You are on page 1of 18

KATA PENGANTAR

Terima kasih kami ucapkan pada Allah SWT, berkat rahmat-Nyalah kami bisa menyelesaikan referat ini. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. N Soebijanto, Sp.PD, K-EMD, MM. Selaku pembimbing penulis, keluarga dan teman-teman kami yang telah banyak membantu dan mendukung menyelesaikan penulisan referat yang berjudul PENANGANAN HIPOGLIKEMI PADA DIABETES MELLITUS TIPE 2 ini. Kami berharap referat ini dapat memberikan informasi tentang gambaran penanganan hipoglikemi pada diabetes mellitus tipe 2 baik secara klinis maupun teoritis sehingga dapat membantu dalam menegakkan diagnosa di dalam pemeriksaan pasien sehari-hari dan memahami penanganan hipoglikemi pada diabetes mellitus tipe 2. Referat ini memang jauh dari sempurna oleh karena itu kami akan menerima segala nasihat dan kritikan sehingga, referat ini menjadi jauh lebih baik.

Jakarta, Juni 2011 Penulis

LEMBAR PENGESAHAN
Refrat dengan judul PENANGANAN HIPOGLIKEMI PADA 6

DIABETES MELLITUS TIPE 2 telah diterima dan disetujui pada tanggal Penyakit Dalam periode 14 Maret 2011 22 Mei 2011 di RSUP FATMAWATI.

Juli 2011 sebagai salah satu syarat menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu

Jakarta,

Juli 2011

dr. N Soebijanto, Sp.PD, K-EMD, MM

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN I.1 I.2 Latar belakang......................................................................4 Tujuan...................................................................................5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA II.1 II.2 Diabetes mellitus tipe 2......................................................6 Hipoglikemi pada Diabetes Mellitus tipe 2.......................7 II.2.1 Definisi ..................................................................7 II.2.2 Klasifikasi...............................................................9 II.2.3 Gejala dan tanda klinis..........................................10 II.2.4 Proteksi fisiologis melawan hipoglikemia...........12 II.2.5 Diagnosis banding..................................................13 II.2.6 Pemeriksaan penunjang..........................................13 II.2.7 Terapi......................................................................14 II.2.8 Komplikasi.............................................................15 II.2.9 Prognosis................................................................15 II.2.10 Pencegahan.............................................................16

BAB III

PENUTUP

17 18

DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang Hipoglikemia merupakan salah satu komplikasi yang paling ditakuti pengobatan diabetes. Sayangnya, ancaman dan kejadian hipoglikemia meningkat dalam upaya untuk mencapai euglycemia seperti yang direkomendasikan oleh pedoman pengobatan saat ini. Rekomendasi ini berdasarkan hasil dari dua studi, Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan U.K. Prospective Diabetes Study (UKPDS), yang menunjukkan manfaat dari kontrol glikemik intensif pada tipe 1 dan diabetes tipe 2. Studi ini membuktikan bahwa dan beberapa komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular dapat dikurangi dengan kontrol metabolik yang ketat. Namun, frekuensi meningkat terkait hipoglikemia telah membatasi pelaksanaan klinis terapi intensif seperti karena ketidaksempurnaan farmakokinetik regimen pengobatan yang tersedia.6 Hipoglikemia biasanya terjadi dalam praktek klinis. Sekitar 90% dari semua pasien yang menerima insulin mengalami hipoglikemik episodes. Meskipun demikian, kombinasi dari memahami respon fisiologis konterregulasi disebabkan oleh hipoglikemia dan pemantauan terapi glisemik dapat membantu mengurangi prevalensi hipoglikemia.6 Hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus merupakan faktor penghambat utama dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah normal atau mendekati normal. Risiko hipoglikemia timbul akibat ketidaksempurnaan terapi saat ini, dimana kadar insulin diantara dua makan dan pada malam hari meningkat secara tidak proporsional dan kemampuan fisiologis tubuh gagal melindungi batas penurunan glukosa darah yang aman.3 Faktor paling utama yang menyebabkan hipoglikemia sangat penting dalam pengelolaan diabetes adalah ketergantungan jaringan saraf pada asupan glukosa yang berkelanjutan. Glukosa merupakan bahan bakar metabolism yang utama untuk otak. Oleh karena otak hanya menyimpan glukosa dalam jumlah yang sangat sedikit, fungsi otak yang normal sangat tergantung asupan glukosa dari sirkulasi. Gangguan pasokan glukosa yang berlangsung lebih dari beberapa 4

