You are on page 1of 3

DISKRIMINASI ODHA ODHA JUGA MANUSIA KOK

Sangat menyedihkan ketika melihat ODHA diasingkan dari keluarga, teman, atau bahkan warga di lingkungan tempat tinggalnya. Ia menjadi momok yang menakutkan, seakan membawa sebuah penyakit kutukan. Hey, open your eyes! Bagaimanapun juga, ODHA membutuhkan dukungan moril dari keluarga, sahabat dan orang-orang yang dikasihinya. Ia membutuhkan orang yang care, yang mampu memotivasinya untuk bangkit dari segala keterpurukan, bukan untuk dilecehkan dan dijauhkan! ODHA atau orang dengan HIV Aids merupakan orang yang secara fisik sama dengan kita yang tidak menderita HIV/AIDS. Pada umumnya mereka memiliki kesamaan dengan orang yang sehat sehingga tidak bisa diketahui seseorang itu menderita HIV/AIDS atau tidak. Tak mudah bagi seorang pengidap HIV-AIDS hidup di lingkungan masyarakat. Pasalnya masyarakat kadung menempelkan cap buruk pada AIDS. Misalnya dikaitkan dengan perilaku seks bebas dan menyimpang serta dianggap memalukan. Virus ini juga belum ditemukan penawarnya sehingga mereka yang hidup dengan HIV/AIDS seolah divonis mati. Alhasil, seringkali orang dengan HIV-AIDS mendapat perlakuan

diskriminatif, stigma bahkan dijauhi. Bagi yang tak mengalaminya barangkali menganggap diskriminasi semacam menjauhi ODHA hal sepele. Padahal dampak yang bakal dialami oleh ODHA akan sangat besar. Diskriminasi tak hanya menekan psikologis mereka tapi juga berdampak sangat dalam pada kehidupan mereka. Selama ini ODHA memang selalu mendapatkan diskriminasi dan pandangan buruk dari kalangan masyarakat. Pandangan ini selalu berjalan layaknya penjara. Bukan penjara dalam pengertian hukum yang mengurung narapidana, tapi penjara kehidupan jauh dari hubungan sosial. Diskriminasi mulai terjadi ketika pandangan negatif mendorong orang atau sebuah lembaga untuk memperlakukan ODHA secara tidak adil berdasarkan pada prasangka terhadap status HIV seseorang. Hal ini masih terjadi hampir di seluruh lapisan masyarakat. Tidak hanya orang awam, tenaga medis yang semestinya membantu pasien malah memperlakukan hal yang sama. Padahal, jika ODHA menderita stres hingga depresi berkepanjangan, derajat penyakitnya akan bertambah parah. Di lingkungan masyarakat kita, masih banyak terjadi diskriminasi untuk Odha contohnya adalah kasus diskriminasi yang menggemparkan dunia pendidikan. Sebut saja In, bukan nama sebenarnya, putri kedua pasangan Fajar Jasmin dan Leonnie Merinsca yang menjadi korban diskriminasi SD Don Bosco 1 Jakarta. Nama In dicoret dari daftar

