Swirsky-Sacchetti T et al 1992). Atrofi otak, pembesaran ventrikel dan menipisnya korpus kalosum juga penyebab gejala gangguan kognitif diatas.

2. Gangguan Nervus Kranialis Gangguan Penciuman : Gangguan penciuman sering ditemukan terjadi pada kasus MS. Gangguan Penglihatan : Neuritis Optika (ON) adalah gangguan penglihatan yang paling sering terjadi 14-23% kasus dan 50% ,biasanya muncul secara akut atau subakut dan unilateral dengan diikuti rasa nyeri pada mata terutama dengan adanya gerakan bola mata. Neuritis Optika bilateral sangat jarang terjadi, bila ditemukan biasanya asimetris dan lebih berat pada satu mata. Neuritis optika bilateral biasanya terjadi pada anak dan ras Asia. Gangguan Gerakan Bola Mata Gangguan gerakan bola mata sering terjadi pada pasien MS biasanya berhubungan dengan gangguan saraf penggerak bola mata, Nervus cranial VI,III dan jarang pada nervus VI. Nistagmus adalah gejala yang paling sering muncul (DellOsso,Daroff,Troost,1990) berupa jelly like nystagmusberupa gerakan cepat dengan amplitudo kecil, pendular. Internuklear ophtalmoplegia (INO) juga sering ditemukan, dan bila ditemukan bilateral biasanya didapatkan juga adanya nistagmus vertical dan upward gaze. Gangguan Nervus Kranial lain. Gangguan sensasi pada wajah ,subjektif maupun objektif sering ditemukan. Ditemukannya trigeminal neuralgia pada dewasa muda mungkin merupakan gejala awal dari MS. Hemifasial spasme,paresis wajah tanpa adanya gangguan pengecap dapat ditemukan.Vertigo dilaporkan merupakan gejala yang ditemukan pada 30-50% kasus MS dan biasanya berhubungan dengan kelainan nervus kranialis, biasanya ditemukan hipo atau hiperakusis. Bisa juga terjadi gangguan pendengaran dan biasanya unilateral. Gangguan yang berhubungan dengan Nervus Kranial IX,X dan XII biasanya terjadi disfagia.dan biasanya merupakan gejala akhir yang muncul. 3. Gangguan Sensorik Gangguan sensorik merupakan gejala awal yang paling sering ditemukan pada MS (21-55%) dan berkembang/timbul hamper pada semua pasien MS. Hipestesi (baal), parestesi (kesemutan), disestesi (rasa terbakar) dan hiperestesi adalah gejala yang tersering.Gangguan ini dapat timbul disemua daerah distribusi, satu atau lebih dari satu anggota gerak,,wajah atau badan (trunkal).Pasien sering datang dengan keluhan rasa baal atau kesemutan dimulai pada satu kaki yang merambat keatas (ascending) pada satu sisi kemudian kesisi yang lain (kontra sisi). Gangguan sensorik dapat naik keatas dengan suatu level sensorik dan biasanya diikuti dengan gangguan keseimbangan, kelemahan,gangguan BAK, konstipasi dan munculnya tanda Lhermittes. 4. Gangguan Motorik Gejala awal motorik ditemukan pada 32-41% kasus MS dan lebih dari 60% kasus MS mempunyai gejala motorik.Gangguan motorik terjadi akibat terlibatnya traktus piramidalis yang menyebabkan kelemahan,spastisitas, gangguan gerakan tangkas, dan hiperrefleks. Gangguan inidapat timbul akut atau kronik progresif dengan kelemahan satu atau lebih anggota gerak, kelemahan otot wajah, kekakuan tungkai yang dapat menyebabkan gangguan dalam berjalan dan keseimbangan atau terjadi suatu spastisitas. Latihan atau panas biasanya menyebabkan gejala memburuk 5. Gangguan Cerebelum Gangguan cerebellum menimbulkan gangguan keseimbangan,gangguan koordinasi dan slurred speech. Bisa juga terjadi tremor intensi pada anggota gerak kepala. Berjalan terganggu karena adanya ataksia trunkus.Nistagmus ,gerakan saccadic, dismetria okuli,scanning speech dapat terjadi.Gejala cerebellum biasanya bercampur dengan gejala traktus piramidalis.