menit dapat menimbulkan disfungsi sistem saraf pusat, gangguan kognisi dan koma.3

I.2 Tujuan Tujuan penulisan referat ini antara lain untuk mengetahui tanda dan gejala, penyebab serta penatalaksanaan pada pasien diabetes mellitus yang mengalami hipoglikemi. Sehingga diharapkan tidak terjadi keterlambatan dalam pengelolaan hipoglikemi yang dapat berakibat fatal pada pasien.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1

Diabetes Mellitus Menurut WHO definisi dari diabetes mellitus adalah penyakit kronis, yang

terjadi ketika pankreas tidak menghasilkan insulin yang cukup, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan, atau keduanya. Hal ini menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (hiperglikemia).2 Kriteria diagnostik diabetes mellitus berdasarkan tiga kriteria berikut yang merupakan rekomendasi terbaru dari komite pakar internasional diabetes yang telah merevisi kriteria diagnostik sebelumnya. Diagnosis diabetes dapat didasarkan pada salah satu dari kriteria tersebut tetapi harus dikonfirmasikan pada hari kemudian dengan salah satu dari tiga metode yang tercantum sebagai berikut:1 Gejala diabetes (haus, buang air kecil meningkat, penurunan berat badan dijelaskan) ditambah dengan konsentrasi glukosa plasma sewaktu lebih besar dari 200 mg / dL (11,1 mmol / L). Glukosa plasma puasa lebih besar dari 126 mg / dL (7,0 mmol / L) setelah tidak mendapat kalori / puasa semalam (minimal 8-jam) Glukosa plasma Dua jam lebih besar dari 200 mg / dL (11,1 mmol / L) pada Tes Toleransi Glukosa Oral ( TTGO ) dengan beban 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM (Diabetes Mellitus), maka dapat digolongkan dari hasil yang diperoleh. 2 Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban : 140 199 mg/dL (7.8 11.0 mmol/L). Sedangkan diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan : 100 125 mg/dL ( 5.6 6.9 mmol/L ). 2 ke dalam kelompok TGT

(Toleransi Gula Terganggu) atau GDPT (Gula Darah Puasa Terganggu) tergantung

Dalam perjalanan penyakit Diabetes Melitus, dapat terjadi penyulit akut dan menahun. Penyulit akut meliputi ketoasidosis dibetikum, hiperosmolar nonketotik dan hipoglikemia. Sedangkan penyulit menahun meliputi makroangiopati yang dapat menyerang pembuluh darah jantung, perifer dan otak, serta mikroangiopati, berupa retinopati diabetik, nefropati diabetik dan neuropati.2