calon siswa sekolah itu lantaran Fajar positif terinfeksi HIV. Kasus Intan bukan yang pertama, dan menunjukan masih perlu perjuangan besar untuk melawan diskriminasi terhadap Orang Dengan HIV/AIDS atau ODHA. Ada juga yang mengkarantina ODHA karena menganggap bahwa HIV/AIDS adalah penyakit kutukan atau hukuman Tuhan bagi orang yang berbuat dosa. Semua pandangan itu muncul karena minimnya pengetahuan dan kepedulian kita terhadap HIV AIDS. Padahal HIV/AIDS sudah mengancam ke semua kalangan masyarakat termasuk ibu ibu dan bayi yang baru dilahirkan. Bentuk bentuk pengucilan ODHA di masyarakat dapat mengakibatkan efek psikologi yang berat seperti ; depresi, kurangnya penghargaan diri, dan keputusasaan. Putus asa, depresi, keinginan untuk bunuh diri dapat menjadi masalah yang seriius. Ini bukan hanya menimpa Odha namun juga mempengaruhui keluarga odha Odha ataupun orang terdekatnya. Diskriminasi membuat odha mer sa takut dan malas untuk membuka diri dan mencari bantuan. Mereka tidak mau pergi ke balai pengobatan untuk mencari informasi lebih lanjut. Kurangnya pemahaman tentang HIV/AIDS mengakibatkan orang yang menderita penyakit ini sering kali dikucilkan atau sering mendapatkan diskriminasi dari lingkungannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa HIV/AIDS mengakibatkan dampak yang cukup serius bagi odha sendiri. Trauma sikap membisu, suka menyendiri tidak percaya diri merasa jelek terhina adalah beberapa hal yang odha rasakan. Masyarakat hanya mengetahui hiv aisd itu merupakan sebatas penyakit menular dan penderitanya berbahaya. Akan tetapi sebagian besar masyarakat tidak mengetahui bagaimana penyebarannya dan cara penanggulangannya. Kurang pahaman ini mengakibatkan adanya sikap over protective terhadap odha. Perlakuan diskriminatif ini justru akan menambah beban penyakit yang menggrogoti mereka. Memang untuk menghentikan pandangan miring dan diskriminasi pada ODHA cukup sulit. Perlu adanya pemahaman pada ODHA dan HIV/AIDS itu sendiri. Pendidikan dan pemberian pengetahuan mengenai HIV/AIDS merupakan cara yang cukup efektif, karena semakin bertambah wawasan seorang mengenai HIV/AIDS maka akan semakin bertambah pula tingkat toleransi dan kepeduliannya pada ODHA. Idealnya tidak perlu kita mengisolasi ODHA tetapi kita harus menyayangi mereka seperti halnya kita menyayangi orang lain. Namun tak dapat dipungkiri, kebanyakan masyarakat sekarang masih menganggap ODHA itu berbahaya. Mulai dari beragam pencitraan negatif, tidak diterima kerja, dikucilkan teman, hingga ancaman diusir dari tempat tinggalnya. Buang jauh jauh prasangka buruk terhadap ODHA yang barang kali tidak mengidap HIV. Karena prasangka buruk akan melahirkan konflik dan ketidak adilan.

Seharusnya ODHA memang harus diperlakukan selayaknya masyarakat umum. Mereka juga manusia biasa yang tentunya ingin hidup wajar dan tidak ada ketakutan akan tertular HIV. Kini sudah saatnya kita mengubah paradigm salah kaprah di tengah masyarakat bahwa ODHA adalah kotor sehingga harus dijauhi. Kita memang harus waspada akan tertular HIV/AIDS akan tetapi tidak benar jika kita membenarkan adanya diskriminasi ODHA. Masyarakat seharusnya memperlakukan setiap orang dengan HIV/AIDS (ODHA) secara adil dan manusiawi sebagai peran masyarakat dalam penanggulangan penyakit HIV/AIDS. Ingatlah kawan kutipan ini : Jon Sobrino tokoh solidaritas El Savador selalu mengingatkan dengan frase bijaknya, Kita benar-benar menjadi manusia apabila mempunyai kepedulian dan tanggung jawab terhadap kehidupan manusia lain, terutama yang menderita dan yang paling miskin maupun tertindas. Penyakit HIV AIDS memang berbahaya akan tetapi masyarakat tentu tidak boleh menghakimi mereka yang menderita HIV AIDS. Jika masyarakat tetap memandang miring dan mencampakkan ODHA dari masyarakat maka hal ini akan menjadi bom waktu di kemudian hari. Maka dari itu, perlu adanya strategi yang tepat dan berkesinambungan dalam hal ini untuk menahan laju epidemic virus mematikan itu. Tidak hanya strategi secara medis, tapi juga psikis dan social. Dalam menentukan strategi menekan angka pengidap HIV AIDS tidak boleh hanya dilakukan oleh pemerintah pusat saja tapi juga harus didukung oleh pemerintah daerah, lembaga pendidikan, LSM, dan semua elemen masyarakat. Sebab, masalah HIV AIDS tidak hanya persoalan sekelompok masyarakat tapi sekarang sudah menjadi masalah dunia. Untuk itulah perlu koordinasi antar elemen untuk menekan penyebaran HIV AIDS. Pihak medis dapat membantu dengan berbagai penemuan obat atau imunitas untuk pengidap HIV serta melakukan penyuluhan sampai ke pelosok negri Sementara itu akademisi dapat berperan melalui sosialisasi akan bahaya hingga mengajarkan bergaul dengan ODHA. Begitupun dengan pemerintah yang merupakan pelayan masyarakat juga harus giat melakukan sosialisasi dan mengimplementasikan strategi penangggulangan HIV AIDS.

===== the end ====

You might also like