6. Gangguan Berkemih, BAB dan disfungsi seksual Gangguan berkemih merupakan salah satu gejala MS yang sering ditemukan.Pada saat awal terjadi urgency dan frekuensi kemudian terjadi inkontinensia urin. Konstipasi lebih sering ditemukan (39-53%) dibandingkan inkontinensia alvi.Hal diatas merupakan masalah yang serius bagi penderita MS karena dapat menyebabkan infeksi pada saluran kemih. Gangguan seksual terjadi pada lebih dari 70% pasien MS. Disfungsi seksual merupakan gabungan dari berbagai masalah yang timbul baik masalah motorik dan sensorik maupun masalah psikologis penderita. MS diklasifikasikan menjadi 2 kategori mayor 1,2,3,4: 1. Relaps Remisi (Relapsing remitting) 2. Progresifitas Kronis (Chronic Progressive) MS yang terbagi menjadi : Progresifitas primer (Primary progressive) Progresifitas Sekunder (Secondary Progressive) Relaps Progresif (Progressive Relapsing) Klasifikasi ini digunakan dalam memperkirakan prognosis pasien dan sebagai pedoman dalam pemberian terapi. 1. Relaps-Remisi (Relapsing Remitting) Merupakan periode perburukan neurology yang akut dari MS (relaps,serangan, atau eksaserbasi) yang diikuti oleh periode pulihnya sebagian atau seluruh gejala progresifitas penyakit yang ada (remisi) Frekuensi : 85 % 2. Progresifitas Primer (Primary Progressive) MS dengan perburukan penyakit yang perlahan dan berlanjut sejak awal serangan tanpa adanya relaps atau remisi.,tetapi progresifitas yang ada berbeda dari waktu ke waktu biasanya mendatar atau perburukan minimal . Frekuensi : Jarang. 10 % 3. Progresifitas Sekunder (Secondary Progressive) MS dengan awalnya mengalami relaps remisi kemudian penderita mengalami perburukan secara tetap tanpa mengalami perbaikan minimal (remisi) atau menetap. Frekuensi : 50 % MS Relaps remisi berkembang menjadi bentuk ini 4. Relaps Progresif(Progressive Relapsing) MS dengan perburukan penyakit yang terus menerus sejak awal serangan diikuti oleh kekambuhan (serangan akut baru) tanpa atau dengan perbaikan. Frekuensi : Jarang. 5 % Pembagian lain yang tidak lazim digunakan adalah 1: 1. MS benigna (Benign MS) Penderita MS lama tetapi tanpa atau dengan sedikit gangguan neurology 2. MS malignan (Malignant MS) Penderita MS yang sering kambuh dan tidak pernah pulih sempurna Ada banyak Kriteria yang digunakan untuk mendiagnosa suatu Multiple Sclerosis. Yang sering digunakan adalah kriteria Poser yang membagi menjadi 1,2,6,9 : Clinically definite Clinically probable Lab supported definite Lab supported probable

Sedangkan kriteria lain yang saat in digunakan adalah kriteria MC Donald (April, 2001) yang direkomendasikan dengan memakai rujukan gambaran MRI1,7,9. Adapun kriterianya: Untuk pasien MS perlu juga dilakukan penilaian progresifitas dari penyakit berdasarkan status klinis yang ditemukan pada saat pemeriksaan.yang sering digunakan adalah The Kurtzke Expanded Disability Status Scale (EDSS) dengan score (0-10).Dinilai berdasarkan 8 Fungsi sistem (FS) yaitu : pyramidal, cerebelar, batang otak, sensorik, Berkemih dan BAB, Penglihatan, Cerebral, dan fungsi lainnya (EDSS terlampir) Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan adanya gangguan neurologi yang bersifat relaps remisi dengan onset pada usia muda dan dengan gambaran klinis yang beragam dimana serangan pertama kali 1,5 tahun yang lalu, gejala yang timbul adalah kelemahan