II.2

Hipoglikemia Pada Diabetes Mellitus Tipe 2

II.2.1 Definisi Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah <60 mg/dl atau kadar glukosa darah <80 mg/dl dengan gejala klinis. Hipoglikemia pada Diabetes Mellitus terjadi karena : 4,5 1. Kelebihan obat atau dosis obat, terutama insulin, dan obat hipoglikemik oral. Kelebihan dosis insulin dapat disebabkan karena kesalahan pasien seperti pada pasien dengan gangguan penglihatan yang dengan tidak sengaja tidak memperhatikan dosis penggunaan obat. Pasien juga akan mengalami lipodistropi pada tempat suntikan insulin dan daya serap obat dibagian ini kurang baik sehingga dosis insulin perlu ditinggikan, sehingga bila suatu waktu disurntik ditempat yang tidak lipodistropi maka dosis obat ini menjadi terlalu tinggi. 2. Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun, seperti pada gagal ginjal kronik atau penyakit hati berat. Pada gagal ginjal kronik hipoglikemia disebabkan oleh tiga hal, yaitu uremia yang menyebabkan pasien mual dan muntah sehingga pemasukan karbohidrat menjadi berkurang, degradasi insulin oleh ginjal berkurang sehingga waktu paruh menjadi lebih panjang dengan akibat penimbunan insulin dengan efek kerja lebih lama, serta kadar guanidine dan metal guanidine gula akan meningkat, hal ini berefek menurunkan gula darah. Pada penyakit hepar berat mudah terjadi hipoglikemia karena hepar yang sakit tidak dapat memetabolisme insulin sehingga terjadi akumulasi insulin. Juga di samping itu penyimpanan glikogen di hepar akan 7

berkurang sekali. Kedua hal ini yang menyebabkan mudah terjadinya hipoglikemia. 3. Asupan makanan tidak adekuat dimana jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat. Pasien dengan insulin memerlukan diet teratur sesuai dengan perhitungan. Bila karena suatu hal badan perlu lebih banyak energy, maka pada saat ini tubuh bisa memenuhi kebutuhan tersebut dengan menghabiskan persediaan glukosa sehingga timbul hipoglikemi. Macammacam penyakit yang menimbulkan anoreksia, vomitus, nausea seperti pada gastritis atau influensa menyebabkan pemasukan karbohidrat ke dalam tubuh berkurang, bila dalam hal ini lupa menurunkan dosis insulin, maka akan timbul hipoglikemia. 4. Kegiatan jasmani berlebihan Hipoglikemia dapat terjadi selama 1-2 jam, atau sampai 17 jam setelah latihan. Mekanisme yang bertanggung jawab untuk fenomena ini telah menjadi subjek penelitian terakhir. Latihan aerobik menghasilkan peningkatan penyerapan glukosa dengan atau tanpa pengobatan insulin.6 Selama latihan intensitas sedang pada individu nondiabetes, sekresi insulin endogen dikurangi 40-60%. Dengan demikian, pengurangan direkomendasikan dalam dosis insulin pengganti selama latihan (insulin basal dan / atau preprandial). Hal ini dapat dilengkapi dengan asupan oral 10-20 g karbohidrat setiap 30-60 menit, tergantung pada intensitas latihan. Sensitivitas insulin meningkat ~ 2 jam setelah intensitas latihan sedang. Dengan demikian, pertimbangan harus diberikan untuk mengurangi dosis insulin basal dan / atau prandial selama 24 jam setelah latihan.6 Selain itu, studi terbaru menunjukkan bahwa ada lingkaran setan kegagalan counterregulatory antara olahraga dan hypoglycemia. Dengan demikian, dua episode berkepanjangan, olahraga intensitas sedang dapat mengurangi respon sistem saraf otonom dan neuroendokrin sebesar 50% selama hipoglikemia berikutnya. Demikian pula, dua episode hipoglikemia yg dapat mengurangi respon counterregulatory selama latihan berikutnya 40-50%. Oleh karena itu, individu yang telah memiliki episode 8

hipoglikemia sebelumnya lebih berisiko hipoglikemia selama latihan. Hal ini dapat diatasi dengan meningkatkan target glikemik sementara, mengurangi insulin preexercise, dan mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah yang tepat.6

