You are on page 1of 17

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang mana telah melimpahkan rahmat, taufik, dan karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah TEORI KONSUMSI dengan lancar. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuan yang kam sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Dan dengan menghadapi berbagai rintangan yang ada. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada bapak ............. selaku dosen mata kuliah pengantar ilmu ekonomi 2, orang tua kami yang telah memberikan dorongan moril maupun materil, serta teman-teman yang telah banyak membantu dalam penulisan dan penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalh ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami memohon kritik dan saran demi perbaikan makalah ini dan apabila ada kata-kata yang salah kami mohon maaf. Semoga makalah inin dapa memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca, dan bermanfaat bagi kita semua. Jakarta, 2 Maret 2011

Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam aktivitas perekonomian suatu negara, konsumsi mempunyai peran

penting di dalamnya serta mempuyai pengaruh yang sangat besar terhadap stabilitas perekonomian. Semakin tinggi tingkat konsumsi, semakin tinggi tingkat perubahan kegiatan ekonomi dan perubahan dalam pendapatan nasional suatu negara. Konsumsi keluarga merupakan salah satu kegiatan ekonomi keluarga untuk memenuhi berbagai kebutuhan barang dan jasa. Dari komoditi yang dikonsusmi itulah akan mempunyai kepuasan tersendiri. Oleh karena itu, konsumsi seringkali dijadikan salah satu indikator kesejahteraan keluarga. Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan dan cita-cita suatu negara. (Mizkat,2005) Tingkat kesejahteraan suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk mengetahui keberhasilan pembangunan di negara tersebut dan konsumsi adalah salah satu penunjangnya. Makin besar pengeluaran untuk konsumsi barang dan jasa, maka makin tinggi tahap kesejahteraan keluarga tersebut. Konsumsi rumah tangga berbeda-beda antara satu dengan lainya dikarenakan pendapatan dan kebutuhan yang berbeda-beda pula. Setiap orang atau keluarga mempunyai skala kebutuhan yang dipengaruhi oleh pendapatan. Kondisi pendapatan seseorang akan mempengaruhi tingkat konsumsinya. Makin tinggi pendapatan makin banyak jumlah barang yang dikonsumsi. Bila konsumsi ingin ditingkatkan sedangkan pendapatan tetap maka terpaksa tabungan yang digunakan maka tabungan akan berkurang. Secara umum dapat dikatakan bahwa persoalan yang dihadapi masyarakat adalah bersumber dari jumlah kebutuhan yang tidak terbatas. Biasanya manusia merasa tidak pernah merasa puas dengan benda yang mereka peroleh dan prestasi yang mereka capai. Apabila keinginan dan kebutuhan masa lalu sudah dipenuhi maka keinginan yang baru akan muncul. Di negara miskin hal seperti itu memang lumrah. Konsumsi makanan yang masih rendah dan perumahan yang kurang memadai telah mendorong masyarakat untuk mencapai taraf hidup yang lebih tinggi.

Di negara kaya sekalipun, seperti Jepang dan Amerika serikat masyarakat masih mempunyai keinginan untuk mencapai kemakmuran yang lebih tinggi dari yang telah mereka capai sekarang ini (Sukirno 2008:6) Pola konsumsi sering digunakan sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan. Tingkat kesejahteraan suatu masyarakat dapat pula dikatakan membaik apabila pendapatan meningkat dan sebagian pendapatan tersebut digunakan untuk mengkonsumsi non makanan, begitupun sebaliknya. Pergeseran pola pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dari makanan ke non makanan dapat dijadikan indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan anggapan bahwa setelah kebutuhan makanan telah terpenuhi, kelebihan pendapatan akan digunakan untuk konsumsi bukan makanan. Oleh karena itu motif konsumsi atau pola konsumsi suatu kelompok masyarakat sangat ditentukan pada pendapatan. Atau secara umum dapat dikatakan tingkat pendapatan yang berbeda-beda menyebabkan keanekaragaman taraf konsumsi suatu masyarakat atau individu. Namun, bila dilihat lebih jauh peningkatan pendapatan tersebut tentu mengubah pola konsumsi anggota masyarakat luas karena tingkat pendapatan yang bervariasi antar rumah tangga sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kemampuan mengelolanya. Dengan perkataan lain bahwa peningkatan pendapatan suatu