lengan dan tungkai kiri disertai rasa kesemutan dan hal ini membaik walaupun meninggalkan gejala sisa berupa kelemahan tungkai (remisi) .Beberapa bulan kemudian timbul serangan baru (relaps) yaitu kelemahan pada lengan dan tungkai kanan serta rasa kesemutan sisi kanan sampai dikepala.Dan kelemahan ini makin memberat pada keempat anggota gerak (pasien sudah tidak dapat berjalan lagi),Kemudian timbul gangguan penglihatan ( penglihatan kabur dan silau) dan dobel bila melihat jauh dan dirasakan makin memberat.timbul juga gangguan bicara (bicara tidak jelas), gangguan menelan (tersedak), rasa tebal disekitar mulut, BAB dan BAK mengompol dan gangguan memori. Sedangkan pada pemeriksaan fisik ditemukan kelemahan pada keempat anggota gerak, parestesi lengan dan tungkai, gangguan batang otak (nistagmus, diplopia, kelemahan otot wajah, gangguan menelan), gangguan cerebellum dan gangguan fungsi luhur.Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik dijumpai kemungkinan adanya suatu proses yang bersifat progresif pada sistem saraf dan dicurigai adanya proses demielinisasi saraf. Untuk pembagian MS pasien ini dimasukkan kedalam progresifitas sekunder (secondary progressive) dan dimasukkan dalam kriteria clinically definit MSdengan nilai EDSS saat dilakukan pemeriksaan fisik adalah 8,5. MS ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosa. Pemeriksaan yang sering dilakukan adalah neuroimaging, terutama MRI, analisa cairan otak dan pemeriksaan evoked potensial 1,2,3,4,5,6,7,. Pemeriksaan darah pada penderita MS tidak ada yang spesifik, biasanya dilakukan pemeriksaan asam folat dan B12 untuk menyingkirkan penyebab lain yaitu defisiensi asam folat dan B12,dan melihat adanya tanda2 infeksi 5.MRI selama 10 tahun terakhir merupakan modalitas pilihan dalam penegakan diagnosa.MS plak biasanya ditemukan didaerah periventrikular, korpus kalosum, sentrum semi ovale, struktur substansia alba lain dan ganglia basalis. Gambaran khas MS plak adalah demielinisasi berbentuk oval atau linier, biasanya tegak lurus permukaan ventrikel. Plak ini hanya ditemukan pada sustansia alba dan beberapa pada korpus kalosum 1,2,3,10. Menurut criteria Mc Donald harus ditemukan 3 dari 4 gambaran MRI pada MS yaitu : Satu lesi menyangat pada gadolinium atau sembilan lesi hiperintens pada T2 Ditemukan > 1 lesi infratentorial Ditemukan > 1 lesi subkortikal Ditemukan > 3 lesi periventrikel Gambaran hiperintens pada T2 dan gambaran hipointens pada T1 menggambarkan peningkatan kadar air pada lesi akibat proses demielinisasi. Gambaran penyangatan pada gadolinium menunjukkan kerusakan sawar darah otak. Gambaran ini juga menunjukkan aktifitas plak baru atau proses inflamasi akut pada MS. MRI dapat memprediksi clinically definit MS dengan sensitfitas 80% dan spesipisitas 78% 1,2,5,6. MRS saat ini sudah diterima sebagai modalitas diagnostic. Pada lesi kronik MS terdapat penurunan jumlah NAA sedangkan pada lesi akut terdapat penurunan NAA dan peningkatan kolin dan asam laktat. Metode ini berguna untuk lebih baik mengenai evolusi dari plak secara invivo yang dapat berguna dalam memperhitungkan progresifitas dari penyakit 1,2. Pemeriksaan cairan otak tidak bisa dijadikan alat diagnosa untuk MS,tetapi dapat digunakan untuk membantu criteria klinisPada sepertiga kasus MS terutama dengan onset akut atau eksaserbasi ditemukan peningkatan mononuclear pleositosis. Protein cairan otak ditemukan 60% dalam batas normal. Albumin level meningkat pada 20 30 % pasien. Biasanya terjadi peningkatan imonoglobulin terutama