II.2.2 Klasifikasi Pada diabetes hipoglikemia juga sering didefinisikan sesuai gambaran klinisnya. Hipoglikemia akut menunjukan gejala dan Triad Whipple yang merupakan panduan klasifikasi klinis hipoglikemia yang bermanfaat. Triad tersebut meliputi : (1) Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia, (2) Kadar glukosa plasma rendah, (3) Gejala mereda setelah kadar glukosa plsma meningkat.3 Akan tetapi pasien diabetes dapat kehilangan kemampuannya untuk menunjukkan atau mendeteksi keluhan dini hipoglikemia. Dengan menambah kriteria klinis pada pasien diabetes yang mendapat terapi, hipoglikemia akut dibagi menjadi hipoglikemia ringan, sedang dan berat.3 Klasifikasi klinis hipoglikemia akut Ringan Simtomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas seharihari yang nyata Sedang Simtomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari Berat Sering (tidak selalu) simtomatik, karena gangguan kognitif pasien tidak mampu mengatasi sendiri 1. Membutuhkan pihak ketiga tetapi tidak memerlukan terapi parenteral 2. Membutuhkan terapi parenteral (glucagon intramuscular atau glukosa intravena) 3. Disertai dengan koma atau kejang Tabel 1. Klasifikasi klinis hipoglikemia akut3

II.2.3 Gejala dan tanda klinis Faktor utama mengapa hipoglikemia menjadi penting dalam pengelolaan diabetes adalah ketergantungan jaringan saraf terhadap asupan glukosa yang terus menerus. Gangguan asupan glukosa yang berlangsung beberapa menit menyebabkan gangguan fungsi sistim saraf pusat, dengan gejala gangguan kognisi, bingung dan koma. Seperti jaringan yang lain, jaringan saraf dapat memanfaatkan sumber energi alternatif, yaitu keton dan laktat. Pada hipoglikemia yang disebabkan insulin, konsentrasi keton di plasma tidak mencapai kadar yang cukup di SSP, sehingga tidak dipakai sebagai sumber energi alternatif.3 Pada individu yang mengalami hipoglikemia, respon fisiologis terhadap penurunan glukosa darah tidak hanya membatasi makin parahnya perubahan

metabolisme glukosa tetapi juga menghasilkan berbagai keluhan dan gejala yang khas. Gejala hipoglikemia dibagi menjadi dua kategori. Gejala neurogenik yang dipicu oleh penurunan kadar glukosa dan menyebabkan pasien menyadari bahwa dirinya mengalami episode hipoglikemia. Gejala ini diaktivasi oleh sistem saraf otonom yang dimediasi oleh bagian dari simpatoadrenal melalui pelepasan katekolamin (norepinefrin dan epinefrin) dari medulla adrenal dan asetilkolin dari postsinaps saraf simpatis. Gejala dan tanda neurogenik berkaitan dengan peningkatan kadar epinefrin yang meliputi goyah, gelisah, gugup, palpitasi, berkeringat, mulut kering, pucat dan dilatasi pupil.1,3,6 Gejala neuroglikopenik terjadi karena deprivasi glukosa pada neuron otak. Bukti terjadinya gejala neuroglikopenik dapat menjadi signal yang seringkali dikenali oleh keluarga atau teman pasien. Gejala ini meliputi pemikiran yang abnormal, mudah marah, kebingungan, kesulitan berbicara, ataksia, parestesia, sakit kepala, pingsan, kejang, koma dan bahkan kematian.1,3,6

10

Tabel 2. Gejala hipoglikemia6 Berikut merupakan stadium keluhan dan gejala hipoglikemia yang sering dijumpai pada pasien diabetes mellitus : 4,5 Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah menurun Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung sementara Stadium simpatik : keringat dingin pada muka, bibir atau tangan gemetar Stadium gangguan otak berat : tidak sadar, dengan atau tanpa kejang

Dari hasil anamnesis biasanya akan didapatkan hal-hal sebagai berikut : 4,5 Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral : dosis terakhir, waktu pemakaian terakhir, perubahan dosis. Waktu makan terakhir dan jumlah asupan gizi Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya Lama menderita DM dan komplikasi DM Penyakit penyerta : ginjal, hati dan lain-lain Penggunaan obat sistemik lainnya, seperti penghambat adrenergik dan lain-lain Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya hal yang spesifik, namun bisa didapati pada penderita hipoglikemia dirinya tampak pucat, diaphoresis, tekanan darah menurun, frekuensi denyut jantung meningkat, terjadi penurunan kesadaran, serta adanya defisit neurologik fokal transien. 4,5