komunitas selalu diikuti bertambahnya tingkat konsumsi semakin tinggi pendapatan masyarakat secara keseluruhan maka makin tinggi pula tingkat konsumsi. (Sayuti, 1989:46-47). Kemudian hubungan konsumsi dengan pendapatan dijelaskan dalam teori Keynes yang menjelaskan bahwa konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan disposible saat ini. Dimana pendapatan disposible adalah pendapatn yang tersisa setelah pembayaran pajak. Jika pendapatn disposible tinggi maka konsumsi juga naik. Hanya saja peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan disposibel. Selanjutnya menurut Keynes ada batas konsumsi minimal, tidak tergantung pada tingkat pendapatan yang disebut konsumsi otonom. Artinya tingkat konsumsi tersebut harus dipenuhi walaupun tingkat pendapatan = nol, dan hal ini ditentukan oleh faktor di luar pendapatan, seperti ekspektasi ekonomi dari konsumen, ketersediaan dan syarat-syarat kredit, standar hidup yang diharapkan, distribusi umur, lokasi geografis (Nanga,2001).

Kebutuhan hidup manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhaan hayatinya saja akan tetapi menyangkut kebutuhan lainya seperti kebutuhan pakaian, rumah, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. Adanya pertumbuhan ekonomi yang tidak disertai dengan proses pemerataan akan mengakibatkan terjadinya kesenjangan antar keluarga. Di satu pihak rumah tangga dengan pendapatan yang lebih dari cukup cenderung mengkonsumsi secara berlebih di lain pihak rumah tangga miskin tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dan Devinisi Konsumsi Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang diproduksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi (Dumairy, 2004). Pengeluaran konsumsi masyarakat/rumah tangga merupakan salah satu variabel makro ekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari pendapatan yang dibelanjakan. Apabila pengeluaran-pengeluaran konsumsi semua orang dalam suatu negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah pengeluaran konsumsi masyarakat negara yang bersangkutan. Menurut Rahardja (2001), pengeluaran konsumsi terdiri atas konsumsi pemerintah (government consumption) dan konsumsi masyarakat atau rumah tangga (household consumption). Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah semua pembelian barang dan jasa oleh rumah tangga yang tujuannya untuk dikonsumsi selama periode tertentu dikurangi neto penjualan barang bekas. Untuk menduga pengeluaran konsumsi rumah tangga digunakan data pendukung antara lain: 1. Rata-rata pengeluaran perkapita sebulan kelompok makanan dan bukan makanan. 2. Indeks harga konsumen (IHK) untuk masing-masing kelompok komoditi dan jasa dari bagian statistik harga konsumen. 3. Jumlah penduduk dari proyeksi hasil survey penduduk antar sensus.

2.2 Teori Keynes ( Keynesian Consumption Model ) a. Hubungan Pendapatan Diposable dan Konsumsi Keynes menjelaskan bahwa konsumsi saat ini (current consumption) sangat dipengaruhi oleh pendapatan diposabel saat ini (current diposable income). Jika pendapatan disposabel meningkat, maka konsumsi juga akan meningkat. Hanya saja peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan diposabel.

Ket : C

= Konsumsi = Konsumsi Otonomus

= Marginal Propensity to Consume (MPC) = Pendapatan Diposable

0<b<1 Sebagai tambahan penjelasan, perlu diberikan beberapa catatan mengenai fungsi Keynes tersebut di atas: 1) Merupakan variabel rill/nyata, yaitu fungsi konsumsi Keynes menunjukan hubungan antara pendapatan dengan pengeluaran konsumsi yang keduanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga konstan, bukan hubungan antara pendapatan nominal dengan pengeluaran konsumsi nominal. 2) Merupakan pendapatan yang terjadi (current income), bukan pendapatan yang di peroleh sebelumnya, dan bukan pula pendapatan yang diperkirakan terjadi di masa datang (yang diharapkan) 3) Merupakan pendapatan absolute, bukan pendapatanrelatife atau pendapatan permanen, sebagaimana di kemukakan oleh ahli ekonomi lainnya. Agar lebih jelas, maka mari kita perhatikan Tabel berikut ini.