IgG ( 2/3 pasien ). Diagnostik cairan otak yang digunakan adalah penghitungan indeks IgG yaitu dengan menghitung albumin dan gamma globulin pada serum dan cairan otak dengan menggunakan rumus : CSF IgG / serum IgG ------------------------CSF albumin / serum albumin Rasio > 0,8 mengindikasikan kemungkinan MS. Diagnostik lain yang digunakan adalah didapatkannya oligoclonal bands pada cairan otak, tetapi hal ini tidaklah spesifik. Oligoclonal Bands ditemukan pada 8595 % pasien clinically definite MS Pemeriksaan lain yang digunakan adalah evoked potensial yaitu hasil respon listrik kortikal terhadap stimulasi sensorik perifer yang dapat digunakan dalam melokalisir lokasi patologi, dan menghitung kecepatan hantar pada jalur sensorik. Visual Evoked Potensial ( VEP ), Somato Sensory Evoked Potensial ( SSEP) dan Brain steam Auditori Evoked Potensial dapat mendeteksi lokasi klinis demielinisasi. Lebih dari 90 % pasien MS dengan riwayat neuritis optika mempunyai gambaran VEP yang abnormal dan 85 % pasien MS tanpa riwayat neuritis VEP yang abnormal. Lebih dari 75 % pasien MS mempunyai gambaran SSEP yang abnormal. BAEP yang abnormal hanya ditemukan pada 50 % pasien. Menurut AAN 2001 VEP direkomendasikan ( Class II evidence ) dalam mendiagnosa clinically definite MS, SSEP mungkin dapat digunakan sedang BAEP tidak direkomendasikan 2,6. Pada pasien dari pemeriksaan Laboratorium darah dan urin ditemukan adanya peningkatan leukosit dalam darah yang berhubungan dengan infeksi pada paru.sedangkan pada gambaran MRI didapatkan adanya multipel lesi hipointens pada T1 yang menjadi hiperintens pada T2 yang tersebar pada kedua hemisfer cerebri, ganglia basalis, batang otak dan cerebellum.Setelah pemberian kontras tampak penyangatan pada sebagian lesi tersebut. Gambaran diatas sesuai dengan gambaran MRI pada MS. Pada pasien ini didapatkan bahwa sebagian dari lesi merupakan lesi inflamasi aktif.Seharusnya dilakukan MRI pada spinal untuk melihat adanya proses demielinisasi pada spinal mengingat adanya gejala spinal yang timbul dan dilakukan pemeriksaan MRS untuk lebih memastikan proses yang terjadi, tetapi mengingat kendala biaya pada pasien pemeriksaan tidak dilakukan. Pada pemeriksaan VEP didapatkan perpanjangan lateni P100 serta penurunan amplitudo P100 pada mata kanan dan kiri (Mata kanan > mata kiri ) dengan kesimpulan pemeriksaan sesuai dengan demielinisasi proses.Pada pemeriksaan Neurooftalmologi didapatkan early papil atrofi bilateral, paresis N VI dextra, nistagmus bidireksional dan upward nistagmus dengan curiga lesi degeneratif dan disarankan dilakukan pemeriksaan BAEP dan SSEP,sedangkan pada pemeriksaan fungsi luhur pasienuntuk menilai fungsi kognitif, pasien tidak dapat menyelesaikan pemeriksaan karena sakit kepala. Seharusnya untuk penegakan diagnosa dari clinically definite MS menjadi laboratoium definite MS pasien dilakukan analisa cairan otak tetapi hal ini menjadi kendala mengingat biaya yang besar dan keluarga tidak setuju untuk dilakukan punksi lumbal. Selama beberapa tahun terakhir banyak penelitian2yang telah dipublikasikan maupun yang masih berjalan mengenai terapi pada