11

II.2.4 Proteksi Fisiologis Melawan Hipoglikemia Glukagon dan epinefrin merupakan dua hormone yang disekresi pada kejadian hipoglikemia akut. Glukagon hanya bekerja di hati. Glukagon mula-mula meningkatkan glikogenolisis dan kemudian glukoneogenesis. Epinefrin selain meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis di hati juga meningkatkan lipolisis di jaringan lemak serta glikogenolisis dan proteolisis di oto. Gliserol, hasil lipolisis, serta asam amino (alanin dan aspartat) merupakan bahan baku glukoneogenesis hati.3 Epinefrin juga meningkatkan juga meningkatkan glukoneogenesis di ginjal, yang pada keadaan tertentu merupakan 25% produksi gula tubuh. Pada keadaan hipoglikemia yang berat, walaupun kecil hati juga menunjukan kemampuan otoregulasi.3 Kortisol dan growth hormone berperan pada keadaan hipoglikemia yang berlangsung lama, dengan cara melawan kerja insulin di jaringan perifer (lemak dan otot) serta meningkatkan glukoneogenesis.3 Bila sekresi glukagon dihambat secara farmakologis, pemulihan kadar glukosa setelah hipoglikemia yang diinduksi insulin berkurang sekitar 40%. Bila sekresi glukagon dan epinefrin dihambat sekaligus pemulihan glukosa tidak terjadi.3 Peran sel b pancreas terhadap hipoglikemia adalah dengan menghambat sekresi insulin, dan turunnya kadar insulin di dalam sel b berperan dalam sekresi glukagon oleh sel a.3 Respon fisiologi utama terhadap hipoglikemia terletak di neuron hipotalamus ventromedial (VMH) yang responsive terhadap glukosa, sebagian menjadi aktif bila kadar glukosa meningkat, sebagian responsive terhadap hipoglikemia. Neuron tersebut diproyeksikan ke area yang berkaitan dengan aktivasi pituitary adrenal dan sistem simpatis. Tampaknya respon fisiologi utama terhadap hipoglikemia terjadi sesudah neuron-neurin di VMH yang sensitive terhadap glukosa teraktivasi dan kemudian mengaktifkan sistem saraf otonom dan melepaskan hormone-hormon kontraregulator.3 Hamper semua pasien diabetes yang mendapat terapi insulin mengalami gangguan pada mekanisme proteksi terhadap hipoglikemia yang berat. Pada 12

pasien diabetes mellitus tipe 2 gangguan tersebut umumnya ringan. Penyebabnya sampai saat ini belum diketahui belum diketahui dengan pasti. Tanggapan glukagon terhadap glukosa plasma yang rendah hampir tidak ada pada tahap lanjut diabetes mellitus tipe 2 yang diobati dengan insulin. Ambang glikemik untuk respon otonom dan gejala hipoglikemia juga bergeser ke konsentrasi glukosa yang lebih rendah dengan hipoglikemia yg terakhir dialami. 3,6

II.2.5 Diagnosis banding Hipoglikemi karena : 4,5 Obat Hiperinsulinisme endogen : insulinoma, kelainan sel jenis lain, sekretagogue (sulfonilurea), autoimun, sekresi insulin ektopik. Penyakit kritis : gagal ginjal, gagal hati, gagal jantung, sepsis, starvasi dan inanisi Defisiensi endokrin : kortisol, growth hormone, glukagon, epinefrin Tumor non sel : sarcoma, tumor adrenokortikal, hepatoma, leukemia, limfoma, melanoma Pasca-prandial : reaktif (setelah operasi gaster), diinduksi alkohol