Tabel 14.1 Hubugan antara Pendapatan Disposabel dan Konsumsi Pendapatan Disposabel 0 1000 2000 3000 4000 5000 Konsumsi 200 1000 1800 2600 3400 4200 Pendapatan Disposabel 1000 1000 1000 1000 1000 Konsumsi 800 800 800 800 800

Pada saat tingkat pendapatan disposabel sama dengan nol, tingkat konsumsi adalah 200. Hal ini berarti konsumsi minimal (autonomous consumption) sama dengan 200. Ketika pendapatan disposabel meningkat menjadi 1000, 2000, 3000 dan seterusnya, konsumsi menjadi 1000, 1800, 2600. Kenaikan konsumsi tersebut disebabkan setiap 1000 unit kenaikan pendapatan disposabel, sebanyak 800 digunakan untuk tambahan pendapatan disposabel. Tingkat pendapatan 1000 merupakan tingkat pendapatan minimal agar rumah tangga mampu membiayai seluruh konsumsinya, tanpa harus mengorek tabungan.

b. Kecenderungan Mengonsumsi Marjinal Kecenderungan mengonsumsi marjinal (Marginal Propensity to Consume, disingkat MPC) adalah konsep yang memberikan gambaran tentang berapa konsumsi akan bertambah bila pendapatan disposabel bertambah satu unit.

...........................................
Seperti pada uraian Tabel 14.1, jumlah tambahan konsumsi tidak akan lebih besar daripada tambahan pendapatan disposabel, sehingga angka MPC tidak akan lebih besar dari satu. Angka MPC juga tidak mungkin negative, dimana jika pendapatan disposabel terus meningkat, konsumsi terus menurun sampai nol (tidak

ada konsumsi). Sebab manusia tidka mungkin hidup dibawah batas konsumsi minimal. Karena itu 0 MPC 1. Dalam persamaan (14.1), koefisien parameter b adalah MPC. Besarnya MPC menunjukkan kemiringan (slope) kurva konsumsi. Diagram 14.1, yang dibuat berdasarkan Tabel 14.1, menunjukkan grafik konsumsi yang berbentuk garis lurus. Kurva konsumsi yang sudut kemiringannya lebih kecil daripada sudut 45 derajad menunjukkan bahwa MPC tidak mungkin lebih besar dari satu. Hal itu dibuktikan bahwa ketika pendapatan disposabel meningkat 1000 unit, konsumsi hanya meningkat 800 unit, atau angka MPC sama dengan 0,8.

Diagram 14.1 Kurva Konsumsi

Yang dapat dikatakan adalah nilai MPC akan makin kecil pada saat mendapatkan disposabel meningkat. Pertambahan konsumsi semakin menurun bila pendapatan disposabel terus meningkat. Diagram 14.2 menunjukkan hal tersebut dengan menampilkan kurva konsumsi makin mendatar pada saat pendapatan makin meninggi (tidak linier).

Diagram 14.1 Kurva Konsumsi

Pada saat tingkat pendapatan Y1, Y2 dan Y3, MPC masing-masing digambarkan oleh garis singgung a, b, c. Makin mendatarnya sudut kemiringan garis singgunggaris singgung tersebut menunjukkan MPC yang makin kecil pada saat pendapatan disposabel meningkat. Gejala diatas mempunyai implikasi bahwa jika Negara makin makmur dan adil, porsi pertambahan pendapatan yang digunakan untuk konsumsi makin berkurang. Sebaliknya kemampuan menabung meningkat. Dengan demikian kemampuan perekonomian dalam negeri untuk menyediakan dana investasi yang dibutuhkan dalam rangka pembangunan ekonomi jangka panjang juga meningkat. Dengan demikian MPC pada kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi (negara maju) lebih rendah daripada MPC kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (negara berkembang).

c. Kecenderungan Mengkonsumsi Rata-Rata Kecenderungan mengonsumsi rata-rata (Average Propensity to Consum, disingkat APC) adalah rasio antara konsumsi total dengan pendapatan disposabel total.