MS.Target utama terapi MS adalah untuk mencegah kekambuhan dan progresifitas perburukan yang terjadi.Terapi lain digunakan hanya untuk menghilangkan gejala atau terapi simtomatis. Untuk pencegahan progresifitas dari penyakit dikenal terapi ABC immunomodulatory drug (Interferon beta-1a (Avonex), Interferon beta-1b (Betaseron) dan Glatiramer acetate (Capoxane)) Obat2 Imunosupresif dan imunomodulator 1,2 3,4,5,6,7,10,11,12,13,14 Kortikosteroid : Kortikosteroid merupakan terapi yang paling sering digunakan pada MS, walaupun ada beberapa penelitian yang meragukan efikasinya. Pemberian ACTH memperlihatkan perbaikan secara cepat eksaserbasi pada MS .Rekomendasi yang dianjurkan adalah 500-1000 mg metilprednisolon intravena dalam 2 dosis selama 3-5 hari tanpa atau dengan dilanjutkan pemberian kortikosteroid oral (metilprednisolon) (Class I evidence, Level A recommendation). Beberapa studi memperlihatkan efek yang baik pada progresifitas dari penyakit dengan pemberian steroid jangka panjang dan teratur.Pada studi ini pasien yang mendapat metilprednisolon intravena secara teratur

(tiap 4 bulan selama 3 tahun, kemudian 6 bulan selama 2 tahun) menunjukkan stabilitas atau perbaikan gejala yang ada. Interferon : Interferon merupakan peptide yang bekerja sebagai antiviral dan immunoregulator. Interferon beta 1b (Betaseron) adalah obat yang pertama kali disetujui FDA sebagai terapi pada MS (Class I evidence). Studi klinis pada Relaps remisi MS, pasien menunjukkan penurunan frekuensi kekambuhan pada 1/3 kasus yang diberikan injeksi interferon.Dosis yang dianjurkan adalah 7-9 MIU(220-280 ug) 2 hari sekali.Interferon beta 1a (Avonex) yang diberikan secara injesi intramuscular sekali seminggu mempunyai efek yang sama dalam mengurangi frekuensi kekambuhan pada MS. Obat ini disetujui sebagai pengobatan pada kekambuhan MS (Class I evidence). Dosis yang dianjurkan adalah 6 MIU(30 ug). Glatiramer Acetate (Capoxone) : Merupakan campuran sintesa dari polipeptida yang didapatkan pada Mielin Basic Protein.Penelitian yang dilakukan obat ini mengurangi reduksi pada kekambuhan MS sebanyak 29 %, obat ini diberikan secara subkutan dengan dosis yang dianjurkan adalah 20 mg/hari (Class III evidence). Mitoxantrone : Pada studi Eropa Phase III untuk Mitoxantrone didapatkan hasil stabilnya atau membaiknya gejala klinis dan fungsi neurology setelah pemberian Mitoxantrone intravena tiap 3 bulan. Gambaran MRI menjadi lebih baik. Dosis yang diberikan adalah 5-12 mg/m2 tiap 3 bulan. Imunomodulator lain. Cyclophospamide melalui beberapa studi diklaim mempunyai efek yang baik pada kasus2 relaps dan progresif MS,tetapi studi lain obat ini tidak mempunyai manfaat.Karena ketidak konsistenan hasil studi, dan efek samping yang serius, obat ini jarang digunakan .Tetapi pada beberapa tempat tetap digungkan bila terapi lain gagal. Azathioprine, suatu analog antimetabolik purin menunjukkan sedikit hasil dalam menurunkan progresifitas dan kekambuhan penyakit.Obat ini juga jarang digunakan karena efek hepatotoksik dan hematologinya, selain itu dapat memicu keganasan . Metotrexate, antagonis folat yang efektif pada Reumatoid Artritis dengan dosis sekali seminggu dapat memperlambat disfungsi ektremitas atas pasien MS. Cyclosporin sudah dilakukan pada 3 studi MS dan tidak menunjukkan hasil yang baik. IV Imunoglobulin (IVIG) Pengobatan