II.2.6 Pemeriksaan penunjang Kadar glukosa darah dapat diketahui dengam melakukan tes glukosa darah. Tes fungsi hati dan fungsi ginjal ginjal juga diperlukan untuk mengethui adanya kelainan pada hati dan ginjal yang dapat mempengaruhi terjadinya hipoglikemia pada penderita diabetes mellitus. 4,5 C-peptida diukur untuk membedakan antara insulin yang diproduksi oleh tubuh dan insulin yang disuntikkan ke dalam tubuh. Ketika pankreas menghasilkan insulin, dimulai sebagai sebuah molekul besar. Molekul ini terbagi menjadi dua bagian: insulin dan C-peptida. Fungsi C-peptida tidak diketahui.9

13

II.2.7 Terapi Stadium permulaan (sadar) 4,5 Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop atau permen gula murni (bukan pemanis pengganti gula) atau gula diet atau gula diabetes) dan makanan yang mengandung karbohidrat Hentikan obat hipoglikemik sementara Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam Pertahankan glukosa darah sekitar 200 mg/dl (bila sebelumnya tidak sadar) Cari penyebab

Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia) 4,5 1. Diberikan larutan Dextrose 40% sebanyak 2 flakon (=50 ml) bolus intravena, 2. Diberikan cairan Dextrose 10% per infus, 6 jam per kolf, 3. Periksa glukosa darah sewaktu (GDs), kalau memungkinkan dengan glukometer: Bila GDs < 50 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 50ml IV Bila GDs < 100 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 25ml IV

4. Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian Dextrose 40% Bila GDs < 50 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 50ml IV Bila GDs < 100 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 25ml IV Bila GDs 100-200 mg/dl, tanpa bolus Dextrose 40% Bila GDs > 200 mg/dl, pertimbangkan menurunkan kecepatan drip Dextrose 10% 5. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 2 jam, dengan protocol sesuai diatas. Bila GDs > 200 mg/dl, pertimbangkan mengganti infuse dengan Dextrose 5% atau NaCl 0,9% 6. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 4 jam, dengan protocol sesuai diatas. Bila GDs > 200 mg/dl, pertimbangkan mengganti infuse dengan Dextrose 5% atau NaCl 0,9%

14

7. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding scale setiap 6 jam : GD (mg/dl) < 200 200-250 250-300 300-350 > 350 5 10 15 20 RI (Unit, subcutan)

8. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin seperti adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glucagon 0,5-1 mg IV/IM (bila penyebabnya insulin) 9. Bila pasien belum sadar, GDs sekitar 200 mg/dl : Hidrokortison 100 mg per 4 jam selama 12 jam atau Deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan Manitol 1,5-2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam. Cari penyebab lain kesadaran menurun.

II.2.8 Komplikasi Jika mengabaikan gejala hipoglikemia terlalu lama, hal ini dapat menyebabkan kehilangan kesadaran. Itu karena otak membutuhkan glukosa untuk menjalankan fungsinya. Kenali tanda-tanda dan gejala hipoglikemia dini karena jika tidak diobati, hipoglikemia dapat menyebabkan kejang, kehilangan kesadaran bahkan kematian.7

II.2.9 Prognosis Dengan intervensi dini, prognosisnya menjadi baik. Edukasi terhadap pasien dan perubahan pola makan sangat efektif dalam mencegah atau membatasi episode hipoglikemia. Dalam kasus di mana glukagon diberikan, hipoglikemia biasanya akan teratasi dalam beberapa menit.8