...........................................
Karena besarnya MPC < 1, maka APC < 1 maka APC < 1. Selanjutnya jika kita memperlengkapi Tabel 14.1 denga konsep MPC dan APC seperti pada Tabel 14.2, terlihat bahwa APC mula-mula lebih besar daripada MPC, tetapi semakin lama semakin menurun (Diagram 14.3).

Tabel 14.3 Hubungan Antara Pendapatan Disposabel dan Konsumsi, MPC dan APC
Pendapatan Disposible 0 1000 2000 3000 4000 5000 Catatan : MPS APS Konsumsi 200 1000 1800 2600 3400 Tabungan -200 0 200 400 600 Pendapatan Disposible 1000 1000 1000 1000 Konsumsi 800 800 800 800 800 Tabunga n 200 200 200 200 MPC 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 APC 1,00 0,90 0,87 0,85 0,84

4200 800 1000 = Tabungan/Pendapatan Disposible = Tabungan/Pendapatan Disposible

Diagram 14.1 Kurva MPC dan APC

d. Hubungan Konsumsi dan Tabungan Pendapatan disposabel yang diterima rumah tangga sebagian besar digunakan untuk konsums, sedangkan sisanya ditabung. Kita juga dapat mengatakan setiap tambahan penghasilan disposabel akan dialokasikan untuk menambah konsumsi dan tabungan. Besarnya tambahan pendapatan disposabel yang menjadi tambahan tabungan disebut kecenderungan menabung marginal (Marginal Propensity to Save/MPS). Sedangkan rasio antara tingkat tabungan dengan pendapatan disposabel disebut kecenderungan menabung rata-rata (Avarage Propensity to Save/APS) Rumus :

S = tabungan (saving) MPC dan MPS Jika setiap tambahan pendapatan disposabel dialokasikan sebagai tambahan konsumsi dan tabungan, maka :

....................................... Jika kedua sisi persamaan kita bagi dengan = ...................................... ,maka :

1 = MPC +MPS atau, MPS = 1- MPC Dari presentasi matematika sederhana ini dapat disimpulkan bahwa nilai total MPC ditambah MPS sama dengan satu. Pada saat pendapatan disposabel masih rendah, setiap unit tambahan pendapatan sebagian besar dialokasikan untuk konsumsi. Nilai MPC mendekati satu. Nilai MPS mendekati nol. Hal ini dapat menjelaskan mengapa di Negara-negara miskin kemampuan menabungnya sangat rendah , sehingga bila mereka ingin melakukan investasi terpaksa meminjam dari luar negeri. Umumnya dana pinjaman tersebut berasal dari negara-negara kaya, yang nilai MPC-nya sudah makin mengecil, sementara MPS-nya makin membesar. Nilai total APC ditambah dengan APS juga sama dengan satu. Pernyataan tersebut dengan mudah dibuktikan dengan menggunakan matematika sederhana dibawah ini.

= 1 = APC +APS

......................................

Hubungan antara MPC dengan MPS maupun APC dengan APS secara numeric dapat dilihat jika Tabel 14.2 lebih dilengkapi lagi dengan memasukkan konsep MPS dan APS, seperti tampak dalam Tabel 14.3. Perhatikanlah, bila pendapatan

disposabel sudah melebihi batas pendapatan minimal dimana konsumsi sama dengan pendapatan, maka baik MPC+MPS maupun APC+APS sama dengan satu.