dengan dosis rendah (0,15-0,2 gr/kgbb) sekali sebulan dapat mengurangi kekambuhan pada MS,tetapi terapi ini kurang diterima. Plasma Exchange (PLEX) PLEX dapat digunakan dalam menghentikan proses demielinisasi yang berat yang gagal dengan pemberian dosis tinggi metilprednisolon intravena.Terapi PLEX sebanyak 7 kali merupakan pilihan yang baik. Terapi Simtomatis Terapi simtomatis diberikan untuk mengurangi gejala yang ada Spastisitas yang terjadi dapat diberikan benzodiasepam dengan dosis sampai dengan 120 mg/hari.Baclofen dapat juga digunakan baik secara oral maupun intratekal.Dapat juga digunakan Tizanidine dan Dantrolene. Untuk kelelahan Amantadine 100 mg/hari dalam 2 dosis sebagai terapi standar.Dapat juga digunakan Pemoline, Modafinil, Methylphenidate. Untuk depresi digunakan luoxetine,Sertraline, Amitiptilin.Untuk Nyeri digunakan Carbamazepin,Gabapentin,Phenitoin. Untuk gangguan BAK diberikan Prophanteline bromide,Imipramine,Oxybutinin.Untuk konstipasi pasien dianjurkan memakan makanan tinggi serat, asupan caiaran yang cukup, aktifitas yang cukup dan pemberian obat2an termasuk enema dan rectal

supositoria. Untuk tremor dan ataksia diberikan clonazepam,Pyrimidone,propranolol,gabapentin. Untuk disfungsi ereksi dapat diberikan Sildenafil,Alprostadil dan papaverin intracorporal Pada pasien diberikan terapi steroid Dexametason bukan metilprednisolon mengingat biaya yang besar dengan pemakaian metilprednisolon injeksi, dan diberikan baclofen untuk mengurangi spastisitas pada tungkai sedangkan betahistin digunakan untuk mengurangi rasa melayang sedangkan antibiotik diberikan mengingat adanya infeksi paru pada pasien.juga diberikan meticobalamin dan multivitamin untuk memperbaiki keadaan umum dari pasien. Program rehabilitasi baik program terapi fisik maupun okupasi harus dilakukan pada pasien MS.WHO menggunakan istilah yang harus diketahui 2,5,6,9 : Gangguan (Impairment) Masalah pada sistem tubuh atau bagian tubuh yang berkurang dari keadaan normal Terbatasnya aktifitas (Activity Limitation)Masalah dalam melaksanakan aktifitas Pembatasan partisipasi ( Participation Restriction)Masalah dalam keseharian sehingga pasien dapat terlibat dalam kegiatan sehari-hari Rehabilitasi ini bertujuan memaksimalkan kemampuan dalam bekerja,dirumah dan dimasyarakat. Rehabilitasi dapat membantu dalam masalah berjalan, berpakaian, mengurus diri, menggunakan alat bantu atau melakukan pekerjaan lain.Juga membantu dalam mengatasi masalah memori, disfungsi sexual dan masalah berkemih dan BAB. Pada pasien tidak dikonsulkan ke bagian rehabilitasi medik karena melihat bahwa keadaan umum pasien belum memungkinkan untuk dikonsulkan ke bagian rehabilitasi medik sedangkan untuk masalah memori pasien dikonsulkan ke bagian fungsi luhur tetapi belum didapatkan hasil karena pasien tidak dapat menyelesaikan pemeriksaan.Direncanakan rehabilitasi setelah keadaan umum pasien membaik dan pengulangan kembali pemeriksaan fungsi luhur. Prognosis pada pasien MS sangat tergantung pada banyak faktor yaitu 2,6,9 : 1. Bentuk serangan Secara umum makin banyak gejala motorik dan makin sedikit gejala sensorik prognosis semakin baik.Keterlibatan cerebelum akan meningkatkan angka kecacatan dan kematian. Keterlibatan batang otak dan gangguan sfingter menunjukkan prognosis intermediet. Jika Neuritis optik merupakan gejala awal, kecacatan dan kematian dapat dipengaruhi. Serangan yang lama haruslah dihindari 2. Interval diantara serangan Makin lama interval serangan pertama dan kedua maka prognosis makin baik, tetapi jika penyakit sudah menjadi definit MS maka hal ini tidak berlaku lagi. Makin sering timbulnya serangan akan memperburuk prognosis. 