15

II.2.10 Pencegahan Berikut adalah saran yang dapat membantu mencegah hipoglikemia diabetes: 7 Jangan melewatkan atau menunda makan atau camilan. Jika seseorang mengambil insulin atau obat diabetes oral, penting untuk tetap konsisten tentang jumlah dan waktu makan dan camilan. Makanan yang dimakan harus seimbang dengan insulin bekerja dalam tubuh. Monitor gula darah. Tergantung pada rencana pengobatan, penderita dapat memeriksa dan mencatat kadar gula darah beberapa kali seminggu atau beberapa kali sehari. Pemantauan secara hati-hati adalah satu-satunya cara untuk memastikan bahwa tingkat gula darah tetap dalam jangkauan target. Ukur dosis obat-obatan dengan hati-hati, dan mengkonsumsinya tepat waktu. Minum obat seperti yang direkomendasikan oleh penyedia layanan kesehatan. Sesuaikan dosis obat atau makan camilan tambahan jika terdapat peningkatkan aktivitas fisik. Penyesuaian tergantung pada hasil tes gula darah dan pada jenis dan lama aktivitas. Makan makanan atau snack dengan alkohol, jika seseorang memilih untuk minum alkohol. Minum alkohol saat perut kosong dapat menyebabkan hipoglikemia. Simpan catatan tentang reaksi glukosa rendah. Hal ini dapat membantu penderita hipoglikemia dan tim perawatan kesehatan untuk melihat pola yang berkontribusi terhadap hipoglikemia dan menemukan cara untuk mencegahnya. Bawalah beberapa bentuk identifikasi diabetes sehingga dalam keadaan darurat orang lain akan tahu bahwa seseorang memiliki diabetes. Gunakan kalung atau gelang identifikasi medis dan kartu dompet.

16

BAB III KESIMPULAN

Untuk mencegah timbulnya komplikasi menahun, ancaman timbulnya hipoglikemia merupakan faktor limitasi utama dalam kendali glikemi pada pasien DM tipe 1 dan DM tipe 2 yang mendapat terapi insulin. Hampir setiap pasien yang mendapat terapi insulin dan sebagian besar pasien yang mendapat sulfonilurea pernah mengalami keadaan dimana kadar insulin di sirkulasi tetap tinggi sementara kadar glukosa darah sudah dibawah normal. Dengan mengenal gejala awal hipoglikemia pasien dan keluarga dapat mencegah kejadian hipoglikemia yang lebih berat. Untuk menghindari timbulnya hipoglikemia pada pasien perlu diajarkan bagaimana menyesuaikan penyuntikan insulin dengan waktu dan jumlah makanan (karbohidrat), pengaruh aktivitas jasmani terhadap kadar glukosa darah, tanda-tanda dini hipoglikemia dan cara penanggulangannya. Hipoglikemia akut harus segera diterapi dengan pemberian glukosa oral. Bila glukosa oral tidak dapat diberikan, maka pemberian larutan glukosa intravena atau glucagon merupakan terapi yang efektif.

17

DAFTAR PUSTAKA

1.

Soegondo S, dkk. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta : PB. PERKENI. 2006.

2.

Greenspan, Francis. Endokrinologi Dasar & Klinik.1998. Jakarta : EGC. 1998. Hal 742-765.

3.

Soemadji DW. Hipoglikemia Iatrogenik. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid III. Aru W. Sudoyo, dkk. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI. 2007. Hal : 1870-3.

4.

Sastroasmoro S, Soegondo S, Rani A, editor. Hipoglikemia. Dalam : Panduan Pelayanan Medis Departemen Penyakit Dalam. Jakarta : RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. 2007. Hal : 5-8.

5.

Rani AA, Soegondo S, Nasir AU, dkk, editor. Hipoglikemia. Dalam : Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta : InternaPublishing. 2009. Hal 23-5.

6.

Briscoe VJ, Davis SN. Hypoglycemia in Type 1 and Type 2 Diabetes: Physiology, Pathophysiology, and Management. Available from URL http://clinical.diabetesjournals.org/content/24/3/115.full. Accessed 12 June, 2011.

7.

Diabetic

hypoglycemia.

Available

from

URL

http://www.mayoclinic.com/health/diabetichypoglycemia/DS01166/DSECTION. Accessed 12 June, 2011. 8. Hypoglycemia. Available from URL

http://www.mdguidelines.com/hypoglycemia/prognosis. Accessed 12 June, 2011. 9. Eckman AS, Baltimore, Zieve D. Insulin C-peptide. Available from URL http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003701.htm. Accessed 15 June, 2011.

18

You might also like