Tabel 14.3 Hubungan Antara MPC dan MPS, APC dan APS
Pendapatan Disposible 0 1000 2000 3000 4000 5000 Konsumsi 200 1000 1800 2600 3400 4200 Tabungan -200 0 200 400 600 800 Pendapatan Disposible 1000 1000 1000 1000 1000 Konsumsi 800 800 800 800 800 Tabunga n 200 200 200 200 MPC 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,2 0,2 0,2 0,2 MPS APC 1,00 0,90 0,87 0,85 0,84 APS 0 0,10 0,13 0,15 0,16

Catatan :

MPS APS

= Tabungan/Pendapatan Disposible = Tabungan/Pendapatan Disposible

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi Pengeluaran konsumsi terdiri dari konsumsi pemerintah (government

consumption) dan konsumsi rumah tangga (household rumah tangga, antara lain : a. Faktor Ekonomi Empat faktor yang menentukan tingkat konsumsi, yaitu : 1) Pendapatan Rumah Tangga ( Household Income ) 2) Kekayaan Rumah Tangga ( Household Wealth )

consumption/private

consumption). Factor-faktor yang mempengaruhi besarnya pengeluaran konsumsi

3) Jumlah barang-barang konsumsi tahan lama dalam masyarakat 4) Tingkat Bunga (interest rate) 5) Perkiraan tentang masa depan (Household Expectation About The Future) 6) Kebijakan pemerintah mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan

1) Pendapatan Rumah Tangga ( Household Income ) Pendapatan rumah tangga amat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya makin baik tingkat pendapatan, tongkat konsumsi makin tinggi. Karena ketika tingkat pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi semakin besar atau mungkin juga pola hidup menjadi semakin konsumtif, setidak-tidaknya semakin menuntut kualitas yang baik.

2) Kekayaan Rumah Tangga ( Household Wealth )

Tercakup dalam pengertian kekayaaan rumah tangga adalah kekayaan rill (rumah, tanah, dan mobil) dan financial (deposito berjangka, saham, dan suratsurat berharga). Kekayaan tersebut dapat meningkatkan konsumsi, karena menambah pendapatan disposable.

3) Jumlah barang-barang konsumsi tahan lama dalam masyarakat Jasdnads

4) Tingkat Bunga ( Interest Rate ) Tingkat bunga yang tinggi dapat mengurangi keinginan konsumsi. Dengan tingkat bunga yang tinggi, maka biaya ekonomi (opportunity cost) dari kegiatan konsumsi akan semakin maha. Bagi mereka yang ingin mengonsumsi dengan berutang dahulu, misalnya dengan meminjam dari bankatau menggunakan kartu kredit, biaya bunga semakin mahal, sehingga lebih baik menunda/mengurangi konsumsi.

5) Perkiraan Tentang Masa Depan (Household Expectation About The Future) Faktor-faktor internal yang dipergunakan untuk memperkirakan prospek masa depan rumah tangga antara lain pekerjaan, karier dan gaji yang menjanjikan, banyak anggota keluarga yang telah bekerja.

6) Kebijakan pemerintah mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan

Sedangkan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi antara lain kondisi perekonomian domestic dan internasional, jenis-jenis dan arah kebijakan ekonomi yang dijalankan pemerintah. b. Faktor Demografi 1) Jumlah Penduduk Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara menyeluruh, walaupun pengeluaran rata-rata per orang atau per keluarga relative rendah. Pengeluaran konsumsi suatu negara akan sangat besar, bila jumlah penduduk sangat banyak dan pendapatan per kapita sangat tinggi.

2) Komposisi Penduduk Pengaruh komposisi penduduk terhadap tingkat konsumsi, antara lain : a) Makin banyak penduduk yang berusia kerja atua produktif (15-64 tahun), makin besar tingkat konsumsi. Sebab makin banyak penduduk yang bekerja, penghasilan juga makin besar. b) Makin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, tingkat konsumsinya juga makin tinggi, sebab pada saat seseorang atau suatu keluarga makin berpendidikan tinggi maka kebutuhan hidupnya makin banyak. c) Makin banyak penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan (urban), pengeluaran konsumsi juga semakin tinggi. Sebab umumnya pola hidup masyarakat perkotaan lebih konsumtif disbanding masyarakat pedesaan.

c. Faktor-faktor Non Ekonomi Faktor-faktor non-ekonomi yang paling berpengaruh terhadap besarnya

konsumsi adalah faktor social budaya masyarakat. Misalnya saja, berubahnya pola kebiasaan makan, perubahan etika dan tata nilai karena ingin meniru kelompok masyarakat lain yang dianggap lebih hebat/ideal.

You might also like