3. Usia serangan Makin muda usia serangan makin baik prognosis penderita. Pasien yang terdiagnosa pada usia 40-50 biasanya mempunyai bentuk MS yang agresif yaitu PPMS yang mempunyai prognosis yang buruk. 4. Pulih dari serangan Pasien yang pulih secara total dari serangan biasanya mempunyai prognosis yang baik.Penderita yang mendapat serangan baru sementara serangan sebelumnya belum pulih biasanya mempunyai prognosis yang buruk. 5. Tanggal Onset. 6. Luasnya penyebaran penyakit Ada hubungan yang jelas antara prognosis dan luasnya penyebaran.Makin luas penyebaran penyakit makin buruk prognosis 7. Gambaran MRI otak

Pada Pasien dikatakan prognosis adalah dubia ad malam karena tidak optimalnya pengobatan yang didapatkan sehingga progresifitas dari penyakit tetap berlanjut dan pasien mendapat serangan berikutnya tanpa pemulihan secara total dari serangan pertama dengan keterlibatan serebelum dan batang otak serta luasnya penyebaran penyakit pada sistem saraf.. Pasien dipulangkan dengan diberikan KIE mengenai penyakit kepada pasien dan keluarga Daftar Pustaka 1. Francis GS, D Pierre,Antel PJ. Neurology in Clinical Practise: Multiple Sclerosis,2nd ed, Washington, Butterworth Heinemann,1996: p 1308-35 2. Pirko I,Noseworthy JH, Demyelinating Disorder of The Central Nervous System.Dalam : Goetz CG : Textbook of Clinical Neurology,2nd ed, Pennsylvania, The Curtis Center Independence Square West Philadelphia,2003,p 1060-76 3. Victor M, Ropper AH, Adam,s and Victor : Principles of Neurology : Multiple clerosisand Allied Demyelinative Disease, 7th ed, New York, The Mc Graw Hill Companies Inc,2002: p 954-75 4. Multiple Sclerosis : What is Multiple Sclerosis, available from : http/www.Multiple Sclerosis.org 5. Nowack JW, Multiple Sclerosis, available from : http/ www,emedicine.com 6. David B, Multiple Sclerosis:Question and Answer,, London, Merit Publishing International , 2000. 7. Noseworthy JH,Hartung HP : Multiple Sclerosis and Related Conditions.Dalam : Noseworthy JH, Neurological Therapeutics :Principles and Practice, 1st ed, London, Martin Dunitz Taylor and Francis Group,2003,p 1107-31 8. Tan CT, Review: Multiple Sclerosis in Malaysia , Neurol J Southeast Asia 1997:2:1-5 9. Diagnosing Multiple sclerosis, available from : http/www.Nationalmssociety.org 10.International Panel Revises Diagnostc Criteria For MS, available from: http//www.interscience.wiley.com/jpages/0364-5134 11.Rudick RA,Cohen JA,Guttman BW, et al, Drug Therapy : Management of Multiple Sclerosis, available from : http//www.nejm.org 12.Multiple Sclerosis :Treatment , available from : http//www.MayoClinic.com 13.Multiple Sclerosis :Treatment, available from : http//www.Neurologychannel.org 14. Goodin DS,Frohman EM, Garmany GP,et al : Disease Modyfying therapies in Multiple Sclerosis: Report of the Therapeutics and technology assesment subcommittee of The American Academy of Neurology and the MS Council for Clinical Practise Gudelines,available from http//www.aan.org

You might also like